• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pendugaan Pengeluaran Per Kapita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN Pendugaan Pengeluaran Per Kapita"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendugaan Pengeluaran Per Kapita

Kabupaten Jember terdiri dari 247 desa/kelurahan. 14.17% dari jumlah tersebut atau 35 desa/kelurahan terpilih sebagai contoh dalam susenas 2008, dengan jumlah rumah tangga untuk masing-masing desa/kelurahan yang dipilih sebagai contoh berkisar antara 14 hingga 16 rumah tangga (Lampiran 3). Jumlah contoh untuk masing-masing desa/kelurahan sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah rumah tangga di masing-masing desa/kelurahan tersebut, yaitu hanya berkisar antara 0.1% hingga 1.26%. Hasil pendugaan pengeluaran per kapita desa dengan metode pendugaan langsung dapat dilihat pada Lampiran 4.

Kecilnya jumlah contoh yang digunakan untuk menduga pengeluaran per kapita desa secara langsung menyebabkan MSE yang dihasilkan sangat besar (Lampiran 4). Untuk memperbaiki hasil pendugaan pengeluaran per kapita desa, selanjutnya digunakan model SAE dengan metode EBLUP dan SEBLUP.

Model SAE dengan mengikut model Fay-Herriot sebagai berikut : HI .  LJ  K

Dalam penelitian ini, HI adalah vektor rata-rata pengeluaran per kapita desa yang dihasilkan dengan metode pendugaan langsung, . adalah matriks persentase keluarga penerima askeskin setahun terakhir,  adalah vektor koefisien regresi, L adalah matriks insidensial (dalam penelitian ini merupakan matriks identitas), J adalah pengaruh acak area dan K adalah vektor galat contoh. Penduga EBLUP untuk model tersebut adalah :

) *9 1 + *9 )

Sebelum melakukan pendugaan terhadap pengeluaran per kapita desa dengan metode EBLUP, terlebih dahulu dilakukan pendugaan terhadap koefisien regresi dan komponen ragam peubah acak. Hasil pendugaan tersebut kemudian digunakan untuk menduga pengeluaran per kapita desa. Hasil pendugaan ini menggunakan hasil penelitian Matualage, Saefuddin, Wigena (2011) dengan nilai pendugaan koefisien regresi dan komponen ragam peubah acak dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai untuk penduga koefisien regresi bernilai negatif, yang mempunyai arti bahwa penambahan satu persen keluarga penerima askeskin setahun terakhir

(2)

di suatu desa cenderung menurunkan pengeluaran per kapita desa tersebut sebesar 1 427.37 untuk metode ML dan 1 470.58 untuk metode REML. Hasil pendugaan pengeluaran per kapita tiap desa dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 1 Nilai duga koefisien regresi dan ragam peubah acak dengan metode EBLUP

Penduga EBLUP ML EBLUP REML

[” 294 612.5 296 966.3

[ -1 427.37 -1 470.58

9 4 458 154 029 4 967 075 743

Salah satu pengembangan dari metode EBLUP, yaitu SEBLUP adalah dengan mengasumsikan bahwa terdapat otoregresi spasial antar area kecil. Metode ini lebih kompleks bila dibandingkan dengan metode EBLUP, karena pendugaan pada tahap pertama dilakukan untuk menduga bukan hanya koefisien regresi dan ragam peubah acak area, tetapi juga koefisien otokorelasi. Model yang digunakan adalah sebagai berikut :

HI .  LT + P 0Q  K

dengan HI adalah vektor pendugaan pengeluaran per kapita desa dengan menggunakan metode langsung, . adalah matriks persentase keluarga penerima askeskin setahun terakhir,  adalah koefisien regresi, L adalah matriks insidensial (dalam penelitian ini, L sama dengan matriks identitas), T adalah matriks identitas,

 adalah koefisien otoregresif spasial, P adalah matriks pembobot spasial, Q adalah vektor galat dari pengaruh acak area dan K adalah vektor galat contoh.

Pendugaan koefisien regresi, ragam dari galat peubah acak area dan koefisien otoregresif spasial dengan metode ML dan REML dapat dilihat pada Tabel 2. Sama dengan hasil pendugaan dengan EBLUP, nilai penduga koefisien regresif dengan metode SEBLUP juga menghasilkan nilai negatif, walaupun nilainya lebih kecil dibanding nilai pendugaan yang dihasilkan dengan metode EBLUP. Nilai pendugaan untuk koefisien otoregresif spasial yang dihasilkan bernilai positif dan sangat kuat, artinya bahwa suatu desa/kelurahan di Kabupaten Jember yang memiliki pengeluaran per kapita yang besar, dikelilingi oleh

(3)

desa/kelurahan lain yang memiliki pengeluaran per kapita yang besar pula, dan suatu desa/kelurahan yang memiliki pengeluaran per kapita yang kecil, dikelilingi oleh desa/kelurahan lain yang memiliki pengeluaran per kapita yag kecil pula. Hal ini juga didukung oleh nilai penduga ragam dari galat pengaruh acak area yang sangat kecil, yaitu 1.89. Hasil pendugaan koefisien regresi, komponen ragam dari galat pengaruh acak area dan koefisien otoregresif spasial ini digunakan untuk menduga pengeluaran per kapita desa dengan metode SEBLUP. Nilai dugaan untuk pengeluaran per kapita desa dengan metode SEBLUP dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 2 Nilai duga koefisien regresi, ragam galat peubah acak area dan koefisien otoregresif spasial dengan metode SEBLUP (Rupiah)

Penduga SEBLUP ML SEBLUP REML

[” 173 200.43 173 113.14

[ -259.19 -260.59

9 1.89 1.98

9 0.99 0.99

Perbandingan antara hasil pendugaan pengeluaran per kapita desa baik dengan metode langsung, EBLUP dan SEBLUP dapat dilihat pada diagram kotak garis (Gambar 1). Terlihat bahwa terdapat pencilan untuk pengeluaran per kapita dengan metode langsung (empat pencilan) dan EBLUP (dua pencilan), sedangkan untuk pengeluaran per kapita dengan metode SEBLUP tidak terdapat pencilan.

Pencilan-pencilan ini dapat terjadi karena jumlah contoh untuk tiap desa/kelurahan yang diambil sangat kecil (14 hingga 16 rumah tangga) terutama jika pendugaan dilakukan dengan pendugaan langsung. Akibat adanya pencilan, rata-rata nilai pendugaan untuk pengeluaran per kapita desa dengan metode langsung dan metode EBLUP lebih besar dibandingkan dengan rata-rata nilai pendugaan dengan metode SEBLUP, dengan simpangan baku pengeluaran per kapita antar desa yang besar pula (Tabel 3). Hasil pendugaan dengan metode EBLUP dan SEBLUP, penduga dengan ML dan REML tidak berbeda.

(4)

Gambar 1 Diagram kotak garis pengeluaran per kapita desa/kelurahan untuk masing-masing metode pendugaan

Tabel 3 Nilai dugaan pengeluaran per kapita untuk setiap metode

Statistik Penduga Langsung

EBLUP ML

EBLUP REML

SEBLUP ML

SEBLUP REML Rata-rata 263 705 245 060 245 915 216 894 216 944 Simpangan baku 117 846 66 065 68 165 26 845 26 887

Q1 196 978 199 477 199 279 196 018 196 042

Median 227 596 230 630 230 535 213 833 213 814

Q3 271 319 271 626 272 009 235 469 235 491

Pendugaan MSE dan RRMSE

Hasil pendugaan MSE secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Nilai ini kemudian digunakan untuk menghitung nilai RRMSE. Nilai ini dihitung untuk melihat kebaikan suatu penduga. Nilai dugaan dari RRMSE dengan metode EBLUP dan SEBLUP secara lengkap untuk 35 desa/kelurahan dapat dilihat pada lampiran 5. Perbandingan nilai RRMSE antar penduga langsung, EBLUP ML, EBLUP REML, SEBLUP ML dan SEBLUP untuk masing-masing desa/kelurahan

(5)

dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar ini terlihat bahwa nilai RRMSE dari penduga SEBLUP ML maupun SEBLUP REML jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai RRMSE dari penduga langsung maupun EBLUP untuk setiap desa, sedangkan nilai RRMSE dari penduga langsung tidak jauh beda dengan nilai RRMSE dari penduga EBLUP (ML maupun REML). Hal ini mengindikasikan bahwa pendugaan dengan metode SEBLUP dapat memperbaiki pendugaan parameter yang diperoleh dengan menggunakan metode langsung maupun dengan metode EBLUP. Hasil RRMSE yang dihasilkan dengan menggunakan metode EBLUP tidak mampu memperbaiki pendugaan dengan metode langsung. Hal ini dapat terjadi karena informasi tambahan yang digunakan dalam model tidak mampu menggambarkan area tersebut.

Gambar 2 Perbandingan nilai RRMSE untuk masing-masing desa/kelurahan dengan metode langsung ( ), EBLUP ML ( ), EBLUP REML ( ), SEBLUP ML ( ) dan SEBLUP REML ( )

Pengujian Model

Asumsi yang digunakan dalam model Fay-Herriot adalah asumsi kenormalan dari peubah acak. Pengujian asumsi ini dilakukan dengan menguji sisaan baku contoh yang menyebar normal dengan rata-rata 0 dan standar baku 1 (Gambar 3).

0 5 10 15 20 25

PASEBAN GUMUKMAS TEMBOKREJO WRINGIN TELU AMPEL KESILIR SABRANG SIDODADI PACE SEMPOLAN GARAHAN MRAWAN KEMUNING SARI KIDUL SUKAMAKMUR WIROWONGSO KARANG SEMANDING BALUNG KIDUL GADINGREJO WRINGIN AGUNG PRINGGOWIRAWAN JATIROTO SUKOREJO GAMBIRONO SERUT KEMUNINGLLOR SUMBER PINANG KALISAT SUREN RANDU AGUNG SUMBERJAMBE ARJASA TEGAL BESAR KARANGREJO SUMBERSARI JEMBER LOR

RRMSE (%)

Desa

 

(6)

P-Value: 0.113 A-Squared: 0.596 Anderson-Darling Normality Test N: 35

StDev: 26846.6 Average: 216891

260000 210000

160000 .999

.99 .95 .80 .50 .20 .05 .01 .001

Probability

residual

Jika data menyebar di sekitar garis lurus maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut menyebar normal. Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa data menyebar disekitar garis lurus yang menggambarkan bahwa data menyebar normal.

Hasil ini juga dikuatkan dengan uji statistik menggunakan metode Anderson- Darling yang memberikan nilai 0.596 dengan nilai P sebesar 0,113 (H0 diterima untuk • 0.05 dengan H0 = data berdistribusi normal) artinya bahwa sisaan tersebut berdistribusi normal.

Sisaan

Peluang

Gambar 3 Plot q-q untuk sisaan baku dari model pendugaan dengan metode SEBLUP

Gambar

Tabel  1  Nilai  duga  koefisien  regresi  dan  ragam  peubah  acak  dengan  metode  EBLUP
Tabel 2 Nilai duga koefisien regresi, ragam galat peubah acak area dan koefisien  otoregresif spasial dengan metode SEBLUP (Rupiah)
Gambar  1  Diagram  kotak  garis  pengeluaran  per  kapita  desa/kelurahan  untuk  masing-masing metode pendugaan
Gambar 3 Plot q-q untuk sisaan baku dari model pendugaan dengan metode                    SEBLUP

Referensi

Dokumen terkait

Metode restricted maximum likelihood (REML) lebih baik digunakan untuk menduga nilai ragam galat karena dapat menduga komponen ragam dalam model yang terdiri dari komponen acak

Beberapa penelitian yang membahas mengenai pengeluaran per kapita adalah Fausi (2011) meneliti tentang Small Area Estimation terhadap pengeluaran per kapita di Kabupaten

Model Small Area Estimation dengan pendekatan kernel – bootstrap (inderct estimation) untuk menduga pengeluaran per kapita pada level kecamatan di Kabupaten Sumenep

Model dengan memperhatikan pengaruh acak korelasi spasial dalam masalah pendugaan area kecil pertama kali diperkenalkan oleh Cressie (1991) yang dikenal dengan

Penanganan masalah galat baku dalam pendugaan area kecil dilakukan dengan menambahkan informasi mengenai parameter yang sama pada area kecil lain yang memiliki

Hasil yang diperoleh adalah bahwa pendugaan pengeluaran per kapita desa di Kabupaten Jember dengan metode PTBLTE menghasilkan dugaan yang memiliki presisi yang lebih baik

Pendugaan pengeluaran per kapita yang dihasilkan dengan metode PCAS adalah sama dengan hasil pendugaan dengan metode PCAG 2 tahap karena (i) banyaknya blok sensus yang

Pendugaan komponen- komponen ragam dari suatu rancangan perkawinan sering diperhadapkan pada faktor pengaruh tetap clan faktor pengaruh acak yang te jadi bersamaan dan