• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Upgrading Batubara Peringkat Rendah yang Berasal dari Sorong dan

Jambi dengan Teknologi CUPO (Coal Upgrading Palm Oil)

di Puslitbang tekMIRA Bandung

Upgrading Low Rank Coal Which Sources is From Sorong and Jambi with CUPO (Coal Upgrading Palm Oil) Technology at Puslitbang tekMIRA Bandung

1Angga Rahmansyah, 2Datin Fatia Umar, 3Solihin

1,2,3 Prodi Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung Jl. Tamansari No.1 Bandung 40116

email: 1rahmansyahangga24@gmail.com, 2 datinfatia@gmail.com, 3 solihintambangunisba@gmail.com

Abstract. The technology used in this research is CUPO (Coal Upgrading Palm Oil) technology. Coal samples were taken from Sorong and Jambi. Both samples are upgraded separately by the same method. Coal sample was mixed with 5% PFAD and 10% PFAD (Palm Fatty Acid Distillate) by weight of coal. Each mixing heated at a temperature of 200oC and 250oC for 8 hours. After the process of upgrading, the quality of coal increased (based on the results of the proximate analysis). Moisture content decreases while the calorific value increases. FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) analysis shows that upgrading process lowers the value of RCH3/RCH2 & Rar/al, and increasing the RCOO-/ar dan RCO/ar. Aromatic bond is reduced, whereas the aliphatic bond increased. So that the coal would be easier to be burned to produce energy. DTA/TGA (Differential Thermal Analysis / Thermogravimetric Analysis) analysis shows that initial combustion temperature (Tig) in the Jambi coal sample is lower than Sorong coal. The highest Rmax value contained on a sample coal of Sorong with the addition of 10% PFAD and heated at a temperature of 250oC, with a value of 0,90 mg/min. Tmax indicates the temperature at which the highest peak in the TGA is achieved. The sample coal of Sorong has highest Tmax value which is 372,4°C at addition of 5% PFAD and heated at a temperature of 250oC.

Keywords: Low-rank Coal, Upgrading, Moisture Content, Calorific Value

Abstrak. Teknologi upgrading yang digunakan pada penelitian ini adalah teknologi CUPO. Sampel batubara yang digunakan berasal dari Sorong dan Jambi. Kedua sampel tersebut dilakukan upgrading secara terpisah dengan metode yang sama. Sampel batubara ditambahkan PFAD (Palm Fatty Acid Distillate) 5% dan 10% berat batubara. Masing – masing pencampuran dipanaskan pada suhu 200oC dan 250oC selama 8 jam. Berdasarkan hasil analisis proksimat, kualitas sampel batubara hasil upgrading mengalami peningkatan. Kadar air lembab menurun dan nilai kalor sampel batubara meningkat. Hasil analisis FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) menunjukkan bahwa proses upgrading menurunkan nilai RCH3/RCH2 dan Rar/al serta meningkatkan RCOO-/ar dan RCO/ar, ikatan aromatik berkurang sedangkan ikatan alifatik meningkat, sehingga batubara tersebut akan lebih mudah untuk dibakar menghasilkan energi. Hasil analisis DTA/TGA (Differential Thermal Analysis / Thermogravimetric Analysis) menunjukkan bahwa suhu pembakaran awal (Tig) sampel batubara Jambi lebih rendah daripada batubara Sorong, sehingga sampel batubara Sorong memiliki kecenderungan terjadinya swabakar yang rendah. Nilai Rmax tertinggi terdapat pada batubara sampel Sorong dengan penambahan 10% PFAD dan pemanasan pada suhu 250oC, dengan nilai 0,90 mg / min.Tmax menunjukan suhu dimana puncak tertinggi pada DTA dicapai, nilai tertinggi Tmax terdapat pada batubara Sorong dengan nilai 372,4 oC, pada campuran PFAD 5% dan suhu 250oC.

Kata Kunci: Batubara Peringkat Rendah, Upgrading, Air Lembab, Nilai Kalor

A. Pendahuluan

Batubara merupakan energi dengan nilai cadangan cukup besar yang dapat dimanfaatkan sebagai pasokan bahan bakar. Sumberdaya batubara Indonesia mencapai 124 milyar ton dan cadangan terbukti 9 miliar ton (Sumber: Badan Geologi Kementrian ESDM, 2014). Nilai cadangan batubara tersebut belum mampu dimanfaatkan secara maksimal karena + 70 % dari total sumber daya batubara tersebut termasuk ke dalam batubara peringkat rendah (lignit). Batubara peringkat rendah memiliki kandungan air total yang cukup tinggi sehingga nilai kalor menjadi rendah. Untuk meningkatkan kualitas, penelitian ini mengaplikasikan teknologi CUPO (Coal Upgrading Palm Oil).

(2)

Teknologi tersebut pada prinsipnya adalah mengurangi kadar air, sehingga nilai kalor menjadi tinggi. Untuk menjaga kestabilan kadar air setelah proses, maka ditambahkan zat aditif berupa PFAD (Palm Fatty Acid Distillate). Perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: “Apakah teknologi CUPO mampu menurunkan kadar air dan meningkatkan nilai kalor batubara?”.

Tujuan dalam penelitian ini diantaranya adalah:

1. Menentukan keefektifan proses peningkatan kualitas batubara menggunakan teknologi CUPO .

2. Menentukan pengaruh penambahan PFAD terhadap kadar air lembab dan nilai kalor batubara.

3. Menentukan pengaruh suhu pemanasan terhadap hasil analisis proksimat dan nilai kalor batubara.

4. Menentukan kestabilan kadar air lembab batubara hasil upgrading selama 4 minggu.

5. Menentukan nilai senyawa dari gugus fungsi batubara sebelum dan setelah proses upgrading melalui analisis FTIR

6. Menentukan karakterisasi / sifat pembakaran batubara sebelum dan setelah proses upgrading melalui analisis DTA / TGA.

B. Landasan Teori

Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari tumbuhan yang telah terkarbonisasi di bawah tekanan dan suhu tinggi dalam waktu yang relatif lama (Solihin, 2016). Setiap batubara memiliki kualitas berbeda, untuk kualitas rendah dibutuhkan teknologi upgrading, salah satunya dengan CUPO. Teknologi tersebut dilakukan dengan mencampur batubara dan zat aditif PFAD kemudian dipanaskan pada suhu tinggi. Kualitas batubara dapat ditentukan dengan cara analisis proksimat, dalam pengujianya ditentukan beberapa nilai parameter seperti:

Kadar Air Lembab (Inherent Moisture)

Inherent Moisture disebut juga dengan moisture bawaan. Berdasarkan standar ASTM D 3173 kadar air lembab dapat ditentukan dengan rumus:

Keterangan:

IM : Inherent Moisture, Adb (Air dried basis) m : berat botol timbang

m2 : berat botol timbang + sample

m3 : berat botol timbang + sample (setelah dari oven)

Kandungan Abu (Ash Content)

Ash content didefinisikan sebagai zat organik yang tertinggal setelah sampel batubara dibakar (incineration) dalam kondisi standar sampai diperoleh berat yang tetap. Mengcau pada standar ASTM D 3174, Ash dapat ditentukan dengan rumus:

Keterangan:

Ash : Ash Content (Kadar Abu) m1 : berat cawan

(3)

m3 : berat cawan + sampel (setelah dari oven) m4 : berat cawan bersih (setelah dari oven)

Zat Terbang (Volatile Matter)

Zat terbang adalah parameter yang menyatakan jumlah kandungan zat terbang atau zat yang mudah menguap dalam batubara, pada umumnya berupa senyawa karbon dalam bentuk gas. Berdasarkan standar ISO 562, dapat ditentukan dengan rumus:

Keterangan:

VM : Volatile Matter (Zat terbang) m1 : berat cawan bertutup kosong m2 : berat cawan bertutup + sample

m3 : berat cawan bertutup + sample (setelah dari oven) IM : Inherent Moisture (Air Bawaan)

Karbon Padat (Fixed Carbon)

Karbon padat menyatakan banyaknya karbon yang terdapat dalam material sisa setelah zat terbang (volatile matter) dihilangkan.

Keterangan:

FC : Fixed Carbon, % IM : Inherent Moisture, % AC : Ash Content, % VM : Volatile Matter, %

Selain melakukan analisis proksimat, untuk mengetahui kualitas batubara juga dilakukan analisis nilai kalor. Nilai kalor adalah ukuran dari energi panas dalam batubara yang digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan harga batubara. Proses pembakaran dalam bomb calorimeter berlangsung pada volume konstan. Berdasarkan standar (ASTM D 5865), kandungan nilai kalor dapat dihitung menggunakan persamaan dibawah ini:

Keterangan:

∆t : Selisih suhu akhir – suhu awal (oC) NA : Tetapan pada alat (2436 kal/derajat) Koreksi : Panjang kawat (cm) x 2,3 kal/cm BC : Berat sampel

Setelah diketahuinya kualitas batubara, dilakukan analisis FTIR (Fourier Transform Infra Red). Menurut Ibara & Miranda (1996) analisis tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi nilai senyawa pada gugus fungsi molekul sampel menggunakan alat spektroskopi. Nilai Senyawa ditentukan pada range panjang gelombang seperti pada tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Range Panjang Gelombang Gugus Fungsi C-H dan C=O

Functional Group Range Wavenumber

From To

(4)

C=O functional group (oxygen containing

structure) 1800 cm¯¹ 1500 cm¯¹

Sumber: Ibara & Miranda, 1996

Tabel 2. Rumus Penentuan Nilai Senyawa

Senyawa Rumus (Wavenumber)

RCH3/CH2 2965 cm¯¹ band / 2920 cm¯¹ band

Rar/al 1615 cm¯¹ band / (total of 2965, 2920, 2895, 2875, 2850 cm¯¹ , five band)

RCOO-/ar 1710 cm¯¹ band / 1615 cm¯¹ band

RCO/ar (total of 1770, 1710, 1700, 1655 cm¯¹ , four band)/1615 cm¯¹ band Sumber: Ibara & Miranda, 1996

Untuk mengetahui karakteristik pembakaran sampel batubara, dilakukan juga analisis DTA/TGA. Analisis tersebut dilakukan secara bersamaan dengan menggunakan instrumen yang sama yaitu thermogravimetri – linseis. Hasil pengujian akan menghasilkan grafik (kurva) sebagai bahan analisa. Differential Thermal Analysis (DTA) adalah suatu teknik analisis termal dimana perubahan material diukur sebagai fungsi temperatur. DTA digunakan untuk mempelajari sifat thermal dan perubahan fasa akibat perubahan entalpi dari suatu material. Sedangkan TGA (Thermogravimetric Analysis) pada prinsipnya metode ini mengukur berkurangnya massa material ketika dipanaskan dari suhu kamar sampai suhu tinggi yang biasanya sekitar 900oC.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Kualitas Batubara Sebelum Proses Upgrading

Tabel 3. Kualitas Batubara Sebelum Proses Upgrading (adb)

Batubara IM (%) Ash (%) VM (%) FC (%) Nilai Kalor (kal/g) Sorong 25,02 5,37 56,05 13,56 4.289

Jambi 13,19 5,18 54,43 27,20 4.958

Sumber: Data Hasil Penelitian, 2016

Dari tabel 3 terlihat bahwa kadar air lembab batubara Sorong lebih besar dari pada Jambi yaitu 25,03% berbanding 13,19%, sedangkan nilai kalor sampel Sorong lebih rendah dari pada batubara Jambi yaitu 4.289 (kal/g) berbanding 4.958 (kal/g). Kualitas Batubara Setelah Proses Upgrading

Tabel 4. Kualitas Batubara Setelah Proses Upgrading

Batubara PFAD (%) Suhu (°C) IM (%) Ash (%) VM (%) FC (%) Nilai Kalor (kal/g)

Sorong 5 200 2,90 5,82 55,14 36,14 5.799 250 1,84 6,47 52,33 39,36 5.909 10 200 1,70 5,76 49,34 43,20 5.995 250 1,01 6,25 48,45 44,29 6.152 Jambi 5 200 3,14 7,72 49,73 39,41 5.737 250 2,29 7,90 49,17 40,64 5.847 10 200 1,98 7,78 47,03 43,21 5.921 250 1,23 8,12 46,23 44,42 6.030

Sumber:Data Hasil Penelitian, 2016

(5)

Semakin ditingkatkannya suhu pemanasan, nilai kalor masing – masing batubara semakin meningkat, baik itu batubara Sorong maupun batubara Jambi. Begitu pula dengan penambahan PFAD membuat kadar air stabil. Nilai kadar abu (ash) dan karbon tertambat (fixed carbon) juga bertambah. Sedangkan nilai kadar air (inherent moisture) dan zat terbang (volatile matter) semakin menurun.

Tabel 5. Kestabilan Kadar Air Lembab Selama 4 Minggu

Batubara

Konsentrasi Suhu Kadar Air Lembab (%) PFAD (%) Pemanasan (°C) Minggu

ke 0 Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 3 Minggu ke 4 Sorong 5 200 2,90 8,94 9,19 9,33 9,56 250 1,84 8,20 8,40 8,64 8,88 10 200 1,70 8,08 8,42 8,74 8,90 250 1,01 6,69 7,05 7,40 7,53 Jambi 5 200 3,14 6,52 6,95 7,13 7,31 250 2,29 5,94 6,60 6,79 6,92 10 200 1,98 5,30 5,48 5,61 5,86 250 1,23 4,81 5,11 5,33 5,57

Sumber: Data Hasil Penelitian, 2016

Tabel 5. menyajikan data kestabilan kadar air lembab setelah dilakukan penyimpanan selama 4 minggu. Meskipun terjadi penyerapan cukup besar pada minggu ke 0 (setelah upgrading) menuju minggu ke 1, namun peningkatan kadar air lembab semakin mengecil pada minggu ke 2 hingga minggu ke 4. Penyerapan air terkecil adalah terjadi pada sampel batubara Sorong dengan penambahan PFAD 10% dan suhu 250oC

dengan hanya menyerap 0,12% pada minggu ke 4.

Analisis FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy)

Tabel 6. Nilai Senyawa Batubara Sorong dan Jambi

Sampel Batubara

Senyawa

RCH3/CH2 Rar/al RCOO¯/ar RCO/ar

Sorong Raw (Awal) 0,96 0,26 0,86 3,42 PFAD 5% Suhu 200°C 0,94 0,24 0,96 3,70 PFAD 5% Suhu 250°C 0,93 0,25 0,90 3,62 PFAD 10% Suhu 200°C 0,92 0,23 0,98 3,75 PFAD 10% Suhu 250°C 0,92 0,24 0,97 3,75 Jambi Raw (Awal) 0,97 0,24 0,95 3,69 PFAD 5% Suhu 200°C 0,95 0,24 1,01 3,81 PFAD 5% Suhu 250°C 0,96 0,26 0,99 3,74 PFAD 10% Suhu 200°C 0,98 0,23 1,06 4,05 PFAD 10% Suhu 250°C 0,97 0,24 1,03 3,95

Sumber: Data Hasil Penelitian, 2016

Tabel 6. menunjukkan data rekapitulasi grafik analisis FTIR. Nilai RCH3/CH2 (Methyl / Methylen)pada sampel batubara Sorong berangsur turun dengan nilai terkecil 0,92, sedangkan batubara Jambi memiliki nilai terkecil 0,95. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan pada proses upgrading, maka nilai senyawa methyl (CH3) semakin rendah karena berkurangnya atom H dalam batubara akibat

(6)

proses upgrading. Nilai senyawa Rar/al (Aromatic / Alifatic) yang terendah pada batubara Sorong dan Jambi yaitu 0,23. Hal ini menunjukkan bahwa proses upgrading mampu menurunkan nilai aromatisasi dan meningkatkan alifatisasi dari batubara tersebut. Batubara dengan ikatan aromatik, membentuk struktur yang padat, sedangkan ikatan alifatik yang lebih besar menunjukkan bahwa batubara tersebut akan lebih mudah untuk dibakar dan menghasilkan energi. Dengan demikian semakin kecil nilai Rar/al maka batubara tersebut akan semakin mudah untuk dibakar. Nilai tertinggi dari senyawa RCOO¯/ar (Carboxylate / Aromatic) pada sampel batubara Sorong adalah 0,98, sedangkan batubara Jambi yakni 1,06. Nilai RCOO¯/ar (Carboxylate / Aromatic) yang semakin tinggi

pada batubara menggambarkan bahwa sampel tersebut memiliki nilai senyawa aromatic yang semakin rendah. Nilai tertinggi dari senyawa RCO/arpada sampel batubara Sorong adalah 3,75, sedangkan batubara Jambi yang tertinggi adalah 4,05. Parameter pada senyawa RCO/ar (Carbonyl / Aromatic) sama dengan senyawa RCOO¯/ar (Carboxylate /

Aromatic) dimana semakin tinggi nilainya maka semakin baik karena ikatan aromatisasinya yang lebih rendah (ikatan alifatik yang lebih tinggi) sehingga akan lebih mudah untuk dibakar. Salah satu dari delapan grafik hasil analisis FTIR terdapat pada gambar 1.

Sumber: Data Hasil Penelitian, 2016

Gambar 1. Grafik FTIR untuk Sampel Sorong PFAD 5% Suhu 200oC

Analisis DTA / TGA

Tabel 7. Rekapitulasi Data Grafik DTA / TGA

Batubara Konsentrasi Suhu Tig T max Rmax Tbo ASH PFAD (%) (°C) (°C) (°C) mg/min (°C) (%) Sorong 0 (Raw) 0 (Raw) 232,4 302,6 0,55 548,6 5,53 5% 200 297,1 358,7 0,69 534,1 6,02 250 290,2 372,4 0,71 555,1 6,58 10% 200 284,9 359 0,73 544,4 5,69 250 258,1 291,7 0,90 544 6,35 Jambi 0 (Raw) 0 (Raw) 288,3 332,4 0,58 542,4 5,21 5% 200 275,4 342,6 0,63 562,3 7,89 250 271,6 345,5 0,69 537,6 8,14 10% 200 266,1 315,1 0,72 446,8 7,93 250 258,5 356 0,82 442,7 8,43

(7)

Keterangan:

Tig = Suhu Pembakaran Awal (oC) Ash = Kadar Abu (%)

Rmax = Kecepatan Pembakaran (mg/min)

Tmax = Suhu ketika grafik DTA (𝜇v) mencapai nilai tertinggi (oC) Tbo = Suhu pembakaran char / char burnout (oC)

Sumber : Data Hasil Penelitian, 2016

Gambar 2. Grafik DTA / TGA Sampel Sorong PFAD 10% Suhu 250oC

Gambar 2. menunjukkan salah satu grafik dari delapan grafik hasil analisis DTA/TGA pada penelitian ini. Berdasarkan tabel 7 (menunjukkan rekapitulasi data grafik DTA/TGA keseluruhan), nilai Tig batubara Sorong hasil proses upgrading lebih tinggi dibandingkan dengan batubara raw-nya. Hal ini menunjukkan bahwa batubara hasil proses upgrading mempunyai kecenderungan terhadap terjadinya swabakar yang lebih rendah dibandingkan dengan batubara raw. Sedangkan untuk batubara Jambi, nilai Tig batubara hasil proses upgrading lebih rendah dibandingkan dengan batubara sebelum proses.

Tmax yang menunjukkan suhu dimana puncak tertinggi pada DTA dicapai. Semakin tinggi puncak DTA, semakin tinggi nilai kalor batubara tersebut. Rmax yang merupakan kecepatan pembakaran rata-rata, hasil pengujian nilai Rmax tertinggi adalah sampel batubara Sorong dengan campuran PFAD 10% dan suhu 250oC dengan nilai 0,90 mg/min. Batubara hasil proses mempunyai nilai Rmax yang lebih tinggi dibandingkan dengan batubara raw, yang menunjukkan bahwa batubara hasil proses memiliki laju pembakaran yang lebih tinggi yang disebabkan oleh kadar air yang semakin rendah. Hal tersebut sesuai dengan hasil analisis proksimat, dimana sampel batubara Sorong dengan campuran PFAD 10% dan suhu 250oC memang memiliki kadar

air lembab yang terkecil dibandingkan dengan hasil proses lainnya. Penambahan PFAD dan suhu mengakibatkan melambatnya reaksi pembakaran material, dengan kata lain kemungkinan terjadinya swabakar semakin kecil. Berdasarkan hasil pengujian, kadar abu yang didapatkan dari pengujian DTA / TGA tidak berbeda jauh dengan kadar abu yang didapatkan dari analisis proksimat.

D. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Upgrading batubara dengan teknologi CUPO (Coal Upgrading Palm Oil) efektif untuk menurunkan kadar air lembab, sehingga nilai kalor meningkat.

(8)

2. PFAD dapat menjaga kestabilan kadar air lembab, nilai kalor yang dikandung oleh PFAD juga membantu peningkatan nilai kalor batubara.

3. Suhu yang meningkat menyebabkan penurunan kadar air lembab (Inherent Moisture) dan zat terbang (Volatile Matter), sedangkan kadar abu (ash), karbon tertambat (Fixed Carbon), dan nilai kalor meningkat.

4. Setelah upgrading, kadar air lembab relatif meningkat. Nilai penyerapan yang terbesar mencapai 0,66% sedangkan yang terkecil sebesar 0,12% hingga minggu ke-empat.

5. Dengan menurunya nilai RCH3/RCH2 & Rar/al serta meningkatnya nilai RCOO-/ar & RCO/ar menyebabkan penurunan ikatan aromatik dan peningkatan ikatan alifatik pada sampel hasil upgrading, maka batubara hasil upgrading akan lebih mudah dibakar untuk menghasilkan energi.

6. Batubara Sorong hasil upgrading memiliki kecenderungan swabakar yang lebih rendah dari batubara Jambi (hasil upgrading), hal tersebut berdasarkan nilai Tig (suhu pembakaran awal) Sorong yang lebih tinggi dari batubara Jambi.

Saran

1. Melihat keefektifan teknologi CUPO dalam penurunan kadar air patut dikembangkan dalam upaya upgrading batubara. Dengan pemanasan sampel pada suhu tinggi, kadar air mampu diturunkan secara signifikan, namun tidak diikuti turunnya kadar abu. Untuk itu dapat dicoba dengan merubah persentase pencampuran PFAD, mencoba waktu tunggu pemanasan yang berbeda atau mencampurkan zat aditif lain yang juga dapat menurunkan kadar abu secara signifikan.

2. Dengan adanya peningkatan kembali kadar air lembab yang cukup besar pada minggu pertama setelah upgrading, perlu dilakukan kajian kembali dalam upaya menjaga stabilitas kadar air lembab tersebut.

Daftar Pustaka

Arianto, Wanda. 2014. “Pengkajian Pengaruh Waktu Pemanasan dan Penambahan PFAD (Palm Fatty Acid Distillate) pada Pembuatan CUPO (Coal Upgrading Palm Oil) terhadap Kadar Air dan Nilai Kalor Batubara Peringkat Rendah”. Prodi Pertambangan Unisba. Bandung.

Cholifah, Siti. 2009. “Penggunaan FTIR untuk Studi Analisis Gugus Fungsi Sampel Minyak Goreng dengan Perlakuan Pemanasan”. Jurusan Fisika FMIPA UNDIP. Semarang.

Fröberg, Linda. 2010. “Thermal Analysis TGA / DTA”. Process Chemisrty Centre. ABO Akademi University. Turku. Finland.

Kethrina, Elsya. 2015. “Peningkatan Kualitas Batubara Jenis Sub-Bituminus dengan Aditif Minyak Kemiri Sunan, Virgin Oil, dan Low Sulphur Waxy Residue”. Jurusan Kimia Unjani. Cimahi.

Muchidin. 2006. “Pengenalan Mutu Dalam Industri Batubara”. ITB. Bandung. Solihin. 2015. “Teknologi Batubara”. Prodi Teknik Pertambangan, Unisba. Bandung. Umar, Datin Fatia. 2010. “Pengaruh Proses Upgrading Terhadap Kualitas Batubara

Bunyu Kalimantan Timur”. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara. Bandung.

Gambar

Tabel 1. Range Panjang Gelombang Gugus Fungsi C-H dan C=O
Tabel 3. Kualitas Batubara Sebelum Proses Upgrading (adb)
Tabel 5. Kestabilan Kadar Air Lembab Selama 4 Minggu
Gambar 1. Grafik FTIR untuk Sampel Sorong PFAD 5% Suhu 200 o C  Analisis DTA / TGA
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel di atas tampak bahwa angka putus sekolah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk tingkat SD terbanyak di Kabupaten Gunungkidul yaitu pada tahun 2006 terdapat

• Sebuah gambar adalah representasi visual dan grafis beberapa informasi yang dapat ditampilkan pada layar komputer atau dicetak.. • Gambar datang dalam

Universitas Pertamina - 8 Dalam kasus Digital Rock Physics, volume pori dan volume bulk diinterpretasikan sebagai total pixel dari daerah citra biner yang sebelumnya telah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk Fused Magnesium Phosphate (FMP) dengan dosis 600 g/plot berpengaruh nyata terhadap parameter panjang sulur, jumlah cabang, dan

b) apabila diterima terlambat, ULP membuka sampul luar Dokumen Penawaran untuk mengetahui nama dan alamat peserta. ULP segera memberitahukan kepada peserta yang

Average Precission (AP) tiap spesies, sedangkan sumbu y pada Gambar 5. merupakan rata-rata waktu komputasi untuk pengujian tiap spesies dalam satuan milidetik. Rata-rata jumlah