BAB I PENDAHULUAN
Pelayanan fisioterapi ditata sesuai kebutuhan pasien/klien masyarakat, berdasar pada ilmu pengetahuan dan teknologi maju, dituntun oleh moral etis, memperhatikan aspek biopsiko social-kultural-spiritual, mengacu pada perundangan peraturan.
Berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang menjujung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk individu dan sebagai titik sentral pembangunan menuju masyarakat adil makmur, profesi fisioterapi memandang kapasitas gerak dan fungsi tubuh adalah hak asasi manusia sebagai esensi dasar untuk hidup sehat dan sejahtera.
Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera secara mental dan fisik, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat dan berhak untuk perawatan kesehatan. Negara bertanggung jawab untuk penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. (Amandemen UUD’45).
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan diarahkan dalam rangka tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan diperlukan pengelola berbagai sumber daya baik pemerintah maupun masyarakat, oleh pemerintah pusat maupun daerah. (UU.23/2004; UU.32/2004, UU 36/2009, PP.25/2000).
Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayananan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Kewajiban tersebut pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan. Pemerintah bertangg.jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau
masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan wajib memberikan akses luas bagi kebutuhan penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan. (UU.36/2009, Ps.1, 5, 9, 14, 24). Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan dan bertugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Rumah sakit mempunyai fungsi pendidikan, pelatihan, pengembangan, penapisan ilmu pengetahuan teknologi bidang kesehatan. (UU. 44/2009, Ps.4,.5, 13).
Sistem rujukan merupakan penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik vertikal dan horisontal, maupun struktural dan fungsional terhadap kasus penyakit. dan atau masalah penyakit atau permasalahan kesehatan (UU. 44/2009, Ps. 42).
Rujukan dibagi 2 (dua) kelompok : rujukan medik : untuk pengobatan dan pemulihan berupa pengiriman pasien (kasus), spesimen dan pengetahuan tentang penyakit; dan rujukan kesehatan untuk pencegahan dan peningkatan kesehatan berupa sarana, teknologi dan operasional (Kepmenkes 374/2009, SKN).
Tenaga kesehatan katagori Keterapian Fisik terdiri dari Fisioterapis, Okupasi Terapis dan Terapis Wicara. (Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996).
Fisioterapis terdiri dari jabatan fungsional ahli dan terampil (Peraturan Presiden No. 34/2008).
Fisioterapis kompeten berperan sebagai pemberi pelayanan, pengelola, pendidik dan peneliti (KEPMENKES No.376/2007).
Fisioterapis wajib memiliki Surat Ijin Praktik, berwenang melakukan assesmen, diagnosis, perencanaan, intervensi dan evaluasi/re-evaluasi. (Kepmenkes 1363/2001). Pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan diatur dalam 7 (tujuh) standar, terdiri dari : 1. Falsafah dan tujuan, 2. Administrasi dan pengelolaan, 3. Pimpinan dan pelaksana, 4. Fasilitas dan peralatan, 5. Kebijakan dan prosedur, 6. Pengembangan tenaga dan pendidikan, dan 7. Evaluasi pelayanan dan pengembangan mutu. (KEPMEN No.517/2008).
Otonomi profesional fisioterapis diperoleh melalui pendidikan profesi yang menyiapkan tenaga fisioterapis yang mampu praktik secara otonom. Fisioterapis mampu melakukan keputusan profesional untuk menetapkan diagnosis yang diperlukan sebagai dasar
intervensi, rehabilitasi dan pemulihan dari pasien/klien dan populasi. Prinsip etika diperlukan untuk mengenali otonomi praktik, guna melindungi pasien/klien dan pelayanannya.
Pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan ditata dengan pedoman yang terdiri dari : Falsafah, kompetensi, peran dan fungsi serta tanggung jawab fisioterapi, penatalaksanaan pelayanan fisioterapi dan pelaporan, (KEPMENKES No.778/2008). Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. (UU.36/2009, Ps. 14).
Pembentukan instalasi ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit, (PERMENKES No 1045/2006, Ps. 20).
Pimpinan rumah sakit termasuk pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan berwenang mengatur kegiatan institusi yang dipimpinnya dengan mengacu pada norma, standar, pedoman dan kriteria pelayanan fisioterapi yang ditetapkan oleh pemerintah dan rekomendasi organisasi profesi fisioterapi.
Pimpinan rumah sakit termasuk pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan menetapkan kebijakan seperti dan tidak terbatas pada :
1. seorang fisioterapis sebagai pimpinan pelayanan fisioterapi, 2. falsafah dan tujuan fisioterapi.
3. organisasi dan uraian tugas, 4. akses masuk,
5. pemeriksaan penunjang, 6. sistem dokumentasi 7. sistem pelaporan.
BAB II
PROSEDUR PELAYANAN FISIOTERAPI.
Prosedur adalah tata cara kerja atau cara menjalankan suatu pekerjaan (Muhammad Ali, 2000). Prosedur adalah sekumpulan bagian yang saling berkaitan misalnya : orang, jaringan gudang yang harus dilayani dengan cara yang tertentu oleh sejumlah pabrik dan pada gilirannya akan mengirimkan pelanggan menurut proses tertentu (Amin Widjaja 1995).
Prosedur pada dasarnya adalah suatu susunan yang teratur dari kegiatan yang berhubungan satu sama lainnya dan prosedur-prosedur yang berkaitan melaksanakan dan memudahkan kegiatan utama dari suatu organisasi (Kamaruddin,1992). Prosedur adalah suatu rangkaian tugas-tugas yang saling berhubungan yang merupakan urutan-urutan menurut waktu dan tata cara tertentu untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dilaksanakan berulang-ulang (Ismail Masya 1994). Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan prosedur adalah suatu tata cara kerja atau kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan urutan waktu dan memiliki pola kerja yang tetap yang telah ditentukan. Bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan. kesehatan. yang. aman, bermutu dan terjangkau.Tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan harus. memenuhi kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan .kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. (UU.36/2009, Ps.5, 24).
Fasilitas pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit, dalam menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien, (UU. 44/2009, Ps.5,.13).
Standar pelayanan fisioterapi terdiri dari assesmen, diagnosis, perencanaan, intervensi, evaluasi/re-evaluasi dan dokumentasi/komunikasi/koordinasi. (Tap. KONAS IX IFI Tahun 2004, Referensi WCPT, 1996)
Pengendalian mutu suatu pekerjaan dirumuskan siklus kegiatan : kerjakan yang kau tulis, tulis yang kau kerjakan, tinjau dan tingkatkan ; suatu kegiatan jasa dan/atau produk akan terjamin mutu bila ditulis dulu prosesnya, dijalankan, didokumentasi, dibakukan sebagai
standar prosedur operasional, dievaluasi dan diperbaiki secara terus-menerus berkesinambungan. Struktur dokumentasi sistem mutu, terdiri dari : 1. Kebijakan, 2. Prosedur, 3. Petunjuk Teknis, dan 4. Pelaporan. ( ISO 9000:2000 / International Standard Organization Nomor 9000 Tahun 2000).
Mengacu kebijakan, prosedur, struktur dokumentasi dan pengendalian mutu pelayanan fisioterapi ditata dalam urutan tingkat manajemen dan pendokumentasian seperti dan tidak terbatas :
a. Fasilitas pelayanan kesehatan fisioterapi : ketetapan pimpinan, falsafah-tujuan, dan organisasi pelayanan fisioterapi.
b. Pelayanan fisioterapi : ketetapan akses masuk, pemeriksaan penunjang, sistem dokumentasi dan pelaporan.
c. Pelayanan fisioterapi pada Pasien/Klien : assesmen, diagnosis, perencanaan, persetujuan, intevensi, evaluasi, dokumentasi.
d. Prosedur kasus : dalam kelompok muskulosekeletal, neuromuskuler, kardiopulmoner, dan integumenter.
e. Metoda terapi : manual treatment, Bobath, MLDV.
f. Aplikasi teknis/teknologi : pemeriksaan dan pengukuran (24), terapi latihan, elektroterapi, traksi, hidroterapi.
Standar prosedur operasional adalah suatu set instruksi yang memiliki kekuatan sebagai suatu petunjuk atau direktif. Mencakup hal-hal operasional yang memiliki suatu prosedur pasti atau terstandardisasi, tanpa kehilangan keefektifannya.
Setiap sistem manajemen kualitas yang baik selalu didasari oleh standar prosedur operasional.
Sebuah standar prosedur operasional adalah seperangkat instruksi tertulis bahwa seseorang harus mengikuti untuk menyelesaikan pekerjaan dengan aman, tanpa efek buruk pada kesehatan pribadi atau lingkungan, dan dalam cara yang memaksimalkan efisiensi operasional dan produksi.
Standar prosedur operasional adalah perangkat/instruksi/langkah-langkah yang dibakukan, yang kisi-kisi : yang benar dan terbaik, konsensus bersama pencegah kesalahan, penjamin keamanan, dan telah teruji.
Contoh format prosedur operasional seperti dan tidak terbatas :
1. Format ISO 9001:2000 ( International Standard Organization Nomor 9001 Tahun 2000),
2. Dirjen BUK/ Yan Medik Kementerian Kesehatan, 3. Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS).
Standar operasional prosedur yang perlu dirumuskan :
1. Ketetapan falsafah dan tujuan,
2. Ketetapan Fisioterapis sebagai pimpinan, 3. Ketetapan organisasi,
4. Ketetapan sistem pelaporan 5. Ketetapan akses masuk,
6. Ketetapan pemeriksaan penunjang, 7. Ketetapan dokumentasi
8. SPO Proses : assesmen, diagnosis, perencanaan, penyelesaian/penghentian, resum, dokumentasi.
9. SPO Kasus : Ekstrimitas Atas, Ekstrimitas Bawah, Ekstremitas Atas, Tulang Punggung.
10. SPO Intervensi/Metode terapi : terapi latihan, massage, pengukuran. 11. SPO /Petunjuk teknis modalitas .
BAB III
PERILAKU INTERAKSI FISIOTERAPI.
Interaksi merupakan bagian integral pelayanan fisioterapi. Interaksi merupakan prasarat untuk perubahan positif tentang kesadaran tubuh dan perilaku gerak, yang memungkinkan peningkatan kesehatan dan kesejahteraan. Interaksi juga dimaksudkan untuk meningkatkan saling pengertian antara fisioterapis dengan pasien/klien/keluarga/pengasuh dan tenaga kesehatan lain. Interaksi melibatkan tim inter disiplin guna menentukan kebutuhan dan tujuan intervensi fisioterapi, mengikutsertakan pasien/klien/keluarga/pengasuh dalam proses pencapaian tujuan intervensi fisioterapi. Interaksi dengan lembaga pemerintahan dilakukan dalam rangka menginformasikan, mengembangkan dan atau implementasi kebijakan dan strategi kesehatan yang tepat.
Fisioterapis dalam melakukan pelayanan berpegang pada sumpah profesi, KODEFI, KODERSI, mengacu pada standar, pendekatan promotif-preventif-kuratif-rehabilitatif, memandang pasien/klien sebagai manusia seutuhnya.
Fisioteraspis berwenang melakukan assesmen, diagnosis, perencanaan, intervensi dan evaluasi/re-evaluasi; berkewajiban (Kepmenkes 1363/2001).
Interaksi fisioterapis ditata dalam formasi seperti dan tidak terbatas : 1. Interaksi Fisioterapis dengan psien/klien/pedamping.
2. Interaksi Fisioterapis dengan dokter penanggung jawab pasien/perujuk dan perawat.
3. Interaksi Fisioterapis dengan tenaga lain dalam temu interdisipliner.
4. Interaksi Fisioterapis dengan tenaga lain dan pendamping/pendukung pasien, dalam konferensi kasus/pasien.
5. Interaksi Fisioterapis dengan tenaga lain dalam wadah pertemuan ilmiah kasus/klinik.
BAB IV
PANDUAN PENYUSUNAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL A. Definisi SPO
Standar operasioanal prosedur adalah suatu set instruksi yang memiliki kekuatan sebagai suatu petunjuk atau direktif. SPO mencakup hal-hal operasional yang memiliki suatu prosedur pasti atau terstandarisasi,tanpa kehilangan keefektifanya. Setiap sistem manajemen kualitas yang baik selalu didasari oleh SPO. ( Wikipedia bahasa Indonesia,ensiklopedia bebas)
Sebuah SPO adalah seperangkat instruksi tertulis bahwa seseorang harus mengikuti untuk menyelesaikan pekerjaan dengan aman, tanpa efek buruk pada kesehatan pribadi atau lingkungan,dan dalam cara yang memaksimalkan efisiensi operasional dan produksi.
Standar Prosedur Operasional merupakan perangkat atau instruksi atau langkah-langkah yang dibakukan, yang benar dan terbaik,konsensus bersama,pencegah kesalahan, penjamin keamanan dan telah teruji ( system mutu ISO 9000,1997 )
B. Bagian-bagian SPO
Standar Prosedur Operasional biasanya ada enam bagian ( ISO 9001 : 2000 ) 1. Tujuan.
Prosedur ini dibuat untuk memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan sesuai dengan yang dibakukan.
2. Lingkup.
Prosedur ini dinyatakan berlaku untuk siapa dan fungsi-fungsi terkait. 3. Acuan
Disini di isi dokumen- dokumen lain yang disebutkan atau yang berkaitan dengan prosedur ini.
4. Definisi.
Dijelaskan disini semua istilah yang dipakai dalam prosedur ini, yang mungkin bermakna ganda,juga bila dalam prosedur ini dipakai singkatan-singkatan yang perlu dijelaskan artinya.
FORMAT DIAGRAM ALIR
(Komputer: AutoShapesFlow chart) Input / Out put
Persiapan Mulai / Akhir Proses
Keputusan “Ya / Tidak“
Dokumen
Operasi dg manual Arah
Penyimpanan on line Penyimpanan off line 5. Prosedur
Diuraikan di sini semua kegiatan yang harus dilalui dalam pelaksanaan prosedur, juga disertai tanggung jawab yang melaksanakan,dan wewenang untuk memutuskan.
6. Lampiran
Lampiran adalah pelengkap prosedur,berisi antara lain contoh-contoh formulir yang harus dipakai, contoh bentuk dan warna label juga dapat ditambahkan sebagai lampiran sebuah daftar riwayat perubahan dokumen.
Jumlah bagian tidak harus enam. Boleh ditambah atau dikurangi.
C. Contoh Format SPO
Contoh : Diagram Blok & Alir
Adm/
Kasir RS
Unit/Instalasi
Fisioterapi
Rawat
Inap
Poli
Umum
Masy
A
A
FORMAT DIAGRAM BLOK & ALIR KARS, 2000.
LOGO
RS.. . . .
RUJUKAN RAWAT JALAN . . . .
No. Dokumen
Tgl. Terbit
Ditetapkan :
Direktur. . .
Koreksi:
Ket./Ka. . .
.
Disiapkan :
Ket.Tim / Ka. Fisioterapi
No. Revisi
Diagram
Alir
No. Halaman
LOGO
RS. . .
STANDAR . . .
PELAYANAN
No. Dok. :
. . . .
No. Revisi :
. . . .
Halaman :
. . .
Prosedur
Tetap
Tgl.Terbit :
. . . .
Ditetapkan,
Direktur
. . . .. .
1. Tujuan :
2. Ruang lingkup :
3. Kebijakan:
4. Prosedur :
5. Unit terkait :
LOGO
RS. . .
OPERASIONAL MESIN . . .
No. Dok. :
. . . .
No. Revisi :
. . . .
Halaman :
. . .
Petunjuk
Teknis
Tgl.Terbit :
. . . .
Ditetapkan,
Direktur
. . . .. .
1. Tujuan :
2. Ruang lingkup :
3. Uraian umum :
4. Rincian aktifitas :
5. Dokumen terkait :
6. Acuan :
7. Lampiran :
BAB V
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PELAYANAN FISIOTERAPI DENGAN MENGACU KEPADA ISO 9001.2000
A. Manajemen Fasilitas Pelayanan Fisioterapi : ketetapan pimpinan, falsafah-tujuan, dan organisasi pelayanan fisioterapi.
Isi SPO tingkat I
Contoh-contoh sebagai berikut :
I.1a.
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ………… NOMOR : …………
TENTANG
KEPALA/PJ. PELAYANAN FISIOTERAPI
MENIMBANG :
a. Dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan paripurna holistik kepada masyarakat, mendukung pendidikan, pelatihan, penelitian serta penapisan ilmu pengetahuan kesehatan, sesuai dengan Visi, Misi dan Tujuan Rumah Sakit ...
b. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan ( fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi. (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1363/Menkes/SK/XII/2001).
c. Perlu ditetapkan seorang Kepala/Penanggung Jawab Pelayanan Fisioterapi sebagai pengelola.
MENGINGAT :
Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit . . . .. . .. . . Nomor . . . . .. .. . tentang Struktur Organisasi Unit/Pelayanan Fisioterapi.
MEMUTUSKAN : Menetapkan :
1. Nama :
Nomor Kepegawaian :
Sebagai Kepala Unit/Instalasi Fisioterapi
2. Bertugas mengelola pelayanan fisioterapi di Rumah Sakit sesuai dengan Uraian Tugas Kerja terlampir.
3. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di ... Pada tanggal ...
I.1b.: URAIAN TUGAS
KEPALA / PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN FISIOTERAPI DI RUMAH SAKIT . . .
1. Fungsi utama :
Mengelola unit /instalasi fisioterapi untuk memberikan pelayanan kesehatan paripurna holistik kepada masyarakat, mendukung pendidikan, pelatihan, penelitian serta penapisan ilmu pengetahuan kesehatan, sesuai dengan perundangan, peraturan, standar, serta Visi, Misi dan Tujuan Rumah Sakit ...
2. Kedudukan dalam organisasi :
2.1 Bertanggung jawab kepada pimpinan/pejabat yang ditunjuk oleh pimpinan institusi sarana kesehatan.
2.2 Membawahi seluruh tenaga dalam satuan kerja pelayanan fisioterapi sesuai ketentuan institusi sarana kesehatan.
3. Uraian tugas :
3.1 Memimpin dalam merumuskan falsafah, tujuan, sasaran pelayanan fisioterapi sesuai dengan standar profesi dan ketententuan institusi.
3.2 Mengelola pelayanan fisioterapi sesuai dengan peraturan, perundangan, standar profesi dan ketentuan institusi.
3.3 Memimpin perumusan metoda kerja sesuai dengan peraturan, perundangan, standar profesi fisioterapi dan ketentuan institusi.
3.4 Memimpin pengembangan pelayanan fisioterapi sesuai kebutuhan masyarakat, kemajuan ilmu pengetahuan teknologi, dan daya dukung institusi.
3.5 Memimpin pengembangan sumber daya manusia yang dibawahinya.
3.6 Memimpin dalam mendukung pendidikan, pelatihan, penelitian serta penapisan ilmu pengetahuan kesehatan
3.7 Menjalin kerjasama vertical dan horizontal dalam institusi.
3.8 Menjalin kerjasama profesional dengan organisasi profesi dan legalitas pelayanan dengan pemerintah.
4. Batas wewenang :
4.1 Membuat dan atau mengesahkan pedoman dan teknis profesional pelayanan fisioterapi sesuai dengan standar profesi dan kebijakan institusi.
4.2 Membuat/memimpin, merumuskan program kerja jangka pendek dan jangka panjang pelayanan fisioterapi.
4.3 Membuat laporan kegiatan pelayanan fisioterapi kepada pimpinan/pejabat dalam institusi.
4.4 Membuat laporan kepersonaliaan kepada pimpinan/pejabat dalam institusi. 4.5 Membuat penilaian kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang
dibawahinya.
4.6 Membuat laporan sarana dan prasarana dalam satuan kerjanya kepada pimpinan/pejabat dalam institusi.
4.7 Membuat penilaian kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana. 5. Kualifikasi :
5.1 Pendidikan: S-1 Fisioterapi/Diploma IV Fisioterapi atau Diploma III Fisioterapi plus SKM/S1Manajemen.
5.2 Memiliki SIPF (Surat Izin Praktik Fisioterapi)
5.3 Pengalaman : S-1/Diploma IV, 1 tahun sebagai Pelaksana , atau 5.4 Diploma III plus SKM/S1 Manajemen, 2 tahun sebagai Pelaksana.
5.5 Keterampilan : Operasional Komputer Word,Exel, Power Point, dan Bahasa Inggris Intermediate.
5.6 Pelatihan : Manajemen Mutu. 6. Referensi :
6.1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 6.2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
6.3 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit 6.4 Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
6.5 Peraturan Presiden RI Nomor 34 Tahun 2008 tentang Jabatan Fungsional Fisioterapis.
6.6 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
6.7 Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara RI Nomor 04 Tahun 2004 tentang Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
6.8 Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Kepala.Badan Kepegawaian Negara RI Nomor 209 Tahun 2004 dan Nomor 07 Tahun 2004, tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Fisioterapis.
6.9 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 640 Tahun 2005, tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
6.10 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/MENKES/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/Per/VI/2009;
6.11 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10455/MENKES/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan. 6.12 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi.
6.13 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
6.14 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
6.15 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
I.1c.
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ………… NOMOR : …………
TENTANG
ORGANISASI UNIT/INSTALASI FISIOTERAPI DI RUMAH SAKIT . . .
MENIMBANG :
a. Dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan paripurna holistik kepada masyarakat, mendukung pendidikan, pelatihan, penelitian serta penapisan ilmu pengetahuan kesehatan, sesuai dengan Visi, Misi dan Tujuan Rumah Sakit ... b. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan
atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan ( fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi. (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1363/Menkes/SK/XII/2001).
c. Perlu ditetapkan Organisasi Pelayanan Fisioterapi sebagai unit kerja/instalasi pelayanan di Rumah Sakit . . .
MENGINGAT :
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit 4. Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
5. Peraturan Presiden RI Nomor 34 Tahun 2008 tentang Jabatan Fungsional Fisioterapis.
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
7. Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara RI Nomor 04 Tahun 2004 tentang Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
8. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Kepala.Badan Kepegawaian Negara RI Nomor 209 Tahun 2004 dan Nomor 07 Tahun 2004, tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Fisioterapis.
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 640 Tahun 2005, tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/MENKES/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009; 11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10455/MENKES/Per/XI/2006 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Fisioterapi.
13. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
14. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
15. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : Organisasi Unit/Instalasi Fisioterapi di Rumah Sakit . . .
STRUKTUR ORGANISASI UNIT KERJA/ PELAYANAN FISIOTERAPI RUMAH SAKIT . . . Kepala/PJ Yan. Fisioterapi Kelompok Peminatan Tumbuh Kembang Kelompok Peminatan Neuro-Muskuler Kelompok Peminatan Muskulo-Skeletal-Integumenter. Staf Profesional Fisioterapi Tata Usaha
Fisioterapis Pelaksana Fisioterapis Pelaksana Fisioterapis Pelaksana
I. 2
FILOSOFI FISIOTERAPI
1. Falsafah Fisioterapi :
1.1 Kepenuhan gerak fungsional tubuh manusia untuk hidup sehat sejahtera adalah hak azasi.
1.2 Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi.
1.3 Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1.4 Ilmu fisioterapi adalah sintesa ilmu biofisika, kesehatan dan ilmu-ilmu lain yang mempunyai hubungan dengan upaya pencegahan, intervensi dan rehabilitasi gangguan gerak fungsional serta promosi. Paradigma fisioterapi meliputi : gerak, individu dan interaksi, sehat-sakit.
1.5 Otonomi fisioterapi : Dalam melakukan pelayanan profesinya, fisioterapis mempunyai otonomi mandiri serta mempunyai hubungan yang sejajar dengan profesi kesehatan lain, dengan konsekuensi dan tanggung jawab serta mengatur dirinya sendiri berdasarkan landasan kode etik profesi fisioterapi, serta mendapatkan pengesahan dari Ikatan Profesi Fisioterapi dan peraturan perundangan yang berlaku.
1.6 Pelayanan fisioterapi adalah masukan, proses, keluaran dan dampak pelayanan fisioterapi.
1.7 Proses fisioterapi ialah kegiatan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan assesmen dan pemeriksaan fisioterapi, penetapan diagnosa fisioterapi, rencana intervensi terapi, pelaksanaan intervensi terapi, evaluasi hasil intervensi terapi dan dokumentasi.
1.8 Integrasi pelayanan fisioterapi, sebagai bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan, dalam bentuk pelayanan mandiri atau dalam tim
pelayanan kesehatan lain, diatur dengan prinsip-prinsip etik, standar profesi, tanggung dan tanggung gugat, dengan pendekatan holistik dan paripurna : a. Promosi : Mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan bagi individu
dan masyarakat umum.
b. Pencegahan: Terhadap gangguan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan individu yang mempunyai resiko gangguan gerak akibat faktor-faktor kesehatan/ medik/sosial ekonomi dan gaya hidup.
c. Penyembuhan : Terhadap gangguan/penyakit infektif, non infektif dan degeneratif.
d. Pemulihan : Terhadap sistem integrasi tubuh yang diperlukan untuk pemulihan gerak, memaksimalkan fungsi, meminimalkan ketidak mampuan dan meningkatkan kualitas hidup individu dan atau kelompok yang mengalami gangguan sistem gerak
1.9 Prinsip-prinsip Kode Etik Fisioterapi : a. Menghargai hak dan martabat individu.
b. Tidak bersikap diskriminatif dan memberikan pelayanan kepada siapapun yang membutuhkan.
c. Memberikan pelayanan prifesional secara jujur, berkompeten dan bertanggung jawab.
d. Mengakui batasan dan kewenangnan profesi dan hanya memberikan pelayanan dalam lingkup fisioterapi.
e. Menjaga rahasia pasien/klien yang dipercayakan kepadanya, kecuali untuk kepentingan hukum/pengadilan.
f. Selalu memelihara standar kompetensi profesi fisioterapi dan selalu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan.
g. Memberikan kontribusi dalam perencanaan dan pengembangan pelayanan untuk meningkatkan derajad individu dan masyarakat.
2. Tujuan :
Agar masyarakat terlayani dalam hal problem dan kebutuhan akan kesehatan gerak fungsional, melalui upaya pencegahan gangguan/penyakit, penyembuhan dan pemulihan melalui upaya pelayanan fisioterapi :
2.1 Mengembangkan gerak potensial agar gerak aktual mencapai gerak fungsional.
2.2 Mengembangkan gerak potensial untuk meminimalkan kesenjangan gerak aktual dengan gerak fungsional.
3. Kerangka konsep :
3.1 Gerak manusia sebagai hasil fungsi integrasi koordinasi dari tubuh pada sejumlah tingkatan, dipengaruhi factor eksternal dan internal. Gerakan fungsional sebagai esensi untuk sehat dan sejahtera.
3.2 Individu manusia sebagai kesatuan tubuh, pikiran dan semangat, memiliki kesadaran akan kebutuhan dan tujuan gerak tubuhnya, memiliki kapasitas puntuk berubah sebagai hasil respon faktor-faktor fisik, psikologis, social dan lingkungan.
3.3 Interaksi manusia sebagai kemampuan dan prasarat untuk perubahan positif dalam perilaku gerak kearah yang berfungsi dalam kesehatan dan kesejahteraan. Interaksi berfungsi mencapai saling pengertian diantara fisioterapis, pasien, keluarga pasien, dan pelayanan lain, dalam menyusun pelayanan fisioterapi yang terintegrasi.
3.4 Sehat-sakit: setiap individu mempunyai potensi gerak, gerak actual dan gerak fungsional. Sehat berarti gerak aktual sama dengan gerak fungsional. Sakit berarti ada kesenjangan antara gerak aktual dengan gerak fungsional. Agar gerak aktual mencapai gerak fungsional maka fisioterapi berperan mengembangkan potensi gerak.
3.5 Otonomi professional diperlukan agar fisioterapis bisa berpraktik berinteraksi dengan pasien, keluarga pasien, pelayanan lain demi tepatdan akuratnya intervensi fisioterapi. Otonomi profesional diperoleh fisioterapi melalui pendidikan tinggi ilmu fisioterapi dan dengan mengembangkan etik moral demi melayani pasien.
4. Acuan :
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001
I. 3.
PROSEDUR RUJUKAN FISIOTERAPI RAWAT INAP
1. Pengertian :
Prosedur rujukan fisioterapi pasien rawat inap ialah tatacara pelayanan fisioterapi bagi pasien yang dirawat inap, dari sejak dirujuk, dilayani, dievaluasi dan dirujuk kembali.
2. Tujuan :
Tersedianya pedoman kerja bagi Fisioterapis dan tenaga kesehatan lain, dalam memberikan pelayanan fisioterapi untuk pasien yang dirawat inap.
3. Kebijakan :
Pedoman ini sebagai acuan kerja dalam melayani pasien yang dirawat inap dalam lingkup :
3.1 Pasien yang dirawat inap dimungkinkan dilayani secara interdisipliner dengan Dokter yang merawat berperan sebagai ketua tim.
3.2 Pemberian pelayanan fisioterapi atas dasar permintaan/ persetujuan Dokter ketua tim.
3.3 Fisioterapis menerima rujukan dan melayani pasien sesuai dengan kaidah dalam proses fisioterapi yang terbuka, dan melaporkan hasil evaluasi pelayanan sebagai rujukan balik, kepada Dokter perujuk.
3.4 Fisioterapis berkolaborasi dengan Perawat dan profesi lain dalam memberikan pelayanan pada pasien.
3.5 Fisioterapis membuat catatan dokumentasi pelayanan fisioterapi, menyesuaikan dengan sistem rekam medis yang berlaku
4. Prosedur :
4.1 Dokter memeriksa pasien, menemukan indikasi fisioterapi dan mengisi formulir rujukan fisioterapi
4.2 Perawat dengan membawa surat rujukan/ resep dokter mendaftar di Poliklinik Fisioterapi.
4.3 Fisioterapis menerima dan melayani pasien sesuai dengan profesionalisme fisioterapi dan kepentingan institusi.
4.4 Fisioterapis mengevaluasi/ reassesmen pasien. 4.5 Fisioterapis merujuk balik ke dokter perujuk awal.
4.6 Dokter atau fisioterapis menetapkan stop/ lanjut pelayanan fisioterapi. 4.7 Fisioterapis membuat dokumentasi dan administrasi biaya bekerjasama
dengan kasir RS. 5. Unit terkait
5.1 Unit-Unit dalam instalasi rawat inap. 5.2 Unit penunjang.
6. Lampiran : Diagram Alir Rujukan Fisioterapi Pasien Rawat Inap. 7. Acuan :
7.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
7.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Fisioterapi
7.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
7.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
7.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
7.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi Fisioterapi Indonesia.
7.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
7.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001
I. 3a.
DIAGRAM ALUR RUJUKAN FISIOTERAPI RAWAT INAP.
DR. PENGIRIM
FISIOTERAPIS
ADMINISTRASI
INPUT PEMBAYARAN
B. Manajemen Pelayanan Pasien/Klien Fisioterapi: ketetapan akses masuk, assesmen, diagnosis, perencanaan, persetujuan, pemeriksaan penunjang intevensi, evaluasi, dokumentasi, dan pelaporan.
Isi SPO tingkat II
Contoh-contoh sebagai berikut :
II. 1.
STANDAR PELAYANAN FISIOTERAPI
1. Pengertian :
Standar pelayanan fisioterapi ialah tata urutan kegiatan fisioterapi yang diterapkan pada pasien / klien secara profesional, paripurna, efektif, efisien dan terintegrasi.
2. Prosedur :
Standar Pelayanan Fisioterapi berisikan kegiatan berurutan sebagai berikut : 2.1 Assesmen 2.2 Diagnosa 2.3 Perencanaan 2.4 Intervensi 2.5 Evaluasi 2.6 Dokumentasi.
Masing-masing prosedur diuraikan dalam standar prosedur operasional. 3. Dokumen terkait:
3.1 Standar prosedur rujukan masuk. 3.2 Standar prosedur rujukan keluar
3.3 Standar prosedur (masing-masing) proses. 3.4 Petunjuk teknis modalitas fisioterapi. 4. Acuan :
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001
II. 2.
STANDAR ASSESMEN UMUM FISIOTERAPI
1. Pengertian :
Assesmen umum fisioterapi adalah suatu rangkaian kegiatan yang mencakup pemeriksaan pada diri individu atau kelompok, mengidentifikasi problem yang nyata dan yang berpotensi terjadi kelemahan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan atau kondisi kesehatan lain, dengan cara memperhatikan riwayat penyakit, telaah umum, uji khusus dan pengukuran, pemeriksaan penunjang, dilanjutkan dengan evaluasi hasil pemeriksaan melalui analisis dan sintesis dalam sebuah proses pertimbangan klinis.
2. Prosedur :
2.1 Identifikasi umum :
2.1.1 Individu pasien/klien :
2.1.1.1 Mencakup nama lengkap pasien/klien, jenis, tempat tanggal lahir, agama/kepercayaan, pekerjaan.
2.1.1.2 Data ini dapat diisi oleh petugas penerima/siswa/magang. 2.1.2 Rujukan dari pemrakarsa pelayanan fisioterapi :
2.1.2.1 Akses langsung.
2.1.2.2 Rujukan internal Fisioterapi/pelayanan kesehatan lain, dicantumkan nama perujuk.
2.2 Assesmen dan konsultasi.
Data awal episode pelayanan fisioterapi mencakup elemen-elemen sebagai berikut :
2.2.1 Riwayat penyakit dan harapan :
2.2.1.1 Riwayat problem sekarang, keluhan, tanggal mulai dirasakan dan upaya pencegahannya.
2.2.1.2 Diagnosis dan riwayat medik yang berkaitan.
2.2.1.3 Karakteristik demografi, psikologik, social dan faktor lingkungan yang terkait.
2.2.1.4 Pelayanan terkait sebelumnya atau yang bersamaan dengan episode pelayanan fisioterapi.
2.2.1.5 Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognosis.
2.2.1.6 Pernyataan pasien/klien tentang problemnya sesuai dengan kadar pengetahuannya.
2.2.1.7 Antisipasi tujuan dan harapan setelah terapi (outcomes) dari pasien/klien dan keluarga dan pihak lain yang berpengaruh. 2.3 Telaah sistemik.
Status anatomi dan fisiologi yang berkait dengan data awal, mencakup system-sistem :
2.3.1 Kardiovaskuler/pulmoner 2.3.2 Integumenter
2.3.3 Muskuloskeletal 2.3.4 Neuromuskuler
2.4 Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan kemampuan pembelajaran.
2.5 Pengujian dan pengukuran yang terpilih untuk menentukan status pasien/klien. Pengujian dan pengukuran termasuk dan tidak terbatas pada : 2.5.1 Arousal, atensi dan kognisi.
2.5.1.1 Tingkat kesadaran.
2.5.1.2 Kemampuan menjawab perintah. 2.5.1.3 Kemampuan tampilan secara umum.
2.5.2 Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris. 2.5.2.1 Keterampilan motorik kasar dan halus. 2.5.2.2 Pola gerak reflek.
2.5.2.3 Ketangkasan, kelincahan, dan koordinasi. 2.5.3 Range of motion.
2.5.3.1 Luas gerak sendi.
2.5.3.2 Nyeri jaringan lunak sekitar. 2.5.3.3 Panjang dan fleksibilitas otot.
2.5.4 Penampilan otot (termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan). 2.5.4.1 Force, velocity, torque, work, power.
2.5.4.2 Gradasi manual muscle test.
2.5.4.3 Elektromiografi : Amplitudo, durasi, waveform, dan frekwensi. 2.5.5 Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi.
2.5.5.1 Frekwensi denyut jantung, frekwensi pernafasanm tekanan darah.
2.5.5.2 Gas darah arteri. 2.5.5.3 Palpasi denyut perifer. 2.5.6 Sikap.
2.5.6.1 Sikap static. 2.5.6.2 Sikap dinamik.
2.5.7 Langkah, gerak (lokomasi) dan keseimbangan. 2.5.7.1 Karakteristik langkah.
2.5.7.2 Fungsional lokomasi.
2.5.7.3 Karakteristik keseimbangan.
2.5.8 Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal. 2.5.8.1 Aktifitas hidup harian.
2.5.8.2 Kapasitas fungsional. 2.5.8.3 Transfer.
2.5.9 Integrasi/reintegrasi masyarakat dan kerja
2.5.9.1 Aktifitas instrumentasi kehidupan harian. 2.5.9.2 Kapasitas fungsional.
2.5.9.3 Kemampuan adaptasi.
2.5.10 Pemeriksaan dan pengukuran lain-lain terpilih.
2.6 Pemeriksaan penunjang dengan cara Fisioterapis merujuk ke pelayanan lain sesuai kebutuhan pasien/klien, seperti radiologi, laboratorium dan lain sebagainya.
2.7 Analisa data sebagai proses dinamis keputusan klinis oleh Fisioterapi berdasar data yang terkumpul pertimbangan klinis menyimpulkan diagnosis dan prognosis.
3. Prosedur terkait :
3.1 Standar prosedur rujukan masuk. 3.2 Standar prosedur rujukan keluar 3.3 Standar proses fisioterapi
3.4 Standar prosedur (masing-masing) proses. 3.5 Petunjuk teknis modalitas fisioterapi. 4. Referansi :
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001
II. 3.
STANDAR DIAGNOSIS FISIOTERAPI
1. Pengertian :
1.1 Diagnosis fisioterapi ialah label yang merangkum berbagai simtom, sindrom, keterbatasan fungsi, keterbatasan gerak, impermen, atau potensi terjadinya, yang merefleksikan informasi yang didapat dari pemeriksaan pada diri pasien/klien.
1.2 Prognosis fisioterapi ialah rumusan prediksi perkembangan dari kondisi sehat-sakit pasien/klien yang mungkin dicapai dalam waktu berikutnya dengan intervensi fisioterapi.
2. Prosedur :
2.1 Diagnosis fisioterapi dihasilkan dari proses pemeriksaan, pengukuran dan evaluasi dengan pertimbangan klinis yang dapat menunjukkan adanya disfungsi gerak, mencakup adanya gangguan atau kelemahan jaringan tertentu, limitasi fungsi, hambatan dan sindroma. Diagnosis akan berfungsi dalam menggambarkan keadaan pasien/klien, menuntun penentuan prognosis dan menuntun penyusunan rencana intervensi.
2.1.1 Merumuskan adanya sintom dan atau sindrom.
2.1.2 Merumuskan hambatan memelihara diri, aktifitas hidup harian, kerja/sekolah dan hobi.
2.1.3 Merumuskan keterbatasan gerak fungsional. 2.1.4 Merumuskan keterbatasan gerak komponen tubuh. 2.1.5 Merumuskan gangguan dan atau kelemahan jaringan. 2.1.6 Merumuskan/mengidentifikasi adanya patologi seluler. 2.1.7 Merumuskan/mengidentifikasi adanya patologi biomolekuler.
2.2 Prognosis fisioterapi dihasilkan dengan cara merumuskan prediksi perkembangan varian kondisi sehat sakit pasien/klien yang mungkin dicapai dalam waktu berikutnya dengan intervensi fisioterapi.
3. Terlampir rumusan diagnosis fisioterapi, yang akan diperbaharui sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi fisioterapi.
4. Referensi
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001
II. 3a.
STANDAR DIAGNOSIS FISIOTERAPI
1. Katagori Diagnosis Musculoskeletal
1.1 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system muskuloskeletal/ demineralisasi
1.2 Gangguan Sikap 1.3 Gangguan Kinerja otot
1.4 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan connective tissue
1.5 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan inflamasi lokal.
1.6 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan kerusakan spinal.
1.7 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan fraktur.
1.8 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan Arthroplasti sendi.
1.9 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan bedah tulang atau jaringan lunak.
1.10 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, ROM, gait, locomotion, balance yang berkaitan dengan amputasi
2. Kategori Diagnosa Neuromuskuler
2.1 Pencegahan dini/pengurangan resiko terhadap kehilangan balance and jatuh 2.2 Gangguan Perkembangan Neuromotor
2.3 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non progressive disorder CNS – congenital atau pada bayi dan masa anak. 2.4 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
Non progressive disorder CNS – pada usia dewasa
2.5 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan progressive disorder CNS
2.6 Gangguan Peripheral nerve integrity dan motor function yang berkaitan dengan Peripheral Nerve Injury.
2.7 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Acute atau Chronic Polyneuropathies.
2.8 Gangguan motor function dan Peripheral nerve integration yang berkaitan dengan Non progressive disorder Spinal Cord.
2.9 Gangguan kesadaran , ROM, Motor Control yang berkaitan dengan Coma, Near coma, atau status vegetative.
3. Katagori Diagnosis Kardiovasculer /Pulmoner :
3.1 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system cardiovascular-pulmonary 3.2 Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan decontioning
syndrome
3.3 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan dengan Airways clearance dysfunction.
3.4 Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan Cardiovascular Pump Dysfuntion or failure
3.5 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan dengan Ventilatory Pump Dysfunction or Failure.
3.6 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan dengan Respiratory Failure.
3.7 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan dengan Respiratory Failure pada neonatus
3.8 Ganguan sirkulasi darah, anthropometric dimensions berkaitan dengan Lymphatetic System disorders
4. Katagori Diagnosis Integumenter :
4.1 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system integument
4.2 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Superficial skin involvement
4.3 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan partial thickness skin involvement
4.4 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Full Thickness skin involvement dan scar formation
4.5 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Skin Involvement extended Into Facia, Muscle, or Bone and scar formation.
5. Referensi :
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001
II.3b. KATAGORI DIAGNOSIS DAN KONDISI
Katagori Diagnosis Musculoskeletal
ICD-9-CM
CODES Yang berhubungan dengan Kondisi ( ICD )
1. Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system muskuloskeletal/ demineralisasi. 138 262 263 268 269 275 337 344 588 627 714 Akut Poliomyelitis Malnutrition
Other and unspecified protein-calorie malnutrition Vit D deficiency
Other nutritional deficiency Disorder mineral metabolism Disorder autonomic nervous system Other Paralytic Syndrome
Disorder resulting from impared Renal function Menopausal / post menopausal Disorder Rheumatoid Arthritis and other inflamatory polyarthripathies
719 728 729 731 732 733 737 756
Other and unspecific disorder joint Disorder of muscle, ligament, fascia Other Disorder of soft tissue Osteitis deformans
Osteochondropathies
Other disorder of bone and cartilage Curvature of spine
Other congenital Musculo anomalie
2. Gangguan Sikap 524 568 718 719 722 723 724 725 728 729 732 733 736 Dentofacial anomalies
Other disorder of peritoneum Other derangement of joint
Other and unspecific disorder of joint Intervertebral disorder
Other disorder of cervical region
Other and unspecific disorder of the back Polymyalgia rheumatica
Disorder of the muscle, ligament and fascia Other disorder of soft tissue
Osteochondropathies
Other disorder of bone and cartilage Other acquired deformities of the limb
737 738 756 781
Curvature of the spine Other acquired deformity
Other congenital musculoskeletal anomalies Symtoms involving nervous and musculoskeletal.
3. Gangguan Kinerja otot 042 250 359 443 564 569 581 582 583 588 618 623 624 625 714 715 719 HIV Diabetes Mellitus
Musculardystrophies & other myopathies Other Peripheral vascular disease
Functional digestive disorder Other disorder of intestine Nephrotic syndrome Chronic glomerulonephritis
Nephritis and nephropathy non specific Disorder resulting Impaired Renal function Genital prolapse
Noninflamatory disorder of vagina
Non Inflamatory disorders of vulva and perineum Pain and other symtoms associated with female genital organ
Rheumatoid arthitis nad other inflamatory polyarthitis
728 729 733 739 758 780 781 799
Other and unspecific diorder of joint Disorder of the muscle, ligament and fascia Other disorders of soft tissue
Other disorder of bone and cartilage
Nonallopathic lession, not else where classified Chromosomal anomalies
General symtoms
Symtoms involving nervous and musculoskeletal systems
Other ill-defined and unknown causes of morbidity and mortality
4. Gangguan mobilitas sendi motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan connective tissue 337 524 625 665 709 710 714 715 716 718 719
Disorder of the autonomic nervous system
Dentofacial anomalies, including malocclusion Pain and other symptoms associated with female genital
Other obstrectical trauma
Other diorder of skin snd subcutaneous tissue Diffuse diseases of connective tissue
Rheumatoid arthritis and other inflammatory polyarthropaties
Osteoarthrosis and allied disorders Other and unspecified arthropaties Other derangment of joint
724 726 727 728 729 730 733 830 831 832 833 836 837 838 839 840 841 842 843 844 845 846
Other and unspecified disorder of joint Other and unspecified disorder of the back Peripheral enthesopathies and allied syndromes Other disorders of synovium, tendon and bursa Disorders of muscle, ligament and fascia Other disorder of soft tissue
Osteomyelitis, periostitis, and other infection involving bone
Other disorder of bone and cartilage Dislocation of jaws Dislocation Shoulder Dislocation Elbow Dislocation wrist Dislocation knee Dislocation ankle Dislocation foot
Other , multiple, and ill defined dislocation Sprains and strains of shoulder and upper arm Sprains and strains of elbow and forearm Sprains and strains of wrist and hand Sprains and strains of hip and thigh Sprains and strains of knee and leg
847 848 905
Sprains and strains of ankle and foot Sprains and strains of sacroiliac region
Sprains and strains of other and unspecified parts of back
Other and ill-defined sprains and strains Late effects of muscle of musculoskeletal and connective tissue injuries
5. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan inflamasi lokal. 274 350 353 354 355 524 682 711 715 716 717 718 719 720 722 Gout
Trigeminal nerve disorders Nerve root and plexus disorders
Mononeuritis Of upper limb and mononeuritis multiplex
Mononeuritis of lower limb
Dentofacial anomalies including malocclusion Other cellulites and abcess
Arthropathy associated with infections Osteoarthritis and allied disorders Other and unspecified arthropathis Internal derangement of knee Other derangement of knee
Other and unspecified disorders of joint Ankylosing spondylitis and other other inflammation
724 726 727 728 729 732 840 923 924 927 928
Intervertebral disk disorder
Other and unspecified disorder of the back Peripheral enthesopathies and allied syndromes Other disorder of synovium , tendon and brusa Disorder of muscle , ligamen and fasia
Other disorder of soft tissue Osteochondropathies
Sprain and strain of shoulder and upper arm Contusion of upper limb
Contusion of upper limb and of other and unspecified sites
Crushing injury of upper limb Crushing injury of lower limb
6. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan kerusakan spinal. 353 715 716 718 719 720 721 722
Nerve root and plexus disorder
Osteoarthosis and allied disorder. Other and Unspecified arthropathies Other derangement of joint
Other and unspecified disorder of joint
Ankylosing spondylitis and other inflammatory spondylopathies
Spondylosis and allied disorders Intervertebral disk disorder
723 724 727 728 733 738 756 846 847 922
Other disorder of cervical region
Other and unspecified disorder of the back Other disorder of synovium, tendon and bursa Disorder of muscle, ligament and fascia Other disorders of bone and cartilage Other acquired deformity
Other congenital musculoskeletal anomalies Sprains and strains of sacroiliac region
Sprain and starins of other and unspecified part of back
Contusion of trunk
7. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan fraktur. 170 213 262 263 268 269 275 627 715 719 728
Malignant neoplasm articular of bone and articular cartilage
Benign neoplasm of bone and cartilage Other severe protein-calorie malnutrition
Other and unspecified protein-calorie malnutrition Vitamin D deficiency
Other nutritional deficiency Disorder of meniral metabolism
Menopausal and postmenopausal disorder Osteoarthrosis and allied disorder
729 730 732 733 736 802 805 808 810 811 812 813 814 815 816 819 820 821 822 823 824
Disorder of muscle, ligamnet, and facia Other disorder of soft tissue
Osteomyelitis, periostitis, other infection involving bone
Osteochondropathies
Other disorder of bone and cartilage Other acquired deformities of the limbs Fracture of Face bone
Fracture of the Spne without mention of spinal cord injury
Fracture of the pelvis Fracture of the clavicle Fracture of the scapula Fractue of the humerus Fracture of radius and ulna Fracture of the carp[al bone(s) Fracture of the metacarpal bone(s)
Fracture of the one or more phalanges of the hand Multiple fracture involving both upper limbs, lower limb, ribs, sternum
Fracture of the neck of the femur
Fracture of other and unspecified part of femur Fracture of Patella
825 826 827 828
829
Fracture of Tibia and fibula Fracture of ankle
Fracture of one or more tarsal and metatarsal bones Fracture of one or more phalanges foot
Other, multiple, and ill-defined fracture of lower limb
Multiple fracture involving both limbs, lower & upper limb, rib, sternum
Fracture of unspecified bones
8. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan Arthroplasti sendi. 170 171 213 215 524 714 715 716 717 718 719 729
Malignan neoplasm of bone and articular cartilage
Malignan neoplasm of connective and other soft tissue
Benign neoplasm of bone and articular cartilage Other benign neoplasm of connective and other soft tisuue
Dentofacial anomalies, including malocclusion Rheumatoid arthritis and other inflamatory polyarthritis
Osteoarthrosis and allied disorder Other unspecified arthropathies Internal derangement of knee
730 731 733 808 812 815 820 824 835 836 837 958 v43
Other derangment of knee
Other and unspecified disorder of joint Other disorders of soft tissue
Osteomyelitis, periostitis, and other infection involving bone
Osteitis deformans and osteopathies associated with other disorder classified elswhere
Other disorder of bone and cartilage Fracture of pelvis
Fracture of Humerus
Fracture of metacarpal bones Fracture of neck Femure Fracture of ankle
Fracture of Hip Dislocation of knee Dislocation of Ankle
Certain complication of trauma
Organ or tissue replaced by other means
9. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
715
717
Osteoarthrosis and allied diorder
dengan bedah tulang atau jaringan lunak.
718 719 721 722 723 724 726 727 728 731 732 733 736 737 738 756 802 805 808 810 811
Other derangment of joint
Other and unspecified disorder of joint Spondylosis and allied disorder
Intervertebral disk disorder Other disorder of cervical region
Other and unspecified disorder of the back Peripheral enthesopathies and allied syndromes Other disorder of synovium, tendon, and bursa Disorder of muscle, ligament and fascia
Osteitis deformans and ostepathies associated with other disorder classified elsewhere
Osteochondrapathies
Other disorder of bone and cartilage Other aquire deformities of the spine Curvature of the spine
Other acquired deformity
Other congenital musculoskeletal anomalies Fracture of afce bone
Fracture of vertebral collum with mention of spinal cord injury
Fracture of the pelvis Frature og the clavicle
812 813 814 815 816 820 821 822 823 824 825 826 830 831 832 833 834 835 836 837 838 839
Fracture of the scapula Fracture of humerus Fracture of radius and ulna Fracture of the carpal bone (s) Fracture of the metacarpal bone(s)
Fracture of one or more phalanges of hand Fracture of neck femur
Fracture of other and unspecified part of femur Fracture of patella
Fracture of Tibia and Fibula Fracture of Ankle
Fracture of one or more tarsal and metatarsal bones Fracture of one or phalanges of foot
Dislocation of jaws Dislocation of shoulder Dislocation of elbow Dislocation of wrist Dislocation of finger Dislocation of hip Dislocation of knee Dislocation of ankle Dislocation of foot
840 841 842 843 844 845 846 847 848 959
Other, multiple, and ill defined dislocation Sprains and strains of shoulder and upper arm Sprains and strains of elbow and forearm Sprains and strains of wrist and hand Sprains and strains of hip and thigh Sprains and strains of knee and leg Sprains and strains of ankle and foot Sprains and strains of sacroiliac region
Sprains and strains of other and unspecified of the back
Other and ill-defined sprains and strains Injury, other and unspecified
10. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, ROM, gait, locomotion, balance yang berkaitan dengan amputasi 250 353 440 442 443 459 736 747 755 781 Diabetes
Nerve root and plexus disorder Atherosclerosis
Other aneurysm
Other Peripheral vascular disease Other disorder of circulatory disease Other acquired deformity of the limb
Other congenital anomalies of circulatory system Other congenital anomalies of the limb
885 886 887 895 896 897 905 906 927 928 929 990 991 994 997 systems
Traumatic amputation of thumb (complete) (partial)
Traumatic amputation of other finger(s) (complete) (partial)
Traumatic amputation of arm and hand(complete) (partial)
Traumatic amputation of toe (s) (complete) (partial)
Traumatic amputation of foot(complete) (partial) Traumatic amputation of leg (s) (complete) (partial)
Late effect of musculoskeletal and connective tissue injuries
Late effect of skin and subcutaneous tissue Crushing injury of upper limb
Crushing injury of lower limb
Crushing injury of upper multiple and unspecified sites
Effect of radiation, unspecified Effect of reduced temperature Effect of other external causes
Complication affecting specified body system, not elsewhere classified
Katagori Diagnosis Neuromuskular
Yang berhubungan dengan Kondisi ( ICD ) 1. Pencegahan dini / pengurangan resiko terhadap kehilangan balance and jatuh 331 332 333 334 445 336 340 342 345 359 386 780 781 797
Other cerebral degeneration
Parkinson disease
Other extrapyramidal disease and abnormal movement disorder
Spinocerebral disease Anterior horn cell disease Other disease of spinal cord Multiple sclerosis
Hemiplegia and hemiparesis Epilepsy
Muscular dystrophies and other myopathies Vertiginous syndromes and other disorder of vestibular system
General Symptoms
Symptoms involving nervous and musculoskeletal system
2. Gangguan Perkembangan Neuromotor 191 192 225 252 253 262 299 315 333 345 348 358 359 389 714 728 741 742
Malignant neoplasme of brain
Malignant neoplasm of other and unspecified part of nervous system
Benign neoplasm of brain and other and unspecified part of nervous system Disorder of oaratyroid gland
Disorder of the pituitary gland and its hipotahalamic control
Other severe, protein- calorie malnutrition Psychoses with origin specific to childhood Specific delay in development
Other extra pyramidaldisease and abnormal movement disorder
Epilepsy
Other condition of the brain Myoneural disorders
Muscular dystrophies and other myopathies Hearing loss
Rheumatoid arthritis and other inflamatory polyarthropathies
Disorder of muscle, ligament, and fascia Spina bifida
745 746 747 748 754 755 756 758 759 760 762 763 764 765 767 768 770 771 779
Bulbus cordis anomalies and anomalies of cardiac septal closure
Other congenital anomalies of heart
Other congenital anomalies of circulatory system Congenital anomalies of Respiratory system Certain congenital musculoskeletal deformities Other congenital anomalies of the limb
Other congenital musculoskeletal anomalies Chromosomal anomalies
Other and unspecified congenital anomalies Fetus or newborn affected by maternal condition which unrelated to present pregnancy
Fetus or newborn affected by complication of placenta, cord, membranes
Fetus or newborn affected by other complications or labor and delivery
Slow fetal growth and fetal malnutrition
Disorder relatingto shortgestation and unspecified low birth weight
Birth trauma
Intrauterine hypoxia and birth asphyxia
Other respiratory condition of fetus and newborn Infection specific to the perinatal period
780 783 799 800 801 803 804 850 851 852 853 854 994 995 perinatal period General symptoms
Symptoms concerning nutrition, metabolism, and development
Other ill-defined and unknown causes of morbidity and mortality
Fracture of vault of skull Fracture of base of skull
Other and unqualified fracture of skull
Multiple fracture involving skull or face with other bones
Concussion
Cerebral laceration and contussion
Subarachnoid, subdural, and extra haemoragics following injury
Other and unspecific intracranial haemorage following injury
Intracranial injury of other and unspecific nature Effect of other external forces
Certain adverse effect not elsewhere classified
3. Gangguan motor function dan
sensory integration
yang berkaitan dengan Non progressive disorder CNS – congenital atau pada bayi dan masa anak. 052 055 056 072 090 225 320 321 322 323 333 343 345 348 741 742 756 758 759 765 Chichenpox Measles Rubella Mumps Congenital Syphilis
Benign neoplasma dan bagian lain sistem saraf Meningitis bacterial
Meningitis yang disebabkan oleh organisme lain Meningitis unspecified cause
Encephalitis, myelitis dan encephalomyelitis Penyakit extrapyramidal lainnya dan penyakit gangguan abnormal
Infantil cerebral palsy Epilepsi
Kondisi brain lainnya Spina bifida
Anomali congenital lainnya dari sistem saraf Anomali musculoskeletal congenital lainnya Anomali kromosom
Anomali congenital yang tidak spesifik dan lainnya Gangguan yang berhubungan prematur dan lahir dengan berat badan lahir rendah