• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ketahanan Energi di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Ketahanan Energi di Indonesia"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Ketahanan Energi di Indonesia

M. Sidik Boedoyo

*1

1Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta *E-mail: boedoyo@yahoo.com, msboedoyo@gmail.com

Abstract

Law No. 30 Year 2007 on energy in article 2 states that energy is managed under the principles of expediency, rationality, efficiency, justice, increasing of added value, sustainability, social welfare, environment conservation, national security, and integration with emphasis on national capacity. Article 3 states that in order to support national sustainable development and improve national energy security, energy management goals include independence, providing, managing energy use, public access, energy industries and environmental. To meet long-term energy needs, the Government of Indonesia in Presidential Regulation. 5 of 2006, has set energy mix by 2025 to reduce dependence on oil by developing alternative energy resources, both renewable energy, new energy and other fossil fuels.

From the illustration above, energy security does not only include addressing the needs of energy, but also the ability of people to obtain and utilize sustainable energy, and energy management aspects, ratio of electricity, renewable energy development, increasing people's income, increasing public access to energy and environmental issues.

To meet energy needs in the context of long-term development planning in Indonesia, BPPT implements energy planning using MARKAL model to analyze two scenarios, namely the baseline scenario and the MP3EI scenario. In order to get an illustration about the condition of longterm energy security as a result of energy planning outcomes, analysis of the energy security elements, components and indicators in the two scenarios is neccessary to be carried out.

Keywords:long term development, energy planning, energy security 1. Pendahuluan

Energi mempunyai peranan yang sangat dalam perekonomian baik sebagai bahan bakar, bahan baku, maupun sebagai komoditas ekspor. Konsumsi energi terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Untuk memenuhi permintaan energi tersebut perlu pasokan berbagai jenis energi sumber daya energi, baik energi fosil maupun energi terbarukan. Mengingat sumber daya energi fosil khususnya minyak bumi jumlahnya terbatas serta harga energi fosil yang terus meningkat, maka

pemanfaatan energi di Indonesia perlu dioptimalkan. Disamping itu, pemberlakuan kebijakan subsidi harga energi yang cukup lama menyebabkan pemakaian energi di semua sektor tidak efisien. Hal ini terlihat dari elastisitas energi yang masih tinggi.

Untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah-daerah terpencil yang belum terjangkau oleh jaringan serta untuk meningkatkan rasio elektrifikasi nasional, perlu dikembangkan potensi sumber daya energi baru dan terbarukan setempat sebagai bahan bakar PLTD yang saat ini masih menggunakan minyak diesel.

(2)

Dalam rangka mengoptimalkan penggunaan energi, Pemerintah telah mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional yang dimuat dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006. Untuk memenuhi kebutuhan energi jangka panjang, Pemerintah dalam Peraturan Presiden tersebut, telah menetapkan bauran energi tahun 2025 untuk mengurangi ketergantungan pada minyak bumi dengan mengembangkan sumberdaya energi alternatif baik energi terbarukan, energi baru maupun energi fosil lain.

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang energi pasal 2 menyatakan bahwa energi dikelola berdasarkan asas kemanfaatan, rasionalitas, efisiensi berkeadilan, peningkatan nilai tambah, keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi lingkungan hidup, ketahanan nasional, dan keterpaduan dengan mengutamakan kemampuan nasional. Sementara pasal 3 menyatakan bahwa dalam rangka mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, tujuan pengelolaan energi antara lain kemandirian, penyediaan, pengelolaan, pemanfaatan energi, akses masyarakat, industri energi dan lingkungan hidup.

Dalam kaitan inilah analisis ketahanan energi merupakan langkah yang sangat penting dalam menjamin kelangsungan pembangunan nasional baik dalam kecukupan pasokan energi, juga dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat..

2. Metodologi Perhitungan Ketahanan Energi

Definisi ketahanan energi menunjukkan bahwa ketahanan energi tidak hanya masalah kebutuhan dan penyediaan energi tetapi menyangkut masalah yang lebih luas seperti, keterjangkauan pasokan, kemampuan masyarakat untuk memperoleh energi, kualitas` lingkungan hidup dan lain-lain. Dalam kaitan inilah dilakukan analisis ketahanan energi yang bertujuan untuk:

 Mengetahui kondisi-kondisi apa yang akan terjadi di masa depan.

 Mengembangkan kondisi positif dan mengantisipasi kondisi negatif yang mungkin timbul,

 Menetapkan strategi dalam rangka

pencapaian ketahanan energi nasional yang meliputi ketersediaan, kemampuan menyediakan, kemampuan mengakses, dan Penerimaan masyarakat.

2.1. Langkah Analisis Ketahanan Energi.

Metoda analisis ketahanan energi yang dipergunakan merupakan turunan dariAnalytical Hierarchy Process (AHP) yang bertujuan untuk menggambarkan seluruh kondisi yang ada saat ini dan masa lalu secara matematis. Berbagai negara melalui berbagai cara dan metoda melaksanakan analisis ketahanan energi untuk melihat keberhasil dalam pencapaian ketahanan energi mereka dan menyusun rencana kedepan. Dalam analisis ketahanan energi Indonesia ini dilakukan pengembangan dan penggabungan terhadap metodologi yang dilakukan oleh Kruyt et al.[1]dan Sovacool and Mukherjee[2].

Dalam analisis tersebut dikembangkan elemen yang membentuk dan mempengaruhi ketahanan energi, komponen dari elemen tersebut serta indikator-indikator ketahanan energi.

Disepakati empat elemen pembentuk ketahanan energi:

 Ketersediaan (availability), meliputi: pemanfaatan energi, cadangan energi, produksi energi, impor dan ekspor energi, dan lain-lain.

 Kemampuan dalam mendapatkan dan memanfaatkan (affordability), meliputi: pendapatan masyarakat, rasio kelistrikan, konsumsi energi, dan lain lain.

 Kemampuan dalam menyediakan (assessability), meliputi: ketersediaan infrastruktur, pengembangan teknologi, indeks diversifikasi, konservasi,

 Penerimaan masyarakat (acceptability), meliputi: pengelolaan sumber daya energi,

(3)

lingkungan global, lingkungan lokal, adaptasi lingkungan.

2.2. Indikator Ketahanan Energi

Dari elemen ketahanan energi tersebut diatas dikembangkan berbagai komponen atau faktor yang mempengaruhi ketahanan energi. a. Availability(ketersediaan)

Ketersediaan terdiri dari beberapa komponen antara lain adalah:

 Pemanfaatan energi baru dan terbarukan pada pembangkitan listrik. Hal ini menjadi penting karena penggunaan energi fosil relatif mahal, sementara EBT merupakan sumberdaya energi lokal.

 Pengaruh ekspor energi terhadap ketahanan energi. Ekspor energi pada dasarnya adalah untuk mendapatkan devisa, sementara ekspor energi akan mengurangi potensi energi dan melemahkan ketahanan energi nasional.

 Pengaruh impor terhadap ketahanan energi. Impor energi pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan energi, tetapi peningkatan impor atau dominasi energi impor pada konsumsi energi akan melemahkan ketahanan energi.

 Peranan diversifikasi pada konsumsi energi. Diversifikasi dapat meningkatkan fleksibilitas penyediaan energi yang akan meningkatkan ketahanan energi.

b. Affordability (keterjangkauan atau kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan energi)

Keterjangkauan yang dimaksud adalah bagaimana masyarakat atau pengguna energi sanggup atau mampu dalam menyediakan dan memanfaatkan energinya. Pada keterjangkauan ada hal-hal yang berkaitan antara lain:

 Konsumsi listrik per kapita, konsumsi listrik yang meningkat memberikan gambaran bahwa masyarakat makin mampu dalam menyediakan energinya.

 Konsumsi energi per kapita. Indikator ini menunjukkan bahwa menunjukkan

pertumbuhan ekonomi dan kemampuan masyarakat dalam penyediaan energi.

 Penggunaan biomasa sebagai energi oleh masyarakat,

 Peningkatan ekonomi masyarakat, dipergunakan GDP (harga konstan tahun 2000) per kapita.

 Rasio elektrifikasi, rasio elektrifikasi secara umum menunjukkan kemampuan masyarakat dalam penyediaan listriknya. c. Accessability (kemampuan untuk mengakses

energi)

Kemampuan untuk memasok energi lebih ditekankan pada kemampuan untuk pemerintah dalam peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengakses energi, yang meliputi:

• Kapasitas kilang, penambahan kapasitas kilang memberi gambaran adanya jaminan untuk pemenuhan kebutuhan minyak masyarakat.

• Penambahan jaringan transmisi dan distribusi listrik menunjukkan masayarakat dapat mengakses listrik secara lebih baik.

• Kesuksesan konservasi memberi gambaran adanya peningkatan kapasitas penyediaan energi melalui pengurangan kebutuhan.

 Rasio kelistrikan yang menunjukkan kemampuan dalam menyediakan listrik

 Cadangan strategis, peningkatan cadangan strategis dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pasokan energi dan menjamin kelangsungan penyediaan energi.

d. Acceptability(penerimaan masyarakat) Penerimaan masyarakat merupakan suatu faktor yang mendorong atau menghambat penerapan program maupun jenis energi tertentu yang berpengaruh pada kualitas hidup, kesehatan, pencemaran lingkungan serta adaptasi perubahan iklim.

 Lingkungan global, sesuai dengan program pemerintah maka program yang didukung adalah kegiatan yang sedikit

(4)

atau sama sekali tidak menghasilkan gas rumah kaca, antara lain pemanfaatan EBT.

 Lingkungan regional/lokal, kegiatan yang dapat diterima masyarakat ialah kegiatan yang tidak merusak lingkungan.

 Adaptasi lingkungan. Kegiatan yang mampu meningkatkan daya tahan atau beradaptasi terhadap lingkungan, seperti pemanfaatan EBT.

2.3. Pembobotan

Dalam pelaksanaan analisis pengkajian ketahanan energi, maka setiap elemen, dan komponen yang sudah dipilih diberikan bobot sesuai dengan kesepakatan yang diambil oleh pakar-pakar (expert judgements) dengan nilai kumulatif untuk elemen sebesar 10 dan nilai kumulatif komponen per elemen sebesar 10. Indikator pada tahun tertentu diberi nilai dengan memperhitungkan perbedaan kondisi antara tahun dasar dan tahun yang dianalisis. Untuk nilai yang mengarah ke kondisi positif diberi penilaian X kali dan yang mengarah ke negatif terhadap ketahanan energi diberikan penilaian 1/X kali.

Tabel 1. Penilaian Indikator Tahun 2025 Terhadap 2010

Indikator 2010 2025 Nilai Konsumsi Energi (+) 100 200 2/1=2 Impor Energi (-) 100 200 ½=0,5

Pada analisis ketahanan energi ini diberikan tahun dasar 2010 dan tahun analisis 2025 pada skenario dasar dan MP3EI.

2.4. Penilaian

Penilaian diberikan untuk setiap indikator yaitu dengan mengalikan bobot dan nilai indikator untuk setiap elemen dan komponen serta indikator yang terkait. Indikator yang memperoleh nilai akhir yang sangat tinggi atau sangat rendah harus dianalisis untuk melihat permasalahan yang ada dan diberikan langkah kebijakan untuk penanganannya.

Perbandingan total nilai dari tahun dasar 2010 dengan tahun 2025 pada skenario dasar maupun skenario MP3EI menunjukkan kondisi resiko ketahanan energi pada kedua skenario tersebut.

2.5. Data dan Asumsi

Sebagai data utama adalah hasil run model Markal serta data historis yang diperoleh dari KESDM, dan institusi lainnya. Data yang dianalisis dikelompokkan sesuai dengan elemen ketahanan energi. Sebagian data yang dipergunakan dalam analisis ketahanan energi ditunjukkan dalam Tabel 2 tentang ketersediaan energi, kemampuan mendapatkan, kemampuan menyediakan, dan penerimaan masyarakat.

3. Hasil Analisis Ketahanan Energi

3.1. Evaluasi Perhitungan Ketahanan Energi

Hasil analisis ketahanan energi diperoleh dengan evaluasi terhadap data dan asumsi pada Tabel 2 dan dihitung berdasarkan metodologi yang telah ditentukan sebelumnya. Evaluasi yang telah dilaksanakan memberikan gambaran tentang kondisi kerentanan ketahanan energi tahun 2025 dan 2030 dibandingkan dengan kondisi tahun 2010 sebagai tercantum pada Tabel 3.

3.2. Pembahasan Ketahanan Energi

Evaluasi ketahanan energi tahun 2025 dan 2030 menunjukkan bahwa terjadi kontradiktif dalam indikator ketahanan energi, antara lain target pertumbuhan ekonomi yang cepat pada MP3EI akan diikuti oleh meningkatnya kesejahteraan masyarakat tetapi juga oleh peningkatan konsumsi energi.

Bila kesejahteraan masyarakat memacu diversifikasi yang positif terhadap ketahanan energi, maka peningkatan konsumsi ini yang dibarengi dengan penurunan potensi sumberdaya energi akan menimbulkan efek negatif terhadap ketahanan energi.

Diversifikasi energi yang ditunjukkan dengan indeks diversifikasi energi sangat

(5)

mendukung pembangunan nasional dan ketahanan energi pada skenario MP3EI justru menurun karena kecepatan pertumbuhan yang tinggi ternyata tidak dapat atau sulit diikuti oleh pengembangan energi baru dan terbarukan.

Penerapan teknologi dengan efisiensi tinggi serta konservasi dapat mengurangi kerentaan atau meningkatkan ketahanan energi perlu diangkat sebagai solusi di masa depan.

Tabel 3 menunjukkan indikasi persoalan dalam kaitan ketahanan energi serta solusi pemecahannya.

4. Kesimpulan dan Saran 4.1. Kesimpulan

Penurunan cadangan sumberdaya energi yang disebabkan konsumsi serta ekspor yang

tinggi pada skenario MP3EI memberikan kerentanan ketahanan energi yang lebih tinggi daripada skenario dasar.

Dengan kapasitas kilang yang terbatas maka impor BBM akan meningkat sangat tinggi terutama pada skenario MP3EI. Hal ini akan meningkatkan ketergantungan BBM pada impor dan menurunkan ketahanan energi.

Secara keseluruhan skenario MP3EI yang mengarah kepada pertumbuhan ekonomi tinggi rata-rata 9,8 % per tahun selama 20 tahun menimbulkan kerentaan yang lebih tinggi dibanding dengan skenario dasar dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,5% per tahun selama 20 tahun.

Tabel 2. Data Ketahanan Energi

Indikator 2010 2025 2030 Nilai 2010/2025 Nilai 2010/2030

Dasar MP3EI Dasar MP3EI Dasar MP3EI Dasar MP3EI

Ketersediaan (Availability)

PLT EBT (TWh) 29 163 163 197 197 28,1 28,1 34,0 34,0

Kons. Bt.bara (Juta Ton) 61 279 393 396 666 22,9 32,2 32,5 54,6

Produk. Bt.bara (Juta Ton) 270 667 781 817 1087 12,4 14,5 15,1 20,1

Prod. BBM (Juta KL) 48 111 120 120 175 11,6 12,5 12,5 18,2

Imp. BBM (Juta KL) 24 63 109 131 215 13,1 22,7 27,3 44,8

Kemampuan Mendapatkan (Affordability)

Kons. Listrik/Kap (KWh) 659,8 2404,2 3063,7 3017,5 4453,8 18,2 23,2 22,9 33,8

Kons. Energi Final/Kap

(BOE) 5,3 9,8 13,4 12,8 20,5 9,2 12,6 12,1 19,3 Indeks diversifikasi PLT D=1/S(Pn/T)^2 6,3 5,3 5,1 6,1 4,6 4,2 4,0 4,8 3,7 Kesejahteraan Masy. PDRB 2000/Kap 9,7 24,1 33,6 34,1 57,7 12,4 17,3 17,6 29,7 Pemakaian Biomasa % 23 6 3 4 2 1,3 0,7 0,9 0,4

Kemampuan Menyediakan (Accessability)

Kap. Kilang Minyak (MBSD) 1157,0 1557,0 1557,0 1957,0 2757,0 11,1 11,1 14,0 19,7

Kap. Kilang LNG (MMCFD) 42,1 52,4 52,4 52,4 52,4 10,3 10,3 10,3 10,3

Vessel Batubara (Unit) 69,8 298,9 419,4 415,5 704,6 35,3 49,6 49,1 83,3

Penerimaan Masyarakat (Acceptability)

Ling. Global (Jt Ton CO2) 0,189 0,188 0,179 0,175 0,164 12,4 11,8 11,6 10,8

(6)

4.2. Saran

Perlu adanya master plan atau rencana induk dalam ketahanan energi agar kerentaan yang ada dalam skenario dasar maupun MP3EI dapat dikurangi dalam meningkatkan ketahanan energi nasional.

Dalam pengembangan penyediaan energi baik dari sumberdaya, penyiapan fasilitas maupun prasarana energi perlu diikuti dan didukung oleh pengembangan industri energi nasioanal baik dalam produksi energi maupun dalam penyediaan fasilitas energi.

Tabel 3. Indikasi Permasalahan dan Strategi Penyelesaian

No. Indikator Indikasi Permasalahan Langkah Penyelesaian/Strategi Kebijakan

1. Potensi Pemanfaatan

Energi DN

- Impor minyak dan BBM, - Ekspor gas bumi, - Ekspor batubara

a. Sampai tahun 2010 ekspor LNG mencapai 40% dari produksi. b. Tahun 2010 ekspor batubara

mencapai 80% produksi padahal potensi batubara Indonesia hanya 0.5% dunia

a. Intensifkan pengembangan sumur minyak baik di DN atau dengan menjadi operator di luar negeri

b. Terapkan DMO dengan ketat

c. Kontrak ekspor LNG tidak diperpanjang dan dialihkan untuk dalam negeri d. Pengembangan sumur baru diarahkan

untuk DN

e. Tidak diterbitkan ijin penambangan batubara baru kecuali untuk dalam negeri f. Penyesuaian UU untuk penerapan pajak

ekspor/royalti batubara secara progresif sesuai dengan harga internasional.

2. Kemampuan Pemanfaatan

- Konsumsi listrik/kapita - Pemanfaatan biomasa

a. Konsumsi listrik tahun 2025 sampai 4 kali lipat pada skenario dasar dan 5 kali pada MP3EI.

b. Pemanfaatan biomasa cenderung menurun tajam dari 23% tahun 2010 menjadi sekitar 3% tahun 2025 walaupun secara volume tidak terlalu berbeda.

a. Peningkatan konsumsi perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas daya listrik dari sisi distribusi maupun dari tingkat penurunan tegangan.

b. Perlu ditindak lanjuti dengan

pengembangan energi terbarukan lain seperti biogas, pengembangan kebun energi dan lain-lain.

3. Kemampuan Penyediaan

- Kilang minyak - Vessel batubara

a. Konsumsi BBM yang terus meningkat akan mendorong produksi atau impor BBM. b. Konsumsi batubara meningkat

dengan cepat dari 270 juta ton pada tahun 2010, tahun 2025 menjadi 661 juta ton pada sken. Dasar dan 817 juta ton pada sken. MP3EI.

a. Dalam kaitan ketahanan energi, maka perlu dibangun kilang minyak pada beberapa lokasi guna menjamin pasokan dan distribusi BBM secara merata. b. Perlu disusun strategi dalam penyediaan

minyak mentah sebagai bahan baku kilang krn dimasa mendatang akan terjadi perebutan pasar minyak internasional. c. Perlu diantisipasi dengan pengembangan

industri perkapalan dalam negeri untuk dapat berperan dalam penyiapan vessel batubara nasional

4. Penerimaan Masyarakat

- Lingkungan lokal

Terjadi peningkatan emisi debu dari tahun 2010 sebesar 1,3 juta ton pada tahun 2025 menjadi 5,8 juta ton pada skenario dasar dan 8,1 juta ton pada sken MP3EI

a. Perlu penerapan unit pengguna energi dengan efisiensi tinggi, penyaring debu pada instalasi yang meanggunakan batubara.

b. Perlu pemilihan lokasi PLTU Batubara untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

(7)

Perlu koordinasi secara tetap dan intensif antar institusi terkait baik dari instansi Pemerintah, lembaga riset, akademisi, industri maupun lembaga pengelola finansial untuk menjamin dan memenuhi ketahanan energi nasional.

Daftar Pustaka

[1] Kruyt, B. et al., 2007, Indicators for energy security, Energy Policy, Vol. 37, Elsevier. [2] Sovacool, B.K. and Mukherjee, I., 2011,

Conceptualizing and measuring energy security: A synthesized approach, Energy, Vol. 36, Elsevier.

[3] Sovacool, B.K. et al., 2011, Evaluating energy security performance from 1990 to 2010 for eighteen countries, Energy, Vol. 36, Elsevier.

[4] BPPT, 2012,Output Model BPPT-DEMI dan Model MARKAL, Laporan internal tidak dipublikasi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta.

[5} Boedoyo, M.S., 2011, Strategi untuk Pencapaian Ketahanan Energi Indonesia, Seminar Nasional Security Energy, Musyawarah Nasional XI, BKKMTKI, 18 Oktober 2011, Jakarta.

[6] Bazilian, M. et al., 2011, Interactions between energy security and climate change: A focus on developing countries, Energy Policy, Vol. 39, Elsevier.

Gambar

Tabel 3 menunjukkan indikasi persoalan dalam kaitan ketahanan energi serta solusi pemecahannya.
Tabel 3. Indikasi Permasalahan dan Strategi Penyelesaian

Referensi

Dokumen terkait

Ketahanan  energi  Indonesia  memang  tergolong  rapuh  antara  lain  karena  aspek  ketersediaan  tidak  terpenuhi.  Ditinjau  dari  supply  dan  demand  saat 

Implikasi pada penelitian ini yaitu media belum dapat digunakan untuk peserta didik pada layanan perencanaan individual karena media yang dikembangkan hanya

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah merencanakan sistem drainase saluran tertutup berpenampang lingkaran pada Tatar Ratnasasih di Perumahan Kota Baru Parahyangan

Tuntutan keadaan, sering memaksa perempuan untuk terjun langsung di sektor domestik, publik atau keduanya tanpa persiapan yang matang dan berdampak pada pemunculan perilaku

Berdasarkan tipe habitatnya, kondisi tersebut terlihat pada habitat padang-semak yang memiliki kondisi suhu lingkungan paling tinggi dan tingkat kelembaban relatif yang rendah

Peningkatan mutu di satuan pendidikan tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya budaya mutu pada seluruh komponen sekolah.. Untuk peningkatan mutu sekolah

Ada 3 pertimbangan mengapa Indonesia menempatkan PLTN sebagai pilihan terakhir: •  Alasan yang pertama biaya Investasi dan biaya penyediaan [produksi] listrik PLTN mahal,