• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Respon

Respon merupakan suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu. Selain itu menurut Daryl Beum, respon diartikan sebagai tingkah laku balas atau sikap yang menjadi tingkah laku atau adu kuat.

Respon juga diartikan sebagai suatu proses pengorganisasian rangsang dimana rangsangan-rangsangan proksimal diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi fenomenal dari rangsangan-rangsangan proksimal tersebut. pada prosesnya respon didahului oleh sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku kalau ia menghadapi suatu rangsangan tertentu. berbicara mengenai respon tidak terlepas pembahasannya dengan sikap. Melihat sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respon mereka terhadap kondisi tersebut.

Menurut Louis Thursone, respon merupakan jumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan, dan prasangka, prapemahaman yang mendetail, rasa takut, ancaman dan keyakinan tentang suatu hal yang khusus. Dapat diketahui bahwa pengungkapan sikap melalui :

(2)

1. Pengaruh atau penolakan

2. Penilaian

3. Suka atau tidak suka

4. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi

Respon juga diartikan sebagai suatu proses pengorganisasian rangsang dimana rangsangan-rangsangan proksimal diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi fenomenal dari rangsangan-rangsangan proksimal tersebut (Adi, 1994;105).

Respon pada prosesnya didahului oleh sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku kalau ia menghadapi suatu rangsangan tertentu. Jadi berbicara mengenai respon tidak terlepas pembahasannya dengan sikap. Dengan melihat sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respon mereka terhadap kondisi tersebut.

Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang atau sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objek, seseorang disebut mempunyai respon positif dilihat dari tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Sebaliknya seseorang mempunyai respon negatif apabila informasi yang didengarkan atau perubahan suatu objek tidak mempengaruhi tindakan atau malah menghindar dan membenci objek tertentu. Terdapat dua jenis variabel yang mempengaruhi respon yaitu:

(3)

1. Variabel struktural yakni faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik; dan

2. Variabel fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri si pengamat, misalnya kebutuhan suasana hati, pengalaman masa lalu.

Menurut Hunt (1962) orang dewasa mempunyai sejumlah unit untuk memproses informasi-informasi. Unit-unit ini dibuat khusus untuk menangani representasi fenomenal dari keadaan diluar yang ada dalam diri individu. Lingkungan internal ini dapat digunakan untuk memperkirakan peristiwa peristiwa yang terjadi diluar. Proses yang berlangsung secara rutin inilah yang disebut Hunt sebagai suatu respon.

Teori rangsang balas (stimulus response theory) yang sering juga disebut sebagai teori penguat dan digunakan untuk menerangkan berbagai gejala tingkah laku sosial dan sikap. Artinya disini adalah kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia mengalami rangsang tertentu. Sikap ini menjadi biasanya terhadap benda, orang, kelompok, nilai-nilai dan semua hal yang mendapat di sekitar manusia. (Adi, 1994;129).

Dollard dan miller mengemukakan bahwa bahasa memegang peranan penting dalam pembentukan respon masyarakat. Respon tertentu terikat dengan kata-kata. Dan oleh karena itu ucapan dapat berfungsi sebagai mediantro atau menentukan hirarki mana yang bekerja. Artinya sosialisasi yang mempergunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan merupakan media startegis dalam pembentukan respon masyarakat. Apakah respon tersebut terbentuk respon positif maupun negatif, sangat tergantung pada sosialisasi dari obejk yang akan direspon. Respon

(4)

dalam penelitian ini diukur dalam tiga aspek, yaitu : persepsi, sikap dan partisipasi.

Persepsi merupakan suatu proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan, pendengaran, perasaan dan penerimaan. Persepsi merupakan suatu penapsiran yang unik terhadap situasi dan bukan terhadap suatu pencatatan yang benar terhadap situasi. Analisa tersebut menunjukan bahwa persepsi merupakan pemahaman individu atau masyarakat pada suatu objek yang masih berada dalam pikirannya.

Persepsi indvidu akan mempengaruhi sikap individu terhadap suatu program pembangunan. Dalam suatu program pembangunan terkandung ide-ide baru atau cara-cara yang disosialisasikan kedalam suatu masyarakat yang terkena program. Perubahan tersebut terproses dan terwujud dalam perubahan sikap.

Sikap merupakan kecendrugan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia menghadapi ransang tertentu (Wirawan, 199:20). Ransangan yang dimaksud dapat berupa ransangan yang berbentuk batiniah seperti aktualisasi diri, dan dapat pula berbentuk fisik seperti halnya hasil-hasil dan usaha-usaha pembangunan.

Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang terhadap objek-objek tertentu, seperti perubahan lingkungan atas situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif, yakni cenderung menyenangi, mendekati, mengharapkan objek, atau muncul sikap negatif yakni menghindari, membenci

(5)

Partisipasi dalam bahasa inggris, yaitu participation, yang artinya mengambil bagian. Partisipasi adalah suatu proses sikap mental dimana orang atau anggota masyarakat aktif menyumbang kreatifitas dan inisiatifnya dalam usaha mengkatkan kualitas hidupnya.

(Koentjraningrat, 1979: 23), dalam bukunya menyatakan partisipasi masyarakat menyangkut dua tipe yang pada prisipnya berbeda, yaitu:

1. Partisipasi dalam aktifitas-aktifitas bersama dengan proyek pembangunan yang khusus.

2. Partisipasi sebagai individu diluar aktifitas-aktifitas bersama dalam pembangunan. Bentuk partisipasi pertama, masyarakat diajak dipersuasi, diperintah atau dipaksa dalam suatu proyek khusus. Sedangkan dalam bentuk partisipasi yang kedua, adalah kemauan sendiri berdasarkan kesadaran bahwa jika ia ikut akan mempunyai manfaat.

Bila dilihat dari jenis partisipasi, (sastroputro, 1988:12), membaginya sebagai berikut :

a. Partisispasi dengan pikiran. b. Partisipasi dengan tenaga.

c. Partisipasi dengan pikiran dan tenaga/ partisipasi aktif. d. Partisipasi dengan keahlian.

e. Partisipasi dengan uang. f. Partisipasi dengan jasa-jasa.

(6)

2.2. Masyarakat

Masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia, yang atau dengan sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh mempengaruhi satu sama lain. Pengaruh dan pertalian kebatinan yang terjadi dengan sendirinya disini menjadi unsur yang sine qua non (yang harus ada) dalam masyarakat, bukan hanya menjumlahkan adanya orang – orang saja, diantara mereka harus ada pertalian satu sama lain. Menurut Paul B. Horton & C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut ( Shadily, 1993 : 47 ).

2.3. Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat)

2.3.1. Pengertian Jamkesmas

Adalah jaminan kesehatan masyarakat dan merupakan program bantuan sosial kepada masyarakat miskin dan kurang mampu di bidang pelayanan kesehatan. Adapun tujuan dan sasaran dari Jamkesmas adalah sebagai berikut:

a. Tujuan Umum

b. Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.

(7)

c. Tujuan Khusus

1. Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit;

2. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin; dan

3. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel.

Sasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya (Depkes, 2008 : 3).

2.3.2. Landasan Hukum

Pelaksanaan program Jamkesmas berdasarkan pada :

1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 mengamanatkan ayat (1) bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara, sedangkan ayat (3) bahwa negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak;

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);

(8)

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 No. 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);

5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400);

6. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 No. 116, Tambahan Lembaran Negara No. 4431);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara No. 4548);

8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);

(9)

9. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4778);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 No.49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2007 No.89, Tambahan Lembaran Negara No. 4741);

13. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden No. 94 Tahun 2006; dan

14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan (Depkes, 2008 : 4).

2.3.3. Tata Laksana Kepesertaan

Dalam menetapkan keanggotaan peserta Jamkesmas, ada beberapa ketentuan umum bagi calon peserta, antara lain:

(10)

1. Peserta Program Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan tidak mampu selanjutnya disebut peserta Jamkesmas, yang terdaftar dan memiliki kartu dan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan;

2. Jumlah sasaran peserta Program Jamkesmas tahun 2008 sebesar 19,1 juta Rumah Tangga Miskin (RTM) atau sekitar 76,4 juta jiwa bersumber dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 yang dijadikan dasar penetapan jumlah sasaran peserta secara Nasional oleh Menteri Kesehatan RI (Menkes). Berdasarkan Jumlah Sasaran Nasional tersebut Menkes membagi alokasi sasaran kuota Kabupaten/Kota. Jumlah sasaran peserta (kuota) masing-masing kabupaten/kota sebagai mana terlampir;

3. Berdasarkan Kuota kabupaten/kota sebagaimana butir 2 diatas, Bupati/Walikota menetapkan peserta Jamkesmas kabupaten/kota dalam satuan jiwa berisi nomor, nama dan alamat peserta dalam bentuk Keputusan bupati/walikota. Apabila jumlah peserta Jamkesmas yang ditetapkan bupati/walikota melebihi dari jumlah kuota yang telah ditentukan, maka menjadi tanggung jawab Pemda setempat;

4. Bagi Kabupaten/kota yang telah menetapkan peserta Jamkesmas lengkap dengan nama dan alamat peserta serta jumlah peserta Jamkesmas yang sesuai dengan kuota, segera dikirim daftar tersebut dalam bentuk dokumen elektronik (soft copy) dan dokumen cetak (hard copy) kepada :

a. PT Askes (Persero) setempat untuk segera diterbitkan dan di distribusikan kartu ke peserta, sebagai bahan analisis dan pelaporan; b. Rumah sakit setempat untuk digunakan sebagai data peserta

(11)

monitoring dan evaluasi, pelaporan dan sekaligus sebagai bahan analisis;

c. Dinas Kesehatan kabupaten/kota atau Tim Pengelola Jamkesmas kabupaten/kota setempat sebagai bahan pembinaan, monitoring dan evaluasi, pelaporan dan bahan analisis;

d. Dinas Kesehatan Propinsi atau Tim Pengelola Jamkesmas Propinsi setempat sebagai bahan kompilasi kepesertaan, pembinaan, monitoring, evaluasi analisis, pelaporan serta pengawasan;

e. Departemen Kesehatan RI, sebagai database kepesertaan nasional, bahan dasar verifikasi Tim Pengelola Pusat, pembayaran klaim Rumah Sakit, pembinaan, monitoring, evaluasi, analisis, pelaporan serta pengawasan.

5. Bagi Pemerintah kabupaten/kota yang telah menetapkan jumlah dan nama masyarakat miskin (nomor, nama dan alamat), selama proses penerbitan distribusi kartu belum selesai, kartu peserta lama atau Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) masih berlaku sepanjang yang bersangkutan ada dalam daftar masyarakat miskin yang ditetapkan oleh bupati/walikota; 6. Bagi Pemerintah kabupaten/kota yang belum menetapkan jumlah, nama

dan alamat masyarakat miskin secara lengkap diberikan waktu sampai dengan akhir Juni 2008. Sementara menunggu surat keputusan tersebut sampai dengan penerbitan dan pendistribusian kartu peserta, maka kartu peserta lama atau SKTM masih diberlakukan. Apabila sampai batas waktu tersebut pemerintah kabupaten/kota belum dapat menetapkan sasaran masyarakat miskinnya, maka terhitung 1 Juli 2008 pembiayaan pelayanan

(12)

kesehatan masyarakat miskin di wilayah tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat;

7. Pada tahun 2008 dilakukan penerbitan kartu peserta Jamkesmas baru yang pencetakan blanko, entry data, penerbitan dan distribusi kartu sampai ke peserta menjadi tanggungjawab PT.Askes (Persero);

8. Setelah peserta menerima kartu baru maka kartu lama yang diterbitkan sebelum tahun 2008, dinyatakan tidak berlaku lagi meskipun tidak dilakukan penarikan kartu dari peserta;

9. Bagi masyarakat miskin yang tidak mempunyai kartu identitas seperti gelandangan, pengemis, anak terlantar, yang karena sesuatu hal tidak terdaftar dalam Surat Keputusan bupati/walikota, akan dikoordinasikan oleh PT Askes (Persero) dengan Dinas Sosial setempat untuk diberikan kartunya; dan

10. Bagi bayi yang terlahir dari keluarga peserta Jamkesmas langsung menjadi peserta baru sebaliknya bagi peserta yang meninggal dunia langsung hilang hak kepesertaannya.

2.3.4. Administrasi Kepesertaan

Administrasi kepesertaan meliputi: registrasi, penerbitan dan pendistribusian Kartu sampai ke Peserta sepenuhnya menjadi tanggung jawab PT Askes (Persero) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Data peserta yang telah ditetapkan Pemda, kemudian dilakukan entry oleh PT Askes (Persero) untuk menjadi database kepesertaan di Kabupaten/Kota;

(13)

2. Entry data setiap peserta meliputi antara lain : a. nomor kartu,

b. nama peserta, c. jenis kelamin,

d. tempat dan tanggal lahir/umur, e. alamat.

3. Berdasarkan database tersebut kemudian kartu diterbitkan dan didistribusikan sampai ke peserta;

4. PT Askes (Persero) menyerahkan Kartu peserta kepada yang berhak, mengacu kepada penetapan Bupati/Walikota dengan tanda terima yang ditanda tangani/cap jempol peserta atau anggota keluarga peserta; dan 5. PT Askes (Persero) melaporkan hasil pendistribusian kartu peserta kepada

Bupati/Walikota, Gubernur, Departemen Kesehatan R.I, Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/ Kota serta Rumah Sakit setempat.

(14)

Bagan 1

ALUR REGISTRASI DAN DISTRIBUSI KARTU PESERTA

Sumber : Tentang Pedoman pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat 2008

2.4. Tatalaksana Pelayanan Kesehatan Jamkesmas 2.4.1. Ketentuan Umum

Adapun yang menjadi ketentuan umum dalam tata laksana pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Setiap peserta JAMKESMAS mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan dasar meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan (RJ) dan rawat inap (RI), serta pelayanan kesehatan rujukan rawat jalan tingkat lanjutan

SASARAN NASIONAL 76,4 JUTA JIWA SASARAN KUOTA KABUPATEN / KOTA DISTRIBUSI WAKTU PENETAPAN SK BUPATI/WALIKOTA BERDASARKAN KUOTA ENTRY DATA BASE KEPESERTAAN PESERTA SINKRONASI DATA BBPS KAB/ KOTA TERBIT

(15)

2. Pelayanan kesehatan dalam program ini menerapkan pelayanan berjenjang berdasarkan rujukan;

3. Pelayanan rawat jalan tingkat pertama diberikan di puskesmas dan jaringannya. Pelayanan rawat jalan lanjutan diberikan di BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM dan rumah sakit;

4. Pelayanan rawat inap diberikan di Puskesmas Perawatan dan ruang rawat inap kelas III (tiga) di RS Pemerintah termasuk RS Khusus, RS TNI/POLRI dan RS Swasta yang bekerjasama dengan Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atas nama Menteri Kesehatan membuat perjanjian kerjasama (PKS) dengan RS setempat yang diketahui kepala dinas kesehatan Propinsi meliputi berbagai aspek pengaturan;

5. Pada keadaan gawat darurat (emergency), seluruh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) wajib memberikan pelayanan kepada peserta walaupun tidak memiliki perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud butir 4. Penggantian biaya pelayanan kesehatan diklaimkan ke Departemen Kesehatan melalui Tim Pengelola kabupaten/kota setempat setelah diverifikasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada program ini;

6. RS/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM melaksanakan pelayanan rujukan lintas wilayah dan biayanya dapat diklaimkan oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang bersangkutan ke Departemen Kesehatan;

7. Pelayanan obat di Puskesmas beserta jaringannya dan di Rumah Sakit dengan ketentuan sebagai berikut :

(16)

a. Untuk memenuhi kebutuhan obat generik di puskesmas dan jaringannya akan dikirim langsung melalui pihak ketiga franko kabupaten/kota;

b. Untuk memenuhi kebutuhan obat dan bahan habis pakai di Rumah Sakit, Instalasi Farmasi/Apotik Rumah Sakit bertanggungjawab menyediakan semua obat dan bahan habis pakai untuk pelayanan kesehatan masyarakat miskin yang diperlukan. Agar terjadi efisiensi pelayanan obat dilakukan dengan mengacu kepada Formularium obat pelayanan kesehatan program ini.

c. Apabila terjadi kekurangan atau ketiadaan obat sebagaimana butir b diatas maka Rumah Sakit berkewajiban memenuhi obat tersebut melalui koordinasi dengan pihak-pihak terkait;

d. Pemberian obat untuk pasien RJTP dan RJTL diberikan selama 3 (tiga) hari kecuali untuk penyakit-penyakit kronis tertentu dapat diberikan lebih dari 3 (tiga) hari sesuai dengan kebutuhan medis;

e. Apabila terjadi peresepan obat diluar ketentuan sebagaimana butir b diatas maka pihak RS bertanggung jawab menanggung selisih harga tersebut;

f. Pemberian obat di RS menerapkan prinsip one day dose dispensing; g. Instalasi Farmasi/Apotik Rumah Sakit dapat mengganti obat

sebagaimana butir b diatas dengan obat-obatan yang jenis dan harganya sepadan dengan sepengetahuan dokter penulis resep.

8. Pelayanan kesehatan RJTL di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM dan di Rumah Sakit, serta pelayanan RI di Rumah Sakit yang mencakup

(17)

tindakan, pelayanan obat, penunjang diagnostik, pelayanan darah serta pelayanan lainnya (kecuali pelayanan haemodialisa) dilakukan secara terpadu sehingga biaya pelayanan kesehatan diklaimkan dan diperhitungkan menjadi satu kesatuan menurut Jenis paket dan tarif pelayanan kesehatan peserta Jamkesmas Tahun 2008 (lampiran III), atau penggunaan INA-DRG (apabila sudah diberlakukan), sehingga dokter berkewajiban melakukan penegakan diagnosa sebagai dasar pengajuan klaim;

9. Apabila dalam proses pelayanan terdapat kondisi yang memerlukan pelayanan khusus dengan diagnosa penyakit/prosedur yang belum tercantum dalam Tarif Paket INA-DRG sebagaimana butir 8, maka Kepala Balai/Direktur Rumah Sakit memberi keputusan tertulis untuk sahnya penggunaan pelayanan tersebut setelah mendengarkan pertimbangan dan saran dari Komite Medik RS yang tarifnya sesuai dengan Jenis Paket dan Tarif Pelayanan Kesehatan Peserta Jamkesmas Tahun 2008;

10. Pada kasus-kasus dengan diagnosa sederhana, dokter yang memeriksa harus mencantumkan nama jelas;

11. Pada kasus-kasus dengan diagnosa yang kompleks harus dicantumkan nama dokter yang memeriksa dengan diketahui oleh komite medik RS; 12. Untuk pemeriksaan/pelayanan dengan menggunakan alat canggih (CT

Scan, MRI, dan lain-lain), dokter yang menangani harus mencantumkan namanya dengan jelas dan menandatangani lembar pemeriksaan/pelayanan kemudian diketahui oleh komite medik;

(18)

13. Pembayaran pelayanan kesehatan dalam masa transisi sebelum pola Tarif Paket JAMKESMAS tahun 2008;

14. Verifikasi pelayanan di Puskesmas (RJTP, RITP, Persalinan, dan PengirimanSpesimen, trasnportasi dan lainnya) di laksanakan oleh Tim Pengelola Jamkesmas kabupaten/kota;

15. Verifikasi pelayanan di BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM dan RS dilaksanakan oleh Pelaksana Verifikasi;

16. Peserta tidak boleh dikenakan iur biaya dengan alasan apapun; dan

17. Dalam hal terjadi sengketa terhadap hasil penilaian pelayanan di BKMM/BBKPM/ BKPM/BP4/BKIM dan RS maka dilakukan langkah-langkah penyelesaian dengan meminta pertimbangan kepada Tim Ad-Hoc yang terdiri dari unsur-unsur Dinas Kesehatan Propinsi, IDI wilayah, Arsada dan MAB (Medical Advisor Board).

2.4.2. Prosedur Pelayanan.

Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta, sebagai berikut:

1. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan dasar berkunjung ke Puskesmas dan jaringannya;

2. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta harus menunjukkan kartu yang keabsahan kepesertaannya merujuk kepada daftar masyarakat miskin yang ditetapkan oleh bupati/walikota setempat. Penggunaan SKTM hanya berlaku untuk setiap kali pelayanan kecuali pada kondisi pelayanan

(19)

lanjutan terkait dengan penyakitnya (ketentuan kesepertaan, lihat pada bab III );

3. Apabila peserta Jamkesmas memerlukan pelayanan kesehatan rujukan, maka yang bersangkutan dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan disertai surat rujukan dan kartu peserta yang ditunjukkan sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, kecuali pada kasus emergency;

4. Pelayanan rujukan sebagaimana butir ke-3 (tiga) diatas meliputi :

a. Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) di Rumah Sakit, BKMM/ BBKPM /BKPM/BP4/BKIM;

b. Pelayanan Rawat Inap kelas III di Rumah Sakit; c. Pelayanan obat-obatan;

d. Pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostik

5. Untuk memperoleh pelayanan rawat jalan di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM; dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat rujukan dari Puskesmas di loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas PT Askes (Persero). Bila berkas sudah lengkap, petugas PT Askes (Persero) mengeluarkan Surat Keabsahan Peserta (SKP), dan peserta selanjutnya memperoleh pelayanan kesehatan;

6. Untuk memperoleh pelayanan rawat inap di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat rujukan dari Puskesmas di loket Pusat Pelayanan

(20)

Administrasi Terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas PT Askes (Persero). Bila berkas sudah lengkap, petugas PT Askes (Persero) mengeluarkan SKP dan peserta selanjutnya memperoleh pelayanan rawat inap;

7. Pada kasus-kasus tertentu yang dilayani di IGD termasuk kasus gawat darurat di BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat rujukan dari Puskesmas di loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas PT Askes (Persero). Bila berkas sudah lengkap, petugas PT Askes (Persero) mengeluarkan surat keabsahan peserta. Bagi pasien yang tidak dirawat prosesnya sama dengan proses rawat jalan, sebaliknya bagi yang dinyatakan rawat inap prosesnya sama dengan proses rawat inap sebagaimana item 5 dan 6 diatas; dan

8. Bila peserta tidak dapat menunjukkan kartu peserta atau SKTM sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, maka yang bersangkutan di beri waktu maksimal 2 x 24 jam hari kerja untuk menunjukkan kartu tersebut. Pada kondisi tertentu dimana yang bersangkutan belum mampu menunjukkan identitas sebagaimana dimaksud diatas maka Direktur RS dapat menetapkan status miskin atau tidak miskin yang bersangkutan (Depkes, 2008 : 13).

(21)

BAGAN 2

ALUR PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS

Sumber : Verifikasi Kepesertaan oleh PPATRS (PT.Askes)

2.5. Pelayanan Kesehatan

2.5.1. Pengertian Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memudahkan perseorangan, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 1995:1).

Loket Pendaftaran Puskesmas Pelayanan Kesehatan IGD RS (PPATRS) Pelayanan Kesehatan Kasus Gawat Darurat SKP dikeluarkan Askes Pelayanan Kesehatan PESERTA Verifikasi Kepesertaan Data Base Kepesertaan RJTL RITL Pulang PESERTA

(22)

2.5.2. Komponen Pelayanan Kesehatan Dasar

Konsep pelayanan kesehatan dasar mencakup nilai-nilai dasar tertentu yang berlaku umum terhadap proses pengembangan secara menyeluruh, tetapi dengan penekanan penerapan di bidang kesehatan seperti berikut (Tjitarsa, 1992:5).

1. Kesehatan secara mendasar berhubungan dengan tersedianya dan penyebaran sumber daya, bukan hanya sumber daya kesehatan seperti dokter, perawat, klinik, obat, melainkan juga sumber daya sosial-ekonomi yang lain seperti pendidikan, air dan persediaan makanan;

2. Pelayanan kesehatan dasar dengan demikian memusatkan perhatian kepada adanya kepastian bahwa sumber daya kesehatan dan sumber daya sosial yang ada telah tersebar merata dengan lebih memperhatikan mereka yang paling membutuhkannya;

3. Kesehatan adalah satu bagian penting dari pembangunan secara menyeluruh. Faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah faktor sosial, budaya, dan ekonomi di samping biologi dan lingkungan; dan

4. Pencapaian tarif kesehatan yang lebih baik memerlukan keterlibatan yang lebih baik dari penduduk, seperti perorangan, keluarga, dan masyarakat dalam pengambilan tindakan demi kegiatan mereka sendiri dengan cara menerapkan perilaku sehat dan mewujudkan lingkungan sehat.

2.5.3. Karakteristik Pelayanan Kesehatan

Menurut Evan (www.astaquliyah.com) dibandingkan dengan kebutuhan hidup manusia yang lain, kebutuhan pelayanan kesehatan mempunyai tiga ciri

(23)

utama yang terjadi sekaligus dan unik yaitu : uncertainty, asymmetry of information dan externality. Ketiga cirri utama tersebut menyebabkan pelayanan kesehatan sangat unik dibandingkan dengan produk atas jasa lainnya.

1. Uncertainty

Uncertainty atau ketidakpastian menunjukkan bahwa kebutuhan akan pelayanan kesehatan tidak bisa pasti, baik waktu, tempat maupun besarnya biaya yang dibutuhkan. Dengan ketidakpastian ini sulit bagi seseorang untuk menganggarkan biaya untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatannya. Penduduk yang penghasilannya rendah tidak mampu menyisihkan sebagian penghasilannya rendah tidak mampu menyisihkan sebagian penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan yang tidak diketahui datangnya, bahkan penduduk yang relative berpendapatan memadai sekalipun seringkali tidak sanggup memenuhi kecukupan biaya yang dibutuhkan untuk memnuhi kebutuhan medisnya. Maka dalam hal ini seseorang yang tidak miskin dapat menjadi miskin atau bangkrut mana kala ia menderita sakit; 2. Asymmetry of Information

Sifat kedua asymmetry if Information menunjukkan bahwa konsumen pelayanan kesehatan berada pada posisi yang lemah sedangkan proveder (dokter dan petugas kesehatan lainnya) mengetahui jauh lebih banyak tentang manfaar dan kualitas pelayanan yang dijualnya. Ciri ini juga ditemukan oleh para ahli ekonomi kesehatan lain seperti Feldstein, Jacos, Rappaport, dan Phelps. Dalam pelayanan kesehatan, misalnya kasus ekstrim pembedahan, pasien hampir tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui apakah ia membutuhkan pelayanan tersebut atau tidak. Kondisi ini sering dikenal

(24)

dengan consumen ignorance atau konsumen yang bodoh, jangankan ia mengetahui berapa harga dan berapa banyak yang diperlukan, mengetahui apakah ia memerlukan tindakan bedah saja tidak sanggup dilakukan meskipun pasien mungkin seorang professor sekalipun; dan

3. Externality

Externality menunjukkan bahwa konsumsi pelayanan kesehatan tidak saja mempengaruhi pembeli tetapi juga bukan pembeli. Contohnya adalah konsumsi rokok yang mempunyai resiko besar pada bukan perokok, akibat dari ciri ini, pelayanan kesehatan membutuhkan subsidi dalam berbagai bentuk, oleh karena pembiayaan pelayanan kesehatan tidak saja menjadi tanggung jawab diri sendiri, akan tetapi perlunya digalang tanggung jawab bersama (publik). Ciri unik tersebut juga dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi kesehatan seperti Feldstein.

2.5.4. Syarat-Syarat Pelayanan Pesehatan

Agar pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan, banyak syarat yang harus dipenuhi. Syarat yang dimaksud paling tidak mencakup delapan hal pokok yakni tersedia, wajar, berkesinambungan, dapat diterima, dapat dicapai, dapat dijangkau, efisien, serta bermutu (Azwar, 1995:33-36).

1. Ketersediaan Pelayanan Kesehatan

Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut tersedia di masyarakat

(25)

2. Kewajaran Pelayanan Kesehatan

Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat wajar, dalam arti dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.

3. Kesinambungan Pelayanan Kesehatan

Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat berkesinambungan, dalam arti tersedia setiap saat, baik menurut waktu atau kebutuhan pelayanan kesehatan.

4. Penerimaan Pelayanan Kesehatan

Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat diterima oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan

5. Ketercapaian Pelayanan Kesehatan

Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut dapat dicapai oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan tersebut.

6. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan

Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan

7. Efesiensi Pelayanan Kesehatan

Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat diselenggarakan secara efisien.

8. Mutu Pelayanan Kesehatan

Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut dapat menyembuhkan pasien serta tindakan yang dilakukan aman.

Secara umum dimensi kepuasan pasien bervariasi sekali. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan

(26)

standard dan kode etik profesi dapat memuaskan pasien. Ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang mengacu pada standard an kode etik profesi yang pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien (Azwar, 1995:34-33).

a. Hubungan Dokter-Pasien

Terbinanya hubungan dokter-pasien yang baik, adalah satu dari kewajiban etik. Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, hubungan dokter-pasien yang baik ini harus dapat dipertahankan. Sangat diharapkan setiap dokter dapat dan bersedia memberikan perhatian yang cukup, menampung dan mendengarkan semua keluhan, serta menjawab dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal yang ingin diketahui oleh pasien.

b. Kenyamanan Pelayanan

Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, suasana pelayananyang nyaman harus dapat dipertahankan. Kenyamanan yang dimaksud disini tidak hanya yang menyangkut fasilitas yang disediakan, tetapi yang terpenting lagi yang menyangkut sikap serta tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan. c. Kebebasan Melakukan Pilihan

Suatu pelayanan kesehatan disebut bermutu apabila kebebasan memilih ini dapat diberikan, dan karena itu harus dapat dilaksanakan oleh setiap penyelenggara pelayanan kesehatan.

d. Pengetahuan dan Kompetensi Teknis

Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang didukung oleh pengetahuan dan kompetensi teknis bukan saja merupakan bagian dari kewajiban etik,

(27)

tetapi juga merupakan prinsip pokok penerapan standar pelayanan profesi. Secara umum disebutkan memakai tinggi tingkat pengetahuan dan kompetensi teknis tersebut maka makin tinggi pula mutu pelayanan kesehatan.

e. Efektifitas Pelayanan

Semakin efektif pelayanan kesehatan tersebut, maka makin tinggi pula mutu pelayanan kesehatan.

f. Keamanan Tindakan

Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, aspek keamanan tindakan ini haruslah diperhatikan. Pelayanan kesehatan yang membahayakan pasien, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik, dan karena itu tidak boleh dilakukan.

Adapun kriteria pelayanan yang memuaskan menurut DR. Wowoeutu (Noveniawanata, http: //one.indoskprisi.com) adalah :

1. Kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi; 2. Mampu memberikan pelayanan yang baik; 3. Tidak berbelit-belit;

4. Menyingkat waktu tunggu masyarakat; dan 5. Dapat menguntungkan semua pihak.

Mutu pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian, baik terdapat tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari wujud serta cirri atau pun terhadap standar yang telah ditetapkan. Dalam kenyataannya melakukan penilaian ini tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan mutu pelayanan tersebut bersifat multi-demensional yang artinya setiap orang dapat saja melakukan

(28)

penilaian yang berbeda-beda tergantung dari latar belakang dan kepentingan masing-masing orang (Azwar, 1995:30).

2.6. Jenis-jenis Pelayanan Kesehatan Jamkesmas

Adapun jenis-jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di Puskesmas, yaitu: 1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), yang meliputi : 1. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh

dokter spesialis atau umum 2. Rehabilitasi medik

3. Penunjang diagnostik: laboratorium klinik, rafiologi dan elektromedik 4. Tindakan medis kecil atau sedang

5. Pemeriksaan pengobatan gigi tingkat lanjutan

6. Pemberian obat yang mengacu pada Formalium rumah sakit 7. Pelayanan darah

8. Pemeriksaan kehamilan dengan resiko tinggi dan sulit 2. Pelayanan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL), yang meliputi :

a. Akomodasi rawat inap (Bagi Puskesmas yang memiliki fasilitas rawat inap)

b. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan c. Penunjang diagnosik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik d. Tindakan medis

e. Pelayanan rehabilitasi medis

(29)

2.7. Kerangka Pemikiran

Semakin meningkatnya pembiayaan sarana dan prasarana kesehatan, mengakibatkan sulitnya masyarakat mengakses pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Keadaan ini terjadi terutama dimana pembiayaan harus ditanggung sendiri dalam sistem tunai.

Dalam menjawab permasalahan peningkatan terhadap pembiayaan kesehatan, pemerintah telah mengambil kebijakan strategis untuk menggratiskan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin sejak 1 Januari 2005 program ini menjadi Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) yang popular dengan nama Askeskin yang kemudian pada tahun 2008 diubah namanya menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat atau Jamkesmas. Apabila masyarakat terdaftar sebagai peserta Jamkesmas maka mereka berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.

Puskesmas Kesatria di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar merupakan sebuah organisasi yang memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat pengguna Jamkesmas yang memerlukan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas Kesatria di Kecamatan Siantar Timur, akan memberikan respon tersendiri kepada pengguna Jamkesmas di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar. Untuk itulah peneliti ingin mengetahui bagaimana respon masyarakat terhadap pelaksanaan program Jamkesmas oleh Puskesmas Kesatria Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang siantar.

(30)

Bagan 3

Bagan Kerangka Pemikiran

Puskesmas Kesatria Masyarakat Sikap Persepsi Partisipasi 1. Respon Positif 2. Respon Negatif

(31)

2.8. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.8.1. Defenisi Konsep

Konsep merupakan suatu istilah atau defenisi yang digunakan oleh peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989 : 33). Penelitian ini dimaksud untuk mengetahui respon masyarakat Kecamatan Siantar terhadap pelaksanaan program Jamkesmas oleh Puskesmas Kesatria Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahpahaman dan dalam penelitian ini maka dirumuskan dan didefenisikan istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat menggaburkan penelitian.

Konsep penelitian ini adalah :

1. Respon adalah tanggapan, reaksi maupun jawaban dimana tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian atau penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu, yang selanjut nya menjadi indikator nya adalah:

a. Sikap, merupakan kencendrungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkahlaku tertentu kalau dia menhadapi ransangan tertentu. Ransangan tersebut yang dimaksud dapat berupa rangsanan yang berbentuk batiniah seperti aktualisasi diri, dan dapat pula berbentuk fisik seperti halnya hasil-hasil dan usaha pembangunan.

(32)

b. Persepsi, merupakan suatu proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan, pendengaran, perasaan dan penerimaan; dan

c. Partisipasi, merupakan suatu proses sikap mental dimana orang atau anggota masyarakat aktif menyumbang kreatifitas dan inisiatifnya dalam usaha meningkatkan kualitas hidupnya.

2. Jamkesmas merupakan singkatan dari Jaminan Kesehatan Masyarakat dan merupakan salah satu program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin atau kurang mampu dan tidak mampu. Dan program bantuan sosial ini diselenggarakan oleh pemerintah melalui Departemen Kesehatan untuk menjamin hak masyarakat atas pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat undang-undang dasar 1945 pasal 28H dan undang-undang No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang diselenggarakan secara nasional;

3. Pengguna atau peserta Jamkesmas adalah orang yang tergolong miskin dan kurang mampu serta memiliki Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat; dan

4. Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan secara sendiri maupun kelompok dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, maupun masyarakat.

(33)

2.8.2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah informasi ilmiah yang membantu peneliti dengan menggunakan suatu variabel atau dengan kata lain definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989:46).

Untuk memberikan kemudahan dalam memahami variabel dalam penelitian ini, maka dapat diukur melalui indikator-indikator atas dasar respon masyarakat pengguna Jamkesmas terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas Kesatria Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar dalam program Jamkesmas kepada pasien rawat jalan dan rawat inap, meliputi :

1. Sikap penerima program terhadap program Jamkesmas, meliputi : a. Setuju tidak masyarakat terhadap adanya proram Jamkesmas.

b. Membantu tidaknya program Jamkesmas dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

c. Sikap dokter atau petuas kesehatan lain dalam melayani pasien Jamkesmas d. Penilaian masyarakat terhadap kesigapan dokter atau perawat

e. Penilaian masyarakat terhadap kemampuan dokter dalam menjelaskan kondisi penyakitnya, dan;

f. Tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan.

2. Persepsi penerima program terhadap program Jamkesmas meliputi: a. Pengetahuan masyarakat tentang pengertian program Jamkesmas. b. Pengetahuan masyarakat tentang tujuan program Jamkesmas.

(34)

c. Sumber informasi pelaksanaan program Jamkesmas.

d. Pemahaman masyarakat terhadap informasi yang diberikan dalam sosialisasi program Jamkesmas.

3. Partisipasi penerima program mengenai keterlibatan dan keaktifan dalam pelaksanaan program, meliputi :

a. Kehadiran masyarakat dalam sosialisasi program Jamkesmas yang dilaksanakan.

b. Intensitas pemakaian kartu Jamkesmas.

c. Distribusi masyarakat tentang prosedur administrasi.

Operasional mengenai Jamkesmas yang akan diukur berhubungan dengan pelayanan dokter atau petugas kesehatan, tingkat kepuasan terhadap pelayanan kesehatan, pengetahuan masyarakat mengenai Jamkesmas, prosedur administrasi dan intensitas pemakaian kartu Jamkesmas di puskesmas Kesatria Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar.

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa terdakwa, Pian dan saksi Andi Zainuddin Bin Sultan Alias Attana Ikhsan pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas melakukan penebangan satu (1) pohon kayu

Shalat magrib dianalogikan sebagai sabuk, dalam bahasa Jawa sabuk berarti alat untuk mengikat perut dari celana atau tapeh.Penulis menginterpretasikan sabuksebagai bentuk

Dari penelitian yang telah dilakukan, didapat kes- impulan bahwa limbah minyak jelantah dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembuatan sabun cuci

Kalau dilihat dari permohonan kepada semua dewa yang terdapat di dalam sapatha bukan tidak mungkin rajalah yang bertindak sebagai dewa, karena konsep dewa raja yang sangat

[r]

Berangkat dari pemikiran tersebut, dikaitkan dengan kondisi rill sementara Aparat Desa Tempang III, Kecamatan Langowan Utara, Kabupaten Minahasa sebagai tempat penelitian

Hemoglobin yang tidak mengandung oksigen (deoksigenated) mempunyai warna merah yang lebih gelap dibandingkan dengan oksihemoglobin, sehingga warna darah arteri lebih

• Internal Audit membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas pengelolaan