• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengelolaan Perikanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengelolaan Perikanan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Konsep Pengelolaan Perikanan

Sumber daya ikan mempunyai sifat yang spesifik yang dikenal dengan akses terbuka (open access) yang memberikan anggapan bahwa setiap orang atau individu merasa memiliki sumberdaya tersebut secara bersama (common property). Oleh karena pengelolaan sumberdaya ikan harus dilakukan dengan konsep memberi kesempatan yang sama kepada setiap individu baik nelayan, pengusaha perikanan, maupun masyarakat luas untuk memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada. Namun demikian, pengelolaan tersebut harus dilakukan secara bertanggung jawab mengedepankan prinsip kelestarian dan keadilan.

Menurut Sparre dan Venema (1999), hal yang sering dilupakan dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah sering aspek biologi dan dominannya aspek eksploitasi dan mengalokasikan alat tangkap secara berlebihan. Sebagai mega-predator, nelayan mempunyai perilaku yang sangat unik dalam merespon baik perubahan sumberdaya ikan, iklim maupun kebijakan yang diterapkan. Sejarah collapse-nya perikanan anchovy di Peru dapat menjadi pelajaran bahwa kebijakan pembatasan upaya penangkapan tanpa dibarengi dengan pengetahuan yang baik dalam mengantisipasi perilaku nelayan dalam merespon setiap perubahan baik internal maupun eksternal stok sumberdaya ikan telah menggagalkan upaya untuk keberlanjutan pengelolaan sumberdaya ikan.

Menurut UU No. 45 Tahun 2009 dan Bahari (1989) pengelolaan sumberdaya ikan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik dengan memperhatikan aspek-aspek pengelolaan yang ada. Aspek-aspek pengelolaan tersebut dapat mencakup :

1. Aspek sumberdaya, terkait dengan potensi sumberdaya ikan, penyebaran ikan, komposisi ukuran hasil tangkapanan dan jenis spesies.

2. Aspek teknis, terkait dengan unit penangkapan, jumlah kapal, fasilitas penanganan di kapal, fasilitas pendaratan dan fasilitas penanganan ikan di darat.

(2)

3. Aspek ekonomi, terkait dengan investasi, hasil produksi, pengolahan, pemasaran hasil, dan efisiensi biaya operasional yang berdampak kepada penerimaan dan keuntungan.

4. Aspek sosial, terkait dengan kelembagaan, ketenagakerjaan, kesejahteraan, dan konflik pengelolaan.

Pengelolaan sumberdaya ikan di wilayah Indonesia tidak dapat terlepas dari peraturan-peraturan yang berlaku, baik internasional maupun nasional. UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan (perubahan UU Nomor 31 Tahun 2004) dinyatakan bahwa pengelolaan perikanan adalah semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Disamping itu, juga dinyatakan bahwa pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisisensi dan kelestarian yang berkelanjutan. Hal ini harus menjadi perhatian dan konsepsi dalam semua tindakan pengelolaan sumberdaya ikan di Indonesia. Namun demikian, konsep pengelolaan tersebut sering tidak berjalan dengan baik karena berbagai implikasi yang terjadi dari kegiatan pengelolaan.

Menurut Seijo et al. (1998), implikasi kegiatan pengelolaan tersebut dapat terkait populasi sumberdaya ikan, jumlah upaya penangkapan, biaya operasi, dan keuntungan. Penambahan jumlah upaya penangkapan akan mengurangi ketersediaan stok ikan dan akan meningkatkan biaya tangkapan untuk pengguna lain. Kerusakan stok dan populasi sumberdaya ikan akan terjadi apabila nelayan bersama-sama melakukan tindakan pemanfaatan pada lokasi yang sama. Pada fishing ground terjadi konflik penggunaan alat tangkap, yang selanjutnya akan mengubah struktur populasi ikan, dinamika populasi spesies target dan mempengaruhi kelimpahan ikan non target. Dalam kaitan dengan biaya operasi, nelayan hanya melihat biaya yang dikeluarkan sendiri, sementara peningkatan biaya yang dikeluarkan nelayan lain karena pengurangan stok ikan diabaikan. Dengan demikian nelayan secara umum cenderung menempatkan terlalu banyak

(3)

modal usaha perikanan. Nelayan yang beroperasi pada suatu fishing ground yang produktif akan mendapatkan keuntungan. Hal ini menyebabkan nelayan lain akan merugi dan menanggung biaya marginal karena kehabisan stok sumberdaya ikan. Konsep pengelolaan harus semaksimal mungkin menghindari implikasi negatif tersebut, sehingga sumberdaya ikan tetap lestari dan kegiatan pemanfaatan dapat berkelanjutan.

2.2 Usaha Perikanan

1. Komponen Pendukung Usaha Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan

Menurut PP No. 15 tahun 1990, usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sebagai salah satu bidang usaha perikanan merupakan semua usaha perorangan atau badan hukum untuk mengolah, menyimpan, mendinginkan mengawetkan, memasarkan ikan dan produk olahannya untuk tujuan komersil. Usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan merupakan salah satu komponen penting dalam pemanfaatan sumberdaya ikan secara komersial. Hal ini karena usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan menjadi penggerak utama pengelolaan sumberdaya ikan, sehingga sumberdaya ikan tersebut dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pangan dan kesejahteraan hidup manusia.

Menurut Monintja (2001) dan Hanafiah dan Saefuddin (1983), dalam operasionalnya, usaha perikanan termasuk usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan membutuhkan dukungan dan berkaitan erat dengan komponen lainnya, seperti sumberdaya manusia, sarana produksi, prasarana pendukung, dan pasar.

a. Sumberdaya manusia

Sumberdaya manusia merupakan penggerak suatu usaha pengolahan dan

pemasaran hasil perikanan. Supaya kinerja usaha baik, maka sumberdaya

manusia harus berkualitas dan menguasai teknologi yang dibutuhkan dalam operasi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan.

(4)

b. Sarana produksi

Pada usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, sarana produksi ini dapat mencakup mesin, peralatan produksi, pabrik es, gudang, instalasi air tawar dan listrik, alat transportasi, pusat pendidikan dan diklat tenaga kerja. Sarana produksi penting karena pelaksanaan operasi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sangat tergantung pada kesiapan sarana produksi ini.

c. Prasarana perikanan

Prsarana perikanan untuk usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan adalah jalan dan pelabuhan. Jalan raya sangat dibutuhkan untuk mendukung kegiatan pengakutan bahan produksi dan hasil produk olahan di daratan baik untuk jarak dekat maupun untuk jarak yang lebih jauh. Pelabuhan perikanan merupakan tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Prasarana pelabuhan ini sangat dibutuhkan karena menjadi penghubung kegiatan operasi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dengan pasar dan konsumen.

d. Pasar

Pasar merupakan tempat dimana terjadi arus pergerakan barang-barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen. Pasar produk akan menentukan keberlanjutan usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan di masa datang.

Perlu disadari, bahwa operasional usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan perlu diarahkan sehingga juga mendukung kelestarian sumber daya ikan, mengatur pemanfaatan dan distribusi produk perikanan, dan mengantisipasi perilaku pelaku bisnis perikanan sehingga sejalan dengan kebijakan yang diterapkan. Menurut Fachruddin (2004), operasional usaha perikanan termasuk usaha pengolahan dan pemasaran

(5)

hasil perikanan merupakan upaya yang dinamis, yaitu sesuai permintaan dengan konsumen yang senantiasa terus berkembang. Dalam kaitan ini, maka kontribusi setiap komponen pendukung menjadi semakin penting guna mengantispasi perubahan-perubahan dalam hal ekonomi, teknologi, dan lingkungan, termasuk penggunaan cara-cara tradisional dalam pengolahan hasil perikanan.

Sebagai implikasi dari perkembangan kebutuhan konsumen, maka menurut Fauzi (2004) penyesuaian atau perubahan dapat terjadi pada tujuan, strategi dan operasional usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Semakin efisien teknologi produksi pada usaha pengolahan berarti semakin produk olahan perikanan yang dapat dimanfaatkan dan semakin sedikit reject yang dibuang ke alam yang justru dapat merusak lingkungan sekitar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberi pelayanan kepada konsumen yang dari waktu ke waktu jenis kebutuhan terus meningkat dan berubah termasuk terhadap jenis-jenis produk olahan hasil perikanan.

2. Pelaku Ekonomi Usaha Perikanan

Menurut Sudarsono (1986) dan Hanafiah dan Saefuddin (1983), komponen ekonomi usaha perikanan termasuk usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dapat mencakaup nelayan, pengusaha perikanan, pengolah ikan, pedagang ikan, koperasi, dan pemrintah. Semua pelaku ekonomi harus bahu membahu mendukung kelangsungan usaha perikanan.

a. Nelayan tradisional

Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung (seperti penebar dan pamakai jaring) maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi perahu layar, nakhoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal penangkap ikan) sebagai mata pencaharian. (Fauzi, 2005). Nelayan tradisional merupakan bagian terbesar dari masyarakat nelayan di Indonesia. Nelayan tradisional ini umumnya dapat dicirikan dengan tingkat kepemilikannya kecil dan penguasaan faktor produksi serta

(6)

kemampuan managerial relatif terbatas. Keterbatasan ini akan mempengaruhi motivasi, perilaku dan gugus kesempatan. Selain itu, vokalitas untuk memperjuangkan pendapat dan kebutuhan dari kelompok ini biasanya relatif rendah, sehingga nelayan tradisional umumnya tersisihkan bila kegiatan ekonomi perikanan berkembang pesat di suatu kawasan..

b. Pengusaha perikanan

Pengusaha perikanan lebih dianggap sebagai kelompok pelaku yang sukses dan bermodal besar dalam melakukan kegiatan usaha perikanan. Berbeda dengan nelayan tradisional, gugus kesempatan pengusaha perikanan swasta skala besar biasanya jauh lebih longgar. Mereka memiliki akses yang lebih besar terhadap berbagai fasilitas seperti perbankan, pelayanan dan penerapan teknologi baru,disamping mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi pembuat kebijaksanaan bila ada kebijakan yang dapat mengancam eksistensi mereka.

Menurut Dahuri, et. al (2001), pengusaha perikanan dapat menghidupkan kegiatan perikanan dengan lebih optimal di suatu kawasan pesisir. Hal ini karena mempunyai motivasi bisnis yang umumnya memaksimumkan keuntungan dan dapat melakukan berbagai bentuk strategi mulai dari integrasi vertikal, baik ke hulu maupun ke hilir, sampai integrasi horizontal untuk memaksimumkan keuntungan dan akumulasi modal. Pengusaha perikanan ini umumnya mempekerjakan nelayan kecil dan tradisional dalam menjalanakan bisnis perikanannya.

c. Pedagang Ikan

Berdasarkan tahapan perdagangan yang dilakukan, pedagang ikan termasuk jenis pedagang perantara. Menurut Hou (1997), pedagang perantara merupakan perorangan atau organisasi yang berusaha dalam bidang tataniaga, yang menggerakkan barang dari produsen sampai konsumen melalui jual-beli. Dalam saluran tataniaga dapat terdiri dari satu atau beberapa pedagang perantara seperti: pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang eceran. Disamping pedagang perantara,

(7)

juga terdapat pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang eceran.

d. Koperasi Unit Desa (KUD Mina)

Dalam Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa koperasi merupakan satu dari tiga sektor kegiatan perekonomian, selain pemerintah dan swasta. Sebagaimana bandan usaha ekonomi lainnya, koperasi termasuk koperasi perikanan (KUD Mina) juga bertujuan untuk mencari keuntungan, dan keuntungan tersebut menjadi milik anggota yang dibagi setiap periode yang disepakati. Pembagian keuntungan didasarkan atas pemilikan modal, serta keterlibatan anggota dalam kegiatan koperasi (Sudarsono, 1986).

e. Pemerintah

Dalam kegiatan ekonomi, pemerintah hendaknya berada posisi netral antara produsen dan konsumen. Namun dalam kenyataannya, pemerintah mempunyai misi dan motivasi tersendiri yang perlu diperhitungkan dalam melihat permasalahan perekonomian yang ada termasuk di bidang perikanan. Menurut Hardjomidjojo (2004), pemerintah berupaya untuk mencapai semaksimal mungkin didalam meningkatkan produksi, produktivitas, pendapatan nelayan, ekspor komoditi perikanan, pertumbuhan investasi, konsumsi ikan dan dalam mewujudkan kualitas kehidupan terutama disenta-sentra perikanan. Hal ini penting untuk kelangsungan kegiatan ekonomi berbasis perikanan di lokasi.

2.3 Kinerja Usaha Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Perikanan

Usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan merupakan usaha komersial yang mengejar keuntungan, sehingga penilaian kinerja menjadi hal penting untuk dilakukan. Secara umum kinerja (performance) merupakan kemampuan kerja dari suatu usaha produksi yang ditunjukkan dengan hasil kerja. Hawkins (1979) menyatakan bahwa “Performance is: (1) the process or manner of performing, (2) a notable action or achievement, (3) the performing of a play or other entertainment”.

(8)

Dalam arti yang lebih luas, kinerja merupakan jumlah output yang dihasilkan oleh unit kerja per satuan waktu tertentu, yang ditunjukkan oleh jumlah keuntungan, retribusi, pajak, dan sebagainya. Oleh karena itu kinerja usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan bertujuan menghasil produk olahan hasil perikanan dan memasarkannya secara luas, yang juga berarti memanfaatkan potensi sumberdaya ikan secara maksimal. Namun demikian, upaya tersebut perlu dilakukan dalam koridor tetap menjaga melestarikan sumberdaya perikanan dan kondisi lingkungan, dan memastikan diterapkannya keadilan terhadap para pengguna yang telah memanfaatkan sumberdaya alam milik umum tersebut. Menurut Fauzi (2005) dan Sukmadinata (1995), kinerja usaha perikanan termasuk usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan merupakan jumlah produk perikanan yang dihasilkan oleh suatu usaha perikanan dalam suatu periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Kinerja hendaknya merupakan hasil yang dapat diukur dan menggambarkan kondisi pengelolaan suatu usaha perikanan milik perorangan (individu) atau badan hukum (perusahaan) dari berbagai ukuran yang disepakati.

Usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan adalah sebuah sistem yang terdiri dari berbagai elemen yang saling terkait dan saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pada lingkungan yang sangat kompleks. Penilaian terhadap sistem usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan ini merupakan salah upaya untuk mengukur kinerja produksi produk olahan dan memasarkannya. Sultan (2004), usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan merupakan suatu gugus dari unsur yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan di bidang perikanan. Jika pengembangan usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan di suatu lokasi/sentra perikanan ditentukan pada perluasan kesempatan kerja, maka teknologi yang perlu dikembangkan adalah teknologi produksi yang relatif dapat menyerap tenaga kerja banyak, dengan pendapatan memadai bagi pelaku perikanan yang terlibat.

Untuk mengetahui apakah kinerja suatu usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sesuai atau tidak dengan standar yang ditetapkan, maka

(9)

dilakukan penilaian kinerja dan hal ini biasanya dilakukan dengan pendekatan analisis kinerja dengan ukuran keuangan atau finansial usaha yang dicapai maka perlu dilakukan penilaian kinerja. Disini pihak manajemen perusahaan cenderung hanya ingin memuaskan shareholders, dan kurang memperhatikan ukuran kinerja yang lebih luas yaitu kepentingan stakeholders. Atkinson et al. (1997) menyatakan bahwa pengukuran kinerja sebagai berikut: “Performance measurement is perhaps the most important, most misunderstood, and most difficult task in management accounting. An effective system of performance measurement containts critical performance indicator (performance measures) that (1) consider each activity and the organization it self from the customer’s perspective, (2) evaluate each activity using customer –validated measure of performance, (3) consider all facets of activity performance that affect customers and, therefore, are comprehensive, and (4) provide feed-back to help organization members identity problems and opportunities for improvement”.

Safi’i (2007) dan Seijo et al. (1998) menyatakan bahwa pengelolaan usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dihadapkan pada tantangan yang timbul karena faktor-faktor yang menyangkut perkembangan penduduk, perkembangan sumberdaya dan lingkungan, perkembangan teknologi dan ruang lingkup internasional. Pengukuran kinerja usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan perlu mempertimbangkan hal tersebut. Sumberdaya ikan laut termasuk pada kriteria sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun demikian pemanfaatannya sangat tergantung pada kearifan manusia menjadi tantangan besar dalam pengukuran kinerja ini. Terkait dengan ini, maka pengukuran kinerja usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang meskipun tidak berhubungan langsung dengan penangkapan ikan juga harus mempertimbangkan keterbatasan dan perubahan alamiah yang ada. Penilaian kinerja sangat penting, kemungkinan memiliki salah pengertian, dan merupakan tugas yang paling sulit dalam akuntansi manajemen. Menurut Atkinson et al. (1997), penilaian kinerja yang efektif sebaiknya mengandung indikator kinerja, yaitu:

(10)

1. Memperhatikan setiap aktivitas organisasi dan menekankan pada perspektif pelanggan,

2. Menilai setiap aktivitas dengan menggunakan alat ukur kinerja yang mengesahkan pelanggan,

3. Memperhatikan semua aspek aktivitas kinerja secara komprehensif yang mempengaruhi pelanggan, dan

4. Menyediakan informasi berupa umpan balik untuk membantu anggota organisasi mengenali permasalahan dan peluang untuk melakukan perbaikan.

Mengacu kepada hal ini, maka penilaian kinerja usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan mencakup kegiatan yang mengukur berbagai aktivitas usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sehingga menghasilkan informasi umpan balik untuk manfaat keuangan yang layak bagi nelayan dan pelaku usaha perikanan. Penilaian kinerja usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dalam ukuran keuangan juga memberi informasi untuk perbaikan pengelolaan usaha perikanan. Perbaikan usaha perikanan ini (Fauzi, 2005 dan Ruddle et al., 1992) mencakup : (1) perbaikan perencanaan perbekalan, (2) perbaikan metode operasi (penangkapan ikan, penanganan hasil, dan lainnya), dan (3) perbaikan evaluasi kerja usaha perikanan. Hasil penilaian kinerja ini akan menentukan tingkat kelayakan pengembangan suatu usaha perikanan.

2.4 Konsep Pemasaran Produk Olahan Perikanan

Dalam mencapai suatu tujuan, usaha pengolahan hasil perikanan selalu menerapkan konsep pemasaran, yaitu memikirkan bagaimana memasarkan secara simultan dengan strategi produksi. Dengan konsep ini, usaha produk olahan hasil perikanan berusaha memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen, terutama kepuasan pelanggan. Pemahaman konsep pemasaran mendukung manajemen usaha pengolahan hasil perikanan untuk mengadaptasi setiap perubahan pasar dan pesaing melalui perencanaan strategi. Menurut Kotler dan Amstrong (2001) tercapainya tujuan organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran (target

(11)

market) dan memuaskan pelanggan secara lebih efektif dan efisien daripada yang dilakukan oleh pesaing.

Kotler dan Susanto (1999) mengatakan bahwa ada lima konsep yang mendasari cara organisasi melakukan pemasaran :

1. Konsep berwawasan produksi : konsumen akan memilih produk yang mudah didapat dan murah harganya. Manajer organisasi yang berwawasan produksi memusatkan perhatiannya untuk mencapai efisiensi produksi yang tinggi dan cakupan distribusi yang luas.

2. Konsep berwawasan produk : konsumen akan memilih produk yang menawarkan mutu, kinerja terbaik, atau hal-hal inovatif lainnya. Manajer dalam organisasi berwawasan produk memusatkan perhatian untuk membuat produk yang lebih baik dan terus menyempurnakannya.

3. Konsep berwawasan menjual : konsumen dibiarkan saja, konsumen tidak akan membeli produk organisasi dalam jumlah cukup. Organisasi harus melakukan usaha penjualan dan promosi yang agresif.

4. Konsep berwawasan pemasaran : kunci untuk mencapai tujuan organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien daripada saingannya.

5. Konsep berwawasan pemasaran bermasyarakat. Konsep ini menghindari konflik yang mungkin terjadi antara keinginan konsumen, kepentingan konsumen dan kesejahteraan sosial jangka panjang.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep pemasaran merupakan sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup usaha pengolahan hasil perikanan.

2.5 Strategi Pemasaran Produk Olahan Hasil Perikanan

Dalam mengembangkan strategi pemasaran produk olahan hasil perikanan, terdapat titik tolak yang dapat dikombinasikan (DKP, 2008 dan Nikijuluw, 2005), yaitu :

(12)

1. Strategi umum usaha pengolahan hasil perikanan, merupakan gambaran umum tujuan yang ingin dicapai dan pandangan dasar yang tumbuh sejak didirikannya usaha pengolahan hasil perikanan;

2. Analisis situasi yang dapat dirumuskan sebagai suatu studi tentang faktor internal (kekuatan dan kelemahan yang terdapat di dalam usaha pengolahan hasil perikanan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman yang timbul di luar usaha pengolahan hasil perikanan).

Untuk mencapai suatu tujuan dan menciptakan keunggulan bersaing setiap usaha pengolahan hasil perikanan menggunakan strategi yang tepat. Hamel dan Prahalad (1990) dalam Rangkuti (2004) mengatakan bahwa strategi merupakan tindakan yang bersifat inkremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian perencanaan strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi, bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Usaha pengolahan hasil perikanan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.

Menurut David (2006), strategi adalah cara untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang pada situasi yang sangat kompetitif. Strategi bisnis berupa perluasan geografis, diversifikasi, akuisisi, pengembangan produk, penetrasi pasar, rasionalisasi karyawan, divestasi, likuidasi dan joint venture. Penetrasi pasar merupakan suatu strategi untuk pertumbuhan usaha pengolahan hasil perikanan dengan meningkatkan penjualan produk yang ada saat ini kepada segmen pasar yang sekarang tanpa mengubah produk (Kotler dan Amstrong, 2001).

Dalam mendesain suatu strategi pemasaran, hal penting yang dilakukan oleh usaha pengolahan hasil perikanan adalah menerapkan konsep segmentation, targetting, dan positioning atau STP (Rangkuti, 2004 dan Sumarwan, 2004) dan bargaining (Purnomo dan Zulkiflimansyah,1999). Menurut Rangkuti (2004), segmentasi pasar merupakan tindakan mengidentifikasi dan membentuk kelompok pembeli/konsumen secara

(13)

terpisah. Pendekatan umum yang dilakukan oleh produsen dalam mengidentifikasi segmen utama suatu pasar terdiri dari tiga langkah (Kotler dan Susanto,1999), yaitu :

1. Tahap survei : melakukan wawancara terhadap kelompok pengamat untuk mendapatkan pemahaman atas motivasi, sikap, dan perilaku konsumen; 2. Tahap analisis : analisis faktor dan analisis kelompok untuk menghasilkan

segmen yang berbeda;

3. Tahap pembentukan : bertujuan membentuk kelompok berdasarkan perbedaan sikap, perilaku demografis, psikografis dan pola media.

Targetting adalah suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki (Rangkuti, 2004). Penetapan pasar yang cerdas membantu usaha pengolahan hasil perikanan menjadi lebih efisien dan efektif, yaitu dengan berfokus pada segmen yang dapat mereka puaskan dengan baik. Penetapan pasar juga menguntungkan konsumen, usaha pengolahan hasil perikanan menjangkau kelompok konsumen tertentu dengan tawaran dibuat dengan cermat untuk memuaskan keinginan mereka (Kotler dan Amstrong, 2001). Positioning adalah level atau status citra produk atau jasa yang ingin dilihat oleh konsumen (Sumarwan, 2004). Konsep positioning sendiri dapat berupa mutu terbaik, pelayanan terbaik, nilai terbaik, atau teknologi tercanggih.

Referensi

Dokumen terkait

Kalium (K) merupakan unsur makro yang berperan penting terhadap pertumbuhan dan peningkatan kandungan gula pada tanaman jagung manis. Unsur K sebenarnya sudah tersedia

Pada kursus Electric Guitar ini sebaiknya dimulai pada usia 11 dan 12 tahun, dimana pada awalnya disesuaikan dengan kemampuan jari pada siswa tersebut dan

Berdasarkan hasil penelitian terkait sarana, IGD RSUD Pangkep mempunyai sarana yang cukup memadai mengingat Rumah Sakit Pangkep merupakan rumah sakit kelas tipe

Usaha kerajinan sulaman dan bordir di Sumatera Barat umumnya dan Bukittinggi khususnya, bermula dari usaha rumahan (industri rumah tangga), dilakukan pada

Pada studi ini telah dikembangkan model empiris dengan analisa regresi untuk memprediksi daya dukung total pondasi tiang bor pada tanah ekspansif. khususnya di lingkungan laut

Rajah di bawah menunjukkan graf jarak – masa bagi perjalanan sebuah kereta dari Bandar A ke Bandar C melalui Bandar B dan kemudian kembali ke Bandar A.. 172

Selama proses pengembangan sistem dilakukan, seringkali rapat-rapat diadakan baik oleh tim pengembangan sistem sendiri atau rapat antara tim pengembangan sistem dengan pemakai

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi kepuasan dalam layanan asuransi sinarmas ada empat variabel yaitu (Pengadaan part yang lama,