Referat SubBagian Bedah Orthopedi dan Traumatologi Oleh: Irene Maria Manasseh, dr
Pembimbing :dr. Husna Dharma Putera, M.SI, SpOT
RHABDOMYOSARCOMA
PENGERTIAN
Rhabdomyosarcoma (RMS) adalah tumor jaringan lunak yang nerasal dari sel-sel mesenkim imatur yang akan membentuk semua jaringan kecuali tulang1. RMS berasal dari kata Yunani rhabdo yang berarti bentuk batang dan myo yang berarti otot. Sesuai namanya, RMS diperkirakan berasal dari sel-sel otot primitif2. EPIDEMIOLOGI1,3,4,5
RMS merupakan jenis sarcoma jaringan lunak yang paling banyak menyerang
anak dan dewasa muda, jumlahnya kira-kira 50% dari seluruh kasus sarcoma. Sekitar 350 kasus baru RMS dilaporkan setiap tahun di AS, dengan insidensi tahunan 4,6 kasus/ 1 juta anak berusia ≤ 20 tahun. RMS merupakan tumor padat ekstrakranial anak urutan tiga terbanyak setelah neuroblastoma dan Wilm’s Tumor. Ditemukan adanya distribusi bimodal, yaitu sekitar 65 % kasus terjadi pada anak usia < 6 tahun dan sisanya terjadi pada anak berusia 10 -18 tahun. Pada anak dengan RMS insidensi anomalI kongenital cenderung meningkat, paling banyak ditemukan pada SSP dan sistem urogenital.
Distribusi lokasi tumor primer dari yang terbanyak adalah sbb:
Sistem urogenital 31 %
Parameningeal (nasofarinx, sinus paranasal, mastoid dan telinga tengah, daeral pterygoid-infratemporal) 25 %
Ekstremitas 13 %
Kepala dan leher 7 %
Retroperitoneum 7 %
Batang tubuh 5 %
Daerah sisanya 3 %.
Tidak ditemukan adanya kecenderungan peningakatn insidensi menurut letak geografik atau kelompok etnis, namun orang-orang keturunan Asia memiliki prevalensi yang relatif lebih rendah. Rasio laki-laki : perempuan adalah 1,5 : 1.
PATOFISIOLOGI3,4
Penyebab pasti RMS masih belum diketahui. Beberapa sindrom genetik dan faktor lingkungan berhubungan dengan peningkatan insidensi RMS.
Sindrom genetik yang berhubungan dengan peningkatan insidensi RMS adalah :
Neurofibromatosis
Li – Fraumeni Syndrome
Rubinstein-Taybi Syndrome
Gorlin Basal Cell Nevus Syndrome
Beckwith-Wiedemann Syndrome
Costello Syndrome
Prevalensi anomali kongenital lebih tinggi pada pasien yang kemudian mengalami RMS :
Traktus urogenitalia
SSP (misalnya pada Malformasi Arnold-Chiari)
Traktus gastrointestinal
Sistem kardiovaskular
Faktor lingkungan yang tampak berpengaruh dengan timbulnya RMS :
Orang tua yang mengkonsumsi mariyuana atau kokain
Pemaparan terhadap sinar X semasa intrauterine
Pemaparan terhadap alkylating agents
Sekarang ini penelitian difokuskan pada abnormalitas sitogenetik RMS1,2,3. Translokasi t(2;13)(q35;14) dan kdang-kadang t(1;13)(q36;q14) ditemukan pada sebagian besar kasus. Pada translokasi t(2;13), gen PAX3 di kromosom 2 berfusi dengan gen FKHR di kromosom 13. Ini menarik, karena gen PAX3 adalah gen yang memacu gen-gen yang mengatur diferensiasi otot skeletal. Sehingga diperkirakan bahwa pathogenesis RMS berhubungan dengan disregulasi diferensiasi otot oleh kimerik protein PAX3-FKHR.
Secara umum, mutasi di tumor suppressor gen tertentu, termasuk TP53, menjadi faktor predisposisi terjadinya RMS. Penting diperhatikan bahwa penderita Li-Fraumeni Syndrome dan neurofibromatosis tipe 1 cenderung akan menderita RMS. Juga sampai 10 % penderita RMS juga menderita salah satu sindrom tersebut.
RMS enbryonal ditandai dengan adanya loss of heterozygosity (LOH) dengan hilangnya informasi genetik maternal dan duplikasi informasi genetik paternal di lokus 11p15. Lokus genetik ini adalah tempat gen insulin-like growth factor-2
(IGF-2) yang mengkode growth factor yang diperkirakan berperan dalam
pathogenesis RMS. LOH akan menghasilkan overekspresi IGF-2. Penyebab potensial lainnya mungkin adalah hilangnya 9q22, yang berhubungan dengan tumor suppressor gen pada pasien dengan RMS embryonal.
Pada kira-kira 70% kasus RMS alveolar ditemukan translokasi antara kromosom 2 dan 13, t(2;13)(q35;q14). Seperti sudah disebut di atas, translokasi ini berhubungan dengan gen PAX3 yang mengatur arah transkripsi perkembangan neuromuscular dan FOXO1 yang berhubungan dengan proses diferensiasi myoblast. Kadang translokasi melibatkan gen PAX7 yang terletak di 1p36, sehingga gen pindah ke lokasi yang sama di kromosom 13. Jalur molekular pasti yang menjelaskan bagaimana translokasi tersebut di atas menyebabkan atau mengekserbasi terjadinya RMS masih belum diketahui. Ekspresi PAX3/FOXO1 meningkatkan ekspresi IGF-2 dan IGF binding protein, sehingga terbentuk jalur bersama untuk terjadinya RMS embryonal dan alveolar.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa adanya fusi PAX3/FOXO1 pada RMS alveolar akan membuat prognosis lebih buruk. Translokasi t(2;13) pada RMS alveolar adalah tanda prognosis yang buruk, sedangkan translokasi t(1;13) menghasilkan prognosis yang lebih baik1. Namun ada satu penelitian yang menyatakan bahwa subtype alveolar bukan factor prognosis yang signifikan pada RMS ekstremitas.5
Penemuan sitogenetik pada penelitian-penelitian pendahuluan ini akan diteliti lebih jauh lagi dalam IRS-V.
HISTOPATOLOGI
Secara histopatologik RMS digolongkan dalam kelompok tumor anak bersel kecil, bulat, biru, yaitu suatu kelompok yang di dalamnya juga termasuk neuroblastoma, sarcoma Ewing’s, small cell osteogenic sarcoma, non-Hodgkin’s
lymphoma, dan leukemia 1,4.
Menurut International Classification of RMS ada 6 subtipe patologi RMS, yaitu berdasarkan urutan 5-year survival rate terbesar1:
1. Embryonal (botryoid) 2. Embryonal (spindle cell)
3. Embryonal, NOS (Not Otherwise Specified) 4. Alveolar, NOS atau varial solid
6. Undifferentiated sarcoma.
Gambar 1. Embryonal RMS. Tampak jaringan terdiri dari populasi sel yang bervariasi, terdiri dari sel-sel tumor berukuran kecil, bulat, dengan inti hiperkromatik, dan sel-sel tumor besar berbentuk polygonal dengan volume sitoplasma banyak dan eosinofilik, yang sering mengandung cross-striation (panah). Cross striation merupakan ciri diagnostic RMS.
Gambar 2. Alveolar RMS. Tampak populasi sel berbentuk sama, terdiri dari sel dengan nuclear-to-cytoplasmic ratio yang tinggi. Sel-sel tersusun dalam sarang-sarang berbagai ukuran yang dipisahkan oleh septa jaringan fibrosa. Tampak sel-sel tersebar jarang di beberapa tempat, sehingga mirip pola alveolar paru.
RMS botryoid memiliki 5-years survival rate 95 % dan paling sering terjadi di kandung kencing atau vagina bayi serta di nasofarinx anak-anak. Lokasi RMS spindle cell terbanyak adalah di paratestikular, kepala-leher, ekstremitas, dan orbita. RMS embryonal dan varian embryonal merupakan RMS terbanyak pada anak-anak yang lebih muda, dan merupakan 60 % dari seluruh kasus RMS pediatrik. RMS alveolar, anaplastik, dan undifferentiated berjumlah 35 % dan memiliki prognosis terburuk.
Walaupun subtipe embryonal merupakan tipe yang paling banyak, subtipe alveolar merupakan tipe terbanyak yang menyerang dewasa muda, serta biasanya terjadi di ekstremitas, batang tubuh, dan regio perianal atau perirektal.
Ada 2 jenis klasifikasi yang sekarang ini digunakan untuk men-staging pasien penderita RMS, dan akhir-akhir ini kedua jenis staging digabung menjadi satu untuk mengelompokkan lagi pasien berdasarkan risiko.
Sistem staging pertama diambil dari IRS-IV (Intergroup Rhabdomyosarcoma
Study )tahun 1972, mengelompokkan pasien berdasarkan ekstensi tumor dan
keberhasilan reseksi awal tumor, jadi merupakan suatu sistem kategori surgikopatologik. Klasifikasi ini memerlukan pendekatan surgical dari awal, yang dapat berbeda-beda tergantung institusi dan ahli bedah. Pasien RMS dikelompokkan ke dalam grup berdasarkan klinis. Stratifikasi survival didasrkan pada kemampuan untuk melakukan reseksi secara komplet. Klasifikasi dan kurva survival secara keseluruhan dapat dilihat di Tabel 1 dan Gambar 3.
Gambar 3. Kurva survival keseluruhan berdasarkan klasifikasi RMS menurut IRS-IV.
Klasifikasi kedua dikembangkan juga oleh IRS, yang sekarang merupakan bagian dari Sarcoma Committee of the Children’s Oncology Group (COG), menggunakan sistem staging berdasarkan tumor / node / metastasis (TNM) yang sudah dimodifikasi khusus untuk RMS. Sistem ini menggunakan variabel prognostik penting yang sudah diketahui, termasuk lokasi tumor primer, keterlibatan KGB, metastasis jauh, dan ukuran. Lokasi tumor primer merupakan faktor prognosis yang penting. Lokasi dengan prognosis baik termasuk orbita, kelopak mata, lokasi kepala-leher nonparameningeal, lokasi selain kandung kecing, kecuali struktur urogenital dan kecuali prostat (paratestikular, vulvivaginal, uterin). Lokasi dengan prognosis buruk termasuk ekstremitas (termasuk bokong), batang tubuh, retroperitoneum, perineum, kandung kencing dan prostat, dan parameningeal. Klasifikasi pre-terapi berdasarkan TNM dapat dilihat di Tabel 2.
IRS-IV merupakan penelitian pertama yang mengguanakn sistem staging yang mengelompokkan pasien secara prospektif. Tingkat Failure-free Survival (FFS) pasien dengan tuor local atau regional dapat dilihat di Gambar 2. Berdasarkan penelitian ini maka tampak bahwa staging pre-terapi merupakan prediktor yang lebih akurat daripada klasifikasi berdasarkan klinis.
Gambar 4. Failure-free Survival (FSS) untuk pasien RMS non-metastatik berdasarkan klasifikasi IRS.
Selanjutnya baru-baru ini kedua sistem klasifikasi digabung untuk mengelompokkan pasien RMS berdasarkan faktor risikonya, sbb:
1. Risiko rendah (Low Risk)
Pasien dengan RMS embryonal yang terjadi di daerah yang memiliki prognosis baik (Stage I), atau pada daerah dengan prognosis buruk tapi dengan reseksi komplet (Grup I), atau pada tempat dengan prognosis buruk dengan residu tumor mikroskopik (Grup II).
2. Risiko Sedang (Intermediate Risk)
Pasien dengan RMS embryonal pada tempat dengan prognosis buruk dengan residu tumor gross (grup III), RMS embryonal metastatik dan berusia < 10 tahun, atau semua dengan RMS alveolar nonmetastatik di tempat mana saja.
3. Risiko Tinggi (High Risk)
Pasien dengan tumor metastatik kecuali yang berusia < 10 tahun dan dengan RMS embryonal metastatik.
PRESENTASI KLINIS1,3-5
Presentasi klinis RMS sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi tumor, usia, serta ada tidaknya metastasis. Umumnya gejala berupa efek penekanan massa
tumor pada jaringan sekitar. Banyak kasus timbul dengan gejala adanya massa tidak nyeri yang disadari ada setelah trauma minor.
RMS di daerah kepala-leher termasuk orbita, jaringan parameningeal (telinga tengah, rongga hidung, sinus paranasal, nasofarinx, dan fossa infratemporal), dan jaringan nonparameningeal (kulit kepala, wajah, rongga mulut, orofarinx, hipofarinx, dan leher) umumnya adalah subtipe embryonal dan jarang menyebar ke KGB regional. Gejala local termasuk proptosis, oftalmoplegia, obstruksi nasal/sinus dengan atau tanpa discharge, paralisis nervus cranial, tanda meningeal, atau massa yang semakin besar dan tidak nyeri.
RMS paratestikular bisa mirip hernia, hydrocele, atau varicocele, dan timbul sebagai pembengkakan tanpa nyeri di skrotum atau kanalis inguinalis, dan sering menyebar secara limfatogen ke retroperitoneum. Tumor yang mengenai kandung kencing dan atau traktus urinarius atau prostat bisa menyebabkan obstruksi, hematuria, konstipasa dan atau gejala frekuensi. Tumor vaginal sering muncul sebagai pendarahan vagina, discharge, atau massa. Tumor yang mengenai uterus umumnya timbul di anak perempuan yang lebih tua dan sejak awal diagnosis muncul sebagai tumor yang sudah meluas.
RMS pada daerah ekstremitas biasanya muncul sebagai massa, cenderung lebih agresif karena umumnya berupa subtipe alveolar, dan sering menyebar ke KGB regional (50%). Kira-kira 15 % pasien mengalami metastasis.
RMS jarang ditemukan pada neonatus. Tapi jika ada, kebanyakan berupa tipe embryonal / botryoid / atau tipe undifferentiated.
DIAGNOSIS1,4,5
Diagnosis RMS biasanya dibuat melalui biopsi. Cara melakukan biopsi tergantung letak tumor, bisa melalui endoskopi atau needle biopsi (untuk daerah urogenital), atau melalui eksisi / insisi (untuk daerah ekstremitas). Insisi dibuat sedemikian rupa sehingga lokasi tersebut tetap bisa dieksisi lengkap bila nanti diperlukan wide local excision.
Semua KGB regional yang secara klinis atau radiografik terlibat, harus dibiopsi untuk menetukan Grup dan untuk menentukan apakah pasien perlu mendapat radioterapi. Namun diseksi KGB radikal tidak dianjurkan. Walaupun negative pada pemeriksaan klinis, biopsi KGB di aksilar dan di femoral dianjurkan untuk tumor daerah batang tubuh dan atau ekstremitas, karena prevalensi metastasis tinggi di daerah tersebut. Pada pembedahan juga dianjurkan untuk secara rutin melakukan evaluasi status KGB regional untuk tumor primer di ekstremitas, perineal, dan pasien berusia > 10 tahun dengan tumor primer paratestikular. Baru-baru ini juga diteliti kemungkinan penggunaan biopsi KGB sentinel untuk menggantikan biopsi KGB biasa.
Sebelum melakukan pembedahan definitif, evaluasi menyeluruh, termasuk pencitraan, pemeriksaan laboratorium, dan evaluasi sumsum tulang harus dilakukan.
DIAGNOSIS BANDING1,4,5
Jika pada pasien anak timbul suatu massa yang tidak nyeri, maka diagnosis banding termasuk semua massa jinak seperti misalnya lipoma, neurofibroma, atau hematoma. Namun untuk semua massa yang baru timbul dan persisten, maka diagnosis banding harus mencakup sarcoma jaringan lunak, termasuk rhabdomyosarcoma.
TERAPI1,4-6
Semua penderita RMS harus medapat terapi multimodal yang terdiri dari kemoterapi, bersama dengan bedah dan atau radioterapi (RT) untuk kontrol tumor lokal yang maksimal. Reseksi tumor dapat dilakukan sebelum kemoterapi bila tidak mengakibatkan cacat atau perubahan fungsi organ yang signifikan. Tapi pada sebagian kasus hal ini tidak mungkin sehingga pertama kali hanya dilakukan biopsi inisial. Mayoritas pasien tergolong ke dalam Grup III (lihat Tabel 1) atau tumor dengan residu gross. Pasien grup III mendapat radioterapi definitif untuk mengontrol tumor primer. Pasien tertentu dengan tumor yang belum direseksi bisa menjalani prosedur second-look surgery (eksisi primer tertunda) untuk mengangkat sisa tumor. Ini dianggap sebagai prosedur paling layak bila eksisi tertunda dianggap bisa dilakukan dengan hasil fungsional dan kosmetik yang baik, dan bila dengan dilakukannya prosedur maka dosis radiasi dapat dikurangi untuk menurunkan risiko radioterapi.
Pembedahan1,5,6
Konfirmasi pemeriksaan jaringan dan staging pembedahan harus dilakukan pada setiap anak yang dicurigai menderita RMS. Setelah itu ahli bedah menentukan prosedur terbaik beradasarkan hasil pemeriksaan.
Umumnya tumor kecil, resektabel, yang berasal dari jaringan nonurogenital dapat diterapi inisal dengan reseksi komplet. Tumor nonresektabel, atau resektabel hanya dengan hasil bedah yang buruk, atau berasal dari jaringan kepala-leher atau sistem urogenital harus diterapi inisial dengan biopsi jarum atau insisional, diikuti dengan eksisi sisa tumor setelan kemo dan atau radioterapi.
Wide local excision tidak dianjurkan untuk tumor di kepala-leher bila hasilnya buruk secara kosmetik atau fungsional. Eksenterasi orbital untuk RMS orbital hanya dilakukan pada kasus rekuren local. RMS vaginal atau uterin pada pasien pediatrik diterapi dengan biopsi inisial, diikuti dengan kemoterapi dengan atau tanpa radiasi, lalu dilakukan prosedur second-look surgery. Tumor sisa mungkin
memerlukan vaginektomi parsial. Tumor primer kandung kecing sudah tidak lagi dterapi dengan ekseterasi pelvic anterior. Untuk tumor primer kandung kencing sekarang dilakukan kemotrapi dan kadang-kadang radioterapi untuk tumor persisten. Prosedur semacam ini memngkinkan fungsi kandung kencing dipertahankan sampai 60 %pada pasien 4 tahun setelah diagnosis, dengan survival rate 89 %.
Walaupun penelitian terdahulu menyatakan bahwa prognosis tidak membaik pada tumor yang tidak direseksi lengkap, penelitian terbaru menyatakan bahwa failure-free survival lebih tinggi pada RMS retroperitoneal dan pelvic yang sudah di-debulking preterapi sebanyak ≥ 50 % volume.
Pada pembedahan juga dianjurkan untuk secara rutin melakukan evaluasi status KGB regional utnuk tumor primer di batang tubuh, ekstremitas, perineal, dan pasien berusia > 10 tahun dengan tumor primer paratestikular. Grup IRS menganjurkan dilakukaknnya biopsi KGB agresif, namun baru-baru ini juga diteliti kemungkinan penggunaan biopsi KGB sentinel dan pemetaan KGB dengan limfoscitigrafi preoperative untuk menggantikan biopsi KGB biasa.
Kontraindikasi untuk eksisi tumor adalah tumor nonresektabel kecuali di daerah pelvis atau retroperitoneum yang membutuhkan reseksi yang merusak bentuk dan fungsi.
Radioterapi (RT)4-6
RT diberikan untuk pasien denga risiko tumor rekuren, seperti misalnya pasien dengan tumor Grup II (tumor residual mikroskopik). RT juga dilakukan pada tumor Grup I yang sudah direseksi komplit yang terbukti memiliki subtipe alveolar atau undifferentiated, dari penelitian terbukti menguntungkan. Dosis RT ditentukan oleh lokasi dan esktensi tumor setelah pembedahan. Umumnya, volume terapi ditentukan oleh margin 2 cm di sekitar tumor dan seluruh KGB yang terlibat.
Pada pasien Grup II, biasanya RT diberikan dalam dosis total 4100 Gy. Pasien Grup III mendapat dosis kira-kira 5000 Gy. Walaupun dengan dosis ini masih terjadi rekurensi sebanyak 30 %, peningkatan dosis tidak dapat dilakukan karena adanya efek toksik jangka panjang. Penelitian sekarang diarahkan untuk meneliti penggunaan hyperfractionization dan brachytherapy sebagai alternatif metode yang digunakan saat ini.
Kemoterapi biasanya diberikan 2 – 3 bulan sebelum RT, baru kemudian RT diberikan kira-kira 5 – 6 minggu. Pengecualian pada aturan ini adalah bila pasien menderita RMS parameningeal dengan bukti metastasis meningeal. Pada pasien semacam ini, maka RT langsung dilakukan saat diagnosis. Selama mendapat RT, dosis kemoterapi disesuaikan untuk mencegah digunakannya radiosensitizing agents (misalnya dactinomycin, doxorubicin). Pasien dengan penyebaran tumor parameningeal ke meningeal harus menerima RT di seluruh bagian otak selain di tempat primernya.
Penentuan tingkat risiko, yang merupakan gabungan dari staging TNM dan Grup, penting untuk menentukan cara pemberian kemoterapi.
Low Risk
Pasien dengan Low Risk adalah pasien yang memiliki prognosis terbaik. Untuk pasien-pasien ini maka regimen kemoterapi yang paling sering adalah dengan kombinasi vincristine dan dactynomycin (VA protocol). Pada pasien dengan abnormalitas fungsi renal yang cenderung terjadi nefrotoksiksitas maka sering ditambahkan cyclophospamide (seperti pada VAC protocol). Survival rate keseluruhan kelompok ini kira-kira 90 %. Pasien Low Risk mendapat dosis Vincristine setiap minggu sebanyak 9 dosis dan Actinomycin D dengan atau tanpa Cyclophasphamide (VAC protocol) dan granulocyte colony-stimulating faktor (G-CSF) sebanyak 4 dosis setiap 12 minggu (pada minggu ke-0, 12, 24, dan 36). RT diberikan juha untuk pasien denga residu tumor local.
Intermediate Risk
Pasien dengan Intermediate Risk mendapat regimen terapi VAC protocol, dengan tambahan RT. Protocol IRS-V terbaru mengharuskan tambahan pemberian Topotecan pada regimen yang sudah ada. Lama terapi adalah hampir 1 tahun. Survival rate 5 tahun setelah diagnosis adalah 55-70 %.
High Risk
Pasien dengan RMS metastasis (kecuali yang termasuk dalam kelompok Intermediate Risk) memiliki survival rate kira-kira 30 % walaupun sudah diberikan kemoterapi dan RT, dan karenanya digolongkan dalam kelompok High Risk, dan memiliki prognosis terburuk. Seperti kelompok Intermediate Risk, biasanya diberikan regimen VAC protocol. IRS-V menganjurkan tambahan pemberian Irinotecan pada kelompok ini.
Penelitian terbaru juga meneliti penggunaan vinca alkaloid vinorelbine untuk RMS rekuren dan parah. Penggunaan VDC/IE protocol dan Irinotecan sedang diteliti untuk kelompok High Risk.
Beberapa agen kemoterapetik seperti Doxorubicin, cisplatin, Etoposide, Ifosfamide, Topotecan, dan mephalan sudah diteliti dalam berbagai kombinasi dengan VAC protocol. Tidak ada satupun yang lebih superior daripada VAC protocol apabila diberikan secara tunggal. Apabila kemoterapi dosis tinggi dengan rekonstitusi sel punca (stem cell) diberikan pada pasien High Risk, maka relapse-free survival menjadi 19 – 44 %. Namun salah satu penelitian menunjukkan bahwa bila terapi semacam ini dibandingkan dengan kombinasi standar VAC protocol dengan RT , maka tidak ada peningkatan survival bermakna.
PROGNOSIS1-6
Penggunanaan terapi multimodal yang terdiri dari pembedahan, radioterapi dan kemoterapi serta penelitian jangka panjang yang sudah dilakukan oleh IRS Group menghasilkan perbaikan prognosis pasien RMS pediatrik. Hasil penelitian IRS-IV menyatakan bahwa failure-free survival rate dan 3-year survival rate untuk pasien RMS tanpa metastasis adalah masing-masing 77 % dan 86 %. Hasil penelitian menekankan digunakannya terapi secara bertingkat untuk menghasilkan control lokal tumor dengan gangguan fungsional dan kosmetik yang paling sedikit.