• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penilaian

1. Pengertian Penilaian

Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik (BSPN: 2008). Universitas Pendidikan Indonesia menjelaskan bahwa penilaian adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi

(angka, deskripsi verbal), analisis, interpretasi informasi untuk buat keputusan. Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik (Sudrajat (2008: 1)). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penilaian diketahui sebagai proses

pengumpulan informasi dengan beragam alat penilaian guna mengetahui tingkat pencapaian siswa.

(2)

enilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan instrumen tes maupun nontes (Universitas Sebelas Maret (2007)). Penilaian adalah suatu keputusan tentang nilai Cangelosi (1995: 21). Mulyasa (2009: 208) menjelaskan penilaian hasil belajar pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi pada diri peserta didik. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dapat dilakukan terhadap program, proses, dan hasil. .., penilaian proses bertujuan untuk mengetahui aktivitas dan partisipasi peserta didik; sedangkan penilaian hasil bertujuan untuk mengetahui hasil belajar atau pembentukan kompetensi peserta didik (Mulyasa (2009: 208)). Penilaian berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai mengandung arti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegang pada ukuran baik atau buruk. Jadi penilaian itu sifatnya kualitatif (Sudijono (2006: 4-5)). Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif . Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penilaian merupakan pengambilan keputusan tentang hasil belajar dengan menggunakan informasi-informasi yang telah dikumpulkan sebelumnya serta penilaian bersifat kualitatif.

(3)

Penilaian memiliki tujuan yang sangat penting dalam pembelajaran, diantaranya untuk grading, seleksi, mengetahui tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, diagnosis, dan prediksi (Sudrajat (2008: 1)). Dia pun menambahkan dengan penjabaran tujuan tersebut sebagai berikut :

1. Sebagai grading, penilaian ditujukan untuk menentukan atau membedakan kedudukan hasil kerja peserta didik dibandingkan dengan peserta didik lain...fungsi penilaian untuk grading ini cenderung membandingkan anak dengan anak yang lain sehingga lebih mengacu kepada penilaian acuan norma (norm-referenced assessment).

2. Sebagai alat seleksi, penilaian ditujukan untuk memisahkan antara peserta didik yang masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak. 3. Sebagai alat yang menggambarkan tingkat penguasaan kompetensi. 4. Sebagai bimbingan, penilaian bertujuan untuk mengevaluasi hasil

belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan.

5. Sebagai alat diagnosis, penilaian bertujuan menunjukkan kesulitan belajar yang dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan.

6. Sebagai alat prediksi, penilaian bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat memprediksi bagaimana kinerja peserta didik pada jenjang pendidikan berikutnya atau dalam pekerjaan yang sesuai.

Namun, dari keenam tujuan penilaian di atas, tujuan penilaian yang utama dalam pembelajaran di kelas adalah tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, dan diagnosis. Dengan ketiga tujuan tersebut, seorang guru dapat terus meningkatkan dan memperbaiki proses pembelajarannya.

Arikunto (2007: 11) mengemukakan bahwa tujuan atau fungsi penilaian ada 4, yaitu :

(4)

1. Selektif 2. Diagnostik 3. Penempatan

4. Pengukur keberhasilan

Pada selektif, penilaian berguna untuk menentukan anak yang masuk pada kategori tertentu atau tidak. Fungsi selektif biasanya dipakai pada saat ujian masuk ke suatu tempat belajar atau tempat kerja dan pada suatu kompetisi atau perlombaan. Pada diagnostik, penilaian berguna untuk menunjukkan kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam belajar dan potensi prestasi yang bisa dikembangkan sehingga dapat ditangani dengan tepat. Diagnostik biasa digunakan untuk membantu menentukan siswa yang remidi atau pengayaan. Pada penempatan, penilaian berguna untuk menempatkan siswa berdasarkan tingkat pencapaian hasil belajarnya. Pada pengukur keberhasilan, penilaian berguna untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil belajar siswa. Berdasarkan keempat fungsi penilaian di atas, fungsi diagnostik dan pengukur keberhasilan yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran.

3. Teknik Penilaian

Teknik penilaian ada 2, yaitu tes dan nontes. Tes ialah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seseorang murid atau kelompok murid (Bukhori dalam Daryanto (2007: 35)). Tes adalah suatu alat/prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat (Indra kusuma dalam Daryanto (2007: 35)). Dalam pembelajaran teknik tes identik dengan tes hasil belajar (THB). THB biasa dilakukan

(5)

setelah satu materi atau satu kompetensi telah selesai. THB dilaksanakan sebagai cara untuk mengetahui kognitif produk siswa. THB yang juga sering dikenal dengan istilah tes pencapaian merupakan butir tes yang digunakan untuk mengungkapkan tingkat pencapaian atau prestasi belajar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran (Sudijono (2006 : 73)). Dia juga menambahkan

THB juga dapat didefinisikan sebagai cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur (yang dapat ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian hasil belajar, yang berbentuk tugas dan serangkaian tugas (baik berupa pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal) yang harus dijawab atau perintah-perintah yang harus dikerjakan oleh testee, sehingga (berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan pengukuran itu) dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi belajar testee, ...

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa teknik tes ialah suatu prosedur yang diadakan untuk mengetahui tingkat pencapaian belajar siswa.

Namun, teknik tes lebih diidentikkan dengan THB. THB sendiri hanya dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pencapaian kognitif produk siswa. Pada umumnya, THB yang diberikan berupa soal pilihan jamak, pilihan jamak beralasan, ataupun esai. THB harus dikerjakan siswa dalam kurun waktu tertentu, biasanya dalam satu pertemuan.

Teknik nontes pada umumnya memegang peranan penting dalam

melakukan penilaian di luar ranah kognitif. Menurut Sudijono (2006 : 76-90) dengan nontes penilaian hasil belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :

1. Pengamatan (observasi)

Secara umum, observasi adalah cara menghimpun data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara

(6)

sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran (obyek) pengamatan.

2. Wawancara

Wawancara adalah cara menghimpun data yang dilakukan dengan melakukan tanya jawab lisan, secara sepihak, berhadapan muka, serta dengan arah dan tujuan yang telah ditentukan. Wawancara terbagi dalam dua tipe, wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur.

3. Angket

Angket juga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam rangka penilaian hasil belajar....angket jauh lebih praktis walaupun jawaban yang disediakan terbatas dan seringkali tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Angket sering digunakan untuk menilai hasil belajar ranah afektif...

4. Pemeriksaan dokumen

Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa menguji (teknik nontes) juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen...

Menurut Daryanto (2007: 29), teknik nontes dibagi menjadi 6, yaitu: 1. Skala bertingkat 2. Kuesioner 3. Daftar cocok 4. Wawancara 5. Pengamatan 6. Riwayat hidup

Dari keenam teknik nontes yang diungkapkan Daryanto, pengamatan adalah teknik yang biasa digunakan dalam pembelajaran. Berdasarkan teknik nontes ini, penilaian keterampilan sosial dan keterampilan proses sains dilakukan dengan teknik observasi, yakni di saat pembelajaran berlansung.

B. Penilaian Otentik

Ketika ranah kognitif produk dapat dinilai melalui soal-soal atau pertanyaan-pertanyaan maka bagaimana cara kita melakukan penilaian di luar ranah kognitif produk. Tentunya dibutuhkan sebuah penilaian yang berbeda,

(7)

penilaian yang mampu menilai kinerja baik saat proses pembelajaran maupun akhir pembelajaran, penilaian yang menyeluruh. Penilaian itu disebut

penilaian otentik atau dikenal juga sebagai penilaian alternatif atau penilaian kinerja. Penilaian otentik bisa digunakan pada penilaian semua ranah

penilaian. Namun, penilaian otentik biasa digunakan untuk penilaian selain ranah kognitif produk. Zainul (2001: 7-8) menekankan perlunya penilaian kinerja untuk mengukur aspek lain di luar kognitif, yaitu tujuh kemampuan dasar yang menurut Howard Gardner tidak mungkin dinilai hanya dengan cara-cara yang biasa. Ketujuh kemampuan dasar tersebut adalah: (1) visual-spatial, (2) bodilykinesthetic, (3) musical-rhythmical, (4) interpersonal, (5) Intrapersonal, (6) logical mathematical, (7) verbal linguistic. Namun, baru dua kemampuan yang terakhir yang banyak diukur atau dinilai orang, sementara lima kemampuan yang lainnya belum banyak diungkap.

Penilaian otentik termasuk salah satu pendekatan untuk mengamati prestasi siswa. Penilaian otentik menekankan pada proses dan kinerja siswa untuk mempraktekkan kemampuan berpikir kritis dan mendapatkan hal-hal menyenangkan dalam pembelajaran. Penilaian otentik tidak mendorong pembelajaran hafalan, tetapi mengutamakan berpikir analitik,

mengintegrasikan apa yang siswa pelajari dengan situasi yang sebenarnya di lapangan atau di lingkungan mereka sendiri (Depdiknas: 2005).

Penilaian otentik merupakan suatu bentuk penilaian yang para siswanya diminta untuk menampilkan tugas pada situasi yang sesungguhnya yang mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan esensial yang bermakna (Jon Mueller dalam Rustaman (2006: 3)). Pendapat serupa

(8)

dikemukakan oleh Richard J. Stiggins dalam Rustaman (2006: 3), bahkan Stiggins menekankan keterampilan dan kompetensi spesifik, untuk menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang sudah dikuasai. Hal itu

performance assessments call upon the examinee to demonstrate specific skills and competencies, that is, to apply the skills and knowledge they have mastered . Grant Wiggins dalam Rustaman (2006: 3), menekankan hal yang lebih unik lagi. Grant Wiggins menekankan perlunya kinerja ditampilkan secara efektif dan kreatif. Selain itu, tugas yang diberikan dapat berupa pengulangan tugas atau masalah yang analog dengan masalah yang dihadapi orang dewasa (warganegara,

konsumen, professional) di bidangnya. Engaging and worthy problems or questions of importance, in which students must use knowledge to fashion performance effectively and creatively. The tasks are either replicas of or analogous to the kinds of problems faced by adult citizens and consumers or professionals in the field . Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penilaian otentik diketahui sebagai suatu penilaian yang menuntut siswa menampilkan kinerja secara efektif dan kreatif untuk menerapkan keterampilan dan

pengetahuan yang sudah dikuasai.

Asesmen otentik menggunakan sampel penampilan (performance samples), kegiatan belajar, kemampuan berpikir. Setidaknya terdiri atas 4 sampel penampilan utama menurut Marhaeni (2007), yaitu sebagai berikut :

a) Asesmen penampilan atau asesmen kinerja (Performance Assessment), penulisan, revisi, penyajian laporan. Asesmen kinerja adalah suatu prosedur yang menggunakan berbagai bentuk tugas-tugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan sejauhmana yang telah dilakukan dalam suatu program. Pemantauan didasarkan pada kinerja (performance) yang ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas

(9)

atau permasalahan yang diberikan. Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja (performance task), rubrik performansi (performance rubrics), dan cara penilaian (scoring guide). (Marhaeni (2007 : 13-14))

b) Open-Response Questions atau esai. menghendaki peserta didik untuk mengorganisasikan, merumuskan, dan mengemukakan sendiri

jawabannya. Tes esai dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu tes esai jawaban terbuka (extended-response) dan jawaban terbatas (restricted-response). Pada tes esai bentuk jawaban terbuka, peserta didik mendemonstrasikan kecakapannya untuk: (1) menyebutkan pengetahuan faktual, (2) menilai pengetahuan faktualnya, (3)

menyusun ide-idenya, dan (4) mengemukakan idenya secara logis dan koheren. Sedangkan pada tes esai jawaban terbatas atau terstruktur, peserta didik lebih dibatasi pada bentuk dan ruang lingkup

jawabannya.(Marhaeni (2007:16))

c) Portofolio. Portofolio adalah sekumpulan artefak (bukti

karya/kegiatan/data) sebagai bukti (evidence) yang menunjukkan perkembangan dan pencapaian suatu program. Asesmen portofolio adalah suatu pendekatan asesmen yang komprehensif karena: (1) dapat mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor secara bersama-sama, (2) berorientasi baik pada proses maupun produk belajar, dan (3) dapat memfasilitasi kepentingan dan kemajuan peserta didik secara individual.(Marhaeni (2007:16-17))

d) Self-Assessment. Self-Assessment adalah suatu unsur metakognisi yang sangat berperan dalam proses belajar. Rolheiser dan Ross mengajukan empat langkah dalam berlatih melakukan evaluasi diri, yaitu: (1) libatkan semua komponen dalam menentukan kriteria penilaian, (2) pastikan semua peserta didik tahu bagaimana caranya menggunakan kriteria tersebut untuk menilai kinerjanya, (3) berikan umpan balik pada mereka berdasarkan hasil evaluasi dirinya, dan (4) arahkan mereka untuk mengembangkan sendiri tujuan dan rencana kerja berikutnya.(Marhaeni (2007:14))

Keterampilan sosial dan KPS merupakan salah dua dari keterampilan yang dinilai menggunakan penilaian otentik. Dalam keterampilan sosial dan KPS, penilaian dilakukan dengan pengamatan yang didasarkan pada kinerja (performance) yang ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan yang diberikan sehingga berdasarkan keempat sampel penampilan di atas, yang sesuai dengan keterampilan sosial dan KPS yang dikembangkan adalah penilaian kinerja.

(10)

1. Pengertian Rubrik

Rubrik adalah sesuatu yang tak mungkin terpisahkan dari penilaian pembelajaran. Rubrik dapat memudahkan guru dalam melakukan

penilaian. Rubrik merupakan wujud asesmen kinerja yang dapat diartikan sebagai kriteria penilaian yang bermanfaat membantu pendidik untuk menentukan tingkat ketercapaian kinerja yang diharapkan (Universitas Sebelas Maret (2007: 25)).

Rubrik merupakan panduan asesmen yang menggambarkan kriteria yang digunakan pendidik dalam menilai atau memberi tingkatan dari hasil pekerjaan siswa. Rubrik perlu memuat daftar karakteristik yang diinginkan yang perlu ditunjukkan dalam suatu pekerjaan mahasiswa disertai dengan panduan untuk mengevaluasi masing-masing karakteristik tersebut (Dikti: 2008). Rubrik merupakan alat pemberi skor yang berisi daftar kriteria untuk sebuah pekerjaan atau tugas (Andrade dalam Zainul, 2001: 19). Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa rubrik merupakan kriteria penilaian atau alat penskoran mulai dari yang paling baik hingga yang paling buruk.

2. Manfaat Rubrik

Berikut manfaat pemakaian rubrik menurut Dikti (2008: 39) : a. Rubrik menjelaskan deskripsi tugas

b. Rubrik memberikan informasi bobot penilaian

c. Peserta didik memperoleh umpan balik yang cepat dan akurat d. Penilaian lebih objektif dan konsisten

(11)

Berdasarkan poin di atas, manfaat pada poin a rubrik menjelaskan deskripsi tugas yang berarti dengan adanya rubrik, siswa mengetahui kompetensi yang hendak dicapai dalam sebuah tugas karena tugas

terdeskripsi secara jelas. Pada poin b rubrik memberikan informasi bobot penilaian yang berarti dengan adanya rubrik, siswa tahu bobot

penilaiannya sehingga siswa dapat mengerjakannya dengan optimal. Tentunya dengan adanya rubrik, penilaian tidak dilakukan kira-kira semata melainkan lebih objektif dan tidak berubah-ubah seperti pada poin d.

3. Tipe Rubrik

Secara umum ada dua tipe rubrik, yaitu holistik dan analitik. Rubrik holistik memungkinkan pemberi skor untuk membuat penilaian tentang kinerja (produk atau proses) secara keseluruhan, terlepas dari bagian-bagian komponennya. Sedangkan rubrik analitik menuntut pemberi skor untuk menilai komponen-komponen yang terpisah atau tugas-tugas individual yang berhubungan dengan kinerja yang dimaksud. ubrik holistik lebih cocok bila tugas kinerjanya menuntut mahasiswa untuk membuat respons tertentu dan tidak ada jawaban yang mutlak benar (Mertler dalam Barestha (2011: 13)). Rubrik analitik biasanya lebih disukai bila

(Arends, 2008: 244).

Rubrik memiliki 2 jenis, yaitu: rubrik holistik dan analitik. Rubrik holistik adalah rubrik yang menggunakan skor tunggal dalam menilai produk, proses, dan penampilan. Rubrik holistik terdiri dari beberapa kriteria namun tetap merujuk dalam satu klausa atau paragraf. Sedangkan rubrik

(12)

analitik menilai produk, proses, dan penampilan dalam atribut atau dimensi yang terpisah dan mempunyai deskriptor untuk tiap dimensinya. (Mertler, Gissele O. Martin-Kniep dalam Barestha (2011: 13)).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa rubrik ada 2, yaitu rubrik holistik dan analitik. Setiap rubrik memiliki fokus yang berbeda. Rubrik holistik sendiri untuk menilai kemampuan atau proses secara keseluruhan tanpa terpisah-pisah, sedangkan rubrik analitik fokus

penilaiannya hanya pada kemampuan atau proses yang lebih spesifik. Pada penelitian ini, rubrik yang dikembangkan adalah rubrik holistik.

4. Template Rubrik

Template rubrik merupakan tabel yang terdiri atas dua atau lebih jalur yang terdiri dari skala atau skor dan deskripsi untuk penjelasan dari tiap-tiap skala. Template rubrik menggambarkan kriteria dari tingkat yang paling sempurna sampai dengan tingkat yang paling buruk. Untuk memudahkan dalam membuat template rubrik, Mertler dalam Arends (2008: 245, 247) membuatkan contoh templatenya sebagai berikut :

a. Rubrik Holistik

Tabel 2.1 Template untuk Rubrik Holistik

Skor Deskripsi

5 Memperlihatkan pemahaman yang lengkap tentang

permasalahannya. Seluruh persyaratan tugas dimasukkan ke dalam respons.

4 Memperlihatkan pemahaman yang cukup tentang

permasalahannya. Seluruh persyaratan tugas dimasukkan ke dalam respons.

3 Memperlihatkan pemahaman parsial tentang pemahamannya.

Kebanyakan persyaratan tugas dimasukkan ke dalam respons. 2 Memperlihatkan pemahaman terbatas tentang permasalahannya.

Banyak persyaratan tugas yang tidak tampak dalam respons.

1 Memperlihatkan sama sekali tidak memahami

(13)

b. Rubrik Analitik

Tabel 2.2 Template untuk Rubrik Analitik

Mulai Mengembangkan Menguasai *Exemplary Skor

Kriteria 1 Deskripsi yang merefleksi kan kinerja tingkat pemula Deskripsi yang merefleksikan pergeseran ke arah kinerja tingkat menguasai Deskripsi yang merefleksi kan kinerja tingkat menguasai Deskripsi yang merefleksika n kinerja paling tinggi Kriteria 2 Deskripsi yang merefleksi kan kinerja tingkat pemula Deskripsi yang merefleksikan pergeseran ke arah kinerja tingkat menguasai Deskripsi yang merefleksi kan kinerja tingkat menguasai Deskripsi yang merefleksika n kinerja paling tinggi Kriteria 3 Deskripsi yang merefleksi kan kinerja tingkat pemula Deskripsi yang merefleksikan pergeseran ke arah kinerja tingkat menguasai Deskripsi yang merefleksi kan kinerja tingkat menguasai Deskripsi yang merefleksika n kinerja paling tinggi Kriteria 4 Deskripsi yang merefleksi kan kinerja tingkat pemula Deskripsi yang merefleksikan pergeseran ke arah kinerja tingkat menguasai Deskripsi yang merefleksi kan kinerja tingkat menguasai Deskripsi yang merefleksika n kinerja paling tinggi Berdasarkan dua template di atas, jelas terlihat perbedaan fokus yang digunakan pada kedua template tersebut. Dimana holistik lebih menyeluruh sedangkan analitik lebih spesifik. Template yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah template rubrik holistik.

5. Langkah Pengembangan Rubrik

Rubrik yang merupakan kriteria dan alat penskoran, terdiri dari senarai dan gradasi mutu. Senarai merupakan daftar kriteria yang diwujudkan dengan dimensi-dimensi kinerja, aspek-aspek atau konsep-konsep yang akan dinilai, sedangkan gradasi mutu merupakan skala dari tingkat yang paling sempurna sampai dengan tingkat yang paling buruk. Semua komponen tersebut perlu diperhatikan dalam mengembangkan rubrik. Untuk memulai

(14)

mengembangkan rubrik, Gronlund, Linn, dan Davis dan Wiggins dalam Barestha (2011: 17), telah memberikan beberapa pedoman sebagai berikut:

1. Fokuskan pada hasil belajar yang membutuhkan keterampilan kognitif dan kinerja anak didik yang kompleks.

2. Pilih atau kembangkan tugas-tugas yang merepresentasikan isi dan keterampilan sentral untuk hasil-hasil belajar yang penting.

3. Minimalkan ketergantungan kinerja tugas pada keterampilan-keterampilan yang tidak relevan dengan maksud tugas asesmen yang dimaksud.

4. Berikan kerangka kerja/instruksi kerja (scaffholding) yang dibutuhkan anak didik agar mampu memahami tugasnya dan apa yang diharapkan

5. Konstruksikan petunjuk-petunjuk tugas sedemikian rupa sehingga tugas anak didik menjadi benar-benar jelas.

6. Komunikasikan dengan jelas ekspektasi kinerja dalam kaitannya dengan kriteria yang akan dijadikan dasar penilaian kinerja.

Adapun dalam mengembangkan scoring rubrics, langkah-langkah yang digunakan adalah menurut Donna Szppyrka dan Ellyn B. Smith dalam Barestha (2011: 17-18). Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Menentukan konsep, keterampilan, dan kinerja yang akan diases (asesmen), serta model rubrik yang digunakan.

2. Merumuskan atau mendefinisikan dan menentukan konsep dan atau keterampilan yang akan diakses ke dalam rumusan atau definisi yang menggambarkan aspek kognitif dan aspek kinerja.

3. Menentukan konsep atau keterampilan yang terpenting dalam tugas (task) yang harus diakses.

4. Menentukan skala yang akan digunakan.

5. Mendeskripsikan kinerja mulai dari yang diharapkan sampai dengan kinerja yang tidak diharapkan (secara gradual). Deskripsi konsep atau keterampilan kinerja tersebut dapat diikuti dengan memberi angka pada setiap gradasi atau memberi deskripsi gradasi. 6. Melakukan uji coba dengan membandingkan kinerja atau hasil

kerja siswa dengan rubrik yang telah dikembangkan.

7. Berdasarkan hasil penilaian terhadap kinerja atau hasil kerja mahasiswa dari uji coba tersebut kemudian dilakukan revisi terhadap deskripsi kinerja, maupun konsep dan keterampilan yang akan diakses.

8. Memikirkan kembali tentang skala yang digunakan. Apakah skala tersebut memang telah membedakan secara jelas tentang kinerja yang ditunjukkan oleh siswa.

(15)

Menentukan keterampilan dan kinerja yang hendak dinilai menjadi hal yang penting ditentukan diawal karena hal itulah yang menentukan konsep rubrik yang hendak dibuat. Skala beserta deskripsi gradasi pun menjadi hal yang tak terpisahkan dalam rubrik.

D. Keterampilan Sosial

Menurut Hargie, Saunders, & Dickson dalam Gimpel & Merrell (1998: 87) keterampilan sosial adalah kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, di mana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain (Hargie, Saunders, & Dickson dalam Gimpel & Merrell (1998: 90)). Keterampilan sosial merupakan sesuatu yang dapat dipelajari. Keterampilan sosial membawa remaja untuk lebih komunikatif mengungkapkan setiap perasaannya baik secara verbal maupun nonverbal kepada lawan bicaranya.

Keterampilan sosial sebagai kemampuan yang kompleks untuk menunjukkan perilaku yang baik dinilai secara positif atau negative oleh lingkungan, dan jika perilaku itu tidak baik akan diberikan punishment oleh lingkungan (Libet dan Lewinsohn dalam Cartledge dan Milburn (1995: 56)). Keterampilan sosial sebagai perilaku-perilaku yang dipelajari, yang digunakan oleh individu pada situasi-situasi interpersonal dalam lingkungan (Kelly dalam Gimpel & Merrel (1998: 90)). Keterampilan sosial, baik secara langsung maupun tidak membantu remaja untuk dapat menyesuaikan diri dengan standar harapan

(16)

masyarakat dalam norma-norma yang berlaku di sekelilingnya (Matson, dalam Gimpel & Merrell (1998: 110)). Keterampilan sosial yang ditunjukkan seseorang akan dinilai oleh lingkungan. Namun, terlepas dari positif atau negatif penilaian yang diberikan, selalu ada konsekuensi yang mengiringinya. Pembiasaan di lingkungan sekitar merupakan cara ampuh untuk memberikan pembelajaran keterampilan sosial sejak dini agar terbentuk pribadi yang mampu menyesuaikan diri dengan standar harapan masyarakat sekitarnya.

Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja yang berada dalam fase perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir adalah memiliki keterampilan sosial (social skill) untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari. Keterampilan-keterampilan sosial tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dan sebagainya. Apabila keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berarti pula bahwa sang remaja tersebut mampu mengembangkan aspek

psikososial dengan maksimal ( ).

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial adalah sesuatu yang dapat dipelajari. Keterampilan sosial membawa remaja untuk lebih komunikatif mengungkapkan setiap perasaannya baik secara verbal maupun nonverbal kepada lawan bicaranya, penuh pertimbangan sebelum melakukan sesuatu, dan mampu menyesuaikan dirikup tinggi dalam

(17)

segala hal, penuh pertimbangan sebelum melakukan sesuatu, dan mampu menyesuaikan diri dengan standar harapan masyarakat sekitarnya.

Terdapat enam hasil penting dari keterampilan sosial menurut Johnson dan Johnson (1999: 35), yaitu:

1. Perkembangan Kepribadian dan Identitas

Hasil pertama adalah perkembangan kepribadian dan identitas karena kebanyakan dari identitas masyarakat dibentuk dari hubungannya dengan orang lain. Sebagai hasil dari berinteraksi dengan orang lain, individu mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang diri sendiri. Individu yang rendah dalam keterampilan interpersonal-nya dapat mengubah hubungan dengan orang lain dan cenderung untuk

mengembangkan pandangan yang tidak akurat dan tidak tepat tentang dirinya.

2. Mengembangkan Kemampuan Kerja, Produktivitas, dan Kesuksesan Karir.

Keterampilan sosial juga cenderung mengembangkan kemampuan kerja, produktivitas, dan kesuksesan karir, yang merupakan

keterampilan umum yang dibutuhkan dalam dunia kerja nyata. Keterampilan yang paling penting, karena dapat digunakan untuk bayaran kerja yang lebih tinggi, mengajak orang lain untuk bekerja sama, memimpin orang lain, mengatasi situasi yang kompleks, dan menolong mengatasi permasalahan orang lain yang berhubungan dengan dunia kerja.

3. Meningkatkan Kualitas Hidup

Meningkatkan kualitas hidup adalah hasil positif lainnya dari keterampilan sosial karena setiap individu membutuhkan hubungan yang baik, dekat, dan intim dengan individu lainnya.

4. Meningkatkan Kesehatan Fisik

Hubungan yang baik dan saling mendukung akan mempengaruhi kesehatan fisik. Penelitian menunjukkan hubungan yang berkualitas tinggi berhubungan dengan hidup yang panjang dan dapat pulih dengan cepat dari sakit.

5. Meningkatkan Kesehatan Psikologis

Penelitian menunjukkan bahwa kesehatan psikologis yang kuat dipengaruhi oleh hubungan positif dan dukungan dari orang lain. Ketidakmampuan mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang positif dengan orang lain dapat mengarah pada kecemasan, depresi, frustasi, dan kesepian. Telah dibuktikan bahwa kewmampuan membangun hubungan yang positif dengan orang lain dapat

mengurangi distress psikologis, yang menciptakan kebebasan, identitas diri, dan harga diri.

6. Kemampuan Mengatasi Stress

Hasil lain yang tidak kalah pentingnya dari memiliki keterampilan sosial adalah kemampuan mengatasi stress. Hubungan yang saling mendukung telah menunjukkan berkurangnya jumlah penderita stress

(18)

dan mengurangi kecemasan. Hubungan yang baik dapat membantu individu dalam mengatasi stress dengan memberikan perhatian, informasi, dan feedback.

Gresham & Reschly dalam Gimpel dan Merrell (1998: 165)

mengidentifikasikan keterampilan sosial dengan beberapa ciri, antara lain: 1. Perilaku Interpersonal

Perilaku interpersonal adalah perilaku yang menyangkut keterampilan yang digunakan selama melakukan interaksi sosial yang disebut dengan keterampilan menjalin persahabatan.

2. Perilaku yang Berhubungan dengan Diri Sendiri

Perilaku ini merupakan ciri dari seorang yang dapat mengatur dirinya sendiri dalam situasi sosial, seperti: keterampilan menghadapi stress, memahami perasaan orang lain, mengontrol kemarahan dan

sebagainya.

3. Perilaku yang Berhubungan dengan Kesuksesan Akademis. Perilaku ini berhubungan dengan hal-hal yang mendukung prestasi belajar di sekolah, seperti: mendengarkan guru, mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik, dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku di sekolah. 4. Penerimaan Teman Sebaya

Hal ini didasarkan bahwa individu yang mempunyai keterampilan sosial yang rendah akan cenderung ditolak oleh teman-temannya, karena mereka tidak dapat bergaul dengan baik. Beberapa bentuk perilaku yang dimaksud adalah: memberi dan menerima informasi, dapat menangkap dengan tepat emosi orang lain, dan sebagainya. 5. Keterampilan Berkomunikasi

Keterampilan ini sangat diperlukan untuk menjalin hubungan sosial yang baik, berupa pemberian umpan balik dan perhatian terhadap lawan bicara, dan menjadi pendengar yang responsif.

Caldarella dan Merrell dalam Gimpel & Merrell (1998: 90) mengemukakan 5 (lima) dimensi paling umum yang terdapat dalam keterampilan sosial, yaitu:

1. Hubungan dengan teman sebaya (Peer relation), ditunjukkan melalui perilaku yang positif terhadap teman sebaya seperti memuji atau menasehati orang lain, menawarkan bantuan kepada orang lain, dan bermain bersama orang lain.

2. Manajemen diri (Self-management), merefleksikan remaja yang memiliki emosional yang baik, yang mampu untuk mengontrol emosinya, mengikuti peraturan dan batasan-batasan yang ada, dapat menerima kritikan dengan baik.

3. Kemampuan akademis (Academic), ditunjukkan melalui pemenuhan tugas secara mandiri, menyelesaikan tugas individual, menjalankan arahan guru dengan baik.

(19)

4. Kepatuhan (Compliance), menunjukkan remaja yang dapat mengikuti peraturan dan harapan, menggunakan waktu dengan baik, dan

membagikan sesuatu.

5. Perilaku assertive (Assertion), didominasi oleh kemampuan-kemampuan yang membuat seorang remaja dapat menampilkan perilaku yang tepat dalam situasi yang diharapkan.

Keterampilan sosial adalah sesuatu yang dapat dipelajari. Pembiasaan di lingkungan sekitar merupakan cara ampuh untuk memberikan pembelajaran keterampilan sosial sejak dini bagi anak agar terbentuk pribadi yang mampu menyesuaikan diri dengan standar harapan masyarakat sekitarnya. Sekolah menjadi salah satu lingkungan yang memegang peranan penting dalam pembiasaan tersebut, mengingat tak sedikit waktu yang dihabiskan anak di sekolah. Pembiasaan dapat dilakukan pada lingkup yang lebih kecil lagi di sekolah, yaitu dalam kelas, di mana sebuah pembelajaran perlu memunculkan keterampilan sosial.

Cara memunculkan keterampilan sosial dalam pembelajaran di kelas biasanya dilakukan dengan pembentukan kelompok diskusi dan atau kelompok belajar. Dalam kelompok tersebut, mereka melakukan interaksi yang lebih intens. Saat itulah diajarkan keterampilan-keterampilan sosial agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, berdiskusi, dan sebagainya. Agar terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai

ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu di antara teman sekelompok untuk mencapai ketuntasan materi.

(20)

E. Pengetahuan Prosedural

KPS erat kaitannya dengan pengetahuan prosedural. Untuk itu, sebelum membahas KPS perlu diketahui pengetahuan prosedural. Dalam taksonomi bloom, dimensi pengetahuan dibagi menjadi 4, yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan

metakognitif. Pengetahuan prosedural menurut taksonomi bloom revisi dalam Wulandari (2011: 6)

1. Pengetahuan tentang keterampilan bidang tertentu dan algoritma (knowledge of subject specific skills and algorithms)

2. Pengetahuan tentang teknik dan metode pada bidang tertentu (knowledge of subject specific techniques and methods)

3. Pengetahuan kriteria penggunaan prosedur secara tepat (knowledge of criteria for determining when to use appropriate procedures)

Menurut Isnuarti (2011: 13), pengetahuan yang bersifat prosedural adalah pengetahuan tentang cara untuk melakukan sesuatu. Pengetahuan prosedural merupakan uraian tahapan atau langkah-langkah yang dapat diikuti untuk menyelesaikan permasalahan. Anderson dan Krathowohl dalam Isnuarti (2011: 13), menyatakan bahwa

...pengetahuan ini termasuk juga berupa pengetahuan tentang keahlian, algoritma, teknik, dan metode dalam mengerjakan sesuatu. Langkah-langkah yang dilakukan haruslah sistematik sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pengerjakannya. Secara luas, yang termasuk kedalam pengetahuan prosedural serta pengetahuan tentang hasil dari consensus, persetujuan atau norma-norma disiplin yang lebih baik daripada

pengetahuan akan observasi, eksperimen, atau hasil pengamatan. Dimensi ini dapat menumbuhkan sikap skeptic (tidak mudah percaya) sehingga siswa tidak mudah menerima informasi begitu saja. Kemudian dalam pelaksaannya diperlukan pengetahuan tentang kapan saat yang tepat untuk merancang, melakukan, dan mengevaluasi prosedur untuk memecahkan masalah.

P

(21)

melengkapi latihan-latihan yang cukup rutin hingga memecahkan masalah-masalah baru. Pengetahuan prosedural sering mengambil bentuk dari suatu rangkaian langkah-langkah yang akan diikuti. Hal ini meliputi pengetahuan keahlian-keahlian, algoritma-algoritma, tehnik-tehnik, dan metode-metode secara kolektif disebut sebagai prosedur-prosedur Alexander, Schallert, dan Hare, Anderson, deJong dan Ferguson-Hessler, Dochy dan Alexander) dalam Suwarto (2010: 80)). Suwarto menambahkan

Pengetahuan prosedural juga meliputi pengetahuan mengenai kriteria yang digunakan untuk menentukan kapan menggunakan beragam prosedur. Sementara pengetahuan faktual dan pengetahuan konseptual

pengetahuan faktual dan konseptual berkaitan dengan apa yang disebut berhubungan erat dengan pokok-pokok bahasan atau disiplin-disiplin ilmu tertentu. Maka, pengetahuan prosedural untuk pengetahuan mengenai keahlian -keahlian, algoritma-algoritma, tehnik-tehnik, dan metode-metode yang merupakan apesifik subjek atau spesifik disiplin ilmu .

Setidaknya ada 3 pengetahuan yang termasuk dalam pengetahuan prosedural menurut Suwarto (2010: 80-81)

a. Pengetahuan Keahlian dan Algoritma Spesifik suatu Subjek

Pengetahuan prosedural dapat diungkapkan sebagai suatu rangkaian langkah-langkah, yang secara kolektif dikenal sebagai prosedur. Kadangkala langkah-langkah tersebut diikuti perintah yang pasti; di waktu yang lain keputusan-keputusan harus dibuat mengenai

langkah mana yang dilakukan selanjutmya. Dengan cara yang sama, kadang-kadang hasil akhirnya pasti; dalam kasus lain hasilnya tidak pasti. Meskipun proses tersebut bisa pasti atau lebih terbuka, hasil akhir tersebut secara umum dianggap pasti dalam bagian jenis pengetahuan.

b. Pengetahuan Tehnik dan Metode Spesifik suatu Subjek

Pengetahuan tehnik dan metode spesifik suatu subjek meliputi pengetahuan yang secara luas merupakan hasil dari konsesus, persetujuan, atau norma -norma disipliner daripada pengetahuan yang lebih langsung merupakan suatu hasil observasi, eksperimen, atau penemuan. Bagian jenis pengetahuan ini secara umum

(22)

menggambarkan bagaimana para ahli dalam bidang atau disiplin ilmu tersebut berfikir dan menyelesaikan masalah-masalah daripada hasil-hasil dari pemikiran atau pemecahan masalah tersebut.

c. Pengetahuan Kriteria untuk Menentukan Kapan Menggunakan Prosedur-Prosedur yang Tepat

Sebelum terlibat dalam suau penyelidikan, para murid dapat

diharapkan mengetahui metode-metode dan tehnik-tehnik yang telah digunakan dalam penyelidikan-penyelidikan yang sama. Pada suatu tingkatan nanti dalam penyelidikan tersebut, mereka dapat

diharapkan untuk menunjukkan hubungan-hubungan antara metode-meode dan teknik-teknik yang mereka benar-benar lakukan dan metode-metode yang dilakukan oleh murid lain. Para ahli tahu kapan dan dimana menerapkan pengetahuan mereka. Mereka memiliki kriteria yang membantu mereka menggunakan jenis-jenis

pengetahuan prosedural spesifik suatu subjek yang berbeda; yaitu, -kondisi dibawah prosedur-prosedur yang akan diterapkan (Chi, Feltovich, dan Glaser, 1981). Kriteria beragam dari satu pokok bahasan dan pokok bahasan lainnya. Pada awalnya, terlihat kompleks dan abstrak bagi para murid; murid-murid memperoleh makna ketika mereka dikaitkan dengan situasi-situasi dan masalah-masalah yang konkret.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan prosedural adalah pengetahuan bagaimana untuk menemukan sesuatu. Pengetahuan ini berisi tahapan-tahapan yang kemudian digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan.

F. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains merupakan sejumlah keterampilan yang dibentuk oleh komponen-komponen metode sains/scientific methods. Keterampilan proses (prosess-skill) sebagai proses kognitif termasuk didalamnya juga interaksi dengan isinya (content). Indrawati dalam Nuh (2010: 1) mengemukakan bahwa:

Keterampilan Proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk [menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan

(23)

konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi).

Jadi keterampilan proses sains adalah kemampuan ilmiah siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan

menemukan ilmu pengetahuan. Keterampilan proses sains sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam

mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru/ mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.

Keterampilan proses mencakup keterampilan berpikir/ keterampilan

intelektual yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh siswa melalui proses belajar mengajar dikelas, yang dapat digunakan untuk memperoleh

pengetahuan tentang produk IPA. Keterampilan proses perlu dikembangkan untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa. Semiawan dalam Nuh (2010: 1) berpendapat bahwa terdapat empat alasan mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari, yaitu:

a) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa,

b) Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret, c) Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak

bersifat mutlak 100%, tapi bersifat relatif,

d) Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.

Metode ilmiah merupakan dasar dari pembentukan pengetahuan dalam sains. Metode ilmiah dapat diartikan sebagai cara untuk bertanya dan menjawab pertanyaan ilmiah dengan membuat obsevasi dan melakukan eksperimen.

(24)

Menurut Hess dalam Mahmuddin (2010: 3), terdapat enam langkah-langkah metode ilmiah, yaitu:

a) Mengajukan pertanyaan atau merumuskan masalah

b) Membuat latar belakang penelitian atau melakukan observasi c) Menyusun hipotesis

d) Menguji hipotesis melalui percobaan e) Menganalisa data dan membuat kesimpulan f) Mengomunikasikan hasil

Dalam pembelajaran sains, keenam langkah-langkah metode ilmiah tersebut dikembangkan dan dijabarkan menjadi sebuah keterampilan proses sains yang dapat diajarkan dan dilatihkan kepada siswa.

Keterampilan proses sains merupakan kegiatan intelektual yang biasa dilakukan oleh para ilmuwan dalam menyelesaikan masalah dan

menghasilkan produk-produk sains. Keterampilan proses dalam pengajaran sains merupakan suatu model atau alternatif pembelajaran sains yang dapat melibatkan siswa dalam tingkah laku dan proses mental, seperti ilmuwan. Funk dalam Dimyati dan Mudjiono (2002: 140) mengutarakan bahwa:

Berbagai keterampilan proses dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu keterampilan proses dasar (basic skill) dan keterampilan terintegrasi (integarted skill). Keterampilan proses dasar meliputi kegiatan yang berhubungan dengan observasi, klasifikasi, pengukuran, komunikasi, prediksi, inferensi. Keterampilan terintegrasi terdiri atas: mengidentifikasi variabel, tabulasi, grafik, diskripsi hubungan variabel, perolehan dan proses data, analisis penyelidikan, hipotesis ekperimen.

Keterampilan proses dasar diuraikan oleh Rezba dan Wetzel dalam Mahmuddin (2010: 4) sebagai berikut.

Keterampilan proses dasar terdiri atas enam komponen tanpa urutan tertentu, yaitu:

(25)

a) Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain,

b) Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek,

c) Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran,

d) Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara lain untuk berbagi temuan,

e) Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan, f) Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang

diharapkan.

Keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam

kehidupan sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial maupun ketika terintegrasi secara bersama-sama.

Keterampilan proses dasar merupakan fondasi bagi terbentuknya landasan berpikir logis. Oleh karena itu, sangat penting dimiliki dan dilatihkan bagi siswa sebelum melanjutkan ke keterampilan proses yang lebih rumit dan kompleks.

Keterampilan proses terpadu (terintegrasi) diuraikan oleh Weztel dalam Mahmuddin (2010: 4) sebagai berikut:

Perpaduan dua kemampuan keterampilan proses dasar atau lebih membentuk keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses terpadu meliputi:

a) Merumuskan hipotesis, membuat prediksi (tebakan) berdasarkan bukti dari penelitian sebelumnya atau penyelidikan,

b) Mengidentifikasi variabel, penamaan dan pengendalian terhadap variabel independen, dependen, dan variabel kontrol dalam penyelidikan,

c) Membuat defenisi operasional, mengembangkan istilah spesifik untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam penyelidikan berdasarkan karakteristik diamati,

d) percobaan, melakukan penyelidikan dan mengumpulkan data, e) Interpretasi data, menganalisis hasil penyelidikan.

(26)

Hal serupa juga diungkapkan oleh Padilla dalam Nurohman (2010: 3), bahwa keterampilan proses sains dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu:

1) the basic (simpler) process skill dan 2) integrated (more complex) skills. The basic process skill, terdiri dari 1) Observing,

2) Inferring, 3) Measuring, 4) Communicating, dan 5) Classifying, 6) Predicting. Sedangkan yang termasuk dalam Integrated Science Process Skills adalah 1) Controlling variables, 2) Defining operationally, 3) Formulating hypotheses, 4) Interpreting data, 5) Experimenting dan, 6) Formulating models.

Longfield dalam Nurohman (2010: 6) membagi keterampilan proses sains menjadi tiga tingkatan, yaitu Basic, Intermediate, dan Edvanced.

Tabel 2.3. Klasifikasi Keterampilan Proses Sains (Longfield : 2010) Basic

Mengobservasi Menggunakan indera untuk mengumpulkan informasi.

Membandingkan Menemukan persamaan dan perbedaan antara dua

objek/kejadian.

Mengklasifikasikan Mengelompokkan objek atau ide dalam kelompok atau

ketegori berdasarkan bagian-bagiannya.

Mengukur Menentukan ukuran objek atau kejadian dengan

menggunakan alat ukur yang sesuai

Mengomunikasikan Menggunakan lisan, tulisan, atau grafik, untuk

menggambarkan kejadian, aksi atau objek.

Membuat Model Membuat grafik, tulisan, atau untuk menjelaskan ide,

kejadian, atau objek

Membuat Data Menulis hasil observasi dari objek atau kejadian

menggunakan gambar, kata-kata, maupun angka. Intermediate

Inferring Membuat pernyataan mengenai hasil observasi yang

didukung dengan penjelasan yang msuk akal. Memprediksi

Menerka hasil yang akan terjadi dari suatu kejadian berdasarkan observasi dan biasanya pengetahuan dasar dari kejadian serupa

Edvanced

Membuat hipotesis Membuat pernyataan mengenai suatu permasalahan dalam

bentuk pertanyaan

Merancang Percobaan Membuat prosedur yang dapat menguji hipotesis

Menginterpretasikan Data Membuat dan menggunakan tabel, grafik atau diagram untuk mengorganisasikan dan menjelaskan informasi.

Keterampilan proses sebagaimana disebutkan di atas merupakan keterampilan proses sains yang diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan

(27)

keterampilan dalam memperoleh pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam pembelajaran sains. Oleh karena itu, penilaian terhadap keterampilan proses siswa harus dilakukan terhadap semua keterampilan proses sains baik secara parsial maupun secara utuh.

Penilaian merupakan tahapan penting dalam proses pembelajaran. Penilaian dalam pembelajaran sains dapat dimaknai sebagai membawa konten, proses sains, dan sikap ilmiah secara bersama-sama. Penilaian dilakukan terutama untuk menilai kemajuan siswa dalam pencapaian keterampilan proses sains. Menurut Smith dan Welliver dalam Mahmuddin (2010: 15), pelaksanaan penilaian keterampilan proses dapat dilakukan dalam beberapa bentuk, diantaranya:

1. Pretes dan postes. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa pada awal tahun sekolah. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan kekuatan dan kelemahan dari masing-masing siswa dalam keterampilan yang telah diidentifikasi. Pada akhir tahun sekolah, guru melaksanakan tes kembali untuk mengetahui perkembangan skor siswa setelah mengikuti pembelajaran sains.

2. Diagnostik. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa pada awal tahun ajaran. Penilaian ini bertujuan untuk

menentukan pada bagian mana siswa memerlukan bantuan dengan keterampilan proses. Kemudian guru merencanakan pelajaran dan kegiatan laboratorium yang dirancang untuk mengatasi kekurangan siswa.

3. Penempatan kelas. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa sebagai salah satu kriteria dalam penempatan kelas. Misalnya, Pemilihan kompetisis siswa. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa sebagai kriteria utama dalam

pemilihan siswa yang akan ikut dalam lomba-lomba sains. Jika siswa memiliki skor tes tinggi, maka dia akan dapat mengikuti lomba sains dengan baik.

4. Bimbingan karir. Biasanya para peneliti melakukan uji coba menggunakan penilaian keterampilan proses sains untuk mengidentifikasi siswa yang memiliki potensi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dibina.

(28)

Penilaian keterampilan proses sains dilakukan dengan menggunakan

instrumen yang disesuaikan dengan materi dan tingkat perkembangan siswa atau tingkatan kelas. Oleh karena itu, penyusunan instrumen penilaian harus direncanakan secara cermat sebelum digunakan. Menurut Widodo dalam Mahmuddin (2010: 23), penyusunan instrumen untuk penilaian terhadap keterampilan proses siswa dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasikan jenis keterampilan proses sains yang akan dinilai, 2. Merumuskan indikator untuk setiap jenis keterampilan proses sains, 3. Menentukan dengan cara bagaimana keterampilan proses sains

tersebut diukur (misalnya apakah tes unjuk kerja, tes tulis, ataukah tes lisan),

4. Membuat kisi-kisi instrumen,

5. Mengembangkan instrumen pengukuran keterampilan proses sains berdasarkan kisi-kisi yang dibuat. Pada saat ini perlu

mempertimbangkan konteks dalam item tes keterampilan proses sains dan tingkatan keterampilan proses sains (objek tes),

6. Melakukan validasi instrumen,

7. Melakukan ujicoba terbatas untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas empiris,

8. Perbaikan butir-butir yang belum valid,

9. Terapkan sebagai instrumen penilaian keterampilan proses sains dalam pembelajaran sains.

Penilaian terhadap KPS, dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen tertulis. Pelaksanaan penilaian dapat dilakukan secara tes dan nontes. Penilaian melalui tes dapat dilakukan dengan meminta siswa mengerjakan pertanyaan-pertanyaan atau membuat laporan. Dari sana tingkat pencapaian KPS siswa dapat diketahui melalui hasil pekerjaannya.Sedangkan penilaian melalui nontes dapat dilakukan dalam bentuk observasi atau pengamatan. Pengamatan dilakukan saat KPS diterapkan dalam pembelajaran. Penilaian KPS dengan observasi lebih baik dalam menunjukkan tingkat pencapaian siswa. Namun tak ada salahnya ketika menggunakan kombinasi keduanya

(29)

untuk mendapatkan akurasi penilaian yang lebih tinggi. Pada penelitian ini penilaian KPS dengan rubrik asesmen dilakukan dengan observasi atau pengamatan.

Gambar

Tabel 2.1 Template untuk Rubrik Holistik
Tabel 2.2 Template untuk Rubrik Analitik
Tabel 2.3. Klasifikasi Keterampilan Proses Sains (Longfield : 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan permasalahan yang diajukan dan tujuan penelitian mengenai kinerja keuangan pendapatan asli daerah, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini yaitu:

peroksida terhadap perubahan warna dan kekuatan parfum sabun mandi padat. Soft silk 150 g dan sabun cuci padat Saba

Dengan memilih Prudential Singapore sebagai mitra finansial, Anda menjadi bagian dari hubungan yang telah bertahan selama lebih dari 85 tahun di salah satu negara paling aman

Kata rahmatan lil’alamin sendiri mengasumsikan umat Islam harus memiliki mindset kosmopolitanisme, sebagai pengibar panji perdamaian dan peradaban yang disebarkan

[r]

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan prinsip dan prosedur pemberian kredit

Mengetahui upaya apa saja yang harus dilakukan untuk mengatasi ketika kebakaran telah terjadi pada saat proses docking berlangsung agar tercipta suasana bekerja yang

Maka beberapa penelitian untuk mencari solusi terhadap issue tersebut perlu dilakukan, diantaranya: kebijakan tentang urgensi penetapan lahan pertanian (bukan hanya sawah)