• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK SENSOR OPTIK KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI DENGAN DUA PILAR DEFEK MARDANIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK SENSOR OPTIK KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI DENGAN DUA PILAR DEFEK MARDANIH"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

MARDANIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Karakteristik

Sensor Optik Kristal Fotonik Satu Dimensi dengan Dua Pilar Defek” merupakan karya saya dengan pengarahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang diperoleh atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lainnya disebutkan di dalam teks serta dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2010

Mardanih

(3)

MARDANIH. Characteristics of One Dimensional Photonic Chrystal Sensor with Two Defect Rods. Supervised by HUSIN ALATAS and IRZAMAN.

Numerical simulations of electromagnetic wave propagation inside a one dimensional photonic crystal with two defect rods are presented. The simulations were carried out by applying Finite Difference Time Domain method to solve the corresponding Maxwell’s equations. It also use Perfectly Matched Layer as a boundary condition of computational domain. The result shows linear dependence of time average energy density with respect to the variation of second defect refractive index, which can be potentially used for refractive index sensing platform. On the other hand, a non-linear dependence of time average energy density is obtained by varying the radius of the second defect.

(4)

Dua Pilar Defek. Dibimbing oleh HUSIN ALATAS dan IRZAMAN.

Sebuah sensor akan bekerja jika ada interaksi yang kuat antara sensor dengan bahan yang akan diuji. Namun demikian, keterbatasan yang muncul adalah bahwa sensor hanya mampu bekerja pada material uji yang spesifik dengan batas pengukuran hanya pada range tertentu saja, sehingga diperlukan suatu sensor dengan kesensitifan tinggi serta kemampuan pengukuran yang dapat divariasikan sesuai dengan kebutuhan.

Guna pengoptimalan kinerja sensor serta penghematan biaya, maka diperlukan langkah awal yang tepat dalam pembuatan disain struktur sensor. Salah satu disain yang optimal adalah dengan menggunakan struktur pilar dielektrik yang tersusun secara periodik satu dimensi di dalam suatu batang dengan bahan dielektrik yang berbeda.

Struktur sensor disusun menggunakan sebelas pilar dengan defek berada pada pilar ke-4 dan ke-8. Metode komputasi yang digunakan adalah metode Finite

Different Time Domain (FDTD). Optimasi kinerja sensor dapat dilakukan dengan mengatur besarnya jari defek yang kedua. Dapat diketahui bahwa untuk jari-jari pilar reguler sebesar 600 nm, kenaikan nilai indeks bias defek ke-2 akan menghasilkan kenaikan nilai rapat energi rata-rata untuk defek berjari-jari 800 nm pada interval indeks bias 1,33 sampai 1,45. Sedangkan untuk jari-jari pilar reguler 500 nm, kesensitifan sensor pada interval indeks bias 1,30 sampai 1,45 diperloeh jika jari-jari pilar kedua dibuat pada ukuran 400 nm dan 500 nm. Penurunan rapat energi rata-rata secara umum terjadi dengan memvarisikan jari-jari rod defek pada kisaran 300 nm hingga 800 nm. Dengan kesensitifan dan beberapa variasi yang dapat dilakukan, disain alat ini dapat diaplikasikan sebagai sensor berbasis indeks bias.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2010 Hak Cipta Dilindingi oleh Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pandidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(6)

MARDANIH

Tesis

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

pada Program Studi Biofisika

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

(7)

NRP : G751080071

Disahkan oleh, Komisi Pembimbing

Dr. Husin Alatas Dr. Ir. Irzaman, M.Si.

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Biofisika Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Agus Kartono Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(8)

Karya ini penulis persembahkan untuk ananda tercinta, Jauza Mumtaz Kazhimah,

yang baru saja lahir pada 9 November 2010 lalu.

(9)

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala rahmat dan nikmat dariNya sehingga dengan sifatNya yang Rahim penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa tersampaikan atas suri tauladan terbaik, Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihi

Wassalam yang telah membawa umat pada jalan yang lurus.

Tesis dengan judul “Karakteristik Sensor Optik Kristal Fotonik Satu Dimensi dengan Dua Pilar Defek” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Megister Sains Biofisika pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan lamanya penelitian berkisar antara Oktober 2009 sampai Juni 2010. Pokok pembahasan tesis ini difokuskan pada pembuatan disain struktur sensor berupa sebelas pilar periodik satu dimensi di dalam lempeng dielektrik dengan menggunakan metode Finite Different Time Domain (FDTD). Optimasi kinerja sensor dilakukan dengan memberikan variasi indeks bias dan panjang jari-jari pada salah satu pilar defek.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Ibu tercinda yang senantiasa memberikan nasihat berharga kepada penulis, Istriku tercinta yang selalu memberikan motivasi spiritual kepada penulis, Dr. Husin Alatas dan Dr. Ir. Irzaman, M.Si selaku komisi pembimbing, Rekan-Rekan Biofisika angkatan I dan II sebagai wadah berbagi ilmu pengetahuan, Teguh Puja Negara dan Hendradi Hardienata selaku Tim Riset Fotonik Kristal, semua Dosen dan Staf Departemen Fisika IPB yang telah memberikan kontribusi sangat besar kepada penulis dalam pelaksanaan akademis di kampus, serta Rekan-Rekan divisi Teori IPB.

Tak lupa, penulis juga mohon maaf atas segala salah dan khilaf yang pernah diperbuat. Demi kemajuan, saran dan kritik bagi penulis akan selalu terbuka guna pencapaian yang lebih baik. Semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis dan bagi para pembaca.

Bogor, November 2010 Penulis

(10)

Penulis dilahirkan di Sukatani Bekasi pada tanggal 15 Februari 1985 oleh pasangan Ayah tercinta, Bonen (alm) dan Ibu tercinta, Odah. Penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara.

Penulis tamat SD hingga SLTP di Kecamatan Sukatani Kabupaten Bekasi. Kemudian melanjutkan studi di SMUN1 Cikarang Utara. Penulis memperoleh beberapa penghargaan studi di tingkat SLTP dan SMU diantaranya sebagai juara umum selama studi di SLTP dan SMU, peringkat II dalam Olimpiade Fisika se-Bekasi, dan Peringkat II Siswa Teladan tingkat SMU se-Kabupaten Bekasi.

Setelah tamat SMU, penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dengan mengambil Program Studi S1 Fisika FMIPA. Selama kuliah, penulis aktif menjadi Asisten Praktikum dan Asisten Dosen di beberapa mata kuliah diantaranya Asisten Praktikum Fisika TPB tahun 2005-2007, Asisten Praktikum Kimia TPB tahun 2006-2007, Asisten Dosen mata kuliah Gelombang tahun 2007, Asisten Dosen mata kuliah Fisika Modern tahun 2007, dan Korektor tugas-tugas mata kuliah Fisika Kuantum tahun 2007. Penulis juga pernah aktif sebagai Kepala Divisi Keilmuan di Himpunan Mahasiswa Fisika IPB tahun 2005-2006.

Penulis menyelesaikan program S1 pada bulan Pebruari 2008 dengan predikat “sangat memuaskan” serta mendapat penghargaan sebagai lulusan terbaik Fisika IPB. Setelah itu, kemudian penulis melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan mengambil program studi Biofisika. Semua administrasi perkuliahan penulis disponsori oleh program Beasiswa Unggulan Dikti. Semua aktivitas yang dilakukan oleh penulis berdasarkan pada motto “Hidup itu Harus Kerja Keras dan Bermanfaat”.

(11)

Halaman

DAFTAR GAMBAR ………. xxiii

DAFTAR TABEL ……….……… xxvi

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xxvi

DAFTAR PUBLIKASI ……….. xxvi

BAB 1 PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Perumusan Masalah ………..………..….. 2

1.3 Tujuan Penelitian …….………. 2

1.4 Manfaat Penelitian ……… 3

1.5 Ruang Lingkup Penelitian …….……….. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… 5

2.1 Kristal Fotonik ………...………. 4

2.2 Sensor Optik ……….……… 6

2.3 Persamaan Maxwell ………. 7

2.4 Finite Different Time Domain (FDTD) ………. 11

2.4.1 FDTD dalam Dua Dimensi ………. 13

2.5 Perfectly Matched Layer (PML) ……… 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 19

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ……… 19

3.2 Peralatan ………... 19

3.3 Metode Penelitian ……… 19

3.3.1 Studi Pustaka ……… 19

3.3.2 Disain Struktur Fotonik dan Pembuatan Program ……….. 20

(12)

4.2 Visualisasi Disain dan Spesifikasi Sensor ……….. 24

4.3 Distribusi Medan Listrik Ez di Dalam Sensor ……… 25

4.4 Pengukuran Kinerja Sensor ……… 28

4.5 Perbandingan dengan Beberapa Sensor Optik Lainnya ………... 31

BAB V KESIMPULAN ……….. 35 5.1 Kesimpulan ………. 35 5.2 Penelitian Selanjutnya ………... 35 DAFTAR PUSTAKA ……….. 37 LAMPIRAN ………. 41 PUBLIKASI ………..………….. 55

(13)

Halaman

Gambar 1. Contoh struktur kristal fotonik berdasarkan periodisitasnya. (a) Satu dimensi. (b) Dua dimensi. (c) Tiga dimensi ………...

Gambar 2. Klasifikasi sensor dengan mengacu pada enam enam sumber sinyal ……….

Gambar 3. Contoh susunan sensor optik dalam aplikasi pengukuran konsentrasi larutan gula

……….

Gambar 4. Evolusi waktu terhadap medan elektromagnetik yang dibangun oleh persamaan Maxwell di dalam domain ruang dengan syarat batas tertentu ……….

Gambar 5. Laju energi gelombang elektromagnetik yang menempuh jarak sebesar c∆t dan menembus penampang seluas A. Variabel c adalah kecepatan cahaya (m/s) dan ∆t adalah interval waktu (s) ………...

Gambar 6. Saling berselang antara medan E dan H di dalam ruang dan waktu pada formulasi FDTD. Untuk menghitung Hy (k +

1/2), nilai Ex tetangga pada k dan k + 1 diperlukan. Dengan

cara yang sama untuk mendapatkan Ex (k + 1) juga

memerlukan nilai Hy pada k +1/2 dan k + 1 ½ ………...

Gambar 7. Susunan ruang dari variabel-variabel medan di dalam FDTD untuk kasus TE dua dimensi ………...

Gambar 8. Implementasi PML ABC untuk FDTD dua dimensi dengan kasus polarisasi TE ………

Gambar 9. Struktur kristal fotonik asimetri satu dimensi dengan dua sel defek. D1 adalah defek pertama sedangkan D2 adalah defek

kedua. Ei adalah medan datang, Er medan pantul dan Et

medan transmisi. ……….

Gambar 10. Model biosensor optik kristal fotonik satu dimensi yang 5 6 7 9 11 12 14 18 20

(14)

Gambar 11. Planewave dirambatkan dalam medium hampa dengan batas domain komputasi berukuran 100 x 50. Tampak bahwa medan listrik Ez berubah terhadap waktu. Pada batas medium tidak terjadi efek pemantulan disebabkan oleh adanya PML yang menyerap gelombang saat melewati batas domain komputasi ……….……….

Gambar 12. Penampang struktur berdasarkan perbedaan nilai permitivitas bahan. Visualisasi ini berfungsi untuk mengecek kesesuaian antara disain struktur dengan coding ……….

Gambar 13. Mekanisme perambatan medan listrik Ez di dalam sensor

pada saat memasuki time step ke-301, 750, 1136 dan 2827 (saat 2,508x10-2 ps, 6,250 x10-2 ps, 9,467 x10-2 ps dan 2,356 x10-2 ps). Sensor menggunakan jari-jari regular 600 nm dan jari-jari defek 800 nm. Indeks bias defek ke-2 sebesar 1,40 ………..

Gambar 14. Distribusi medan listrik di dalam sensor optik setelah proses perambatan selama 260,5 ps. Defek kedua mengandung bahan material dengan indeks bias 1,40 ………

Gambar 15. Perubahan rapat energi terhadap waktu pada posisi input dan output. Indeks bias defek kedua sebesar 1.4, pilar regular berjari-jari 600 nm ………

Gambar 16. Perubahan rapat energi pada posisi output (bagian kanan sensor) terhadap waktu. Jari-jari defek ke-2 800 nm dengan indeks bias 1,45. Jari-jari pilar reguler 500 nm. Integrasi grafik ini akan mendapatkan nilai rapat energi rata-rata output sebesar 48.3838772 nJ/m ………...

Gambar 17. (a) Perubahan rapat energi rata-rata terhadap variasi indeks bias defek ke-2 untuk jari-jari defek 300 nm (dot kotak) dan jari-jari defek 800 nm (dot lingkaran). (b) Perubahan rapat energi rata-rata terhadap variasi jari-jari defek ke-2 dengan nilai indeks bias 1.4. Sensor didisain dengan menggunakan pilar regular berjari-jari 600 nm ………

23 25 26 27 28 29 30

(15)

nm. (a) Sensor bekerja dengan kesensitifan yang baik jika menggunakan defek dengan jari jari 400 nm atau 500 nm. (b) Sensor tidak dapat bekerja secara efektif jika menggunakan jari-jari defek 600 nm, 700 nm dan 800 nm ………..

Gambar 19. (a) Pergeseran nilai transmitansi (Tω) terhadap lebar defek

untuk "

2 0/ 4

d =mλ untuk m = 3 (garis padat), m = 3.1 (garis putus-putus) dan m = 3.2 (garis titik-titik) untuk M = 8, N = 10 dan L = 2. M dan N adalah jumlah segman grating dengan hubungan N = M + L. (b) Nilai Tω untuk "

2 3 0/ 4

d = mλ

dengan kombinasi bilangan segmen M = 8, N = 10 dan L = 2 (garis padat); M = 9, N = 12 dan L = 3 (garis putus-putus); M = 11, N = 16 dan L = 5 (garis titik-titik). (c) Perubahan nilai transmitansi yang bergantung secara linier terhadap perubahan indeks bias defek n2” untuk parameter M = 11, N

= 16 dan L = 5 ………....

Gambar 20. Skema sensor jarak dengan menggunakan fotonik kristal dua dimensi. Struktur tersusun atas pilar-pilar yang dikondisikan sebagai pandu gelombang (waveguide) ……….

31

32

(16)

Halaman Tabel 1. Spektrum gelombang elektromagnetik ……… 8

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Diagram alir penelitian ………...

Lampiran 2. Program coding untuk mensimulasikan proses perambatan gelombang elektromagnetik di dalam struktur sensor dengan menggunakan metode FDTD ...

Lampiran 3. Proses pengukuran nilai rapat energi rata-rata W ... 43

45

53

DAFTAR PUBLIKASI

Halaman PROCEEDING – The 4th Asian Physics Symposium 2010 (APS 2010),

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kajian mengenai gelombang elektromagnetik memiliki cakupan yang sangat luas di berbagai aspek. Dasar pengetahuan tentang gejala kelistrikan dan kemagnetan menjadi salah satu pondasi pokok dalam mendukung perkembangan teknologi modern seperti televisi, radio, telepon genggam, sistem komunikasi satelit, sistem radar, generator listrik, komputer dan lain sebagainya. Dengan demikian fenomena elektromagnetik memiliki dampak yang begitu besar terhadap kemajuan masyarakat.

Pemahaman mengenai fenomena elektromagnetik dikaji menggunakan teori medan elektromagnetik yang merupakan studi interaksi antara muatan listrik dalam keadaan diam maupun bergerak. Fenomena interaksi anatara muatan listrik tersebut erat kaitannya dengan keberadaan medan listrik dan medan magnet yang kesemuanya dijelaskan oleh Persamaan Maxwell.

Dalam cakupan yang berbeda, fenomena kelistrikan dan kemagnetan berhubungan dengan pembahasan mengenai gelombang elektromagnetik dalam interaksinya dengan material, atau biasa disebut dengan istilah fotonika. Fotonika sebagai pendorong untuk inovasi teknologi dan device masa depan. Kondisi ini berkembang dengan sangat cepat sehingga untuk terus mendukungnya dibutuhkan suatu industri yang kokoh. Namun demikian, guna perancangan yang lebih optimal sebelum melakukan pabrikasi divais tertentu dibutuhkan suatu pemodelan secara teoritik. Untuk itu perlu dipelajari kerangka pemodelan yang bisa melingkupi kebutuhan untuk mendisain divais tersebut.

Studi menarik salah satu divais berbasis fotonik adalah mengenai biosensor. Biosensor yang dimaksud dalam tesis ini adalah sensor dengan kemampuan membedakan nilai indeks bias pada bahan larutan biologi yang secara umum memiliki indeks bias pada kisaran 1,3 sampai 1,45. Dengan adanya perilaku-perilaku yang khas dari sebuah gelombang elektromagnetik ketika berinteraksi dengan material yang dikondisikan sesuai kebutuhan tertentu, sangat

(18)

memungkinkan untuk membuat model biosensor optik berbasis fotonik kristal. Adapun biosensor optik yang akan dimodelkan dalam penelitian ini adalah berupa biosensor optik kristal fotonik satu dimensi dengan menggunakan metode finite

different time domain atau FDTD.

1.2 Perumusan Masalah

Sebuah sensor akan bekerja jika ada interaksi yang kuat antara sensor dengan bahan yang akan diuji. Namun demikian, keterbatasan yang muncul adalah bahwa sensor hanya mampu bekerja pada material uji yang spesifik dengan batas pengukuran hanya pada range tertentu saja. Hal ini dapat kita jumpai pada beberapa sensor berbasis kimia seperti sensor gula darah, sensor pH dan lain-lain. Untuk itu diperlukan adanya suatu sensor yang memiliki kemampuan yang lebih optimal dengan batas pengukuran yang lebih besar serta nilai kesensitifan yang lebih tinggi. Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan adalah biosensor berbasis fotonik. Sensor ini bekerja dengan melandaskan pada perilaku gelombang elektromagnetik ketika berinteraksi dengan medium dielektrik dengan indeks bias tertentu.

Dengan berdasarkan pada perbedaan nilai indeks bias dari suatu materi, maka sangat memungkinkan untuk membuat suatu biosensor yang berbasis fotonik. Namun demikian, permasalahan yang sering muncul dalam pemodelan sebuah divais fotonik adalah dalam hal menentukan syarat batasnya. Oleh karena itu, untuk mempermudah proses pemodelan, maka dibutuhkan suatu bahan ‘khayal’ yang mampu untuk menyerap semua radiasi foton hasil pemantulan yang tidak bermanfaat sedemikian sehingga mekanisme yang terjadi sesuai dengan harapan. Material tersebut dikenal dengan istilah perfectly matched layer (PML).

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menerapkan metode finite different time domain dalam aplikasi yang lebih luas, khususnya dalam pemodelan biosensor berbasis optik.

2. Mengkaji perilaku gelombang elektromagnetik ketika berinteraksi dengan larutan dan material biologi.

(19)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan sebuah model disain sensor optik kristal fotonik satu dimensi dengan tingkat kesensitifan yang tinggi. Setelah penelitian ini diharapkan akan ada proses berikutnya, yaitu berupa pabrikasi untuk membuat sensor secara lebih riil. Dari penelitian diperoleh informasi mengenai dinamika yang terjadi ketika gelombang elektromagnetik dilewatkan melalui biosensor optik yang telah didisain, sehingga dengan mengetahui mekanisme yang terjadi diharapkan akan sangat membantu memasuki tahap pabrikasi. Selain itu, informasi-informasi fisis lainnya seperti indeks bias film dan substrat, tebal penampang sensor, panjang gelombang yang digunakan, dan informasi lainnya akan mendukung proses pembuatan model agar diperoleh hasil yang optimal.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Kajian yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu menganalisis dinamika yang terjadi ketika gelombang elektromagnetik dilewatkan melalui struktur sensor optik kristal fotonik. Studi mengenai mekanisme ini dilakukan secara numerik melalui pemodelan dangan memanfaatkan metode finite different time domain (FDTD). Dari informasi yang diperoleh kemudian dianalisis guna mendapatkan model sensor dengan kemampuan yang optimal. Dengan memahami mekanisme yang terjadi, diharapkan kedepannya akan mampu untuk menghasilkan disain biosensor optik yang baru dengan kemampuan kerja yang lebih baik.

(20)
(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kristal Fotonik

Kristal fotonik merupakan kumpulan lapisan medium optik dengan struktur yang tersusun secara alami maupun buatan dengan modulasi periodik berdasarkan nilai indeks bias. Beberapa medium optik yang digunakan sebagai bahan memiliki sifat yang khas sehingga mampu memberikan keuntungan untuk sejumlah aplikasi (IA. Sukhiovanov, 2009).1 Berdasarkan periodisitasnya, kristal fotonik dibagi menjadi tiga macam, yaitu Kristal fotonik satu dimensi, dua dimensi dan tiga dimensi. Hal ini dapat diilustrasikan pada Gambar 1.

Kristal fotonik satu dimensi memiliki permitivitas dengan periodisasi dalam satu dimensi saja. Sebagai contoh beberapa kristal fotonik dapat diberikan

Bragg grating yang secara luas digunakan sebagai reflektor dalam permukaan ruang yang pemancar laser. Selain itu, beberapa struktur juga digunakan sebagai lapisan antirefleksi yang dapat menurunkan nilai reflektansi permukaan serta digunakan untuk meningkatkan kualitas lensa.1

Kristal fotonik dua dimensi memiliki permitivitas dengan periodisasi dalam aarah dua dimensi, adapun arah yang ke tiga dalam kondisi seragam. Contoh yang dapat ditemukan di alam adalah pola pada sayap kupu-kupu dan corak warnanya yang disebabkan oleh refleksi cahaya dari mikrostruktur sayap. Adapun kristal fotonik tiga dimensi, permitivitasnya memiliki periodisasi dalam arah tiga dimensi. Di alam, struktur tiga dimensi paling banyak dijumpai pada batu-batu barharga yang digunakan sebagai perhiasan.1,2

Gambar 1. Contoh struktur kristal fotonik berdasarkan peroidisitasnya. (a) Satu dimensi, (b) Dua dimensi, (c) Tiga dimensi (IA. Sukhiovanov, 2009)

(22)

Ketika cahaya mengenai lapisan, masing-masing permukaan merefleksikan sebagian dari medan. Jika ketebalan dari masing-masing lapisan dipilih untuk nilai yang sesuai, medan yang direfleksikan akan berkombinasi di dalam fase, menghasilkan interferensi konstruktif, dan reflektansi yang kuat, yang disebut sebagai refleksi Bragg. Telah dibuktikan bahwa hamburan Bragg dalam struktur dielektrik periodik menjadi penyebab munculnya Photonic Band Gap (PBG).3 Ketika periodisitasnya dirusak oleh adanya defek dalam kristal fotonik, lokalisasi modus defek akan muncul di dalam PBG karena perubahan interferensi dari cahaya yang disebut Photonic Pass Band (PPB) (O. Schmidt et.al, 2007).4

2.2 Sensor Optik

Sensor bekerja dengan cara mengubah sinyal-sinyal dari sumber energi yang berbeda-beda menjadi sinyal listrik.5 Sumber energi utama dapat berupa magnet, kimia, radiasi, proses mekanik maupun suhu sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2.

Salah satu sumber penting untuk diukur oleh sensor adalah sumber sinyal radiasi atau optik. Dalam hal ini, diperlukan suati sensor optik yang bekerja dengan cara mengubah sinyal-sinyal radiasi gelombang elektromagnetik ke dalam sinyal listrik. Sebagai contoh adalah sensor gambar yang bekerja dengan cara mengubah sinyal berupa gambar ke dalam sinyal-sinyal listrik berupa arus ataupun tegangan.5 Beberapa parameter penting dalam sensor optik antara lain pencitraan warna, gambar, polarisasi sinar, panjang gelombang, luminance, intensitas cahaya, pemantulan (refleksi), dan indeks bias.

Gambar 2. Klasifikasi sensor dengan mengacu pada enam sumber sinyal (GCM Meijer, 2008)

(23)

Gambar 3. Contoh susunan sensor optik dalam aplikasi pengukuran konsentrasi larutan gula (M.Rahmat, 2009)

Selama tiga dekade terakhir, bagian sensor optik untuk pengukuran terhadap indeks bias menjadi objek penelitian yang sangat menarik, dan hingga saat ini masih menjadi pondasi beberapa teknologi baru. Aplikasi dari sensor berbasis indeks bias sejauh ini masih berorientasi pada pengukuran gas dan larutan sebagai objek, sebagai contoh adalah pengukuran beberapa parameter seperti suhu, kelembaban, komposisi kimia dan biosensing. Dalam perkembangannya, sensor optik memasuki wilayah pengukuran yang lebih luas seperti deteksi DNA, protein, interaksi antibody-antigen, sel dan bakteri.6

Sensor optik memiliki beberapa komponen utama untuk aplikasi pengukuran antara lain sumber cahaya, sensor, bahan yang akan diuji, detector cahaya, analisator (komponen elektronik), dan alat baca (komputer atau alat ukur listrik).7 Hal ini seperti diilustrasikan pada Gambar 3.

2.3 Persamaan Maxwell

Gelombang elektromagnetik merambat lurus dalam suatu ruang hampa dengan kecepatan konstan c =2,99 x 108m/s. Gelombang elektromagnetik akan mengalami refraksi ketika merambat melalui dua medium dengan indeks bias yang berbeda. Saat mengalami refraksi, gelombang terjadi pergeseran panjang gelombang yang nilainya bergantung pada perbedaan indeks bias dari medium mula-mula ke medium yang dituju oleh gelombang. Gelombang elektromagnetik dibagi menjadi beberapa spektrum berdasarkan perbedaan panjang gelombangnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

(24)

Tabel 1. Spektrum gelombang elektromagnetik

Secara umum gelombang elektromagnetik dapat dinyatakan dengan persamaan diferensial parsial seperti pada Persamaan 1.

2 2 2 2 2 u u c t x ∂ ∂ = ∂ ∂

Besaran u=u x t( , ) merupakan fungsi posisi

medan tertentu yang bekerja pada gelombang yang secara umum memiliki solusi

( , ) ( ) ( )

u x t =F x+ct +G xct

dengan F dan G merupakan fungsi sembarang yang dapat memenuhi (2). Variabel x adalah posisi (dalam meter) dan

Tabel 1. Spektrum gelombang elektromagnetik

Secara umum gelombang elektromagnetik dapat dinyatakan dengan seperti pada Persamaan 1. 8

(1)

merupakan fungsi posisi dan waktu. Variable u sendiri adalah medan tertentu yang bekerja pada gelombang yang secara umum memiliki solusi

( , ) ( ) ( )

u x t =F x+ct +G x ct (2)

merupakan fungsi sembarang yang dapat memenuhi Persamaan adalah posisi (dalam meter) dan t adalah waktu (dalam sekon). Secara umum gelombang elektromagnetik dapat dinyatakan dengan

)

adalah medan tertentu yang bekerja pada gelombang yang secara umum memiliki solusi

) Persamaan adalah waktu (dalam sekon).

(25)

Gambar 4. Evolusi waktu terhadap medan elektromagnetik yang dibangun oleh persamaan Maxwell di dalam domain ruang dengan syarat batas tertentu. (Berenger, 2007)

Gambar 4 mengilustrasikan perubahan medan listrik dan medan magnet yang terdapat pada gelombang elektromagnetik ketika berevolusi terhadap waktu pada posisi (domain) tertentu dengan menggunakan penjabaran oleh Persamaan Maxwell. Persamaan Maxwell sendiri merupakan persamaan diferensial parsial yang dipenuhi oleh jumlah solusi yang tidak terbatas. Akan tetapi hanya ada satu solusi yang dapat memenuhi dua kondisi tambahan berikut:

1. Kondisi awal (initial conditions), dimana medan listrik dan magnet memiliki kondisi awal yang diketahui di dalam ruang yang telah ditentukan pada waktu awal.

2. Kondisi syarat batas (boundary conditions), dimana syarat batas tersebut berlaku pada medan listrik dan magnet pada setiap waktu ketika keseluruhan permukaan memasuki ruang yang telah diberikan.

Meninjau betapa rumitnya fenomena kelistrikan dan kemagnetan yang tergabung dalam gelombang elektromagnetik, maka semua mekanisme yang terjadi dalam gelombang ini terangkum dalam empat buah persamaan yang popular dengan istilah persamaan Maxwell. Melalui keempat persamaan tersebut, pengkajian fenomena fisis yang terjadi ketika suatu gelombang elektromegnetik berinteraksi dengan lingkungan menjadi lebih mudah.

Semua mekanisme yang terjadi di dalam kasus kelistrikan dan kemagnetan secara umum dijelaskan oleh empat persamaan Maxwell yang terbagi menjadi Hukum Ampere, Hukum Faraday, Persamaan Poisson dan persamaan kondisi kerapatan fluks magnetic solenoidal.9

(26)

Hukum Ampere: t ∂ × = + ∂ D H J ∇ ∇ ∇ ∇ (3) Hukum Faraday: t ∂ × = − ∂ B E ∇ ∇ ∇ ∇ (4) Persamaan Poisson: ρ ⋅ = ∇ ∇ ∇ ∇ D (5)

dan kondisi kerapatan fluks magnetik solenoidal 0 ⋅ = ∇ ∇ ∇ ∇ B (6)

Dalam hal ini, H adalah medan magnet (A/m), J kerapatan arus listrik (A/m2), D merupakan rapat muatan (C/m2), E medan listrik (V/m), B fluks magnetik (Tesla), ρ rapat muatan listrik (C/m3), dan t variabel waktu (s). Selain itu,

dikenal juga bentuk Persamaan (7) untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai medan magnet dan rapat muatan.

0 µ = BH M; 0

ε

= + D E P (7) Besaran -7 0 4 10

µ = π× Vs/Am merupakan permeabilitas magnetik ruang hampa, -12

0 = 8,854 10

ε × As/Vm sebagai permitivitas ruang hampa. Permeabilitas dan permitivitas masing-masing mewakili karakteristik kemagnetan dan kelistrikan dari suatu medium ketika berinteraksi dengan medan magnet dan listrik. M adalah magnetisasi dan P adalah polarisasi. Di dalam ruang hampa, kecepatan cahaya adalah 299792458 m/s.

Selain itu kita akan membedakan material menjadi tiga macam yaitu material linier, isotropic dan nondispersif yang mengikuti relasi menurut Persamaan (8)

=µ

B H; D=εE (8)

Untuk bahan konduktif terhadap listrik, sebuah medan listrik menyebabkan kerapatan arus J menurut Persamaan (9).

σ

=

J E (9)

(27)

Gambar 5. Laju energi gelombang elektromagnetik yang menempuh jarak sebesar c dan menembus penampang seluas

(m/s) dan

Ketika merambat, laju energi gelombang elektromagnetik atau yang lebih dikenal dengan istilah vector pointing menyebar ke berbagai arah secara isotropik. Pola penyebaran dalam satu dimensi diilustrasikan pada Gambar 5. Vektor pointing memiliki nilai dan ar

0 1

µ

= ×

S E B

2.4 Finite Different Time Domain

Ketika tidak terdapat kerapatan arus listrik ( Maxwell bergantung waktu dalam

sebagai8, 10, 11 0 1 t ε ∂ = ∇ × ∂ E H 0 1 t µ ∂ = − ∇ × ∂ H E

Variabel E dan H merupakan vektor tiga dimensi, sehingga secara umum Persaman (11a) dan (11b

Untuk kasus satu dimensi Persamaan (11a) dan (11

0 1 y x H E t

ε

z ∂ ∂ = ∂ ∂ 0 1 y x H E t

µ

z ∂ ∂ = − ∂ ∂

. Laju energi gelombang elektromagnetik yang menempuh jarak sebesar c menembus penampang seluas A. Variabel c adalah kecepatan cahaya (m/s) dan ∆t adalah interval waktu (s).

Ketika merambat, laju energi gelombang elektromagnetik atau yang lebih dikenal dengan istilah vector pointing menyebar ke berbagai arah secara isotropik. Pola penyebaran dalam satu dimensi diilustrasikan pada Gambar 5. Vektor pointing memiliki nilai dan arah yang dapat dinyatakan sesuai Persamaan (10).

Finite Different Time Domain (FDTD)

Ketika tidak terdapat kerapatan arus listrik (J =0), bentuk

gantung waktu dalam persaman (3) dan (4) dapat dinyatakan

E

merupakan vektor tiga dimensi, sehingga secara umum b) masing-masing mewakili tiga persamaan.

Untuk kasus satu dimensi (misalkan hanya menggunakan Ex

11b) menjadi

x

E

t z

. Laju energi gelombang elektromagnetik yang menempuh jarak sebesar c∆t adalah kecepatan cahaya

Ketika merambat, laju energi gelombang elektromagnetik atau yang lebih dikenal dengan istilah vector pointing menyebar ke berbagai arah secara isotropik. Pola penyebaran dalam satu dimensi diilustrasikan pada Gambar 5. Vektor

ah yang dapat dinyatakan sesuai Persamaan (10).

(10)

entuk Persamaan ) dapat dinyatakan

(11a)

(11b)

merupakan vektor tiga dimensi, sehingga secara umum

x

E dan Hy),

(12a)

(28)

Persamaan (12a) dan (12b) merupakan persamaan gelombang bidang dengan medan listrik terorientasi dalam arah sumbu x, medan magnet terorientasi dalam arah sumbu y, dan gelombang bergerak dalam arah sumbu z.

Dengan mengambil pendekatan pada perbedaan pusat untuk turunan spasial dan temporal memberikan

1/ 2 1/ 2 0 ( 1/ 2) ( 1/ 2) ( ) ( ) 1 n n n n y y x x H k H k E k E k t ε x + − + − = − ∆ ∆ (13a) 1 1/ 2 1/ 2 0 ( 1/ 2) ( 1/ 2) 1 ( 1) ( ) n n n n y y x x H k H k E k E k t µ x + + + + + + − − ∆ ∆ (13b)

Dalam dua persamaan ini, waktu ditandai dengan superskrip ‘n’ yang berarti waktu berlangsung t= ∆t n. . Kita harus mendiskritkan setiap variabel untuk

memformulasikannya ke dalam komputer. Bentuk ‘n +1’ berarti satu langkah waktu berikutnya. Bentuk subskrip lainnya menandakan jarak, ‘ k ’ berarti bahwa jarak yang telah ditempuh z= ∆x k. . Formulasi Persamaan (13a) dan (13b) mengasumsikan bahwa medan E dan Hsaling bertumpang tindih dalam ruang dan waktu. H menggunakan argument k +1 2 dan k −1 2 untuk menandakan bahwa medan H diasumsikan terletak antara nilai medan E . Hal ini diilustrasikan dalam Gambar 6. Demikian juga untuk superskrip n +1 2 dan

1 2

n − masing-masing menandakan bahwa peristiwa terjadi sangat cepat sesudah dan sebelum n.

Gambar 6. Saling berselang antara medan E dan H di dalam ruang dan waktu pada formulasi FDTD. Untuk menghitung Hy (k + 1/2), nilai Ex tetangga pada k dan k + 1 diperlukan. Dengan cara yang sama untuk mendapatkan Ex(k + 1) juga memerlukan nilai Hy pada

(29)

Dengan mengubah Persamaan (13a) dan (13b) ke dalam bentuk persamaan iterasi, serta membuat pengubah variabel berikut

0 0 E

ε

E

µ

=  (14)

kemudian mensubtitusikannya, maka akan didapatkan Persamaan (15a) dan (15b) sebagai berikut: 1/ 2 1/ 2 0 0 1 ( ) ( ) ( 1/ 2) ( 1/ 2) n n n n x x y y t E k E k H k H k x

ε µ

+ − ∆   = − + − − ∆   (15a) 1 1/ 2 1/ 2 0 0 1 ( 1/ 2) ( 1/ 2) ( 1) ( ) n n n n y y x x t H k H k E k E k x

ε µ

+ ∆ + +   + = + − + − ∆   (15b)

Dengan memilih ukuran sel sebesar x∆ , interval waktu (time step) diformulasikan sebagai 0 2 x t c ∆ ∆ = (16)

variabel c0 merupakan kecepatan cahaya di dalam ruang hampa, sehingga didapat penyederhanaan 0 0 0 0 2 1 1 2 x c x c t x

µ ε

∆ ⋅ ∆ = = ∆ ∆ (17)

2.4.1 FDTD dalam Dua Dimensi11

Dimulai dengan Persamaan Maxwell ternormalisasi yang sebelumnya telah digunakan untuk satu dimensi pada Persamaan (12a) dan (12b), maka dengan sedikit modifikasi diperoleh Persamaan (18a), (18b) dan (18c).

0 0 1 t

ε µ

∂ = ∇ × ∂  D H (18a) 0 0 1 t

ε µ

∂ = − ∇ × ∂  H E (18b) ( )ω εr∗( )ω ( )ω = ⋅   D E (18c)

Dua grup vektor yang dapat dipilih antara lain mode transverse magnetic (TM) yang tersusun atas Ez, Hx, dan Hy, atau mode transverse electric (TE) yang tersusun atas Ex,Eydan Hx.

(30)

Gambar 7. Susunan ruang dari variabel-variabel medan di dalam FDTD untuk kasus TE dua dimensi

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan mode transverse electric (TE). Dalam mode tersebut, Persamaan (18a) dan (18b) mengalami reduksi menjadi Persamaan (19a), (19b) dan (19c).

0 0 1 y x z t

ε µ

x y ∂  ∂  ∂ = ∂ ∂  H H D (19a) 0 0 1 x z H E t

ε µ

y ∂ ∂ = − ∂ ∂  (19b) 0 0 1 y z t

ε µ

x ∂ ∂ = ∂ ∂  H E (19c)

Ketiga persamaan di atas nantinya akan dijadikan dasar untuk melakukan simulasi dengan menggunakan metode FDTD. Namun demikian, ketiga persamaan itu terlebih dahulu harus diubah ke dalam bentuk iterasi menurut Persamaan (20a), (20b) dan (20c). 1 2 1 2 0 0 0 0 ( 1 2 , ) ( 1 2 , ) ( , ) ( , ) 1 ( , 1 2) ( , 1 2) 1 n n n n y y z z n n x x H i j H i j D i j D i j t x H i j H i j y

ε µ

ε µ

+ −  +  − =   ∆  + − −  − ∆   (20a)

(31)

1 1 2 1 2 0 0 ( , 1 2) ( , 1 2) 1 ( , 1) ( , ) n n n n x x z z H i j H i j E i j E i j t

ε µ

y + + + + − + + − = − ∆ ∆ (20b) 1 1 2 1 2 0 0 ( 1 2, ) ( 1 2 , ) 1 ( 1, ) ( , ) n n n n y y z z H i j H i j E i j E i j t

ε µ

x + + + + + + − = − ∆ ∆ (20c)

Persamaan (20a), (20b) dan (20c) merupakan persamaan yang nantinya akan digunakan dalam simulasi. Sebagai bantuan, maka perlu memanipulasi ketiga persamaan tersebut dengan cara memasukkan Persamaan (21) berikut11

0 2. x t c ∆ ∆ = . (21)

Hubungan antara Ez dan Dz dalam ketiga persamaan tersebut sama seperti yang

ditunjukan oleh Persamaan (18c) pada kasus satu dimensi yaitu ( )ω εr∗( )ω ( )ω

= ⋅

D E .

Simulasi gelombang elektromagnetik dengan menggunakan metode FDTD di atas belumlah sempurna. Hal ini disebabkan masih adanya kemungkinan efek pemantulan gelombang oleh batas medium pada domain komputasi. Hal ini dapat menimbulkan gangguan terhadap gelombang sumber sehingga hasil perhitungan menjadi tidak akurat. Untuk itu diperlukan suatu medium khayal pada daerah batas domain komputasi yang mampu menyerap dan mengatenuasikan setiap gelombang yang melaluinya sehingga efek pemantulan pada boundary menjadi minimal atau bahkan tidak ada sama sekali. Adapun salah satu medium khayal yang cukup optimal untuk tujuan tersebut adalah perfectly matched layer (PML).

2.5 Perfectly Matched Layer (PML)12

Teknik ini diperkenalkan oleh JP Berenger di tahun 1994. Pada teknik ini, domain komputasi dikelilingi oleh lossy material yang menyerap pemantulan yang tidak diinginkan sehingga medan mengalami decay secara eksponensial di dalam daerah PML. Metode ini hanyalah merupakan model matematika dengan tanpa medium dalam arti fisis. Impedansi gelombang disesuaikan pada batas antara daerah komputasi dan lapisan penyerap melalui pemisahan medan

z zx zy

H =H +H untuk TE dan

z zx zy

(32)

bahwa σ σ

ε µ

= dimana

σ

dan σ∗

masing-masing merupakan konduktivitas

elektrik dan magnetik.10,11,12,13

Tujuan dari diciptakannya PML adalah untuk mengurangi galat yang terjadi dalam komputasi ketika gelombang elektromagnetik dirambatkan pada suatu medium tertentu. Dengan adanya PML pada bagian batas medium, kemungkinan terjadinya efek pemantulan gelombang pada syarat batas menjadi lebih kecil karena PML mampu mengatenuasikan gelombang yang sampai hingga sampai batas yang terkecil. Kondisi yang terjadi pada domain komputasi diharapkan sama seperti kondisi riil ketika gelombang elektromagnetik merambat pada ruang bebas.

Di dalam lapisan PML, pembedaan eksponensial digunakan karena medan meluruh secara cepat sehingga perbedaan linier tidak cukup memadai. Mungkin terdapat sedikit pemantulan dari lapisan ini, akan tetapi medan terpantul merambat pada daerah PML ke arah daerah komputasi dan kemudian dilemahkan. Jika ketebalan lapisan PML cukup luas maka medan pemantulan balik selalu berada pada amplitudo yang sangat kecil atau bahkan mendekati nol.10, 12, 14

Ekspresi untuk lapisan batas sekeliling domain komputasi untuk mode

transverse electric (TE) adalah dengan mengambil medan magnet H dengan orientasi masing-masing pada sumbu x dan sumbu y, adapun medan listrik E pada sumbu z. Ketiga medan tersebut dinotasikan sebagai Hx, Hy dan Ez. Dalam PML dua dimensi, medan listrik Ez dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu

zx

E dan Ezy. Hal ini bertujuan agar batas komputasi pada sudut-sudut ruang sepanjang PML terwakili3,6. Dengan mengacu pada Persamaan Maxwell (tentang humum Ampere dan Hukum Faraday), maka didapat empat buah persamaan yang terangkum dalam Persamaan (22a), (22b), (22c) dan (22d). 13

( ) , zx zy x y x E E H H t y

µ

σ

∗ ∂ + + = − ∂ ∂ (22a) ( ) , y zx zy x y H E E H t x µ∂ σ∗ ∂ + + = ∂ ∂ (22b) , y zx x zx H E E t x ε ∂ +σ = ∂ ∂ ∂ (22c)

(33)

, zy x y zy E H E t y

ε

∂ +

σ

= −∂ ∂ ∂ (22d)

Di dalam komputasi, empat bentuk persamaan di atas diubah menjadi persamaan

finite different sebagai berikut13:

(

)

( )

(

)

( )

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

* * 1 2, 1 1 2 1 2 1 2, * 1 2 1 2 1 2, 1 2 , 1 2 , 1 2 1 2, 1 2 (1 ) 1 2 , 1 2 , 1 2 1 2 , 1 2 y y i j t n n x x n n i j t zx zy n n y zx zy H i j e H i j E i j E i j e i j E i j E i j σ δ µ σ δ µ

σ

δ

− + + + + − + + + + = +  + + + + +  − −   + − + − − + − (23a)

(

)

( )

(

)

( )

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

* * , 1 2 1 1 2 1 2 , 1 2 * 1 2 1 2 , 1 2 , 1 2 1 2 , 1 2 1 2 , 1 2 (1 ) , 1 2 1 2 , 1 2 1 2, 1 2 x x i j t n n y y n n i j t zx zy n n x zx zy H i j e H i j E i j E i j e i j E i j E i j σ δ µ σ δ µ σ δ − + + + + − + + + + = +  − + + − +  − − + − + + − + + (23b)

(

)

( )

(

)

( )

(

)

(

)

(

)

1 2, 1 2 1 2 1 2 1 2, 1 2 1 2, 1 2 1 2, 1 2 (1 ) , 1 2 1 2, 1 2 1 2, 1 2 x x i j t n n zx zx i j t n n y y x E i j e E i j e H i j H i j i j σ δ ε σ δ ε

σ

δ

− + + + − − + + + + = + + −   − + + + + + + (23c)

(

)

( )

(

)

( )

(

)

(

)

(

)

1 2, 1 2 1 2 1 2 1 2, 1 2 1 2 , 1 2 1 2, 1 2 (1 ) 1 2 , 1 1 2 , 1 2, 1 2 y y i j t n n zy zy i j t n n x x y E i j e E i j e H i j H i j i j σ δ ε σ δ ε σ δ − + + + − − + + + + = + + −   − + + + + + + (23d)

Di dalam daerah PML, konduktivitas magnetik dan elektrik disesuaikan sedemikian sehingga tidak akan ada efek pantulan pada lapisan ini. Kondisi impedansi gelombangnya disesuaikan menurut Persamaan (24) berikut10 – 12

e m

σ σ

ε = µ (24)

Penggunakan PML tidak hanya melingkupi batas kanan, kiri, atas dan bawah saja, akan tetapi juga mencakup wilayah pertemuan dari tiap-tiap batas domain komputasi (dalam Gambar 8 diilustrasikan dengan wilayah berwarna hijau). Hal inilah yang menjadi keunggulan PML jika dibandingkan dengan syarat batas lainnya seperti periodik boundary condition (PBC) dan absorbing boundary

(34)

Gambar 8. Implementasi PML ABC untuk FDTD dua dimensi dengan kasus polarisasi TE.

Gambar 8 menunjukan skema domain komputasi yang dikelilingi oleh PML. Tampak bahwa semua batas domain komputasi terselubungi oleh PML sedemikian sehingga ketika gelombang elektromagnetik masuk ke dalam PML akan langsung diserap sehingga efek pemantulan pada batas domain komputasi dapat dikurangi. Hal ini dapat dianalogikan dengan perambatan gelombang pada ruang bebas dan hanya ada struktur sensor kristal fotonik di bagian tengah ruang tersebut. Dengan kondisi ini, diharapkan hasil simulasi akan lebih mendekati kondisi yang sebenarnya.

(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teori Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor dengan pelaksanaan mulai dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010, dengan kegiatan meliputi penelusuran literatur melalui internet dan buku-buku, penelitian pendahuluan, pembuatan program, analisis output, pengolahan data dan penyusunan laporan.

3.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laptop menggunakan prosesor AMD Turion X-2 dual-core mobile technology CPU 2.00 GHz, 2,5 GB DDR2 of RAM. Software yang digunakan untuk proses komputasi adalah bahasa pemrograman Matlab 7.01 dari Mathwork, Inc. dan software

Mathematica 7 sebagai pendukung. Selain itu, penulis juga menggunakan literatur pendukung lain yang dapat diakses melalui internet di laboratorium.

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk memahami prinsip kerja dari secara umum dari beberapa biosensor optik berbasis kristal fotonik. Sebagai pondasi dasar, studi pustaka juga dilakukan untuk mempelajari konsep-konsep dasar gelombang elektromagnetik yang diinterpretasikan melalui Persamaan Maxwell. Selain itu juga akan dipelajari mengenai beberapa metode komputasi terkait dengan mekanisme yang terjadi pada gelombang elektromagnetik. Secara khusus, metode komputasi yang dipelajari untuk mendukung penelitian ini adalah metode finite

(36)

3.3.2 Disain Struktur Kristal Fotonik dan Pembuatan Program

Pembuatan program dengan menggunakan software Matlab 7.01 diperlukan untuk memudahkan pemodelan dan analisis secara numerik. Pada akhirnya, dengan pemodelan tersebut diharapkan mampu untuk menghasilkan disain biosensor optik kristal fotonik 1-D. Adapun metode numerik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode finite different time domain atau sering dikenal dengan singkatan FDTD. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode FDTD dua dimensi dengan mode transverse electric (TE).

Dengan mengacu pada penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh H. Alatas et al (2006) mengenai kristal fotonik dengan struktur periodik berupa

layer (lapisan)15, penelitian ini mencoba untuk mengembangkan model dengan kemiripan pola periodisitas dan defek. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah dengan mengganti periodisitas layer menjadi struktur pilar (rod) yang tertanam dalam suatu lempeng (slab) dielektrik. Struktur berupa layer secara langkap dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 10 merupakan disain struktur kristal fotonik yang dikaji dalam tulisan ini. Strukturnya tersusun atas lempengan (slab) dengan bagian tengahnya terdapat sebelas pilar (pilar) yang tersusun melintang sepanjang lempengan. Baik lempengan maupun pilar memiliki indeks bias tertentu. Bagian pilar ke-4 dan ke-8 diberi defek. Untuk selanjutnya masing-masing disebut sebagai defek ke-1 dan ke-2. Defek ke-1 berperan sebagai regulator dan defek ke-2 sebagai sensor yang dalam aplikasi riilnya dapat diisi dengan bahan-bahan tertentu yang nantinya akan diuji oleh sensor. Dalam hal ini bagian tersebut dapat diisi oleh protein, gula, jaringan, atau bahan-bahan biologi lainnya.

Gambar 9. Struktur kristal fotonik asimetri satu dimensi dengan dua sel defek. D1 adalah defek pertama sedangkan D2 adalah defek kedua. Ei adalah medan datang, Er medan pantul dan Et medan transmisi. (Alatas, H. et al, 2006)

(37)

Gambar 10. Model sensor optik kristal fotonik satu dimensi yang tersusun atas sebelas pilar dielektrik di dalam lempeng dielektrik. Pilar ke-4 dan dan ke-8 diberikan defek.

Dengan menggunakan disain struktur seperti pada Gambar 10, nantinya akan ada banyak parameter yang dapat diuji dalam penelitian. Di antaranya dapat melakukan pengujian dengan memvariasikan nilai indeks bias defek, mengubah-ubah ukuran diameter pilar, atau dengan mengganti posisi defek yang pada akhirnya diharapkan dengan disain tersebut diperoleh optimasi yang cukup tinggi dalam melakukan pengukuran.

3.3.3 Analisis Output

Setelah output diperoleh, kemudian analisis dilakukan untuk memahami dinamika yang terjadi ketika gelombang elektromagnetik dilewatkan melalui biosensor optik kristal fotonik 1-D yang disainnya telah ditentukan. Melalui analisis ini diharapkan kedepannya akan mampu untuk menghasilkan disain biosensor optik kristal fotonik 1-D dengan optimasi kerja yang lebih baik lagi. Dengan tinjauan teoritik yang sudah optimal, diharapkan kelak model biosensor ini akan dapat memasuki tahapan pabrikasi dalam implementasinya secara lebih riil. 1st defect 2nd defect Incident wave defek z x y

(38)
(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Visualisasi Gelombang di Dalam Domain Komputasi

Teknis penelitian yang dilakukan dalam menguji disain sensor ini adalah dengan cara menembakkan struktur sensor yang telah dibuat dengan menggunakan gelombang elektromagnetik. Adapun jenis gelombang yang dipilih adalah planewave dengan sumber yang terletak di dalam domain komputasi.

Planewave yang digunakan memiliki bentuk umum sesuai dengan Persamaan (25)16:

sin( )

y= A ωtkx (25)

Alasan pemilihan bentuk gelombang tersebut adalah karena kemudahan dalam melakukan analisis dan kemudahan dalam melakukan simulasi.

Gambar 11 menunjukan hasil simulasi ketika planewave dirambatkan dalam arah sumbu x. Selain itu, domain komputasi diberikan buffer pada setiap bagian tepinya sedemikian sehingga diperoleh visualisasi yang lebih optimal.

Gambar 11. Planewave dirambatkan dalam medium hampa dengan batas domain komputasi dengan ukuran mesh 100 x 50. Tampak bahwa medan listrik Ez berubah terhadap waktu. Pada batas medium tidak terjadi efek pemantulan disebabkan oleh adanya PML yang menyerap gelombang saat melewati batas domain komputasi.

Buffer

Gelombang disrap oleh

(40)

Dalam simulasi, nilai frekuensi maupun panjang gelombang yang digunakan harus disesuaikan dengan increment domain dan bentuk struktur sensor. Hal ini bertujuan agar fenomena yang terjadi di dalam struktur dapat teramati sehingga lebih mudah dalam melakukan analisis. Dari beberapa kali simulasi, diperoleh nilai increment (x) yang optimal, yaitu

10 11

x λ

∆  (26)

atau dengan kata lain ∆x harus memiliki orde yang sama dengan

λ

namun dengan nilai yang sedikit lebih kecil.11, 17

4.2 Visualisasi Disain dan Spesifikasi Sensor

Model sensor ini menggunakan struktur dasar yang terdapat pada Gambar 10. Sensor didisain dengan menggunakan lempengan yang bagian dalamnya terdapat sebelas pilar dengan dua buah defek pada pilar ke-4 dan ke-8. Lempeng menggunakan bahan silikon (Si) dengan indeks bias 3,48 dengan delapan buah pilar regular dari bahan SiO2 dengan indeks bias 1,44 dan radius masing-masing

sebesar 600 nm. Defek pertama (pilar ke-4) menggunakan bahan Al2O3 dengan

indeks bias 1,7 dan defek kedua memiliki indeks bias yang divariasikan (sebagai tempat sampel yang akan diuji). Pemilihan nilai indeks bias struktur sensor didasarkan pada bahan-bahan yang sudah ada dalam aplikasi riil sehingga untuk ke depannya diharapkan dapat mempermudah pabrikasi.

Pada Gambar 11 tampak disain biosensor dengan struktur berdasarkan nilai permitivitas relatifnya. Variasi nilai permitivitas terendah divisualisasikan dengan warna biru dan nilai tertinggi dengan warna merah. Dengan adanya hubungan antara nilai indeks bias dengan permitivitas relatif, maka akan memudahkan pembuatan program dengan mengikuti relasi sesuai Persamaan (27).

r

n= ε . (27)

Visualisasi nilai permitivitas struktur bertujuan untuk mengecek kesesuaian program yang telah dibuat. Jika terdapat kekeliruan coding, maka tampilan struktur akan tampak tidak sesuai dengan disain. Pada Gambar 12 tampak bahwa distribusi nilai permitivitas sudah sesuai dengan disain struktur dari Gambar 10, ini berarti bahwa program sudah benar dan siap untuk digunakan.

(41)

Gambar 12. Penampang struktur berdasarkan perbedaan nilai permitivitas bahan. Visualisasi ini berfungsi untuk mengecek kesesuaian antara disain struktur dengan coding.

Keunggulan penggunaan metode FDTD dalam melakukan simulasi adalah kemudahan dalam menganalisis proses yang terjadi. Karena selama simulasi berlangsung program menampilkan proses perambatan gelombang memasuki sensor. Dengan demikian semua mekanisme fisis dari gelombang dapat teramati.

4.3 Distribusi Medan Listrik Ez di Dalam Sensor

Prinsip utama dari kerja sensor berbasis optik adalah adanya fenomena refleksi dan refraksi ketika sebuah gelombang elektromagnetik melewati batas dua medium dielektrik dengan perbedaan nilai indeks bias tertentu. Proses perambatan medan listrik dapat teramati beserta mekanisme-mekanisme rafleksi dan refraksi yang terjadi. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 13.

(42)

Gambar 13. Mekanisme perambatan medan listrik Ez di dalam sensor pada saat memasuki time

step ke-301, 750, 1136 dan 2827 (saat 2,508x10-2 ps, 6,250 x10-2 ps, 9,467 x10-2 ps dan 2,356 x10-2 ps). Sensor menggunakan jari-jari regular 600 nm dan jari-jari defek 800 nm. Indeks bias defek ke-2 sebesar 1,40.

Gambar 13 menunjukan proses perambatan medan listrik yang terekam pada saat time step ke-301, 750, 1136 dan 2827. Pada gambar tersebut tampak bahwa setelah gelombang keluar dari sensor ada sebagian medan listrik yang tarpantul kembali ke dalam sensor. Selain itu tampak pula bahwa proses perambatan gelombang di dalam struktur berjalan lebih lambat, kondisi tersebut terlihat jelas pada time step ke-750 dan ke-1136. Hal ini menunjukan bahwa gelombang elektromagnetik mengalami pengurangan kecepatan ketika melalui suatu bahan dielektrik dengan nilai indeks bias yang lebih besar. Nilai panjang gelombang mengalami pengurangan ketika memasuki struktur sensor, pada Gambar 12 divisualisasikan dengan garis-garis muka gelombang yang lebih halus pada bagian struktur jika dibandingkan dengan garis pada bagian luar struktur.

(43)

Selain itu, perbesaran gambar pada time step ke-2827 menunjukan adanya penguatan medan pada bagian dalam pilar. Hal ini terjadi disebabkan adanya mekanisme pemantulan internal di dalam pilar. Pilar memiliki bahan dielektrik dengan indeks bias yang lebih rendah dari lempengan (slab) sensor, sehingga saat gelombang merambat keluar pilar dengan sudut yeng lebih besar atau sama dengan sudut kritisnya maka gelombang dipantulkan kembali ke dalam pilar sehingga muncul efek penguatan medan.

Gambar 14 menunjukan bahwa medan listrik di bagian dalam struktur mengalami penurunan amplitudo. Hal ini menunjukan bahwa panjang gelombang yang digunakan terlokalisasi di dalam band-gap, kondisi tersebut diindikasikan dengan adanya sejumlah besar medan yang terpantul kembali.

Mekanisme yang terjadi di dalam struktur sensor sangat kompleks serta meliputi berbagai proses fisis. Akan tetapi, secara lebih khusus dapat diketahui adanya proses interferensi antara gelombang datang dengan gelombang pantul. Mekanisme interferensi tersebut menghasilkan output yang berbeda-beda ketika bahan dan dimensi pilar diubah-ubah. Pada akhirnya diperoleh pola hubungan menyerupai linier antara perubahan indeks bias bahan terhadap rapat energi output rata-rata. Hal ini yang menjadi dasar bahwa struktur tersebut dapat diaplikasikan sebagai sensor.

Simulasi dilakukan dengan menggunakan jumlah mesh berukuran 400× 200 dengan masing-masing mesh memiliki ukuran increment x∆ = ∆ = 500 nm, y

adapun time step ∆ =t 500 ns. Adapun gelombang yang digunakan dalam simulasi adalah gelombang datar (plane wave) dengan panjang gelombang pada kisaran 560 nm.

Gambar 14. Distribusi medan listrik di dalam sensor optik setelah proses perambatan selama 260,5 ps. Defek kedua mengandung bahan material dengan indeks bias 1,40.

(44)

4.4 Pengukuran Kinerja Sensor

Variasi nilai indeks bias bahan pada defek ke-2 akan berpengaruh terhadap energi output yang didefinisikan menurut persamaan:

( )

=

( )

h dy t E t Q 0 2  ε (28)

Persamaan (28) menunjukan bahwa energi output dihitung dengan cara menintegrasikan nilai mutlak medan listrik Ez sepanjang garis vertikal pada sisi

kanan sensor (sisi output setelah gelombang melewati sensor). Dengan menggunakan kalkulasi ini didapat nilai energi per satuan panjang untuk setiap

time step, dalam hal ini dinotasikan dengan simbol Q. Untuk itu diperlukan kalkukasi berikutnya untuk menghitung nilai energi output yang dapat merepresentasikan keseluruhan proses. Dengan demikian, perhitungan hasil juga memerlukan definisi parameter rapat energi rata-rata sebagai berikut:

( )

= t dt t Q t W 0 1 (29)

Persamaan (29) menunjukan bahwa energi sudah terintegrasi secara total terhadap waktu kemudian dirata-ratakan untuk total waktu selama ݐ. Sehingga nilai rapat energi W sudah dapat merepresentasikan keseluruhan proses.

Gambar 15. Perubahan rapat energi terhadap waktu pada posisi input dan output. Indeks bias defek kedua sebesar 1,4, pilar regular berjari-jari 600 nm.

(45)

Gambar 15 menunjukan perubahan rapat energi terhadap waktu pada posisi input (bagian kiri) dan output (bagian kanan) dari sensor untuk nilai indeks bias defek kedua 1,4. Pada gambar tampak bahwa rapat energi berfluktuasi selama berlangsungnya proses, hal ini bersesuaian dengan jenis gelombang yang digunakan yaitu planewave dengan menggunakan fungsi gelombang sinus. Untuk interval waktu kurang dari 0,5 x 10-10 sekon, rapat energi pada posisi input berfluktuasi dengan sangat singkat sedangkan pada posisi output berharga nol. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pada selang waktu tersebut posisi input terjadi refleksi dengan jumlah yang sangat besar dan gelombang belum sampai ke posisi output. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa sensor memiliki nilai absorbansi yang sangat besar sehingga pada gambar terlihat bahwa amplitudo energi pada posisi output jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan posisi input.

Pengukuran kinerja sensor dilakukan dengan mencari nilai integrasi rapat energi terhadap waktu yang kemudian dirata-ratakan sesuai dengan Persamaan (29). Dengan kata lain, output yang sudah didapat pada Gambar 16 merupakan data mentah yang kemudian akan diintegralkan untuk mendapatkan rapat energi rata. Dengan menggunakan Persamaan (29) didapat nilai rapat energi rata-rata untuk nilai indeks bias tertentu pada defek yang kedua. Setelah itu akan didapat hubungan antara rapat energi output terhadap nilai indeks bias defek. Hubungan inilah yang kemudian dijadikan sebagai parameter ukur dari kinerja sensor. Secara lebih detil alur pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 16. Perubahan rapat energi pada posisi output (bagian kanan sensor) terhadap waktu. Jari-jari defek ke-2 800 nm dengan indeks bias 1,45. Jari-Jari-jari pilar reguler 500 nm. Integrasi grafik ini akan mendapatkan nilai rapat energi rata-rata output sebesar 48.3838772 nJ/m.

(46)

(a) (b)

Gambar 17. (a) Perubahan rapat energi rata-rata terhadap variasi indeks bias defek ke-2 untuk jari-jari defek 300 nm (dot kotak) dan jari-jari-jari-jari defek 800 nm (dot lingkaran). (b) Perubahan rapat energi rata-rata terhadap variasi jari-jari defek ke-2 dengan nilai indeks bias 1,4. Sensor didisain dengan menggunakan pilar regular berjari-jari 600 nm

Dari banyaknya simulasi yang telah dilakukan, maka diperoleh nilai hubungan antara perubahan rapat energi rata-rata terhadap indeks bias defek. Seperti terlihat pada Gambar 17(a), untuk nilai radius defek sebesar 800 nm, perubahan indeks biasnya berpengaruh terhadap perubahan rapat energi rata-rata W, sedemikian sehingga tampak kenaikan nilai rapat energi seiring dengan bertambahnya indeks bias. Kesensitifan ini terukur untuk interval indeks bias pada kisaran 1,33 sampai 1,45. Untuk jari-jari sebesar 300 nm, tampak tidak ada pengaruh perubahan indeks bias untuk kisaran yang sama. Dengan demikian dapat diketahui bahwa struktur kristal dengan jari-jari 800 nm dapat diaplikasikan sebagai sensor untuk mengukur sampel berupa cairan. Dalam aplikasi riil bisa berupa jaringan, larutan gula, membran dan lain-lain. Selain itu dapat diketahui pula bahwa kesensitifan sensor hanya berlaku pada nilai jari-jari defek tertentu saja.

Karakteristik lain yang dapat diketahui dari sensor ini adalah adanya pengaruh perubahan nilai rapat energi terhadap variasi jari-jari pilar defek. Pada Gambar 17(b) tampak bahwa seiring bertambahnya jari-jari pilar defek, rapat energi rata-rata mengalami penurunan. Khusus untuk jari-jari sebesar 450 nm, terjadi kenaikan rapat energi rata-rata yang maksimum untuk kemudian turun dan naik kembali pada jari-jari 550 nm dan kemudian turun hingga jari-jari 700 nm.

(47)

(a) (b)

Gambar 18. Perubahan rapat energi rata-rata terhadap indeks bias untuk disain sensor menggunakan jari-jari pilar reguler sebesar 500 nm. (a) Sensor bekerja dengan kesensitifan yang baik jika menggunakan defek ke-2 dengan jari jari 400 nm atau 500 nm. (b) Sensor tidak dapat bekerja secara efektif jika menggunakan jari-jari defek ke-2 sebesar 600 nm, 700 nm dan 800 nm.

Dengan mengganti jari-jari pilar reguler yang sebelumnya 600 nm menjadi 500 nm, ternyata sensor tidak lagi sensitif jika jari-jari defek sebesar 800 nm (lihat Gambar 18 (b)), akan tetapi kesensitifan diperoleh untuk jari-jari defek 400 nm dan 500 nm (lihat Gambar 18 (a)). Dari hasil ini dapat diambil kesimpulan bahwa nilai kesensitifan sensor akan berubah jika terjadi perubahan jari-jari defek ke-2. Selain itu, kesensitifan sensor dapat diatur pada interval indeks bias yang tertentu dengan cara mencari nilai jari-jari defek yang bersesuaian.

Dari banyaknya variasi yang dilakukan, dapat dikatakan bahwa sensor memiliki tingkat kesensitifan yang beragam disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Selain itu, perubahan disain pada salah satu bagian akan turut mempengaruhi perubahan disain pada bagian lainnya jika ingin mendapatkan kesensitifan yang sama dari sensor.

4.5 Perbandingan dengan Beberapa Sensor Optik Lainnya

Jika dibandingkan dengan beberapa model sensor optik yang sudah ada, sensor dengan struktur berupa pilar-pilar memiliki beberapa kelebihan dalam hal flaksibilitas pengukuran jika diterapkan dalam aplikasi. Dengan struktur berupa

Gambar

Gambar 1. Contoh struktur kristal fotonik berdasarkan peroidisitasnya. (a) Satu dimensi, (b)  Dua dimensi, (c) Tiga dimensi (IA
Gambar  2.  Klasifikasi  sensor  dengan  mengacu  pada  enam  sumber  sinyal  (GCM  Meijer,  2008)
Gambar  3.  Contoh  susunan  sensor  optik  dalam  aplikasi  pengukuran  konsentrasi  larutan  gula (M.Rahmat, 2009)
Tabel 1. Spektrum gelombang elektromagnetik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pengaruh kepemimpinan dan tingkat kompensasi terhadap produktivitas kerja karyawan persektif ekonomi islam pada kantor kecamatan

Melaksanakan Penyuluhan kesehatan lingkungan bersama dengan petugas lintas program dan lintas sektoral terkait. Sanitarian 12 60 2

Gambar 4: Kerangka Pikir - Model Ekosistem Pariwisata.. Berdasarkan data, mata pencaharian penduduk Desa Walahar yang paling banyak adalah bekerja sebagai karyawan perusahaan/buruh

Pengujian bakteriologis dilakukan terhadap 13 sampel air minum isi ulang yang diambil dari depo air minum isi ulang yang tersebar di sekitar Lenteng Agung dan Srengseng Sawah

Dalam penelitian ini, ekstraksi minyak biji mangga dilakukan dengan metoda soxhlet yang menggunakan panas untuk waktu yang relatif panjang yaitu sampai dengan 18

4. Bila guru menanyakan kembali tentang konsep materi pembelajaran matematika sebelumnya, sebagian siswa tidak dapat menjawab... Berdasarkan gejala-gejala tersebut, maka perlu

Basofil memiliki granula bewarna biru dengan pewarnaan basa, selain lebih kecil dari pada eosinofil, tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, di dalam protoplasmanya

Dengan melakukan optimasi konsentrasi antigen dalam ELISA memungkinkan untuk mendeteksi antibodi spesifik dari semua ikan yang divaksinasi terhadap vaksin koktail A.. KESIMPULAN