• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR TERBUKA DI RUANG TRAUMA CENTER RSUP DR. M. DJAMIL PADANG KARYA TULIS ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR TERBUKA DI RUANG TRAUMA CENTER RSUP DR. M. DJAMIL PADANG KARYA TULIS ILMIAH"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR TERBUKA

EKSTREMITAS BAWAH DENGAN GANGGUAN CITRA TUBUH

DI RUANG TRAUMA CENTER RSUP DR. M. DJAMIL

PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

DWIRA MAYORIN 153110205

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG JURUSAN KEPERAWATAN

(2)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR TERBUKA

EKSTREMITAS BAWAH DENGAN GANGGUAN CITRA TUBUH

DI RUANG TRAUMA CENTER RSUP DR. M. DJAMIL

PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar ahli madya

DWIRA MAYORIN 153110205

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2018

(3)
(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dwira Mayorin

NIM : 153110205

Tempat Tanggal Lahir : Bukittinggi, 19 Agustus 1997

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Suku : Minang

Alamat : Jl. Setia Budi no. 9 Bukittinggi

Nama Ayah : Yunaldi

Nama Ibu : Mahdaleni

Riwayat Pendidikan

No Jenis Pendidikan Tempat Pendidikan Tahun

1 TK TK Negeri Pertiwi Bukittinggi 2002-2003

2 SD SD Negeri 01 Benteng Bukittinggi 2003-2006

SD Negeri 02 Percontohan Bukittinggi 2006-2009

3 SMP SMP Negeri 4 Bukittinggi 2009-2012

4 SMA SMA Negeri 3 Teladan Bukittinggi 2012-2015

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur Terbuka Ekstremitas Bawah dengan Gangguan Citra Tubuh di Ruang Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2018”. Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar ahli madya pada Program Studi D III Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes Padang. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Selama proses penyusunan proposal ini, penulis tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Renidayati, S.Kp, M.Kep, Sp.Jiwa selaku pembimbing satu dan Bapak N. Rachmadanur, S.Kp, MKM selaku pembimbing dua yang telah menyediakan waktu, tenaga dan masukan untuk mengarahkan saya dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

2. Bapak H. Sunardi, SKM., M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Padang

3. Bapak Dr. H. Yusyirwan Yusuf, Sp. BA. MARS selaku Direktur Utama RSUP

Dr. M. Djamil Padang

4. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM. M.Biomed selaku Ketua Jurusan

Keperawatan Poltekkes Kemenkes Padang

5. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Prodi D III Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes Padang

6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Padang

(6)

7. Orangtua dan keluarga penulis yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral; dan

8. Teman-teman yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

Karya Tulis Ilmiah ini.

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan.

Padang, Juni 2018

(7)
(8)
(9)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PADANG Karya Tulis Ilmiah, Juni 2018

Dwira Mayorin

“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur Terbuka Ekstremitas Bawah dengan Gangguan Citra Tubuh di Ruang Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang”

Isi : xi + 73 Halaman, 2 Gambar, 1 Tabel, 13 Lampiran ABSTRAK

Fraktur yaitu terputusnya kontinuitas tulang yang menimbulkan perubahan fisik maupun psikologis yang menyebabkan perubahan pada aspek psikososial. Penyebab terjadinya masalah psikososial gangguan citra tubuh salah satunya akibat seperti fraktur ekstremitas bawah. Hasil penelitian Hamdani terdapat 24 orang (57%) dari 42 orang pasien fraktur ekstremitas bawah mengalami gangguan citra tubuh. Tujuan penelitian untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien fraktur ekstremitas bawah dengan gangguan citra tubuh di ruang Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang. Desain penelitian deskriptif berupa studi kasus. Penelitian dilakukan dari Oktober 2017 sampai Juni 2018. Pengambilan sampel penelitian menggunakan metode

purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan melakukan screening

terhadap 7 pasien lalu mengambil 2 pasien sesuai dengan kriteria. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, pemeriksaan fisik dan dokumentasi. Hasil penelitian pada kedua pasien didapatkan diagnosa gangguan citra tubuh, risiko harga diri rendah situasional, ketidakefektifan peforma peran dan ansietas. Intervensi dan implementasi pada kedua pasien pada diagnosa gangguan citra tubuh dan risiko harga diri rendah situasional sama, sedangkan pada pasien 1 dengan diagnosa ketidakefektifan peforma peran dan diagnosa ansietas pada pasien 2 dilakukan implementasi sesuai dengan rencana. Evaluasi keperawatan yaitu pasien sudah dapat menerima keadaan dan kondisi tubuhnya saat ini, memahami perannya pada saat sakit, tidak cemas dan mengalami peningkatan harga diri. Melalui direktur RSUP Dr.M.Djamil Padang diharapkan perawat pelaksana dapat memberikan asuhan keperawatan masalah psikososial gangguan citra tubuh pasien fraktur dengan pendekatan keperawatan jiwa secara komprehensif. Dan bagi institusi pendidikan diharapkan agar dijadikan kepustakaan dan pada peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian tentang gangguan citra tubuh pada pasien fraktur.

Kata Kunci : Gangguan Citra Tubuh, Konsep Diri, Fraktur Ekstremitas Bawah Daftar Pustaka : 36 (2007 – 2017)

(10)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... i KATA PENGANTAR ... ii LEMBAR PERSETUJUAN ... iv LEMBAR PENGESAHAN ... v ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR TABEL ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 7 C. Tujuan ... 7 D. Manfaat ... 8

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Fraktur ... 9

1. Definisi Fraktur ... 9

2. Etiologi Fraktur ... 9

3. Tipe Fraktur ... 9

4. Tanda dan Gejala Klinis Fraktur ... 10

5. Penatalaksanaan Fraktur ... 11

6. Dampak Psikososial Fraktur ... 12

B. Gangguan Citra Tubuh ... 13

1. Konsep Diri ... 13

2. Konsep Gangguan Citra Tubuh ... 15

3. Etiologi Gangguan Citra Tubuh ... 16

4. Tanda dan Gejala Gangguan Citra Tubuh ... 17

(11)

C. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur dengan Gangguan Citra Tubuh ... 20 1. Pengkajian Keperawatan ... 20 2. Diagnosa Keperawatan ... 28 3. Intervensi Keperawatan ... 29 4. Implementasi Keperawatan ... 34 5. Evaluasi Keperawatan ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A. Desain Penelitian ... 35

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

C. Populasi dan Sampel ... 35

D. Alat dan Instrumen Pengumpulan Data ... 37

E. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 37

F. Prosedur Penelitian ... 39 G. Analisis Data ... 40 BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Kasus 1. Pengkajian Keperawatan ... 41 2. Diagnosa Keperawatan ... 49 3. Intervensi Keperawatan ... 51 4. Implementasi Keperawatan ... 53 5. Evaluasi Keperawatan ... 54 B. Pembahasan 1. Pengkajian Keperawatan ... 56 2. Diagnosa Keperawatan ... 62 3. Intervensi Keperawatan ... 65 4. Implementasi Keperawatan ... 67 5. Evaluasi Keperawatan ... 69 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 72 B. Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Psikodinamika Gangguan Citra Tubuh ... 19 Gambar 2.2 Pohon Masalah Gangguan Citra Tubuh ... 28

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan Berdasarkan NOC dan NIC ... 30

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ganchart Penelitian Lampiran 2. Inform Consent

Lampiran 3. Format Screening Gangguan Citra Tubuh Lampiran 4. Format Pengkajian Keperawatan Partisipan 1 Lampiran 5. Format Pengkajian Keperawatan Partisipan 2 Lampiran 6. Surat Izin Pengambilan Data

Lampiran 7. Surat Izin Penelitian

Lampiran 8. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian Lampiran 9. Lembar Konsultasi Proposal KTI Pembimbing I Lampiran 10. Lembar Konsultasi Proposal KTI Pembimbing II Lampiran 11. Lembar Konsultasi KTI Pembimbing I

Lampiran 12. Lembar Konsultasi KTI Pembimbing II Lampiran 13. Daftar Hadir Penelitian

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Undang Undang No.18 tahun 2014 kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Kesehatan jiwa yang baik bagi individu merupakan kondisi individu tersebut terbebas dari segala jenis gangguan jiwa, dan kondisi individu dapat berfungsi secara normal dalam menjalankan hidupnya khususnya dalam menyesuaikan diri untuk menghadapi masalah-masalah yang mungkin ditemui sepanjang hidupnya.

Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO tahun 2017, terdapat sekitar 300 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta 47,5 juta orang terkena demensia. Menurut data Riskesdas (2013), prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia yaitu 1,7 per mil dan prevalensi ganggunan mental emosional dengan gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.

Masalah kesehatan jiwa dapat diakibatkan oleh berbagai hal, misalnya karena masalah fisik seperti karena kecelakaan, fraktur, amputasi, kerusakan penampilan wajah, ulkus, serta kehilangan fungsi bagian tubuh (Keliat,2013). Hasil penelitian Putri (2012) diketahui bahwa adanya hubungan antara kesehatan jiwa dan fisik, dimana pada individu yang sakit secara fisik menunjukkan adanya masalah psikis hingga gangguan jiwa. Sebaliknya, individu dengan gangguan jiwa juga menunjukkan adanya gangguan fungsi fisiknya.

(14)

Masalah kesehatan jiwa salah satunya yaitu masalah psikososial. Masalah psikososial merupakan masalah yang bersifat psikologis atau sosial yang timbul karena adanya tekanan, masalah dan perubahan dalam diri individu yang memberikan pengaruh timbal balik dan dianggap berpotensi sebagai faktor penyebab gangguan jiwa (Kemenkes, 2012).

Penyebab terjadinya masalah psikososial salah satunya akibat masalah fisik seperti fraktur ekstremitas bawah. WHO (2011), mencatat kejadian fraktur ekstremitas akibat kecelakaan lalu lintas tahun 2011 sebanyak 1,3 juta jiwa. Sebanyak 67% merupakan penduduk usia produktif. Estimasi kecelakaan lalu lintas di Indonesia per 100.000 populasi mencapai 17,7%. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, tercatat sebanyak 4.888 jiwa (5,8%) mengalami fraktur. Hal ini dapat disimpulkan bahwa masalah kesehatan akibat fraktur masih cukup besar.

Menurut Kemenkes RI (2011), dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah memiliki prevalensi yang paling tinggi diantaranya sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 16.629 orang mengalami fraktur femur, 14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia, 970 orang mengalami fraktur pada tulang-tulang kecil dikaki dan 336 orang mengalami fraktur fibula.

Tanda dan gejala pada pasien yang mengalami fraktur terbuka ekstremitas bawah yaitu adanya nyeri, deformitas, hematoma yang jelas, edema berat, terganggunya integritas integumen yang akan berisiko terjadinya infeksi dan waktu penyembuhannya lebih lama daripada fraktur tertutup. Pada pasien fraktur terbuka atau kominutif dapat ditangani dengan pemasangan traksi (fiksator) internal atau eksternal. Dengan adanya pemasangan alat, adanya keterbatasan gerak pada pasien fraktur, perawatan yang mengharuskan pasien tirah baring dalam waktu lama, kelemahan fisik, adanya luka akan dapat menimbulkan terjadinya perubahan pada konsep diri pasien salah satunya citra tubuh, walaupun tidak semua pasien fraktur

(15)

terbuka ekstremitas bawah akan mengalami gangguan konsep diri (Brunner, 2017).

Konsep diri terdiri dari harga diri, ideal diri, peran diri, identitas diri dan citra tubuh. Citra tubuh merupakan sekumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang struktur, bentuk dan fungsi tubuh (Suhron, 2017).

Gangguan citra tubuh merupakan suatu perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur, fungsi, makna, objek yang sering kontak dengan tubuh. Gangguan tersebut diakibatkan kegagalan dalam penerimaan diri akibat adanya persepsi yang negatif terhadap tubuhnya secara fisik (Muhith, 2015).

Tanda dan gejala gangguan citra tubuh seperti adanya perubahan dan kehilangan anggota tubuh, baik struktur, bentuk, maupun fungsi tubuh, pasien mengungkapkan penolakan terhadap perubahan anggota tubuh saat ini, tidak ingin melihat perubahan pada tubuh, merasa syok, marah, kehilangan, ketakutan, tidak berdaya, tidak berharga, keputusasaan, dan aktivitas sosial berkurang. Dan jika gangguan citra tubuh tersebut tidak segera diatasi, maka masalah ini dapat menimbulkan masalah psikososial yang lebih berat seperti harga diri rendah, isolasi sosial dan resiko bunuh diri bahkan gangguan jiwa berat (Keliat,2013).

Hasil penelitian Hariana, Sugi dan Yessi Ariani (2007), tentang respon adaptasi klien dengan fraktur ekstremitas bawah selama masa rawatan di RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan dari 12 orang responden, terdapat 50% responden merasa kurang percaya diri bila berhadapan dengan orang lain, 33,4% responden merasa sesuatu yang buruk akan terjadi pada kakinya yang patah, dan 41,7% responden mudah tersinggung dan murah marah.

Hasil penelitian Hamdani (2014), tentang gambaran citra tubuh pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan menunjukkan bahwa dari 42 orang responden terdapat 24 orang (57%) yang

(16)

mengalami gangguan citra tubuh dan 18 orang (43%) yang tidak mengalami gangguan citra tubuh.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dibutuhkan peran perawat dengan melakukan pengkajian secara psikologis (respon emosi) pasien selain melakukan pengkajian kondisi fisik pasien dengan kemungkinan adanya perasaan cemas dan malu melalui penilaian pasien terhadap kondisi tubuhnya. Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri pasien dengan memperhatikan tingkat persepsi pasien terhadap dirinya, menilai gambaran citra tubuh dan ideal diri pasien, serta adanya gangguan penampilan peran dan gangguan identitas dengan meninjau persepsi pasien terhadap perilaku pasien (Nurhalimah, 2016).

Menurut Keliat (2013) tindakan keperawatan yang sesuai dengan standar asuhan keperawatan jiwa mencakup tindakan psikoterapeutik yang dilakukan kepada pasien dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik dalam membina hubungan dengan pasien dan keluarga agar pasien tidak lagi mempunyai gangguan citra tubuh. Standar pelaksanaan yang diberikan untuk pasien yaitu membina hubungan saling percaya, mendiskusikan tentang citra tubuh, dan cara meningkatkan citra tubuh serta melatih interaksi secara bertahap. Sedangkan strategi pelaksanaan untuk keluarga yaitu mendiskusikan tentang gangguan citra tubuh, melatih keluarga cara merawat pasien dan menyusun rencana tindakan untuk pasien.

RSUP Dr.M. Djamil Padang merupakan Rumah Sakit paripurna yang lulus akreditasi dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dan telah memenuhi syarat menjadi Rumah Sakit negri tipe A milik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. RSUP Dr.M.Djamil Padang merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Sumatera Barat dan juga merupakan salah satu rumah sakit pendidikan di Kota Padang.

(17)

Data Rekam Medis RSUP Dr.M.Djamil Padang pada tahun 2015 didapatkan jumlah fraktur tibia fibula 55 pasien dan jumlah fraktur femur 44 pasien. Pada tahun 2016 didapatkan jumlah fraktur tibia fibula 211 pasien dan fraktur femur 245 pasien. Jadi terjadi peningkatan angka kejadian fraktur tahun 2015 dan 2016 di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Angka kejadian gangguan citra tubuh di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017 tidak diketahui karena gangguan citra tubuh tidak masuk dalam catatan rekam medis.

RSUP Dr. M. Djamil Padang memiliki Instalasi Rawat Inap Non Bedah dan Instalasi Rawat Inap Bedah. Salah satu bagian dari Instalasi Rawat Inap Bedah di

RSUP Dr. M. Djamil Padang yaitu ruang Trauma Center. Ruang Trauma Center

merupakan ruangan bedah dengan jumlah rawatan pasien fraktur tertinggi di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada tanggal 29 November 2017 pukul 15.00 WIB, data di ruang Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang pada pasien fraktur ekstremitas bawah selama 3 bulan terakhir sebanyak 52 pasien, pada bulan September sebanyak 23 pasien, pada bulan Oktober sebanyak 13 pasien sedangkan pada bulan November sebanyak 16 pasien. Sedangkan data mengenai pasien fraktur ekstremitas bawah yang mengalami gangguan citra tubuh belum terdata di ruang Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 1 Desember 2017 pukul 11.00 WIB dengan 2 orang pasien post ORIF femur, 1 pasien mengatakan ia malu dengan kondisinya saat ini dan malu jika teman dan orang lain berkunjung, serta ia tidak mau orang lain melihat kondisi kakinya. Sedangkan 1 pasien lainnya mengatakan ia merasa cemas dengan keadaan kakinya saat ini dan takut kakinya tidak bisa berfungsi seperti dulu lagi. Hasil wawancara dengan 1 orang pasien fraktur femur sinistra + fraktur digiti 2 distal tarsalia sinistra + fraktur humerus sinistra + fraktur digiti 4,5 distal carpalia sinistra mengatakan ia takut melihat kondisi kaki dan tangannya. Wawancara dengan keluarga pasien, ada keluarga pasien yang

(18)

memotivasi agar pasien tidak merasa malu dan bersabar dengan keadaan pasien saat ini serta keluarga mengatakan perawat hanya memberikan perawatan fisik seperti memberikan terapi obat. Dan hasil wawancara dengan 2 orang perawat, perawat mengatakan pengkajian dan tindakan keperawatan masalah psikologis yang dilakukan belum optimal.

Hasil observasi pendokumentasian asuhan keperawatan di ruangan, sudah ada format pengkajian mengenai masalah psikologis, tetapi pengkajian dan pendokumentasian mengenai masalah psikologis belum dilakukan perawat secara

optimal. Berdasarkan observasi dan wawancara di ruangan Trauma Center RSUP

Dr. M. Djamil Padang, gangguan citra tubuh lebih banyak terjadi dari pada gangguan jiwa lainnya pada pasien fraktur.

Berdasarkan pengalaman penulis pada saat praktek lapangan di ruang Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang pada bulan Agustus 2016, perawat di ruangan kurang memberikan perhatian terhadap masalah psikososial pasien fraktur karena perawat lebih mengutamakan memberikan perawatan fisik pasien dan terapi medis pada pasien fraktur. Jika masalah psikososial seperti gangguan citra tubuh pada pasien fraktur tidak teratasi dengan baik, maka hal tersebut dapat menimbulkan masalah psikologis lain seperti harga diri rendah, ansietas, dan depresi serta juga dapat menyebabkan timbulnya gangguan jiwa seperti isolasi sosial, halusinasi dan risiko perilaku kekerasan.

Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan diatas, maka penulis telah melakukan penelitian tentang asuhan keperawatan pada pasien fraktur dengan gangguan citra tubuh di ruang Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2018.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian adalah “Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah dengan gangguan citra tubuh di ruang Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2018?

(19)

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah dengan gangguan citra tubuh di ruang Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan pengkajian keperawatan pada pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah dengan gangguan citra tubuh di ruang Trauma Center

RSUP Dr. M.Djamil Padang.

b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah dengan gangguan citra tubuh di

ruang Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang.

c. Mendeskripsikan intervensi keperawatan pada pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah dengan gangguan citra tubuh di ruang Trauma Center

RSUP Dr. M.Djamil Padang.

d. Mendeskripsikan implementasi keperawatan pada pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah dengan gangguan citra tubuh di ruang Trauma Center

RSUP Dr. M.Djamil Padang.

e. Mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah dengan gangguan citra tubuh di ruang Trauma Center

RSUP Dr. M.Djamil Padang

f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah dengan gangguan citra tubuh di ruang Trauma Center

(20)

D. Manfaat

1. Bagi Peneliti

Karya Tulis Ilmiah ini dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan pengalaman serta mengetahui asuhan keperawatan pada pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah dengan gangguan citra tubuh.

2. Bagi Rumah Sakit

Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan masukan bagi perawat dalam meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah dengan gangguan citra tubuh pada pasien fraktur.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan untuk pembaharuan praktik keperawatan dan pemecahan masalah keperawatan pada pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah dengan gangguan citra tubuh.

(21)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Fraktur

1. Definisi Fraktur

Fraktur adalah gangguan komplet atau tak komplet kontinuitas struktur tulang sesuai dengan jenis dan keluasannya. Fraktur terjadi ketika tulang menjadi subjek tekanan yang lebih besar dari yang dapat ditahannya (Brunner dan Suddart, 2017). Menurut Bararah dan Jauhar, 2013 fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya.

2. Etiologi Fraktur

Penyebab terjadinya fraktur yaitu adanya hantaman langsung, kekuatan yang meremukkan, gerakan memuntir, gerakan memuntir mendadak, atau karena kontraksi otot yang ekstrem. Ketika tulang patah, struktur disekitarnya akan terganggu yang menyebabkan edema jaringan lunak, hemoragi ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, gangguan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat terluka akibat gaya yang disebabkan fraktur atau fragmen fraktur (Brunner dan Suddart, 2017).

3. Tipe Fraktur

Tipe – tipe fraktur menurut Brunner dan Suddart, 2017 yaitu sebagai berikut : a. Fraktur komplet : patah diseluruh penampang lintang tulang yang sering kali

tergeser.

b. Fraktur inkomplet atau disebut juga fraktur greenstick : patah hanya terjadi pada sebagian penampang lintang tulang.

c. Fraktur remuk (comminuted) : patah dengan beberapa fragmen tulang. d. Fraktur tertutup atau fraktur sederhana : patah yang tidak menyebabkan

robekan di kulit.

e. Fraktur terbuka atau fraktur campuran atau kompleks : patah dengan luka pada kulit atau pada membran mukosa meluas ke tulang yang fraktur.

(22)

Derajat luka fraktur terbuka yaitu :

1) Derajat I : luka bersih sepanjang kurang dari 1cm

2) Derajat II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas

3) Derajat III : luka sangat terkontaminasi dan menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang luas.

f. Fraktur intra-artikular : patah tulang yang meluas ke permukaan sendi tulang.

4. Tanda dan Gejala Klinis Fraktur

Manisfestasi klinis fraktur menurut Lukman, 2012 yaitu :

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi.

b. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.

c. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normal. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas yang normal. d. Saat ekstremitas bagian yang fraktur diperiksa dengan tangan, teraba adanya

derik tulang dinamakan krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fregmen satu dengan lainnya

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur

5. Penatalaksanaan Medis Fraktur

a. Segera setelah cedera, imobilisasi bagian tubuh sebelum pasien dipindahkan.

b. Bebat fraktur termasuk sendi yang berada dekat fraktur untuk mencegah pergerakan fragmen fraktur.

(23)

c. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama ekstremitas yang tidak cedera berguna untuk membebat ekstremitas yang fraktur.

d. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebat ke dada atau lengan bawah dan yang cedera dapat digendong dengan mitela.

e. Kaji status neurovaskular di sisi distal area cedera sebelum dan setelah pembebatan untuk menentukan keadekuatan perfusi jaringan perfusi.

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Prinsip penanganan fraktur dengan 4 R menurut Price dalam Wijaya dan Yessi, 2013 yaitu :

a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat

kejadian dan kemudian di rumah sakit.

b. Reduksi adalah tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah agar dapat kembali seperti letak asalnya.

c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips. Gips dipasang

untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur dan dibawah fraktur.

d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur.

Penatalaksanaan keperawatan fraktur menurut Brunner dan Suddart (2017), yaitu sebagai berikut :

a. Penatalaksanaan Fraktur Tertutup

1) Informasikan pasien mengenai metode pengontrolan edema dan

nyeri yang tepat misalnya meninggikan ekstremitas setinggi jantung, memberikan analgesik sesuai resep dokter.

2) Ajarkan latihan untuk mempertahankan kekuatan otot pada ekstremitas yang tidak terganggu dan memperkuat otot yang digunakan untuk berpindah tempat dan menggunakan alat bantu misalnya tongkat, walker.

(24)

4) Berikan pendidikan kesehatan pada pasien mengenai perawatan diri, informasi, medikasi, pemantauan kemungkinan komplikasi dan perlu supervisi layanan kesehatan yang berkelanjutan. b. Penatalaksanaan Fraktur Terbuka

1) Sasaran penatalaksanaan ialah untuk mencegah infeksi luka, jaringan lunak dan tulang serta untuk meningkatkan pemulihan. Pada kasus fraktur terbuka, terdapat resiko osteomielitis, tetanus dan gangren.

2) Berikan antibiotik IV dan tetanus toksoid jika diperlukan. 3) Lakukan irigasi luka dan debridement.

4) Tinggikan ekstremitas untuk meminimalkan edema.

5) Kaji status neurovaskular.

6) Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur dan pantau tanda-tanda infeksi.

6. Dampak Psikososial Fraktur

Pada pasien fraktur, periode penyembuhan fraktur serta bekas luka setelah pelepasan dan pemasangan alat dapat menimbulkan dampak psikologis, sosial, dan spiritual. Sejumlah masalah psikologis yang ditemui pada pasien fraktur yaitu depresi, gangguan emosional, gangguan konsep diri seperti harga diri rendah, perubahan peran, dan citra tubuh (Prasetyo,2014).

Pada pasien fraktur terbuka atau kominutif dapat ditangani dengan pemasangan traksi (fiksator) internal atau eksternal. Dengan adanya pemasangan alat, adanya keterbatasan gerak pada pasien fraktur, perawatan yang mengharuskan pasien tirah baring dalam waktu lama, kelemahan fisik, adanya luka akan dapat menimbulkan terjadinya perubahan pada konsep diri pasien salah satunya citra tubuh, walaupun tidak semua pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah akan mengalami gangguan konsep diri (Brunner dan Suddart, 2017).

(25)

Oleh karena itu perawat perlu mengkaji masalah psikososial seperti konsep diri gangguan citra tubuh yang timbul karena penyakit atau karena adanya fraktur atau trauma (Brunner dan Suddart, 2017).

B. Gangguan Citra Tubuh 1. Konsep Diri

Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang dirinya sendiri, merupakan gambaran tentang diri dan gabungan kompleks dari perasaan,sikap dan persepsi baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Konse diri merupakan

representasi psikis individu yang dikelilingi dengan semua persepsi dan

pengalaman yang terorganisir (Potter dan Perry, 2005 dalam Dermawan dan Deden, 2013).

Menurut Suhron (2017), menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya.

Konsep diri terbagi menjadi 5 yaitu : a. Identitas diri

Merupakan kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh.

b. Harga diri

Merupakan penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan analisis, sejauh mana perilaku memenuhi ideal diri.

c. Ideal diri

Merupakan persepsi individu tentang bagaimana ia harus berprilaku sesuai dengan standar perilaku.

d. Peran diri

Merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial yang berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial.

(26)

e. Citra tubuh

Merupakan sekumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang struktur, bentuk dan fungsi tubuh.

Citra tubuh adalah jumlah dari sikap sadar dan bawah sadar seseorang terhadap tubuh sendiri. Hal ini termasuk persepsi sekarang dan masa lalu serta perasaan tentang ukuran, fungsi, bentuk/penampilan, dan potensi. Citra tubuh terus berubah saat persepsi dan pengalaman baru terjadi dalam kehidupan. Eksistensi tubuh menjadi penting dalam mengembangkan citra tubuh seseorang. (Stuart,2013).

Individu yang stabil, realistis, dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang baik terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam kehidupan. Pandangan individu yang realistis terhadap dirinya dengan menerima segala hal dari dirinya akan membuat individu tersebut terhindar dari rasa cemas sehingga dapat meningkatkan harga dirinya. Sikap individu terhadap tubuhnya mencerminkan aspek penting dalam dirinya misalnya perasaan menarik atau tidak, gemuk atau tidak, dan sebagainya (Yusuf, dkk, 2015).

Citra tubuh terbagi menjadi dua macam yaitu : a. Citra tubuh positif

Citra tubuh yang positif merupakan suatu persepsi individu yang benar mengenai bentuk tubuh individu tersebut. Individu tersebut melihat dirinya sendiri sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan menghargai tubuhnya apa adanya. Dan individu tersebut memahami bahwa tubuh atau penampilan fisik seseorang itu hanya berperan kecil, sehingga ia menerima bentuk tubuhnya yang memiliki keunikan tersendiri dan tidak membuang waktu untuk memikirkan bentuk tubuhnya dan merasa nyaman dengan bentuk tubuhnya walaupun individu tersebut mempunyai kekurangan dalam segi fisik (Dewi, 2009).

(27)

b. Citra tubuh negatif

Citra tubuh yang negatif yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan merasa tidak mampu untuk mencapai sesuatu yang berharga, sehingga menuntun diri kearah kelemahan dan emosional yang dapat menimbulkan keegoisan yang menciptakan suatu penghancuran diri Contohnya, pada pasien yang mengalami fraktur terbuka akan tampak jelas bentuk luka tersebut sehingga dapat menyebabkan pasien tersebut merasa malu dan cemas yang menandakan citra tubuh pasien negatif (Suhron, 2017).

2. Konsep Gangguan Citra Tubuh

Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur, fungsi, makna, objek yang sering kontak dengan tubuh. Gangguan tersebut diakibatkan kegagalan dalam penerimaan diri akibat adanya persepsi yang negatif terhadap tubuhnya secara fisik (Muhith, 2015).

Pada pasien yang mengalami ganggguan citra tubuh, ia akan mempersepsikan tubuhnya tersebut memiliki kekurangan dan ia tidak dapat menjaga integritas tubuhnya sehingga ketika berhubungan dengan lingkungan sosial ia akan merasa rendah diri. Misalnya pada pasien yang dirawat dirumah sakit umum, perubahan citra tubuh sangat mungkin terjadi karena terjadinya perubahan struktur tubuh karena tindakan invasif, penyuntikan, pemasangan alat kesehatan dan lainnya (Muhith 2015).

3. Etiologi Gangguan Citra Tubuh a. Faktor Predisposisi

1) Biologi

Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat atau sakit. Stresor fisik atau jasmani yang lain seperti suhu dingin atau panas, rasa nyeri atau sakit, kelelahan fisik, lingkungan yang tidak memadai.

(28)

2) Psikologi

Penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis. Stressor lainnya adalah konflik, tekanan, krisis dan kegagalan.

3) Sosio kultural

Faktor sosio kultural yang mempengaruhi seperti peran, gender, tuntutan peran kerja, harapan peran budaya, tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan struktur sosial.

4) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh.

5) Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun fungsi tubuh.

6) Prosedur pengobatan seperi radiasi, transplantasi, kemoterapi 7) Faktor predisposisi gangguan harga diri

8) Penolakan dari orang lain. 9) Kurang penghargaan. 10) Pola asuh yang salah

11) Kesalahan dan kegagalan yang berulang.

12) Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan (Stuart,2013).

b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari luar individu terdiri dari :

1) Operasi seperti mastektomi, amputasi, luka operasi

2) Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa tidak adekuat melakukan peran atau melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak merasa cocok dalam melakukan perannya. 3) Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh.

4) Perubahan fisik yang berkaitan dengan tumbuh kembang normal.

(29)

4. Tanda dan Gejala Gangguan Citra Tubuh

Berikut tanda dan gejala gangguan citra tubuh menurut Keliat, 2013 yaitu : a. Data Objektif

Data objektif yang dapat diobservasi dari pasien gangguan citra tubuh yaitu : 1) Perubahan dan kehilangan anggota tubuh, baik struktur, bentuk, maupun

fungsi

2) Pasien menyembunyikan bagian tubuh yang terganggu.

3) Pasien menolak melihat bagian tubuh. 4) Pasien menolak menyentuh bagian tubuh. 5) Aktivitas sosial pasien berkurang.

b. Data Subjektif

Data subjektif didapatkan dari hasil wawancara, pasien dengan gangguan citra tubuh biasanya mengungkapkan :

1) Pasien mengungkapkan penolakan terhadap perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil operasi, ada anggota tubuh yang tidak berfungsi, dan menolak berinteraksi dengan orang lain. 2) Pasien mengungkapkan perasaan tidak berdaya,malu, tidak berharga,

dan keputusasaan.

3) Pasien mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang terganggu.

4) Pasien sering mengungkapkan kehilangan.

5) Pasien merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang.

Beberapa gangguan pada citra tubuh tersebut dapat menunjukkan tanda dan gejala sebagai berikut (Muhith, 2015) yaitu :

a. Respon pasien adaptif 1) Syok psikologis

Merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan. Informasi yang banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat pasien menggunakan mekasnisme pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri.

(30)

2) Menarik diri

Pasien menjadi sadar pada kenyataan, tetapi karena ingin lari dari kenyataan maka pasien akan menghindar secara emosional. Hal tersebut menyebabkan pasien menjadi pasif, tergantung pada orang lain, tidak ada motivasi dalam perawatan dirinya sendiri.

3) Penerimaan atau pengakuan secara bertahap

Setelah pasien sadar akan kenyataan, maka respon kehilangan atau berduka akan muncul. Dan setelah fase ini pasien akan mulai melakukan reintegrasi terhadap gambaran dirinya yang baru.

b. Respon pasien maladaptif

1) Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah. 2) Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh. 3) Mengurangi kontak sosial sehingga bisa terjadi isolasi sosial. 4) Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuhnya

5) Mengungkapkan keputusasaan

6) Mengungkapkan ketakutan akan ditolak

7) Menolak penjelasan mengenai perubahan citra tubuhnya

5. Psikodinamika Gangguan Citra Tubuh

Cenderung mengikuti halusinasi Sering menghayal Melakukan ancaman, menghardik, memukul Pengalaman sensori

berlanjut Halusinasi Risiko Perilaku

Kekerasan

Aktivitas sosial berkomunikasi Tidak mau Mengungkapkan

perasaan tidak berdaya, tidak berharga

Harga Diri Rendah

Acuh tak acuh, mengurung diri Isolasi Sosial

Perubahan ukuran, bentuk, dan fungsi tubuh

Koping Maladaptif

Penyakit Prosedur medis

Gangguan Citra Tubuh

Cenderung berpikiran negatif terhadap

(31)

C. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur dengan Gangguan Citra Tubuh Standar asuhan keperawatan atau standar praktik keperawatan mengacu pada standar praktik profesional dan standar kerja profesional. Standar praktik profesional tersebut juga mengacu pada proses keperawatan jiwa yang terdiri dari lima tahap standar, yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (NANDA, 2016).

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data (Muhith, 2015). Menurut Stuart dan Laraia dalam Prabowo (2014), data yang dikumpulkan pada tahap pengkajian meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Cara pengkajian lain berfokus pada lima dimensi yaitu fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual.

Isi dari pengkajian meliputi : a. Identitas Pasien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, pendidikan, status perkawinan, tanggal masuk RS, asuransi, nomor rekam medis, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.

b. Identitas Penanggung Jawab

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan pasien.

c. Alasan Masuk

Yang menyebabkan pasien masuk Rumah Sakit dan dirawat Biasanya pasien masuk karena kecelakaan, fraktur, luka bakar, mengalami penganiayaan fisik.

d. Riwayat Penyakit Sekarang dan Faktor Presipitasi

Biasanya pasien mengalami perubahan kondisi fisik, seperti adanya fraktur, amputasi, luka bakar yang dapat menimbulkan masalah psikologis pada pasien.

e. Faktor Predisposisi

Biasanya pasien mempunyai riwayat gangguan jiwa, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik atau seksual, kekerasan dalam keluarga.

(32)

f. Pemeriksaan Fisik

Meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan dan keluhan fisik yang dirasakan pasien seperti adanya fraktur.

g. Pengkajian Psikososial 1) Genogram

Genogram menggambarkan mengenai silsilah dan riwayat penyakit pasien dan keluarga.

2) Konsep Diri a) Citra tubuh

Kaji mengenai persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai dan bagian tubuh yang tidak disukai. Persepsi pasien terhadap citra tubuhnya dapat positif maupun negatif. Biasanya pasien yang mengalami gangguan citra tubuh akan memiliki citra tubuh yang negatif.

b) Identitas diri

Kaji mengenai status dan posisi pasien sebelum dirawat, kepuasan pasien terhadap status dan posisinya serta keunikan yang dimilikinya sesuai dengan jenis kelamin dan posisinya.

c) Harga diri

Kaji mengenai hubungan pasien dengan orang lain sesuai dengan kondisi, dampak pada pasien dalam berhubungan dengan orang lain, ideal diri tidak sesuai harapan, dan penilaian pasien terhadap pandangan atau penghargaan orang lain terhadap dirinya.

d) Ideal diri

Kaji mengenai harapan pasien terhadap keadaan tubuh yang ideal, tugas, pekerjaan, lingkungan serta peran pasien dalam keluarga. Dan harapan pasien terhadap penyakitnya serta adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan.

e) Peran diri

Kaji mengenai tugas atau peran pasien dalam keluarga, pekerjaan, kelompok masyarakat, kemampuan pasien dalam melaksanakan

(33)

fungsi dan perannya, perubahan yang terjadi saat pasien dirawat serta perasaan pasien terhadap perubahan tersebut.

3) Hubungan Sosial

Kaji mengenai orang penting bagi pasien, upaya yang dilakukan pasien dalam menghadapi masalah, adanya hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, keterlibatan pasien mengikuti dalam kegiatan kelompok atau masyarakat.

4) Spiritual

Kaji mengenai nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah serta kepuasan pasien dalam menjalankan ibadah.

h. Status Mental

1) Penampilan

Melihat penampilan pasien dan cara pasien menggunakan pakaian yang sesuai dan seperti biasanya, nilai ketidakmampuan pasien dalam berpenampilan terhadap status psikologis pasien.

2) Pembicaraan

Amati cara pasien dalam berbicara apakah cepat, keras, gagap, sering terhenti, lambat, membisu, menghindar, tidak mampu memulai pembicaraaan.

3) Aktivitas motorik

Amati aktivitas motorik pasien apakah lesu, tegang, gelisah, agitasi atau pun tremor.

4) Afek dan Emosi

a) Afek

Kaji afek pasien meliputi :

1) Adekuat merupakan perubahan roman muka yang sesuai dengan stimulus eksternal.

2) Datar merupakan tidak adanya perubahan roman muka saat

ada stimulus yang menyenangkan maupun menyedihkan. 3) Tumpul merupakan reaksi yang timbul ketika ada stimulus

emosi yang sangat kuat

(34)

5) Tidak sesuai merupakan emosi yang bertentangan atau berlawanan dengan stimulus.

b) Emosi

Kaji mengenai perasaan kesepian, apatis, marah, anhedonia, eforia, depresi, sedih dan cemas yang dirasakan oleh pasien. 5) Interaksi selama wawancara

a) Kooperatif : pasien berespon dengan baik terhadap

pewawancara

b) Tidak kooperatif : pasien tidak dapat menjawab pertanyaan pewawancara dengan spontan

c) Mudah tersinggung

d) Bermusuhan : pasien berkata atau berpandangan yang tidak baik, tidak bersahabat atau tidak ramah.

e) Kontak kurang : pasien tidak mau menatap lawan bicara.

f) Curiga : pasien menunjukkan sikap atau peran tidak percaya kepada pewawancara atau orang lain.

6) Persepsi sensori a) Halusinasi

Kaji apakah pasien mengalami gangguan persepsi halusinasi

pendengaran, penglihatan, perabaan, pengecapan, dan

penciuman. b) Ilusi c) Depersonalisasi d) Derealisasi 7) Proses pikir a) Bentuk pikir

1) Otistik : pasien hidup dalam dirinya sendiri dan cenderung tidak memperdulikan lingkungannya.

2) Dereistik : proses mental pasien tidak diikuti dengan kenyataan, logika dan pengalaman.

(35)

b) Arus pikir

1) Sirkumstansial : pasien berbicara berbelit-belit tapi sampai pada tujuan

2) Tangensial : pasien berbicara berbelit-belit tapi tidak sampai pada tujuan

3) Kehilangan dan asosiasi : tidak ada hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya dalam pembicaraan pasien. 4) Flight of ideas : cara bicara pasien meloncat dari satu topik

ke topik lainnya.

5) Bloking : cara bicara pasien terhenti tiba-tiba tanpa ada gangguan dari luar kemudian dilanjutkan kembali

6) Perseferasi : dalam berbicara pasien menggunakan kata-kata yang diulang berkali-kali

7) Perbigerasi : dalam berbicara pasien menggunakan kalimat yang diulang berkali-kali.

c) Isi pikir

1) Obsesi merupakan pikiran yang selalu muncul walaupun pasien berusaha menghilangkannya.

2) Phobia merupakan ketakutan yang patologis atau tidak logis terhadap objek atau situasi tertentu.

3) Hipokondria merupakan keyakinan terhadap gangguan

organ tubuh yang sebenarnya tidak ada

4) Depersonalisasi merupakan perasaan pasien yang asing terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan

5) Ide yang terkait merupakan keyakinan pasien terhadap kejadian yang terjadi dilingkungan yang bermakna dan terkait dengan diri pasien

6) Pikiran magis merupakan keyakinan pasien tentang

kemampuannya dalam melakukan hal yang mustahil atau diluar kemampuannya.

(36)

(a) Agama, keyakinan pasien terhadap suatu agama yang berlebihan dan diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan

(b) Somatik merupakan keyakinan pasien terhadap

tubuhnya dan diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan keyakinan.

(c) Kebesaran merupakan keyakinan pasien yang berlebihan

terhadap kemampuannya dan diucapkan secara

berulang-ulang tapi tidak sesuai kenyataan

(d) Curiga merupakan keyakinan pasien bahwa ada orang yang berusaha merugikan, mencederai dirinya yang diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.

8) Tingkat kesadaran

a) Bingung : pasien tampak bingung dan kacau atau perilaku pasien tidak mengarah pada tujuan

b) Sedasi : pasien mengatakan merasa melayang-layang antara sadar dan tidak sadar

c) Stupor : terjadinya gangguan motorik seperti ketakutan, ada gerakan yang diulang-ulang tetapi pasien mengerti semua hal yang terjadi diligkungannya.

9) Orientasi

Meliputi orientasi terhadap waktu, tempat dan orang.

10) Memori

a) Gangguan mengingat jangka panjang yaitu tidak dapat

mengingat kejadian lebih dari satu bulan.

b) Gangguan mengingat jangka pendek yaitu tidak dapat

mengingat kejadian dalam minggu terakhir.

c) Gangguan mengingat saat ini yaitu tidak dapat mengingat kejadian yang baru saja terjadi.

(37)

d) Konfabulasi yaitu hal yang dibicarakan pasien tidak sesuai dengan kenyataan dengan memasukkan cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya ingatnya.

11) Tingkat konsentrasi

a) Mudah beralih : perhatian pasien mudah berganti dari satu objek ke objek lainnya

b) Tidak mampu berkonsentrasi : pasien selalu meminta agar pertanyaan yang diajukan diulang karena tidak dapat menangkap apa yang ditanyakan.

c) Tidak mampu berhitung : pasien tidak dapat melakukan

penambahan atau pengurangan pada benda yang nyata.

12) Kemampuan penilaian

Kaji mengenai kemampuan pasien dalam menilai situasi, kemudian bandingkan dengan yang seharusnya

13) Daya tilik diri

a) Pasien mengingkari penyakit yang dideritanya, yaitu pasien tidak menyadari gejala penyakit serta perubahan fisik dan emosi pada dirinya dan merasa tidak butuh bantuan orang lain.

b) Pasien menyalahkan hal-hal diluar dirinya dengan menyalahkan orang lain atau lingkungan yang menyebabkan timbulnya penyakit atau masalah.

i. Kebutuhan Persiapan Pulang

Kaji mengenai pola makan, pola eliminasi, mandi, berpakaian, istirahat dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas di dalam rumah serta aktivitas di luar rumah.

j. Mekanisme Koping

Data didapatkan melalui wawancara dengan pasien dan keluarganya. Mekanisme koping terbagi dua yaitu :

1) Mekanisme koping jangka pendek

a) Memberikan pelarian sementara dari krisis identitas b) Memberikan identitas pengganti sementara

(38)

c) Sementara memperkuat atau meningkatkan rasa membaur dengan diri (Stuart, 2013).

2) Mekanisme koping jangka panjang

a) Menutup identitas

b) Identitas negatif, yaitu asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat.

k. Masalah Psikososial dan Lingkungan

Kaji mengenai masalah yang berhubungan dengan pendidikan, pekerjaan, ekonomi, pelayanan kesehatan dan lingkungan.

l. Tingkat Pengetahuan

Kaji mengenai masalah yang berkaitan dengan tingkat pendidikan pasien misalnya tentang penyakit fisik, gangguan jiwa, faktor predisposisi dan faktor presipitasi, mekanisme koping serta obat-obatan.

m. Aspek Medis

Merupakan diagnosa medis yang menyangkut masalah psikososial, obat-obatan pasien saat ini baik obat fisik, psikofarmaka dan terapi lainnya.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual maupun risiko (Prabowo, 2014).

Diagnosa keperawatan gangguan citra tubuh dapat ditegakkan karena terjadinya penurunan atau perubahan bentuk, fungsi, penampilan tubuh serta kehilangan struktur tubuh tertentu pada pasien. Jika masalah psikososial gangguan citra tubuh tidak diatasi dengan benar, maka akan mengakibatkan pasien mengalami harga diri rendah.

Berikut pohon masalah dari gangguan citra tubuh yaitu sebagai berikut: Pohon Masalah

Harga Diri Rendah

Gangguan Citra Tubuh

Kehilangan atau penurunan bentuk dan fungsi tubuh

Akibat

Core Problem

(39)

Gambar 2.2

Pohon Masalah Gangguan Citra Tubuh (Nurhalimah, 2016)

Berdasarkan pohon masalah gangguan citra tubuh diatas, dapat ditegakkan diagnosa keperawatan sebagai berikut :

a. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan cedera

b. Risiko harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan citra tubuh

c. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan penampilan fisik

(NANDA, 2016).

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan masalah psikososial yang mencakup tindakan psikoterapeutik yaitu penggunaan berbagai teknik komunikasi terapeutik dalam membina hubungan dengan pasien dan keluarga.

Intervensi keperawatan pada pasien fraktur dengan gangguan citra tubuh menggunakan dua acuan yaitu berdasarkan strategi pelaksanaan pasien dan keluarga serta intervensi keperawatan berdasarkan standar NOC (Nursing Outcomes Classification) dan NIC (Nursing Interventions Classification). Menurut Keliat (2013), Strategi Pelaksanaan (SP) pasien dan Strategi Pelaksanaan (SP) keluarga pada pasien dengan gangguan citra tubuh yaitu sebagai berikut :

a. Strategi Pelaksanaan Pasien 1) SP 1

a) Membina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien b) Mendiskusikan tentang gangguan citra tubuh

c) Mendiskusikan penerimaan terhadap gangguan citra tubuh d) Mendiskusikan tentang aspek positif pada diri pasien e) Mendiskusikan cara meningkatkan citra tubuh

(40)

2) SP 2

a) Mengevaluasi kegiatan yang sudah dilakukan

b) Mengidentifikasi dan melakukan cara meningkatkan citra tubuh c) Melatih pasien berinteraksi secara bertahap

b. Strategi Pelaksanaan Keluarga 1) SP 1

a) Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga b) Menjelaskan mengenai gangguan citra tubuh c) Menjelaskan cara mengatasi gangguan citra tubuh 2) SP 2

a) Mengevaluasi mengenai kegiatan sebelumnya

b) Menyusun rencana keperawatan bersama keluarga pasien yang mengalami gangguan citra tubuh

c) Melatih keluarga cara merawat pasien gangguan citra tubuh

Tabel 2.1

Intervensi keperawatan berdasarkan standar NOC (Nursing Outcomes Classification) dan NIC (Nursing Interventions Classification)

No Diagnosa NOC NIC

1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan cedera Citra Tubuh Indikator : a. Kesesuaian antara realitas tubuh dan ideal tubuh dengan penampilan tubuh

b. Deskripsi bagian

tubuh yang terkena dampak

c. Sikap terhadap

menyentuh bagian

tubuh yang terkena dampak d. Kepuasan dengan penampilan tubuh. e. Penyesuaian terhadap perubahan tampilan fisik f. Penyesuaian terhadap perubahan

Peningkatan Citra Tubuh Aktivitas :

a. Tentukan jika terdapat perasaan tidak suka terhadap karakteristik fisik khusus yang menciptakan fungsi paralisis sosial untuk remaja dan kelompok dengan risiko tinggi lain

b. Tentukan perubahan fisik saat ini apakah berkontribusi pada citra tubuh pasien

c. Bantu pasien memisahkan

penampilan fisik dari perasaan berharga secara pribadi, dengan cara yang tepat

d. Bantu pasien mendiskusikan

stressor yang mempengaruhi

citra tubuh terkait dengan

kondisi kongenital, cedera,

(41)

fungsi tubuh g. Penyesuaian terhadap perubahan status kesehatan h. Penyesuaian terhadap perubahan tubuh akibat cedera i. Penyesuaian

terhadap perubahan

tubuh akibat

pembedahan

e. Identifikasi dampak dari budaya

pasien, agama, ras, jenis

kelamin terkait dengan citra tubuh

f. Monitor frekuensi dari

pernyataan mengkritis diri g. Monitor apakah pasien bisa

melihat bagian tubuh mana yang berubah

h. Tentukan persepsi pasien dan

keluarga terkait dengan

perubahan citra tubuh

i. Tentukan apakah perubahan

citra tubuh berkontribusi pada peningkatan isolasi sosial

j. Bantu pasien untuk

mengidentifikasi bagian

tubuhnya yang memiliki

persepsi positif terkait dengan tubuhnya

k. Bantu pasien untuk

mengidentifikasi tindakan yang akan meningkatkan penampilan 2. Risiko harga diri

rendah situasional berhubungan dengan gangguan citra tubuh Harga Diri Indikator : a. Verbalisasi penerimaan diri b. Mempertahankan kontak mata c. Gambaran diri d. Komunikasi terbuka e. Tingkat kepercayaan diri f. Penerimaan

terhadap pujian dari orang lain

g. Penerimaan

terhadap kritik yang membangun

h. Gambaran tentang

bangga pada diri sendiri

i. Perasaan tentang

nilai diri

Peningkatan Harga Diri Aktivitas :

a. Monitor pernyataan pasien

mengenai harga diri

b. Tentukan kepercayaan diri

pasien dalam hal penilaian diri c. Bantu pasien untuk menemukan

penerimaan diri

d. Dukung pasien melakukan

kontak mata pada saat

berkomunikasi dengan orang lain

e. Dukung pasien untuk terlibat

dalam memberikan afirmasi

positif melalui pembicaraan

pada diri sendiri dan secara verbal terhadap diri setiap hari

f. Bantu pasien untuk

mengidentifikasi respon positif dari orang lain

g. Jangan mengkritisi pasien

secara negatif

h. Bantu untuk mengatur tujuan yang realistik dalam rangka mencapai harga diri yang lebih

(42)

tinggi

i. Eksplorasi keberhasilan

sebelumnya

j. Berikan hadiah atau pujian terkait dengan kemajuan pasien dalam mencapai tujuan

k. Bantu pasien untuk

mengidentifikasi dampak

budaya, agama, ras, jenis

kelamin, dan usia terhadap harga diri

l. Instruksikan orangtua mengenai pentingnya minat dan dukungan mereka dalam pengembangan konsep diri positif anak-anak m. Monitor tingkat harga diri dari

waktu ke waktu dengan tepat

n. Buat pernyataan positif

mengenai pasien 3. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan penampilan fisik Dukungan Sosial Indikator : a. Kemauan untuk menghubungi orang lain untuk meminta bantuan

b. Dukungan emosi

yang disediakan

oleh orang lain

c. Hubungan teman

karib

d. Koneksi dukungan

sosial

e. Jaringan sosial yang stabil

Peningkatan Sosialisasi Aktivitas :

a. Anjurkan kesabaran dalam

pengembangan hubungan

b. Berikan umpan balik mengenai

perbaikan dalam perawatan

penampilan pribadi atau

kegiatan lainnya

c. Anjurkan kejujuran dalam

mempresentasikan diri sendiri ke orang lain

d. Tingkatkan berbagai masalah

umum dengan orang lain

e. Fasilitasi masukan pasien dan perencanaan kegiatan di masa depan

f. Anjurkan perencanaan

kelompok kecil untuk kegiatan khusus

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan disesuaikan dengan intervensi keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi kembali apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan pasien saat ini (Prabowo, 2014)

(43)

5. Evaluasi Keperawatan

Menurut Prabowo (2014), evaluasi keperawatan mengharuskan perawat melakukan pemeriksaan secara kritikal dan menyatakan respon pasien terhadap intervensi yang telah diberikan. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP yaitu sebagai berikut :

a. S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dan dapat diukur misalnya dengan menanyakan “bagaimana perasaan ibu setelah kita mendiskusikan aspek positif dalam diri ibu?” b. O : respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan dan dapat diukur dengan mengobservasi perilaku pasien pada saat komunikasi dan tindakan dilakukan.

c. A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan masalah tersebut masih muncul atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.

d. P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respons pasien yang terdiri dari tindakan lanjut pasien dan tindakan lanjut oleh perawat.

Pasien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evaluasi agar perawat dapat melihat perubahan yang terjadi pada pasien. Pada tahap evaluasi sangat diperlukan adanya reinforcement untuk menguatkan perubahan yang positif. Pasien dan keluarga juga harus diberikan motivasi untuk melakukan self reinforcement

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau mendeskripsikan tentang suatu keadaan secara objektif dengan pendekatan studi kasus Nursalam, 2013). Hasil yang diharapkan oleh peneliti adalah mengetahui asuhan keperawatan pada pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah dengan gangguan citra tubuh di ruang Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2018.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Ruang Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang dari bulan Oktober 2017 sampai bulan Juni 2018. Waktu pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan selama 6 hari dimulai tanggal 17 Maret sampai dengan 22 Maret 2018.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari objek yang dapat diteliti atau subjek yang diteliti (Notoadmodjo, 2012). Populasi dari penelitian ini adalah keseluruhan pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah di Ruang Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jumlah pasien fraktur terbuka

ekstremitas bawah di Ruang Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang

selama sebulan terakhir pada bulan Maret 2018 yaitu 7 pasien. 2. Sampel

Sampel terdiri dari bagian populasi yang dapat digunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Teknik sampling merupakan cara yang digunakan dalam pengambilan sampel, dan agar memperoleh sampel yang sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2013).

(45)

Sampel dalam penelitian ini diambil dari 7 pasien fraktur terbuka

ekstremitas bawah di ruang Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Guna untuk menjaring pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah yang mengalami gangguan citra tubuh, maka dilakukan screening terhadap seluruh pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah dengan format screening

gangguan citra tubuh terlampir. Setelah dilakukan screening pada pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah maka terjaring 3 orang pasien yang mengalami gangguan citra tubuh. Oleh karena itu untuk memilih 2 orang responden maka penulis memilih responden dengan teknik purposive sampling dengan kriteria yang telah ditetapkan sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien bersedia menjadi responden dalam penelitian b. Pasien bersedia diberikan asuhan keperawatan

c. Pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah yang mengalami masalah gangguan citra tubuh

d. Pasien kooperatif dan mampu berkomunikasi verbal dengan baik dan benar

e. Keluarga pasien bersedia pasien menjadi responden dan

berpartisipasi dalam penelitian 2. Kriteria Eklusi

a. Pasien yang pindah ruang rawatan

b. Pasien yang mengalami penyakit lain seperti cedera kepala berat Berdasarkan kriteria diatas, maka terdapat sebayak 3 orang responden yang sesuai dengan kriteria. Dan untuk memilih 2 orang responden, maka penulis menggunakan teknik simple random sampling. Setelah dilakukan teknik simple random sampling maka didapatkan 2 orang responden.

D. Alat dan Instrumen Pengumpulan Data

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan fisik seperti tensi meter, stetoskop, termometer dan instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah format

screening gangguan citra tubuh yang terdiri dari 10 pertanyaan ya dan tidak. Jika pasien menjawab pertanyaan ya selain pada pertanyaan no 1 maka pasien

(46)

tersebut mengalami gangguan citra tubuh. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi dan studi dokumentasi.

1) Format pengkajian masalah psikososial terdiri dari : identitas pasien, faktor predisposisi, pemeriksaan fisik, psikososial, genogram, lingkungan, pengetahuan, konsep diri, dan program pengobatan.

2) Format analisa data terdiri dari : nama pasien, data, masalah, dan etiologi (pohon masalah).

3) Format diagnosa keperawatan terdiri dari : nama, diagnosa keperawatan, tanggal dan paraf ditemukannya masalah, serta tanggal dan paraf teratasinya masalah.

4) Format rencana asuhan keperawatan terdiri dari : nama, diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan.

5) Format implementasi keperawatan terdiri dari : nama, hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, implementasi keperawatan dan paraf yang melakukan implementasi keperawatan.

6) Format evaluasi keperawatan terdiri dari : nama, hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, evaluasi keperawatan dan paraf yang melakukan evaluasi keperawatan.

E. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data 1) Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti langsung dari sumber data atau responden (Saryono dan Anggraeni, 2013). Data tersebut berdasarkan format pengkajian asuhan keperawatan masalah psikososial, meliputi: identitas pasien, riwayat kesehatan pasien, pola aktifitas sehari-hari dirumah, dan pemeriksaan fisik terhadap pasien.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang telah tersedia dari hasil pengumpulan data untuk keperluan tertentu yang dapat digunakan sebagian atau seluruhnya sebagai sumber data penelitian (Saryono dan Anggraeni, 2013). Data sekunder merupakan data pasien fraktur ekstremitas bawah dari rekam

(47)

medis RSUP Dr. M. Djamil Padang, dan data ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Teknik pengumpulan data menggunakan multi sumber bukti yang artinya teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik data dan sumber data yang telah ada. Dalam teknik ini, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda. Peneliti akan menggunakan observasi, pengukuran, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak (Sugiyono, 2014).

Teknik pengumpulan data yaitu sebagai berikut :

a. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara dengan kedua responden menggunakan format pengkajian yang telah disediakan mulai dari identitas, aspek psikologis, dan aspek medis.

b. Pemeriksaan fisik

Dalam melakukan pemeriksaan fisik peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari pasien seperti keadaan umum pasien, ekspresi pasien saat berkomunikasi. tanda-tanda vital, berat badan, tinggi badan pasien.

c. Dokumentasi

Peneliti mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah dilakukan oleh peneliti.

F. Prosedur Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara screening, wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan anamnesa. Pengambilan data menggunakan format screening gangguan citra tubuh dan format pengkajian masalah psikososial.

Adapun langkah-langkah pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah :

a. Peneliti meminta surat rekomendasi pengambilan data dan surat izin penelitian dari institusi pendidikan Poltekkes Kemenkes RI Padang

(48)

b. Peneliti meminta izin ke RSUP Dr M Djamil Padang dan menyerahkan surat penelitian dari institusi untuk mendapatkan surat rekomendasi ke RSUP Dr M Djamil Padang

c. Peneliti meminta data Rekam Medis pasien fraktur selama 2 tahun terakhir d. Peneliti meminta data pasien fraktur di ruang Trauma Center RSUP Dr M

Djamil Padang selama 3 bulan terakhir

e. Peneliti memilih responden dengan menggunakan format screening

gangguan citra tubuh

f. Responden diberi penjelasan mengenai tujuan penelitian g. Responden diberi kesempatan untuk bertanya

h. Responden menandatangani inform consent

i. Peneliti melakukan pengkajian menggunakan format pengkajian masalah psikososial

j. Peneliti melakukan pemeriksaan fisik

k. Peneliti melakukan asuhan keperawatan pada responden dan selanjutnya melakukan terminasi.

G. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep dan teori keperawatan pada pasien fraktur ekstremitas bawah dengan gangguan citra tubuh. Data yang telah didapat dari hasil melakukan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, penegakan diagnosa, merencanakan tindakan, melakukan tindakan sampai mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasikan dan dibandingkan dengan teori asuhan keperawatan masalah psikososial dengan gangguan citra tubuh. Analisa yang dilakukan adalah untuk membandingkan antara teori yang ada dengan kondisi pasien.

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian jus Aloe vera dengan dosis 2ml/hari, 3ml/hari, 4 ml/hari selama 15 hari pada tikus putih Wistar jantan hiperlipidemia terbukti mampu menurunkan

Hasil analisis menunjukkan kadar abu mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar abu pepton ikan

Pada diagram batang diatas dapat dijelaskan bahwa, dengan menggunakan perekat tar kayu sengon nyala efektif yang dihasilkan selama percobaan adalah selama 90

“ Kinerja dalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam

Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode pendampingan secara komprehensif kepada siswa MA-Alwathoniyyah Semarang melalui sosialisasi aplikasi desain grafis,

Melalui kegiatan pembelajaran discovery learning, peserta didik dapat berpikir kritis dan kreatif dalam menjelaskan dan menentukan penyelesaian sistem pertidaksamaan dua variabel

Seluruh Direksi Bank tidak memiliki rangkap jabatan sebagai Komisaris, Direksi atau Pejabat eksekutif pada bank, perusahaan dan atau lembaga lain, tidak memiliki saham pada

Pasien dengan RMS embryonal yang terjadi di daerah yang memiliki prognosis baik (Stage I), atau pada daerah dengan prognosis buruk tapi dengan reseksi komplet