• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JUMLAH DAN METODE PENGAMBILAN TITIK SAMPEL PENGUJI TERHADAP TINGKAT AKURASI KLASIFIKASI CITRA DIGITAL PENGINDERAAN JAUH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH JUMLAH DAN METODE PENGAMBILAN TITIK SAMPEL PENGUJI TERHADAP TINGKAT AKURASI KLASIFIKASI CITRA DIGITAL PENGINDERAAN JAUH"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JUMLAH DAN METODE PENGAMBILAN TITIK SAMPEL

PENGUJI TERHADAP TINGKAT AKURASI KLASIFIKASI CITRA DIGITAL

PENGINDERAAN JAUH

Projo Danoedoro1 1

PUSPICS Fakultas Geografi UGM, Sekip Utara, Sleman, Yogyakarta 55281 Email: projo.danoedoro@geo.ugm.ac.id.

*Corresponding author: projo.danoedoro@geo.ugm.ac.id

ABSTRAK

Penelitian penginderaan jauh hampir selalu menggunakan analisis uji akurasi untuk menunjukkan seberapa efektif suatu metode digunakan dan dikembangkan dalam mendukung aplikasi tertentu. Meskipun demikian, penelitian tentang bagaimana suatu metode uji akurasi dijalankan ternyata relatif terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh jumlah sampel penguji titik di lapangan dan metode pengambilannya terhadap tingkat akurasi hasil klasifikasi multispektral citra ALOS AVNIR-2. Dalam penelitian ini, citra ALOS AVNIR-2 multispektral (resolusi spasial 10 m) diklasifikasi multispektral untuk menurunkan peta-peta penutup lahan pada dua versi menurut jumlah kelas yang dihasilkan, yaitu 35 dan 15. Secara terpisah, citra ALOS AVNIR-2 ini dianalisis dengan metode klasifikasi berbasis objek dan kemudian diedit dengan basis poligon sesuai dengan kenyataan di lapangan, untuk dijadikan rujukan (dianggap benar) dalam pengujian akurasi. Pengambilan sampel lapangan untuk penguji akurasi dilakukan dengan basis titik. Untuk sampel penguji dilakukan strategi pengambilan sampel secara (a) acak, (b) sistematik atau grid, dan (c) acak terstratifikasi. Analisis uji akurasi dilakukan dengan menggunakan confusion/error matrix, untuk memperoleh nilai overall accuracy. Penelitian ini menemukan bahwa jumlah minimal sampel penguji yang direkomendasikan pada berbagai metode pengambilan sampel penguji adalah 4n untuk jumlah kelas penutup lahan yang banyak (35 kelas) dan 8n untuk jumlah kelas yang sedikit (13 kelas), di mana n = jumlah kelas. Penggunaan sampel penguji berupa titik secara acak kurang mampu memberikan hasil yang konsisten, apabila dibandingkan dengan nilai akurasi yang sebenarnya.

KATA KUNCI: penutup lahan, klasifikasi citra, uji akurasi

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Penginderaan jauh dapat dipandang sebagai sains (Dahlberg dan Jensen, 1986), namun dapat pula dipandang sebagai sub-disiplin di bawah disiplin geografi. Sains, menurut Zen (1979) dicirikan setidaknya oleh tiga hal, yaitu (a) eksplorasi ke alam materi, (b) melakukan pengamatan fenomena keteraturan di alam dan memformulasikannya ke dalam konsep dan teori, dan (c) bersifat mampu menguji diri sendiri (self testing). Baik sebagai sains tersendiri maupun sebagai sub-disiplin dalam geografi, penginderaan jauh telah menunjukkan bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk menguji diri sendiri, sehingga setiap kali penelitian penginderaan jauh selalu mampu memberikan hasil yang dapat dipakai sebagai umpan balik dalam menilai proses penyusunan pengetahuan maupun kelemahan-kelemahan yang ada di dalamnya. Salah satu ciri kemampuan menguji diri sendiri itu adalah mekanisme validasi atau menguji akurasi.

Penelitian penginderaan jauh dibedakan dari penelitian terapan yang sekadar menggunakan penginderaan jauh, dalam hal mekanisme uji akurasi yang bersifat ‘wajib’. Hasil uji akurasi ini menjadi tolok ukur, seberapa jauh suatu metode penginderaan jauh dapat diterapkan, dan pada kondisi apa saja suatu metode kurang dapat diandalkan. Identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap akurasi metode penginderaan jauh akan meningkatkan nilai manfaatnya, karena metode tersebut dapat direkomendasikan dengan mempertimbangkan keterbatasan dan karakteristik data, waktu, wilayah, dan jenis aplikasi yang digunakan.

Salah satu hal yang jarang dibahas dalam menilai akurasi suatu hasil analisis penginderaan jauh adalah metode pengambilan sampel penguji. Jensen (2005) dan juga Tso dan Mather (2009) telah

(2)

menunjukkan penggunaan matriks kesalahan (confusion matrix/error matrix), akan tetapi pada kedua rujukan tersebut tidak ada rekomendasi tentang jumlah sampel yang harus diambil dan cara pengambilannya. Kajian tentang jumlah sampel dalam proses klasifikasi telah banyak dibahas oleh berbagai penulis, misalnya Fitzpatrick-Lins (1981), Mather (2004), dan Congalton and Green (1999). McCoy (2005) telah menunjukkan bahwa kebutuhan jumlah sampel menurut Fitzpatrick-Lins (1981) mengabaikan ukuran luas wilayah dan variabilitas geografisnya. Mather (2004) menyarankan jumlah piksel minimal sampel adalah 30 kali jumlah kelas; sementara Congalton and Green (1999) mengusulkan metode perhitungan jumlah sampel berdasarkan distribusi binomial. Walaupun demikian, penulis-penulis tersebut tidak secara spesifik membahas jumlah dan metode pengambilan sampel penguji (bukan sampel klasifikasi) untuk suatu hasil klasifikasi digital dengan jumlah kelas tertentu.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang jumlah dan metode pengambilan titik sampel penguji yang optimal, terkait dengan jumlah kelas yang dipetakan, dalam menilai akurasi suatu hasil klasifikasi citra digital penginderaan jauh, khususnya dengan citra saetlit ALOS AVNIR-2 multispektral..

1.3. Hasil yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah (a) hasil klasifikasi citra ALOS AVNIR-2 secara digital yang dijadikan objek pengujian akurasi, (b) peta penutup lahan referensi (pengganti data lapangan) yang diproses dari klasifikasi citra ALOS AVNIR-2 dan koreksi lapangan, (c) titik-titik distribusi sampel penguji pada berbagai jumlah yang diambil pada berbagai metode, (d) tabel yang menyatakan hubungan antara jumlah kelas, jumlah titik sampel, dan metode pengambilan sampel dengan tingkat akurasi yang dihasilkan, dan (e) rekomendasi metode pengambilan sampel titik serta jumlah yang optimal untuk menilai akurasi suatu hasil klasiifkasi citra secara digital.

2. BAHAN, ALAT DAN METODE PENELITIAN

2.1. Bahan

Penelitian ini menggunakan citra ALOS AVNIR-2 multispektral pada resolusi spasial 10 m, yang terdiri dari empat saluran spectral, yaitu biru (0,42-0,50 µm), hijau (0,52-0,60 µm), merah (0,61-0,69 µm), dan inframerah dekat (0,76-0,89 µm). Citra direkam pada tanggal 20 Juni 2009, dan dipotong pada ukuran 1909 baris x 2025 kolom, meliput wilayah dengan ukuran 19,09 km x 20,25 km, termasuk Danau Rawa Pening di bagian tengah, kota Salatiga di bagian kanan bawah, dan kota Kecamatan Ambarawa di bagian kiri tengah (Gambar 1). Peta RBI skala 1:25.000 digunakan sebagai rujukan saat melakukan koreksi geometrik.

(3)

2.2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laptop dengan prosesor Intel i7 dan perangkat lunak Idrisi Selva serta perangkat lunak ILWIS Open 3.8. Idrisi Selva terutama digunakan untuk melakukan klasifikasi citra multispektral berbasis objek serta pengambilan sampel penguji; sementara ILWIS digunakan untuk melakukan penyuntingan hasil klasifikasi citra berbasis vector, pengujian akurasi dengan menggunakan sistem informasi geografis, serta tampilan peta. GPS receiver digunakan untuk memandu kerja lapangan.

2.3. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental, dengan menggunakan dua macam data utama, yaitu (a) citra yang telah diklasifikasi secara digital dan (b) referensi lapangan yang diwujudkan dalam bentuk peta. Dalam penelitian ini digunakan citra ALOS AVNIR-2 untuk diklasifikasi secara multispektral dan peta penutup lahan hasil klasifikasi ditambah kerja lapangan detil sebagai koreksi untuk dijadikan referensi. Peta hasil interpretasi ini diperbaiki berdasarkan survei lapangan, diperbaiki batas-batas satuan pemetaannya maupun isi kategorinya pada amodel data vektor, kemudian dirasterkan pada resolusi yang sama dengan citra ALOS AVNIR-2 untuk dijadikan referensi lapangan atau penguji akurasi. Secara garis besar, metode penelitian ini tersaji pada diagram alir di Gambar 1.

(4)

Perlu ditekankan di sini bahwa pencapaian akurasi yang tinggi pada klasifikasi multispektral citra ALOS AVNIR-2 bukanlah tujuan dari penelitian ini. Penggunaan citra terklasifikasi multispektral dan peta referensi yang dianggap benar hanya menjadi sarana untuk menilai pengaruh jumlah dan cara pengambilan sampel penguji terhadap tingkat akurasi hasil klasifikasi secara digital.

2.3.1. Pra-pemrosesan

Pada tahap awal, citra ALOS AVNIR-2 dikoreksi geometri dengan mengacu pada peta topografi (peta RBI) skala 1:25.000. Koreksi radiometri hanya dilakukan dengan cara mengurangi nilai piksel citra asli paad setiap saluran dengan nilai minimum yang diasumsikan sebagai gangguan (noise). Hal ini dilakukan dengan landasan dua alasan. Pertama, proses klasifikasi multispektral untuk satu tanggal perekaman tidak banyak terganggu oleh dikoreksi-tidaknya nilai piksel saluran-saluran yang dilibatkan. Kedua, perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini memroses citra untuk klasifikasi multispektral dengan rentang nilai 0-255 atau dengan koding 8 bit, sehingga hasil koreksi radiomeri hingga at-surface reflectance yang disimpan dalam 2 byte per piksel sekali pun harus dikonversi kembali ke skala 0-255, .

2.3.2. Klasifikasi Multispektral untuk Pemetaan Penutup Lahan

Selain digunakan sebagai salah satu masukan proses pan-sharpening, citra ALOS AVNIR-2 juga digunakan sebagai dasar pembuatan peta penutup lahan melalui klasifikasi multispektral. Proses klasifikasi multispektral dilakukan dengan mengacu ke skema klasifikasi multiguna dimensi spektral menurut Danoedoro (2009) yang dimodifikasi. Proses pengambilan sampel spektral akan memberikan kelas-kelas spektral dalam jumlah relatif besar. Kelas-kelas ini kemudian akan diubah menjadi kelas penutup lahan melalui proses Boolean logic dan penggabungan beberapa kelas spektral yang serupa ke kelas informasional (penutup lahan). Dengan demikian, akan dihasilkan beberapa jenis peta penutup lahan dengan jumlah kelas yang berbeda-beda, yang akan diuji akurasinya.

2.3.3. Klasifikasi Berbasis Objek untuk Pembuatan Peta Referensi (Penguji Akurasi)

Secara terpisah, citra ALOS AVNIR-2 diproses dengan klasifikasi berbasis objek untuk menghasilkan peta penutup lahan referensi, yaitu peta penutup lahan yang dianggap benar, dan menjadi dasar bagi pengujian akurasi yang ideal. Pengujian akurasi yang ideal adalah dengan cara menumpang-susunkan peta hasil klasifikasi yang akan diuji dengan peta referensi, sehingga setiap piksel pada kedua peta dapat dibandingkan; bukan hanya bertumpu pada sampel. pemilihan klasiifkasi berbasis objek didasari oleh pertimbangan bahwa metode ini mampu menghasilkan segmen dan kelas dalam bentuk poligon (bukan hasils generalisasi) yang bisa disunting berdasarkan cek lapangan. Proses klasifikasi berbasis objek meliputi dua langkah, yaitu (a) segmentasi berbasis objek, dan (b) klasifikasi berbasis objek. Sementara itu, hasil klasifikasi berbasis objek diproses lebih lanjut melalui koreksi dari data lapangan untuk menjadi peta referensi yang dipandang benar.

a. Segmentasi berbasis Objek

Segmentasi berbasi objek dilakukan dengan perangkat lunak Idrisi Selva. Cara kerja segmentasi ini mengacu pada penjelasan Eastman (2012), yaitu bahwa citra asli pada tahap awal diubah menjadi peta permukaan menyerupai model elevasi digital. Pengubahan dilakukan dengan mentransformasi nilai piksel asli menjadi nilai variansi. Selanjutnya, komputer melakukan delineasi otomatis untuk menentukan daerah tangkapan (watershed boundary), analog dengan citra elevasi digital, menggunakan nilai-nilai piksel yang mempunyai variansi tertinggi sebagai batas. Piksel-piksel dengan nilai variansi mendekati nol dipandang sebagai area atau objek yang homogen. Ketiga, daerah tangkapan yang relatif kecil-kecil kemudian digabung dengan menggunakan kriteria standar untuk membangun segmen-segmen citra, antara lain kemiripan secara spektral. Setiap segmen tercatat mempunyai tetangga segmen dengan urutan kemiripan yang tertentu namun konsisten satu sama lain. Proses in berlangsung secara iteratif. Hasil akhir dari proses segmentasi adalah peta segmen yang tersimpan dalam dua macam model data, yaitu vektor dan raster.

b. Klasifikasi Berbasis Objek

Citra segmen kemudian dijadikan dasar bagi pengambilan sampel, yaitu dengan menganggap segmen-segmen teretntu sebagai area of interest atau region of interest. Setiap sampel diberi label nama kelas mengacu ke skema klasifikasi, dan setiap sampel mempunyai spectral signature tertentu, sesua dengan nilai piksel semua saluran yang jatuh di dalam setiap segmen. Pengambilan sampel berbasis segmen ini

(5)

kemudian dilanjutkan dengan proses klasifikasi per piksel. Proses klasifikasi per-piksel akan menghasilkan citra terklasifikasi berbasis piksel, yang terpisah dari citra tersegmentasi. Hasil klasifikasi per-piksel ini kemudian digabungkan kembali dengan hasil segmentasi, untuk kemudian ditentukan label kelas akhirnya dengan mengacu pada aturan mayoritas piksel berlabel tertentu pada setiap segmen. Dengan cara yang sangat sederhana ini, setiap segmen pun kemudian dilabeli dengan nama-nama kelas atau kategori.

c. Pembuatan Peta Penutup Lahan Referensi

Peta hasil klasifikasi berbasis objek kemudian dikembalikan ke model data vektor. Konversi dari raster ke vektor dilakukan dengan perangkat lunak ILWIS 3.8, karena perangkat lunak ini mampu melakukan vektorisasi poligon relatif lebih baik (dalam arti menghasilkan poligon yang batasnya halus, tidak patah-patah) daripada perangkat lunak lain yang banyak tersedia di pasar. Dengan cara ini, penyuntingan (editing) atas hasil klasifikasi berdasarkan cek lapangan dapat dilakukan pada setiap poligon. Pengecekan lapangan berlangsung ekstensif sehingga poligon-poligon yang salah terklasifikasi dapat dikoreksi. Hasil akhir dari proses ini adalah peta penutup lahan referensi yang dianggap benar (karena sudah dikoreksi mengacu ke data lapangan) dan dikonversi kembali ke model data raster.

2.3.4. Penilaian Akurasi yang Benar dan Pengambilan Sampel untuk Pengujian Akurasi

Penilaian akurasi yang benar dilakukan dengan cara menumpangsusunkan peta penutup lahan referensi dan peta penutup lahan hasil klasifikasi multispektral yang akan diuji. Dengan cara ini seluruh piksel pada darah penelitian dilibatkan dalam pengujian dan masuk ke perhitungan matriks kesalahan. Nilai akurasi yang muncul adalah nilai akurasi yang sebenarnya, bukan berdasarkan sampel.

Pengambilan sampel penguji akurasi lapangan yang bertumpu pada peta-peta penutup lahan referensi ini dilakukan dengan menggunakan basis titik. Sampel penguji berupa titik diambil dengan tiga macam cara, yaitu (1) acak (random) (2) sistematik/grid, dan (3) acak terstratifikasi (stratified random). Penentuan titik-titik sampel acak, grid, maupun acak terstratifikasi dilakukan secara otomatis dengan menggunakan fasilitas pengambilan sampel acak dari perangkat lunak Idrisi Selva. Jumlah sampel penguji yang diambil didasari oleh jumlah kelas yang dihasilkan. Untuk keperluan penelitian ini, diambil sampel sejumlah 2n, 3n, 4n dan seterusnya, di mana n adalah jumlah kelas.

2.3.5. Evaluasi atas Nilai Uji Akurasi

Analisis hubungan antar jumlah kelas dan metode pengambilan sampel (acak, grid, dan terstratifikasi) dilakukan dengan menerapkan analisismatriks kesalahan pada setiap pasangan data hasil klasifikasi dan peta penutup lahan referensi. Akurasi keseluruhan digunakan sebagai penilai tingkat akurasi. Dari analisis ini diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang jumlah sampel penguji yang optimal, dan metode pengambilan sampel yang efektif.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Peta Penutup Lahan yang Akan Diuji

Peta penutup lahan yang diuji diproses dengan cara standar, baik dalam hal pemilihan sampel maupun eksekusi klasifikasinya. Pada tahap awal dihasilkan 49 kelas spektral, seperti tersaji pada Gambar 3. Karena kelas-kelas ini masih merupakan kelas spektral, dan bukan kelas yang sesuai dengan skema klasifikasi yang digunakan, maka dilakukan pengelompokan kelas. Misalnya air_keruh_1, air_keruh_2 dan air_keruh_3 dan seterusnya menjadi tubuh air. Cara ini menghasilkan 35 kelas penutup lahan seperti tersaji pada Gambar 4.

Peta dengan jumlah kelas sebanyak 35 ini kemudian disederhanakan menjadi peta baru dengan 13 kelas. Pengelompokan kembali jumlah kelas ini ditujukan untuk menghasilkan peta dengan jumlah kelas yang berbeda, yang perlu dikaji pengaruhnya terhadap jumlah dan distribusi sampel titik penguji akurasi. Peta dengan 13 kelas tersaji pada Gambar 5. Peta-peta penutup lahan dengan 35 dan 13 kelas ini yang kemudian perlu dibandingkan dengan peta penutup lahan lain yang dianggap benar.

4.2. Peta Penutup Lahan Penguji

Proses penyusunan peta penguji yang dianggap benar dimulai dengan segmentasi citra. Segmentasi memerlukan masukan empat saluran, yaitu biru, hijau, merah dan inframerah dekat, dengan bobot setiap

(6)

saluran yang berbeda-beda, karena bentanglahan daerah kajian didominasi oleh area bervegetasi. Pada penelitian ini, matriks korelasi antar-saluran dan matriks variansi-kovariansi menjadi pertimbangan, sehinga bobot untuk saluran biru adalah 0,19; sementara bobot untuk saluran hijau, merah, dan inframerah dekat masing-masing adalah 0,27. Pertimbangannya, kedua matriks tersebut dan fakta fenomena vegetasi di daerah penelitian lebih menunjukkan peran saluran hijau, merah dan inframerah dekat daripada saluran biru.

Gambar 3. Peta hasil klasifikasi multispektral dengan 49 kelas spektral mengacu ke kelas penutup lahan.

Gambar 4. Peta penutup lahan akhir dengan 35 kelas, hasil penyederhanaan peta kelas spektral

Berdasarkan proses trial and error, segmentasi menggunakan parameter dengan bobot yang sama untuk faktor nilai rerata dan faktor nilai variansi, yaitu 0,5. Nilai toleransi kemiripan (similarity tolerance) dicoba pada berbagai nilai, yaitu 10, 25, 40, 60, 80 dan 100; di mana nilai toleransi kemiripan yang kecil kaan menghasilkan ukuran segmen yang kecil pula. Dapat diterima-tidaknya hasil segmentasi dengan

(7)

kombinasi parameter di atas adalah melalui pembandingan visual dengan citra komposit warna pada berbagai versi, di mana hasi segmentasi yang mampu memberikan gambaran visual pemisahan kenampakan penutup lahan yang paling baiklah yang akan diambil. Pada proses ini, ukuran toleransi kemiripan 25 dinilai memberikan hasil terbaik. Gambar 6 menyajikan potongan citra yang telah disegmentasi pada kombinasi parameter tersebut, serta proses pengambilan sampel berbasis segmen.

Gambar 5. Peta penutup lahan akhir dengan jumlah kelas 13, hasil penyederhanaan peta dengan 35 kelas.

Gambar 6. Potongan area yang menunjukkan hasil segmentasi berbasis objek, dan proses pengambilan sampel berbasis segmen

Setelah segmen-segmen sampel diambil dan diekstrak informasi spektralnya pada setuap saluran, maka proses klasifikasi piksel pun dilakukan berdaarka sampel-sampel tersebut. Hasil klasifikasi per-piksel ini kemudian ditumpangsusunkan dengan peta hasil segmentasi untuk menurunkan peta hasil klasifikasi berbasis objek melalui aturan mayortas. Hasil klasifikasi berbasis objek kemudian dikembalikan ke model data vektor dan diperbaiki per poligon dengan mengacu pada hasil cek lapangan. Pada proses ini ada 1296 poligon yang diperbaiki labelnya, mengacu ke fakta di lapangan. Hasil perbaikan di peta vektor ini kemudian dikembalikan ke model data raster pada 35 dan 13 kelas untuk menghasilkan peta-peta referensi yang dipandang benar, sebagai pengganti kondisi di lapangan penguji akurasi (Gambar 7 dan Gambar 8).

(8)

Gambar 7. Peta referensi yang dianggap benar (35 kelas), sebagai penggant kenyataan di lapangan, diperoleh melalui proses klasifikasi berbasis objek dan diperbaiki melalui penyuntingan 1296 poligon berdasarkan cek lapangan.

Gambar 8. Peta referensi yang dianggap benar (13 kelas), sebagai penggant kenyataan di lapangan, diperoleh melalui proses reklasifikasi dan penggabungan kelas dari peta penutup lahan dengan 35 kelas.

4.3. Hasil Pengujian Akurasi

Pengujian akurasi dilakukan dengan menjalankan program pengambilan sampel secara otomatis. Pada masing-masing himpunan sampel dengan jumlah dan metode pengambilan sampel yang berbeda ini, peta hasi klasifikasi citra dijadikan referensi, dan lokasi titik-titik sampel kemudian diplot di atas peta referensi

(9)

lapangan, baik yang mempunai 35 maupun 13 kelas. Setiap titik sampel dengan demikian mempunyai dua atribut, yaitu label kelas hasil klasifikasi dan label kelas referensi lapangan. Kedua atribut ini kemudian dipindahkan menjadi matriks kesalahan (confusion matrix), untuk dinilai akuras keseluruhannya.

Contoh distribusi sampel dengan metode acak, sistematik (grid) dan acak terstratifikasi disajikan pada Gambar 9, sementara hasi perhitungan uji akurasi pada berbagai jumlah kelas, jumlah titik sampel kelas dan metode pengambilan sampel tersaji pada Tabel 1 dan 2. Berdasarkan pembandingan dua macam peta, yaitu peta penutup lahan hasil klasifikasi multispektral dengan peta referensi yang dianggap benar, diperoleh nilai akurasi masing-masing sebesar 41,88% untuk jumlah kelas 35, dan 51,59% untuk jumlah kelas sebanyak 13. Hal ini sesuai dengan teori bahwa untuk pemetaan dengan jumlah kelas yang sedikit cenderung memberikan hasil dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi.

Gambar 9. Contoh distribusi sampel sebanyak 16n (560 titik) untuk jumlah kelas 35, yang diambil secara acak (kiri), sistematik/grid (tengah), dan acak terstratifikasi (kanan). Latar belakang adalah peta referensi.

Nilai akurasi sebesar 41,88% dan 51,59% untuk kedua macam jumlah kelas ini diterima sebagai nilai akurasi yang benar, karena tidak diperoleh dari sampel penguji melainkan dari pembandingan keseluruhan piksel pada peta yang diuji dengan referensi lapangan yang diwakili oleh peta penguji. Oleh karena itu diperlukan evaluasi atas jumlah titik sampel dan cara pengambilannya, untuk mengetahui jumlah minimal dan cara efektif pengambilan sampel yang apat mendekati nilai akurasi yang sebenarnya.

Tabel 1. Nilai akurasi hasil penggunaan titik sampel penguji, menurut jumlah kelas, metode pengambilan sampel, dan jumlah sampelnya (n = 35 kelas)

NILAI AKURASI (%) PADA SETIAP JUMLAH SAMPEL DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL

n 2n 4n 8n 16n 32n 64n 132n 264n 528n 35 70 140 280 560 1120 2240 4480 8960 17920 35 K EL AS Acak 40,00 32,35 42,65 41,11 39,74 41,90 42,97 41,50 41,32 41,49 Grid 42,86 37,23 43,98 42,15 41,56 40,42 43,40 42,56 41,51 41,75 Acak terstratifikasi 67,65 57,58 44,85 38,15 44,32 42,98 41,76 41,50 41,05 42,27 Nilai akurasi acuan (yang dianggap benar) = 41,88%

Tabel 2. Nilai akurasi hasil penggunaan titik sampel penguji, menurut jumlah kelas, metode pengambilan sampel, dan jumlah sampelnya (n = 13 kelas)

NILAI AKURASI (%) PADA SETIAP JUMLAH SAMPEL DAN METODE PEMGMBILAN SAMPEL

n 2n 4n 8n 16n 32n 64n 132n 264n 528n 13 26 52 104 208 416 832 1664 3328 6656 13 KE LA S Acak 75,00 40,00 48,98 53,19 39,74 48,16 52,83 53,99 53,41% 52,65% Grid 61,54 56,00 50,00 51,52 47,26 49,88 51,11 53,23 52,08% 51,34% Acak terstratifikasi 38,46 53,85 59,18 43,00 44,28 49,88 51,92 52,73 50,87% 52,37% Nilai akurasi acuan (yang dianggap benar) = 51,59%

(10)

Dengan menggunakan nilai toleransi sebesar ±1% untuk menerima suatu hasil uji akurasi dipandang sama dengan /mendekati nilai akurasi yang seharusnya (nilai akurasi acuan), maka Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukkan pola yang secara garis besar sama, namun dengan detil yang berbeda. Secara umum, dengan jumlah titik sampel yang kurang dari 4n, berapa pun jumlah kelas penutup lahan yang dipetakan, tidak dapat diperoleh nilai akurasi klasifikasi yang sebenarnya. Jumlah titik sampel yang besar cenderung memberikan nilai akurasi klasifikasi yang mendekati kenyataan, meskipun pola yang dijumpai tidak sama antara metode pengambilan secara acak, sistematik/grid, maupun acak terstratifikasi. Jumlah kelas pemetaan penutup lahan yang lebih banyak (35 dibanding 13) mampu memberikan nilai ambang jumlah titik sampel penguji yang lebih kecil (sedikit) untuk memberikan nilai akurasi yang mendekati kenyataan. Titik sampel penguji minimal sebanyak 4n untuk 35 kelas mampu memberikan nilai akurasi yang lebih mendekati kenyataan; sementara untuk peta dengan 13 kelas diperlukan jumlah titik sampel penguji yang lebih banyak, yaitu ≥ 8n. Sesuai dengan karakternya, metode pengambilan titik sampel penguji secara acak juga memberikan hasil yang bersifat acak, dalam arti tak terduga. Hasil penilaian akurasi bersifat tidak konsisten terkait dengan jumlah titik sampel, yaitu tidak ada hubungan antara jumlah titik dengan kedekatan nilai akurasi yang sebenarnya. Pengambilan sampel secara sistematik/grid –meskipun menunjukkan jumlah minimal titik sampel penguji yang harus diambil supaya mendekati nilai akurasi kenyataan—juga masih menunjukkan inkonsistensi. Di sisi lain, pengambilan titik sampel penguji secara acak terstratifikasi jelas menunjukkan adanya kondistensi hasil dan merekomendasikan jumlah minimal titik sampel penguji. Meskipun demikian, hasil penelitian ini juga menunjukkan jumlah minimal titik sampel penguji yang sangat besar apabila analis citra/pemetaan penutup lahan ingin memperleh nilai akurasi klasifikasi yang mendekati kenyataan. Jumlah ini tidak mudah untuk diakomodasi dengan masih terbatasnya anggaran/dana untuk pengujian akurasi dalam pemetaan penutup lahan di Indonesia.

Penelitian ini juga belum menggunakan area sebagai basis pengambilan sampel penguji; padahal untuk menguji akurasi klasifikasi dan pemetaan penutup lahan, penggunaan sampel penguji berupa titik akan cenderung mengarahkan ke kesimpulan yang keliru, khususnya apabila jumlah titik sampel sangat terbatas. Hal ini terbukti dari temuan penelitian, yang menunjukkan bahwa jumlah titik sampel yang besar lebih bisa dipercaya daripada yang sedikit. Walaupun demikian, masih diperlukan pengujian dengan menggunakan sampel berupa area untuk memastikan jumlah sampel minimal yang mendekati nilai akurasi sebenarnya, baik untuk metode pengambilan secara acak, sistematik/grid, maupun acak terstratifikasi. Dengan demikian, penelitan lebih lanjut dengan menggunakan sampel penguji berupa area perlu diagendakan.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(a) Jumlah minimal sampel penguji yang direkomendasikan pada berbagai metode pengambilan sampel penguji adalah 4n untuk jumlah kelas penutup lahan yang banyak (35 kelas) dan 8n untuk jumlah kelas yang sedikit (13 kelas), di mana n adalah jumlah kelas

(b) Penggunaan sampel penguji berupa titik secara acak kurang mampu memberikan hasil yang konsisten, apabila dibandingkan dengan nilai akurasi yang sebenarnya

Penelitian ini juga menyarankan kajian lanjut dengan menggunakan sampel penguji dalam bentuk area, agar dapat diperoeh gambaran teoretis tentang jumlah dan distribusi sampel penguji yang ideal dalam pemetaan penutup lahan berbasis citra penginderaan jauh secara digital.

6. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Fakultas Geografi UGM yang telah memberikan dukungan dana untuk penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Congalton, R. G., and K. Green. 1999. Assessing the accuracy of remotely sensed data: Principles and practice. Lewis Publishers, New York

Dahlberg, R. W., and Jensen, J.R. (1986). Education for Cartography and Remote Sensing in the Service of an Information Society: The United States Case. The American Cartographer, 13(1), 51-71. Danoedoro, P. (2009). Land-use Information from the Satellite Imagery: Versatility and Contents for Local

(11)

Eastman, R. (2012). IDRISI SELVA Manual. Clark Labs, Worchester, MA.

Fitzpatrick-Lins, K. (1981). Comparison of sampling procedures and data analysis for a use and land-cover map. Photogrammetric Engineering and Remote Sensing 47(3):343–351.

Jensen, J. R. (2005). Introductory Digital Image Processing - A Remote Sensing Perspective, 3rd edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, N.J.:

Mather, P. M. (2004). Computer Processing of Remotely Sensed Data: An Introducion, 3rd edition. John Wiley and Sons, Brisbane

McCoy, R. (2005). Field Methods in Remote Sensing. The Guilford Press, New York.

Tso, B., and Mather, P.M. (2009). Classification Methods For Remotely Sensed Data. Second Edition. CRC Press. New York.

Zen, M.T. (1979). Sains, Teknologi, dan Hari Depan Manusia. Penerbit Yayasan Obor dan Gramedia, Jakarta

Gambar

Gambar 1.  Daerah penelitian yang tersaji pada citra komposit warna semu 421 (RGB) ALOS AVNIR-2
Gambar 2. Diagram alir metode penelitian
Gambar 4. Peta penutup lahan akhir dengan 35 kelas, hasil penyederhanaan peta kelas spektral
Gambar 5. Peta penutup lahan akhir dengan jumlah kelas 13, hasil penyederhanaan peta dengan 35 kelas
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sistem nilai tersebut pada dasarnya berasal dari tiga sumber kebenaran yang diper- cayai, yaitu agama, kepercayaan kepada Tuhan seperti yang dikatakan Ammatoa bahwa makan-

Oleh karena itu dibentuklah Gabungan Petani Pemakai Pupuk (GP3) , Gabungan Petani Pemakai Pupuk (GP3) adalah suatu kelompok atau gabungan yang terdiri dari beberapa

9 10 11 12 13 14 15 16 17 PEMANFAATAN PEKARANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA JML. PENYULUHAN WARUNG

Untuk konstruksi atau struktur, pada umumnya, atap terdiri dari tiga bagian utama Untuk konstruksi atau struktur, pada umumnya, atap terdiri dari tiga bagian utama yaitu

Panjang gelombang yang spesifik merupakan karakteristik dari bahan target disaring oleh kertas perak atau kristal monochrometers, yang akan menghasilkan sinar-X monokromatik

Hasil penelitian (1) budaya belajar matematika siswa Rintisan Bertaraf Internasional pada saat proses belajar mengajar di kelas yaitu aktif, kreatif dalam pembelajaran yang

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti menentukan rumusan masalahnya adalah “Apakah ada hubungan anemia pada kehamilan Trimester III dengan kejadian Berat Bayi

Jenis-jenis pegas tersebut memiliki karakteristik yang berbeda satu dan lainya.Disamping itu juga memiliki perbedaan pada material yang digunakan dan sifat