• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KUMBANG ANTENA PANJANG (COLEOPTERA:CERAMBYCIDAE) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, JAWA BARAT MIHWAN SATARAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KUMBANG ANTENA PANJANG (COLEOPTERA:CERAMBYCIDAE) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, JAWA BARAT MIHWAN SATARAL"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KUMBANG

ANTENA PANJANG (COLEOPTERA:CERAMBYCIDAE) DI

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, JAWA BARAT

MIHWAN SATARAL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Antena Panjang (Coleoptera:Cerambycidae) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015 Mihwan Sataral NIM G352130211

(4)

RINGKASAN

MIHWAN SATARAL. Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Antena Panjang (Coleoptera:Cerambycidae) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Jawa Barat. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan WORO A NOERDJITO.

Kumbang antena panjang (Coleoptera: Cerambycidae) adalah serangga penting dalam ekosistem hutan karena ketergantungan mereka pada sumber makanan di berbagai jenis pohon. Dalam ekosistem, kumbang antena panjang memiliki peran penting dalam siklus nutrisi. Beberapa spesies kumbang antena panjang berperan sebagai polinator. Larva kumbang antena panjang, hidup sebagai pengebor kayu, yang cenderung memilih kayu mati atau kering yang sedang melapuk, dan beberapa spesies diketahui sebagai hama. Kumbang antena panjang juga dapat berperan sebagai indikator suatu kawasan hutan. Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki berbagai jenis tegakan pohon, diantaranya Agathis, pinus, dan puspa. Dalam penelitian ini dipelajari keanekaragaman, kelimpahan, dan kesamaan komunitas kumbang antena panjang berdasarkan tipe habitat di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Jawa Barat.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 – April 2015 di lima tipe habitat hutan, yaitu hutan puspa, hutan Agathis, hutan pinus, hutan campuran, dan hutan alami. Koleksi kumbang dilakukan pada bulan September dan Oktober 2014 dengan menggunakan perangkap cabang berdaun segar dari tumbuhan nangka (Artocarpus trap) yang diikatkan di pohon setinggi 1,5 m dari permukaan tanah. Setiap lokasi penelitian dipasang 10 perangkap dengan jarak antar perangkap sekitar 100 m. Koleksi sampel dilakukan pada hari ke-4, 8, 12, 16, dan 20 pada bulan September dan ke-4, 8, 12, dan 16 pada bulan Oktober, setelah pemasangan perangkap dengan cara memukul (beating) perangkap.

Spesimen kumbang diidentifikasi di Laboratorium Entomologi LIPI Cibinong, kemudian diverifikasi dengan spesimen koleksi di Museum Zologicum Bogoriense. Data kumbang dianalisis, meliputi indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’), indeks kemerataan (E) menggunakan program R versi 3.1.3 dan indeks kesamaan Bray-Curtis menggunakan program PAST (Paleontological Statistics) versi 2.17c. Kurva akumulasi spesies yang diperoleh berdasarkan jumlah koleksi menggunakan program EstimateS versi 9 dengan tingkat kepercayaan 95%.

Total jumlah individu kumbang yang didapatkan sebanyak 2065 individu, terdiri dari 7 tribe, 12 genus, dan 16 spesies. Jumlah individu kumbang tertinggi terdapat di hutan Agathis (655 individu), diikuti hutan campuran (416 individu), hutan alami (386 individu), hutan pinus (364 individu), dan hutan puspa (244 individu). Beberapa spesies memiliki jumlah individu tinggi, yaitu Sybra binotata (1247 individu), Ropica strandi (249 individu), Acalolepta rusticatrix (178 individu), Sybra fuscotriangularis (146 individu), dan Pterolophia melanura (129 individu).

Keanekaragaman kumbang tertinggi ditemukan pada habitat hutan alami (H' = 1,80), diikuti hutan pinus (H'= 1,62), hutan campuran (H'= 1,267), hutan puspa (H'= 1,028), dan hutan Agathis (H'= 0.556). Nilai indeks kemerataan spesies tertinggi ditemukan pada habitat hutan alami (E= 0,750), diikuti hutan pinus (E= 0,703), hutan campuran (E= 0,509), hutan puspa (E= 0,428), dan hutan

(5)

Agathis (E= 0,232). Kesamaan komunitas kumbang antena panjang antar habitat berdasarkan indeks kesamaan Bray-Curtis, didapatkan nilai tertinggi (0,75) yaitu antara habitat hutan alami dan hutan pinus.

Jumlah individu yang didapatkan pada koleksi bulan September tertinggi pada koleksi hari ke-8 dan rendah pada koleksi hari ke-20. Pada koleksi bulan Oktober, jumlah individu tertinggi dikoleksi pada hari ke-8 dan rendah pada koleksi pada hari ke-16. Kumbang C. montanus, R. strandi, S. fuscotriangularis, M. javanicus, N. notatus, dan E. artocarpi merupakan spesies endemik di pulau Jawa. Kumbang Ropica marmorata merupakan catatan baru (new record) mengenai distribusinya di pulau Jawa.

Kata kunci: Keanekaragaman, kelimpahan, kumbang antena panjang, Gunung Walat

(6)

SUMMARY

MIHWAN SATARAL. Diversity and Abundance of Longhorn Beetle (Coleoptera : Cerambycidae) in Gunung Walat Education Forest, West Java. Supervised by TRI ATMOWIDI and WORO A NOERDJITO.

Longhorn beetles are important insect in forest ecosystem due to their dependence on food sources in various species of trees. In natural ecosystems, longhorn beetle have an important role in nutrient cycling and some species role as pollinators. Larvae of longhorn beetles are wood borer and tend to choose dead or decaying wood and some species are known as pests. The longhorn beetles can be used as indicator of forest conditions. Gunung Walat Education Forest have various of trees species, included Agathis, pine, and Schima. The aims of this research were to study the diversity and abundance of longhorn beetles communities in different types of plantation forest at Gunung Walat Education Forest, West Java.

The study was conducted on September 2014 – April 2015 in five types of forest, i.e. Schima forest, Agathis forest, pine forest, mixed forest, and natural forest in Gunung Walat Education Forest, West Java. Longhorn beetles were collected in September and October 2014, using branch of jackfruit (Artocarpus trap) with fresh leaves that tied up to tree trunk as high as 1.5 m from the ground. In each type of forest was set up 10 traps and the distance between the trap was approximately 100 m. Collection of longhorn beetles were conducted on days 4, 8, 12, 16, and 20, respectively in September and days 4, 8, 12, and 16 respectively in October, after traps setup by using beating method.

The beetle specimens were identified in the Laboratory of Entomology, Indonesian Institute of Science (LIPI) Cibinong and were verified with the specimen references in Museum Zoologicum Bogoriense. Data of longhorn beetles were analyzed using Shannon-Wiener index (H'), evenness index (E) using R program version 3.1.3 and Bray-Curtis similarity index by using PAST program version 2.17c. The species accumulation curve was contructed based on time of collections by using EstimateS 9, with 95% confidence level.

A total of 2065 individuals were found from this study, consisted of 7 tribes, 12 genera, and 16 species. The highest number of individuals was found in Agathis forest (655 individuals), followed by mixed forest (416 individuals), natural forest (386 individuals), pine forest (364 individuals), and Schima forest (244 individuals). Some species have a high abundance, i.e. Sybra binotata (1247 individuals), Ropica strandi (249 individuals), Acalolepta rusticatrix (178 individuals), Sybra fuscotriangularis (146 individuals), and Pterolophia melanura (129 individuals).

The highest diversity of longhorn beetle was in natural forest (H'=1.80), followed by pine forest (H'=1.62), mixed forest (H'=1.267), Schima forest (H'=1.028), and Agathis forest (H'=0.556). The evenness of beetles was highest in natural forest (E= 0.750), followed by pine forest (E= 0.703), mixed forest (E= 0.509), Schima forest (E= 0.428), and Agathis forest (E= 0.232). Based on the Bray-Curtis similarity index, similarity of longhorn beetles was highest between natural forest and pine forest (0,75).

(7)

The number of individuals collected in September, was highest in day 8and lowest in day 20. In October, the number of individuals was highest in day 8and lowest in day 16. Beetles, Cleptometopus montanus, Ropica strandi, Sybra fuscotriangularis, Myagrus javanicus, Notomulciber notatus, and Exocentrus artocarpi are endemic species in Java and Ropica marmorata is a new record of distribution in Java island.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Biosains Hewan

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KUMBANG

ANTENA PANJANG (COLEOPTERA:CERAMBYCIDAE) DI

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, JAWA BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

(10)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Rika Raffiudin, MSi

(11)

Judul Tesis : Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Antena Panjang (Coleoptera : Cerambycidae) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Jawa Barat.

Nama : Mihwan Sataral

NIM : G352130211

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Tri Atmowidi, MSi Ketua

Prof Dr Woro A. Noerdjito Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Biosains Hewan

Dr Ir RR Dyah Perwitasari, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis dengan judul Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Antena Panjang (Coleoptera:Cerambycidae) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Jawa Barat berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan September 2014. Penelitian ini terlaksana atas bantuan dana dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI)

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Tri Atmowidi dan Prof Dr Woro Anggraitoningsih Noerdjito selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran, nasihat serta bimbingan selama penelitian di lapangan dan penulisan tesis. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Rektor Universitas Tadulako, Dekan Fakultas MIPA, dan Ketua Jurusan Biologi Fakultas MIPA UNTAD yang telah memberikan rekomendasi untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). 2. Institut Pertanian Bogor Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor (IPB) atas izin untuk melanjutkan studi pada Mayor Biosains Hewan.

3. Ketua Program Studi Biosains Hewan, staf pengajar serta laboran atas segala ilmu, bimbingan dan fasilitas yang telah diberikan selama studi.

4. Direktur Eksekutif dan Staf Hutan Pendidikan Gunung Walat Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) atas izin dan fasilitas yang diberikan selama melaksanakan penelitian.

5. Kepala Divisi Zoologi, Peneliti dan Staf di Laboratorium Entomologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong yang telah menyediakan fasilitas dan membantu dalam proses identifikasi spesimen.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Endang Prasetyawati Wahyunungsih SSi, Rizaldi SPd MSi, Andi Dewi Riska, Matius Paundanan SSi dan Rahmat Pangestu SSi yang telah membantu dalam proses koleksi sampel di lapangan, serta teman-teman BSH angkatan 2013 atas kerjasama dan persahabatan selama ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Tengah atas bantuan dan kerjasamanya.

Ungkapan terimakasih dan kecintaan kepada ayah, ibu, istri, kakak dan seluruh keluarga atas segala do’a, dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Oktober 2015 Mihwan Sataral

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 2 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 3

Waktu dan Lokasi Penelitian 3

Pengumpulan Spesimen Kumbang 4

Preservasi dan Identifikasi Spesimen Kumbang 5

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Hasil 6

Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Antena Panjang 6

Pembahasan 11

SIMPULAN 14

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 19

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah spesies dan individu kumbang antena panjang yang ditemukan di hutan pinus (HPi), Agathis (HAg), puspa (HPu), campuran (HCa),

dan hutan alami (HAl). 7

2 Matriks kesamaan komunitas kumbang antena panjang antara habitat hutan pinus (HPi), hutan Agathis (HAg), hutan puspa (HPu), hutan campuran (HCa), dan hutan alami (HAl) berdasarkan indeks Bray-Curtis menggunakan metode Bray-Curtis distance. 9

DAFTAR GAMBAR

1. Lokasi pengambilan sampel kumbang antena panjang di Hutan Pendidikan Gunung Walat; hutan pinus (A), hutan puspa (B), hutan

Agathis (C), hutan campuran (D), dan hutan alami (E). 4

2. Desain pemasangan Artocarpus trap yang digunakan untuk pengumpulan spesimen kumbang. = Perangkap, AT = Artocarpus

trap, 1-10 menunjukan nomor perangkap 5

3. Perangkap cabang tumbuhan nangka Artocarpus trap yang diikatkan pada pohon (a) dan pengumpulan spesimen kumbang dengan metode

beating (b). 5

4. Kumbang antena panjang yang terkoleksi di HPGW: Ropica marmorata (a), R. strandi (b), R. honesta (c), Sybra binotata (d), S. fuscotriangulaaris (e), Apomecynini sp. (f), P. melanura (g), P. uniformis (h), N. notatus (i), G. sticticollis (j), A. rusticatrix (k), P. bipuncatus (l), E. luscus (m), M. javanicus (n), E. artocarpi (o), dan C.

montanus (p). 8

5. Dendogram kesamaan komunitas kumbang antena panjang pada habitat hutan pinus (HPi), hutan Agathis (HAg), hutan puspa (HPu), hutan campuran (HCa) dan hutan alami (HAl) berdasarkan matriks

Bray-Curtis menggunakan metode pair-group average. 9

6. Jumlah individu kumbang antena panjang yang didapatkan pada habitat hutan pinus (HPi), hutan Agathis (HAg), hutan puspa (HPu), hutan campuran (HCa), dan hutan alami (HAl) berdasarkan waktu koleksi; koleksi bulan September (a), dan koleksi bulan Oktober (b). 10 7. Jumlah spesies kumbang antena panjang yang didapatkan pada habitat

hutan pinus (HPi), hutan Agathis (HAg), hutan puspa (HPu), hutan campuran (HCa), dan hutan alami (HAl) berdasarkan waktu koleksi; koleksi bulan September (a) dan koleksi bulan Oktober (b). 11 8. Kurva akumulasi spesies kumbang antena panjang pada keseluruhan

habitat setiap koleksi berdasarkan data observasi dan estimasi

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kunci determinasi subordo dan famili dari ordo Coleoptera 19 2 Karakter subordo kumbang; (a) Adephaga, (b) Polyphaga. 19 3 Karakter famili kumbang; (a) Curculionoidea, (b) Chrysomeloidea. 19 4 Karakter famili kumbang; (a) Chrysomelidae, (b) Cerambycidae. 20 5 Kunci determinasi untuk subfamili dari famili Cerambycidae. 20 6 Sketsa karakter morfologi subfamili Lamiinae dalam famili

Cerambycidae; Necydalinae (a), Parandrinae (b), Prioninae (c), Dorcasominae (d), Lepturinae (e), Spondylidinae (f), Cerambycinae (g), dan Lamiinae (h), menggunakan software Snapstouch (http://www.snapstouch.com/Sketch.aspx). Sumber gambar: Slipinski

dan Escalona 2013; Nearns et al. 2015). 21

7 Deskripsi morfologi kumbang antena panjang. 22

8 Kunci determinasi tribe dan spesies dari subfamili Lamiinae. 26 9 Morfologi tribe dari subfamili Lamiinae; Apomecynini (a),

Pteropliini (b), Gnomini (c), Agapanthiini (d), Monochamini (e),

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Serangga mempunyai peran penting dalam menjaga keseimbangan hutan dan dapat digunakan sebagai indikator kondisi ekosistem hutan. Pembukaan hutan untuk lahan pertanian atau keperluan lainnya menyebabkan penurunan kelimpahan dan keragaman spesies hutan (Sutrisno 2010). Kumbang merupakan kelompok serangga yang berperan penting dalam struktur trofik (Dagobert et al. 2008).

Kumbang antena panjang famili Cerambycidae merupakan salah satu kelompok kumbang yang paling beragam dengan lebih dari 35.000 spesies. Di Indonesia, sekitar 800 spesies kumbang antena panjang telah dilaporkan dari hutan dataran rendah di Kalimantan Timur (Makihara et al. 1999), 128 spesies dari Taman Nasional Gunung Halimun (Makihara et al. 2002), 178 spesies tersimpan di Museum Zoologicum Bogoriense (Makihara dan Noerdjito 2004), 38 spesies dari Taman Nasional Gunung Ciremai (Noerdjito 2008), 13 spesies dari Kebun Raya Bogor (Noerdjito 2010), 38 spesies didapatkan dari bagian selatan Gunung Salak (Noerdjito 2012), dan 72 spesies dari perkebunanan masyarakat dan hutan karet di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi (Fahri 2013).

Sebagian besar larva spesies kumbang antena panjang hidup sebagai pengebor kayu, yang cenderung memilih kayu mati atau kering yang sedang melapuk (Hanks 1999; Noerdjito 2010; Raje et al. 2012). Kumbang dewasa merupakan pemakan nektar, pucuk daun, dan kulit kayu (Noerdjito 2011). Beberapa jenis kumbang ini hidup pada kayu tanaman industri, sehingga dianggap sebagai hama (Noerdjito 2010). Beberapa spesies kumbang ini juga mempunyai tumbuhan inang spesifik, namun beberapa spesies dapat hidup pada berbagai tumbuhan (Waqa-Sakiti et al. 2013). Kumbang antena panjang menggunakan reseptor penciuman untuk menemukan tanaman inang yang cocok (Linsley 1959; Goldsmith et al. 2007).

Kumbang antena panjang berperan penting dalam proses dekomposisi dan siklus hara untuk keseimbangan ekosistem hutan (Nieto dan Alexander 2010). Beberapa spesies kumbang ini berperan sebagai polinator (Gutowski 1990; Hawkeswood dan Turner 2007). Populasi spesies kumbang ini bervariasi, tergantung tipe hutan (Maeto et al. 2002; Ohsawa 2004) dan luasan hutan (Pavuk dan Wadsworth 2013). Kehidupan kumbang antena panjang sangat tergantung pada tumbuhan, sehingga kumbang ini dapat dipakai sebagai indikator suatu kawasan hutan (Ohsawa 2010; Noerdjito 2011; Lachat et al. 2012).

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) merupakan hutan pendidikan yang dikelola oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) sejak tahun 1969 sesuai Surat Keputusan dari Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1973, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian, IPB mendapatkan hak pengelolaan sepenuhnya atas HPGW (Damayanti 2003). HPGW merupakan salah satu hutan pendidikan yang memiliki tujuan edukasi khusus, namun kini telah memiliki tujuan yang luas. Selain tujuan pelestarian hutan, HPGW menghasilkan hasil hutan bukan kayu.

(18)

2

Hutan Pendidikan Gunung Walat terletak pada ketinggian 500-700 mdpl dengan kondisi topografi bergunung (98 ha), berbukit (42 ha), bergelombang (23 ha), berombak (9 ha), dan datar (4 ha) dengan luas total area saat ini sekitar 349 ha (Syaufina et al. 2007). Vegetasi di kawasan ini didominasi oleh beberapa jenis pohon yang sebagian besar adalah hutan tanaman yang ditanam sejak tahun 1958, yaitu Agathis (Agathis loranthifolia), tusam (Pinus merkusii), puspa (Schima walichii) (Roslinda 2002; Haneda dan Firmansyah 2012). Jenis pohon yang ada di kawasan ini memberikan kontribusi terhadap kehidupan hewan termasuk serangga.

Sejauh ini, penelitian mengenai kumbang antena panjang di HPGW belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian mengenai serangga yang telah dilakukan di HPGW yaitu keanekaragaman jenis lebah (Purawidjaja dan Muntasib 1989) dan keanekaragaman arthropoda tanah (Syaufina et al. 2007). Kumbang antena panjang dapat berperan sebagai indikator suatu kawasan hutan dan juga sebagai hama bagi tanaman industri. Oleh karena itu, perlu adanya kajian mengenai keanekaragaman dan kelimpahan kumbang antena panjang di HPGW.

Perumusan Masalah

Hutan Pendidikan Gunung Walat merupakan salah satu hutan pendidikan yang memiliki berbagai tipe hutan. Variasi tipe habitat yang terdapat di HPGW berpengaruh terhadap keberadaan kumbang antena panjang. Kumbang antena panjang adalah spesies penting dalam ekosistem hutan karena sumber pakan kumbang ini tergantung pada berbagai jenis pohon. Pengaruh tipe terhadap keanekaragaman dan kelimpahan kumbang antena panjang dipelajari dalam penelitian ini

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keanekaragaman dan kelimpahan kumbang antena panjang pada habitat hutan pinus, hutan Agathis, hutan puspa, hutan campuran, dan hutan alami di Hutan Pendidikan Gunung Walat.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data awal mengenai keanekaragaman dan kelimpahan kumbang antena panjang pada beberapa tipe habitat. Pengaruh tipe hutan terhadap populasi kumbang antena panjang juga dapat diketahui. Data yang didapatkan juga diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam usaha konservasi kumbang antena panjang dan habitatnya.

(19)

3

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 – April 2015. Pengambilan sampel kumbang dilakukan di lima tipe habitat di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi (Gambar 1).

Gambar 1 Lokasi pengambilan sampel kumbang antena panjang di Hutan Pendidikan Gunung Walat; hutan pinus (A), hutan puspa (B), hutan Agathis (C), hutan campuran (D), dan hutan alami (E).

Penentuan lokasi penelitian berdasarkan tipe habitat, yaitu hutan puspa, hutan Agathis, hutan pinus, hutan campuran (puspa, pinus dan Agathis) dan hutan alami. Deskripsi masing-masing lokasi penelitian sebagai berikut:

Hutan puspa didominasi oleh pohon puspa, terletak pada koordinat 06o54’768” LS dan 106o49’141” BT, dengan ketinggian tempat 578 m dpl. Lokasi ini banyak ditemukan berbagai spesies tumbuhan bawah.

Hutan Agathis didominasi oleh pohon Agathis, terletak pada koordinat 06o55’047” LS dan 106o49’432” BT, dengan ketinggian tempat 576 m dpl, tumbuhan bawah didominasi oleh paku-pakuan (Polypodiaceae).

Hutan pinus didominasi oleh pohon pinus, terletak pada koordinat 06o54’936” LS dan 106o49’711” BT, dengan ketinggian tempat 669 m dpl. Sebagian wilayahnya jarang ditumbuhi tumbuhan bawah, kecuali pada daerah yang berbatasan langsung dengan hutan alami.

C D

A

E B

(20)

4

Hutan campuran ditemukan berbagai jenis pohon yang dominan, diantaranya puspa, pinus, dan Agathis, terletak pada koordinat 06o54'566” LS dan 106o49’101” BT, dengan ketinggian tempat 689 m dpl. Daerah ini banyak ditemukan berbagai spesies tumbuhan bawah.

Hutan alami merupakan kawasan hutan yang tumbuh secara alami, banyak ditemukan berbagai jenis pohon dengan tingkat penutupan tajuk cukup tinggi. Daerah ini terletak pada koordinat 06o54'931” LS dan 106o49’860” BT, dengan ketinggian tempat 591 m dpl.

Pengumpulan Spesimen Kumbang

Kumbang antena panjang dikumpulkan dengan menggunakan perangkap cabang berdaun segar dari tumbuhan nangka (Artocarpus heterophyllus) yang disebut Artocarpus trap (Noerdjito 2008). Perangkap ini berupa cabang berdaun segar A. heterophyllus dan diikatkan di pohon dengan ketinggian 1-1,5 m dari permukaan tanah (Gambar 3a). Setiap lokasi penelitian dipasang sebanyak 10 perangkap di sepanjang jalur dengan jarak antar perangkap sekitar 100 m (Gambar 2). Koleksi sampel dilakukan setiap 4 hari setelah perangkap dipasangkan sampai daun perangkap rontok. Pemasangan perangkap dilakukan dua kali ulangan (September dan Oktober) sehingga total perangkap yang digunakan adalah 100 perangkap. Koleksi kumbang pada bulan September dilakukan pada hari 4, 8, 12, 16, dan 20, sedangkan pada bulan Oktober dilakukan pada hari ke-4, ke-8, ke12, dan ke-16. Koleksi kumbang dilakukan dengan cara memukul (beating) perangkap yang di bawahnya terdapat penadah berupa kain putih berukuran 150 cm x 100 cm (Gambar 3b). Kumbang yang didapatkan dimasukan ke dalam botol yang di dalamnya terdapat kapas yang ditetesi cairan etil asetat, setelah itu kumbang disimpan ke dalam kertas papilot untuk koleksi kering.

100 m

Gambar 2 Desain pemasangan Artocarpus trap yang digunakan untuk pengumpulan spesimen kumbang. = Perangkap, AT = Artocarpus trap, 1-10 menunjukan nomor perangkap

AT 1 AT 3 AT 5 AT 7 AT 9 AT 10 AT 8 AT 6 AT 4 AT 2

(21)

5

Gambar 3 Perangkap cabang tumbuhan nangka Artocarpus trap yang diikatkan pada pohon (a) dan pengumpulan spesimen kumbang dengan metode beating (b).

Preservasi dan Indentifikasi Spesimen Kumbang

Proses pinning dilakukan khusus kumbang yang ukuran tubuhnya lebih dari 10 mm, dengan cara menusukan jarum serangga ke bagian kanan elitra. Kumbang yang berukuran kurang dari 10 mm ditempelkan pada kertas tebal berbentuk segitiga memanjang. Spesimen kemudian diberi label dengan keterangan meliputi lokasi, titik koordinat, waktu koleksi, dan nama kolektor. Spesimen kumbang kemudian dimasukan ke dalam oven selama 1 minggu dan freezer selama 1 minggu. Identifikasi berdasarkan karakter morfologi pada tingkat subordo hingga famili (Lampiran 1, 2, 3, dan 4) merujuk pada referensi (Lawrence dan Ślipiński 2013). Identifikasi karakter morfologi serta pembuatan kunci determinasi tingkat subfamil, tribe dan spesies (Lampiran 5, 6, 8, dan 9) merujuk pada referensi Cherepanov (1990), Slipinski dan Escalona (2013), dan Nearns et al. (2015). Distribusi spesies kumbang antena panjang merujuk pada Makihara (1999), Makihara et al. (2002), Makihara dan Noerdjito (2004), Heffern (2013), dan Bezark (2015). Hasil identifikasi kemudian diverfikasi dengan spesimen koleksi di Museum Zologicum Bogoriense. Penulisan istilah morfologi kumbang merujuk pada Sosromarsono et al. (2010).

Analisis Data

Keseluruhan spesies kumbang yang ditemukan dihitung jumlah individu dan spesiesnya. Data kumbang dianalisis, dengan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’), indeks kemerataan (E) menggunakan program R versi 3.1.3 (https://www.r-project.org) dan indeks kesamaan Bray-Curtis menggunakan program PAST versi 2.17c (http://folk.uio.no/ohammer/past). Kurva akumulasi spesies dikontruksi berdasarkan jumlah individu yang terkoleksi menggunakan program EstimateS versi 9 (http://viceroy.eeb.uconn.edu/estimates/) dengan tingkat kepercayaan 95%.

(22)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Antena Panjang Jumlah individu kumbang antena panjang yang didapatkan di lokasi penelitian sebanyak 2065 individu, yang termasuk dalam 7 tribe, 12 genus, dan 16 spesies (Tabel 1; Gambar 4; Lampiran 4). Jumlah individu tertinggi dikoleksi dari hutan Agathis (655 individu), diikuti hutan campuran (416 individu), hutan alami (386 individu), hutan pinus (364 individu), dan hutan puspa (244 individu). Komposisi spesies kumbang antena panjang yang ditemukan pada masing-masing habitat bervariasi. Tiga spesies hanya ditemukan di hutan alami dan enam spesies ditemukan di semua tipe habitat. Nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan tertinggi terdapat di hutan alami (H=1,800; 0,750), diikuti hutan pinus (H=1,620; E=0,703), hutan campuran (H=1,267: E=0,509), hutan puspa (H=1,028; E=0,428), dan hutan Agathis (H=0,556; E=0,232) (Tabel 1).

Tabel 1 Jumlah spesies dan individu kumbang antena panjang yang ditemukan di hutan pinus (HPi), Agathis (HAg), puspa (HPu), campuran (HCa), dan hutan alami (HAl).

Subfamili/Tribe/Spesies Habitat Jumlah Persentase

(%)

HPi Hag HPu HCa HAl

Lamiinae Agapanthiini Cleptometopus montanus 0 1 1 0 0 2 0.10 Apomecynini Ropica strandi 87 3 17 16 126 249 12.06 Ropica honesta 0 0 2 1 0 3 0.15 Ropica marmorata 0 0 1 1 0 2 0.10 Sybra binotata 155 575 183 256 78 1247 60.39 Sybra fuscotriangularis 33 2 8 60 43 146 7.07 Apomecyninisp. 0 0 0 0 1 1 0.05 Gnomini Gnoma sticticollis 0 0 0 0 1 1 0.05 Homonoeini Notomulciber notatus 1 1 1 3 0 6 0.29 Monochamini Acalolepta rusticatrix 34 38 7 55 44 178 8.62 Myagrus javanicus 0 0 0 0 2 2 0.10 Epepeotes luscus 3 1 0 3 1 8 0.39 Pelargoderus bipunctatus 3 2 1 1 0 7 0.34 Pogonocherini Exocentrus artocarpi 6 2 0 5 6 19 0.92 Pteropliini Pterolophia melanura 31 21 15 14 47 128 6.20 Pterolophia uniformis 11 9 8 1 37 66 3.20 Jumlah individu 364 655 244 416 386 2065 Jumlah spesies 10 11 11 12 11 Indeks keanekaragaman (H') 1.623 0.556 1.028 1.264 1.8

(23)

7 (d) (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (e) (f) (g) (h) (i) (j) (k) (l) (m) (n) (o) (p)

Gambar 4 Kumbang antena panjang yang terkoleksi di HPGW: Ropica marmorata (a), R. strandi (b), R. honesta (c), Sybra binotata (d), S. fuscotriangulaaris (e), Apomecynini sp. (f), P. melanura (g), P. uniformis (h), N. notatus (i), G. sticticollis (j), A. rusticatrix (k), P. bipuncatus (l), E. luscus (m), M. javanicus (n), E. artocarpi (o), dan C. montanus (p).

(24)

8

Kesamaan komunitas kumbang antena panjang berdasarkan indeks kesamaan Bray-Curtis, tertinggi (0,75) antara habitat hutan alami - hutan pinus, diikuti antara hutan puspa - hutan campuran (0,71) (Tabel 2).

Tabel 2 Matriks kesamaan komunitas kumbang antena panjang antara habitat hutan pinus (HPi), hutan Agathis (HAg), hutan puspa (HPu), hutan campuran (HCa), dan hutan alami (HAl) berdasarkan indeks Bray-Curtis menggunakan metode Bray-Curtis distance.

Habitat Matriks kesamaan komunitas

HPi HAg HPu HCa Hal

HPi

HAg 0,45

HPu 0,70 0,49

HCa 0,67 0,60 0,71

HAl 0,75 0,30 0,42 0,50

Berdasarkan dendogram yang dibentuk, terdapat 3 kelompok komunitas kumbang yaitu hutan puspa – hutan campuran, hutan alami- hutan pinus, dan hutan Agathis (Gambar 5). Terdapat kemiripan komunitas kumbang antena panjang antara hutan alami - hutan pinus (75%) dan hutan campuran - hutan puspa (71%).

Gambar 5 Dendogram kesamaan komunitas kumbang antena panjang antara habitat hutan pinus (HPi), hutan Agathis (HAg), hutan puspa (HPu), hutan campuran (HCa) dan hutan alami (HAl) berdasarkan matriks Bray-Curtis menggunakan metode pair-group average.

Kelimpahan individu kumbang antena panjang pada masing-masing habitat berbeda. Jumlah individu tertingi terdapat pada hutan Agathis dan terendah pada hutan puspa (Tabel 2). Beberapa spesies memiliki jumlah individu yang tinggi, yaitu S. binotata (1247 individu), R. strandi (249 individu), A. rusticatrix (178 individu), S. fuscotriangularis (146 individu), dan P. melanura (129 individu). Jumlah individu yang didapatkan berdasarkan waktu koleksi bervariasi pada masing-masing habitat. Pada koleksi bulan September (Gambar 6a), jumlah

0 .4 5 0 .5 0 0 .5 5 0 .6 0 0 .6 5 0 .7 0 0 .7 5 0 .8 0 0 .8 5 0 .9 0 0 .9 5 Similarity HPu HCa HAl HPi HAg

(25)

9 individu tertinggi pada koleksi hari 8 (473 individu) dan terendah pada hari ke-20 (189 individu). Koleksi bulan Oktober (Gambar 6b), jumlah individu tertinggi pada hari ke-8 (253 individu) dan terendah pada hari ke-16 (81 individu). Jumlah spesies kumbang yang didapatkan pada masing-masing waktu koleksi bervariasi (Gambar 7).

Gambar 6 Jumlah individu kumbang antena panjang yang didapatkan pada habitat hutan pinus (HPi), hutan Agathis (HAg), hutan puspa (HPu), hutan campuran (HCa), dan hutan alami (HAl) berdasarkan waktu koleksi; koleksi bulan September (a) dan koleksi bulan Oktober (b). 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 4 8 12 16 20 J u m la h in d iv id u Hari koleksi (a) HAl HCa HPu HAg HPi Total 0 50 100 150 200 250 300 4 8 12 16 J u m la h in d iv id u Hari koleksi (b) HAl HCa HPu HAg HPi Total

(26)

10

Hasil

Gambar 7 Jumlah spesies kumbang antena panjang yang didapatkan pada habitat hutan pinus (HPi), hutan Agathis (HAg), hutan puspa (HPu), hutan campuran (HCa), dan hutan alami (HAl) berdasarkan waktu koleksi; koleksi bulan September (a) dan koleksi bulan Oktober (b).

Berdasarkan kurva akumulasi spesies berupa nilai estimasi S observasi (16 spesies) dan estimasi Jacknife-2, jumlah spesies yang dikumpulkan dari semua habitat mencapai 81,5% dari keseluruhan spesies yang ada (19,64 spesies) (Gambar 8). 0 2 4 6 8 10 12 14 4 8 12 16 20 J u m la h s p e si es Hari koleksi (a) HAl HCa HPi HPu HAg Total 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 4 8 12 16 J u m la h s p e si es Hari koleksi (b) HAl HCa HPi HPu HAg Total

(27)

11

Gambar 8 Kurva akumulasi spesies kumbang antena panjang pada keseluruhan habitat setiap koleksi berdasarkan data observasi dan estimasi Jacknife-2.

Pembahasan

Semua spesies kumbang yang ditemukan termasuk dalam subfamili Lamiinae. Sub famili Lamiinae merupakan kelompok terbesar dari famili Cerambycidae (Hanks 1999; Noerdjito et al. 2002) yaitu sekitar 35.000 spesies dari famili Cerambycidae (Noerdjito et al. 2011) dan sekitar 20.000 spesies diantaranya dari subfamili Lamiinae (Slipinski dan Escalona 2013). Kumbang antena panjang yang ditemukan di Gunung Halimun (Makihara et al. 2002), Gunung Ciremai (Noerdjito 2008), Kebun Raya Bogor (Noerdjito 2010), Gunung Slamet (Noerdjito 2011) dan Gunung Salak (Noerdjito 2012) umumnya merupakan spesies dari subfamili Lamiinae dan sebagian besar spesies dari kelompok ini aktif pada siang hari (Noerdjito 2008).

Tingginya keanekaragaman kumbang antena panjang di hutan alami terkait struktur vegetasi dengan berbagai jenis tumbuhan. Hal ini berbeda dengan hutan Agathis yang cenderung monokultur dan tumbuhan bawah didominasi oleh paku-pakuan. Hasil penelitian ini mendukung laporan Keszthelyi (2015) bahwa keanekaragaman kumbang antena panjang lebih tinggi pada hutan yang memiliki jenis pohon yang beragam dibandingkan dengan hutan monokultur. Keberadaan kumbang antena panjang dipengaruhi oleh jenis tumbuhan (Ohsawa 2004; 2010). Meng et al. (2013) melaporkan bahwa terdapat korelasi positif antara jumlah spesies kumbang antena panjang dengan jumlah jenis tumbuhan yang mencerminkan ketersediaan berbagai jenis kayu mati. Hutan pinus memiliki nilai indeks keanekaragaman yang tinggi setelah hutan alami. Hasil ini sesuai dengan penelitian Peris-Felipo et al. (2011) bahwa keanekaragaman kumbang antena

16 19.64 0 5 10 15 20 25 1 2 3 4 5 6 7 8 9 J u m la h s p e si e s Jumlah koleksi S observasi Estimasi Jacknife-2

(28)

12

panjang lebih tinggi di hutan pinus dibandingkan dengan hutan Quercus, hutan campuran, dan vegetasi semak belukar. Vance et al. (2003) melaporkan bahwa hutan pinus berpotensi menjaga keanekaragaman kumbang antena panjang. Tingginya keanekaragaman kumbang di hutan pinus dalam penelitian ini karena lokasi hutan pinus berdekatan dengan hutan alami yang banyak ditemukan berbagai spesies tumbuhan bawah.

Kelimpahan individu yang diperoleh pada masing-masing habitat berbeda. Jumlah individu tertingi terdapat pada hutan Agathis dan terendah pada hutan puspa. Perbedaan tersebut diduga karena adanya perbedaan karakteristik habitat. Alekseev (2007) melaporkan kelimpahan kumbang antena panjang juga dipengaruhi oleh hutan monokultur. Spesies kumbang yang ditemukan dengan jumlah individu tinggi (S.binotata, S. fuscotriangularis, dan R. strandi), merupakan spesies yang berukuran kecil (<10 mm). Hasil yang sama dilaporkan Noerdjito (2012) bahwa spesies kumbang antena panjang berukuran <10 mm ditemukan di Gunung Salak dengan jumlah individu tinggi, diantaranya S. fuscotriangularis dan R. strandi. Noerdjito (2011) juga melaporkan spesies S. binotata dan S. fuscotriangularis banyak ditemukan di kawasan hutan tanaman industri di Gunung Slamet, Jawa Tengah. Spesies kumbang antena panjang yang berukuran kecil, larvanya mampu hidup pada cabang atau ranting kecil dan banyak ditemukan di berbagai tipe habitat (Noerdjito 2012). Dua spesies kumbang dengan ukuran tubuh >10 mm yang memiliki jumlah individu tinggi, yaitu A. rusticatrix dan P. melanura. Kedua spesies tersebut juga banyak ditemukan di berbagai tipe habitat. Noerdjito (2010) juga melaporkan bahwa spesies kumbang antena panjang berukuran >10 mm di Kebun Raya Bogor (KRB) ditemukan dalam populasi tinggi, yaitu A. rusticatrix dan P. melanura.

Kumbang A. rusticatrix memiliki banyak tanaman inang, seperti Artocarpus integra, Ficus elastica, Hevea brasiliensis, Ricinus communis, Theobroma cacao, Manihot utilissima, Jatropha curcas, Moringa ooleifera, dan Solanum melanogena, (Makihara 1999; Makihara et al. 2002). Selain itu, P. melanura juga memiliki banyak tanaman inang, antara lain Theobroma, Coffea, Tectona, Ficus rempelas, Mangifera indica, Pinus caribaea, dan Acacia mangium (Makihara 1999; Makihara et al. 2002). Kumbang P. uniformis juga ditemukan di berbagai tipe habitat, namun kelimpahan individunya tidak tinggi. Dari keseluruhan spesies yang didapatkan, S. binotata memiliki jumlah individu tertinggi (1247 individu) dibandingkan dengan spesies lainnya. Kelimpahan spesies tersebut yang tinggi di hutan Agathis, diduga karena ketersedian sumber makanan cukup banyak. Kondisi vegetasi di hutan Agathis didominasi tumbuhan bawah, yaitu paku-pakuan dan anggrek tanah. Beberapa kumbang antena panjang juga menyerang tumbuhan paku-pakuan (Kirk 1977) dan anggrek (Chen et al. 2001). Balick et al. (1978) juga melaporkan bahwa tumbuhan paku (Pteridium aquilinum) merupakan tanaman inang kumbang Sybra sp.

Beberapa spesies kumbang antena panjang yang ditemukan di HPGW berbeda dengan daerah lain di Pulau Jawa. Kumbang R. honesta, R. marmorata, N. notatus, dan E. artocarpi hanya ditemukan di HPGW. Diduga spesies-spesies ini hanya terdistribusi pada ketinggian kurang dari 1000 m dpl. Ketinggian tempat mempengaruhi keberadaan spesies kumbang antena panjang (Gobbi et al. 2012). Kumbang R. honesta pernah dilaporkan di Banyumas Jawa Tengah pada tahun 1922 (Makihara dan Noerdjito 2004), Borneo, Sumatra, Jawa, Papua New Guinea,

(29)

13 Filipina, Taiwan, dan China (Heffern 2013). Kumbang E. artocarpi dilaporkan di Semarang pada tahun 1931 (Fisher 1934) dan kumbang ini hanya terdistribusi di Jawa (Bezark 2015). Kumbang N. notatus dilaporkan di Nusakambangan pada tahun 1927 (Fisher 1936), dan kumbang ini hanya terdistribusi di Jawa (Bezark 2015). Kumbang R. marmorata pernah dilaporkan di Sumatra (Breuning 1939), Kalimantan Timur (Noerdjito et al. 2009), dan di Batanghari, Jambi (Fahri 2013). Sebelumnya tidak ada informasi mengenai distribusi R. marmorata di pulau Jawa. Kumbang R. marmorata yang ditemukan dalam penelitian ini merupakan catatan baru (new record) tentang distribusinya di Jawa, yang sebelumnya hanya dilaporkan di Sumatra dan Kalimantan.

Spesies yang umum ditemukan di Jawa, yaitu A. rusticatrix, E. luscus, dan P. melanura. Ketiga spesies ini umum ditemukan di berbagai tipe habitat (Noerdjito et al. 2009). Kumbang A. rusticatrix terdistribusi di Borneo, Sumatra, Jawa, Sulawesi, Filipina, Taiwan (Heffern 2013), dan India (Mathew et al. 2004; Mitra 2013). Kumbang E. luscus terdistribusi di India, Kepulauan Nikobar, Thailand, Vietnam, Laos, Malaysia, Borneo, China, Sumatra, Jawa (Hayashi 1976), Myanmar, Laos, Kepulauan Mentawai, Sumbawa, dan Flores (Makihara 1999). Kumbang P. melanura terdistribusi di Borneo, Jawa, Sumatra, Malaysia, dan Vietnam (Makihara 1999; Makihara et al. 2002). Spesies yang penyebarannya hanya di daerah Jawa, yaitu C. montanus, R. strandi, S. fuscotriangularis, M. javanicus, N. notatus, dan E. artocarpi.

Analisis kesamaan komunitas berdasarkan indeks kesamaan Bray-Curtis menunjukkan adanya kemiripan komunitas kumbang antena panjang antara habitat hutan alami dan hutan pinus terkait komposisi dan kelimpahan individu yang ditemukan di kedua habitat tersebut. Selain itu, pada habitat hutan campuran memiliki kemiripan dengan hutan puspa. Berdasarkan posisinya, hutan alami berdekatan dengan hutan pinus, sedangkan hutan campuran berdekatan dengan hutan puspa. Kemiripan komunitas kumbang antena diduga karena adanya kemiripan karakteristik habitat, sehingga kelimpahan spesies juga memiliki kemiripan. Kondisi vegetasi di setiap area sangat berbengaruh terhadap komposisi jenis kumbang antena panjang (Noerdjito 2010).

Perbedaan jumlah individu dan jumlah spesies berdasarkan hari koleksi pada bulan September dan Oktober diduga berkaitan dengan tingkat kelayuan daun A. heterophyllus yang mengeluarkan senyawa kimia. Fahri (2013) melaporkan bahwa jumlah individu kumbang antena panjang yang terkoleksi dengan menggunakan Artocarpus trap tertinggi pada koleksi hari ke-7. Artocarpus trap merupakan perangkap yang paling efektif untuk koleksi kumbang antena panjang (Noerdjito 2008). Makihara (1999) juga melaporkan bahwa dari 279 spesies kumbang antena panjang dari sub famili Lamiinae yang ditemukan di Kalimantan Timur, 38 spesies hidup pada tumbuhan Artocarpus. Kehadiran spesies kumbang pada perangkap Artocarpus terkait proses oviposisi. Beberapa spesies kumbang ini menyukai kayu mati, sedang melapuk, atau cukup kering (Noerdjito et al. 2009), tetapi ada juga yang menyukai kayu segar (Ohsawa 2008). Total spesies yang dikumpulkan berdasarkan jumlah observasi masih kurang dibandingkan dengan estimasi Jacknife-2. Dengan demikian, belum optimal jumlah spesies kumbang antena panjang yang dikumpulkan. Hal ini diduga karena jumlah koleksi dan jenis perangkap yang digunakan untuk koleksi koleksi kumbang antena panjang belum maksimal. Yaherwandi (2009)

(30)

14

melaporkan bahwa adanya perbedaan jumlah spesies Hymenoptera parasitoid hasil observasi dan estimasi Jacknife-2 disebabkan karena jumlah sampel per ekosistem dan alat yang digunakan untuk koleksi serangga belum optimal. Namun demikian, jumlah spesies yang dikumpulkan di semua tipe habitat mencapai 81,5% dari jumlah spesies berdasarkan estimasi Jacknife-2.

SIMPULAN

Sebanyak 16 spesies kumbang antena panjang yang termasuk dalam 7 tribe dan 12 genus ditemukan di HPGW, yaitu C. montanus, R. strandi, R. honesta, R. marmorata, S. binotata, S. fuscotriangularis, Apomecynini sp., G. sticticollis, N. notatus, A. rusticatrix, M. javanicus, E. luscus, P. bipuncatus, E. artocarpi, P. melanura, dan P. uniformis. Indeks keanekaragaman dan kemerataan kumbang antena panjang tertinggi terdapat pada hutan alami, diikuti hutan pinus, hutan campuran, hutan puspa, dan hutan Agathis. Kumbang S.binotata, S. fuscotriangularis, R. strandi, A. rusticatrix, dan P. melanura ditemukan pada semua habitat dan memiliki kelimpahan tertinggi dibandingkan dengan spesies-spesies lainnya. Kemiripan komunitas kumbang antena panjang tertinggi antara hutan alami - hutan pinus (75%). Kumbang C. montanus, R. strandi, S. fuscotriangularis, M. javanicus, N. notatus, dan E. artocarpi hanya terdistribusi di daerah Jawa. Kumbang Ropica marmorata merupakan catatan baru (new record) mengenai distribusinya di pulau Jawa.

DAFTAR PUSTAKA

Alekseev VI. 2007. Longhorn beetles (Coleoptera: Cerambycidae) of Kaliningrad Region. Acta Biol. 7(1):37-62.

Balick MJ, Furth DG, Driver GC. 1978. Biochemical and evolutionary aspects of arthropod predation on ferns. Oecologia. 35(1):55-89. doi : 10.1007/bf00345541

Bezark LG. 2015. A photographic catalog of the Cerambycidae of the new world. version March 2015. [Internet]. Tersedia pada : https://apps2.cdfa.ca.gov/publicApps/plant/bycidDB/

Breuning S. 1939. Neue Lamiinae (Cerambycidae, Coleoptera) Aus dem Museo Civico di Storia Naturale in Genua. Mem Della Soc Entomol Ital. 18: 53-79. Chen H, Ota A, Fonash GE. 2001. Infestation of Sybra alternans (Cerambycidae:

Coleoptera) in a Hawaii banana plantation. Proc Hawai Entomol Soc. 35:119-122.

Cherepanov AI. 1990. Cerambycidae of Northern Asia volume 3 Lamiinae. Zolotarenko GS, editor. New Delhi (IN) : Oxonian Pr.

Dagobert KK, Klimaszewski J, Mamadou D, Daouda A, Mamadou D. 2008. Comparing beetle abundance and diversity values along a land use gradient in tropical Africa (Oumé, Ivory Coast).J Zool Stud. 47(4): 429-437.

(31)

15 Damayanti EK. 2003. Pengelolaan hutan secara lestari berbasiskan tumbuhan

obat : Studi kasus di Hutan Pendidikan Gunung Walat, IPB [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fahri. 2013. Keanekaragaman dan kelimpahan kumbang cerambycid (Coleoptera : Cerambycidae) pada empat tipe penggunaan lahan di Provinsi Jambi [thesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Fisher WS. 1934. New species of Cerambycidae (Col.) from Java. Proc Roy Entomol Soc London. 3(2):35-42. doi: 10.1111/j.1365-3113.1934.tb01540.x Fisher WS. 1936. Fauna Javanica. new Cerambycidae from Java. J Tijdschr

Entomol. 79:169-198.

Gobbi M, Priore C, Tattoni C, Lencioni V. 2012. Surprising longhorned beetle (Coleoptera, Cerambycidae) richness along an Italian alpine valley. ZooKeys. 208:27-39. doi: 10.3897/zookeys.208.3193

Goldsmith S, Gillespie H, Weatherby C. 2007. Restoration of Hawaiian montane wet forest: endemic longhorned beetles (Cerambycidae: Plagithmysus) in koa (Fabaceae: Acacia koa) plantations and in intact forest. The Southwestern Nat. 52(3):356–363.

Gutowski JM. 1990. Pollination of the orchid Dactylorhiza fuchsii by longhorn beetles in primeval forests of Northeastern Poland. Biol Conserv. 51(4):287-297. doi:10.1016/0006-3207(90)90114-5

Haneda NF, Firmansyah A. 2012. Keanekaragaman rayap tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. J Silv Trop. 3(2):92-96.

Hanks LM. 1999. Influence of the larval host plant on reproductive strategies of Cerambycid beetles. Annu Rev Entomol. 44(1):483-505. doi: 10.1146/annurev.ento.44.1.483

Hawkeswood TJ, Turner JR. 2007. Record of pollination of Lomatia silaifolia (Sm.) R.Br. (Proteaceae) by the longicorn beetle Uracanthus triangularis (Hope, 1833)(Coleoptera: Cerambycidae). Calodema Supplementary Paper. 53:1-3

Hayashi M. 1976. On some longicorn beetles from Malaysia with descriptions of six new species (Col: Ceramb). Bull of Jap Entomol Acad. 9(2):24-41. Heffern DJ. 2013. A Catalog and bibliography of longhorned beetles from Borneo

(Coleoptera : Cerambycidae, Disteniidae and Vesperidae ) [bibliography]. Elcetronic Version 2013.1.

Keszthelyi S. 2015. Diversity and seasonal patterns of longhorn beetles (Coleoptera:Cerambycidae) in the Zselic region, Hungary. North-Western J Zoo. 11(1):62-69.

Kirk AA. 1977. The insect fauna of the weed Pteridium aquilinum (L.) Kuhn (Polypodiaceae) in Papua New Guinea: a potential source of biological control agents. Aust J Entomol. 16(4):403-409. doi:10.1111/j.1440-6055.1977.tb00129.x

Lachat T, Wermelingera B, Gossnerb MM, Busslerc H, Isacssond G, Müllerb J. 2012. Saproxylic beetles as indicator species for dead-wood amount and temperature in European beech forests. Ecol Indic 23:323-331. doi: 10.1016/j.ecolind.2012.04.013

Lawrence JF, Ślipiński A. 2013. Australian beetles volume 1: morphology, classification and keys. Melbourne (AU) : CSIRO Publishing.

(32)

16

Linsley EG. 1959. Ecology of Cerambycidae. Annu Rev Entomol. 4(1):99-139. doi: 10.1146/annurev.en.04.010159.000531

Maeto K, Sato S, Miyata H. 2002. Species diversity of longicorn beetles in humid warmtemperate forests: The Impact of forest management practices on old-growth forest species in southwestern Japan. Biodiv Conserv. 11(11):1919-1937. doi : 10.1023/A:1020849012649

Makihara H, Noerdjito WA, Sugiharto. 2002. Longicorn beetles from Gunung Halimun National Park, West Java, Indonesia from 1997-2002 (Coleoptera, Disteniidae and Cerambycidae). Bull FFPRI. 1(3):189-223.

Makihara H, Noerdjito WA. 2004. Longicorn beetles of Museum Zoologicum Bogoriense, identified by Dr. E.F. Gilmour, 1963 (Coleoptera: Disteniidae and Cerambycidae). Bull FFPRI. 3(1): 49-98.

Makihara H. 1999. Atlas of longicorn beetles in Bukit Soeharto Education Forest, Mulawarman University, East Kalimantan, Indonesia. PUSREHUT Special Publication. 7:1-40.

Mathew G, Chandran R, Brijesh CM, Shamsudeen RSM. 2004. Insect fauna of shendurny wildlife sanctuary, Kerala. J Zoos Print. 19(1):1321-1327.

Meng LZ, Martin K, Weigel A, Yang XD. 2013. Tree diversity mediates the distribution of longhorn beetles (Coleoptera: Cerambycidae) in a changing tropical landscap (Southern Yunnan, SW China). PLoS ONE. 8(9):1-10. doi : doi:10.1371/journal.pone.0075481

Mitra B. 2013. New records of longicorn beetle borers (Lamiinae: Cerambycidae: Coleoptera) from little Nicobar Island, Indian Ocean. J Andaman Sci Assoc. 18 (1): 123-124.

Nearns EH, Lord NP, Lingafelter SW, Santos-Silva A, Miller KB, Zaspel JM. 2015. Longicorn ID: Tool for diagnosing Cerambycoid families, subfamilies, and tribes. The University of New Mexico, Purdue University, and USDA APHIS PPQ identification technology program (ITP) [Internet]. Tersedia pada: http://cerambycids.com/longicornid/

Nieto A, Alexander KNA. 2010. European red list of saproxylic beetles. Luxembourg (LU): European Union Pr.

Noerdjito WA, Makihara H, Kahono S. 2002. Fauna of Cerambycid beetles from Gunung Halimun National Park. in : Osaki M, Iwakuma T, Kohyama T, Hatano R, Yonebayashi K, Tachibana H, Takahashi H, Shinano T, Higashi S, Simbolon H et al. Proceedings of the International Symposium on Land Management and Biodiversity in Southeast Asia. [Bali, 17-20 September 2002. Indonesia (ID). hlm: 195-201

Noerdjito WA, Makihara H, Sugiharto. 2009. Evaluation of various forest conditions based on longhorn beetles (Coleoptera: Cerambycidae) as bio-indicators in East Kalimantan. in: Fukuyama K, Oka T, editor. Proceedings of International seminar on CDM Plantation and Biodiversity. [Tsubaka, 24 February 2009]. Japan (JP): FFPRI. hlm 31-39.

Noerdjito WA. 2008. Struktur komunitas fauna kumbang antena panjang (Coleoptera ; Cerambycidae) di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. J Biol Indon. 4(5):371-384.

Noerdjito WA. 2010. Arti Kebun Raya Bogor bagi kehidupan kumbang antena panjang (Coleoptera, Cerambicidae). J Biol Indon. 6(2):289-292.

(33)

17 Noerdjito WA. 2011. Evaluasi kondisi hutan berdasarkan keragaman kumbang

antena panjang (Coleoptera: Cerambycidae) di kawasan Gunung Slamet. Berita Biologi. 10(4):521-531.

Noerdjito WA, Aswari P, Peggie D. 2011. Fauna serangga Gunung Ciremai. Peggie D, editor. Jakarta (ID) : LIPI Pr.

Noerdjito WA. 2012. Dampak kegiatan manusia terhadap keragaman dan pola distribusi kumbang antena panjang (Coleoptera : Cerambycidae) di Gunung Salak, Jawa Barat. J Biol Indon. 8(1):57-69.

Ohsawa M. 2004. Species richness of Cerambycidae in larch plantations and natural broad-leaved forests of the central mountainous region of Japan. Forest Ecol Manag. 189(1-3):375-385. doi:10.1016/j.foreco.2003.09.007 Ohsawa M. 2008. Different effects of coarse woody material on the species

diversity of three saproxylic beetle families (Cerambycidae, Melandryidae and Curculionidae). Ecol Res. 23(1):11-20. doi 10.1007/s11284-007-0335-6 Ohsawa M. 2010. Beetle families as indicators of coleopteran diversity in forests:

A study using malaise traps in the central mountainous region of Japan. Insect Conserv. 14(5):479-484. doi: 10.1007/s10841-010-9276-4

Pavuk DM, Wadsworth AM. 2013. Longhorned beetle (Coleoptera: Cerambycidae) diversity in a fragmented temperate forest landscape. F1000Research. 1(25):1-6. doi: 10.12688/f1000research.1-25.v2

Peris-Felipo FJ, Falcó-Garí JV, Jiménez-Peydró R. 2011. The diversity of Cerambycidae in the protected mediterranean landscap of the Natural Park of Carrascal de La Font Roja, Spain. Bull Insect. 64(1):87-92.

Purawidjaja YO, Muntasib EKSH. 1989. Kehidupan dan keanekaragaman jenis lebah di Hutan Pendidikan Gunug Walat. Media Konserv. 2(4): 9-13. Raje KR, Abdel-Moniem HEM, Farlee L, Ferris VR, Holland JD. 2012.

Abundance of pest and benign Cerambycidae both increase with decreasing forest productivity. Agri Forest Entomol. 14:165-169. doi: 10.1111/j.1461-9563.2011.00555.x

Roslinda E. 2002. Nilai ekonomi Hutan Pendidikan Gunung Walat dan kontribusinya terhadap masyarakat sekitar [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Slipinski A, Escalona HE. 2013. Australian longhorn beetles (Coleoptera: Cerambycidae) volume 1, introduction and subfamily Lamiinae. Wells A, editor. Canberra (AU) : CSIRO Publishing.

Sosromarsono S, Wardojo S, Adisoemarto A, Suharjono YR, Noerdjito WA. 2010. Kamus istilah entomologi. Bogor (ID): Perhimpunan Entomologi Indonesia. Sutrisno H. 2010. The Impact of human activities to dynamic of insect

communities: a case study in Gunung Salak, West Java. Hayati J Biosci. 17(4):161-166. doi: 10.4308/hjb.17.4.161

Syaufina L, Haneda NF, Buliyansih A. 2007. Keanekaragaman arthropoda tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Media Konservasi. 12(2): 57-66. Vance CC, Kirby KR, Malcolma JR, Smith SM. 2003. Community composition

of longhorned beetles (Coleoptera: Cerambycidae) in the canopy and understorey of sugar maple and white pine stands in South-Central Ontario. Environ Entomol. 32(5):1066-1074. Doi: 10.1603/0046-225X-32.5.1066

(34)

18

Waqa-Sakiti H, Stewart A, Cizek L, Hodge S. 2013. Patterns of tree species usage by long-horn beetles (Coleoptera: Cerambycidae) in Fiji. Pacific Sci. 68(1):1-16.

Yaherwandi. 2009. Struktur komunitas Hymenoptera parasitoid pada berbagai lanskap pertanian di Sumatra Barat. J Entomol Indon. 6(1):1-14.

(35)

19 Lampiran 1 Kunci determinasi subordo dan famili dari ordo Coleoptera.

1 a. Ruas abdomen pertama tidak terbagi oleh koksa belakang (Lampiran 2a) ... Adephaga b. Ruas abdomen pertama terbagi oleh koksa belakang (Lampiran 2b) ... ... Polyphaga (2) 2 a. Bentuk antena genikulat (Lampiran 3a) ... Curculionoidea

b. Bentuk antena filiform atau serata (Lampiran 3b) ... Chrysomeloidea (3) 3 a. Mata tidak bertakik (Lampiran 4a) ... Chrysomelidae b. Mata bertakik (Lampiran 4b) ... Cerambycidae Lampiran 2 Karakter subordo kumbang; (a) Adephaga, (b) Polyphaga.

Lampiran 3 Karakter famili kumbang; (a) Curculionoidea, (b) Chrysomeloidea. Metakoksa abdominal ventrites a b Tipe antena genikulat

Rostrum Tipe antena

serata

Tipe antena filiform

(36)

20

Lampiran 4 Karakter famili kumbang; (a) Chrysomelidae, (b) Cerambycidae.

Lampiran 5 Kunci determinasi untuk subfamili dari famili Cerambycidae.

Karakteristik famili Cerambycidae yaitu kepala denga posisi prognat atau hipognat, memiliki antena kurang dari panjang tubuh atau melebihi panjang tubuh, berbentuk filiform, serata, pektinat atau flabelat. Antena umumnya terbagi dalam 11-12 segmen, skapus lebih panjang dari pedisel, mata bertakik, sternum abdomen pertama tidak terbagi oleh koksa, abdomen terbagi dalam 5 abdominal ventrites, tarsus dengan 5 segmen.

1 a. Elitra menutupi abdomen ... 2 b. Elitra tidak menutupi abdomen (Lampiran 6a) ... Necydalinae 2 a. Labrum menyatu ke klipeus (Lampiran 6b) ... .Parandrinae b. Labrum terpisah dengan klipeus ... 3 3 a. Mesoskutum tanpa organ stridulasi (Lampiran 6c) ... Prioninae

b. Mesoskutum dengan organ stridulasi ... 4 4 a. Organ stridulasiterbagi (Lampiran 6d)... Dorcasominae b. Organ stridulasitak terbagi ... 5 5 a. Pronotum kelihatan menyempit (Lampiran 6e) ...Lepturinae

b. Pronotum melebar hampir sama dengan pangkal elitra ... 6 6 a. Prokoksa oval dan mesotrokantin kecil ... 7

b. Prokoksa datar dan mesotrokantin besar (Lampiran 6f) ... Spondylidinae 7 a. Kepala dengan posisi prognat (Lampiran 6g) ... Cerambycinae b. Kepala dengan posisi hipognat (Lampiran 6h) ... .Lamiinae

Mata tidak bertakik a Mata bertakik b

(37)

21 Lampiran 6 Sketsa karakter morfologi subfamili Lamiinae dalam famili

Cerambycidae; Necydalinae (a), Parandrinae (b), Prioninae (c), Dorcasominae (d), Lepturinae (e), Spondylidinae (f), Cerambycinae (g), dan Lamiinae (h), menggunakan software Snapstouch (http://www.snapstouch.com/Sketch.aspx).

Sumber gambar: Slipinski dan Escalona (2013), Nearns et al. (2015).

Labrum Klipeus a b Skutelum Mesokutum c Organ stridulasi terbagi d e Elitra Mesokutum

(38)

22

Lanjutan lampiran 6

Lampiran 7 Deskripsi morfologi kumbang antena panjang.

Cerambycidae yang terkoleksi terdiri dari satu subfamili yaitu Lamiinae yang termasuk dalam 7 tribe (Apomecynini, Agapanthiini, Gnomini, Homonoeini, Monochamini, Pogonocherini, Pteropliini). Deskripsi morfologi spesies yang teridentifikasi adalah sebagai berikut:

Tribe Apomecynini

Tribe ini dicirikan dengan ukuran tubuh umumnya kecil (< 10 mm), bentuk tubuh silindris atau oval memanjang, kepala pendek, pronotum tanpa tuberkel, antena berbentuk filiform, panjangnya sedikit melebihi panjang tubuh (jantan) atau sama dengan panjang tubuh (betina), dengan 11 segmen. Tungkai dengan kuku tarsus divergen atau divarikat. Pada tribe ini ditemukan 6 spesies, yaitu Apomecynini sp., Ropica honesta, R. marmorata, R. strandi, Sybra binotata, dan S. fuscotriangularis.

Mesotrokantin

f

Posisi

prognat Posisi hipognat

g h

(39)

23 - SpesiesApomecynini sp.

Tubuh spesies ini berukuran kecil ±6 mm, berbentuk silindris memanjang. Panjang antena menyerupai panjang tubuh, tampak jelas bulu-bulu halus di seluruh permukaan antena. Skapus antena kelihatan besar, tanpa gigir. Pronotum tanpa tuberkel, berwarna cokelat keemasan. Elitra berwarna cokelat keemasan, ujung elitra membulat. Tungkai pendek, femur kelihatan besar, kuku tarsal halus dan terpisah (Gambar 4 f).

- Spesies R. honesta

Tubuh spesies ini berukuran kecil ±8 mm, berbentuk silindris memanjang, panjang antena hampir sama dengan panjang tubuh, skapus antena tanpa gigir. Pronotum berbentuk silinder sedikit memanjang dan terdapat bercak berwarna kuning keemasan. Skutelum berbentuk segitiga berwarna hitam, pada bagian pinggirnya berwana kuning keemasan. Elitra berwarna cokelat keemasan, dengan bercak kuning keemasan memanjang dari pangkal elitra hingga ke bagian tengah, terdapat juga bercak putih kecil di bagian bawah elitra. Tungkai dengan kuku tarsus halus dan divergen (Gambar 4 c).

- Spesies R. marmorata

Spesies ini dengan tubuh berukuran kecil ±7 mm, bentuk silindris memanjang, panjang antena hampir sama dengan panjang tubuh, skapus antena tanpa gigir, pada bagian kepala terdapat bercak kuning keemasan, pronotum berbentuk silinder sedikit memanjang dan terdapat bercak berwarna kuning keemasan. Skutelum berbentuk segitiga berwarna hitam, elitra berwarna cokelat keemasan, dengan bercak kuning keemasan memanjang dari pangkal elitra hingga ke bagian tengah, terdapat juga bercak putih memanjang di bagian tengah dan samping elitra. Ujung elitra berbentuk membulat. Tungkai dengan kuku tarsus halus dan divergen (Gambar 4 a).

- Spesies R. strandi

Ukuran tubuh speies ini kecil ±8 mm, bentuk silindris memanjang, panjang antena sedikit melebihi panjang tubuh, dengan skapus antena tanpa gigir. Pronotum berbentuk silinder sedikit memanjang dan terdapat bercak berwarna kuning keemasan berbentuk segitiga. Skutelum berbentuk segitiga berwarna hitam. Elitra berwarna cokelat keemasan, terdapat bercak putih kecil di bagian tengah elitra. Ujung elitra tanpa tuberkel, berbentuk membulat. Tungkai sedikit panjang, mesotibia berlekuk, kuku pada tarsus halus dan divergen (Gambar 4 b).

- Spesies S. binotata

Tubuh spesies ini berukuran kecil ±7 mm, berbentuk silindris memanjang, frontoklipeus berbentuk persegi panjang. Panjang antena hampir sama dengan panjang tubuh atau sedikit melewati ujung elitra. Skapus antena membesar, tanpa gigir. Pronotum tanpa tuberkel, berwarna cokelat kehitaman dengan sepasang bercak berwarna putih. Skutelum berbentuk segitiga berwana hitam. Elitra berwarna cokelat keemasan, di bagian bawah lebih cerah. Tungkai sedikit panjang, femur kelihatan besar, kuku tarsal halus dan terpisah (Gambar 4 d).

(40)

24

- Spesies S. fuscotriangularis

Tubuh spesies ini berukuran kecil ±7 mm, berbentuk silindris memanjang, frontoklipeus berbentuk persegi panjang. Panjang antena hampir sama dengan panjang tubuh atau sedikit melewati ujung elitra. Skapus antena kelihatan besar, tanpa gigir. Pronotum tanpa tuberkel, berwarna keemasan dengan bercak berwarna hitam. Elitra berwarna keemasan, terdapat bercak hitam berbentuk segitiga di bagian tengah elitra, ujung elitra sedikit meruncing. Tungkai sedikit panjang, femur kelihatan besar, kuku tarsal halus dan terpisah (Gambar 4 e). Tribe Pteropliini

Ukuran tubuh kecil sampai sedang, bentuk tubuh oval memanjang. Antena berbentuk filiform, panjang antena hampir sama dengan panjang tubuh atau sedikit melewati ujung elitra. Jarak antara pangkal antena cukup luas, skapus tanpa gigir, bagian ujungnya membulat. Frontoklipeus persegi panjang dan pronotum tanpa tuberkel. Tungkai dengan kuku tarsus divergen. Pada tribe ini ditemukan 2 spesies yaitu Pterolophia melanura dan P. uniformis.

- Spesies P. melanura

Tubuh spesies ini berukuran sekitar ±12 mm, bentuk tubuh oval memanjang, panjang antena tidak melewati ujung elitra. Pronotum tanpa tuberkel, bagian tengah skutelum berwarna hitam dan bagian pinggirnya kuning keemasan. Elitra berwarna cokelat keemasan dan ujungnya membulat. Seluruh tubuhnya banyak diselimuti bulu-bulu halus. Jarak antara tungkai tengah dan belakang cukup luas. Kuku pada tarsal halus dan divergen (Gambar 4 g).

- Spesies P. uniformis

Tubuh spesies ini berukuran sekitar ±12 mm, bentuk tubuh oval memanjang, panjang antena tidak melewati ujung elitra. Pronotum tanpa tuberkel, skutelum berwarna hitam. Elitra berwarna cokelat kehitaman, bagian tengahnya tampak mengkilap dan ujungnya membulat. Jarak antara tungkai tengah dan belakang cukup luas. Kuku pada tarsal halus dan divergen (Gambar 4 h).

Tribe Homonoeini

Ukuran tubuh sedang, sekitar ±1.5 cm, bentuk tubuh memanjang, frontoklipeus tampak persegi panjang. Antena berbentuk filiform dengan panjang melampaui ujung elitra, skapus klavat tanpa gigir, kepala cukup besar, pronotum memiliki tuberkel. Ujung elitra memiliki tuberkel atau tanpa tuberkel. Tungkai sedikit panjang, tarsi memiliki 5 segmen. Pada tribe ini ditemukan spesies Notomulciber notatus

- Spesies N. notatus

Tubuh berukuran sedang sekitar ±1.5cm, bentuk tubuh pipih memanjang. Kepala cukup besar, pronotum cukup lebar hampir menyerupai pangkal elitra dan memiliki tuberkel. Panjang antena melebihi ujung elitra, jarak antara pangkal antena cukup luas. Elitra berwarna kecokelatan dengan bercak kuning keemasan dan terdapat bercak putih di bagian kiri dan kanan, ujung elitra berbentuk lancip (Gambar 4 i).

Gambar

Gambar 1  Lokasi  pengambilan  sampel  kumbang  antena  panjang  di  Hutan  Pendidikan  Gunung  Walat;  hutan  pinus  (A),  hutan  puspa  (B),  hutan  Agathis (C), hutan campuran (D), dan hutan alami (E)
Gambar 2  Desain  pemasangan  Artocarpus  trap  yang  digunakan  untuk  pengumpulan  spesimen  kumbang
Gambar 3  Perangkap  cabang  tumbuhan  nangka  Artocarpus  trap  yang  diikatkan  pada pohon (a) dan  pengumpulan  spesimen  kumbang  dengan  metode  beating (b)
Tabel 1  Jumlah spesies dan individu kumbang antena panjang  yang ditemukan di  hutan  pinus  (HPi),  Agathis  (HAg),  puspa  (HPu),  campuran  (HCa),  dan  hutan alami (HAl)
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

28 Secara sederhana, penerapan problem based learning dapat dilakukan dengan mengikuti langkah- langkah berikut ini, yaitu: 29 (1) guru mempersiapkan masalah

1) Kompresor dengan sistim sentral ( digunakan untuk melayani beberapa dental unit. 2) Kompresor dengan sistim tunggal ( digunakan untuk melayani satu dental

Sifat jaringan peer to peer digunakan untuk hubungan antara setiap komputer yang terhubung dalam jaringan komputer yang ada, sehingga komunikasi data terjadi

dikeluarkan (uang dan waktu) sesuai dengan manfaat yang diperoleh dari produksi tersebut (Moenroe, 1990). Harga jual sama dengan biaya produksi ditambah mark-up. Dari

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan uji Wilcoxon. Uji wilcoxon digunakan pada data bertipe nominal atau ordinal dan data bertipe interval atau

As just what we wish to supply here, guide entitled CliffsNotes On Melville's Moby-Dick (Cliffsnotes Literature Guides) By Stanley P Baldwin is not kind of required publication.

LKS IPA berbasis Learning Cycle 7e untuk siswa kelas IV sekolah dasar dapat digunakan oleh siswa sebagai bahan pembelajaran yang menarik dan meningkatkan prestasi belajar