• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI DAYA HASIL EMPAT CABAI (Capsicum annuum L.) HIBRIDA IPB DI KEBUN PERCOBAAN IPB LEUWIKOPO ADI PRADIPTA A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI DAYA HASIL EMPAT CABAI (Capsicum annuum L.) HIBRIDA IPB DI KEBUN PERCOBAAN IPB LEUWIKOPO ADI PRADIPTA A"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI DAYA HASIL

EMPAT CABAI (

Capsicum annuum

L.) HIBRIDA IPB

DI KEBUN PERCOBAAN IPB LEUWIKOPO

ADI PRADIPTA

A24061758

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

EVALUASI DAYA HASIL

EMPAT CABAI (

Capsicum annuum

L.) HIBRIDA IPB

DI KEBUN PERCOBAAN IPB LEUWIKOPO

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ADI PRADIPTA

A24061758

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(3)

RINGKASAN

ADI PRADIPTA. Evaluasi Daya Hasil Empat Cabai (Capsicum annuum L.) Hibrida IPB di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo. Dibimbing oleh SRIANI SUJIPRIHATI dan MUHAMAD SYUKUR.

Percobaan ini dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB pada bulan September sampai dengan Desember 2009. Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi daya hasil empat hibrida cabai (Capsicum annuum L.) hasil perakitan Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman IPB dan empat varietas pembanding. Hipotesis yang diajukan dalam percobaan ini adalah terdapat satu atau lebih cabai hibrida IPB yang mempunyai daya hasil lebih tinggi daripada varietas pembanding.

Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak

dengan delapan perlakuan dan tiga ulangan sehingga seluruhnya terdapat 24 satuan percobaan. Hibrida yang diuji yaitu IPB CH1, IPB CH2, IPB CH3, IPB CH25 serta empat varietas pembanding yaitu Hot Beauty, Gada, Biola dan Adipati. Peubah yang diamati meliputi karakter kualitatif dan karakter kuantitatif.

Hasil percobaan pada karakter kuantitatif menunjukkan bahwa terdapat perbedaan diantara hibrida yang diuji kecuali pada peubah lebar kanopi dan panjang buah. Umur berbunga keempat hibrida yang diuji lebih cepat dibandingkan dengan Hot Beauty dan Biola. Hibrida IPB CH1, IPB CH3 dan IPB CH25 memiliki umur panen yang lebih genjah dibandingkan dengan Hot Beauty, Adipati dan Biola. Bobot buah per tanaman dan produktivitas hibrida IPB CH1, IPB CH2 dan IPB CH3 tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding. Peubah kualitatif hibrida yang diuji memiliki kemiripan dengan varietas pembanding kecuali pada permukaan kulit buah (semi keriting dan halus).

Hibrida IPB CH1 dan IPB CH3 memiliki keunggulan pada karakter umur berbunga, umur panen dan bobot buah layak pasar. Secara keseluruhan Hibrida tersebut telah memiliki penampilan dan potensi hasil yang sebanding dengan varietas komersial sehingga dapat dilepas sebagai varietas baru.

(4)

Judul

:

EVALUASI

DAYA

HASIL

EMPAT

CABAI

(

Capsicum annuum

L.) HIBRIDA IPB DI KEBUN

PERCOBAAN IPB LEUWIKOPO

Nama

:

ADI PRADIPTA

NIM

: A24061758

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS Dr. Muhamad Syukur, SP, MSi NIP. 19551028 198303 2 002 NIP. 19720102 200003 1 001

Mengetahui.

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr NIP. 19611101 198703 1 003

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 1988. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, putra Bapak Adnan Indarto Kandarusman dan Ibu Sapta Wulandari.

Tahun 2000 penulis lulus dari SD Trisula Perwari 1 Jakarta Pusat kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 216 Jakarta Pusat hingga selesai tahun 2003. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan tingkat atas pada tahun 2006 di SMA Negeri 68 Jakarta Pusat. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Selanjutnya pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Tahun 2009 sampai 2010 penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar-dasar Agronomi dan asisten mata kuliah Ilmu Tanaman Perkebunan. Penulis juga aktif di berbagai organisasi mahasiswa. Pada tahun 2007/2008 penulis bergabung dalam Dewan Perwakilan Mahasiswa dan menjabat sebagai staff Komisi Pengawas BEM. Selanjutnya pada tahun 2008/2009 penulis menjabat sebagai Ketua Komisi Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa. Prestasi yang pernah diraih penulis diantaranya yaitu juara I Lomba Kebun mahasiswa IPB pada tahun 2008 dan Juara II Lomba Recycle Things pada Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional IV pada tahun yang sama.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayah sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penelitian dengan judul Evaluasi Daya Hasil Empat Cabai (Capsicum annuum L.) Hibrida IPB Di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo ini telah dilaksanakan dengan baik, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian. Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian yang dilakukan oleh Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.

Selama penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang membantu penulis. Penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS sebagai pembimbing I dan Dr. Muhamad Syukur, SP, MSi sebagai pembimbing II yang telah memberikan bimbingan serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Memen Surahman, MSc.Agr yang telah bersedia menjadi dosen

penguji. Terima kasih atas saran, kritik dan masukan yang telah diberikan selama ujian sidang. Semoga bermanfaat bagi penulis.

3. Ir. Ketty Suketi, MSi sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama penulis menjalani kuliah.

4. Kepada kedua orang tua yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materil.

5. Pakdhe Ruwi, Pakdhe Murdopo, Bude Ika, Anin, dan Asha. Terima kasih atas doa, dukungan dan kesabaran yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan pendidikan.

6. Uli Khusna Inayati, SP. Terima kasih atas doa, bantuan, motivasi dan kasih sayang yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian hingga menyusun skripsi.

7. Hapshoh, Siska, Kustiana, Via, Nida, Andri, Juned, Hendi, Miko, Widodo, Mas Abdul, Mas Arif, Mbak Tiara dan teman-teman lainnya. Terima kasih atas bantuan, dukungan dan kerjasamanya selama penelitian dan penyelesaian tugas akhir ini.

(7)

8. Teman-teman seperjuangan Agronomi dan Hortikultura angkatan 43. Terima kasih atas kebersamaan, kenangan dan momen yang indah selama kita bersama. Tetap kompak dan jalin terus silaturahmi kita.

9. Danang, Eko, Fajrin, Patra dan Reza. Terima kasih atas persahabatan, bantuan, doa, motivasi, dan kenangan-kenangan indah yang telah diberikan. Semoga persahabatan kita terus terjalin.

10. Bapak Darwa dan Bapak Undang yang telah membantu selama penulis melakukan penelitian.

Semoga penelitian ini dapat dapat bermanfaat dengan baik bagi pihak yang memerlukan.

Bogor, Juni 2010 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Hipotesis ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Taksonomi dan Botani Cabai ... 3

Syarat Tumbuh Cabai ... 4

Pemuliaan Tanaman Cabai ... 6

Pelepasan Varietas ... 7

Standar Mutu Cabai Merah Segar ... 8

BAHAN DAN METODE ... 10

Tempat dan Waktu Percobaan ... 10

Bahan dan Alat ... 10

Metode Percobaan ... 10

Pelaksanaan Percobaan ... 11

Pengamatan ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Kondisi Umum ... 17

Rekapitulasi F-hitung, Peluang, dan Koefisien Keragaman... 19

Umur Berbunga dan Umur Panen ... 20

Tinggi Tanaman, Tinggi Dikotomus dan Lebar Kanopi ... 21

Bobot per Buah, Panjang Buah, Diameter Buah, dan Tebal Kulit Buah ... 22

Bobot Buah Layak Pasar, Bobot Buah per Tanaman, dan Produktivitas ... 24

Standar Mutu ... 26

Peubah Kualitatif ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

Kesimpulan ... 30

Saran ... 30

DATFAR PUSTAKA ... 31

(9)

DAFTAR TABEL

Teks

Nomor Halaman 1. Persyaratan Mutu Cabai Merah Segar... 9 2. Rekapitulasi F-hitung, Peluang, dan Koefisien Keragaman ... 19 3. Nilai Rataan Umur Berbunga dan Umur Panen Cabai Hibrida

yang Diuji ... 20 4. Nilai Rataan Tinggi Tanaman, Tinggi Dikotomus, dan Lebar

Kanopi Cabai Hibrida yang Diuji ... 21 5. Nilai Rataan Bobot per Buah, Panjang Buah, Diameter Buah,

dan Tebal Kulit Buah Cabai Hibrida yang Diuji ... 23 6. Nilai Rataan Bobot Buah Layak Pasar, Bobot Buah per Tanaman,

dan Produktivitas Cabai Hibrida yang Diuji ... 24 7. Produktivitas Cabai Hibrida yang Diuji di Berbagai Lokasi

Percobaan ... 25 8. Klasifikasi Panjang Buah Berdasarkan SNI ... 26 9. Klasifikasi Diameter Pangkal Buah Berdasarkan SNI ... 26 10. Penampilan Habitus Tanaman dan Warna Batang Cabai Hibrida

yang Diuji ... 27 11. Penampilan Karakter Kualitatif pada Daun Cabai Hibrida yang

Diuji ... 28 12. Penampilan Karakter Kualitatif pada Bunga Cabai Hibrida yang

Diuji ... 29 13. Penampilan Karakter Kualitatif pada Buah Cabai Hibrida yang

Diuji ... 29

Lampiran

1. Data Iklim Daerah Darmaga, Bogor, Agustus-Desember 2009 ... 35 2. Sidik Ragam Umur Berbunga Empat Cabai Hibrida IPB dan

Empat Varietas Pembanding ... 35 3. Sidik Ragam Umur Panen Empat Cabai Hibrida IPB dan Empat

Varietas Pembanding ... 35 4. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Empat Cabai Hibrida IPB dan

(10)

5. Sidik Ragam Tinggi Dikotomus Empat Cabai Hibrida IPB dan Empat Varietas Pembanding ... 36 6. Sidik Ragam Lebar Kanopi Empat Cabai Hibrida IPB dan Empat

Varietas Pembanding ... 36 7. Sidik Ragam Lebar Daun Empat Cabai Hibrida IPB dan Empat

Varietas Pembanding ... 36 8. Sidik Ragam Bobot per Buah Empat Cabai Hibrida IPB dan

Empat Varietas Pembanding ... 36 9. Sidik Ragam Panjang Buah Empat Cabai Hibrida IPB dan Empat

Varietas Pembanding ... 37 10. Sidik Ragam Diameter Buah Empat Cabai Hibrida IPB dan

Empat Varietas Pembanding ... 37 11. Sidik Ragam Tebal Kulit Buah Empat Cabai Hibrida IPB dan

Empat Varietas Pembanding ... 37 12. Sidik Ragam Bobot Buah per Tanaman Empat Cabai Hibrida IPB

dan Empat Varietas Pembanding ... 37 13. Sidik Ragam Bobot Buah Layak Pasar Empat Cabai Hibrida IPB

dan Empat Varietas Pembanding ... 38 14. Sidik Ragam Produktivitas Empat Cabai Hibrida IPB dan Empat

(11)

DAFTAR GAMBAR

Teks Nomor Halaman 1. Habitus Tanaman ... 13 2. Bentuk Daun ... 14 3. Bentuk Buah ... 15

4. Serangan Penyakit Pada Cabai ... 18

Lampiran 1. Cabai Hibrida IPB CH1 ... 39

2. Cabai Hibrida IPB CH2 ... 40

3. Cabai Hibrida IPB CH3 ... 41

4. Cabai Hibrida IPB CH25 ... 42

5. Cabai Hibrida Adipati ... 43

6. Cabai Hibrida Biola ... 44

7. Cabai Hibrida Gada ... 45

8. Cabai Hibrida Hot Beauty ... 46

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran yang cukup penting bagi masyarakat Indonesia. Buah cabai umumnya dimanfaatkan masyarakat Indonesia sebagai bahan penyedap masakan, bahan baku berbagai industri makanan, minuman, kosmetik, serta obat-obatan. Menurut Kusandriani dan Permadi (1996) spesies cabai yang secara luas dibudidayakan di Indonesia yaitu Capsicum annuum dan Capsicum frutescens, tetapi C. annuum lebih penting dibandingkan dengan C. frutescens.

Produksi cabai di Indonesia sangat fluktuatif dari tahun ke tahun, sedangkan konsumsi per kapita cenderung meningkat. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian (2010) rata-rata produksi cabai besar pada tahun 2003-2007 berturut-turut adalah 774 408, 714 705, 661.730, 736 019 dan 676 828 ton. Luas panen cabai besar pada tahun yang sama yaitu 115 233, 110 170, 103 531, 113 079 dan 107 362 ha, sehingga produktivitas cabai berturut-turut sebesar 6.72, 6.49, 6.39, 6.51 dan 6.30 ton/ha. Berdasarkan Duriat (1996) angka tersebut masih tergolong rendah karena potensi produktivitas cabai dapat mencapai 12-20 ton/ha.

Berdasarkan fakta yang telah disebutkan, maka peningkatan produktivitas cabai di Indonesia perlu diakukan untuk memenuhi kebutuhan cabai yang semakin meningkat. Salah satu alternatif untuk meningkatkan produktivitas cabai adalah dengan menggunakan varietas unggul, salah satunya dengan varietas hibrida melalui program pemuliaan. Varietas hibrida merupakan generasi pertama atau F1 dari hasil persilangan antara galur murni (inbred), klon, atau varietas bersari bebas yang memiliki sifat unggul. Produktivitas varietas hibrida lebih tinggi dibandingkan dengan varietas open pollinated (OP). Peningkatan hasil hibrida cabai dapat mencapai 61% lebih tinggi dari tetuanya (Kalloo, 1986).

Berbagai varietas hibrida saat ini telah digunakan oleh banyak petani, akan tetapi sebagian benih varietas tersebut merupakan benih impor. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) kebutuhan benih cabai tahun 2007 sebanyak 30 ton, dan rata-rata jumlah impor benih cabai mencapai 30% dari

(13)

ketersediaan benih. Oleh karena itu maka perakitan varietas hibrida dalam negeri perlu dilakukan agar mampu menghasilkan varietas unggul baru yang sesuai dengan kondisi wilayah di Indonesia serta memiliki karakter yang sesuai dengan keinginan konsumen.

Program pembentukan varietas hibrida cabai telah dilakukan sejak tahun 2003 oleh Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman IPB. Pada saat ini proses perakitan varietas hibrida telah sampai pada tahap persiapan pelepasan. Varietas hasil perakitan perlu dievaluasi untuk mengetahui produktivitas dan adaptabilitas calon varietas tersebut. Suatu varietas baru yang akan dilepas harus menunjukkan keunggulan dibandingkan varietas yang telah ada. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006) uji daya hasil perlu dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat unggul calon varietas hibrida tersebut.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi daya hasil empat hibrida cabai (Capsicum annuum L.) hasil perakitan Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman IPB dan empat varietas pembanding.

Hipotesis

Diantara empat cabai hibrida IPB yang diuji, terdapat satu atau lebih cabai hibrida IPB yang mempunyai daya hasil lebih tinggi daripada varietas pembanding.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Botani Cabai

Cabai merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Cabai dikenal di Eropa pada abad ke-16, setelah diintroduksi oleh Colombus saat perjalanan pulang ke Spanyol pada tahun 1493 (Greenleaf 1986). Setelah Colombus membawa dan menyebarkan cabai ke Eropa, kemudian cabai menyebar cepat dari Eropa ke Asia dan Afrika (Kusandriani, 1996).

Genus Capsicum terdiri atas 20-30 spesies yang tersebar di daerah tropis dan sub tropis. Berdasarkan pembagian taxonomi modern terdapat 5 spesies utama cabai yaitu: Capsicum annuum L., Capsicum frutescens L., Capsicum chinense

Jacquin, Capsicum pendulum Willdenow, dan Capsicum pubescens Ruiz & Pavon. Eshbaugh menemukan bahwa Capsicum pendulum Willdenow dan

Capsicum microcarpum Cavanilles termasuk ke dalam spesies yang sama yaitu

Capsicum baccatum (Greenleaf, 1986). Kultivar C. annuum antara lain adalah cabai merah, cabai hijau, cabai kuning, dan paprika (George, 1999).

Cabai merupakan tanaman setahun (annual) berupa perdu dengan tinggi 0.15-1.5 m (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Struktur perakaran diawali dari akar tunggang yang bercabang ke samping dengan akar-akar rambut dan memiliki batang berkayu dengan warna cokelat kehijauan (Kusandriani, 1996). Tanaman ini memiliki batang tegak dan mempunyai banyak cabang, dengan akar tunggang kuat dan dalam (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).

Tanaman cabai memiliki helaian daun dengan tangkai yang panjang. Daun tunggal dan tipis, dengan helaian daun lanset dan bulat telur lebar (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Tanaman cabai memiliki daun berwarna hijau atau hijau tua, tumbuh pada tunas-tunas samping berurutan, pada batang utama dan tunggal tersusun secara spiral (Kusandriani, 1996).

Menurut Greenleaf (1986) bunga cabai biasanya muncul tunggal dan letaknya di ujung (terminal), panjang tangkai hingga 3 cm dan tangkai buah hingga 8 cm. Kusandriani (1996) menambahkan, bunga cabai umumnya bersifat tunggal dan tumbuh pada ujung ruas, serta merupakan bunga sempurna (hermaphrodite). Mahkota bunga berwarna putih atau ungu tergantung

(15)

kultivarnya, helaian mahkota bunga berjumlah lima atau enam helai. Setiap bunga memiliki satu putik (stigma) dengan kepala putik berbentuk bulat. Posisi benang sari dan putik dalam bunga mempengaruhi penyerbukan. Apabila posisi kepala putik lebih tinggi dari kotak sari akan terjadi penyerbukan silang dan sebaliknya, sedangkan apabila putik lebih rendah dari benang sari maka akan terjadi penyerbukan sendiri. Hal ini yang menyebabkan tanaman cabai pada kultivar tertentu dapat mengadakan penyerbukan sendiri atau penyerbukan silang.

Buah cabai tidak berdaging, sangat beragam dalam bentuk, ukuran, warna dan tingkat kepedasannya (Greenleaf, 1986). Bentuk buah cabai umumnya memanjang, sedangkan ujungnya runcing atau tumpul. Ukuran buah beragam dari pendek hingga panjang. Kedudukan buah yaitu merupakan buah tunggal pada masing-masing ruas (ketiak daun) dan kadang-kadang fasciculate. Buah cabai memiliki rongga yang didalamnya terdapat plasenta yaitu tempat melekatnya biji (Kusandriani, 1996). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1997), ketika buah berkembang maka kulit buah tumbuh lebih cepat dibandingkan jaringan plasenta. Hal ini menyebabkan buah memiliki rongga. Bentuk buah cabai sangat bervariasi, diantarantya linier, kerucut, bulat, dan kombinasi bentuk tersebut.

Biji cabai terletak di dalam buah yang melekat sepanjang plasenta. Biji cabai berjumlah sekitar 140 butir/g. Biji mempunyai kulit yang keras yang di dalamnya terdapat endosperm dan ovule. Warna dari biji C. annuum yaitu kuning jerami, hanya biji C.pubescens yang berwarna hitam (Kusandriani, 1996).

Syarat Tumbuh Cabai

Tanaman cabai merupakan tanaman yang memiliki daya adaptasi luas. Tanaman cabai dapat dibudidayakan pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, di lahan sawah ataupun di lahan kering/tegalan (Sumarni, 1996). Di dataran tinggi, tanaman cabai masih dapat tumbuh dengan baik, namun tanaman lebih rentan terhadap serangan penyakit (Prajnanta, 2003). Cabai dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 1.000-1.250 meter di atas permukaan laut (Tani, 2008).

Tanaman cabai memerlukan kisaran suhu udara antara 18-270C untuk tumbuh dengan optimal (Sumarni, 1996). Suhu udara pada siang hari berkisar

(16)

antara 21-280C, sedangkan untuk malam hari antara 15–200C. Perbedaan antara suhu siang hari dengan suhu malam hari yang terlalu besar dapat mengakibatkan rendahnya pembentukan bunga dan buah. Pada suhu tinggi atau di atas 320C dapat menyebabkan tepung sari tidak berfungsi, sehingga menyebabkan produksi menjadi rendah. Demikian juga pada suhu malam yang tinggi dapat menyebabkan pembuahannya rendah (Tani, 2008).

Jenis tanah yang baik untuk bertanam cabai adalah tanah yang mengandung pasir, keadaan tanah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik (humus), sirkulasi udara dan tata air dalam tanah baik. Tanaman cabai dapat tumbuh optimal pada tanah dengan derajat keasaman (pH) 5.5–6.8. Namun, tanaman cabai masih toleran pada derajat keasaman dengan pH 5–7. Sifat biologi tanah yang baik untuk cabai yaitu dapat membantu tersedianya unsur-unsur hara yang tidak larut, dan dapat menyimpan kelebihan unsur hara. Selain itu juga dapat membantu proses nitrifikasi, dapat menekan pertumbuhan organisme tanah yang merugikan (patogen), dapat menyuburkan tanah, dan membantu melancarkan peredaran udara di dalam tanah (Tani, 2008).

Tanaman cabai merupakan tanaman yang tidak terlalu tahan terhadap curah hujan tinggi atau iklim yang basah. Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan (Sumarni, 1996). Sebaliknya, curah hujan yang rendah dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi berkurang dan dapat membatasi ukuran buah (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Curah hujan yang ideal untuk tanaman cabai yaitu berkisar antara 750 – 1.250 mm per tahun atau merata sepanjang tahun (Tani, 2008).

Cahaya memiliki peranan yang sangat besar dalam proses fisiologi, seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, penutupan dan pembukaan stomata, berbagai pergerakan tanaman dan perkecambahan. Menurut Tani (2008) tanaman cabai memerlukan penyinaran matahari minimal 8 jam per hari. Salisbury dan Ross (1992) mengemukakan bahwa intensitas cahaya rendah dapat mempengaruhi orientasi kloroplas tanaman. Tani (2008) menambahkan, kekurangan sinar matahari dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman cabai menjadi lemah, pucat dan memanjang.

(17)

Pemberian mulsa dapat menurunkan suhu tanah dan suhu udara, meningkatkan kelembaban udara dan tinggi tanaman serta luas daun (Noorhadi, 2003). Mulsa yang dapat digunakan dalam budidaya cabai adalah jerami, plastik putih dan plastik hitam perak. Mulsa plastik hitam perak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan yang lain. Mulsa plastik hitam perak ini dapat memantulkan cahaya serta menjaga kestabilan suhu dan kelembaban tanah sehingga menjamin kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman (Setiadi, 1999).

Pemuliaan Tanaman Cabai

Pemuliaan tanaman merupakan suatu kegiatan yang merubah susunan genetik tanaman secara tetap sehingga memiliki sifat atau penampilan sesuai dangan tujuan yang diinginkan pelakunya. Menurut Allard (1960) program pemuliaan banyak ditekankan pada usaha mempertinggi produktivitas hasil pertanian, selain pengembangan varietas tanaman yang resisten terhadap hama dan penyakit. Kusandriani dan Permadi (1996) menambahkan bahwa kegiatan pemuliaan cabai juga ditujukan untuk perbaikan terhadap kemampuan tanaman untuk mengatasi cekaman lingkungan tertentu.

Tanaman cabai dikelompokkan ke dalam tanaman menyerbuk sendiri, namun penyerbukan silang masih mungkin terjadi dengan bantuan angin atau serangga penyerbuk. Hal ini disebabkan bunga tanaman cabai yang termasuk bunga hermafrodit bersifat chasmogamous. Bunga hermafrodit artinya putik (bunga betina) dan polen (bunga jantan) terdapat dalam satu bunga, sedangakan bersifat chasmogamous artinya waktu penyerbukan terjadi pada saat bunga sudah mekar. Oleh karena itu, kemungkinan masih dapat terjadi penyerbukan silang (Sujiprihati et al., 2008). Penyerbukan silang pada cabai cukup tinggi yaitu dapat mencapai 35% (Syukur et al., 2009).

Kegiatan pemuliaan tanaman terdiri atas serangkaian kegiatan yang berkesinambungan, diawali dengan melakukan koleksi berbagai genotipe tanaman sebagai sumber plasma nutfah. Dilanjutkan dengan identifikasi dan karakterisasi plasma nutfah tersebut. Berdasarkan hasil identifikasi dan karakterisasi, dipilih beberapa plasma nutfah sebagai tetua untuk bahan persilangan (hibridisasi) atau

(18)

langsung diseleksi dengan menggunakan metode pemuliaan yang tepat. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi terhadap hasil pemuliaan tersebut sebelum kultivar dilepas (Sujiprihati et al., 2008).

Varietas hibrida merupakan generasi pertama atau F1 dari hasil persilangan antara galur murni (inbred), klon, atau varietas bersari bebas yang memiliki sifat unggul. Menurut Syukur et al. (2009) keunggulan hibrida dikaitkan dengan peristiwa heterosis. Benih varietas hibrida harus selalu disediakan melalui persilangan tetua tersebut. Penanaman benih varietas hibrida pada generasi berikutnya (generasi F2 dan selanjutnya) akan menghasilkan tanaman yang rata-ratanya tidak unggul lagi, akibat adanya segregasi tanaman F2.

Varietas hibrida harus mempunyai keunggulan dibandingkan dengan varietas lainnya. Menurut Aditya (2008), jika varietas hibrida tidak mempunyai sifat unggul maka varietas hibrida tidak menarik lagi. Keunggulan hibrida dapat ditunjukkan dengan berbagai bentuk, baik secara morfologi maupun fisiologi. Secara morfologi, keunggulan tersebut dapat ditunjukkan dengan ukuran buah yang lebih besar, bobot buah yang lebih besar, dan umur panen yang lebih genjah. Secara fisiologi keunggulan hibrida dapat ditunjukkan dengan adanya ketahanan terhadap cekaman lingkungan seperti tanah masam dan kekeringan, serta mempunyai ketahanan terhadap hama dan penyakit.

Pelepasan Varietas

Pelepasan varietas adalah pengakuan pemerintah terhadap suatu varietas hasil pemuliaan di dalam negeri dan/atau introduksi yang dinyatakan dalam keputusan Menteri Pertanian bahwa varietas tersebut merupakan suatu varietas unggul yang dapat disebarluaskan. Berdasarkan UU No. 12 tahun 1992 pelepasan varietas merupakan syarat mutlak bagi varietas unggul hasil pemuliaan maupun introduksi yang akan diperjual belikan di wilayah Negara Kesatuan RI. Varietas yang belum dilepas tidak dapat diedarkan atau dikomersialkan. Suatu varietas yang baru akan dilepas harus menunjukkan keunggulan dibandingkan varietas yang telah ada sehingga diperlukan suatu pengujian (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2006).

(19)

Uji adaptasi merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan dalam proses pelepasan varietas. Uji adaptasi merupakan uji lapangan yang dilakukan untuk mengetahui keunggulan calon varietas tanaman semusim terhadap lingkungan tempat produksinya. Pada saat dilakukan uji adaptasi perlu adanya varietas pembanding untuk mengetahui keunggulan galur harapan atau calon varietas yang diuji. Setelah dilakukan uji adaptasi maka dilanjutkan dengan uji multilokasi. Syarat uji multilokasi untuk tanaman buah dan sayuran semusim yaitu dilakukan pada dua kali musim sebanyak tiga unit dan tiga lokasi atau elevasi (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2006).

Syarat pelepasan varietas menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006) sebagai berikut: (1) silsilah dan cara mendapatkannya jelas, (2) menunjukkan keunggulan terhadap varietas pembanding, (3) tersedia deskripsi yang lengkap dan jelas, (4) menyediakan contoh varietas yang diusulkan pelepasannya pada waktu sidang pelepasan varietas, (5) ketersediaan benih penjenis, (6) surat jaminan akan diproduksi di Indonesia, (7) surat jaminan dari Pemerintah Daerah pengusul. Suatu varietas yang akan dilepas juga harus melewati prosedur pelepasan varietas. Prosedur pelepasan varietas meliputi permohonan dan penilaian oleh Tim Penilai dan Pelepas Varietas.

Standar Mutu Cabai Merah Segar

Badan Standarisasi Nasional (1998) menyarankan agar cabai yang dipasarkan segar hanya berasal dari mutu yang baik serta sesuai dengan keinginan konsumen. Hal ini dilakukan dalam rangka menciptakan sistem jaminan mutu cabai, termasuk di dalamnya mempermudah upaya pengawasan. Oleh karena itu dilakukan standarisasi cabai merah segar yang merupakan dasar pengujian dan sertifikasi mutu serta dapat digunakan untuk acuan pembinaan petani atau produsen cabai merah segar. Syarat mutu sesuai dengan parameter yang ditentukan dapat dilihat pada Tabel 1.

(20)

Tabel 1. Persyaratan Mutu Cabai Merah Segar

Jenis Uji Satuan Persyaratan

Mutu I Mutu II Mutu III Keseragaman Warna % Merah > (95) Merah > (95) Merah > (95) Keseragaman % Seragam (98) Seragam (96) Seragam (95) Keseragaman Bentuk % 98 normal 96 normal 95 normal Keseragaman Ukuran

Panjang Buah cm 12-14 11-9 <9

Garis Tengah Pangkal cm 1.5-1.7 1.3-1.5 <1.3

Kadar Kotoran % 1 2 5

Tingkat Kerusakan dan Busuk % 0 1 2

(21)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat. Lokasi percobaan terletak pada ketinggian 250 meter di atas permukaan laut. Pengamatan beberapa karakter kuantitatif dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Percobaan dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember 2009.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan dalam percobaan ini terdiri atas empat hibrida cabai IPB yaitu hibrida IPB CH1, IPB CH2, IPB CH3, dan IPB CH25. Varietas pembanding yang digunakan adalah varietas hibrida cabai komersial yaitu Adipati, Biola, Gada, dan Hot Beauty. Bahan lain yang digunakan dalam percobaan ini adalah furadan, pupuk kandang, Urea, SP-36, KCl, NPK mutiara, dan pestisida. Alat yang digunakan yaitu cangkul, koret, ajir, meteran, label, tray semai 72 lubang, mulsa plastik hitam perak, bambu, timbangan, penggaris, kantong plastik, alat tulis, jangka sorong, silet dan kamera digital.

Metode Percobaan

Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan delapan perlakuan dan tiga ulangan sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Model aditif linear yang digunakan adalah :

Yij=

µ

+ βi +

τj

+

ε

ij

i = 1,2,3, .... 8 j = 1, 2, 3

Yij = Respon perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = Rataan umum

βi = Pengaruh hibrida ke-i

τj = Pengaruh kelompok ke-j

(22)

Data yang diperoleh selanjutnya diuji dengan menggunakan analisis ragam. Jika terdapat perbedaan diantara hibrida yang diuji berdasarkan uji F-hitung pada taraf 5% maka dilakukan uji lanjut dengan Uji Dunnett pada taraf 5% (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Percobaan

Pemilihan Benih

Pemilihan benih dilakukan terhadap benih yang berukuran besar dan padat (bernas). Selain itu benih yang dipilih juga memiliki bentuk yang utuh atau tidak rusak.

Persemaian

Persemaian dilaksanakan sebelum tanam. Persemaian dilakukan pada tray semai yang telah dibersihkan dan disterilkan dengan alkohol 75%. Media yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kompos. Media untuk persemaian ini dipilih karena mempunyai aerasi yang baik, subur dan gembur. Sebelum digunakan, media tanam dioven terlebih dahulu pada suhu 1500 selama 3 jam agar patogen yang terbawa oleh media mati. Benih yang disemai sebanyak 1 benih per lubang.

Persemaian ditaruh di tempat yang terlindung dari gangguan ternak terutama ayam dan itik. Selain itu, persemaian perlu dinaungi agar tidak terkena sinar matahari langsung dan curahan hujan. Persemaian kemudian dipelihara agar tidak mengalami kekeringan.

Bibit cabai yang telah berumur dua minggu dipupuk dengan NPK mutiara (10 g/l) dan Gandasil D (2 g/l). NPK mutiara diberikan setiap minggu sekali sedangkan gandasil D setiap dua kali per minggu. Selain itu bibit juga disemprot menggunakan pestisida jika terjadi serangan hama dan penyakit.

Bibit cabai dipindah ke lapang pada umur 48 hari dan jumlah daunnya telah mencapai 4-5 helai. Bibit diangkut dengan menggunakan angkutan umum. Pada saat pemindahan banyak terjadi kerusakan pada bibit karena kondisi tray yang sudah mulai rusak.

(23)

Pengolahan lahan

Lahan diolah dengan menggunakan bajak. Lahan dibuat bedengan dengan lebar satu meter dan panjang lima meter. Tinggi bedengan yang digunakan adalah 0.25-0.35 m. Bibit ditanam dalam dua baris per bedengan. Satu bedengan ada 20 tanaman. Jarak tanam yang dipakai adalah 50 cm x 50 cm. Jarak antar bedengan 0.5 m. Luas lahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 324 m2.

Bedengan yang sudah terbuat ditutup dengan mulsa plastik hitam perak dan dibuat lubang tanam dalam dua baris tanam (double rows). Lubang tanam dibuat dengan menggunakan pelat pemanas yang berisi bara api untuk membuat lubang di permukaan mulsa plastik. Lubang tanam yang terbentuk kemudian dilubangi dengan menggunakan tugal.

Pemupukan

Dua minggu sebelum tanam, lahan diberi pupuk kandang sebanyak 20 ton/ha. Pupuk dasar diberikan pada saat satu minggu sebelum tanam sebanyak 200.kg/ha urea, 100 kg/ha SP-36 dan 200 kg/ha KCl. Setelah tanaman berumur dua minggu, tanaman dipupuk dengan menggunakan NPK Mutiara dengan dosis 10 g/l dan masing-masing tanaman diberikan 250 ml (1 gelas aqua). Pemupukan NPK ini dilakukan setiap seminggu sekali.

Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan adalah pengendalian hama dan penyakit, pewiwilan, penyiangan, penyiraman, serta pengajiran. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan bila hal itu diperlukan. Pengendalian ini menggunakan pestisida. Pewiwilan merupakan pembuangan tunas air yang muncul dibawah percabangan. Penyiangan dilakukan jika ada gulma yang tumbuh dan dilakukan secara manual. Pengajiran dilakukan pada saat pindah tanam. Ajir yang digunakan terbuat dari bambu dengan ukuran 120 cm.

(24)

Panen

Pemanenan dilakukan setelah 75% buah berwarna merah. Panen dilakukan secara bertahap sampai panen terakhir. Panen dilakukan selama sepuluh minggu. Setiap minggu dapat dilakukan dua kali pemanenan.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman contoh yang dipilih secara acak pada setiap petak percobaan. Karakter yang diamati pada penelitian ini adalah karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Peubah yang diamati berdasarkan pada pedoman penilaian dan pelepasan varietas hortikultura (Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi, 2006), sedangkan cara pengamatannya berdasarkan deskriptor cabai (International Plant Genetic Research Institute Chili Descriptor, 1995).

Karakter kualitatif yang diamati :

1. Habitus tanaman: sparse, intermediete, danse (Gambar 1).

Gambar 1. Habitus Tanaman. 3. Sparse (kompak), 5. Intermediete, 7. Danse (Tegak)

(25)

2. Bentuk daun: deltoid, ovate, lanceolate. Diamati setelah 50% populasi tanaman berbuah masak (Gambar 2).

Gambar 2. Bentuk daun. 1. Deltoid (delta), 2. Ovate (oval), 3. Lanceolate

(lanset)

3. Tepi daun: rata, bergerigi, bergerigi ganda, beringgit, dan berombak diamati pada saat fase generatif.

4. Ujung daun: runcing, meruncing, tumpul, membulat, rompang, terbelah, dan berduri diamati setelah 50% populasi tanaman berbuah masak.

5. Warna daun: kuning, hijau muda, hijau, hijau tua, ungu muda, ungu, variegata, dan lainnya. Diamati setelah 50% populasi tanaman berbuah masak.

6. Warna batang: hijau, hijau dengan garis ungu, ungu, dan lainnya. Diamati setelah panen pertama.

7. Warna kelopak bunga: hijau muda, hijau, hijau tua saat antesis.

8. Warna tangkai bunga: hijau muda, hijau, hijau tua diamati saat bunga antesis.

9. Warna mahkota bunga: putih, kuning terang, kuning, ungu dengan dasar putih, putih dengan dasar ungu, putih dengan pinggiran ungu, ungu, dan lainnya. Diamati setelah bunga pertama membuka sempurna.

10. Jumlah helai mahkota: diamati saat bunga antesis.

11. Warna anter: ungu, ungu muda, diamati saat bunga mekar. 12. Warna kepala putik: diamati saat bunga mekar.

(26)

13. Bentuk buah: Elongate, Almost round, Triangular, Companulate, Blocky,

dan lainnya. Peubah ini diamati setelah panen ke-2 (Gambar 3).

Gambar 3. Bentuk Buah. 1. Memanjang, 2. Bulat, 3. Segitiga, 4. Campanulate, 5. Blocky.

14. Permukaan kulit buah: halus, semi keriting, keriting, dari 10 buah segar pada panen ke-2.

15. Warna buah muda: hijau muda, hijau, hijau tua, diamati saat mulai berbuah. 16. Warna buah masak: putih, kuning, lemon, oranye pucat, oranye, merah

terang, merah, merah tua, ungu, cokelat, hitam diamati saat buah masak penuh.

Karakter kuantitatif yang diamati :

1. Umur berbunga Hari Setelah Tanam (HST): jumlah hari setelah

transplanting sampai 50% populasi tanaman dalam petakan telah mempunyai bunga mekar pada percabangan tanaman.

2. Umur panen (HST): jumlah hari setelah transplanting sampai 50% tanaman dalam petakan mempunyai buah masak pada percabangan pertama.

3. Tinggi tanaman (cm): diukur dari permukaan tanah sampai pucuk, diukur setelah panen pertama.

4. Tinggi dikotomus (cm): diukur dari permukaan tanah sampai percabangan utama setelah panen pertama.

(27)

5. Lebar kanopi (cm): diukur pada kanopi terlebar pada saat fase generatif (20 MST).

6. Lebar daun (cm): diukur dari 20 daun dewasa setelah 50% populasi tanaman berbuah masak.

7. Bobot per buah (g): rata-rata bobot buah dari 10 buah segar dari panen ke-2. 8. Panjang buah (cm): diukur dari 10 buah segar dari panen ke-2.

9. Diameter buah (cm): diameter pangkal-tengah-ujung diukur dari 10 buah segar dari panen ke-2.

10. Tebal kulit buah (mm): rata-rata tebal kulit buah dari 10 buah segar dari panen ke-2.

11. Bobot buah per tanaman (g): jumlah keseluruhan bobot buah dipanen dari 10 tanaman contoh pada panen ke-1 sampai panen ke-10.

12. Bobot buah layak pasar (g/tanaman): hasil pengurangan bobot buah per tanaman dengan bobot buah tidak layak pasar.

13. Produktivitas (ton/ha):

Luas Efektif per Tanaman x 80% x Bobot Buah per Tanaman Jarak Tanam

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Jumlah curah hujan pada saat penelitian (Agustus-Desember 2009) adalah 1.180.1 mm dengan 66 hari hujan. Suhu dan kelembaban rata-rata pada saat penelitian yaitu 26.30C dan 80.3%.

Pembibitan cabai dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman IPB. Selama pembibitan, bibit tumbuh dengan baik dan sehat. Hal ini dikarenakan kondisi cuaca yang tidak terlalu lembab sehingga intensitas serangan penyakit cukup rendah. Pemindahan bibit ke lapangan dilakukan setelah bibit berumur sekitar 48 hari atau telah memiliki 4-5 daun. Bibit cabai dipindahkan ke lapangan satu minggu sebelum dilakukan penanaman. Hal ini dilakukan agar bibit cabai dapat beradaptasi terhadap kondisi di lapang sehingga pada saat penanaman diharapkan bibit tersebut dapat tumbuh dengan baik.

Pelaksanaan penanaman dilakukan pada tanggal 31 Juli 2009. Penanaman dilakukan sore hari agar bibit dapat lebih beradaptasi dengan lingkungan dan intensitas matahari tidak tinggi. Pada saat awal tanam, kondisi cuaca sangat kering dengan curah hujan yang rendah dan kurangnya ketersediaan air, sehingga kondisi lahan kering dan beberapa bibit yang baru ditanam menjadi kering dan mati. Jumlah curah hujan pada bulan Agustus yaitu 33.1 mm dengan tujuh hari hujan. Kelembaban dan suhu pada bulan tersebut berturut-turut yaitu 26.30C dan 75.1%. Antisipasi yang dilakukan dalam menghadapi kendala tersebut adalah dengan cara memberi sungkup pada masing-masing tanaman.

Terdapat beberapa hama dan penyakit yang teridentifikasi di lapangan. Hama menyerang tanaman baik pada fase vegetatif maupun fase generatif. Hama yang secara umum dijumpai pada fase vegetatif adalah belalang dan kutu daun. Belalang mengakibatkan daun berlubang dan bahkan menyebabkan batang patah pada saat awal tanam. Pengendalian hama ini dilakukan dengan menggunakan Curacron dan Kelthane dengan aplikasi seminggu sekali. Selain itu juga terdapat serangan hama Thrips pada saat menjelang fase generatif.

Hama yang menyerang pada fase generatif diantaranya yaitu lalat buah dan ulat daun. Serangan lalat buah terjadi cukup tiggi dan menyerang semua

(29)

hibrida yang diuji. Serangan lalat buah ini mengakibatkan buah cabai berlubang dan terdapat ulat didalamnya sehingga mengakibatkan buah menjadi tidak layak pasar.

Penyakit yang menyerang tanaman yaitu antraknosa, layu bakteri dan keriting kuning (Gambar 4). Antraknosa merupakan penyakit yang banyak menyerang terutama pada saat pertengahan fase generatif sehingga menyebabkan banyak buah cabai yang menjadi tidak layak pasar. Hal ini terutama terlihat pada hibrida Hot Beauty yang cukup parah terserang penyakit ini. Penyakit layu bakteri banyak menyerang Biola. Gejala serangan terlihat jelas terutama pada ulangan tiga, hingga akhir percobaan hanya terdapat tiga tanaman yang masih bertahan hidup. Penyakit keriting kuning disebabkan oleh virus yang dibawa oleh vektor kutu kebul (Bemicia tabacii). Menurut Ganefianti (2010) tanaman yang terifeksi menimbulkan gejala bintik kuning pada daun muda, yang selanjutnya akan menyebar ke daun tua sehingga bintik kuning muncul pada seluruh daun. Gejala lanjut dapat berupa mosaik, daun yang baru tumbuh akan keriting, mengecil dan tanaman menjadi kerdil.

Gambar 4. Serangan penyakit pada cabai. A. Antraknosa, B. Layu Bakteri, C. Keriting Kuning

(30)

Rekapitulasi F-hitung, Peluang, dan Koefisien Keragaman

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa hibrida berpengaruh sangat nyata untuk peubah umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, tinggi dikotomus, bobot per buah, diameter buah, tebal kulit buah, bobot buah per tanaman, bobot buah layak pasar, dan produktivitas. Sementara itu hibrida berpengaruh nyata pada peubah lebar daun. Pengaruh hibrida yang tidak nyata ditunjukkan oleh peubah lebar kanopi dan panjang buah. Rekapitulasi F-hitung, peluang, dan koefisien keragaman selengkapnya terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi F-hitung, Peluang, dan Koefisien Keragaman

No. Peubah F-hitung Peluang KK (%)

1. Umur Berbunga 9.60** 0.0002 7.29 2. Umur Panen 21.10** 0.0001 3.90 3. Tinggi Tanaman 24.37** 0.0001 5.70 4. Tinggi Dikotomus 9.61** 0.0002 6.09 5. Lebar Kanopi 0.67tn 0.6934 7.43 6. Lebar Daun 3.19* 0.0309 4.49

7. Bobot per Buah 8.96** 0.0003 6.14

8. Panjang Buah 2.40tn 0.0772 4.79

9. Diameter Buah 26.38** 0.0001 3.60

10. Tebal Kulit Buah 6.32** 0.0017 3.50

11. Bobot Buah per Tanaman 4.56** 0.0076 11.94 12. Bobot Buah Layak Pasar 6.37** 0.0017 12.34

13. Produktivitas 4.57** 0.0076 11.94

Keterangan: *berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** berpengaruh nyata pada taraf 1%, dan tn tidak berpengaruh nyata

Koefisien keragaman (KK) pada Tabel 2 berkisar antara 3.50-12.34%. Nilai koefisien keragaman menunjukkan ketepatan perlakuan dalam suatu percobaan dan menunjukkan besar kecilnya pengaruh lingkungan dan faktor lainnya yang tidak dapat dikendalikan dalam suatu percobaan, makin tinggi koefisien keragaman maka semakin rendah percobaan tersebut dapat diandalkan (Gomez dan Gomez, 1995). Koefisien keragaman paling kecil adalah peubah tebal

(31)

kulit buah (3.50%), hal ini menunjukkan bahwa pengaruh lingkungan pada peubah tersebut adalah kecil. Sebaliknya, pengaruh lingkungan pada peubah bobot buah layak pasar paling tinggi dibandingkan dengan peubah lainnya dengan koefisien keragaman paling besar yaitu 12.34%.

Umur Berbunga dan Umur Panen

Hibrida yang diuji memiliki rata-rata umur berbunga antara 20.00-21.33 HST (Hari Setelah Tanam). Keempat hibrida yang diuji tersebut berbunga lebih cepat dibandingkan dengan Biola dan Hot Beauty, akan tetapi tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan Adipati dan Gada (Tabel 3). Menurut Hilmayanti et al.

(2006), kerakter umur berbunga merupakan karakter yang sangat penting untuk diperbaiki melalui program pemuliaan. Karakter umur berbunga awal (genjah) merupakan salah satu karakter unggul suatu tanaman.

Tabel 3. Nilai Rataan Umur Berbunga dan Umur Panen Cabai Hibrida yang Diuji

Hibrida Umur Berbunga

(HST) Umur Panen (HST) IPB CH1 21.33bd 58.33abd IPB CH2 21.33bd 62.67bd IPB CH3 20.00bd 57.67abd IPB CH25 21.33bd 56.33abd Adipati 22.00 65.00 Biola 27.67 75.67 Gada 19.00 61.00 Hot Beauty 25.67 69.00

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d berturut-turut berbeda nyata dengan Adipati, Biola, Gada dan Hot Beauty berdasarkan uji Dunnett taraf 5%.

Umur panen merupakan salah satu karakter yang digunakan untuk mengukur keunggulan suatu varietas hibrida. Umur berbunga yang lebih cepat berkorelasi terhadap umur panen yang lebih cepat. Rata-rata umur panen dari hibrida yang diuji yaitu antara 56.33-62.67 HST. Umur panen keempat hibrida yang diuji lebih genjah dibandingkan dengan Biola dan Hot Beauty. Hibrida IPB CH1, IPB CH3 dan IPB CH25 memiliki umur panen yang lebih cepat

(32)

dibandingkan dengan Adipati, Biola dan Hot Beauty dan tidak berbeda nyata dengan Gada (Tabel 3). Hibrida yang diinginkan adalah hibrida yang memiliki fase vegetatif dan generatif yang lebih cepat atau sebanding dengan varietas pembanding.

Terdapat selang waktu antara umur berbunga dan umur panen, yaitu merupakan waktu untuk proses pengisian serta pemasakan buah. Selang waktu antara umur berbunga dengan umur panen mulai dari 35.00 sampai 41.34 hari. Peubah umur panen dan umur berbunga seringkali dijadikan sebagai karakter untuk menunjukkan keunggulan suatu hibrida.

Tinggi Tanaman, Tinggi Dikotomus, dan Lebar Kanopi

Peubah tinggi tanaman menunjukkan bahwa pada keempat hibrida yang diuji memiliki tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan dengan Biola. Hibrida IPB CH2 (52.80 cm), IPB CH3 (54.44 cm) dan IPB CH25 (44.48 cm) memiliki tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan dengan Adipati, Biola dan Hot Beauty. Sementara itu tinggi tanaman hibrida IPB CH25 berbeda nyata lebih rendah dari semua varietas pembanding (Tabel 4).

Tabel 4. Nilai Rataan Tinggi Tanaman, Tinggi Dikotomus, dan Lebar Kanopi Cabai Hibrida yang Diuji

Hibrida Tinggi Tanaman (cm) Tinggi Dikotomus (cm) Lebar Kanopi (cm) Lebar Daun (cm) IPB CH1 61.99b 20.97bc 78.02 3.22a IPB CH2 52.80abd 21.59bc 75.81 3.17 IPB CH3 54.44abd 20.00b 76.91 2.97 IPB CH25 44.48abcd 21.22bc 71.89 2.98 Adipati 65.50 18.99 77.07 2.88 Biola 75.57 25.34 80.03 3.28 Gada 54.25 17.70 79.46 3.20 Hot Beauty 65.20 19.94 74.19 3.08

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d berturut-turut berbeda nyata dengan Adipati, Biola, Gada dan Hot Beauty berdasarkan uji Dunnett taraf 5%.

(33)

Pengukuran tinggi dikotomus tanaman dilakukan mulai dari permukaan tanah sampai percabangan pertama. Jika tanaman memiliki tinggi dikotomus yang pendek dapat menyebabkan buah cabai dapat bersentuhan dengan mulsa atau terkena percikan air hujan. Peubah tinggi tanaman dan tinggi dikotomus memiliki arti penting dalam posisi buah terhadap permukaan. Buah dari tanaman yang lebih tinggi dan tidak menyentuh tanah dapat mengurangi percikan air dari tanah ke buah yang merupakan salah satu sumber infeksi cendawan.

Keempat Hibrida yang diuji memiliki tinggi dikotomus yang lebih rendah dibandingkan dengan Biola. Hibrida IPB CH1 (20.97 cm), IPB CH2 (21.59 cm) dan IPB CH25 (21.22 cm) memiliki tinggi dikotomus yang lebih tinggi dibandingkan dengan Gada (17.70 cm), namun memiliki tinggi dikotomus yang lebih rendah dibandingkan dengan Biola (25.34 cm). Sementara itu keempat hibrida yang diuji tidak berbeda nyata dengan Adipati dan Hot Beauty (Tabel 4).

Berdasarkan analisis statistik, peubah lebar kanopi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada hibrida yang diuji. Lebar kanopi atau lebar tajuk tanaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi pada tanaman cabai. Buah cabai dihasilkan pada cabang tanaman yang membentuk tajuk. Semakin lebar tajuk maka jumlah cabang pada suatu tanaman akan semakin banyak sehingga akan menghasilkan buah yang lebih banyak. Menurut Sobir (1994) jumlah cabang yang banyak akan menghasilkan buku yang banyak dan selanjutnya akan dihasilkan bunga serta buah yang banyak pula.

Berdasarkan uji lanjut, hibrida IPB CH1 (3.22 cm) memiliki lebar daun yang lebih lebar dibandingkan dengan Adipati (2.88 cm) meskipun tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding lain. Sementara itu lebar daun hibrida IPB CH2, IPB CH3 dan IPB CH25 tidak berbeda nyata dengan seluruh varietas pembanding (Tabel 4).

Bobot per Buah, Panjang Buah, Diameter Buah, dan Tebal Kulit Buah Pengamatan bobot buah dilakukan pada panen minggu kedua karena pada saat itu tanaman telah memiliki bobot buah yang stabil. Hibrida IPB CH2 dan IPB CH3 memiliki bobot buah yang lebih besar dibandingkan dengan Hot Beauty. Hibrida IPB CH2 selain memiliki bobot buah yang lebih besar dari Hot Beauty

(34)

juga memiliki bobot buah yang lebih besar dibandingkan dengan Biola dan Gada namun tidak berbeda nyata dengan Adipati. Sementara itu Hibrida IPB CH1 dan IPB CH25 berbeda nyata lebih kecil dibandingkan dengan Adipati, sedangkan tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding lainnya (Tabel 5).

Berdasarkan analisis statistik peubah panjang buah tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada hibrida yang diuji. Panjang buah seringkali dijadikan kriteria dalam pemasaran cabai segar. Menurut Sayaka et al. (2008), persyaratan kualitas cabai dengan ukuran panjang 9.5-14.5 cm diterapkan oleh salah satu industri yang berbahan baku cabai di Indonesia. Dengan demikian berdasarkan Tabel 5, panjang buah keempat cabai hibrida yang diuji sesuai dengan kriteria cabai industri.

Pada peubah diameter buah terlihat bahwa keempat hibrida yang diuji memiliki diameter buah yang lebih besar dibandingkan dengan Biola, Gada dan Hot Beauty. Hibrida IPB CH2 dan IPB CH3 berbeda nyata lebih besar dibandingkan dengan semua varietas pembanding (Tabel 5).

Peubah tebal kulit buah menunjukkan hibrida IPB CH1 (0.13 cm) dan IPB CH25 (0.13 cm) berbeda nyata lebih kecil dibandingkan dengan Adipati dan Biola. Hibrida IPB CH1 memiliki tebal kulit buah yang lebih tipis dibandingkan dengan Adipati, Biola dan Gada, sedangkan tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan Hot Beauty (Tabel 5).

Tabel 5. Nilai Rataan Bobot per Buah, Panjang Buah, Diameter Buah, dan Tebal Kulit Buah Cabai Hibrida yang Diuji

Hibrida Bobot Buah (g) Panjang Buah (cm) Diameter Buah (cm) Tebal Kulit Buah (cm) IPB CH1 6.06a 10.75 1.31bcd 0.13abc IPB CH2 7.66bcd 12.02 1.42abcd 0.14 IPB CH3 7.25d 11.72 1.42abcd 0.14 IPB CH25 6.29a 10.90 1.27bcd 0.13ab Adipati 7.69 11.28 1.21 0.15 Biola 6.30 10.99 1.11 0.15 Gada 6.47 11.97 1.08 0.14 Hot Beauty 5.96 11.36 1.14 0.14

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d berturut-turut berbeda nyata dengan Adipati, Biola, Gada dan Hot Beauty berdasarkan uji Dunnett taraf 5%.

(35)

Bobot Buah Layak Pasar, Bobot Buah per Tanaman, dan Produktivitas Bobot buah layak pasar merupakan panen buah yang telah matang fisiologis serta tidak terserang hama dan penyakit. Berdasarkan nilai rataan pada Tabel 6, hibrida IPB CH1 dan IPB CH3 memilki bobot buah layak pasar yang lebih besar dibandingkan dengan Hot Beauty. Hibrida IPB CH3 memiliki bobot buah layak pasar yang lebih besar dibandingkan dengan Gada dan Hot Beauty namun tidak berbeda nyata dibandingkan Adipati dan Biola. Bobot buah layak pasar hibrida IPB CH25 lebih kecil dibandingkan dengan Adipati dan tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding lain.

Pada peubah bobot buah per tanaman dan produktivitas, seluruh hibrida yang diuji tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding kecuali IPB CH25. Hibrida IPB CH25 memiliki bobot buah per tanaman dan produktivitas yang lebih kecil dibandingkan dengan Adipati dan Biola, serta tidak berbeda nyata dengan pembanding lainnya. Perbedaaan yang tidak nyata pada Hibrida IPB CH1, IPB CH2 dan IPB CH3 menunjukkan bahwa hasil ketiga hibrida tersebut sebanding dengan hasil varietas unggul komersial (Tabel.6).

Tabel 6. Nilai Rataan Bobot Buah Layak Pasar, Bobot Buah per Tanaman, dan Produktivitas Cabai Hibrida yang Diuji

Hibrida Bobot Buah

Layak Pasar (g) Bobot Buah Per Tanaman (g) Produktivitas (ton/ha) IPB CH1 404.95d 417.25 9.35 IPB CH2 338.00 362.73 8.13 IPB CH3 487.59cd 508.70 11.39 IPB CH25 305.58a 318.81ab 7.14ab Adipati 432.91 480.36 10.76 Biola 336.21 475.66 10.65 Gada 359.72 430.38 9.64 Hot Beauty 284.19 441.86 9.90

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d berturut-turut berbeda nyata dengan Adipati, Biola, Gada dan Hot Beauty berdasarkan uji Dunnett taraf 5%.

Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa terdapat perbedaan produktivitas cabai hibrida yang diuji pada berbagai lokasi dan waktu. Lokasi terdiri atas Bogor, Rembang dan Subang. Bogor I dan Bogor II dilakukan pada lokasi yang sama

(36)

tetapi dalam waktu yang berbeda. Produktivitas cabai hibrida pada penelitian Anggoro (2008) menunjukkan hasil yang tinggi yaitu berkisar antara 14-25 ton/ha namun tidak berbeda nyata dengan pembanding.

Hibrida IPB CH3 memiliki produktivitas yang tinggi pada penelitian Mochamad (2008), Anggoro (2008) dan Fatmawati (2008). Bobot buah per tanaman IPB CH3 di Bogor I yaitu 418.41 g/tanaman, lebih tinggi jika dibandingkan dengan Adipati, Biola dan Hot Beauty (Mochamad, 2008). Bobot buah per tanaman IPB CH3 di Subang lebih tinggi diandingkan dengan Adipati dan Gada yaitu 827.70 g/tanaman, sedangkan percobaan Anggoro (2008) menunjukkan bobot buah per tanaman IPB CH3 yang tinggi yaitu mencapai 1.113g walaupun tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding.

Tabel 7. Produktivitas Cabai Hibrida yang Diuji di Berbagai Lokasi Percobaan

Hibrida Produktivitas (ton/ha)

Bogor I Rembang Subang Bogor II

IPB CH1 7.55a 16.86 15.16 9.35 IPB CH2 5.05 18.96 12.49 8.13 IPB CH3 11.29abd 24.94 21.19ac 11.39 IPB CH25 8.11 14.51 16.50 7.14ab Adipati 6.83 16.37 11.47 10.76 Biola 5.70 16.93 16.11 10.65 Gada 8.85 16.63 13.65 9.64 Hot Beauty 4.28 17.95 14.62 9.90

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d berturut-turut berbeda nyata dengan Adipati, Biola, Gada dan Hot Beauty berdasarkan uji Dunnett taraf 5%.

Sumber: Mochamad (2008), Anggoro (2008), dan Fatmawati (2008)

Produktivitas cabai pada percobaan ini berbeda dengan percobaan Mochamad (2008), yang meneliti genotipe yang sama dan pada lokasi yang sama. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh pengaruh dari lingkungan yang berbeda yaitu faktor cuaca. Pada penelitian Mochamad (2008) terlihat bahwa produktivitas keempat hibrida yang diuji menunjukkan perbedaan yang lebih rendah dibandingkan dengan percobaan lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh pengaruh dari lingkungan yaitu cuaca. Penelitian tersebut dilakukan pada kondisi curah

(37)

hujan yang tinggi sehingga menyebabkan tingginya persentase kerontokan bunga karena limpasan hujan.

Standar Mutu

Panjang buah seringkali dijadikan salah satu syarat dalam memenuhi kriteria cabai industri. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (1998), Hibrida IPB CH2, IPB CH3 dan Gada memiliki panjang buah mutu I, sedangkan Hibrida IPB CH1, IPB CH25, Adipati, Biola dan Hot Beauty memiliki panjang buah mutu II (Tabel 8).

Pada peubah diameter buah, Hibrida IPB CH1, IPB CH2 dan IPB CH3 tergolong mutu II, sedangkan IPB CH25, Adipati, Biola, Gada dan Hot Beauty tergolong mutu III (Tabel 9).

Tabel 8. Klasifikasi Panjang Buah Berdasarkan SNI

Hibrida Panjang Buah (cm)

Mutu I (12-14) Mutu II (9-11) Mutu III (<9)

IPB CH1  IPB CH2  IPB CH3  IPB CH25  Adipati  Biola  Gada  Hot Beauty 

Tabel 9. Klasifikasi Diameter Pangkal Buah Berdasarkan SNI

Hibrida Diameter Pangkal Buah (cm)

Mutu I (1.5-1.7) Mutu II (1.3-1.5) Mutu III (<1.3)

IPB CH1  IPB CH2  IPB CH3  IPB CH25  Adipati  Biola  Gada  Hot Beauty 

(38)

Peubah Kualitatif

Menurut Poespodarsono (1988) peubah kualitatif dikendalikan oleh gen sederhana. Sifat ini dapat dibedakan secara tegas atau deskret yang tidak dapat diukur berdasarkan angka, sehingga mudah dikelompokkan dan biasanya dinyatakan dalam kategori. Syukur et al. (2009) menambahkan bahwa peubah kualitatif tidak atau sedikit sekali dipengaruhi lingkungan.

Pada peubah habitus tanaman dan warna batang, keempat hibrida IPB dan keempat varietas pembanding memiliki kesamaan. Seluruh hibrida memiliki habitus tanaman yang kompak dan warna batang hijau bergaris ungu (Tabel 10).

Tabel 10. Penampilan Habitus Tanaman dan Warna Batang Cabai Hibrida yang Diuji

Hibrida Habitus Tanaman Warna Batang

IPB CH1 Kompak Hijau bergaris ungu

IPB CH2 Kompak Hijau bergaris ungu

IPB CH3 Kompak Hijau bergaris ungu

IPB CH25 Kompak Hijau bergaris ungu

Adipati Kompak Hijau bergaris ungu

Biola Kompak Hijau bergaris ungu

Gada Kompak Hijau bergaris ungu

Hot Beauty Kompak Hijau bergaris ungu

Peubah pada daun cabai terdiri atas bentuk daun, tepi daun, ujung daun dan warna daun. Peubah daun pada keempat hibrida yang diuji menunjukan kemiripan dengan seluruh varietas pembanding. Seluruh hibrida memiliki bentuk daun lanset, tepi daun rata, ujung daun meruncing dan warna daun hijau (Tabel.11).

(39)

Tabel 11. Penampilan Karakter Kualitatif pada Daun Cabai Hibrida yang Diuji

Hibrida Daun

Bentuk Tepi Ujung Warna

IPB CH1 Lanset Rata Meruncing Hijau

IPB CH2 Lanset Rata Meruncing Hijau

IPB CH3 Lanset Rata Meruncing Hijau

IPB CH25 Lanset Rata Meruncing Hijau

Adipati Lanset Rata Meruncing Hijau

Biola Lanset Rata Meruncing Hijau

Gada Lanset Rata Meruncing Hijau

Hot Beauty Lanset Rata Meruncing Hijau

Pada peubah bunga, keempat cabai hibrida IPB juga menunjukkan penampilan bunga yang sama dengan semua varietas pembanding. Seluruh hibrida memiliki bunga dengan kelopak berwarna hijau, tangkai berwarna hijau, mahkota berwarna putih, jumlah helai mahkota 5 & 6, warna anter ungu dan warna kepala putik yang kekuningan (Tabel 12).

Tabel 12. Penampilan Karakter Kualitatif pada Bunga Cabai Hibrida yang Diuji Hibrida Bunga Warna Kelopak Warna Tangkai Warna Mahkota Jumlah Helai Mahkota Warna anter Warna kepala putik IPB CH1 Hijau Hijau Putih 5 & 6 Ungu Kekuningan IPB CH2 Hijau Hijau Putih 5 & 6 Ungu Kekuningan IPB CH3 Hijau Hijau Putih 5 & 6 Ungu Kekuningan IPB CH25 Hijau Hijau Putih 5 & 6 Ungu Kekuningan Adipati Hijau Hijau Putih 5 & 6 Ungu Kekuningan Biola Hijau Hijau Putih 5 & 6 Ungu Kekuningan Gada Hijau Hijau Putih 5 & 6 Ungu Kekuningan Hot Beauty Hijau Hijau Putih 5 & 6 Ungu Kekuningan

(40)

Seperti halnya peubah lainnya, pada buah juga terdapat kesamaan yaitu memiliki bentuk buah memanjang, buah muda berwarna hijau dan buah masak berwarna merah. Perbedaan peubah buah hanya terdapat pada permukaan buah. Adipati dan Biola memiliki permukaan yang halus, sedangkan hibrida lainnya yang memiliki permukaan semi keriting (Tabel 13).

Tabel 13. Penampilan Karakter Kualitatif pada Buah Cabai Hibrida yang Diuji

Hibrida Bentuk Buah Permukaan Buah

Warna Buah Muda

Warna Buah Masak

IPB CH1 Memanjang Semi keriting Hijau Merah

IPB CH2 Memanjang Semi keriting Hijau Merah

IPB CH3 Memanjang Semi keriting Hijau Merah

IPB CH25 Memanjang Semi keriting Hijau Merah

Adipati Memanjang Halus Hijau Merah

Biola Memanjang Halus Hijau Merah

Gada Memanjang Semi keriting Hijau Merah

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Keempat hibrida yang diuji berbunga lebih cepat dibandingkan dengan Biola dan Hot Beauty. Umur panen untuk keempat varietas yang diuji lebih genjah dibandingkan dengan Adipati, Biola dan Hot Beauty kecuali IPB CH2 yang hanya lebih genjah dibandingkan dengan Biola dan Hot Beauty. Hibrida IPB CH3 memiliki bobot buah layak pasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan Gada dan Hot Beauty, IPB CH1 memiliki bobot buah layak pasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan Hot Beauty, IPB CH25 memiliki bobot buah yang lebih kecil dibanding dengan Adipati, dan IPB CH2 tidak berbeda dengan pembanding. Bobot buah per tanaman hibrida IPB CH1, IPB CH2, IPB CH3 tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding, sedangkan IPB CH25 memiliki bobot buah per tanaman yang lebih rendah dibanding dengan Adipati dan Biola.

Pada peubah kualitatif, cabai hibrida yang diuji memiliki kemiripan dengan varietas pembanding kecuali pada permukaan kulit buah (semi keriting dan halus). Dari keempat cabai hibrida yang diuji, hibrida IPB CH1 dan IPB CH3 telah sebanding dengan varietas komersial yang telah ada.

Saran

Hibrida IPB CH1 dan IPB CH3 memiliki keunggulan pada karakter umur berbunga, umur panen dan bobot buah layak pasar. Hibrida tersebut memiliki penampilan dan potensi hasil yang sebanding dengan varietas komersial sehingga dapat dilepas sebagai varietas baru.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, W. 2008. Uji Daya Hasil 17 Hibrida Harapan Semangka (Citrullus lanatus ((Thurnberg.) Matsum & Nakai)). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 53 hal.

Allard, R. W. 1960. Principles of Plant Breeding. J Wiley & Sons. New York. 485p.

Anggoro, D. 2008. Evaluasi Daya Hasil Sembilan Hibrida Cabai Besar IPB di Rembang. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 46 hal.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2010. Outlook Komoditas Pertanian Hortikultura. http://www.hortikultura.deptan.go.id. [15 Mei 2010]

. 2006. Pedoman Pelepasan Varietas Hotikultura. Departemen Pertanian. Jakarta. 128 hal.

. 2008. Upaya Perbaikan Industri Benih Hortikultura Untuk Mengurangi Impor Benih serta Pengembangan Sentra Produksi Benih Hortikultura. http://www.hortikultura.deptan.go.id. [13 Nopember 2009]

Duriat, A. S. 1996. Cabai Merah: Komoditas Prospektif dan Andalan. Dalam A. S. Duriat, A. W. W. Hadisoeganda, T. A. Soetiasso, L. Prabaningrum (Eds.). Teknologi Produksi Cabai Merah. Balitsa, Lembang. 113 hal. Fatmawati, S. 2008. Evaluasi Daya Hasil Sembilan Hibrida Cabai (Capsicum

annuum L.) di Subang. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 53 hal. Ganefianti, D. W. 2010. Genetik Ketahanan Cabai Terhadap Begomovirus

Penyebab Penyakit Daun Keriting Kuning dan Arah Pemuliaannya. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 169 hal. George, R. A. T. 1999. Vegetable Seed Production. Second edition. CABI

Publishing, New York. 328p.

Gomez, K. A., dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian. Edisi kedua. Penerjemah E. Sjamsudin dan J. E. Baharsjah. Statistical Procedures For Agricultural Research. UI-PRESS. Jakarta. 698 hal. Greenleaf, W. H. 1986. Pepper breeding, p. 67-134. In M. J. Bassel (ed). Breeding

(43)

Hilmayanti, I., W. Dewi, Murdaningsih, M. Rahardja, N. Rostini, R. Setiamihardja. 2006. Pewarisan karakter umur berbunga dan ukuran buah cabai merah (Capsicum annuum L.). Zuriat 17(1):86-93.

IPGRI. 1995. Descriptor For Capsicum (Capsicum spp.). http:// www.ipgri.cgiar.org./publication/pdf/345/.pdf. [14 Juni 2009].

Kalloo. 1986. Vegetable Breeding Volume 1. CRC Press. Boca Raton. Florida. 239p.

Kusandriani, Y. 1996. Botani Tanaman Cabai Merah, hal. 20-27. Dalam A. S. Duriat, A. W. W. Hadisoeganda, T. A. Soetiasso dan L. Prabaningrum (Eds.). Teknologi Prodksi Cabai Merah. Balitsa, Lembang. 113 hal. Kusandriani, Y. dan A. H. Permadi. 1996. Pemuliaan Tanaman Cabai, hal. 28-35.

Dalam A. S. Duriat, A. W. W. Hadisoeganda, T. A. Soetiasso dan L. Prabaningrum (Eds.). Teknologi Produksi Cabai Merah. Balitsa, Lembang. 113 hal.

Mochamad, T. K. 2008. Evaluasi Daya Hasil 11 Cabai Hibrida Harapan Di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo. Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor. Bogor 54 hal.

Noorhadi dan Sudadi. 2003. Kajian Pemberian Air dan Mulsa Terhadap Iklim Mikro Pada Tanaman Cabai di Tanah Entisol. http://soil.faperta.ugm.ac.id/. [28 April 2009]

Poespodarsono, S. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55 hal.

Prajnanta, F. 2003. Mengatasi Permasalahan Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. 88 hal.

Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguci. 1999. Sayuran Dunia 3: Prinsip, Produksi dan gizi. Penerjemah C. Herison. World Vegetables: Principles, Production, and nutritive values. Penerbit ITB. Bandung. 320 hal.

Salisbury, F. B. and C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Penerjemah D. R. Lukman. Plant Physiology. Edisi keempat. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 334 hal.

Sayaka, B., I. W. Yusastra, R. Sajuti, Supriyati, W. K. Sejati, A. Agustian, Y. Supriyatna, I. S. Anugrah, R. Elizabeth, Ashari, J. Situmorang. 2008. Pengembangan kelembagaan partnership dalam pemasaran komoditas pertanian. Ringkasan Eksekutif Laporan Akhir Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Departemen Pertanian.

(44)

Setiadi. 1999. Jenis dan Budidaya Cabai Rawit. Edisi ketujuh. Penebar Swadaya. Jakarta. 106 hal.

Sobir. 1994. Stabilitas Superioritas Beberapa Genotipe Cabai pada Lingkungan Kering. Tesis. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Standar Nasional Indonesia. 1998. Cabai Merah Segar. Badan Standarisasi Nasional. 9 hal.

Sujiprihati, S., M. Syukur dan R. Yunianti. 2008. Pemuliaan tanaman cabai, hal. 1-6. Dalam Tim Peneliti Cabai (Ed). Budidaya Tanaman Cabai Fakultas Pertanian IPB. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sumarni, N. 1996. Budidaya Tanaman Cabai Merah, hal. 36-47. Dalam A. S. Duriat, A. W. W. Hadisoegondo, T. A. Soetrisno dan L. Purbaningrum (Eds.). Teknologi Produksi Cabai Merah. Balitsa, Lembang. 113 hal. Syukur, M., S. Sujiprihati, dan R. Yunianti. 2009. Teknik Pemuliaan Tanaman.

Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fperta IPB. Bogor. 300 hal.

Tani, T. B. K. 2008. Pedoman Bertanam Cabai. CV Yrama Widya. Bandung. 120.hal.

(45)
(46)

Tabel lampiran 1. Data Iklim Daerah Darmaga, Bogor, Agustus-Desember 2009. Bulan Curah Hujan

(mm) Jumlah Hari Hujan Temperatur Rata-rata Kelembaban Rata-rata (%) Agustus 33.1 7 26.3 75.1 September 156.8 11 26.6 75.2 Oktober 415.8 22 26.0 82.1 Nopember 407.0 23 26.3 84.1 Desember 258.2 20 26.1 85.1

Sumber: BMKG, Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor

Tabel Lampiran 2. Sidik Ragam Umur Berbunga Empat Cabai Hibrida IPB dan Empat Varietas Pembanding

Sumber Db JK KT F-hitung Pr > F Ulangan 2 20.333 10.167 3.85 0.0466 Hibrida 7 177.625 25.375 9.60 0.0002 Galat 14 37.000 2.643 Total 23 234.958 KK: 7.29%

Tabel Lampiran 3. Sidik Ragam Umur Panen Empat Cabai Hibrida IPB dan Empat Varietas Pembanding

Sumber Db JK KT F-hitung Pr > F Ulangan 2 6.333 3.167 0.52 0.6047 Hibrida 7 896.625 128.089 21.10 0.0001 Galat 14 85.000 6.071 Total 23 987.958 KK: 3.90%

Tabel Lampiran 4. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Empat Cabai Hibrida IPB dan Empat Varietas Pembanding

Sumber Db JK KT F-hitung Pr > F Ulangan 2 38.075 19.037 1.67 0.2242 Hibrida 7 1948.857 278.408 24.37 0.0001 Galat 14 159.915 11.423 Total 23 2146.847 KK: 5.70%

Gambar

Gambar 2. Bentuk daun. 1. Deltoid (delta), 2. Ovate (oval), 3. Lanceolate  (lanset)
Gambar 4.   Serangan  penyakit  pada  cabai.  A.  Antraknosa,  B.  Layu  Bakteri,           C
Tabel 3. Nilai  Rataan  Umur  Berbunga  dan  Umur  Panen  Cabai  Hibrida  yang  Diuji
Tabel 4.    Nilai  Rataan  Tinggi  Tanaman,  Tinggi  Dikotomus,  dan  Lebar  Kanopi Cabai Hibrida yang Diuji
+7

Referensi

Dokumen terkait

Full Domain Controler ( disini kita asumsikan bahwa anda menggunakan free dari co.cc ya..), artinya domain yang Kontrolnya ada pada kita, karena nanti kita akan melakukan

 Melakukan kajian literatur/penelusur an internet tentang bahayanya mengkonsumsi makanan dan minuman haram. Siswa dapat :

SISWA YANG MENDAPAT PRESTASI INDIVIDU... SISWA YANG MENDAPAT

berkemungkinan mempunyai dua fungsi penggunaan iaitu sebagai rujukan kepada ganti nama orang pertama mufrad [+GND1 mufrad] ataupun rujukan yang melibatkan dunia

Hasil penelitian ditemukan bahwa: (1) Program supervisi akademik kepala sekolah disusun merujuk pada identifikasi permasalahan yang dihadapi guru berdasarkan hasil

Sebenarnya pada contoh diatas, kita bisa saja hanya memberikan alias hanya pada tiga class saja sudah cukup, namun agar tidak timbul kebingungan, akan lebih baik jika kita

TUJUAN: Untuk mengetahui hubungan antara sensibilitas kornea dengan kadar HbA1c pada pasien diabetes melitus di RSUP Dr. METODE: Penelitian ini merupakan penelitian analitik

Dari Leksia diatas dapat diketahui bahwa Keseimbangan Hidup ditujukan pada kalimat “...Saya dapat merasakan kedamaian, dan saya senang akan ayunan hari-hari saya...” Leksia