• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Lingkar Leher Dengan Jarak Tiromental.doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perbandingan Lingkar Leher Dengan Jarak Tiromental.doc"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Perbandingan Lingkar Leher Dengan Jarak Tiromental :

Prediksi Untuk Kesulitan Intubasi Pada Pasien Obesitas

Kesulitan intubasi merupakan perhatian utama bagi ahli anestesi dan menyumbang kecatatan dan kematian perioperatif. Opini terbagi menjadi kesulitan intubasi bertambah pada pasien obesitas atau tidak.

Banyak percobaan yang telah dilakukan untuk mengembangkan prediksi untuk kesulitan intubasi atau laringoskopi. Prediksi yang dianjurkan pada kesulitan intubasi diantaranya adalah riwayat obstructive sleep apneu syndrome

(OSAS), skor Mallampati yang tinggi, semakin bertambahnya usia, pada pasien laki-laki, leher yang pendek, dan skor Wilson. Skor Mallampati atau besarnya lingkar leher dilaporkan berhubungan dengan kesulitan intubasi terutama pada pasien dengan obesitas. Akan tetapi, tidak satupun dari hal-hal tersebut diatas memiliki data akurasi yang tinggi pada pasien obesitas.

Kami memperkirakan bahwa pasien obesitas memiliki jumlah jaringan lemak yang besar yang dapat digambarkan dari rasio lingkar leher (NC) dan jarak tiromental (TM). Hipotesis kami adalah nilai kesulitan intubasi pada pasien obesitas akan lebih tinggi dibandingkan dengan pasien non-obesitas, dan rasio NC/TM dapat sangat berguna ketika membandingkan dengan laporan sebelumnya mengenai kesulitan intubasi pada pasien obesitas.

Oleh karena itu, tujuan utama penelitian ini adalah membandingkan insiden kesulitan intubasi trakeal antara pasien obesitas dengan pasien non-obesitas dengan menggunakan Skala Kesulitan Intubasi (IDS), yang merupakan skala komprehensif untuk memprediksi kesulitan intubasi. Tujuan selanjutnya adalah untuk mengembangkan prediktor untuk kesulitan intubasi yang mudah diterapkan dengan spesifisitas dan spesifikasi yang tinggi dibandingkan dengan data sebelumnya.

(2)

Metode

Penelitian prospektif observasional yang telah disetujui oleh Institutional Review dari institusi kami dan telah dilakukan inform consent pada semua pasien. Dua ratus enam puluh pasien dengan ASA I atau II, yang akan dilakukan pembedahan dengan anestesi umum dan menggunakan intubasi trakea dalam jangka waktu 8 bulan penelitian. Sesuai dengan kriteria WHO untuk dengan BMI >=27.5 dikelompokan menjadi kelompok obesitas, dan pasien dengan BMI <27.5 dimasukkan dalam kelompok non-obesitas. Pasien dengan anestesi umum namun tidak dilakukan intubasi trakea, pasien dengan kelainan jalan napas (seperti fraktur maxillofasial, tumor, dsb), fraktur servikal dan pasien kurang dari 18 tahun merupakan kriteria eksklusi.

Kesulitan intubasi dinilai menggunakan IDS, yang dilakukan oleh ahli anestesi senior. IDS seperti dibawah ini :

− N1 : jumlah usaha intubasi yang diperlukan

− N2 : jumlah operator tambahan

− N3 : jumlah teknik intubasi alternatif yang digunakan

− N4 : gambaran laringoskopi

− N5 : tenaga untuk mengangkat.(0=dipertimbangkan 1=tidak)

− N6 : diperlukan tekanan laringeal dr luar. (0=tidak,1=ya)

− N7 : posisi pita suara saat intubasi. (0=tidak terlihat, 1=terlihat) Skor IDS merupakan jumlah total dari n1 sampai dengan N7. Skor 0 menunjukan keadaan intubasi yang ideal. Dua kelompok pasien diklasifikasikan sesuai dengan skor IDS. Pada pasien dengan IDS ≥5 dikategorikan ‘sulit intubasi’ dan skor <5 dikategorikan ‘mudah intubasi’.

Riwayat kesulitan intubasi sebelumnya, BMI, lingkar leher (cm) setinggi kartilago krikoid dan pembukaan mulut (cm), sebelumnya digunakan untuk mengindikasikan kesulitan intubasi. Jarak tiromental (TM) (cm) merupakan jarak antara tiroid dan mentum. Sedangkan jarak sternomental (SM) adalah jarak antara batas atas manubrium sterni dengan mentum. Keduanya diukur pada saat apsien ekstensi kepala. Rasio NC/TM dan NC/SM dan NC/BMI dilakukan dengan pengukuran ini.

(3)

Variabel relevan lainnya seperti klasifikasi Mallampati tanpa fonasi suara (Kelas I : palatum , fauci, uvula dan pilar terlihat; Kelas II : palatum, fauci dan uvula terlihat; kelas III : palatum dan dasar uvula terlihat; kelas IV : dasar palatum tidak terlihat), ada tidaknya gangguan gerak sendi temporomandibular (kesulitan menggerakkan gigi bawah ke depan gigi atas atau retrognatia), pergerakkan leher terbatas (ketidakmampuan ekstensi dan fleksi leher sebanyak 90°) dan adanya gigi atas yang maju ke depan juga di catat. Kemudian, skor Wilson’s dihitung.

Di kamar operasi, pasien diposisikan dengan menggunakan bantal dibawah kepala dengan leher ekstensi. Masing-masing pasien dimonitoring secara rutin dengan elektrokardiogram, pulse oximetry, dan tekanan arteri non-invasive. Pasien bernapas dengan oksigen 100% melalui masker wajah selama lebih dari 3 menit. Induksi anestesi menggunakan sodium thiopental (5mg/kgbb) dan rokuronium (0,7mg/kgbb). Tekanan krikoid menggunakan manuver Sellick ketika operator memintanya untuk gambaran laringokopi yang lebih baik. Laringoskopi menggunakan Macintosh no.3 untuk setiap kasus. Semua intubasi trakea dilkaukan oleh ahli anestesi yang memiliki pengalaman selama lebih dari 2 tahun dan tidak mengenal pasien.

Apabila SpO2 menurun selama dilakukan intubasi, maka kejadian tersebut dicatat sebagai periode hipoksia. Gambaran laringoskopik di nilai berdasarkan skala Cormack dan Lehane’s : kelas 1, pita suara terlihat sepenuhnya; kelas 2, hanya aritenoid yang terlihat; kelas 3, hanya epiglotis yang terlihat; dan kelas 4, epiglotis tidak terlihat.

Statistik

Berdasarkan penelitian sebelumnya, dilaporkan sebanyak 2,6-13% insiden kesulitan intubasi pada pasien gemuk dan obesitas, secara respektif, insiden kesulitan intubasi meningkat pada pasien obesitas. Kekuatan perhitungan tersebut menunjukan 119 pasien per kelompok diperlukan untuk menunjukan perbedaan dengan kekuatan 80% (α = 0,05 dan β = 0,2). Akan tetapi, 130 pasien per kelompok dimasukkan dalam eksklusi.

Data dianalisis menggunakan SPSS versi 12.0. pengukuran variabel ditunjukan dalam rata-rata (SD). Perbedaan antara kelompok obesitas dan

(4)

non-obesitas dianalisa menggunakan uji Fisher, uji T atau uji Mann-Whitney. Perbedaan antara kelompok ‘sulit’ intubasi dan ‘mudah’ intubasi pada kelompok pasien obesitas dianalisis menggunakan regresi logistik binary univariat untuk menentukan faktor resiko pada kesulitan intubasi. Langkah yang kedua, semua variabel yang signifikan dari langkah sebelumnya dianalisa menggunakan regresi logistik binary multivariat (forward-Wald) untuk menentukan faktor resiko kesulitan intubasi. Faktor resiko yang signifikan juga dinilai menggunakan kurva Receiver-Operating Characteristic (ROC). Setelah menentukan poin cut-off yang adekuat dengan memilih spesifisitas maksimum apabila sensitifitas ≥80%, variabel kontinu diubah menjadi variabel binary untuk membandingkan keakuratan uji. Nilai P <0,05 adalah signifikan.

Hasil

Data dari 123 pasien obesitas dan 125 pasien non-obesitas telah dianalisis; data dari 7 pasien di kelompok obesitas dan 5 pasien dari kelompok non-obesitas dieksklusikan karena data tidak lengkap. Tidak ada intubasi yang gagal dalam penelitian ini. Insiden kesulitan intubasi ditentukan dari IDS (≥5) lebih sering pada pasien dengan obesitas (13,8% pada kelompok obesitas vs 4,8% pada kelompok non-obesitas, P<0,05). Namun, insiden skor Cormack kelas 3 dan 4 adalah sama pada masing-masing kelompok (8,1% pada kelompok obesitas dan 7,2% pada kelompok non-obesitas, P=0,816). Walaupun hipoksemia terjadi lebih sering pada kelompok obesitas daripada kelompok non-obesitas, tidak ada perbedaan secara statistik pada insiden hipoksemia selama intubasi (5,7% pada kelompok obesitas vs 1,6% pada kelompok non-obesitas; P=0,101).

Pasien obesitas dengan skor IDS <5 dibandingkan dengan pasien skor IDS ≥5. TM, SM, NC/TM, NC/SM, skor Mallampati, riwayat kesulitan intubasi sebelumnya, skor Wilson dan grade Cormack berhubungan dengan IDS ≥5. Diantara variabel-variabel tersebut, skor Mallampati, skor Wilson dan NC/TM secara independen berhubungan dengan kesulitan intubasi dibuktikan dengan analisis multivariat. Tiga variabel ini terhitung untuk 67,1% (R2 Nagelkerke) dari

(5)

rasio jenis kelamin, usia, BMI, pembukaan mulut, lingkar leher dan NC/BMI diantara pasien obesitas dengan IDS≥5 dan dengan IDS<5.

Gambar 1 menunjukan kurva ROC untuk TM, SM, NC/TM, skor Mallampati dan skor Wilson. Poin dari abgian kesulitan intubasi adalah skor Mallampati III atau IV, skor Wilson ≥2 dan NC/TM 5.0. Tabel 4 menunjukan informasi keakuratan faktor resiko. NC/TM menunjukkan sensitivitas yang lebih tinggi dannilai prediksi negatif, dan besarnya area dibawah kurva (UAC) pada kurva ROC daibandingkan dengan skor Mallampati atau skor Wilson.

Diskusi

Efek dari obesitas pada kesulitan intubasi dan kemampuan memprediksi masih tidak jelas. Dalam penelitian ini, kami menemukan bahwa intubasi lebih sulit pada pasien obesitas dibandingkan dengan pasien non-obesitas, dan rasio NC/TM merupakan metode yang lebih baik dibandingkan dengan laporan yang sebelumnya menyebutkan skor Mallampati atau pengukuran lingkar leher merupakan hal yang dapat memprediksi kesulitan intubasi.

Penelitian sebelumnya, menyarankan nilai dari tes skrining untuk kesulitan intubasi terbatas saat satu uji digunakan. Akan tetapi, kombinasi dari tes individual atau faktor resiko dapat menambahkan beberapa nilai dari masing-masing uji tersebut. Beberapa penelitian telah mengkombinasi beberapa faktor resiko, seperti skor El-Ganzouri atau Wilson, yang menilai faktor resiko multivariat.

Diantara faktor-faktor yang memungkinkan kesulitan intubasi, lingkar leher dan jarak tiromandibula dipilih berdasarkan karakteristik dari pasien obesitas yaitu leher yang pendek dan besar. Indeks kesulitan intubasi, dengan pembilang dari NC dan penyebut dari TM (NC/TM), telah dikembangkan dan dievaluasi sebagai indeks baru untuk memperkirakan bahwa pasien obesitas dengan lingkar leher yang besar ataupun leher yang pendek dapat lebih sulit dilakukan intubasi dibandingkan dengan pasien yang hanya berleher pendek atau pasien ayng hanya berleher besar. Dari hasil kami

, NC/TM membuktikan indikstor yang lebih baik dibandingkan dengan NC atau TM saja. Untuk variabel lainnya yang menggunakan NC, NC/BMI dan NC/SM

(6)

juga dievaluasi. Walaupun demikian, analisis multivariat menunjukkan bahwa NC/BMI dan NC/SM tidak menunjukkan hubungan yang positif dengan kesulitan intubasi.

Sebagai alternatif lain, indeks perbedaan diantara NC dan TM, yang merupakan NC-TM, dan perbedaan diantara NC dan SM, yakni NC-SM juga dievaluasi. Nilai index ini meningkat sebagaimana NC memanjang dan TM atau SM memendek. Akan tetapi, variabel-variabel tersebut mewakili karakteristik dari leher pendek dan besar secara simultan. Analisis univariat menunjukan NC-TM dan NC-SM adalah signifikan, tetapi analisis multivariat gagal untuk membuktikan hubungan independen dengan kesulitan intubasi. Dalam hal ini, area dibawah kurva (AUC) dari kurva ROC lebih kecil dibandingkan NC/TM atau NC/SM.

Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa NC adalah faktor resiko independen pada kesulitan intubasi di pasien obesitas. Akan tetapi, NC sendiri tidak jelas indikasinya menunjukan jumlah jaringan lemak pada bermacam-macam topografi di leher. Horner dkk menunjukan bahwa semakin banyak lemak yang terdapat di bagian faring pada pasien obesitas disertai OSAS yang diukur menggunakan MRI. Ezri dkk menunjukan bahwa kesulitan laringoskopi dapat diprediksi pada pasien obesitas dengan menghitung jumlah jaringan lemak setinggi pita suara dan suprasternal dengan menggunakan ultrasonografi. Mereka melaporkan bahwa jumlah dari jaringan lunak pretrakeal, yang dihitung menggunakan ultrasound, adalah pengukuran satu-satunya yang sepenuhnya membedakan antara kemudahan laringoskopi dan kesulitan laringoskopi. Hasil ini dapat menjelaskan bahwa beberapa pasien obesitas mudah dilakukan intubasi, namun yang lainnya tidak. NC/TM dapat menggambarkan distribusi lemak di leher dengan lebih baik daripada NC sendiri. Akan tetapi, NC/TM harus dievaluasi lebih lanjut lagi untuk menentukan apakah ada hbungan antara rasio dan jumlah jaringan lunak yang diukur dengan menggunakan USG atau MRI.

Analisis multivariat mengidentifikasi skor Mallampati, skor Wilson dan NC/TM menjadi berhubungan secara independen dengan kesulitan intubasi. Skor Wilson secara signifikan ditemukan dalam penelitian ini dan yang lainnya. Skor Mallampati juga ditemukan berhubungan secara signifikan dalam penelitian ini

(7)

ataupun penelitian-penelitian sebelumnya. Namun, kedua hal tersebut menunjukan kesensitifitas yang rendah hingga sedang untuk memprediksi kesulitan intubasi pada penelitian ini. Lebih lanjut lagi, nilai prediksi klinis skor Mallampati berkurang pada pasien obesitas dengan keterbatasan gerak rahang. Hal ini juga sama pada skor Wilson, karena skor tersebut juga menilai gerakan rahang. Namun NC/TM relatif bebas dari hal tersebut. dari ketiga faktor independen tersebut, NC/TM menunjukan sensitifitas, spesifisitas dan prediksi negatif yang sedang hingga baik, dan memiliki AUC pada kurva ROV yang relatif besar, yang membuktikan bahwa NC/TM merupakan prediksi yang tinggi.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, uji ini tidak dilakukan secara buta sepenuhnya. Skor IDS dapat meningkat apabila ahli anestesi mengetahui tujuan dari penelitian ini. Namun untuk mengevaluasi rasio NC/TM, ahli anestesi tidak mengetahui mengenai tujuan penelitian ini. Kedua, walaupun pada awal digunakan laringoskopi Macintosh dengan bilah nomor 3, namun tidak selalu digunakan bilah nomor 3 apabila terdapat kesulitan intubasi. Ukuran bilah dipilih oleh operator sesuai dengan masing-masing kasus.

Yang ketiga, sebenarnya tidak ada intubasi yang gagal pada kelompok penelitian ini, walaupun episode hipoksemia terjadi. Insiden dari gagal intubasi atau episode hipoksemia menjadi sangat penting dibandingkan dari insiden kesulitan intubasi itu sendiri yang ditunjukan dalam skor IDS pada situasi klinis. Lebih lanjut lagi, semua intubasi trakea dilakukan oleh ahli anestesi yang berpengalaman lebih dari 2 tahun. Walaupun begitu, pengalaman yang lebih singkat akan meningkatkan kejadian kesulitan intubasi. Pada akhirnya, faktor resiko termasuk NC/TM juga dianalisis pada kelompok non-obesitas, namun angka kejadian sulit intubasi lebih kecil. Untuk penelitian selanjutnya diperlukan subjek dengan jumlah yang lebih banyak untuk mengevaluasi NC/TM.

Kesimpulannya, kesulitan intubasi diukur dengan skor IDS yang lebih umum pada kelompok pasien obesitas. Kesulitan intubasi pada pasien obesitas berhubungan secara independen dengan skor Mallampati kelas III atau IV, skor Wilson ≥2 dan NC/TM ≥5.0. Rasio NC/TM≥5 menunjukan sensitifitas, spesifisitas dan nilai prediksi negatif yang sedang hingga baik. Kami

(8)

mempertimbangkan nilai preoperatif dari NC/TM≥5.0 menjadi prediksi dari kesulitan intubasi.

Referensi

Dokumen terkait

Saat J berhenti menggunakan narkoba, J merasa ada bagian yang hilang dari dirinya, namun setelah J bekerja di Rumah Singgah PEKA dan bisa membantu orang lain, J

Melihat kondisi tersebut, penelitian tentang perancangan sistem sambungan yang ekonomis untuk rangka atap Pasar Sae Sarijadi penting karena sambungan baut pada sistem struktur

Selanjutnya kita berbicara mengenai korban penyalahguna narkotika menurut penjelasan Pasal 54 UU Narkotika ialah orang yang ” tidak sengaja menggunakan Narkotika karena

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh lama fermentasi terhadap kadar bioetanol dari fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa tandan

tercantik “Enggar Widyaningrum” serta Mas Udin yang telah memberikan doa, kepercayaan, semangat, motivasi dan dukungan baik materiil maupun spiritual kepada penulis

Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing diameter zona hambat yang terbentuk menurut teori David dan Stout (1971) dapat dikategorikan dengan daerah zona hambat

Berbicara tentang penentuan arah salat umat islam yang tidak lain yaitu sering disebut dengan kiblat, secara umum dapat disimpulkan bahwa sebenarnya yaitu

Akhir-akhir ini ditemukan MBTI yang dipublikasikan oleh Mudrika (2011) pada blog pribadinya. Selain menyajikan ulasan singkat tentang MBTI, juga dilengkapi dengan