• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

9 A. Tinjauan Pustaka

1. Tidur a. Definisi

Tidur merupakan suatu proses yang aktif yang memiliki variasi siklus normal dalam kesadaran mengenai keadaan sekitar. Berbeda dengan keadaan terjaga, orang yang sedang tidur tidak secara sadar waspada akan dunia luar, tetapi tetapi memiliki pengalaman kesadaran dalam batin, misalnya mimpi. Selain itu, dapat juga berasal dari rangsangan eksternal, seperti bunyi alarm. Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang terjadi berulang-ulang selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005).

Pengertian mengenai tidur memang bermacam-macam tetapi intinya tetap sama. Pengertian tidur yang lainnya juga dijelaskan oleh Chopra (2003), tidur merupakan dua keadaan yang bertolak belakang dimana tubuh beristirahat secara tenang dan aktivitas metabolisme juga menurun namun pada saat itu juga otak sedang bekerja lebih keras selama periode bermimpi dibandingkan dengan ketika beraktivitas di siang hari.

Aktivitas disiang hari sangat mempengaruhi proses tidur pada malam harinya, karena tidur merupakan suatu kebutuhan

(2)

dasar yang dibutuhkan setiap manusia, namun dalam keadaan sakit pola tidur biasanya terganggu yang disebabkan oleh berbagai faktor gangguan tidur. Pada dasarnya ada dua macam tidur yaitu: tidur REM (Eye Rapid Movement: Gerakan Mata Cepat) dan tidur NREM (Non Rapid Eye Movement: Gerakan Mata Tidak Cepat) (Potter dan Perry, 2006).

Tidur Non Rapid Eye Movement (NREM): Derajat aktivitas yang rendah berkurangnya tekanan darah, denyut jantung, suhu badan dan frekuensi pernafasan, tonus otot yang baik dan gerakan-gerakan bola mata yang pelan dan teratur. Tidur NERM dibagi menjadi 4 stadium. Seseorang yang baru tidur memasuki stadium 1 yang ditandai oleh aktivitas elektroensefalogram (EEG) fekuensi tinggi amplitudo rendah. Stadium 2 ditandai oleh munculnya kumparan tidur (sleep spindel). Disini terjadi letupan-letupan gelombang mirip alfa. Pada stadium 3, pola yang timbul adalah gelombang dengan frekuensi yang lebih rendah dan amplitudo meningkat. Perlambatan maksimum dengan gelombang-gelombang besar dijumpai pada stadium 4. Dengan demikian, karakteristik tidur dalam adalah pola gelombang lambat ritmik, yang menunjukkan adanya sinkronisasi yang jelas (Ganong, 2003).

Tidur Rapid Eye Mowement (REM): Tidur yang aktif ditandai dengan gerakan bola mata yang cepat dan sinkron, kedutan otot-otot muka dan ekstremitas, ereksi penis variasi denyut

(3)

nadi, tekanan darah dan frekuensi pernafasan. Otot-otot tampak seperti lumpuh (tidak ada tonus). Mimpi dapat terjadi pada beberapa fase tetapi yang paling lazim terjadi pada tidur REM, aktivitas cukup meningkat (Kaplan dan Sadock, 1997)

Perubahan-perubahan aktivitas otak selama tidur adalah sesuai dengan tahap-tahap tidur. Tahap tidur pertama sesuai dengan keadaan dimana seseorang baru saja terlena. Seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutupi mata, dan kedua bola mata bergerak bolak-balik ke kedua sisi. EEG tahap tidur pertama ini, memperlihatkan penurunan voltase dengan gelombang-gelombang alfa yang makin menurun frekuensinya. Keadaan tidur masuk kepada tahapan kedua apabila timbul sekelompok gelombang yang berfrekuensi 14-18 siklus per detik pada aktivitas dasar yang berfrekuensi 3-6 siklus per detik. Kelompok gelombang-gelombang tersebut dikenal sebagai gelombang-gelombang tidur atau sleep spindles. Dalam tahap ini kedua bola mata berhenti bergerak. Tetapi tonus otot masih terpelihara.

Pada tahap tidur ketiga, EEG memperlihatkan gelombang-gelombang dasar lambat (1-2 siklus per detik) dengan sekali-kali timbulnya sleep spindles. Pada tahap tidur keempat hanya gelombang lambat saja tanpa atau tanpa sleep spindles. Keadaan fisik pada tahap ketiga dan keempat ini adalah lemah lunglai, karena tonus otot sangat rendah. Pada tahap tidur kelima, tonus

(4)

otot meninggi kembali, terutama otot-otot rahang bawah. Bahkan otot-otot anggota gerak dan badan dapat mengalami kejang. Bola mata yang selama tahap ketiga dan keempat berhenti bergerak, pada tahap kelima mulai bergerak kembali dengan kecepatan tinggi. Karena itu tahap tidur kelima dinamakan Rapid Eye Movement Sleep (REMS) atau paradoxal sleep.

Tahap tidur pertama sampai keempat dimana gerak bola mata tidak secepat sewaktu tahap kelima dinamakan Non Rapid Eye Movement Sleep (NREMS). Selama tidur malam berlangsung rata-rata 7 jam, kedua macam tidur itu, yaitu REMS dan NREMS, berselingan 4-6 kali apabila seseorang kurang cukup mengalami REMS, maka esok harinya ia akan menunjukkan kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang dapat mengendalikan emosinya, nafsu makan bertambah dan nafsu birahi pun lebih besar. Sedangkan jika NERMS kurang cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit (Mardjono, 2008).

b. Fisiologi tidur

Tubuh manusia sudah diatur sedemikian rupa, sehingga setiap orang memiliki waktunya sendiri untuk beristirahat dan memperkuat diri kembali, selama tidur otot-otot kita relaks dan system saraf kita dipulihkan dari ketegangan yang membenaninya (Chopra, 2008).

(5)

Fisiologi tidur dapat diterangkan melalui gambaran aktivitas sel-sel otak selama tidur. Aktivitas tersebut dapat direkam melalui gelombang otak pada elektroensefalogram (EEG), gerakan mata pada Elektrookulogram (EOG) dan tonus otot pada Elektromiogram (EMG) (Potter dan Perry, 2006).

Kebutuhan dan pola tidur normal, durasi dan kualitas tidur beragam diantara orang-orang dari semua kelompok usia. Seseorang mungkin meras cukup istirahat dengan 4 jam tidur, sementara yang lain membutuhkan 10 jam tidur (Potter dan Perry, 2006).

Lama tidur yang dibutuhkan seseorang tergantung pula pada usia. Semakin tua usia seseorang, semakin sedikit pula lama tidur yang dibutuhkan. Dibawah ini pola tidur berdasarkan tingkat usia/ perkembangan:

1) Bayi Baru Lahir

Tidur 14-18 jam/ hari, pernafasan teratur, gerak tubuh sedikit, tidur NREM, siklus tidur 45-60 menit.

2) Bayi

Tidur 12-14 jam/hari, tidur REM mungkin tidur sepanjang malam.

(6)

3) Tahap Merangkak (1-3 tahun)

Tidur sekitar 11-12 jam/hari, tidur REM, tidur sepanjang malam dan tidur siang.

4) Pra Sekolah (3-6 tahun)

Tidur sekitar 11 jam/ hari, tidur REM. 5) Akil Balik

Tidur sekitar 7-8,5 jam/ hari, tidur REM. 6) Dewasa Muda

Tidur 7-8 jam/ hari, tidur REM. 7) Dewasa Pertengahan

Tidur 7-8 jam/ hari, tidur REM, mungkin mengalami insomnia dan sulit untuk dapat tidur.

8) Dewasa Tua (diatas 60 tahun)

Tidur sekitar 6 jam/hari tidur REM, mungkin mengalami insomnia dan sering bangun/ terjaga sewaktu tidur (Priharjo, 1996).

(7)

c. Mekanisme Tidur

Tidur normal dibagi menjadi dalam 2 tahap yakni: 1. Non Rapid Eye Movement (NERM)

2. Rapid Eye Movement (REM)

Kedua status ini berbeda berdasarkan kumpulan-kumpulan parameter fisiologis. NERM ditandai oleh denyut jantung dan frekuensi pernafasan yang stabil dan lambat serta tekanan darah yang rendah. NERM adalah tahap tidur yang tenang. REM ditandai dengan gerakan mata yang cepat dan tiba-tiba, peningkatan aktivitas saraf otonom dan mimpi. Pada tidur REM terdapat fluktuasi luas dari tekanan darah, denyut nadi dan frekuensi nafas. Keadaan ini disertai dengan penurunan tonus otot dan peningkatan aktivitas otot inovolunter. REM disebut juga aktivitas otak yang tinggi dalam tubuh yang lumpuh atau tidur paradoks (Rachman, 2007).

Tidur REM tidak berdiri sendiri, selalu disuperimposisikan pada tidur gelombang lambat. Pada tidur yang normal, masa tidur REM berlangsung 5-20 menit, rata-rata timbul setiap 90 menit dengan periode pertama terjadi 80-100 menit setelah seseorang tidur. Tidur REM menghasilkan pola EEG yang menyerupai tidur NERM tingkat I dengan gelombang beta, disertai mimpi aktif, tonus otot sangat rendah, frekuensi jantung, nafas tidak teratur (ciri dalam keadaan mimpi), terjadi gerakan otot yang tidak teratur

(8)

(pada mata menyebabkan gerakan bola mata yang cepat atau “rapid eye movement”), dan lebih sulit dibandingkan daripada tidur gelombang lambat.

Tidur NERM secara umum meliputi 80% dari seluruh waktu tidur, sedangkan tidur REM lebih kurang 20%. Menurut Hobson dan Mc. Carley tidur NERM dan REM merupakan siklus yang berlangsung selama periode tidur. tidur NERM disebabkan menurunnya aktivitas neuron monoaminergik yang aktif pada waktu bangun dan menekan aktivitas neuron kolinergik. Tidur REM disebabkan inaktivitas neuron monoaminergik sehingga memicu aktivitas neuron kolinergik (Rachman, 2007).

d. Pengaturan Mekanisme Tidur dan Bangun

Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistem ARAS (Ascending Reticulary activty system). Bila aktivitas ARAS ini meningkat maka orang tersebut dalam keadaan sadar. Aktivitas ARAS menurun, maka orang tersebut dalam keadaan tidur. Aktivitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmiter, seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kolinergik, histaminergik (Czeiler, 2000).

1) Sistem Serotoninergik

Hasil serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino tritofan. Dengan bertambahnya jumlah tritofan, maka maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat

(9)

sehingga menimbulkan efek kantuk/ tidur. bila serotonin dan tritofan terhambat pembentukannya, maka akan terjadi keadaan tidak bisa tidur atau terjaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak serotogenik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak yang mana terdapat hubungan aktivitas serotonis di nukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.

2) Sistem Adrenergik

Neuron-neuron terbanyak mengandung norepineprin terletak dibadan sel nukleus careleus di batang otak. Kerusakan neuron pada lokus careleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktivitas neuron noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan jaga. 3) Sistem Kolinergik

Menurut Sitram dkk, (1976) dalam (Japardi, 2002) membuktikan dengan pemberian prostigimin intravena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kolinergik ini, mengakibatkan aktivitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktivitas kolinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat anti kolinergik (scopolamine) yang mengahambat

(10)

pengeluaran kolinergik dari lokus careleus maka tampak gangguan pada fase awal dan penurunan REM.

4) Sistem Histaminergik

Pengaruh histamin sangat sedikit dalam mempengaruhi tidur seseorang.

5) Sistem Hormon

Pengaruh hormon dalam siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti Adrenal Corticothropin Hormon (ACTH), Growth Hormon (GH), Thyroid Stimulating Hormon (TSH), dan Luteinizing Hormon (LH). Hormon-hormon ini masing-masing disekresi secara teratur memepengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepineprin, dopamin, serotonin, yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.

e. Gangguan Tidur 1) Definisi

Gangguan tidur merupakan suatu kumpulan kondisi yang dicirikan dengan adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada seorang individu. Pada kelompok remaja, kurangnya durasi tidur juga dapat terjadi akibat adanya perubahan gaya hidup. Kualitas tidur inadekuat adalah fragmentasi dan terputusnya tidur akibat periode singkat terjaga di malam hari yang sering dan berulang.

(11)

Gangguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita yang berkunjung ke tempat praktik. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya atau miskin, berpendidikan tinggi atau rendah, maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada orang usia lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologikanya, daya tahan tubuh menurun, serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang berkonsentrasi, kelelahan yang akhirnya mengakibatkan pengaruh keselamatan bagi diri sendiri atau orang lain.

Menurut beberapa penelitian gangguan tidur yang berkepanjangan mengakibatkan 2,5 kali lebih sering mengalami kecelakaan mobil, dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup. Didalam praktik sehari-hari, kecenderungan untuk menggunakan obat hipnotik, tanpa menentukan dahulu penyebab yang mendasari penyakitnya, sehingga sering menimbulkan masalah yang baru akibat penggunaan obat yang tidak adekuat. Melihat hal diatas, jelas bahwa gangguan tidur merupakan masalah kesehatan yang akan dihadapi pada tahun-tahun yang akan datang (Japardi, 2002).

(12)

f. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Tidur

Menurut Potter dan petry (2006), mengemukakan ada 4 faktor yang mempengaruhi tidur yaitu:

1) Faktor fisiologis

Tidur adalah proses fisiologis yang bersiklus dan bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan. Siklus tidur dan terjaga mempengaruhi dan mengatur fungsi fisiologis dan respon perilaku.

2) Faktor psikologis

Kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat mengganggu tidur. stres emosional menyebabkan seseorang menjadai tegang dan seringkali mengarah frustasi apabila tidak tidur. stres juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras untuk tidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur. stres yang berlanjut dapat menyebabkan kebiasaan tidur yang buruk. Faktor psikologis juga memegang peranan utama terhadap kecenderungan insomnia. Hal ini disebabkan oleh ketegangan pikiran seseorang terhadap sesuatu yang kemudian mempengaruhi sytem saraf pusat sehingga kondisi fisik senantiasa siaga ( Shelindha, 2006).

3) Faktor lingkungan

Seseorang orang memerlukan lingkungan tidur yang nyaman dan ventilasi yang baik. Faktor gaya hidup

(13)

Rutinitas harian seseorang mempengaruhi kualitas tidur. individu yang bekerja sering kali mempunyai kesulitan menyesuaikan perubahan jadwal tidur. jam internal tubuh diatur pukul 22.00 WIB, tetapi sebaliknya jadwal kerja memaksa untuk tidur pada pukul 9 pagi. Individu mampu utnuk tidur hanya selama 3-4 jam karena tubuh mempersepsikan bahwa ini adalah waktu terbangun dan aktif. Kualitas tidur yang baik dimalam hari harus benar-benar memperhatikan pola hidup sehari-hari. Banyak hal yang mempengaruhi terbentuknya pola tidur, seperti kebiasaan makan, program diet, kebiasaan sehari-hari juga kebiasaan tidur itu sendiri (Hirawan, 2007).

g. Etiologi dan Klasifikasi

Menurut International Classification of Sleep disorders, gangguan tidur terbagi atas:

1) Dissomnia

Adalah sutau keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran untuk tidur (failling as sleep), mengalami gangguang selama tidur (difficulty in staying as sleep), bangun terlalu dini atau kombinasi diantaranya.

Dissomnia dibagi menjadi 5 bagian, yaitu: (1) Gangguan tidur spesifik

(14)

b. Gangguan gerakan anggota gerak badan secara periodik/ mioklonus noktural.

c. Sindroma kaki gelisah d. Gangguan bernafas saat tidur e. Pasca trauma kepala

(2) Gangguan tidur sirkadian

Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu gangguan dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang dikehendaki, walupun jumlah tidurmya tetap. Gangguan ini sangat berhubungan dengan irama tidur sirkadian normal. Faktor-faktor yang berperan dala pengaturan sirkadian antara lain temperatur badan, plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikis. Dalam keadaan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidur-bangun, dimana seperitga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk bangun/ aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami pergeseran. Menurut beberapa penenlitian, terjadi pergeseran irama sirkadian antara onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur yang irreguler. Perubahan secara organik yang dapat menyebabkan gangguan irama sirkadian adalah tumor pineal.

(15)

Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua bagian:

a) sementara b) menetap

(3) lesi susunan saraf pusat

lesi batang otak atau bulbus dapat mengganggu selama tidur. hal ini merupakan gangguan tidur organik. Feldmen, Wilkus, dkk menemukan gangguan fase tidur pada lesi atau trauma daerah ventral pons, yang mana fase 1 dan 2 menetap tetapi fase REM berkurang atau tidak ada sama sekali. Penderita chroea ditandai dengan gangguan tidur yang berat, yang diakibatkan kerusakan pada batang oatak. Penyakit seperti parkinson, chroea dan distonia, merupakan penyakit yang lebih sering timbul pada saat pasien tidur. gangguan ini lebih sering terjadi pada fase awal dan fase 1 dan jarang terjadi pada fase dalam. Pada dimensia senilis yang mengalami ganggaun tidur pada malam hari, mungkin akibat disorganisasi siklus sirkadian dan perubahan suhu tubuh. Pada penderita stroke dapat mengalami gangguan tidur. bila terjadi gangguan vaskular di daerah batang otak epilepsi seringkali terjadi pada saat tidur

(16)

pada fase NREM (stadium1-2) jarang terjaddi pada fase REM.

(4) Gangguan kesehatan

Seperti neuritis, carpal tunnel syndrome, distessia, miopati dystrophi, low back pain, gangguan metabolik seperti hipo/ hipertiroid, gangguan ginjal akut/ kronik, asma, penyakit ulkus peptikum, obstruksi saluran nafas sering mengakibatkan gangguan tidur, berupa mioklonus noktural.

(5) Obat-obatan

Gangguan tidur dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti penggunaan obat stimulan yang kronik (amfetamine, kafein, nikotin), antihipertensi, antidepresan, antiparkonson, antihistamin, antikolinergik. Obat-obat ini dapat menimbulkan terputus-putusnya fase tidur REM.

2) Parasomnia

Merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu antara bangun dan tidur.

Kasus ini sering berhubungan dengan gangguan perubahan tingkah laku dan aksi motorik potensial, sehingga sangat potensial menimbulkan angka kesakitan dan kematian.

(17)

Insiden ini sering ditemukan pada usia anak 3-5 tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau penurunan inseiden pada usia dewasa (3%).

Ada faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia, yaitu: (1) Peminum alkohol

(2) Kurang tidur (3) Stress psikososial

Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi antara bangun dan tidur. gambaran berupa aktivitas otot skletal dan perubahan sistem otonom. Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran dan diikuti aurosal dan amnsesia episode tersebut. Seringkali hal tersebut terjadi pada stadium 3 dan 4.

Parasomnia dibagi dalam 3 jenis gangguan, yakni: (1) Gangguan tidur berjalan

(2) Gangguan teror tidur

(3) Gangguan tidur berhubungan dengan fase REM. 3) Insomnia

Adalah kesukaran dalam menandai atau mempertahankan tidur, keadaan ini adalah keluhan tidur yang paling sering. Insomnia mungkin sementara atau persisten.

(18)

4) Hipersomnia

Hipersomnia bermanifestasi sebagai jumlah tidur yang berlebihan dan mengantuk (Somnolensi) yang berlebihan di siang hari.

5) Gangguan siklus tidur bangun

Gangguan irama tidur bangun disebut juga sebagai gangguan ritme sirkadian, menggambarkan keadaan pasien yang pola irama tidurnya terganggu waktu tidur dan bangunnya tidak sebagaimana lazimnya. Mekanisme alamiah ini dikenal dengan istilah ritme Circadian, yang menentukan berapa lama dan kapan kita tidur. Para peneliti, termasuk ahli saraf Louis Ptacek dari The Howard Hughes Mediacal Institute menemukan suatu kerusakan dalam gen yang dikenal sebagai Per2 yang mengatur ritme Circadian itu (Kaplan dan Sadock, 1997).

Ada bebrapa tanda klinis seseorang yang kurang tidur: a) Pasien mengungkapkan rasa capai

b) Pasien mudah tersinggung dan kurang santai c) Apatis

d) Warna kehitaman-hitaman di sekitar mata, konjungtiva merah

e) Sering kurang perhatian f) Pusing

(19)

g) Mual (Priharjo, 1996). h. Faktor Resiko

Secara umum, pria dan wanita memiliki jam tubuh yang berbeda. Pria memiliki periode sirkadian 24 jam atau 6-11 menit lebih panjang daripada wanita. Meski perbedaan itu terlihat sedikit, efeknya akan berlipat ganda setiap hari, karena memiliki jam sirkadian lebih pendek, kaum wanita tidur dan bangun lebih awal (Kompas, 2011). Dalam sebuah penelitian menunjukkan, wanita rata-rata tidur 7 jam 43 menit pada malam hari atau 19 menit lebih lama daripada pria. Wanita hanya butuh 9,3 menit untuk terlelap dan pria memerlukan waktu 23,2 menit. Artinya jam sirkadian yang panjang membuat pria sedikit lebih sulit memejamkan mata (Jeanne, 1999).

2. Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah suatu keadaan di mana tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran di saat terbangun. (Nashori, 2002; Purwanto, 2003).

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006). Kualitas tidur, menurut American Psychiatric

(20)

Association (2000), didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi.

Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur (Buysse, 1998). Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari atau efesiensi tidur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa muda adalah 80-90% (Dament 1998). Di sisi lain, Lai (2001)) menyebutkan bahwa kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang.

Kualitas tidur yang baik diperlihatkan dengan mudahnya seseorang memulai tidur saat jam tidur, mempertahankan tidur, menginisiasi untuk tidur kembali setelah terbangun di malam hari, dan peralihan dari tidur ke bangun di pagi hari dengan mudah ( Saputri, 2009).

(21)

Selain itu, menurut Hidayat (2006), kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Di bawah ini akan dijelaskan apa saja tanda fisik dan psikologis yang dialami.

a. Tanda fisik

Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing.

b. Tanda psikologis

Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.

Kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang serius, kualitas tidur yang baik seringkali terabaikan dan masih ada anggapan bahwa gangguan tidur bukan masalah yang serius. Padahal tidur merupakan kebutuhan yang penting bagi manusia (Sindo, 2008).

(22)

Kualitas tidur yang buruk memberi efek yang buruk diantaranya sakit kepala dan sulit berkonsentrasi, selain itu juga kurang tidur dapat mengganggu metabolisme tubuh. Seperti yang sudah diketahui tidur adalah proses pemulihan sel-sel tubuh. Jika proses ini terganggu tentu regenerasi sel-sel tubuh tidak akan maksimal akibatnya tubuh menjadi lemas dan rentan terhadap penyakit (Sunny, 2008).

Kebutuhan waktu tidur bagi setiap orang adalah berlainan, tergantung pada kebiasaan yang dibawa selama perkembangannya menjelang dewasa, aktivitas pekerjaan, usia, kondisi kesehatan dan lain sebagainya. Kebutuhan tidur pada dewasa 6-9 jam untuk menjaga kesehatan, usia lanjut 5-8 jam untuk menjaga kondisi fisik karena usia yang semakin senja mengakibatkan sebagian anggota tubuh tidak dapat berfungsi optimal, maka untuk mencegah adanya penurunan kesehatan dibutuhkan energi yang cukup dengan pola tidur yang sesuai (Lumbantobing, 2004).

Waktu tidur yang kurang dari kebutuhan dapat mempengaruhi sintesis protein yang berperan dalam memperbaiki sel–sel yang rusak menjadi menurun. Kelelahan, meningkatnya stress kecemasan serta kurangnya konsentrasi dalam aktivitas sehari–hari adalah akibat yang sering terjadi apabila waktu tidur tidak tercukupi. Tidur malam yang berlangsung dengan rerata 7 jam, terdiri dari 2 macam kondisi yaitu REM dan NREM yang bergantian selama 4–6 kali. Seseorang yang

(23)

kurang cukup menjalani tidur jenis REM maka esok harinya akan menunjukkan kecenderungan untuk hiperaktif, kurang dapat mengendalikan diri dan emosinya, nafsu makan bertambah. Tidur NREM yang kurang cukup, akan mengakibatkan esok harinya keadaan fisik menjadi kurang gesit (Potter & Perry, 2005). Indeks kualitas tidur: berdasarkan total jam tidur, waktu untuk memulai tidur, frekuensi terbangun pada malam hari, perasaan segar ketika bangun dipagi hari, kedalaman tidur, dan rasa mengantuk disiang hari (Bukit, 2003).

The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan instrumen yang efektif digunakan untuk mengukur kualitas tidur dan pola tidur. Digunakan untuk membedakan antara yang mencukupi dan yang kurang tidurnya pada waktu sebulan. PSQI dapat digunakan baik untuk penilaian awal dan berkelanjutan di seluruh bidang kesehatan. Skala ini telah digunakan terutama di negara-negara yang berbahasa Inggris, dengan baru-baru ini di Cina dan Jepang (Smyth, 2009).

Kualitas tidur adalah fenomena kompleks yang tercakup di PSQI yang telah dikembangkan untuk mengukur kualitas tidur dan untuk membedakan antara yang tercukupi kebutuhan dan yang kurang tercukupi kebutuhan tidurnya. Pengukuran ini meliputi tujuh bidang : subjektif kualitas tidur, kedalaman tidur, lama tidur, efisiensi biasa tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, gangguan fungsi pada siang hari selama sebulan. PSQI dapat digunakan untuk semua

(24)

populasi di seluruh dunia karena telah didukung validitas dan reabilitas (Buysse, 2009).

Komponen kualitas tidur:

Kualitas tidur dapat diukur dengan menggunakan PSQI yang terdiri dari tujuh komponen, yaitu:

1. Kualitas tidur

Evaluasi kualitas tidur secara subjektif merupakan evaluasi singkat terhadap tidur seseorang tentang apakah tidurnya sangat baik atau sangat buruk.

2. Latensi tidur

Latensi tidur adalah durasi mulai dari berangkat tidur hingga tertidur. Seseorang dengan kualitas tidur baik menghabiskan waktu kurang dari 15 menit untuk dapat memasuki tahap tidur selanjutnya secara lengkap. Sebaliknya, lebih dari 20 menit menandakan level insomnia yaitu seseorang yang mengalami kesulitan dalam memasuki tahap tidur selanjutnya. 3. Durasi tidur

Durasi tidur dihitung dari waktu seseorang tidur sampai terbangun di pagi hari tanpa menyebutkan terbangun pada tengah malam. Orang dewasa yang dapat tidur selama lebih dari 7 jam setiap malam dapat dikatakan memiliki kualitas tidur yang baik. 4. Efisiensi kebiasaan tidur

(25)

Efisiensi kebiasaan tidur adalah rasio persentase antara jumlah total jam tidur dibagi dengan jumlah jam yang dihabiskan di tempat tidur. Seseorang dikatakan mempunyai kualitas tidur yang baik apabila efisiensi kebiasaan tidurnya lebih dari 85%.

5. Gangguan tidur

Gangguan tidur merupakan kondisi terputusnya tidur yang mana pola tidur-bangun seseorang berubah dari pola kebiasaannya, hal ini menyebabkan penurunan baik kuantitas maupun kualitas tidur seseorang.

6. Penggunaan obat

Penggunaan obat-obatan yang mengandung sedatif mengindikasikan adanya masalah tidur. Obat-obatan mempunyai efek terhadap terganggunya tidur pada tahap REM. Oleh karena itu, setelah mengkonsumsi obat yang mengandung sedatif, seseorang akan dihadapkan pada kesulitan untuk tidur yang disertai dengan frekuensi terbangun di tengah malam dan kesulitan untuk kembali tertidur, semuanya akan berdampak langsung terhadap kualitas tidurnya.

7. Disfungsi di siang hari

Seseorang dengan kualitas tidur yang buruk menunjukkan keadaan mengantuk ketika beraktivitas di siang hari, kurang antusias atau perhatian, tidur sepanjang siang, kelelahan, depresi,

(26)

mudah mengalami distres, dan penurunan kemampuan beraktivitas.

5. Perubahan Tekanan Darah a. Pengertian Tekanan Darah

Tekanan darah adalah kuatnya darah menekan dinding pembuluh darah saat dipompa dari jantung ke seluruh pembuluh jaringan, fungsi tekanan darah mengalirkan darah ke seluruh tubuh dengan demikian semua organ-organ penting mendapatkan O2 dan gizi yang dibawa oleh darah (Soeharto, 2004).

Tekanan darah adalah menunjukan keadaan dimana tekanan yang dikenakan oleh darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh. Tekanan darah dapat dilihat dengan mengambil 2 ukuran dan berikutnya biasanya ditunjukan dengan angka seperti berikut 120/80 mmHg. Angka 120 menunjukan tekanan darah pada pembuluh arteri ketika jantung berkontraksi disebut dengan tekanan sistolik. Angka 80 menunjukan ketika jantung sedang berelaksasi disebut dengan tekanan diastolik. Sikap yang paling baik dalam mengukur tekanan darah adalah berbaring dan duduk (Yayasan jantung Indonesia, 2009).

(27)

Penilaian tekanan darah normal berdasarkan umur: Tabel 2.1 Penilaian Tekanan Darah Berdasarkan Umur

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Bayi (6-12 bln) Anank-anak (1-5 th) Remaja (12-17 th) Dewasa (18-30 th) Usia tua (50 th keatas)

70-90 80-90 90-100 110-125 130-150 50 60 60 60-70 80-90 Sumber: hidayat, 2004.

Tabel 2.2 Klasifikasi hipertensi menurut WHO-ISH Klasifikasi Sistolik

(mmHG)

Diastolik (mmHg) Tekanan darah optimal

Tekanan darah normal Tekanan darah normal tinggi Hipertensi ringan Hipertensi sedang Hipertensi berat <120 120-129 130-139 140-159 160-179 >180 <80 80-84 85-89 90-99 100-109 >110 Sumber : (Erik, 2004).

Tabel 2.3 Klasifikasi hipertensi menurut JNC7 ( The Seventh Report of The Joint National Committe on Prevention)

Klasifikasi Sistolik

(mmHg)

Diastolik (mmHg) Tekanan darah normal

Prehipertensi Hipertensi derajat 1 Hipertensi derajat 2 <120 120-139 140-159 ≥160 <80 80-89 90-99 ≥100 Sumber: (Yogiantoro, 2006)

b. Cara Pengukuran Tekanan Darah

Peningkatan tekanan darah sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi esensial, sehingga perlu dikatakan pengukuran secara akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran. Pengukuran sebaiknya dilakukan pada penderita dengan cukup istirahat, sedikitnya setelah 5 menit berbaring, dan

(28)

dilakukan pengukuran pada posisi berbaring, duduk dan berdiri, sebanyak 3-4 kali pemeriksaan, dengan interval antara 5-10 menit ukuran manset dapat mempengaruhi hasil. Sebaiknya lebar manset 2/3 kali panjang lengan. Manset dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHG atau denyut jantung. Tekanan sistolik dicatat pada saat terdengar bunyi yang pertama. Sedangkan tekanan diastoliknya dilakukan kedua tangan pada posisi duduk, berbaring, dan berdiri (Sidabutar dan Wiguno, 2001).

6. Tekanan Darah Tinggi a. Definisi

Hipertensi diambil dari bahasa inggris “Hypertension”, kata “Hypertension” itu sendiri diambil dari bahasa latin “Hyper” dan “Tension”, “Hyper” berarti super atau luar biasa dan “Tension” berarti tekanan atau tegangan. Dalam bahasa kedokteran digunakan untuk menyebut penyakit tekanan darah tinggi (Soeharto, 2004).

Menurut Budiyono (2002), hipertensi adalah penyakit dengan tanda adanya gangguan tekanan darah baik tekanan darah sistolik dan tekanan diastolik yang naik di atas ukuran tekanan darah normal. Tekanan darah sistolik (angka atas) adalah tekanan puncak yang mencapai ketika jantung berkontraksi dan memompakan darah keluar arteri. Tekanan darah diastolik (angka

(29)

bawah diambil ketika tekanan jatuh ketitik rendah saat jantung rileks dan mengisi darah kembali.

Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus-menerus sehingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90 mmHg. Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak output (Setyono, 2001).

Hipertensi atau yang sering disebut dengan tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh dimana tekanan darah lebih dari normal. Hipertensi sering kali disebut dengan pembuluh gelap (silent killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai gejala-gejala dahulu sebelum serangan (Sustrany, 2004).

Definisi hipertensi pada anak dan remaja tidak dapat disebut dengan satu angka, karena nilai tekanan darah normal bervariasi pada berbagai usia.

b. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu (Mansjoer, 2001):

1) Hipertensi primer (esensial)

Merupakan suatu jenis hipertensi yang tidak diketahui dengan pasti penyebab spesifiknya, disebut juga sebagai hipertensi

(30)

idiopatik. Terdapat sekitar 90-95% kasus yang ditemukan. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi primer seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekresi Na dan Ca intraseluler. Dan faktor-faktor yang menyebabkan resiko hipertensi seperti, obesitas, konsumsi alkohol, merokok, dan kelainan darah (polisetamia).

2) Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terjadi pada 5-10% yang penyebab fisiknya sudah diketahui, yaitu gangguan hormonal, penyakit jantung, diabetes ginjal, penyakit pembuluh darah atau juga berhubungan dengan kehamilan (Susantry, 2004).

c. Tanda dan Gejala

Mayoritas tanda dan gejala pada hipertensi yaitu: 1) Sakit kepala 2) Kelelahan 3) Mual 4) Muntah 5) Sesak nafas 6) Gelisah

7) Pandangan kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.

(31)

8) Sakit tengkuk 9) Pitam atau pingsan 10) Perdarahan pada hidung 11) Wajah kemerahan 12) Pada pemeriksaan fisik,

Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus).

d. Faktor Resiko

Faktor yang tidak dapat diubah antara lain: 1) Umur :

Semakin bertambahnya umur, semakin besar pula resiko terkena tekanan darah tinggi, terutama sistolik. Hal ini sebagian besar disebabkan arterisklerosis (Tempo, 2012).

2) Ras :

Remaja berkulit hitam kecenderungan lebih besar terkena tekanan darah tinggi dari pada remaja berkulit putih. Hal tersebut juga dapat muncul dengan kemungkinan lebih besar pada usia muda dan berkembang menjadi komplikasi yang parah dan lebih cepat. Perbedaan tekanan darah pada remaja

(32)

putri kulit hitam dan kulit putih dihubungkan dengan adanya perbedaan

maturitas.

3) Status sosial dan ekonomi:

Tekanan darah tinggi lebih umum pada mereka yang berpendidikan rendah dan kelompok sosial ekonomi menengah kebawah.

4) Riwayat keluarga atau keturunan:

Kecenderungan untuk mengalami tekanan darah tinggi muncul pada orang-orang yang mempunyai riwayat keluarga menderita tekanan darah tinggi. Keluarga yang mempunyai riwayat hipertensi, mempunyai kecenderungan yang besar bagi keturunannya menderita hipertensi. Sebanyak 60% penderita hipertensi didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarganya, walaupun hal ini belum dapat memastikan diagnosa hipertensi. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi lebih besar (Tjokronegoro, 2001). 5) Jenis kelamin:

Pada umunya lebih mudah terkena hipertensi pada pria karena pria lebih rentan terkena stres, kelelahan dan pola makan yang tidak terkontrol, tetapi wanita juga lebih rentan terkena hipertensi setelah masa menopause (Best Indonesi, C, 2006). Tekanan darah remaja laki-laki lebih tinggi dibanding

(33)

perempuan. Sinaiko dkk dalam penelitiannya terhadap murid SLTP di Minnesota, Minneapolis, menemukan secara signifikan tekanan darah remaja laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan.

Faktor yang dapat diubah, antara lain: 1) Kegemukan atau obesitas

Obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan timbulnya hipertensi dikemudian hari. Belum diketahui mekanisme yang pasti yang dapat menjelaskan hubungan obesitas dengan hipertensi primer. Pada penyelidikan dibuktikan bahwa curah jantung dan volume darah sirkulasi pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang setara. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf, simpatis meningkat dengan aktivitas renis plasma yang rendah (Tjokronegoro, 2001).

2) Sensivitas sodium (garam)

Beberapa orang memilki kepekaan tinggi terhadap sodium (garam), dan tekanan darah mereka akan meningkat jika mereka mengkonsumsi garam. Mengurangi konsumsi garam cenderung mengurangi tekanan darah. Makanan

(34)

yang cepat saji merupakan makanan yang mengandung sodium yang cukup tinggi. Banyak obat-obatan analgesik juga mengandung sodium dalam kadar lebih rendah. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Tjokronegoro, 2001).

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa pengurangan konsumsi garam dapat menurunkan tekanan darah sistolik rata-rata 3-5 mmHg, dengan efek yang lebih besar pada orang tua yang menderita hipertensi berat. Namun penelitian Howe dkk terhadap remaja, tidak dapat membuktikan suatu dampak penurunan tekanan darah setelah melakukan pengurangan konsumsi garam dalam makanan. Pada remaja, sensitivitas terhadap garam/sodium muncul bersamaan dengan faktor-faktor predisposisi dan risiko hipertensi lainnya, termasuk ras, riwayat keluarga hipertensi dan obesitas, sehingga bukan merupakan suatu faktor penyebab hipertensi yang berdiri sendiri.

3) Konsumsi alkohol

Minum lebih dari satu sampai dua kali minuman alkohol perhari cenderung akan meningkatkan tekanan darah pada orang yang sensitif terhadap alkohol. Akohol dapat

(35)

mengurangi kemampua pompa jantung dan membuat pengobatan menjadi kurang efektif (Bangun, 2002).

4) Penggunaan pil kontrasepsi

Beberapa wanita yang menggunakan pil kontrasepsi meningkat resikonya terkena tekanan darah tinggi.

5) Kurangnya latihan atau aktivitas fisik

Sebuah gaya hidup tak berpindah-pindah kontribusi untuk perkembangan kegemukan dan tekanan darah.

6) Obat

Beberapa obat seperti amphetamin (stimulan), diet pil dan beberapa pil yang digunakan untuk keadaan dingin dan gejala alergi, cenderung untuk meningkatkan tekanan darah.

e. Komplikasi

Penyakit serebrovaskular dan penyakit arteri coroner merupakan penyebab kematian paling sering pada penderita hipertensi (Kumar et al, 2005). Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah: 1) Jantung

a) Hipertrofi ventrikel kiri

b) Angina atau infark miokardium c) Gagal jantung

(36)

2) Otak (strok atau Transient Ischemic Attack) 3) Penyakit ginjal kronis

4) Penyakit arteri perifer 5) Retinopati

Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanandarah pada organ, atau karena efek tidur langsung, antara lain adanya antibodi terhadap reseptor AT1 angiotensin II, stres oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target. Adanya kerusakan organ target, terutaman pada jantung dan pembuluh darah, akan memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas penyakit kardiovaskular (Yogiantoro, 2006).

7. Tekanan Darah Rendah

Tekanan darah rendah adalah kondisi abnormal dimana tekanan darah seseorang jauh lebih dari pada biasanya. Yang dapat menyebabkan gejala pusing/tidak bisa berpikir secara jernih atau bergerak dengan mantap (light headedness). Jika tekanan darah terlampau rendah, aliran darah ke jantung, otak, dan organ vital lainnya tidak cukup.

(37)

Penyebab tekanan darah rendah antara lain ”hipotensi ortostatik”. Seharusnya pembuluh darah berespon terhadap gravitasi dengan kontraksi (menyempit), dan dengan demikian dapat meningkatkan tekanan darah, jika kita berdiri dari posisi duduk atau berbaring. ”Hipotensi ortostatik” berarti bahwa pembuluh darah tidak disesuaikan diri terhadap posisi berdiri, sehingga terjadi penurunan tekanan darah. Penyebab ”hipotensi orostatik” meliputi: penyakit sistem saraf, seperti neuropati, istirahat di tempat tidur dalam waktu yang lama , irama jantung yang tidak teratur, penyakit kencing manis, dimana kerusakan saraf mengganggu refleks yang mengontrol tekanan darah. Penyebab tekanan darah rendah lainnya adalah dehidrasi (kekurangan cairan), reaksi tubuh terhadap panas, sehingga darah berpindah ke pembuluh kulit, sehingga memicu dehidrasi, gagal jantung, serangan jantung, perubahan irama jantung, pingsan (stres

emosional, takut, rasa tidak aman/nyeri), anafilaksis (reaksi alergi yang menancam jiwa), donor darah, perdarahan di dalam tubuh, kehilangan

darah, kehamilan, etherosklerosis (pengerasan dinding arteri) (Boedhi-Darmojo, 2001).

Tanda dan gejala tekanan darah rendah yaitu seseorang yang mengalami tekanan darah rendah umumnya akan mengeluhkan keadaan sering pusing, sering menguap, penglihatan terkadang dirasakan kurang jelas (kunang-kunang) terutama sehabis duduk lama lalu berjalan, keringat dingin, merasa cepat lelah tak bertenaga, bahkan

(38)

mengalami pingsan yang berulang. Pada pemeriksaan secara umum detak/denyut nadi teraba lemah, penderita tampak pucat, hal ini disebabkan suplai darah yang tidak maksimum keseluruh jaringan tubuh.

Volume (jumlah) darah berkurang. Hal ini dapat disebabkan oleh perdarahan yang hebat (luka sobek,haid berlebihan/abnormal), diare yang tak cepat teratasi, keringat berlebihan, buang air kecil atau berkemih berlebihan.

Kapasitas pembuluh darah. Pelebaran pembuluh darah (dilatasi) menyebabkan menurunnya tekanan darah, hal ini biasanya sebagai dampak dari syok septik, pemaparan oleh panas, diare, obat-obat vasodilator (nitrat, penghambat kalsium, penghambat ACE) (Yugiantoro, 2006).

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi tekanan darah renda (hipotensi), diantaranya :

1) Minum air putih dalam jumlah yang cukup banyak antara 8 hingga

10 gelas per hari, sesekali minum kopi agar memacu peningkatan degup jantung sehingga tekanan darah akan meningkat.

2) Mengkonsumsi makanan yang cukup mengandung kadar garam

3) Berolah raga teratur seperti berjalan pagi selama 30 menit, minimal

(39)

8. Remaja

WHO mendefinisikan remaja (adolescent) sebagai individu berusia 10 sampai 19 tahun dan dewasa muda (youth) 15 sampai 24 tahun. Dua kelompok umur yang tumpang-tindih ini digolongkan sebagai pemuda (young people) yang mencakup usia 10 sampai 24 tahun. Secara garis besar, fase remaja dibagi menjadi tiga periode penting, yaitu fase awal, pertengahan, dan lanjut; yang masing-masing memiliki karakteristik dalam hal biologis, psikologis, dan isu sosial. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita, 2006).

9. Hubungan Kualitas Tidur dengan Tekanan Darah

Ketika individu sedang terjaga, pompa jantung akan lebih cepat untuk mengalirkan darah di sekitar. Selama tidur, tubuh tidak mengalirkan darah yang banyak, sehingga denyut jantung melambat dan hati mendapat waktu istirahat yang sangat dibutuhkan. Tanpa waktu istirahat yang cukup, otot jantung akan lelah. Karena jantung harus bekerja keras, menyebabkan peningkatan tekanan darah atau

(40)

mungkin penebalan otot jantung, yang dapat menyebabkan masalah jantung lebih serius. Kualitas dan kuantitas tidur dapat mempengaruhi proses hemostasis dan bila proses ini terganggu, dapat menjadi salah satu faktor meningkatnya risiko penyakit kardiovaskular.

Gangguan tidur yang terjadi secara terus-menerus dapat menyebabkan perubahan fisiologis tubuh dimana keseimbangan antara pengaturan system saraf simpatis dan parasimpatis terganggu. System simpatis akan ditingkatkan sehingga memicu terjadinya peningkatan tekanan darah pada orang yang mengalami gangguan tidur tersebut. Sebaliknya, aktivitas system parasimpatis diturunkan (Wendy, 2007).

(41)

B. Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka menurut Potter dan Perry (2006) maka dapat disusun kerangka teori sebagai berikut:

Kerangka teori hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi tekanan darah: 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Faktor Genetik 4. Ras 5. Gaya hidup Yang mempengaruhi kualitas

tidur:

1. kualitas tidur yang subjektif

2. masa laten tidur 3. lama waktu tidur 4. habitual sleep efficiency 5. gangguan tidur

6. penggunaan obat tidur 7. gangguan disiang hari

dalam waktu seminggu yang lalu.

(42)

C. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat

Variabel Pengganggu

Keterangan: Diteliti : Tidak Diteliti :

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Faktor yang mempengaruhi tekanan darah: 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Faktor Genetik 4. Ras 5. Gaya hidup Tekanan Darah - Rendah - Normal - Tinggi Kualitas Tidur - Baik - Cukup - Kurang

(43)

D. Hipotesa

Hipotesa dalam penelitian ini adalah “ ada hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada remaja putra”.

Gambar

Tabel 2.1 Penilaian Tekanan Darah Berdasarkan Umur
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Semua Orang Laut generasi pertama di Bentam yang saya temui menyebutkan Soentaram—petinggi Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) dan pensiunan pejabat Kantor Bea

Petunjuk pelaksanaan pemberian hibah kepada satuan pendidikan se- Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2009 sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (3)

Pada siang hari total kendaraan mengalami penurunan pada pagi hari, hal ini di tunjukan dengan jumlah kendaraan paling tinggi yang melalui JRB berada pada segmen JRB.4

Dari hasil wawancara tidak terstruktur yang dilakukan, observasi non partisipan yang dilakukan serta dokumentasi maka akan didapatkan jawaban dari

Nilai harapan dari variansi proses adalah rata-rata bobot variansi proses dari tipe- tipe individual, dengan probabilitas awal sebagai bobot maka besar nilai harapan dari

Pengaruh pelatihan berpikir positif pada efikasi diri akademik mahasiswa studi eksperimen pada mahasiswa fakultas psikologi UNDIP Semarang.. Hubugan tingkat kecemasan

[r]

Perilaku kerja yang sesuai dengan perannya yaitu prilaku yang menunjukkan bahwa karyawan melakukan pekerjaan hanya sesuai dengan tugas yang ada dalam deskripsi kerja,