• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 237,6 juta jiwa, dan 26,67% diantaranya adalah remaja (Badan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 237,6 juta jiwa, dan 26,67% diantaranya adalah remaja (Badan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jumlah pendudukIndonesia pada tahun 2010 adalah sebanyak 237,6 juta jiwa, dan 26,67% diantaranya adalah remaja (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 2011). Remaja pada saat ini merupakan kelompok usia yang sangat rentan terhadap masalah yang berkaitan dengan sosial dan kesehatan. Usia remaja (10-24 tahun) perlu mendapat perhatian serius karena mereka sangat berisiko terhadap masalah-masalah kesehatan reproduksi yaitu perilaku seksual pranikah, NAPZA(narkotika, psikotropika, dan zat adiktif), dan HIV/AIDS (Human Immuno Deficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome) (BKKBN, 2011).

Seks pranikah adalah masalah yang saat ini paling dominan terjadi di kalangan remaja kita, 1,3% remaja perempuan dan 4% remaja laki-laki dari usia 15-19 tahun dan 1,4% remaja perempuan dan 11% remaja laki-laki dari usia 20-24 tahun melakukan seks pranikah (The United Nations Population Fund(UNFPA), 2012). Sekitar satu juta remaja pria (5%) dan 200 ribu remaja wanita (1%) secara terbuka menyatakan bahwa mereka pernah melakukan hubungan seksual (Kemenkes RI, 2013).Penelitian lain menunjukkan bahwa sekitar 60.000 atau 10% siswa SMU se-Jawa Tengah melakukan hubungan seks pranikah (Maryatun, 2010).

(2)

Hasil studi pendahuluan di SMP di daerah Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa tengah, menunjukkan perilaku seksual pranikah siswa di sekolah tersebut cukup tinggi. Informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan siswa dan guru di sekolah tersebut menyebutkan bahwa beberapa siswa menunjukkan perilaku ketertarikan dengan lawan jenis yang dilakukan melalui hubungan pacaran, dan aktivitas yang dilakukan seperti bergandengan tangan, ciuman, bahkan pada tahun 2009 pernah ada kejadian kehamilan tidak diinginkan pada siswi SMP tersebut yang disebabkan dari hubungan dengan kakak kelasnya. Dari hasil wawancara dengan beberapa orangtua siswa di SMP diperoleh data bahwa orangtua kurang memahami makna tentang pendidikan seksual dan reproduksi dan cara menyampaikan kepada anaknya.

Perilaku seks bebas dapat memicu munculnya masalah kesehatan seperti kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi dan penyakit menular seksual termasuk HIV AIDS. Pada tahun 2012 diketahui 15 juta perempuan remaja yang berusia 15-24 tahun melahirkan setiap tahun terutama di negara berkembang, dan sebanyak 40% melakukan aborsi tidak aman, sedangkan1 dari 20 remaja terinfeksi penyakit menular seksual setiap tahun dansetengah dari semua kasus telah terinfeksi HIV pada usia dibawah 25 tahun (UNFPA, 2012).

Di Indonesia dalam triwulan Oktober sampai dengan Desember 2013 dilaporkan kasus HIV sebesar 8,624 jiwa dan AIDS 2,845 jiwa dengan kelompok usia remaja sebanyak 1.710 kasus (Kemenkes RI,

(3)

2013).Indonesia menduduki urutan ke 5 dari 10 negara dengan perempuan berusia 20-24 tahun yang melahirkan dibawah usia 18 tahun yaitu sebanyak 1.078.955 orang (Loaiza & Liang, 2013)

Perilaku seksual remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor personal atau individu, faktor lingkungan dan faktor perilaku (Suryoputro et al., 2006). Faktor personal atau individu diantaranya pengetahuan tentang kesehatan seksual dan reproduksi yaitu mengenai HIV/AIDS, Penyakit Menular Seksual (PMS), aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, kerentanan yang dirasakan terhadap resiko kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri dan variabel-variabel demografi. Sedangkan faktor lingkungan antara lain akses dan kontak dengan sumber-sumber informasi, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu. Faktor perilaku antara lain gaya hidup seksual (orientasi seksual, pengalaman seksual, jumlah pasangan), peristiwa-peristiwa kesehatan (PMS, kehamilan, aborsi) dan penggunaan kondom serta alat kontrasepsi.

Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan seksual dan reproduksi merupakan salah satu faktor penyebab perilaku seks bebas di kalangan remaja. Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja relatif masih rendah sebagaimana ditunjukkan oleh hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia tahun 2007 yang disebutkan dalam BKKBN (2011) bahwa remaja perempuan yang tidak tahu tentang perubahan fisik yang terjadi pada anak perempuan sebanyak 13,3% lebih tinggi

(4)

dibandingkan hasil survei pada tahun 2002/2003 sebesar 10,7%. Hampir separuh (47,9%) remaja perempuan tidak mengetahui waktu seorang perempuan memiliki hari atau masa suburnya. Sebaliknya dari hasil survei yang sama, persentase pengetahuan responden laki-laki yang mengetahui masa subur seorang perempuan lebih tinggi (32,3%) dibandingkan dengan responden perempuan (29%). Secara nasional remaja yang mengetahui masa subur dengan benar sebesar 21,6%. Remaja yang terpapar informasi PIK-Remaja (Pusat Informasi dan Konseling Remaja) mencapai 28% yang berarti hanya 28 dari 100 remaja yang akses dengan kegiatan yang berkaitan dengan informasi kesehatan reproduksi (BKKBN, 2011).

Pubertasmerupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.Pada anak perempuan awal pubertas terjadi pada usia 8 tahun sedangkan anak laki-laki terjadi pada usia 9 tahun. Pada periode ini berbagai perubahan terjadi baik perubahan hormonal, fisik, psikologis maupun sosial yang sangat cepat dan terkadang tanpa kita sadari. Perubahan fisik yang menonjol adalah perkembangan tanda-tanda seks sekunder, terjadinya pertumbuhan yang cepat, serta perubahan perilaku dan hubungan sosial dengan lingkungannya. Maturasi seksual akan mengarahkan pada kematangan fungsi fertilitasnya, laki-laki dewasa dengan spermatogenesis, sedangkan anak perempuan dengan ovulasi (Batubarra, 2010).

Meningkatnya perilaku seksual di kalangan remaja memerlukan penanganan sedini mungkin sebagai suatu bentuk dari upaya pencegahan masalah kesehatan. Upaya ini dapat dilakukan melalui berbagai strategi

(5)

dan pendekatan salah satunya yaitu melalui promosi kesehatan. Promosi kesehatan dapat diartikan sebagai upaya untuk mengenalkan atau “memasarkan” pesan-pesan kesehatan sehingaa masyarakat akan menerima pesan-pesan kesehatan tersebut, yang akhirnya mau berperilaku sehat (Notoatmodjo, 2010). Promosi kesehatan juga dikembangkan oleh Pender melalui teori Health Promotion Modelyang telah di gunakan dalam disiplin ilmu keperawatan. Model ini menggambarkan komponen dan mekanisme yang menjadi faktor penentu pada gaya hidup yang mempromosikan kesehatan, dengan mewujudkan potensi kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan melalui pedekatan perilaku(Tomey & Alligood, 2006).

Sebagai bentuk pencegahan dari perilaku seksual di kalangan remaja, akan lebih baik jika promosi kesehatan diberikan ketika seorang anak mulai menginjak usia remaja. Seorang anak pada fase ini membutuhkan pendidikan dan dukungan ekstra untuk mengekspresikan seksualitas mereka dalam cara yang positif. Keluarga merupakan wahana untuk mendidik, mengasuh dan sosialisasi anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan sosial yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera (Sunarti, 2001). Salah satu fungsi keluarga adalah sebagai pengontrol atau pengatur, yaitu memberikan pendidikan dan norma-norma. Keluarga juga memiliki fungsi edukasi yaitu fungsi untuk mengajarkan keterampilan, sikap dan pengetahuan (Friedman, 2010).

(6)

Penatalaksanaan kesehatan seksual dan reproduksi untuk remaja saat ini banyak difokuskan melalui pendekatan keluarga. Hasil penelitian menyebutkan intervensi pencegahan yang berpusat pada keluarga tepat dan efektif dalam mengurangi perilaku berisiko HIV kalangan remaja Hispanik (Estrada et al., 2011). Intervensi melalui pendekatan adaptif keluarga mampu menurunkan masalah perilaku pada remaja seperti merokok, penggunaan alkohol dan obat terlarang, serta perilaku seksual tidak sehat (Conell et al., 2007). Penelitian lainjuga menyebutkan bahwa intervensi berpusat pada orangtua mampu menurunkan resiko perilaku seksual yang tidak aman dan masalah perilaku pada remaja (Tesso et al., 2007). Wight & Fullerton (2013) melakukan kajian literatur tentang efektifitas intervensi yang melibatkan orangtua terhadap kesehatan seksual remaja dan diperoleh hasil bahwa secara umum intervensi yang melibatkan orangtua atau pengasuh mampu meningkatkan kemampuan komunikasi orangtua dengan anak tentang seks, meningkatkan pengetahuan dan sikap seksualitas pada remaja, dan mencegah perilaku seks bebas pada remaja.

Pemberian pendidikan seksual dan reproduksi pada remaja sangat penting, namun hal ini masih sering dianggap tabu oleh anggota keluarga terutama orangtua. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa sebagian besar ibu tidak memberikan pendidikan seksual dan reproduksi kepada anaknya, salah satu faktor yang menjadi penyebab adalah pengetahuan orangtua mengenai kesehatan reproduksi masih kurang dalam hal materi organ reproduksi, perkembangan fisik anak saat memasuki remaja, mimpi basah,

(7)

pergaulan dengan lawan jenis, dan pelecehan seksual (Nugraha et al., 2012. Data lain menunjukkan 34,37% memiliki orangtua memiliki pengetahuan cukup dan 28,13% memiliki pengetahuan kurang, dan sebanyak 56,25% memiliki sikap yang temasuk dalam kategori unfavorable terhadap pendidikan seksual (Sholihatina et al., 2011). Hasil penelitian tersebut menunjukkan pengetahuan orangtua masih kurang dan sebagian besar orangtua memiliki sikap unfavorable terhadap pendidikan seksual yang dipengaruhi adanya perasaan tabu canggung dalam mengkomunikasikan topik pendidikan seksual.

Pendidikan seksual dan reproduksi di luar negeri juga masih belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat, hal ini terbukti melalui hasil penelitian Olubayo dan Fatiregun (2012) yang menunjukkan data bahwa sebanyak 41,6% orangtua dengan remaja menunjukkan sikap yang negatif terhadap akses pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa lebih dari 50% orangtua merasa tidak yakin untuk memberikan informasi mengenai topik-topik seperti masturbasi, kencan, seks yang aman, kontrasepsi, kehamilan, aborsi kepada remaja (Nair et al., 2012).

Peran keluarga dalam kesehatan seksual dan reproduksi bagi remaja dibutuhkan untuk mengatur dan mengendalikan perilaku seksual remaja yang rawan mengalami penyimpangan. Perawatan yang berfokus pada keluarga menjamin kesehatan dan kesejahteraan anak-anak dan keluarga mereka melalui kemitraan keluarga dan tenaga profesional kesehatan karena merupakan standar praktek kesehatan yang

(8)

menghasilkan layanan berkualitas tinggi (Maternal and Child Health Bureau (MCHB), 2004).

Intervensi yang berfokus pada keluarga merupakan intervensi yang dilakukan berdasarkan kolaborasi perawat dan keluarga yang memfokuskan intervensi pada fungsi keluarga (Estrada et al., 2012). Perawatan berpusat pada keluarga adalah sebuah pendekatan untuk perawatan kesehatan dengan menghormati peran sentral keluarga dalam kehidupan seseorang. Konsep ini menjunjung tinggi pentingnya keluarga sebagai mitra dalam tim perawatan kesehatan [British Columbia Childrens Hospital (Bcchildrens), 2014].

Intervensi yang berpusat pada keluargasalah satunya dapat dilakukan dengan menanamkan pengetahuan pada keluarga. Penelitian mengembangkan intervensi yang berfokus pada keluarga melalui pelatihan pencegahan HIV AIDS dan pencegahan perilaku seks bebas pada remaja (Prado et al., 2007). Penelitian tersebut menggambarkan bahwaParent– Preadolescent Training forHIV Prevention(PATH)adalah salah satu bentuk intervensi keluarga yang berfokus secara khusus pada peningkatan komunikasi orangtua-remaja tentang seks dan risiko HIV.

Melalui intervensi pada keluarga ini diharapkan keluarga mampu menerapkan fungsi edukasi yang telah disebutkan dalam WHO dengan memenuhi syarat keluarga sebagai edukator yaitu anggota keluarga harus memiliki tingkat intelegensi yang meliputi pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman yang sesuai. Berkaitan dengan hal tersebut keluarga

(9)

memiliki peran penting dalam memberikan pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi kepada anak-anaknya khususnya pada remaja.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah terdapat pengaruh intervensi pendidikan kesehatan pada keluarga terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap orangtua tentang pendidikan seksual dan reproduksi remaja?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi pendidikan kesehatan pada keluargaterhadap pengetahuan dan sikap orangtua tentang pendidikan seksual dan reproduksi pada remaja. 2. Tujuan khusus

a. Menganalisis pengetahuan orangtua tentang pendidikan seksual dan reproduksi pada remaja sebelum dan sesudah dilakukan intervensi pendidikan kesehatan pada keluarga.

b. Menganalisis sikap orangtuaterhadap pendidikan seksual dan reproduksi pada remaja sebelum dan sesudah dilakukan intervensi pendidikan kesehatan pada keluarga.

(10)

c. Mengetahui perbedaan pengetahuan orangtua tentang pendidikan seksual dan reproduksi pada remajasebelum dan sesudah dilakukan intervensi pendidikan kesehatan pada keluarga.

d. Mengetahui perbedaan sikap orangtuaterhadap pendidikan seksual dan reproduksi pada remajasebelum dan sesudah dilakukan intervensi pendidikan kesehatan pada keluarga.

e. Mengetahui karakteristik responden dan karakteristik komunikasi orangtua-remaja.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam meningkatkan pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi pada orangtua sebagai upaya pencegahan perilaku seksual menyimpang dan penularan HIV AIDS khusunya di kalangan remaja.

2. Bagi profesi keperawatan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi tenaga perawat, khususnya perawat maternitas agar lebih memperhatikan promosi kesehatan seksual dan reproduksi padaremaja dalam hal pencegahan perilaku seksual yang tidak sehat dan penularan HIV AIDS melalui peningkatan fungsi keluarga.

(11)

3. Bagi peneliti

Dapat menambah pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian secara baik dan benar sehingga bisa menjadikan motivasi dan landasan untuk melakukan penelitian selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang membahas tentang kesehatan seksual dan reproduksi pada remaja telah banyak dilakukan, namun dari semua penelitian tersebut belum ada penelitian yang mengetahui pengaruh intervensi pendidikan kesehatan pada keluargaterhadap pengetahuan dan sikap orangtua tentang pendidikan seksual pada remaja. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya disebutkan dalam tabel 1.

Tabel 1. Keaslian Penelitian No Nama/Tahun/Judul

Penelitian

Hasil Persamaan Perbedaan

1. Prado et al., (2007)

A Randomized Controlled Trial of a Parent-Centered Interventionin Preventing Substance Use and HIV Risk Behaviors in Hispanic Adolescents

Sistem keluarga yang kuat pada target perilaku kesehatan yang spesifik lebih efektif dalam mencegah perilaku kenakalan remaja: merokok, penggunan obat, dan seks bebas pada remaja Hispanik. Intervensi sama-sama diberikan pada orangtua Variabel terikat fokus pada perilaku kenakalan remaja, metode penelitian 2. Estrada et al., (2011) Effects of a Family Intervention in Reducing HIV Risk Behaviors Among High-Risk

Hispanic Adolescents

Dibandingkan dengan praktik komunitas, Familias Unidas lebih efektif dalam

meningkatkan penggunaan kondom dan mengurangi jumlah penggunaan obat terlarang, alkohol serta seks tanpa kondom dan partner seks pada remaja, dan mencegah anal seks tanpa proteksi pada hubungan seks terakhir. Intervensi sama-sama diberikan pada orangtua Variabel terikat fokus pada penanganan HIV dan perilaku beresiko, metode penelitian

(12)

3. Connell et al.,(2007) An Adaptive Approach to Family Intervention: Linking Engagement in Family-Centered Intervention to Reductions in Adolescent Problem Behavior

Remaja dengan orangtua yang memperoleh intervensi menunjukkan lebih sedikit dalam penggunaan alkohol, tembakau dan marijuana, dan masalah perilaku selama usia 11 sampai dengan 17 tahun , sejalan dengan pengurangan

penggunaan obat terlarang berdasarkan laporan polisi pada remaja 18 tahun. Intervensi sama-sama diberikan pada orangtua Variabel terikat fokus pada masalah perilaku remaja, metode penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian 4. Olubayo & Fatiregun,

(2012)

The Parental Attitude towards Adolescent Sexual Behaviour in

Akoko-Edo and Estako-West Local Government Areas, Edo State,

Nigeria

Terdapat hubungan yang

signifikan antara sikap orangtua dengan perilaku seksual remaja. Berdasarkan Temuan dari studi ini , orangtua harus dipersiapkan pada pentingnya memiliki minat dalam masalah seksualitas remaja. Yang dapat dilakukan melalui media massa, konferensi dan lokakarya. Topik penelitian memabahas tentang sikap orangtua terhadap perilaku seksual remaja Variabel penelitian, metode penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian. 5. Chi et al., (2013) The Effect of Comprehensive Sexual Education Program on Sexual Health Knowledge

Terdapat pengaruh yang signifikan antara program pendidikan kesehatan seksual kompehensif terhadap

pengetahuan kesehatan reproduksi dan sikap terhadap kaum seksual minoritas.

Topik sama-sama mengenai pendidikan seksual untuk remaja, Instrumen Subyek penelitian, lokasi penelitian, metode penelitian. 6. Tianjin Municipal Research

Institute for Family Planning (2005)

Evaluation of the Impact of Parents’ Reproductive Health Training in Tianjin City

Pelatihan pada orang tua di sekolah memiliki pengaruh positif terhadap komunikasi orangtua-anak tentang topik sensitif seperti kontrasepsi dan kehamilan remaja. Intervensi sama-sama diberikan pada orangtua, Instrumen Metode penelitian, lokasi penelitian.

Gambar

Tabel 1. Keaslian Penelitian  No  Nama/Tahun/Judul

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai kajian sekuestrasi karbon pada berbagai tipe penggunaan lahan yang mencakup aspek lingkungan, tanaman dan tanah dalam satu kerangka penelitian yang terintegrasi

Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja

Sumber data sekunder yang dimaksud berupa buku dan laporan ilmiah primer atau asli yang terdapat di dalam artikel atau jurnal (tercetak dan/atau non-cetak)

Kain batik adalah salah satu wujud representasi dari kebudayaan suatu bangsa, dalam hal ini masyarakat Jawa yang umum diketahui sebagai pengembang awal budaya membatik di

Video game jenis ini sesuai dengan terjemahannya, bermain peran, memiliki penekanan pada tokoh/peran perwakilan pemain di dalam permainan, yang biasanya adalah tokoh utamanya,

Sebagai pengatur layanan ini, dibangun juga sebuah server yang akan melakukan pengambilan berita dari beberapa situs web dengan menggunakan algortima Web Crawler

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelayanan publik terhadap tingkat kepuasan masyarakat (studi kasus di Kantor Kecamatan Cijeungjing Kabupaten