• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

DEWAN PERWAKILAN DAERAH SEKRETARIAT JENDERAL

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN

TENTANG PERUBAHAN ATAS

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa keuangan negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan mempunyai manfaat yang sangat penting guna mewujudkan tujuan negara untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan belum dapat membentuk Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas, mandiri dan profesional sehingga perlu dilakukan perubahan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan;

(2)

2 Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 22D ayat (1) dan ayat (2), Pasal 23E,

Pasal 23F, dan Pasal 23G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2006 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4654);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4654) diubah sebagai berikut:

1. Angka 9, angka 13 dan angka 14 Pasal 1 diubah serta ditambah angka 18 sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

1. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Dewan Perwakilan Rakyat, yang selanjutnya disingkat DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana

(3)

3 dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Dewan Perwakilan Daerah, yang selanjutnya disingkat DPD, adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

5. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati/Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

7. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

8. Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.

9. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

(4)

4 10. Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK.

11. Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah dan lembaga negara lainnya untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

12. Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan, uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah. 13. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara adalah patokan

untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan yang wajib dipedomani oleh BPK dan/atau pemeriksa.

14. Hasil Pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, yang dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan sebagai keputusan BPK.

15. Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

16. Ganti Kerugian adalah sejumlah uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang harus dikembalikan kepada negara/daerah oleh seseorang atau badan yang telah melakukan perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

(5)

5 17. Peraturan BPK adalah aturan hukum yang dikeluarkan oleh BPK yang mengikat secara umum dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

18. Kode Etik BPK adalah seperangkat kaedah perilaku yang mengikat Anggota BPK dan Pemeriksa.

2. Ayat (4) dan ayat (5) Pasal 6 diubah sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6

(1) BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

(2) Pelaksanaan pemeriksaan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

(3) Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

(4) Dalam hal pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK, untuk selanjutnya disampaikan BPK kepada DPR, DPD, dan DPRD serta dipublikasikan.

(5) Dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK melakukan pemeriksaan sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.

(6)

6 (6) Standar Pemeriksaan Keuangan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan BPK.

3. Menambah 1 (satu) ayat yaitu ayat (6) Pasal 7 sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 7

(1) BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.

(2) DPR, DPD, dan DPRD menindaklanjuti hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan tata tertib masing-masing lembaga perwakilan

(3) Penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD dilakukan oleh Anggota BPK atau pejabat yang ditunjuk.

(4) Tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, dan DPRD diatur bersama oleh BPK dengan masing-masing lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.

(5) Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum.

(6) Hasil pemeriksaaan BPK ditandatangani oleh seorang Anggota BPK untuk dan atas nama BPK.

4. Ayat (1) dan ayat (5) Pasal 8 diubah sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:

(7)

7 (1) Untuk keperluan tindak lanjut, BPK menyerahkan pula hasil pemeriksaan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) kepada Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis oleh Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota kepada BPK. (3) Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana,

BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut.

(4) Laporan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(5) BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan hasilnya diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemerintah sesuai dengan kewenangannya.

5. Ayat (1) huruf e dan ayat (1) huruf f diubah, serta ayat (1) huruf j Pasal 9 dihapus sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 9

(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang:

a. menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan;

b. meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik

(8)

8 Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara;

c. melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitunganperhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara;

d. menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK;

e. menetapkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara setelah berkonsultasi dengan Pemerintah, DPR, dan DPD serta wajib digunakan dalam pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara; f. menetapkan Kode Etik BPK;

g. menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK;

h. membina jabatan fungsional Pemeriksa; dan

i. memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan.

j. dihapus.

(2) Dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang diminta oleh BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya dipergunakan untuk pelaksanaan tugas BPK. 6. Huruf d Pasal 13 diubah dan ditambah huruf l sehingga

Pasal 13 berbunyi sebagai berikut: Pasal 13

Untuk dapat dipilih sebagai Anggota BPK, calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

(9)

9 b. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. berdomisili di Indonesia;

d. memiliki integritas moral dan kejujuran serta memiliki keahlian di bidang akuntansi, hukum, atau bidang lain yang menjadi lingkup pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;

e. setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

f. berpendidikan paling rendah S1 atau yang setara;

g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun atau lebih; h. sehat jasmani dan rohani;

i. paling rendah berusia 35 (tiga puluh lima) tahun;

j. paling singkat telah 2 (dua) tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara;

k. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; dan

l. tidak menjadi anggota partai politik paling sedikit dalam 2 (dua) tahun terakhir.

7. Pasal 14 diubah sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14

(1) Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

(2) Dalam rangka pemilihan calon Anggota BPK, DPR membentuk suatu Panitia Seleksi yang terdiri dari satu ketua yang merangkap sebagai anggota dan 4 (empat) anggota untuk menguji kompetensi dan integritas calon Anggota BPK.

(3) Anggota Panitia Seleksi terdiri dari praktisi hukum, akuntan publik, psikolog, ahli kebijakan publik, dan unsur masyarakat lainnya.

(10)

10 (4) Anggota Panitia Seleksi paling sedikit dalam 2 (dua) tahun terakhir tidak menjadi pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara dan tidak menjadi anggota partai politik.

(5) Panitia Seleksi menyampaikan secara tertulis hasil seleksi berupa nama calon Anggota BPK yang lulus dan yang tidak lulus kepada DPD, dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak dibentuknya Panitia Seleksi.

(6) Untuk setiap jabatan Anggota BPK, Panitia seleksi sekurang kurangnya menyampaikan 3 (tiga) calon Anggota BPK yang dinyatakan lulus.

(7) Untuk setiap jabatan Anggota BPK, DPD merekomendasikan palig sedikit 2 (dua) calon Anggota BPK yang dinyatakan lulus oleh Panitia Seleksi, untuk disampaikan kepada DPR dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya hasil seleksi secara tertulis dari Panitia Seleksi.

(8) DPR memilih Anggota BPK dari calon yang direkomendasikan oleh DPD.

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR dan Peraturan Tata Tertib DPD sesuai dengan kewenangannya.

8. Pasal 19 diubah sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 19

Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK diberhentikan tidak dengan hormat dari keanggotaannya atas usul BPK, DPR, atau DPD karena:

a. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

(11)

11 c. tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya selama 1

(satu) bulan berturut-turut tanpa alasan yang sah; d. melanggar sumpah atau janji jabatan;

e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan/atau

f. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf k.

9. Pasal 21 diubah sehingga Pasal 21 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 21

(1) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Kode Etik BPK dan Majelis Kehormatan Kode Etik BPK menyatakan yang bersangkutan melanggar Kode Etik BPK.

(2) Keputusan Majelis Kehormatan Kode Etik BPK disampaikan kepada DPR dan DPD paling lama 1 (satu) bulan setelah Majelis Kehormatan Kode Etik BPK menetapkan keputusan.

(3) Berdasarkan Keputusan Majelis Kehormatan Kode Etik BPK maka BPK atau DPR atau DPD, baik secara masing-masing atau bersama-sama, mengajukan pemberhentian Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK tersebut kepada Presiden.

(4) Pemberhentian Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diresmikan dengan Keputusan Presiden.

10. Ayat (1) diubah Pasal 22 serta ayat (4) dan ayat (5) dihapus sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut:

(12)

12 (1) Apabila Anggota BPK diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 atau Pasal 19 diadakan pengangkatan Anggota BPK sesuai dengan syarat-syarat dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dan diresmikan dengan Keputusan Presiden.

(2) Pengangkatan Anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pemberhentian Anggota BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 atau Pasal 19.

(3) Sebelum memangku jabatannya, Anggota BPK yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh Ketua/Wakil Ketua BPK dengan bunyi sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4).

(4) Dihapus. (5) Dihapus.

11. Ayat (2) Pasal 25 diubah sehingga Pasal 25 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 25

(1) Anggota BPK dapat dikenakan tindakan kepolisian tanpa menunggu perintah Jaksa Agung atau persetujuan tertulis Presiden, apabila :

a. tertangkap tangan melakukan suatu tindak pidana; atau

b. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati.

(2) Tindakan kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam harus dilaporkan kepada Jaksa Agung yang berkewajiban untuk memberitahukan penahanan tersebut kepada Presiden, DPR, DPD dan BPK.

(13)

13 12. Ayat (1) dan ayat (3) Pasal 31 diubah serta ayat (4) dihapus

sehingga Pasal 31 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 31

(1) BPK dan Pemeriksa menjalankan tugas pemeriksaan secara bebas dan mandiri.

(2) BPK berkewajiban menyusun Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.

(3) Dalam rangka menjaga kebebasan dan kemandirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK dan Pemeriksa berkewajiban:

a. menjalankan pemeriksaan sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara;

b. mematuhi Kode Etik BPK;

c. melaksanakan sistem pengendalian mutu pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk menjamin kesesuaiannya dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, Kode Etik BPK, efektivitas, dan efisiensi pemeriksaan.

(4) Dihapus.

13. Ayat (1) Pasal 32 diubah dan ditambah ayat (5) sehingga Pasal 32 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 32

(1) Pemeriksaan atas laporan keuangan tahunan BPK dilakukan oleh akuntan publik.

(2) Akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh DPR atas usul BPK dan Menteri Keuangan, yang masing-masing mengusulkan 3 (tiga) nama akuntan publik.

(3) Akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam 2 (dua) tahun terakhir tidak melakukan tugas

(14)

14 untuk dan atas nama BPK atau memberikan jasa kepada BPK.

(4) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada DPR dengan salinan kepada Pemerintah untuk penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat.

(5) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga disampaikan kepada DPD dan DPRD serta dipublikasikan oleh BPK.

14. Ayat (1) dan ayat (2) Pasal 33 diubah serta ditambahkan ayat (3) baru sehingga Pasal 33 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 33

(1) Untuk menjamin mutu pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara oleh BPK, sistem pengendalian mutu BPK ditelaah oleh badan pemeriksa keuangan negara lain yang menjadi anggota organisasi pemeriksa keuangan sedunia, paling kurang setiap 3 (tiga) tahun.

(2) Badan pemeriksa keuangan negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh DPR setelah mendapat pertimbangan DPD atas usul BPK. (3) BPK melaporkan hasil penelaahan atas sistem

pengendalian mutu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada DPR dan DPD.

Pasal II

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal

(15)

15 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd.

Diundangkan di Jakarta, Pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Ttd.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR

(16)

16 PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN

TENTANG PERUBAHAN ATAS

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN I. UMUM

Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dibentuk untuk membentuk suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Untuk itu, Undang-Undang ini sesuai dengan amanat UUD 1945 telah mengatur bahwa Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden. Dalam perjalanannya, profesionalisme Badan Pemeriksa Keuangan perlu diperkuat dengan bukan hanya mengatur profesionalisme Pemeriksa melainkan juga profesionalisme Anggota Badan Pemeriksa Keuangan. Untuk itu perlu diatur lebih lanjut mengenai syarat keahlian calon anggota BPK. Selain itu, produk dari Badan Pemeriksa Keuangan adalah Laporan Hasil Pemeriksaan, sehingga untuk meningkatkan kredibilitas dan akuntabilitasnya laporan tersebut perlu ditandatangani oleh Anggota BPK, yang telah dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD tersebut, untuk dan atas nama BPK.

Pertanggungjawaban dan pengelolaan keuangan yang diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan bukan hanya pada lingkup pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah daerah. UUD 1945 mengamanatkan bahwa pemilihan anggota BPK dilakukan oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Dalam pelaksanaan Undang-Undang ini, diperlukan penjelasan lebih lanjut mengenai bagaimana mengimplementasikan frasa “memperhatikan pertimbangan DPD” dalam proses pemilihan Anggota BPK.

Mahkamah Konstitusi, dengan Putusan nomor 13/PUU-XI/2013 tanggal 10 Sep 2013 telah menyatakan beberapa pasal dalam Undang-Undang nomor 15 tahun 2006 ini yang terkait dengan pergantian

(17)

17 Anggota BPK, khususnya pergantian antar waktu, sebagai tidak memiliki kekuatan hukum sehingga Undang-Undang nomor 15 tahun 2006 perlu diubah.

Transparansi dan akuntabilitas keuangan pemerintah yang diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan telah ditingkatkan melalui publikasi laporan hasil pemeriksaan. Pengaturan mengenai publikasi laporan hasil pemeriksaan ini perlu diperjelas bahwa publikasi itu adalah atas hasil pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang dilakukan oleh BPK sendiri dan juga yang dilakukan oleh akuntan publik, berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pengendalian mutu pemeriksaan BPK ditelaah (dilakukan peer review) oleh suatu badan pemeriksa keuangan negara lain yang merupakan anggota ASOSAI (Assocation of Supreme Audit Institution atau asosiasi badan pemeriksa keuangan seluruh dunia). Sesuai dengan prinsip akuntabilitas yang baik dan mencegah terjadinya benturan kepentingan, maka penelaah harus ditunjuk oleh pemangku kepentingan (stakeholder) utama, yaitu penerima laporan lembaga pemeriksa tersebut, dan bukan oleh lembaga pemeriksa yang akan ditelaah. Dengan demikian maka penunjukan penelaah sistem pengendalian mutu Badan Pemeriksa Keuangan tersebut perlu dilakukan oleh parlemen, dalam hal ini DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Laporan hasil penelaahan ini harus disampaikan kepada DPR dan DPD sebagai pihak yang menunjuk penelaah tersebut.

Beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang diubah, antara lain :

1. Ketentuan mengenai proses pemilihan Anggota BPK.

2. Ketentuan mengenai syarat kompetensi calon Anggota BPK dan syarat kemandirian calon Anggota BPK dari partai politik.

3. Ketentuan mengenai penyampaian laporan hasil pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

4. Ketentuan mengenai Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. 5. Ketentuan mengenai laporan hasil pemeriksaan BPK.

6. Ketentuan tentang kewenangan BPK yang dapat mempengaruhi kemandiriannya dalam melakukan pemeriksaan, yaitu kewenangan memberikan pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern pemerintah pusat/daerah.

(18)

18 7. Ketentuan mengenai pemberhentian seseorang Anggota BPK, sebagai tindak lanjut dari keputusan Majelis Kehormatan Kode Etik BPK.

8. Ketentuan mengenai penunjukan penelaah sistem pengendalian mutu BPK dan penyampaian laporan hasil penelaahan.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Cukup jelas. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas.

(19)

19 Pasal II

Cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Melihat dari potensi wisata, perpaduan antara wisata alam dan wisata kuliner mampu menunjang bertambahnya wisatawan yang datang di Kabupaten Enrekang.Lokasi kawasan

Menjalani profesi sebagai guru selama pelaksanaan PPL, telah memberikan gambaran yang cukup jelas bahwa untuk menjadi seorang guru tidak hanya cukup dalam

Beberapa peraturan dasar yang diperlukan Kelompok Tani PLKSDA-BM, seperti Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan Program Kerja, maupun kebijakan-kebijakan penting terkait

Lokasi Geografis x,y Foto udara, Landsat TM, ETM+, SPOT HRV, KVR-1000 Rusia, IRS-1CD, ATLAS, Radarsat, ERS-1,2 gelombang mikro, IKONOS, MODIS, ASTER, QuickBird.

Komitmen Bupati Jember dalam memberikan dukungan terhadap Program PIK-KRR di Kabupaten Jember, semua informan utama menyatakan sudah ada dukungan kebijakan untuk PIK-KRR

Ini tentu menjadi sebuah pencapaian yang baik bagi Allianz Indonesia, karena dengan adanya pemberitaan positif dari berbagai media dapat mempengaruhi persepsi,

Dalam skala pe- mungutan suara pemili- han serentak tahun 2020 di Provinsi Sulawesi Tengah, ada 7 (tujuh) kabupaten/kota dan 1 pemilihan Gubernur yang menyelenggarakan

Ekspresi gedung pertunjukkan yang sesuai dengan jiwa musik dan tari kontemporer adalah ekspresi gedung dengan bangunan Jawa namun dalam bentuk yang lebih