24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Wilayah Gambaran Umum Desa Wilas
Lokasi. Desa wilas adalah salah satu desa di wilayah Kecamatan Kelumpang Utara. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Sulangkit, sebelah
timur dengan Desa Mangga, sebelah selatan dengan Desa Manggis, dan
sebelah barat dengan Kecamatan Sampanahan. Luas Desa Wilas sekitar 20
km2. Area tersebut mencakup lahan persawahan, kebun karet, ladang
pemukiman, dan sisanya masih berbentuk hutan karena belum dimanfaatkan.
Seluruh penduduk Desa Wilas adalah Suku Banjar. Jumlah penduduk
seluruhnya yang bermukim di Desa Wilas sebanyak 221 KK atau 807 warga dengan jumlah laki-laki 403 orang dan perempuan sebanyak 404 orang.
Akses menuju ibukota kecamatan ditempuh selama 45 menit
menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat dengan jarak 12 kilometer. Desa Pudi sebagai Ibukota kecamatan menjadi salah satu alternatif pasar yang biasa dikunjungi oleh warga Desa Wilas. Selain itu, pusat perdagangan lain terletak di Desa Geronggang yang berjarak 45 kilometer melalui jalan tambang PT Arutmin Indonesia Tambang Senakin. Adapun akses desa menuju ibukota kabupaten harus ditempuh melalui jalan darat baik menuju Desa Pudi maupun
Desa Geronggang yang kemudian dilanjutkan dengan menggunakan speed boat
ataupun kapal cepat. Umumnya warga menggunakan kendaraan roda dua sebagai alat transportasi utama.
Sarana dan prasarana. Desa Wilas memiliki prasarana jalan yang sudah rusak untuk akses keluar desa. Kondisi jalan utama menuju Desa Wilas ke Desa Geronggang cukup baik. Sedangkan menuju Desa Sulangkit rusak. Adapun menuju Desa Mangga rusak berlumpur pada satu titik. Kondisi jalan belum ada pengerasan secara merata, masih didominasi oleh jalan tanah yang sulit dilalui terutama pada saat hujan turun. Sarana pemerintah yang ditemui di Desa Wilas adalah kantor desa, pasar, TPA, SD, SMP,dan Puskesdes. Pada tahun 2012, sumber listrik untuk Desa Wilas berasal dari generator milik Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Gambaran Umum Desa Sulangkit
Lokasi. Desa Sulangkit merupakan desa yang berbatasan dengan Desa Sukadana di sebelah utara. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Pudi Seberang, sebelah selatan dengan Desa Mangga, dan sebelah barat dengan
0,018jiwa/km . Jarak tempuh desa menuju ibukota kecamatan adalah 10
Jenis pekerjaan Nonprogram
Desa Wilas. Luas wilayah desa ini adalah 33 km2. Jumlah penduduk Desa
Sulangkit seluruhnya berjumlah 175 Jiwa dimana jumlah laki-laki 92 jiwa dan
perempuan 83 jiwa. Kepadatan penduduk Desa Sulangkit adalah
2
kilometer sedangkan ke ibukota kabupaten adalah 70 kilometer (RPJMD
Sulangkit 2011).
Sarana dan prasarana. Ruas jalan Desa yang melewati Desa Sulangkit sepanjang ± 6 kilometer yang menghubungkan poros jalan antar Desa Sulangkit
dengan Desa Pudi dan Desa Sekandis. Panjang jalan Desa seluruhnya
berjumlah ± 9 kilometer yang terdiri dari jalan utama desa dan jalan lingkungan. Adapun jalan lainnya adalah titian atau jembatan kayu dan jalan setapak. Berdasarkan data Desa Sulangkit pada tahun 2011 jumlah sekolah untuk SD sebanyak 1 buah dan TPA 1 buah. Pekerjaan Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan pada suami/istri di desa program (40%) dan nonprogram (58,1%) adalah petani. Suami dan istri didesa nonprogram tidak ada yang menjadi buruh non tani (0%). Di desa program terdapat 26,7% suami atau istri yang bekerja sebagai buruh non tani. Kondisi ini dikarenakan di desa program memiliki jumlah penduduk yang lebih besar sehingga warga yang akan memulai pertanian atau memanen hasilnya cenderung meminta bantuan warga lainnya dengan upah berupa uang tunai Rp. 50.000,- per hari atau bagi hasil panen. Tabel 4 Sebaran rumahtangga berdasarkan pekerjaan suami dan istri Program Jumlah % Jumlah % Petani 25 58.1 18 40.0 Buruh tani 0 0.0 12 26.7 Buruh nontani 0 0.0 0 0.0 PNS 0 0.0 1 2.2 Jasa 1 2.3 0 0.0 Pedagang 2 4.7 1 2.2 Tidak bekerja 1 2.3 0 0.0 IRT 9 20.9 6 13.3 Lainnya 5 11.6 7 15.6 Pekerjaan lainnya di desa program (15,6%) lebih tinggi dibanding desa nonprogram (11,6%). Kondisi ini diduga karena jarak desa program lebih dekat
26 dengan perusahaan dan kontraktor tambang. Beberapa pekerjaan lainnya adalah
kontraktor thiess, kontrak dengan penanaman karet PT Arutmin Indonesia
Tambang Senakin, dan sebagian menjadi guru honorer.
Karakteristik Program Pemberdayaan Masyarakat Kebijakan
Dasar kebijakan Community Department (CD) tercantum dalam dokumen
kebijakan, keselamatan, dan kesehatan kerja, lingkungan serta kemasyarakatan (K3LK) yang dibuat oleh perusahaan. Dokumen tersebut mencantumkan lima
poin kebijakan yang dua poin diantaranya adalah kebijakan dasar yang
berhubungan dengan kemasyarakatan. Kebijakan tersebut adalah 1)
mengembangkan hubungan baik dengan masyarakat setempat melalui
komunikasi yang terbuka dan proaktif yang didasari atas keyakinan, saling percaya, dan kebersamaan dan 2) mendorong keterlibatan secara aktif dari semua pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan kebijakan ini.
Komitmen perusahaan ini lebih khusus ditetapkan dalam kebijakan
mengenai visi dan misi tanggung jawab sosial perusahaan. Dokumen ini tertuang dalam memorandum Nomor 290/AI/VIII/2008 yang ditandatangani oleh Chief Executive Officer (CEO) pada tahun 2008. Berikut adalah kebijakan yang terdiri dari visi, misi, tujuan, dan strategi. Tabel 5 Kebijakan visi dan misi tanggung jawab sosial perusahaan1 Komponen Uraian
Visi Berdayanya masyarakat lingkar tambang menjadi mandiri dan sejahtera.
Misi Memberdayakan sumber daya lokal dengan berpegang pada nilai-nilai
adat dan budaya setempat.
Tujuan 1. Berpartisipasi dalam pembangunan daerah dengan membangun
struktur komunitas yang tidak berdaya menjadi lebih berdaya dalam
menciptakan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat setempat.
2. Menjalin hubungan yang harmonis dengan pemangku kepentingan,
berdasarkan atas keyakinan, saling percaya, kebersamaan, dan
saling menguntungkan.
Strategi 1. Membangun kemitraan atas dasar saling menguntungkan antara
perusahaan, masyarakat, pemerintah, dan mitra kerja.
2. Hidup berdampingan dengan masyarakat, harmonis, dan saling
percaya dimana perusahaan beroperasi.
3. Membangun keswadayaan masyarakat dalam rangka mengelola dan
mengembangkan potensi sumberdaya lokal.
4. Berbasis komunitas dan sumberdaya lokal.
5. Melaksanakan prinsip-prinsip pengembangan masyarakat (Community
Development).
6. Menyiapkan kemandirian masyarakat pasca tambang.
1 Sumber: memorandum Nomor 290/AI/VIII/2008
Wibisono (2007) merangkum cara pandang perusahaan terhadap CSR menjadi menjadi tiga yaitu pertama basa basi atau keterpaksaan, kedua upaya
memenuhi kewajiban (compliance), dan ketiga dorongan tulus dari dalam
(beyond compliance). Perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya
bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk mencipatakan profit demi
kelangsungan perusahaan melainkan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dasar pemikirannya adalah kesehatan finansial.
Berdasarkan pembagian tersebut, cara pandang PT Arutmin Indonesia Tambang Senakin terhadap pelaksanaan CSR termasuk pada golongan tiga. Perusahaan telah menyadari bahwa masyarakat sekitar daerah operasi tambang
harus mandiri dan sejahtera. Hal ini dibuktikan dengan adanya komitmen
perusahaan dalam kebijakan tanggung jawab sosial perusahaan yang tercantum
dalam tabel 4. Manager site Senakin, sebagai pimpinan tertinggi daerah
tambang, mempunyai prinsip bahwa jika masyarakat lokal sekitar tambang tidak
lebih mandiri setelah adanya perusahaan, maka pelaksanaan program ini
terbilang gagal. Wibisono (2007) menyatakan bahwa alasan pertama
diimplementasikannya CSR adalah komitmen pemimpinnya. Selain itu, kutipan
dari supervisor community development mengenai kewajiban CSR sebagai
berikut:
“Konsumen akan melihat predikat proper yang diberikan kementrian lingkungan hidup atas pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan ini sehingga pelaksanaan program
pemberdayaan masyarakat ini merupakan kesadaran
perusahaan untuk investasi kesehatan dan kemajuan
finansial”
Cara pandang dan prinsip ini juga sejalan dengan pernyataan Lubis (2011) bahwa dua elemen pokok dari pemberdayaan adalah kemandirian dan partisipasi.
Berdasarkan kebijakan yang tercantum dalam tabel 4 dapat dilihat bahwa
perusahaan memiliki cita-cita untuk menjadikan masyarakat mandiri dengan sumber daya lokal yang dimilikinya. Oleh karena itu, prinsip pemberdayaan masyarakat telah tertuang dalam kebijakan yang diacu oleh pelaksana program sehingga harapannya visi tersebut bisa dicapai pada akhir operasi tambang tahun 2017.
Sumber Daya Manusia (SDM)
Community Department (CD) didukung oleh sumberdaya manusia
dengan struktur seperti gambar 2. Berdasarkan gambar tersebut, community
superintendent berada langsung dibawah manager PT Arutmin Tambang
Senakin. Selanjutnya dalam community department dibagi menjadi dua sub yaitu
relation (comrel). Masing-kemasyarakatan Asset 28
masing sub ini dipimpin oleh seorang supervisor. Pelaksanaan kegiatan comdev
dibagi menjadi tiga bidang yaitu ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Bidang kesehatan dan pendidikan dilaksanakan secara mandiri oleh pelaksana CD Senakin. Adapun dalam bidang ekonomi, CD senakin membentuk LPPM dan project karet serta bermitra dengan Dompet Duafa Corpora. Bidang infrastruktur, sosial budaya, dan hubungan kemasyarakatan dilakukan oleh comrel. Bidang comrel dibantu oleh seorang asset protection yang berada langsung dibawah
admin & la supraintendent.
CD Senakin bekerjasama dengan berbagai lembaga evaluasi seperti
CFCD (Corporate Forum for Community Development) dan SII (Social
Investment Indonesia) untuk melakukan evaluasi program di lapangan. Selain itu,
kerjasama dengan berbagai stakeholder ini membantu dalam perencanaan
program pemberdayaan yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya.
Senakin mine manager Superintendent Superintendent Community Superintendent Admin & LA Superintendent Community Development Supervisor Community Relation Supervisor Community Development officer Community Development officer Community Relation Officer Community Relation Officer Assisstant project karet Assisstant comdev LPPM Dompet Dhuafa Kontrak Protection LCO
Konsep dan Strategi
PT Arutmin Indonesia Tambang Senakin telah melaksanakan program
pemberdayaan masyarakat sekitar tambang sejak dimulai beroperasinya
tambang pada tahun 1988. Awalnya pelaksanaan program ini dipicu oleh
tuntutan masyarakat yang menuntut kompensasi dari kegiatan PT Arutmin Indonesia Tambang Senakin. Sejak tahun 2000 program untuk masyarakat mulai ditata dan diarahkan pada kegiatan yang mempunyai nilai-nilai pemberdayaan masyarakat (SII 2012).
Pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat disusun atas sebuah
konsep dan strategi yang dibuat untuk mencapai visi departemen. Pada
dasarnya konsep ini bertujuan untuk menguatkan sisi perekonomian masyarakat
sehingga tercapai masyarakat mandiri pada tahun 2017. Kerangka kerja
pemberdayaan masyarakat menitikberatkan pada penguatan ekonomi.
Penguatan ekonomi ini didukung oleh pelaksanaan program-program di bidang
kesehatan dan pendidikan. Selain itu, program dibidang infrastruktur dan
kegiatan sosial lainnya dilakukan untuk mencapai target masyarakat mandiri
pada akhir operasi tambang. Secara tidak langsung, bidang kesehatan,
pendidikan, dan infrastruktur bukan menjadi tujuan utama pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat.
Strategi yang dilakukan CD adalah membagi target pencapaian program dalam tiga tahap. Tahap pertama dimulai dengan “memberi” yang dilaksanakan pada tahun 2004-2009. Strategi ini ditujukan untuk menumbuhkembangkan
usaha dengan membangun dasar-dasar ekonomi. Secara umum, konsep
pemberdayaan masyarakat ini merupakan kerjasama dari bagian community
development (comdev) dan community relation (comrel). Ruang lingkup comdev
adalah membangun dasar ekonomi, membangun dan mengembangkan potensi sumberdaya lokal sebagai dasar menuju masyarakat yang percaya diri untuk menjadi mandiri dan sejahtera. Sedangkan ruang lingkup comrel memberikan
dukungan kepada tim comdev dalam membangun prasarana dasar dan
mendorong terciptanya tatanan masyarakat yang kondusif, harmonis, gotong royong, jujur, dan dinamis. Tahap kedua (2010-2013) merupakan tahap transisi menuju masyarakat mandiri. Tahap ini dilaksanakan dengan konsep “mengajak” dimana dilakukan program-program penguatan usaha dan membangun jaringan, serta penguatan organisasi dan permodalan. Selanjutnya, tahap ketiga yang akan dilaksanakan
Budaya - Ring I, II, III
Budaya Kesehatan Infrastruktur - Ring I, II, III 30
pada tahun 2014-2017 berada pada tahap “membangun”. Pada tahap ini
diharapkan adanya kestabilan usaha, kepercayaan diri, adanya jaringan, dan modal yang kuat. Target ini merupakan indikator pencapaian masyarakat mandiri atau keterandalan masyarakat dalam bidang ekonomi pada tahun 2017.
Tabel 6 Strategi prioritas tahunan Community Department tambang senakin1
Prioritas Ke- Strategi program 2004-2009 2010-2013 2014-2017 Mandiri Keterangan
1 Infrastruktur Ekonomi Pertanian Pertanian Ring I dan II
2 Pendidikan Sosial Budaya Perdagangan Perdagangan Ring I, II,III
3 Kesehatan Infrastruktur Sosial
4 Ekonomi Pendidikan Pendidikan - Ring I, II, III
5 Sosial
6 Donation Donation Donation - Ring I, II, III
1 Sumber: SII (2012)
Community Department (CD) PT PT Arutmin Indonesia Tambang
Senakin Tambang Senakin menurunkan konsep tersebut menjadi program
objektif tahunan. Hasilnya adalah adanya skala prioritas pelaksanaan program
pemberdayaan yang dilakukan setiap jangka waktu yang disertakan.
Berdasarkan tabel 6, pada tahun 2011 (2010-2013) prioritas pelaksanaan
program adalah bidang ekonomi. Prioritas kedua yang dijalankan adalah bidang sosial budaya, selanjutnya bidang infrastruktur. Sedangkan bidang pendidikan dan kesehatan berada pada skala prioritas empat dan lima. Pelaksanaan program pendidikan dan kesehatan belum menjadi prioritas utama karena berdasarkan kerangka kerja CD, kedua bidang ini merupakan bidang pendukung penguatan bidang ekonomi. Selain itu, sampai saat ini belum dilakukan pemetaan khusus mengenai bidang kesehatan dan pendidikan. Pada Akhirnya, program-program kesehatan dan pendidikan yang dilaksanakan pada tahun 2011 masih mengacu pada pelaksanaan program pada tahun-tahun
sebelumnya. Adapun pelaksanaan program infrastuktur dilaksanakan
berdasarkan kebutuhan nyata dari masyarakat melalui proposal yang diajukan masyarakat ke perusahaan. Kegiatan sosial budaya dilaksanakan dalam rangka
untuk mendekatkan hubungan antara pelaku usaha dengan masyarakat
setempat.
Hasil wawancara dengan salah satu staff CD menuturkan bahwa strategi
prioritas bidang ini telah dilaksanakan terlebih untuk periode kedua yaitu tahun 2010-2013. Akan tetapi, SII (2012) menunjukkan bahwa kerangka kerja dan strategi pelaksanaan CD ini belum dapat secara jelas mendeskripsikan indikator-
indikator serta target pencapaian perusahaan ditiap tahap setiap tahunnya meskipun menyertakan rencana waktu dari setiap tahapan. Program Rancangan program pemberdayaan masyarakat PT Arutmin Indonesia Tambang Senakin mengacu pada standar CSR ISO:26000, Proper lingkungan
hidup, dan mendukung percepatan Millenium Development Goals (MDG’s).
Rancangan ini tentu saja disesuaikan dengan keadaan dan terutama kebutuhan aktual masyarakat di desa sekitar tambang. Kondisi dan kebutuhan masyarakat
ini dilakukan melalui kegiatan pemetaan sosial (social mapping) yang
dilaksanakan oleh lembaga kompeten. Selain itu, pengajuan proposal dan
informasi dari masyarakat lokal menjadi sumber penting lainnya dalam
merancang program.
Program pemberdayaan masyarakat PT Arutmin Indonesia Tambang Senakin dilaksanakan di 28 desa yang dibagi menjadi tiga ring atau prioritas impelementasi program. Ring 1 merupakan desa-desa yang terkena dampak
pertambangan secara langsung. Ring 2 merupakan desa-desa yang tidak
terkena dampak pertambangan secara langsung. Ring 3 merupakan desa-desa yang tidak terkena dampak.
Tabel 7 Lokasi desa penerima program pemberdayaan masyarakat1
Kecamatan Desa
Ring 1 Ring 2 Ring 3
Kelumpang
tenga
Sebuli, tamiang
bakung
Tebing tinggi, Tanah
Rata, Senakin, Senakin Seberang Tanjung Selayar, Sungai Pinang, Sungai Punggawa Kelumpang Utara Pamukan Selatan
Mangga, Wilas, Sungai
Seluang
Gunung Calang,
Sekandis, Talusi
Pudi, Pudi Seberang -
Sukadana -
Sampanahan Gunung Batu Besar,
Besuang, Papaan Sepapah, Sungai Betung Sukamaju, Banjarsari, Tanjung Sari, Sampanahan 1 Sumber: SII (2012) Lubis (2011) menjelaskan tahapan program pemberdayaan masyarakat dimulai dengan identifikasi potensi dan masalah. Selanjutnya, penetapan tujuan, penetapan rencana kerja, kemudian aksi atau pelaksanaan rencana kerja, dan pada akhirnya diadakan evaluasi kegiatan. Evaluasi dan monitoring adalah salah satu kegiatan yang penting untuk melihat apakah pelaksanaan pemberdayaan sesuai dengan yang direncanakan. Tahap pertama adalah identifikasi potensi dan masalah. Tahap pertama
32 Development (CFCD) setiap tiga tahun sekali. Selain itu, dilaksanakan juga oleh tim Dompet Dhuafa menurut desa yang dijadikan sasaran program. Selanjutnya
penetapan tujuan dan rencana kerja didiskusikan dengan staf community
department (CD) karena aksi program pemberdayan masyarakat ini akan
dilaksnaakan oleh staf, supervisor, tim dompet dhuafa, dan tim LPPM.
Wibisono (2007) berpendapat bahwa pelaksanaan program CSR atau
pemberdayaan ini sedapat mungkin diupayakan memenuhi beberapa poin,
diantaranya berbasis sumberdaya lokal, berbasis pada pemberdayaan
masyarakat, mengutamakan program yang berkelanjutan, berdasar perencanaan
partisipatif atau didahului oleh penilaian kebutuhan (need assessment),
dihubungkan dengan bisnis inti perusahaan, dan fokus pada prioritas.
Berdasarkan hal tersebut, maka CD PT Arutmin Indonesia Tambang Senakin telah berupaya memenuhi semua poin tersebut.
Berbasis sumberdaya lokal telah dibuktikan PT Arutmin Indonesia
Tambang Senakin dalam kebijakan dasar perusahaan. Selain itu, penguatan berbagai kelompok usaha masyarakat setempat dengan potensi daerahnya. Selain itu, dilaksanakan modifikasi bibit karet yang berasal dari karet lokal yang selanjutnya akan dipergunakan oleh masyarakat setempat. Berbasis pada pemberdayaan masyarakat merupakan konsep CD PT Arutmin Indonesia Tambang Senakin dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Hal ini dibuktikan dalam memorandum Nomor 290/AI/VIII/2008 bahwa community development merupakan salah satu strategi yang harus dijalankan dalam CSR. Perencanaan partisipatif dilakukan CD PT Arutmin Indonesia Tambang Senakin setiap tiga tahun sekali oleh pihak luar atau setiap akan melaksanakan program baru seperti kegiatan pendampingan oleh Dompet Dhuafa. CD PT Arutmin Indonesia Tambang Senakin memiliki prioritas bidang yang dijadikan
acuan. Hal tersebut merupakan bukti bahwa perusahaan tersebut
mengutamakan program yang berkelanjutan seperti pada bidang ekonomi dan mengutamakan prioritas pada tahun strategi. Adapun hubungan dengan bisnis
inti, perusahaan melaksanakan mining tour sebagai salah satu cara
pemberdayaan dalam memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai kegiatan pertambangan.
Tahap selanjutnya adalah aksi atau implementasi program. Implementasi program dilaksanakan berdasarkan rencana program yang telah dibuat. Adapun
tahap evaluasi dilakukan secara berjangka dan tahunan. Evaluasi berjangka dilaksanakan setiap hari untuk mengevaluasi sekaligus monitoring program yang
sedang dilaksanakan. Evaluasi tahunan dilaksanakan dengan mengundang
pihak luar seperti tim dari CFCD. Evaluasi yang dilaksanakan oleh pihak luar ini melibatkan partisipasi masyarakat. Berdasarkan tipe evaluasi pada tabel 1 oleh Lubis (2011), evaluasi yang dilaksanakan oleh CD merupakan kombinasi dari evaluasi konvensional dan evalusi partisipatif.
Evaluasi konvensional meliputi pelaku evaluasi adalah pihak luar
sedangkan evaluasi berjangka dilakukan oleh staf dan perangkat CD. Hal yang
dievaluasi berdasarkan indikator keberhasilan biasanya berupa kepuasan
masyarakat dan output yang dihasilkan. Evaluasi CD dilakukan dengan pola
seragam dan tergantung jadwal. Hasil dari evaluasi ini menjadi bahan
pelaksanaan anggaran biaya dan program yang akan dilaksanakan di tahun berikutya. Evaluasi tahunan ini juga melibatkan masyarakat di ring 1 sebagai prioritas responden sasaran program pemberdayaan masyarakat.
Potensi Dampak Program Pemberdayaan Masyarakat terhadap Upaya Peningkatan Akses Pangan di Desa Wilas
Program bidang ekonomi sebagai program inti yang berjalan di Desa Wilas adalah Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PPEM) dari tim Dompet Dhuafa sebagai mitra CD dalam pelaksanaan program pemberdayaan.
Adapun program di bidang kesehatan dijalankan di Desa Wilas adalah
pemberian makanan tambahan bagi balita setiap tiga bulan, bantuan peralatan
kesehatan, dan insentif bagi bidan. Program di bidang pendidikan yang
dijalankan adalah Kuliah Kerja Profesi IPB, penelitian, mining tour, pelatihan
kompetensi guru, dan kompetisi pendidikan. Bidang infrastruktur yang turut dibantu perusahaan adalah penyediaan sarana air bersih, perbaikan sarana jalan, penyediaan jaringan listrik, dan pembangunan sarana olahraga, bedah rumah. Selain itu, dibidang sosial budaya, perusahaan telah melaksanakan perayaan hari besar agama islam, pembianaan olahraga dan kesenian, kegiatan keagamaan, dan sosialisasi seputar operasional tambang.
Tabel 8 menunjukkan potensi dampak program pemberdayaan
masyarakat berdasarkan elemen penting akses dan konsumsi pangan dalam
KUKP 2010-2014. Program yang dilaksanakan menyentuh ranah upaya
peningkatan akses pangan yaitu akses sosial, fisik, dan ekonomi pangan. Selain
posyandu Balita Peningkatan konsumsi pangan
KUM Peningkatan akses ekonomi
2 Insentif tenaga kemasyarakatan Umum Peningkatan akses ekonomi
2 Pembinaan olahraga dan
4 Sosialisasi seputar operasional
3 Pembangunan jalan desa Umum Peningkatan akses fisik & sosial 34 peningkatan konsumsi makanan bagi balita. Hanya saja, program tersebut tidak dirancang menjadi program yang saling berkaitan. Hal ini dibuktikan dengan tujuan program pemberdayaan masyarakat CD adalah membentuk masyarakat
yang mandiri ekonomi. Bidang lainnya seperti kesehatan dan pendidikan
merupakan tujuan penunjang masyarakat mandiri ekonomi.
Hal ini diduga akses pangan khususnya dan sistem ketahanan pangan umumnya belum tersosialisasi kepada perusahaan. Rahayu (2007) menyatakan
dalam penelitiannya mengenai potensi dampak program pemberdayaan
masyarakat di PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) bahwa belum konsep ketahanan pangan belum disosialisasikan kepada perusahaan karena belum ada peraturan yang mengikat secara khusus mengenai penerapan konsep ini.
Tabel 8 Program, sasaran, dan potensi dampak program yang dilaksanakan di
Desa Wilas tahun 2011
No Program Sasaran Potensi Dampak
A Pendidikan
1 Kompetisi pendidikan Siswa SMP -
2 Magang dan KKN & Penelitian Mahasiswa -
3 Pelatihan kompetensi guru Guru -
B Kesehatan
1 Bantuan makanan tambahan
3 Bantuan pendidikan untuk bidan Bidan -
4 Bantuan tanggap darurat Umum - C Ekonomi
1
Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat (PPEM) tim dompet
dhuafa
pangan
Pangan D Sosial Budaya Dan Keagamaan
1 PHBN Umum -
kesenian Umum -
3 Kegiatan keagamaan Umum -
tambang Umum -
E Pengembangan Infrastruktur
1 Rehabilitasi sarana pendidikan Umum -
2 Air bersih Umum Peningkatan akses fisik pangan
pangan
4 Pembangunan jaringan listrik Umum Peningkatan akses fisik pangan
5 Bedah rumah Umum -
Program Bidang Pendidikan. Pelaksanaan program pendidikan memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia masyarakat sekitar tambang. Program pendidikan yang telah dilaksanakan adalah 1) kuliah kerja
profesi dan penelitian, 2) kompetisi pendidikan, 3) mining tour, 4) pelatihan
kompetensi guru.
Pelaksanaan program pendidikan ini memang belum optimal
diakarenakan tidak adanya data yang mendukung mengenai kebutuhan
pendidikan masyarakat. Program yang telah dijalankan berdampak pada
peningkatan pengetahuan dan kompetensi mengajar guru menjadi lebih baik. Selanjutnya, pengetahuan yang meningkat dapat meningkatkan kapasitas dan kompetensi siswa. Dampak dari kompetensi mengajar guru yang baik dapat meningkatkan kapasitas guru dalam mengajar. Dana KKP dan penelitian Kompetisi pendidikan pengetahuan baru penerima manfaat bertambah Meningkat- nya pengetahuan Peningkatan kapasitas dan kompetensi Mining tour Pelatihan kompeten si guru Teknik mengajar guru lebih baik Kompetensi guru mengajar lebih baik Peningka- tan kapasitas
INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME POTENSI
Gambar 3 Komponen program pendidikan. DAMPAK
Program Bidang Kesehatan. Program-program dibidang kesehatan yang dilakukan masih bersifat donasi. Program yang telah dilaksanakan adalah pemberian makanan tambahan bagi balita setiap tiga bulan sekali pada saat posyandu,bantuan pendidikan bagi bidan, dan bantuan tanggap darurat. Potensi dampak pada peningkatan konsumsi pangan terlihat pada program pemberian makanan tambahan (PMT).
terpercaya) 36 PMT balita Dana Bantuan pendidi- kan bidan Tanggap darurat Meragamkan makanan tambahaan Bidan mendapat pendidikan Keadaan darurat Status gizi kurang&buruk menurun Terdapat bidan ahli di desa Penurunan tingkat bahaya Peningkatan konsumsi Peningkatan kesehatan Penurunan bahaya teratasi
INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME POTENSI
Gambar 4 Komponen program kesehatan DAMPAK
Program Bidang Ekonomi. Bidang ekonomi merupakan bidang utama
dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat. Tujuan akhir dari
bidang ekonomi adalah untuk mempersiapkan masyarakat mandiri di akhir
operasi tambang. Pemberdayaan ekonomi masyarakat di Desa Wilas
dilaksanakan dengan pendampingan dalam bidang pertanian, perkebunan, dan peternakan. Pelaksanaan program inipertanian dan peternakan CD Senakin bekerjasama dengan tim dari Dompet Dhuafa. CD Senakin membentuk Assistant Project karet dalam bidang perkebunan. Secara umum, implementasi PPEM ini dijelaskan dalam gambar 5 berikut ini. TAHAP JANGKA PENDEK (2010- 2011) Menumbuhkan kelompok Pembentukan kelembagaan lokal Pembuatan konsensus bersama
& Perintisan usaha
kelompok TAHAP JANGKA MENENGAH (2011- 2012) Penguatan dan pengembangan kelembagaan lokal Pengembangan usaha melalui inkubasi bisnis TAHAP JANGKA PANJANG(masa pendampingan berikutnya) Kelembagaan lokal menjadi motor pemberdayaan komunitas Usaha berkembang (menjadi pengelola dana-dana masyarakat) profesional dan Gambar 5 Tahapan program pemberdayaan ekonomi masyarakat. Gambar 5 tersebut menunjukkan bahwa implementasi program PPEM terbagi menjadi tiga periode. Periode pertama (2010-2011) merupakan tahap awal atau inisisasi dalam merintis usaha. Saat ini, Desa Wilas sedang berada pada tahap dua atau periode jangka menengah. Pada tahap ini dihasilkan tujuh Kelompok Usaha Mandiri (KUM), yaitu: 1. KUM Bina Bersama, usaha peternakan ayam kampung
Kelompok ini melakukan usaha penggemukan dan pembibitan ayam
kampong yang diketuai oleh Bapak Abdul Hamid. Saat ini, ada tujuh dari
delapan orang yang masih mengikuti program penggemukan ayam
kampong. Menurut laporan DD per Juni 2012 pengurus pada kelompok ini tidak berjalan sesuai fungsinya. Seluruh keputusan dan kebijakan kelompok diserahkan kepada anggota kelompok dan ada beberapa mitra yang belum melaksanakan usaha karena kondisi keluarga yang belum stabil. Total dana
yang telah direalisasikan adalah Rp. 7.200.000,- dari total dana yang
diajukan sebesar Rp. 12.951.000,-. Dana tersebut digunakan untuk
membuat kandang ayam,pembelian bibit, dan pembelian disinfektan.
Kendala yang dihadappi selain adanya ketidakstabilan pengurus adalah sulitnya mencari bibit ayam yang sesuai dengan besar rata-rata ½ kilogram. Lokasi kandang berada di empat lokasi dengan satu lokasi bersama dengan tiga mitra dan tiga lokasi lainnya di rumah masing-masing mitra. 2. KUM Ternak Bina Usaha, usaha itik petelur Kelompok ini menjalankan usaha peternakan itik petelur yang diketuai oleh Bapak M. Bakar. Saat ini hanya ada lima dari 13 orang yang masih mengikuti usaha peternakan ini. Pelaksanaan kepengurusan pada kelompok ini sudah berjalan sesuai fungsinya. Dana yang telah diserap dari program ini adalah sebesar Rp. 39.025.000,- dari Rp. 45.182.000,-. dana tersebut
digunakan untuk pembuatan kandang, pembelian bibit itik, pembelian
pakan,dan pembelian disinfektan.
3. KUM Berkat Usaha Bersama, usaha pertanian jagung
Kelompok ini merupakan kelompok yang menjalankan usaha pertanian
jagung. Pelaksanaan usaha ini diketuai oleh M. Hatta yang saat ini
beranggotakan tiga orang. Kendala yang dihadapi dalam kelompok ini
adalah pengurus kelompok belum berjalan optimal, lokasi tanam, dan
pemasarannya. Sampai saat ini usaha pertanian jagung baru panen satu kali yang menghasilkan 7000 tongkol jagung. Hasil panen dipasarkan di sekitar Desa Wilas, pasar geronggang, kotabaru, dan pagatan. Dana yang telah diserap yaitu Rp.6.700.000,-. 4. KUM Harapan Kami, usaha pertanian kacang tanah Usaha pertanian Hortikultura yang dilakukan oleh kelompok ini adalah pertanian kacang tanah. Kelompok yang diketuai oleh Bapak Sahruni ini memiliki dua anggota kelompok dimana satu orang dari anggotanya sudah
38 bisa melaksanakan usaha dari modal sendiri. Hasil panen pertama sudah bisa di pasarkan di sekitar Desa Wilas. Dana yang telah diserap untuk usaha ini adalah Rp.9.563.000,-. 5. KUM Usaha Bersama, usaha pemasaran getah karet Kelompok usaha mandiri usaha bersama ini adalah kelompok yang bergerak dalam pemasaran getah karet. Hanya ada satu orang di desa wilas yang mengikuti kelompok ini. Sebenarnya yang dijadikan binaan atau dampingan adalah pengumpul getah karet. Namun, dari hasil bagi keuntungan ada sekitar 5% bagi semua pengumpul karet yang dikumpulkan di Abdullah mendapatkan cuka. Karet yang telah dikumpulkan ini ditimbun sampai terkumpul dalam jumlah yang menguntungkan bagi produsen. Pemasaran getah karet ini juga bergabung dengan pengumpul karet di desa lain yang dijadikan desa binaan. Pemasaran getah karet ini dilakukan di Banjarmasin dengan pembagian keuntungan 30% untuk koperasi, 10% untuk induk, 30% untuk pengelola, 5% untuk bonus, dan 25% dijadikan tambahan modal usaha. Kendala yang dihadapi dalam usaha pemasaran getah karet ini adalah cuaca dan harga karet di pabrik. Dana yang sudah terserap oleh kelompok ini adalah Rp. 26.000.000,-. 6. KUM Harapan Bersama, usaha budidaya lobster air Kelompok ini menjalankan usaha di bidang budidaya lobster air tawar. Tujuan diadakan usaha budidaya ini adalah untuk menunjukkan bahwa
didaerah pertanian dan perkebunan masih bisa melaksanakan usaha
perikanan. KUM Harapan Bersama diketuai oleh Sardiansyah yang sudah
menyerap Rp. 14.688.000,- untuk permodalan dan pelatihan. Jumlah
anggota KUM Harapan Bersama berjumlah 10 orang. 7. KUM Bina Lobster Lestari, usaha budidaya lobster air tawar Kelompok ini menjalankan usaha di bidang budidaya lobster air tawar. KUM Bina Lobster Lestari yang diketuai oleh Badrudin sudah menyerap dana sebesar Rp. 16.138.000,-. KUM Bina Lobster Lestari memiliki 9 orang anggota.
Selain PPEM, Desa Wilas juga menerima bibit karet unggul yang
dibudidayakan di sekitar desa. Pengadaan bibit karet unggul ini merupakan inisisasi CD Senakin untuk merubah pola perkebunan karet lokal menjadi klonal
(karet unggul). Strategi yang dijalankan adalah memilih satu tim project yang
karet Meningkatkan
Bidan
Terdapat tiga program yang saat ini sedang dijalankan. Pertama adalah
pengadaan karet unggul dari hasil okulasi anakan karet lokal dengan berbagai
jenis karet unggul di kebun P4T Dahlia, Desa Tamiang Bakung. Kedua,
pengadaan bibit karet unggul dari penangkaran karet yang ada di Plehari, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Ketiga, pengadaan bibit karet batang atas (entres) di Desa Wilas. Masyarakat Desa Wilas bisa mengakses bibit-bibit tersebut dengan cara membentuk kelompok-kelompok yang terdiri dari lima orang anggota. Sebanyak 500 bibit diberikan pada setiap kelompok yang harus ditanam di lahan seluas 1 hektar milik masyarakat. Perbandingan produktifitas karet lokal dan karet unggul adalah 1:3. Satu hektar lahan karet lokal dapat menghasilkan 40 kilogram karet, sedangkan karet unggul dapat mencapai 120 kilogram. Analisis terhadap komponen program bidang ekonomi bisa dilihat pada gambar 6. Gambar 6 menunjukkan bahwa input berupa dana disalurkan ke Program Pengembangan Ekonomi Masyarakat (PPEM) Dompet Dhuafa dan proyek karet. Keluaran dari dua proses ini adalah terbentuk Kelompok Usaha Masyarakat (KUM) dan tersedianya bibit karet unggul. Dampak dari terbentuknya KUM adalah peningkatan pendapatan masyarakat sehingga berpotensi untuk meningkatkan ketersediaan pangan, akses, dan konsumsi atau pemanfaatan pangan. Hasil dari proyek karet adalah tersedianya bibit karet unggul sehingga harapannya bisa meningkatkan produksi getah karet. Bertambahnya produksi
getah karet ini berpotensi meningkatkan pendapatan atau akses ekonomi
pangan bagi petani karet yang berada di Desa Wilas. Dana PPEM Terbentuk KUM Meningkatnya pendapatan masyarakat Meningkatkan ketersediaan, akses,dan pemanfaatan Karet Tersedianya bibit karet unggul Meningkatnya produsi getah pangan akses ekonomi pangan
INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME POTENSI DAMPAK
Gambar 6 Komponen program bidang ekonomi
Program bidang infrastruktur. Bidang infrastruktur merupakan bidang
Jalan
desa dan gorong-
gorong
balita
olahraga Tersedia media sosial Kemudahan 40 selama tahun 2011 adalah pengadaan sarana air bersih, pembangunan jalan desa dan gorong-gorong, pembangunan jaringan listrik, bedah rumah, dan pembangunan sarana olahraga. Berdasarkan gambar 7, program dibidang infrastruktur yang mendukung terhadap peningkatan akses pangan rumahtangga adalah pembangunan jalan desa dan gorong-gorong serta pembangunan jaringan listrik. Pembangunan jalan ini menjadikan jalan desa menjadi lebih baik sehingga akses rumahtangga untuk ke pasar dan mengikuti program paket pendidikan pemerintah menjadi lebih mudah. Adapun pengadaan sarana air bersih berpotensi pada peningkatan kualitas konsumsi air bersih. Program bedah rumah dan pembangunan sarana olahraga dilakukan secara insidental sesuai dengan permintaan melalui proposal warga. Kedua program tersebut tidak berpotensi langsung terhadap peningkatan akses fisik dan konsumsi pangan. Dana
Air bersih Tersedia
air bersih tambahaan Terdapat jalan desa yang lebih mudah Tersedia Jaringan sarana listrik penerangan Peningkatan konsumsi air bersih Efektifitas mobilisasi Peningkatan akses media Peningkatan kualitas konsumsi pangan Peningkatan akses fisik dan sosial Peningkatan informasi elektronik Bedah rumah Kondisi rumah membaik Perbaikan kualitas papan Kelayakan tempat tinggal Sarana sarana olahraga Bertambahnya sosialisasi
INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME POTENSI
Gambar 7 Komponen program infrastruktur. DAMPAK
Program bidang sosial dan budaya. Program yang sudah dijalankan adalah donasi bagi perayaan hari besar islam, kegiatan keagamaan, sosialisasi seputar operasional tambang, pembinaan olahraga dan kesenian, pembinaan budaya lokal, dan penanggulangan bencana lokal jika ada. Program-program ini dilaksanakan dalam rangka memperlancar hubungan CD dengan massyarakat sekitar tambang.
Akses Pangan Rumahtangga
Departemen Pertanian (2008) mendefinisikan akses pangan sebagai kemampuan rumahtangga secara periodik memenuhi sejumlah pangan yang cukup melalui kombinasi cadangan pangan mereka sendiri dan hasil dari rumah atau pekarangan sendiri, pembelian, barter, pemberian, pinjaman, dan bantuan pangan. Akses pangan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai kemampuan rumahtangga dalam memperoleh pangan yang didasarkan pada akses sosial dan akses ekonomi yang disesuaikan dengan program pemberdayaan yang telah dilakukan. Akses Sosial
Akses sosial didefinisikan sebagai kemampuan rumahtangga dalam
memperoleh pangan yang didasarkan pada lama pendidikan suami dan istri. Lama pendidikan dikategorikan dasar jika masa pendidikan formal ≤ 9 tahun, sedang 10-12 tahun, dan tinggi >12 tahun (UU RI Nomor 20 Tahun 2003).
Lama pendidikan suami. Rata-rata suami di desa program mengalami masa pendidikan selama 5.87±4.47 tahun lebih lama dibandingkan dengan masa pendidikan suami di desa nonprogram selama 4.87±3.00 tahun. Adapun masa pendidikan paling lama di desa program adalah 16 tahun dan 0 tahun untuk masa pendidikan yang paling rendah. Begitupun dengan di desa nonprogram, 0 tahun merupakan masa pendidikan yang paling rendah dan 12 tahun merupakan masa pendidikan yang paling tinggi. Tabel 9 Statistik lama pendidikan suami di desa program dan nonprogram
Statistik Program Nonprogram
Rata-rata±standar deviasi (tahun) 5.87±4.47 4.87±3.00
Maksimum (tahun) 16 12 Minimum (tahun) 0 0 Jumlah suami dikedua desa hanya 22 orang karena satu rumahtangga memiliki suai yang telah meninggal. Secara keseluruhan, tabel 10 menjelaskan bahwa lama pendidikan suami didominasi (88.6%) oleh kategori dasar atau masa pendidikan ≤ 9 tahun dan sebesar 4.5% suami yang memiliki pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan suami di desa program didominasi (81.8%) oleh
kategori dasar atau masa pendidikan ≤9 tahun. Namun, terdapat 9.1%
rumahtangga di desa program dengan masa pendidikan >12 tahun atau yang
tergolong tinggi. Begitupun dengan desa nonprogram, tingkat pendidikan
suaminya didominasi oleh tingkat dasar (95,7%). Hanya sebesar 4.5% suami di desa nonprogram yang bisa mencapai tingkat pendidikan sedang.
Tingkat pendidikan Program1 Nonprogram1 42 Tabel 10 Sebaran rumahtangga berdasarkan lama pendidikan suami Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Dasar (≤ 9 tahun) 18 81.8 21 95.5 39 88.6
Sedang (10-12 tahun) 2 9.1 1 4.5 3 6.8
Tinggi (> 12 tahun) 2 9.1 0 0 2 4.5
1 suami meninggal sebanyak 1 orang
Hasil uji independent t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang nyata (p>0.05) antara lama pendidikan suami di desa program dan desa nonprogram. Hal ini diduga karena letak sekolah mengenah berada di ibukota kecamatan. Aksesibilitas menuju ibukota kecamatan masih sulit untuk dilalui dan jumlah kendaraan yang masih sedikit. Oleh karena itu, suami atau kepala keluarga lebih memilih untuk bekerja dibandingan dengan sekolah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Agustiani (2012) bahwa meskipun tidak berbeda secara statistik, persentase keluarga yang memiliki akses pangan komponen tingkat pendidikan suami lebih tinggi pada kelompok penerima apabila dibandingkan dengan keluarga pada kelompok bukan penerima program desa
mandiri pangan. Permatasari (2004) menemukan hal yang sama bahwa
sebagian besar tingkat pendidikan kepala keluarga petani adalah rendah. Sunarti (2009) juga menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa tingkat pendidikan
formal istri dan suami yang bekerja sebagai penggarap dan buruh tani
didominasi oleh lulusan SD atau tidak tamat SD.
Kasryono (2000) menyatakan bahwa tenaga kerja pertanian di wilayah pedesaan didominasi oleh tenaga kerja dengan tingkat pendidikan SD atau tidak tamat sekolah. Hal tersebut diduga menjadi penyebab rendahnya akses pangan.
Behrman & Wolfe (1984) menyatakan bahwa akses pangan rumahtangga
bergantung kepada pengambil keputusan yang salah satu karakteristiknya
adalah pendidikan formal. Sukandar dkk (2009) menyatakan bahwa tingkat pendidikan di suatu wilayah pada umumnya akan mencerminkan keragaman mata pencaharian yang dijalani penduduk di wilayah tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, Nurlatifah (2011) menjelaskan dalam hasil penelitiannya bahwa tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas dan output yang
pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan. Peningkatan pendapatan
selanjutnya akan menentukan akses untuk mendapatkan pangan.
Lama pendidikan istri. Rata-rata lama pendidikan istri di desa program tidak jauh berbeda (4.91±3.68 tahun) dengan desa nonprogram (4.35±3.05
Tingkat pendidikan istri Program Nonprogram1
tahun). Hanya saja di desa program terdapat istri yang sudah mencapai
pendidikan tinggi atau lama pendidikan 14 tahun, sedangkan di desa
nonprogram lama pendidikan paling tinggi adalah 9 tahun yang tergolong
pendidikan dasar. Adapun dikedua desa masih terdapat istri yang tidak
mengenyam pendidikan formal.
Tabel 11 Statistik lama pendidikan istri di desa program dan nonprogram
Statistik Program Nonprogram
Rata-rata ± standar deviasi (tahun) 4.91±3.68 4.35±3.05
Maksimum (tahun) 14 9 Minimum (tahun) 0 0 Jumlah istri pada rumahtangga nonprogram sebanyak 22 orang. Hal ini dikarenakan satu rumahtangga belum mempunyai istri. Tidak jauh berbeda dengan lama pendidikan suami, secara keseluruhan lama pendidikan dasar juga mendominasi (95,6%) lama pendidikan istri. Hanya sebanyak 2.2% rumahtangga yang sampai pada tingkat pendidikan sedang dan tinggi. Tabel 12 Sebaran rumahtangga berdasarkan lama pendidikan istri Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Dasar (≤ 9 tahun) 21 91.3 22 100 43 95.6
Sedang (10-12 tahun) 1 4.3 0 0 1 2.2
Tinggi (> 12 tahun) 1 4.3 0 0 1 2.2
1 belum punya istri sebanyak 1 orang
Lama pendidikan istri di desa program tergolong lebih tinggi meskipun tidak jauh berbeda dibandingkan desa nonprogram. Tabel 12 menunjukkan bahwa sebanyak 91,3% istri rumahtangga di desa program tergolong pendidikan dasar. Sebesar 4,3% istri rumahtangga yang tergolong memiliki lama pendidikan kategori sedang dan tinggi. Adapun sebesar 100% ibu di desa nonprogram
termasuk kategori dasar. Hal ini didukung dengan hasil uji independent T-test
bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat pendidikan ibu yang nyata (p>0.05) antara desa program dan desa nonprogram. Akses menuju ibukota kecamatan pada masa pendidikan ibu masih sangat sulit sehingga para ibu lebih memilih untuk bekerja dan menikah. Ibu yang mengenyam pendidikan tinggi dikarenakan sebelum menikah tinggal di ibukota kecamatan sehingga akses ke sekolah lanjutan cenderung lebih mudah.
Hasil penelitian Permatasari (2004) menyatakan bahwa tingkat
pendidikan ibu rumahtangga petani di Banten sebagian besar (62.9%) adalah
44 pendidikan lanjut. Rahayu (2007) juga menyatakan bahwa tingkat pendidikan ibu rumahtangga petani di daerah sekitar perusahaan RAPP tergolong rendah (70.6%). Hasil penelitian Agustiani (2012) juga menyimpulkan bahwa tingkat
pendidikan ibu rumah tangga di daerah pertanian didominasi oleh lulusan
sekolah dasar.
Cohen (1981) dalam Hardinsyah (2007) mengidentifikasi pola
pengambilan keputusan pemilihan pangan dalam keluarga Indonesia adalah pola istri yang dominan. Behrman & Wolfe (1984) juga menyatakan bahwa akses pangan rumahtangga bergantung kepada pengambil keputusan yang salah satu karakteristiknya adalah pendidikan formal ibu atau istri. Berdasarkan penelitian tersebut, istri atau ibu memegang peranan penting untuk menyiapkan makanan
dalam rumahtangga. istri yang memiliki pendidikan lebih tinggi cenderung
mendapat paparan yang tinggi juga dari media cetak (BKKBN dan community
system foundation dalam Hardinsyah 2007), sehingga aksesnya untuk
mendapatkan informasi yang berkaitan dengan gizi lebih tinggi (Hardinsyah 2007). Pada akhirnya istri atau ibu akan membuat rencana atau strategi untuk mendapatkan pangan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Akses Ekonomi
Akses pangan selanjutnya adalah akses ekonomi. Akses ekonomi
merupakan kemampuan rumahtangga dalam memperoleh pangan yang
didasarkan pada pendekatan pengeluaran total per kapita per bulan.
Pengeluaran total per kapita per bulan dihitung dari jumlah biaya yang
dikeluarkan untuk membeli kebutuhan pangan dan nonpangan selama satu bulan termasuk konsumsi beras rumahtangga dari lahan sendiri yang dibagi dengan jumlah anggota rumahtangga. Jumlah anggota rumahtangga ini penting untuk diketahui karena pengeluaran total per kapita ditentukan oleh banyaknya anggota rumahtangga. Berkaitan dengan hal tersebut, Sukandar (2007) menjelaskan bahwa jumlah anggota rumahtangga adalah banyaknya anggota rumahtangga yang
terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari
pengelolaan sumberdaya yang sama. Secara operasional, jumlah anggota
rumahtangga dikategorikan menjadi rumahtangga kecil (≤ 4 orang), rumahtangga sedang (5-6 orang), dan rumahtangga besar (≥ 7 orang).
Tabel 13 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anggota rumahtangga di desa nonprogram adalah 3.5±1.2, sedangkan di desa program sebesar 4.4±2.1.
Kategori Nonprogram
Jumlah rumahtangga kecil dikedua desa sebanyak 71,7%, rumahtangga sedang sebanyak 21,7% dan terdapat 6,5% rumahtangga yang tergolong rumahtangga besar. Jumlah rumahtangga kecil di desa nonprogram lebih besar (82,6%)
dibandingkan dengan jumlah rumahtangga kecil di desa program (60,9%).
Adapun jumlah rumahtangga yang tergolong sedang di desa nonprogram lebih rendah (17,4%) dibandingkan desa program (26,1%). Sebaliknya, rumahtangga yang tergolong besar hanya ada di desa program yaitu sebesar 13%. Hasil uji
independent t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
(p>0.05) antara jumlah anggota rumahtangga di desa program ataupun
nonprogram.
Tabel 13 Sebaran rumahtangga berdasarkan jumlah anggota rumahtangga
Program Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Kecil (< 4 orang) 19 82,6 14 60,9 33 71,7 Sedang (4-6 orang) 4 17,4 6 26,1 10 21,7 Besar (≥ 7 orang) 0 0,0 3 13,0 3 6,5 Rata-rata±standar deviasi 3.5±1.2 4.4±2.1 4.0±1.8 Data BPS Kotabaru (2012) mencatat bahwa jumlah penduduk di desa
program adalah 807 orang dengan 210 kepala keluarga sedangkan desa
nonprogram sebanyak 175 orang dengan 48 kepala keluarga sehingga meskipun jumlah penduduk jauh berbeda namun rata-rata jumlah anggota rumahtangga tidak jauh berbeda. Kondisi ini diduga karena banyak dari penduduk desa nonprogram mencari pekerjaan diluar desa atau menjadi penduduk di desa lain. Desa program merupakan desa dengan kepadatan penduduk yang tinggi yaitu 36 orang /km2. Hal ini berbeda dengan desa nonprogram yang mencapai 6 orang/km2 (BPS Kotabaru 2012). Meskipun secara statistik tidak ada perbedaan yang nyata, namun di desa program sebesar 13,1% tergolong rumahtangga
besar dan 26.1% tergolong rumahtangga sedang. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa jumlah anggota rumahtangga di desa program lebih banyak dibandingkan dengan desa nonprogram. Pengeluaran total per kapita per bulan dibagi kedalam dua jenis yaitu pengeluaran untuk pangan dan pengeluaran untuk nonpangan. Pengeluaran pangan terdiri dari biaya yang dikeluarkan untuk beras, umbi-umbian, jagung, lauk, sayur, buah, minyak, minuman, dan pangan lainnya. Adapun pengeluaran nonpangan terdiri atas biaya sekolah, pakaian, bahan bakar, kesehatan, alat
(Rupiah) % 46 bersih, rokok, dan pengeluaran nonpangan lainnya. Perbandingan pengeluran total per kapita tersebut disajikan pada tabel 14. Tabel 14 Perbandingan pengeluaran total per kapita per bulan berdasarkan kelompok pengeluaran
Desa Program Desa Nonprogram
Kelompok Pengeluaran Rata-Rata
A. Pangan 1. Beras 13,884 2.7 5,572 1.3 2. Umbi-Umbian 3,741 0.7 1,123 0.3 3. Jagung 1,459 0.3 629 0.2 4. Lauk 51,229 10.1 22,374 5.3 5. Sayur 5,378 1.1 2,344 0.6 6. Buah 8,088 1.6 4,149 1.0 7. Minyak 10,136 2.0 9,438 2.3 8. Minuman 24,395 4.8 34,547 8.3 9. Jajanan 55,862 11.0 56,877 13.6 10. Lainnya 22,646 4.5 31,576 7.5 Subtotal 196,819 38.7 168,629 40.3 B. Nonpangan 1.Sekolah 52,446 10.3 5,039 1.2 2. Pakaian 20,696 4.1 11,181 2.7 3.Bahan Bakar 32,728 6.4 67,533 16.1 4. Kesehatan 4,876 1.0 5,522 1.3 5. Alat Bersih 18,370 3.6 22,305 5.3 6. Rokok 49,515 9.7 66,725 15.9 7. Lain-Lain 132,959 26.2 71,421 17.1 Subtotal 311,590 61.3 249,724 59.7 Total 508,409 100.0 418,353 100.0 Tabel 14 menunjukkan bahwa pengeluaran pangan desa program lebih rendah (38.7%) dibandingkan desa nonprogram (40.3%). Pengeluaran pangan tertinggi di desa program dan nonprogram adalah jajanan (11% dan 13.6%). Adapun pengeluaran pangan total per kapita per bulan terendah dikedua desa berasal dari pengeluaran untuk jagung. Hal ini dikarenakan jagung jarang sekali dikonsumsi oleh rumahtangga. Kondisi ini diduga karena rumahtangga dikedua desa program tidak menanam jagung. Meskipun rendah pengeluaran untuk jagung lebih tinggi didesa program. Hal ini diduga berkaitan dengan program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan di desa program, yaitu kelompok usaha menengah Berkat Usaha Bersama yang menanam jagung.
Secara keseluruhan pengeluaran nonpangan lebih tinggi pada desa program (61.3%) dibandingkan dengan desa nonprogram (59.7%). Pengeluaran nonpangan tertinggi adalah pada kelompok lainnya baik di desa program (26.2%)
maupun desa nonprogram (17.1%). Jika dibandingkan, pengeluaran untuk
lainnya di desa program jauh lebih tinggi dibandingkan dengan desa
nonprogram. Hal ini salah satunya diduga karena di desa nonprogram ada panel tenaga surya untuk memenuhi kebutuhan listrik dari pemerintah setempat. Pengeluaran untuk arisan dan air juga menjadi komponen lainnya yang turut menyumbang besarnya pengeluaran di desa program. Adapun pengeluaran terendah adalah untuk biaya kesehatan baik di desa program (1%) maupun di desa nonprogram (1.3%). Secara keseluruhan pengeluaran pangan rumahtangga dikedua desa lebih rendah dibandingkan dengan pengeluaran nonpangan. Menurut Novita &
Fardiana (2011), pengeluaran untuk pangan menurun seiring dengan
meningkatnya pendapatan dan hal ini bisa dijadikan indikator kesejahteraan
rumahtangga. BPS Kotabaru (2012) mencatat bahwa 64.3% dari total
pengeluaran adalah untuk pangan, sedangkan sebesar 35.7% adalah untuk kebutuhan nonpangan. Jika dibandingkan dengan pengeluaran rumahtangga pada tabel 14 dapat dinyatakan bahwa rumahtangga di lokasi penelitian lebih sejahtera dibandingkan dengan rata-rata rumahtangga di seluruh Kabupaten Kotabaru. Pakpahan dkk (1993) juga menyebutkan bahwa ada hubungan antara
porsi atau pangsa pengeluaran pangan dengan ketahanan pangan rumah
tangga. Pangsa pengeluaran pangan berhubungan terbalik dengan ketahanan pangan, semakin besar pangsa pengeluaran pangan maka semakin rendah ketahanan rumah tangga yang bersangkutan. Oleh karena itu, rumahtangga dikedua desa memiliki peluang yang besar untuk mendapatkan pangan sehingga meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Kondisi ini terjadi diduga karena adanya kontribusi dari hasil pertanian padi gogo yang dilakukan dikedua desa. Padi gogo ini merupakan komoditas utama selain karet yang diunggulkan dikedua desa. Oleh karena itu, pengeluaran untuk beras sebagai makanan pokok bisa dipenuhi dari hasil pertanian sendiri.
BPS Kotabaru (2012) mencatat bahwa rata-rata produksi padi gogo di
Kecamatan Kelumpang Utara adalah 28 kw/ha. Luas lahan tanamnya adalah 350 hektar, artinya pada tahun 2011 kecamatan Kelumpang Utara bisa memproduksi