• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Posisi Duduk Saat Bekerja

2.1.1 Posisi Saat Bekerja

Menurut Septiawan (2013) dalam melakukan aktivitas terdapat tiga macam sikap dalam bekerja, yaitu:

1) Sikap Kerja Duduk

Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, jarak lekuk lutut dan garis punggung, serta jarak lekuk lutut dan telapak kaki. Posisi duduk pada otot rangka (musculoskeletal) dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari nyeri dan cepat lelah (Santoso, 2004).

Pada posisi duduk tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring. Jika posisi duduk tidak benar maka tekanan pada saat posisi tidak duduk 100% dan tekanan akan meningkat menjadi 140% bila sikap duduk tegang dan kaku dan tekanan akan meningkat menjadi 190% apabila saat duduk dilakukan membungkuk ke depan (Santoso, 2004).

2) Sikap Kerja Berdiri

Menurut Astuti (2007) yang dikutip oleh Septiawan (2013) sikap kerja berdiri merupakan salah satu sikap kerja yang sering dilakukan ketika melakukan

(2)

kedua kaki menuju tanah. Hal ini disebabkan oleh faktor gaya gravitasi bumi. Kestabilan tubuh ketika posisi berdiri dipengaruhi posisi kedua kaki. Kaki yang sejajar lurus dengan jarak sesuai dengan tulang pinggul akan menjaga tubuh dari tergelincir. Selain itu perlu menjaga kelurusan antara anggota bagian atas dengan anggota bagian bawah.

Menurut Pudjianto (2001) yang dikutip oleh Septiawan (2013) sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki. Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus menyebabkan penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada bagian kaki dan hal ini akan bertambah bila ukuran sepatu yang digunakan tidak sesuai. Sikap kerja berdiri dapat menimbulkan keluhan subjektif dan juga kelelahan bila sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap kerja duduk. Berdiri dalam watu yang lama menyebabkan nyeri punggung bawah yang dapat mengganggu aktivitas serta dapat meningkatkan biaya pengobatan.

3) Sikap Kerja Membungkuk

Salah satu sikap kerja yang tidak nyaman untuk diterapkan dalam pekerjaan adalah membungkuk. Posisi ini tidak menjaga kestabilan tubuh ketika bekerja. Pekerja mengalami keluhan nyeri pada bagian punggung bagian bawah

(low back pain) bila dilakukan secara berulang dalam periode yang cukup lama.

Faktor risiko nyeri punggung bawah menunjukan bahwa sikap kerja membungkuk memperbesar risiko nyeri punggung bawah sebesar 2,68 kali dibandingkan dengan pekerja dengan sikap badan tegak (Samara, 2005).

(3)

Pada saat membungkuk tulang punggung bergerak ke sisi depan tubuh. Otot bagian perut dan sisi depan invertebratal disk pada bagian lumbal mengalami penekanan. Pada bagian ligamen sisi belakang dari invertebratal disk justru mengalami peregangan atau pelenturan. Kondisi ini akan menyebabkan rasa nyeri pada punggung bagian bawah. Bila sikap kerja ini dilakukan dengan beban pengangkatan yang berat dapat menimbulkan slipped disk, yaitu rusaknya bagian

invertebratal disk akibat kelebihan beban pengangkatan (Astuti dan Suhardi,

2007).

2.1.2 Pengertian Mengemudi

Mengemudi didefinisikan sebagai kegiatan mengontrol operasi dari sebuah kendaraan seperti mobil, truk atau bus. Pekerjaan transportasi jalan meliputi pekerja yang bertanggung jawab secara teknis dan administratif terhadap kendaraan (Karuniasih, 2009).

Mengemudi untuk waktu yang lama sangat melelahkan dan tidak nyaman. Pengemudi harus selalu waspada dengan kondisi kendaraan, terutama lalu lintas yang padat dan macet atau pada saat cuaca buruk. Pengemudi harus berhati-hati terhadap kemungkinan kecelakaan atau melakukan manuver lain yang membahayakan penumpang.

Menurut Pheasant (1991) yang dikutip oleh Karuniasih (2009) ada beberapa alasan mengapa prevalensi MSDs tinggi pada pengemudi antara lain : a. Pengemudi menghabiskan waktu lama berada dalam posisi statik yang hanya

(4)

b. Posisi mengemudi sangat tidak nyaman bila dibandingkan dengan posisi kerja lainnya.

c. Pajanan vibrasi yang berasal dari kendaraan.

d. Mengemudi membutuhkan konsentrasi tinggi dan secara psikologis menimbulkan stress dan ketegangan pada otot leher.

2.1.3 Tugas Pengemudi dan Prosedur Mengemudi

Tugas administratif pengemudi adalah bertanggung jawab terhadap kendaraan dan muatannya, mengisi dokumen perjalanan, melakukan tindakan yang diperlukan bila terjadi kerusakan atau kecelakaan dan melaporkannya kepada pemilik kendaraan di akhir perjalanan.

Sama halnya dengan yang diterapkan di Fa.Mekar Jaya Trayek 117 pada saat memulai kerjanya, pengemudi angkutan kota melapor ke petugas administrasi yang bertugas atau yang lebih dikenal dengan sebutan mandor. Selain itu pengemudi angkutan kota juga bertugas memeriksa kelayakan angkutan yang dikemudikannya bahkan mereka juga melakukan perbaikan ringan pada bagian mobil yang mengalami kerusakan.

2.1.4 Fisiologi Duduk

Menurut LaDou yang dikutip Karuniasih (2009) pembagian posisi duduk terdiri atas tiga macam, yaitu :

1) Duduk Tegak (upright sitting)

Duduk dengan posisi tegak dianggap sebagai postur duduk yang baik. Duduk tegak sangat cocok untuk pekerjaan yang menggunakan komputer atau

(5)

mengemudi. Studi tentang tekanan pada intradiskus menunjukkan bahwa tekanan di diskus lumbal 40%-50% lebih besar pada posisi ini dibandingkan dengan berdiri. Ini disebabkan pada kursi yang tegak, pelvis berotasi ke belakang (±380) saat duduk dan kurva ke depan dipunggung bawah cenderung lurus. Sandaran punggung yang tepat akan mengurangi tekanan di diskus lumbal sampai 30%.

2) Duduk Condong ke Depan (Forward sitting)

Tekanan pada diskus lumbal meningkat 90% lebih besar dibandingkan saat berdiri pada saat melakukan aktivitas seperti duduk, menulis atau melakukan pekerjaan yang menyebabkan tulang belakang condong ke depan.

3) Duduk ke Belakang (Reclining)

Posisi reclining cocok untuk pekerja yang perlu fokus pada detail kecil atau harus melakukan gerakan motorik halus. Pada posisi ini tumpuan berat badan berada di belakang tempat duduk dan dengan penggunaan lumbal support akan mengurangi tekanan di diskus lumbal sampai 25% dari posisi berdiri. Masalah pada posisi duduk ini timbul bila target visual lebih rendah atau terlalu jauh.

2.1.5 Postur Mengemudi

Melakukan aktivitas mengemudi dalam jangka waktu yang lama disertai postur duduk yang tidak ergonomis dapat menimbulkan keluhan kesehatan jika dilakukan secara terus menerus. Keluhan umum yang sering timbul yakni rasa nyeri pada bagian punggung terutama pada punggung bagian bawah atau yang dikenal dengan istilah low back pain. Untuk menghindari timbulnya keluhan low

(6)

back pain pengemudi harus menyesuaikan postur mengemudi yang ergonomis

(Vehicle Ergonomics Best Practice Guide UK, 2007) antara lain :

a. Apabila kursi mengemudi dapat disesuaikan naik-turun, atur kesesuaiannya sehingga dapat membuat penglihatan kita terhadap jalan menjadi maksimum.

Gambar 2.1 Posisi tempat duduk mengemudi-adjust naik-turun

b. Sesuaikan juga posisi maju-mundur tempat duduk kemudi sehingga jaraknya dapat memudahkan kaki dalam menginjak pedal rem, gas dan kopling.

(7)

c. Pada mobil tertentu yang dapat diatur kemiringan bantal di tempat duduk kemudi di bagian ujung paha, hendaknya diatur kemiringannya sehingga bagian paha tersupport dengan baik.

Gambar 2.3 Posisi tempat duduk mengemudi-adjust bantalan ujung paha

d. Atur kemiringan backrest sehingga dapat menyediakan topangan terbaik pada punggung. Pada umumnya kemiringan backrest adalah antara 1100 - 1140.

Gambar 2.4 Posisi backrest

e. Untuk roda kemudi yang dapat diatur panjang dan kemiringannya, atur roda kemudi sesuai dengan jangkauan tangan, pastikan ada ruang untuk paha dan

(8)

lutut bergerak pada saat menginjak pedal rem, gas atau kopling, dan pastikan semua display panel terlihat jelas dan tidak terhalangi roda kemudi.

Gambar 2.5 Posisi roda kemudi

f. Atur penyangga kepala, pastikan pada posisi tersebut risiko injury di kepala dapat dikurangi apabila terjadi kecelakaan.

(9)

g. Atur kemiringan kaca spion sehingga dapat digunakan untuk melihat kondisi sekitar tanpa menyebabkan ketegangan pada leher dan tubuh bagian atas.

h. Posisi kaki yang baik pada saat mengemudi tepatnya posisi kaki diantara pedal adalah paralel satu sama lain. Posisi kaki pada saat mengemudi mempengaruhi otot adductor pada paha. Pada saat posisi kaki memutar maka adductor paha tidak melakukan mobilitas. Pada keadaan ini ruang abdominal menjadi kendur dan pada saat yang bersamaan terjadi peningkatan beban pada otot punggung sampai ke leher.

i. Posisi tangan yang baik pada saat memegang kemudi adalah berada pada arah jarum jam 2 dan 10, karena pada posisi inilah tangan kita dalam posisi natural dan tidak memberikan tekanan pada bagian tubuh atas. Cara menggenggam roda kemudi pun harus benar, dengan tidak memberikan tekanan berlebihan pada lengan. Jari-jari pada lengan diusahakan serileks mungkin begitu juga pada bahu dan siku.

2.2 Keluhan Nyeri Punggung Bawah

2.2.1 Pengertian Nyeri Punggung Bawah

Nyeri punggung merupakan sekumpulan gejala yang menandakan bahwa

terdapat sesuatu yang salah. Nyeri dapat digambarkan sebagai sensasi tidak menyenangkan yang terjadi bila mengalami cedera atau kerusakan pada tubuh. Nyeri dapat terasa panas, gemetar, kesemutan seperti terbakar, tertusuk atau ditikam.

(10)

Menurut Suma’mur P.K (2009) nyeri punggung bawah adalah rasa nyeri yang dirasakan pada punggung bawah yang sumbernya adalah tulang belakang daerah spinal (punggung bawah), otot, saraf atau struktur lainnya disekitar daerah tersebut. Nyeri punggung bawah dapat disebabkan oleh penyakit atau kelainan yang berasal dari luar punggung bawah misalnya penyakit atau kelainan pada pinggang, hernia inguinalis, penyakit atau kelainan pada testis atau ovarium.

2.2.2 Patofisiologi Nyeri Punggung Bawah

Nyeri punggung bawah mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang merangsang oleh berbagai stimulus lokal (mekanisme, termal, kimiawi. Stimulus ini akan direspon dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasma otot, yang selanjutnya akan menimbulkan iskemia.

Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya berbagai mediator inflamasi atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada sistem saraf.

Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat menyebabkan dua kemungkinan. Pertama, penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervi nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya karena pergerakan. Kemungkinan kedua, penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler dimana

(11)

terjadi akumulasi saluram ion Na dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya mechano hot spot yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal (Rahajeng Tanjung, 2009).

2.2.3 Mekanisme Nyeri Punggung Bawah

Tulang punggung (spinal column) terdiri dari tulang belakang (vertebrae), yang terpisah dan berbantalkan piringan per-penyerapan yang dibuat dari tulang rawan. Tulang belakang juga dilindungi oleh lapisan tipis tulang rawan dan ditopang oleh persendian dan otot-otot yang berfungsi untuk membantu menyeimbangkan tulang punggung. Otot-otot ini termasuk kedua otot iliopsoas (yang menyusuri kedua sisi tulang punggung), kedua otot penegak tulang punggung (yang menyusuri sepanjang kedua sisi tulang punggung yang ada dibelakangnya) dan otot paraspinal pendek yang banyak (yang menyusur diantara tulang belakang). Otot perut (yang menyusur dari bagian bawah rongga dada menuju panggul) juga membantu menyeimbangkan tulang punggung.

Sepanjang tali tulang belakang, syaraf tulang belakang timbul melalui ruang diantara tulang belakang untuk terhubung dengan syaraf sepanjang tubuh. Pada syaraf tulang belakang didekat tali tulang belakang disebut akar syaraf tulang belakang. Karena letaknya berdekatan, akar syaraf tulang belakang bisa tertekan ketika tulang belakang terluka dan bisa mengakibatkan nyeri (Latif, 2007).

(12)

2.2.4 Tanda dan Gejala Nyeri Punggung Bawah

Berdasarkan pemeriksaannya tanda dan gejala nyeri punggung bawah dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok yaitu:

1) Nyeri Punggung Bawah Sederhana

Adanya nyeri pada daerah sepanjang tulang belakang tanpa penjalaran atau keterlibatan saraf di bawahnya. Nyeri saat bergerak, derajat nyeri bervariasi setiap waktu dan tergantung dari aktivitas fisik.

2) Nyeri Punggung Bawah dengan Gangguan Persyarafan

Gejalanya nyeri yang menjalar ke lutut, tungkai, kaki ataupun adanya rasa baal di daerah nyeri.

3) Nyeri Punggung Bawah Menurut Kegawatannya

Ada riwayat trauma fisik berat seperti jatuh dari ketinggian ataupun kecelakaan kendaraan bermotor, adanya nyeri tanpa pergerakan yang konstan dan progresif, ditemukan nyeri daerah perut dan atau dada. Merasakan nyeri hebatpada malam hari yang tidak membaik dengan posisi telentang, penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya, menggigil dan atau demam, pergerakan punggung sangat terbatas dan persisten dan adanya gejala kencing tertahan (Latif, 2007).

2.2.5 Klasifikasi Nyeri Punggung Bawah

Menurut Malcom Jayson (2002) nyeri dapat dibedakan menurut waktu terjadinya, antara lain :

(13)

1) Nyeri Akut yang tajam, dalam dan langsung maupun tiba-tiba. Seseorang tidak dapat beristirahat dengan tenang dan setiap gerak bagian punggung yang terkena bertambah nyeri yang terjadi selama kurang dari 8 minggu.

2) Nyeri kronis yang terus menerus dan tidak berkurang. Nyeri biasanya dirasakan dalam beberapa hari tetapi kadangkala dapat pula berlangsung selama satu minggu atau lebih.

Berdasarkan perjalanan kliniknya low back pain terbagi menjadi dua jenis (Bimariotejo, 2009), yaitu :

1) Acute Low Back Pain

Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara

tiba-tiba dan rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back pain dapat disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, sehingga menyebabkan rusaknya jaringan, melukai otot, ligamen dan tendon.

2) Chronic Low Back Pain

Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari tiga bulan. Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya lebih berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back

pain dapat terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses degenerasi diskus intervertebralis dan tumor.

(14)

1) Nyeri Punggung Bawah Visirogenik

Nyeri punggung bawah yang disebabakan oleh adanya proses patologik di ginjal atau visera di daerah pelvis serta tumor retroperitoneal. Nyeri viserogenik tidak bertambah berat dengan aktivitas tubuh dan sebaliknya tidak berkurang dengan istirahat.

2) Nyeri Punggung Bawah Vaskulogenik

Pada nyeri ini aneurisma atau penyakit vascular perifer dapat menimbulkan nyeri punggung atau menyerupai iskialgia. Aneurisma abdominal dapat menimbulkan nyeri punggung bawah dibagian dalam dan tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik.

3) Nyeri Punggung Bawah Spondilogenik

Nyeri ini disebabkan oleh berbagai proses patologik di column vertebralis yang terdiri dari unsur tulang (osteogenik), diskus inveterbralis (diskogenik) dan miofasial (miogenik) dan proses patologik di artikulasio sakroiliaka.

4) Nyeri Punggung Bawah Psikogenik

Nyeri jenis ini jarang ditemui, tetapi biasanya ditemukan setelah dilakukan pemeriksaan yang lengkap, Nyeri punggung bawah jenis ini pada umumnya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan dan depresi atau campuran antar kecemasan dan depresi.

(15)

Nyeri punggung bawah neurogenik misalnya pada iritasi arachnoid dengan sebab apapun dan tumor-tumor pada spinal durmater dapat menyebabkan nyeri.

2.2.6 Faktor Risiko Nyeri Punggung Bawah

Ada beberapa faktor risiko yang memicu timbulnya keluhan nyeri punggung bawah, antara lain :

1) Faktor Personal a. Usia

Pada umumnya keluhan otot sekeletal mulai dirasakan pada usia kerja 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun, sehingga risiko terjadi keluhan otot meningkat (Tarwaka, 2004).

b. Masa Kerja

Semakain lama masa kerja seseorang, semakin lama terkena paparan ditempat kerja sehingga semakin tinggi resiko terjadinya penyakit akibat kerja.

Penelitian yang dilakukan oleh Lutam (2005) menyatakan bahwa resiko nyeri punggung sangat berhubungan dengan lama kerja. Semakin lama bekerja, semakin tinggi tingkat risiko untuk menderita nyeri punggung. Pekerja yang memiliki masa kerja >5 tahun memiliki tingkat resiko 7,26 kali lebih besar menderita nyeri punggung dibanding dengan yang memilki masa kerja < 5 tahun.

(16)

c. Jenis Kelamin

Laki-laki dan wanita bekerja dalam kemampuan fisiknya. Kekuatan fisik tubuh wanita rata-rata 2/3 dari pria. Poltrast menyebutkan wanita mempunyai kekuatan 65% dalam mengangkat dibanding rata-rata pria. Hal tersebut disebabkan karena wanita mengalami siklus biologi seperti haid, kehamilan, nifas, menyusui dan lain-lain. Sebagai gambaran kekuatan wanita yang lebih jelas, wanita muda dan laki-laki tua kemungkinan dapat mempunyai kekuatan yang hampir sama (Budiono, 2003).

Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli tentang pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat resiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pada pria (Tarwaka, 2004).

2) Faktor Pekerjaan a. Beban Kerja

Beban kerja adalah beban pekerjaan yang ditanggung oleh pelakunya baik fisik, mental maupun sosial (Suma’mur PK, 1996). Beban kerja adalah setiap pekerjaan yang memerlukan otot atau pemikiran yang merupakan beban bagi pelakunya, beban tersebut meliputi beban fisik, mental ataupun beban sosial sesuai dengan jenis pekerjaanya.

(17)

b. Lama Kerja

Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam. Sisanya (16-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga atau masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan. Dalam seminggu biasanya seseorang dapat bekerja dengan baik selama 40-50 jam. Lebih dari itu terlihat kecenderungan untuk timbulnya hal-hal negatif. Makin panjang waktu kerja, makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Jumlah 40 jam kerja seminggu ini dapat dibuat 5 atau 6 hari kerja tergantung kepada berbagai faktor (Suma’mur P.K, 1996).

Maksimum waktu kerja tambahan yang masih efisien adalah 30 menit. Sedangkan diantara waktu kerja harus disediakan waktu istirahat yang jumlahnya antara 15-30% dari seluruh waktu kerja. Apabila jam kerja melebihi dari ketentuan tersebut akan ditemukan hal-hal seperti penurunan kecepatan kerja, gangguan kesehatan, angka absensi karena sakit meningkat, yang dapat mengakibatkan rendahnya tingkat produktivitas kerja (Tarwaka dkk, 2004).

3) Faktor Lingkungan a. Tekanan

Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh pada saat tangan harus memegang alat maka jaringan otot tangan yang

(18)

sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap (Tarwaka dkk, 2004).

b. Getaran

Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Tarwaka dkk, 2004).

2.3 Metode Penilaian Risiko Ergonomi

2.3.1 Posisi Duduk dengan Metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) Menurut Highnett and McAtamney (2000) yang dikutip oleh Utomo (2012) Rapid Entire Body Assessment (REBA) dikembangkan untuk mengkaji postur bekerja yang dapat ditemukan pada industri pelayanan kesehatan dan industri pelayanan lainnya. REBA digunakan untuk menghitung tingkat risiko yang dapat terjadi sehubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan CTDs dengan menampilkan serangkaian tabel-tabel untuk melakukan penilaian berdasarkan postur-postur yang terjadi dari beberapa bagian tubuh dan melihat beban atau tenaga aktivitasnya. Data yang dikumpulkan terdiri dari data postur badan, kekuatan yang digunakan, tipe dari pergerakan, gerakan berulang dan gerakan berangkai. Skor akhir REBA diberikan untuk memberi sebuah indikasi pada tingkat risiko mana dan pada bagian mana yang harus dilakukan tindakan penanggulangan.

Apabila postur bergerak dari posisi netral maka nilai risiko akan meningkat. Tabel tersedia untuk 144 kombinasi perubahan postur yang dimasukan

(19)

kedalam skor tunggal yang mewakili tingkat risiko muskuloskeletal. Skor ini kemudian dimasukan kedalam lima tingkat tindakan seperti apakah penting untuk dicegah atau dikurangi untuk mengkaji postur. Perubahan nilai-nilai disediakan untuk setiap bagian tubuh yang dimaksudkan untuk memodifikasi nilai dasar jika terjadi perubahan atau penambahan faktor risiko dari setiap pergerakan yang dilakukan.

Metode ini memiliki keuntungan yaitu dapat mengetahui kegiatan mana yang paling berisiko untuk dikerjakan terkait dengan keluhan kesehatan yang muncul. Kelemahan menggunakan metode REBA yaitu belum dapat melihat lebih dalam mengenai gejala yang melatarbelakangi risiko tersebut. Selain itu survei REBA tidak dapat mendeteksi adanya pengaruh dari lingkungan kerja (Utomo, 2012).

2.3.2 Prosedur Penilaian Metode REBA a. Observasi Pekerjaan

Mengobservasi pekerjaan untuk mendapatkan formula yang tepat dalam pengkajian faktor ergonomi ditempat kerja, termasuk dampak dari desain tempat kerja dan lingkungan kerja, penggunaan peralatan dan perilaku pekerja yang mengabaikan risiko. Jika memungkinkan data disimpan dalam bentuk foto atau video.

(20)

b. Memilih Postur yang akan Dikaji

Memutuskan postur yang akan dianalisis dengan menggunakan kriteria, antara lain postur yang sering dilakukan, postur dimana pekerja lama pada posisi tersebut, postur yang yang membutuhkan banyak aktivitas otot atau yang banyak menggunakan tenaga, postur yang diketahui menyebabkan ketidaknyamanan, postur tidak stabil atau postur janggal, khususnya postur yang menggunakan kekuatan, postur yang mungkin dapat diperbaiki oleh intervensi, kontrol atau perubahan lainnya. (Utomo, 2012).

c. Memberikan Penilaian pada Postur

Menggunakan kertas penilaian dan penilaian bagian tubuh untuk menghitung skor postur. Penilaian awal dibagi dua grup :

1. Grup A : punggung, leher dan kaki

2. Grup B : Lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Postur grup B dinilai terpisah untuk sisi kiri dan kanan. Sebagai catatan poin tambahan dapat dimasukan atau dikurangi, tergantung dari posisinya. Contoh, dalam grup B, lengan atas dapat disangga dalam posisi tersebut (terdapat sandaran lengan), sehingga 1 nilai dikurangi dari poinnya. Skor load/force score, coupling score, dan activity score disediakan pada tahapan ini. Proses ini dapat diulangi pada setiap sisi tubuh dan untuk postur lainnya.

d. Proses Penilaian

Gunakan tabel A untuk menghasilkan skor tunggal dari badan, leher, dan kaki. Kemudian dicatat dalam kotaknya dan dimasukan ke dalam load/force score untuk menghasilkan skor A. Sama seperti sebelumnya penilaian lengan atas,

(21)

lengan bawah dan pergelangan tangan digunakan untuk menghasilkan nilai tunggal yang menggunakan tabel B. Penilaian ini akan kembali dilakukan apabila risiko terhadap muskuloskeletal berbeda. Penilaian kemudian dimasukan kedalam nilai gabungan untuk menghasilkan nilai B. Nilai A dan B dimasukan kedalam Tabel C dan kemudian nilai tunggal didapatkan. Nilai tunggal ini adalah skor C atau skor keseluruhan.

e. Menetapkan Tingkatan Tindakan

Nilai REBA yang sudah ada kemudian dicocokan dengan tabel tingkat aktivitas. Tabel ini merupakan kumpulan dari beberapa tingkatan nilai yang mengindikasikan apakah posisi tersebut harus dirubah atau tidak.

Hasil Perhitungan REBA Hasil akhir dari penilaian adalah REBA Decision yaitu tingkat risiko berupa skoring dengan kriteria :

1. Skor 1 masih dapat diterima

2. Skor 2 – 3 mempunyai tingkat risiko CTDs rendah 3. Skor 4 – 7 mempunyai tingkat risiko CTDs sedang 4. Skor 8 – 10 mempunyai tingkat risiko CTDs tinggi

(22)

Tabel 2.1 REBA Action Level

Skor REBA Tingkat Risiko Tingkat

Tindakan Tindakan pengendalian lebih lanjut 1 2-3 4-7 8-10 11-15 Tidak ada risiko Risiko rendah Risiko sedang Risiko tinggi Risiko sangat tinggi 0 1 2 3 4

Tidak perlu tindakan lebih lanjut

Mungkin perlu tindakan Perlu tindakan

Perlu tindakan secepatnya

Perlu tindakan sekarang juga

Sumber : Hignett dan Mc Atamney (2000) dikutip oleh Utomo (2012)

2.3.3 Penilaian Low Back Pain (LBP) dengan Nordic Body Map

Nordic Body Map merupakan salah satu dari metode pengukuran

subjektif untuk mengukur rasa sakit otot pada pekerja. Untuk mengetahui letak rasa sakit atau ketidaknyamanan pada tubuh pekerja dapat digunakan kuesioner

Nordic Body Map sebagai salah satu bentuk kuesioner checklist ergonomi yang

sudah terstandarisasi.

Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama, yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung bagian bawah, pergelangan tangan/tangan, pinggang/pantat, lutut dan tumit/kaki. Adapun gambarnya sebagai berikut :

(23)

Gambar 2.7 Nordic Body Map

2.4 Kerangka Konsep

Gambar 2.8 Kerangka Konsep Penelitian 0 Leher Bagian Atas

1 Leher Bagian Bawah 2 Bahu Kiri

3 Bahu Kanan 4 Lengan Atas Kiri 5 Punggung

6 Lengan Atas Kanan 7 Pinggang Belakang 8 Pinggul Belakang 9 Pantat

10 Siku kiri 11 Siku kanan 12 Lengan bawah kiri 13 Lengan bawah kanan 14 Pergelangan tangan kiri 15 Pergelangan tangan kanan 16 Telapak tangan kiri 17 Telapak tangan kanan 18 Paha kiri 19 Paha kanan 20 Lutut kiri 21 Lutut kanan 22 Betis kiri 23 Betis kanan

24 Pergelangan kaki kiri 25 Pergelangan kaki kanan 26 Telapak kaki kiri 27 Telapak kaki kanan

Variabel Bebas Posisi Duduk saat

Mengemudi

Variabel Terikat Keluhan Nyeri Punggung

Bawah (Low Back Pain) pada Pengemudi

Gambar

Gambar 2.1 Posisi tempat duduk mengemudi-adjust naik-turun
Gambar 2.3 Posisi tempat duduk mengemudi-adjust bantalan ujung paha
Gambar 2.5 Posisi roda kemudi
Tabel 2.1 REBA Action Level
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai manajemen sekolah adiwiyata yang selama ini dilaksanakan oleh sekolah adiwiyata di Kabupaten Kudus dan

Dengan melihat hal tersebut, adapun tujuan dalam penelitian ini ialah untuk menciptakan kesadaran kolektif masyarakat Toraja di tengah pandemi covid 19 yang

(engan membuat garis lurus, siswa dapat berlatih keseimbangan dengan disiplin. 2ola dari kertas atau bahan lain yang lunak... an'as, kuas, palet, cat air, dan cat minyak

“Iya Benar” Berdasarkan hasil wawancara dapat di- ambil kesimpulan bah- wasannya anak atau remaja dengan gang- guan tingkah laku dis- ebabkan karena ling- kungan

Adalah Comman Event untuk melakukan Event Command tertentu yang telah diatur ketika suatu kondisi terpenuhi.. Tampilan dari Jendela Conditional Branch adalah

Sebagai hasil dari upaya dan minat dalam pelatihan medis ini ditandakan dengan adanya peningkatan dua kali lipat dari tahun ke tahun sejak tahun 1978 (Saudi

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang penulis maksud dalam pengangkatan judul penelitian adalah sejauh mana penerapan suatu ibadah pada