Vol. 2 No. 2 Desember 2014
Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 2 No. 2 Desember 2014 ANGELINA SONDAKH DALAM BINGKAI MEDIA STUDI ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN KASUS KORUPSI
Drs. Ismojo Herdono, M.Med.Kom dan Astrid Abstrak
Menjamurnya media online melahirkan persaingan di antara sesama media yang menyebabkan media mengesampingkan objektivitas dalam pemberitaannya. Judul dan isi berita yang bombastis menjadi kekuatan marketing media, terutama pada pemberitaan tentang perempuan. Satu demi satu nama perempuan terseret dalam kasus korupsi. Media online pun berlomba menjadi yang tercepat dalam memberitakan. Guna menarik minat dan perhatian pembaca, tak jarang media menggunakan foto berita dan judul yang berlebihan. Isi berita juga dibuat bombastis dan berkelanjutan/terkait dengan berita selanjutnya. Namun apakah strategi marketing ini juga diterapkan oleh media online besar? Kompas.com dipilih oleh peneliti karena kredibilitasnya yang positif selama ini, dan gaya bahasa yang dikenal humanis. Kompas pun dinilai objektif karena bebas dari pengaruh kekuasaan dan berada di luar lingkaran politik. Peneliti kemudian meneliti citra dan opini seperti apa yang dikonstruksi Kompas.com melalui pemberitaannya kepada pembaca? Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan Analisis Framing model Gamson dan Modigliani. Peneliti mengambil data dari Kompas.com sejak tanggal 10 Januari hingga 12 Januari 2013, dengan total pemberitaan sebanyak 18 Judul Berita dengan bingkai inti yaitu kejanggalan vonis Angelina Sondakh. Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa citra Angie sebagai perempuan kaya prestasi dan sikap yang selalu positif telah bergeser. Dalam bingkai Kompas.com, Angie dianggap telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai anggota Badan Anggaran dan anggota DPR dengan melakukan korupsi.
Kata Kunci : Media Online, Kasus Korupsi, Analisis Framing Abstract
The proliferation of online media spawned media competition is causing the exclusion of media objectivity in reporting. The title and content of the bombastic news into force media marketing, especially in the news about women. One by one the names of women dragged into corruption cases. Online media also compete to be the fastest in reporting. In order to attract the interest and attention of the reader, the media often use news photos and redundant title. News content is also made bombastic and sustainable / news related to the next. However, this marketing strategy is also implemented by major online media? Kompas.com selected by the researchers as a positive credibility over the years, and a style that is known humanist. Kompas was assessed objectively because it is free from the influence of power and are outside the political circle. Researchers then examined the images and opinions as to what Kompas.com constructed through preaching to the reader? To answer these problems, researchers used models Framing Analysis Gamson and Modigliani. Researchers took data from Kompas.com since January 10 until January 12, 2013, with the total content as much as 18 Title News with core frame that irregularities verdict Angelina Sondakh. In general, the results showed that the image of Angie as wealthy women of achievement and positive attitude always has shifted. In the frame Kompas.com, Angie is considered to have abused his authority as a member of the Budget Committee and a member of the House of Representatives with corruption.
Latar Belakang Masalah
Lahirnya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tahun 2003 merupakan wujud keseriusan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY), dalam melakukan pemberantasan korupsi. Lembaga ini pada dasarnya sudah ada sejak jaman Orde Lama, dengan nama Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran), dipimpin oleh AH.Nasution berdasarkan Undang Undang Keadaan Bahaya. Paran kemudian berubah menjadi Operasi Tertib (Opstib) di masa Orde Baru, dan dipimpin oleh Laksamana Soedomo.
Di era kepemimpinan SBY, KPK diaktifkan melalui Undang Undang Nomor 30 tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK telah membuktikan kredibilitasnya dengan tanpa pandang bulu membongkar puluhan bahkan ratusan kasus korupsi, termasuk yang melibatkan Kepala Daerah, Pengusaha, Anggota DPR/DPRD baik Propinsi maupun Kota. Sebut saja, kasus korupsi yang diakukan oleh Gubernur Sumatra Utara, Syamsul Arifin dalam kasus korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Syamsul dinilai merugikan Negara sebesar Rp 98,7 miliar dalam penggunaan APBD 2000-2007. Berbagai media online secara terus menerus (running news) memperbaharui berita setiap waktu. Media televisi tak mau kalah. Breaking News berjalan selama lebih dari dua jam, secara khusus memberitakan ‘penyanderaan’ barang bukti yang akan dibawa KPK oleh pihak Kepolisian. Dari dua kasus tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan, keseriusan media di dalam mendukung tugas KPK. Media memberikan ruang dan porsi yang besar, investigasi yang lebih mendalam, dan konsistensi pemberitaan.
Media online sebagai new media bisa dikatakan menjadi rujukan utama
masyarakat untuk mengetahui
perkembangan terbaru sebuah berita. Bagaimana tidak? hampir seluruh media di Indonesia begitu akrab dengan Social
media seperti facebook dan twitter. Tahun 2012 lalu, Wakil Pemimpin Redaksi LKBN ANTARA Akhmad Kusaeni mengatakan 51 persen masyarakat berusia 18 hingga 24 tahun, percaya bahwa social media dianggap lebih cepat menyajikan berita-berita terkini di dunia dibandingkan media tradisional (http://manado.antaranews.com/ber ita/16832/media-sosial-ancam-media-konvensional-, diakses tanggal 11 April 2013).
Kompas.com memang bukan media online peringkat pertama di Indonesia. Berdasarkan data peringkat kunjungan yang dilacak melalui alexa.com tanggal 11 April 2013 (sebuah situs pelacak rangking website), Kompas.com menempati peringkat kedua media online di Indonesia setelah Detik.com. Perlu
diketahui Kompas memiliki
pengaruh dan peluang yang lebih besar di dalam menggiring sebuah berita ke dalam kemasan ‘khusus’, termasuk berita-berita korupsi, tak hanya melalui media online tetapi juga media cetak dan televisi. Kompas.com sendiri mulai aktif diakses sejak tahun 1998. Kompas Gramedia Group melihat peluang
dari perkembangan dan
meningkatnya kebutuhan
masyarakat terhadap akses internet pada masa itu. Kompas.com sendiri mulai memanfaatkan social media untuk memperbaharui berita sejak tahun 2009.
Berita-berita kriminal termasuk berita korupsi, selalu mampu menarik minat masyarakat, terutama bila kasus tersebut berkaitan dengan nama-nama besar dan populer, seperti Angelina Sondakh. Namanya mulai disebut oleh Nazarudin (Whistle blower) untuk kasus korupsi dalam tubuh Partai Demokrat pada pertengahan 2011 lalu. Angelina Sondakh menjadi sangat menarik karena beberapa hal.
Pertama, Angelina Sondakh yang akrab disapa ‘Angie’ merupakan seorang perempuan yang juga mantan Putri Indonesia tahun 2001. Kedua, karir politik Angie di Indonesia selalu mendapat penilaian positif. Sejak tahun 2004 Angie resmi menjadi anggota DPR dari fraksi Partai Demokrat periode 2004-2009. Dia sempat menjadi Duta Orang Utan di tahun 2006. Terpilih kembali menjadi Anggota DPR RI periode 2009 – 2013 menempati Komisi X dari Fraksi Partai Demokrat. Tak jauh dari kasus yang menyeret namanya pada Agustus 2011, sekitar enam bulan sebelumnya, infotainment intens mengangkat kisah sedih Angie ketika suami tercinta, Adjie Massaid secara tiba-tiba meninggal dunia akibat serangan jantung.
Angie bukan perempuan Indonesia pertama yang terseret kasus korupsi. Sebelumnya, media juga memberitakan kasus korupsi yang melibatkan istri mantan Wakapolri Adang Dorojatun, Nunun Nurbaeti yang juga menyeret nama mantan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom. Namun Angie begitu menarik bagi media, karena statusnya sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, partai penguasa yang mencitrakan dirinya sebagai Partai paling bersih, bebas dari korupsi, seperti yang dicitrakan dalam iklan televisi berjudul “Katakan Tidak”. Salah satu talent pengisi iklan tersebut adalah Angelina Sondakh dan Anas Urbaningrum, yang belakangan juga menjadi buah bibir. (http://www.youtube.com/watch?v=X48o OFvySHk).
Muncul dan maraknya pemberitaan kasus korupsi dengan tersangka dan terdakwa perempuan melahirkan banyak isu yang disajikan kepada masyarakat. Bila diamati, pemberitaan media massa terhadap kasus korupsi yang dilakukan oleh perempuan, sebagai contoh Angelina Sondakh, kerap melibatkan sisi pribadi mereka sebagai bumbu pemberitaan. Hal ini bisa dilihat dari pemilihan headline berita, pelabelan, dan banyak lagi.
Media online Kompas.com sebagai bagian dari Kompas Gramedia Group seringkali menjadi pilihan atau tujuan masyarakat di dalam mencari dan memperoleh informasi. Nama besar Kompas yang lahir pasca kemerdekaan Indonesia, tepatnya tahun 1965 telah melahirkan kepercayaan masyarakat akan setiap informasi yang disajikan. Oleh karenanya, penelitian ini akan membahas bagaimana citra yang dibentuk Kompas.com terhadap kasus korupsi yang melibatkan Angelina Sondakh, pesan apa yang ingin disampaikan Kompas.com
kepada masyarakat lewat
pemberitaan kasus Angelina Sondakh. Sudah cukup mengedukasi
masyarakat kah Kompas.com
terhadap pemberitaan ini?
Untuk mengetahui hal tersebut, peneliti menggunakan teknik analisis
framing model Gamson dan
Modigliani. Frame menunjuk pada skema pemahaman individu sehingga seseorang dapat menempatkan, mempersepsi, mengidentifikasi, dan memberi label peristiwa dalam pemahaman tertentu (Eriyanto, 2007: 218). Gamson dan Modigliani juga mengatakan frame sebagai cara bercerita atau gugusan-gugusan ide yang tersusun sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna dari peristiwa yang berkaitan dengan suatu wacana (Eriyanto, 2007:227). Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: bagaimana citra Angelina Sondakh dalam bingkai media Kompas.com?
Kajian Pustaka
Media Massa dan Pencitraan
Untuk membahas pencitraan atau citra, terlebih dahulu perlu diketahui definisi citra menurut beberapa ahli, salah satunya Philip Henslowe yang mengatakan:
“The impression gained according to the level of knowledge and understand of facts” (Henslowe, 2000:2).
Citra adalah kesan yang diperoleh menurut tingkat pengetahuan dan pemahaman terhadap fakta. Menurut Jalaluddin Rakhmat, citra adalah gambaran realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas. Citra adalah dunia menurut persepsi kita (Rakhmat, 2002:223). Teori ini sangat sesuai bila kita berbicara citra yang dibentuk oleh media terhadap objek pemberitaan melalui berita yang ditulis, diunggah, dan ditayangkannya.
Media massa berperan dalam pembentukan citra dengan melakukan beberapa hal: (1) menampilkan realitas kedua; (2) memberikan status; (3) menciptakan stereotip (Rakhmat, 1994:224-227).
Peran Pers dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Korupsi menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia memiliki arti
penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Sedangkan definisi korupsi berdasarkan pemahaman pasal 2 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 yang diubah
menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, merupakan tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan atau sebuah korporasi), yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara, yang dari segi materil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat. Kebebasan informasi adalah salah satu faktor yang mendukung suksesnya
pemberantasan korupsi yang
dilakukan oleh media massa. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2000, yang mengatur seputar peran serta
masyarakat dalam pemberantasan korupsi, ditegaskan, bahwa setiap orang, organisasi masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat berhak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi serta menyampaikan saran dan pendapat kepada penegak aparat terkait.
Faktor Pemengaruh Isi Media Setiap media memiliki angle yang berbeda di dalam memberitakan sebuah peristiwa. Perbedaan ini bisa dilihat dari penggambaran Pamela Shoemaker dan Stephen D. Reese seperti dikutip Alex Sobur membuat “hierarchy of influence” seperti gambar ini:
Pengaruh Isi Media menurut Shoemaker dan Stephen D.Reese
Sumber: Sobur, 2004:138-139 Pengaruh-pengaruh tersebut antara lain (1) pengaruh individu-individu pekerja media: seperti karakteristik pekerja komunikasi, latar belakang personal dan professional; (2) pengaruh rutinitas media: apa yang dihasilkan oleh media massa dipengaruhi oleh kegiatan seleksi yang dilakukan oleh komunikator, termasuk tenggat (deadline), keterbatasan tempat (space), struktur piramida terbalik dalam penulisan berita dan kepercayaan wartawan pada sumber-sumber resmi berita yang dihasilkan;
(3) pengaruh organisasional: salah satu tujuan dari media adalah mencari keuntungan materi. Tujuan-tujuan dari media ini sedikit banyak akan
berpengaruh pada isi/berita yang dihasilkan; (4) pengaruh dari luar organisasi media: pengaruh ini meliputi lobi dari kelompok kepentingan
terhadap pemberitaan media,
pseudovent dari praktisi Public Relations dan pemerintah yang membuat
peraturan-peraturan di bidang pers; (5) pengaruh ideologi: ideologi merupakan sebuah pengaruh yang paling
menyeluruh dari semua pengaruh. Ideologi di sini diartikan sebagai
mekanisme simbolik yang menyediakan kekuatan koersif yang mempersatukan di dalam masyarakat (Sobur, 2004:138-139).
Metodologi Penelitian
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik Analisis Framing oleh Gamson dan Modigliani.
Didasarkan pada pendekatan
konstruksionis yang melihat
representasi media, berita dan foto. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut. Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang itu sebagai kemasan (package). Package adalah rangkaian ide-ide yang menunjukkan isu apa yang dibicarakan dan peristiwa mana yang relevan. Package adalah
semacam skema atau struktur
pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima. (Eriyanto, 2007: 224).
Ada 3 perangkat yang dikemukanan oleh Gamson dan Modigliani, yaitu:
1. Core Frame (bingkai inti): perangkat ini membahas ide atau
perspektif media saat
mengkonstruksi sebuah
pemberitaan;
2. Framing Device (perangkat framing): perangkat ini berhubungan dan berkaitan langsung dengan ide sentral atau bingkai yang ditekankan dalam teks berita. Perangkat framing ini ditandai dengan pemakaian kata, kalimat, grafik/gambar, dan metafora tertentu. Masing-masing framing dapat dijelaskan sebagai berikut:
Metaphors :
perumpamaan /
majas dalam berita Catchphrases :
frase yang kontras, jargon, atau slogan Exemplaar : contoh / uraian dlm berita Depiction : labelling Visual images : gambar, grafik, citra yang mendukung 3. Reasoning Device (perangkat
penalaran): perangkat ini berhubungan dengan kohesi dan koherensi dari teks tersebut yang merujuk pada gagasan tertentu. Sebuah gagasan tidak hanya berisi kata atau kalimat, gagasan juga bisa ditandai oleh dasar pembenar tertentu.
Pembahasan
Berikut ini adalah proses analisis data setiap berita.
3. Core Frame (bingkai inti)
Pada pemberitaan Kompas.com yang diteliti oleh peneliti sejak tanggal 10 Januari (hari pembacaan vonis)–12 Januari 2013, didapatkan inti pembingkaian:
‘Angelina Sondakh terbukti
menyalahgunakan wewenangnya
sebagai Anggota Badan Anggaran dan Anggota DPR untuk melakukan korupsi yang merugikan Negara. Mengingat sifat Kompas.com sebagai media online, maka beberapa informasi seringkali mengalami pengulangan, bahkan hampir selalu ada dalam setiap pemberitaannya. Pada pemberitaan yang diunggah tanggal 11 Januari 2013, teks tersebut juga dapat ditemui dalam berita dengan judul Putusan Vonis Angelina Sondakh Dinilai Janggal. Sedangkan pada pemberitaan yang diunggah pada tanggal 12 Januari 2013, teks tersebut terdapat dalam pemberitaan yang berjudul Vonis Angelina Bikin Koruptor Tak Pernah Takut. Pengulangan informasi vonis versi Jaksa dan vonis yang sudah dibacakan Hakim pun seringkali diunggah dalam setiap pemberitaan mulai tanggal 10-12 Januari 2013. Pemberitaan juga diarahkan pada
keberanian Angie menggunakan
wewenangnya untuk menggiring
anggaran agar sesuai dengan
permintaan Grup Permai. Teks di atas menuliskan dengan jelas bahwa Angie telah menyalahgunakan wewenang dan kedudukannya sebagai Anggota Badan Anggaran DPR dan Anggota Komisi X DPR untuk menggiring anggaran sesuai dengan permintaan Grup Permai. Selain menyalahgunakan wewenang, Angie dinilai telah merugikan Negara, dan masih merugikan Negara sekalipun telah dijatuhi vonis oleh Majelis Hakim. Konstruksi pesan ini terdapat dalam teks di bawah ini:
Vonis ini jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa KPK yang meminta agar Angie dihukum 12 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Putusan ini juga tidak mengharuskan Angie membayar kerugian negara sesuai dengan nilai uang yang dikorupsinya sebagaimana yang dituntut oleh jaksa KPK (10 Januari 2013; Angelina Sondakh Divonis 4,5 Tahun Penjara).
Teks-teks tersebut menyuratkan bahwa keputusan Majelis Hakim yang tidak mewajibkan Angie mengembalikan uang hasil korupsi akan membuat Negara semakin dirugikan dengan perbuatan Angelina Sondakh. Angie dinilai telah merugikan masyarakat dengan vonis ringan yang diterimanya dan tidak diwajibkannya mengembalikan uang hasil korupsi.
Melalui pemilihan narasumber dalam teks-teks di atas, terlihat bagaimana wartawan mengkonstruksi pesan melalui pemilihan narasumber, penggunaan atau pengutipan dari pernyataan narasumber untuk memberitahu kepada masyarakat bahwa Angie telah merugikan masyarakat, merampas hak sosial dan ekonomi masyarakat, melukai rasa keadilan masyarakat, dan merampas hak-hak rakyat karena tujuan dari project yang dia rekayasa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
2. Framming Device (perangkat framing)
Untuk mendukung dari uraian core frame di atas, Kompas.com menggunakan perangkat framing yang terdiri dari methapors, depiction, catchprases, exemplaar, dan visual images.
a. Methapors
Kompas.com menggunakan methapors: “Angelina Sondakh terbukti menerima suap sebagai imbalan atas kesanggupannya menggiring anggaran terkait proyek Kemendiknas yang diberikan secara tunai.” Kata ‘menggiring’ menjadi perumpamaan yang bersifat negatif dalam konteks kalimat tersebut. Menggiring biasa digunakan untuk sesuatu yang bersifat positif, seperti ‘menggiring bola’ yang dilakukan oleh pemain bola. Namun dalam teks ini menjadi negatif, karena mengacu pada kegiatan yang melanggar aturan.
Teks ini terdapat dalam beberapa judul berita yang diunggah pada 10 Januari 2013, seperti: Divonis 4,5 tahun, Angelina Sondakh Pikir-pikir, dan Angelina: Saya Telah Membebani Orangtua. Pemberitaan yang diunggah pada tanggal 11 Januari 2013 seperti pemberitaan dengan judul Putusan Vonis Angelina Sondakh Dinilai Janggal. Tak luput juga dari pemberitaan tanggal 12 Januari 2013 dengan judul ICW: Duta Kok Korupsi..., dan Punya Kekuatan Besar, Angelina Seharusnya Dihukum Berat!
Methapors ini sebetulnya bisa digantikan dengan penggunaan kalimat lain yang tidak
mangandung perumpamaan atau
pengandaian seperti pada berita yang diunggah pada tanggal 10 Januari 2013 dengan judul: Apa Saja yang Dilakukan Angelina Menjelang Sidang Vonis?
Seperti diketahui, pada dasarnya proses pengaturan sebuah proyek agar sesuai dengan ‘pesanan’ atau ‘permintaan’ tak hanya bergantung pada satu orang, namun merupakan lingkaran yang melibatkan banyak pihak. Namun penggunaan kata ‘menggiring’ dalam pemberitaan ini bisa menjadi 2 makna. Pertama, seperti yang dijelaskan di atas, bahwa Angie bertanggungjawab atas berhasil tidaknya pengaturan proyek sesuai ‘permintaan’. Sama seperti sebuah tim
sepakbola, dimana kapten
bertanggungjawab atas penggiringan bola hingga masuk ke dalam gawang lawan. Kedua, kata ‘menggiring’ bila dicermati bisa berarti upaya Angie pribadi untuk mengeruk materi dari kesempatan yang ada, yaitu dengan memanfaatkan jabatannya sebagai anggota Badan Anggaran dan Anggota DPR. Merujuk pada makna pertama maupun makna kedua, kata ‘menggiring’ tetaplah menjadi pengkonstruksi Kompas.com untuk membentuk citra Angie di mata pembaca.
b. Catchprases
Satu hal yang menarik dalam kasus ini adalah munculnya istilah ‘apel washington’ dan istilah beberapa buah-buahan lainnya. Istilah ini tidak diunggah dalam pemberitaan tertanggal 10-12 Januari 2013. Istilah tersebut mumcul dalam pesan Blackberry Messanger antara Angie dan Mindo Rosalina Manulang.
Angie kemudian menyangkal dengan mengatakan belum memiliki smartphone dengan merek Blackberry. Penyangkalan Angie dibuktikan oleh foto-foto hasil bidikan para wartawan. Penyangkalan
serupa juga ditemukan dalam
pemberitaan yang diteliti oleh peneliti. ‘Angie tidak mengaku menerima uang suap dan merasa dijadikan korban perpolitikan’ inilah catchprases dalam penelitian kali ini. Penyangkalan ini bisa dilihat dari pemberitaan yang diunggah pada 10 Januari 2013 dengan judul: Hari Ini, Angelina Sondakh Divonis. Atas tuntutan Jaksa ini, baik Angie pribadi maupun tim kuasa hukum mengajukan pembelaan atau pleidoi. Dalam pledoi, Angie tidak mengaku menerima uang tersebut dan dia merasa dijadikan korban politik.
c. Exemplaar
‘Hakim memberi vonis ringan karena melihat prestasi Angie yang pernah mengharumkan nama Indonesia, Ibu tunggal dengan tanggungan 3 anak, dan Hakim yakin yang menerima uang tidak hanya Angie.’ Ini merupakan exemplaar dari penelitian ini.
Di tengah kritikan berbagai kalangan, Kompas.com menampilkan alasan yang mendasari Hakim memberikan vonis 4,5 tahun penjara dan 6 bulan kurungan kepada Angie. Hal ini tersurat dalam teks berita tanggal 12 Januari 2013 dengan judul : ICW: Duta Kok Korupsi...
Depiction
Depiction untuk materi penelitian kali ini adalah ‘Duta Orang Utan kok korupsi, Duta Gemar Membaca kok korupsi.’ Label positif sebagai duta yang identik dengan sikap teladan, dijadikan senjata oleh ICW untuk mematahkan kredibilitas Angie di mata publik yang kaya prestasi. Pelabelan ini disampaikan oleh aktivis ICW, Emerson F.Yuntho dalam berita berjudul: ICW: Duta Kok Korupsi…. Tanggal 12 Januari 2013.
Apa yang disampaikan Emerson ini mematahkan pertimbangan majelis Hakim didalam memutus perkara/vonis untuk Angelina Sondakh. Teks ini mengkonstruksi pesan bahwa Angie
telah memberi contoh yang buruk kepada masyarakat. Pembaca diminta untuk berfikir dari sisi yang berbeda dari Majelis Hakim. Dalam teks ini, perbuatan korupsi secara otomatis menghapus semua kebaikan dan prestasi seseorang kepada negaranya.
d. Visual Images
Sifat media online yang harus bergerak cepat, terkadang menjadi kekurangan media itu sendiri, seperti penggunaan foto dan caption yang sama sekali tidak sesuai dengan isi berita. Untuk itu, peneliti mencantumkan semua foto dari 18 berita yang diteliti. Beberapa foto digunakan lebih dari satu atau dua kali penayangan berita, dengan caption yang berbeda.
Divonis 4,5 tahun, Angelina Sondakh Pikir-pikir (Diunggah 10 Januari 2013)
Terdakwa Angelina Sondakh (kiri) saat menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan agenda tuntutan, Jakarta, Kamis (20/12/2012). Angie dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum, dengan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, karena diduga terlibat dalam kasus korupsi penerimaan hadiah dalam penganggaran di Kemenpora dan Kemendiknas. Foto dan caption menceritakan suasana sidang Angelina Sondakh. Sayangnya foto yang digunakan bukanlah foto yang baru.
Ada kemungkinan wartawan
menggunakannya kembali, karena menganggap foto yang diambil 20 Desember 2012 tersebut sudah cukup menggambarkan suasana persidangan 10 Januari 2013. Posisi Angie yang sedang menjalani sidang diambil dengan teknik medium shot dan background. Yaitu menempatkan objek utama di depan objek lain. Sebetulnya, background digunakan dengan tujuan memperindah objek.
Namun untuk foto kali ini, teknik ini diambil untuk menggambarkan ekspresi Angie yang mendengarkan dengan seksama sekaligus beban/stress dalam
menjalani persidangan demi
persidangan.
Judul: Angelina: Saya Telah Membebani Orangtua Diunggah 10 Januari 2013
Terdakwa Angelina Sondakh menjalani sidang vonis yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (10/1/2013). Angie divonis 4,5 tahun dengan denda 250 juta Rupiah, karena terbukti terlibat dalam kasus korupsi penerimaan hadiah dalam penganggaran di Kemenpora dan Kemendiknas. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Judul: Sidang Angelina Sondakh Molor karena Printer Rusak
Diunggah 10 Januari 2013
Terdakwa anggota DPR Angelina Sondakh memandang ke arah pengunjung saat pemeriksaan saksi Mahyudin dan I Wayan Koster dalam sidang perkara korupsi penggiringan anggaran di Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Pemuda dan Olahraga dengan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (22/11/2012).
Sekali lagi inilah kelemahan dari media online, ketika foto dan caption tidak menceritakan isi berita. Bila melihat isi berita yang terkesan ‘dipaksakan’ ada, maka seharusnya wartawan Kompas.com bisa mengambil suasana persidangan yang ramai dan ekspresi pihak KPK atau Angie yang menunggu sidang dimulai. Foto yang diambil tanggal 22/11/2012 ini dianggap wartawan yang menuliskan berita bisa mewakili isi berita,
yaitu Angie yang memandang ke arah pengunjung, yang memang sudah ramai menunggu persidangan dimulai.
3. Reasoning Device (perangkat penalaran) Perangkat penalaran ini akan mendukung perangkat framing yang sudah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya. Perangkat ini terdiri dari : a. Roots
Roots menjelaskan sebab akibat dari sebuah pembingkaian. Roots dari bingkai media vonis Angelina Sondakh ini adalah ‘Vonis Angie dinilai terlalu ringan dan tidak perlu mengembalikan uang korupsi.’ Salah satu penyebab ringannya vonis Angelina Sondakh pernah dibahas dalam perangkat framing. Penyebab utamanya adalah perbedaan pasal yang digunakan oleh majelis Hakim didalam memutus perkara/vonis dengan pasal yang digunakan Jaksa penutut umum KPK. Tidak digunakannya pasal 12A itu, maka Angelina tak dikenakan hukuman pengganti uang yang dikorupsi. "Hukuman Rp 250 juta itu hanya denda bukan pengganti uang yang dikorupsi. Ini juga tidak memenuhi rasa keadilan dari perbuatan korupsinya yang terbukti," tambah Abraham (Tanggal 11 Januari 2013; Abraham: Vonis Angie Tak Penuhi Keadilan Masyarakat).
b. Apeals to principle
‘Angie menyalahgunakan wewenangnya sebagai anggota Banggar dan anggota DPR’, itulah klaim moral yang ditujukan pada Angie dalam bingkai media ini. Klaim moral ini kerap muncul dalam berbagai pemberitaan Kompas.com, seperti yang terdapat dalam pemberitaan di bawah ini: Selaku anggota DPR sekaligus Badan Anggaran DPR Angie menyanggupi untuk menggiring anggaran proyek perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional sehingga dapat disesuaikan dengan permintaan Grup Permai (Tanggal 11 Januari 2013; Putusan Vonis Angelina Sondakh Dinilai Janggal). Seperti dalam
pembingkaian beberapa berita
sebelumnya, kata ‘menggiring’ kembali digunakan oleh wartawan untuk menceritakan kepada pembaca apa yang telah dilakukan oleh Angie.
Teks di atas membentuk opini Angie yang telah menyalahgunakan jabatannya sebagai wakil rakyat dalam tindakan
korupsi. Penekanan dengan
menggunakan kata ‘selaku’ juga
menebalkan artinya. Ini
mengindikasikan bila jabatan itulah yang memungkinkan atau menjadi penyebab tindakan korupsi. Tindakan korupsi kemungkinan kecil tidak dapat dilakukan oleh seseorang yang tidak memangku jabatan tersebut.
c. Consequencess
Consequencess dari bingkai media ini adalah ‘Vonis 4,5 tahun Angelina Sondakh tidak memberi efek jera bagi para koruptor.’ Konstruksi berita menggunakan consequences cukup rajin digunakan oleh Kompas.com pasca pembacaan vonis Angelina Sondakh. Hal ini bisa dilihat dari pemberitaan di bawah ini:
Menurut Indra, Undang-undang Tindak Pidana Korupsi tidak cukup optimal dalam perampasan aset koruptor. Hal ini menyebabkan perampasan aset dan pengembalian ke negara tidak maksimal. "Tentunya juga optimalisasi efek jera juga tidak tercapai," kata Indra (Tanggal 11 Januari 2013; Putusan Vonis Angelina Sondakh Dinilai Janggal).
Kesimpulan
Kompas.com telah membentuk citra Angelina Sondakh sebagai: Perempuan dengan segudang prestasi (Mantan Puteri Indonesia, menjadi Duta berbagai kegiatan, dan anggota DPR). Namun dengan semua prestasinya tersebut,
Angie telah menyalahgunakan
kepercayaan masyarakat dengan memanfaatkan jabatannya sebagai anggota Badan Anggaran dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Angie telah terbukti menggiring anggaran sesuai dengan permintaan.
Hasil penelitian menguatkan Teori Pengaruh Isi Media milik Shoemaker dan Stephen D.Reese yang menjelaskan adanya faktor perbedaan angle yang diambil oleh setiap media.
Dalam pemberitaan kasus korupsi
Angelina Sondakh, Kompas.com
dipengaruhi oleh pengaruh individu, dalam hal ini wartawan Kompas.com. Bisa terlihat dalam pemberitaan yang diunggah pada tanggal 10 Januari 2013. Wartawan yang bertugas adalah Icha Rastika. Dari angle pemilihan berita, wartawan lebih memilih hal-hal kecil yang sifatnya emosional untuk menarik minat pembaca (persaingan dalam industri media). Selain pengaruh individu, pengaruh rutinitas media juga menjadi penyebabnya. Deadline dan space menjadi penyebab beberapa informasi dalam satu berita diulang ke dalam berita-berita selanjutnya, dan ini terjadi pada media online Kompas.com. Dengan laju pergantian berita yang cepat, maka Kompas.com seringkali menampilkan informasi yang sama dalam beberapa beritanya, dan memberitakan satu peristiwa dalam beberapa judul berita. Kompas.com mengkonstruksi berita untuk membentuk opini publik terhadap citra Angelina Sondakh dengan bahasa khas ala kompas yang tetap humanis. Dengan kehati-hatian dan ke-khas-an ala kompas, Kompas.com memanfaatkan karakteristik media online untuk membentuk opini dan citra tersebut. Biar bagaimanapun, media online memiliki jangkauan yang lebih besar daripada media cetak, karena waktu pergantian pemberitaannya yang lebih cepat dari media online.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Audy Mirza. 2004. Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto Bourton, Graeme. 2008. Yang Tersembunyi di Balik Media. Pengantar Kepada
Eriyanto. 2007. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Granit.
Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa. Sebuah
Henslowe, Philip. 2000. Public Relation untuk Bisnis. Jakarta: Lembaga PPM. Hikmat, Kusumaningrat Purnama. 2006. Jurnalistik Teori dan Praktek. Bandung: HM, Zainudin. 2011. Melacak Jurnalisme Media Siaran dan Internet. Jakarta:
Rakhmat, Jalaluddin. 1994. Psikologi
Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Santoso, Edi dan Mite Setiansah. 2010. Teori Komunikasi. Yogyakarta: Graha Sobur, Alex. 2004. Analisis Teks Media. Suatu Pengantar Untuk Analisis Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik. Jakarta:
Tamburaka, Apriadi. 2012. Agenda Setting Media Massa. Jakarta: Rajawali Pers.
Wacana, Analisis Semiotik, Dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja
Wijaya, Taufan. Foto Jurnalistik. Klaten: Sahabat. Yogyakarta: LKiS.
NON-BUKU Kominfo,
http://balitbang.kominfo.go.id/balitban
g/bppki-yogyakarta/files/2012/11/06_Emmy_B udi_naskah.pdf diakses tanggal 09 Mei 2013
Kompas,
http://www.facebook.com/KOMPAScom , diakses tanggal 11 April 2013.
Kompas, https://twitter.com/kompascom, diakses 11 April 2013. Kompas, http://nasional.Kompas.com/read tanggal 11 April 2013