• Tidak ada hasil yang ditemukan

STATISTIK DAN ANALISIS: GENDER, ANAK, DAN PEREMPUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STATISTIK DAN ANALISIS: GENDER, ANAK, DAN PEREMPUAN"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

STATISTIK DAN ANALISIS: GENDER, ANAK, DAN PEREMPUAN

PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

TAHUN 2009

Badan Pemberdayaan Perempuan

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, tulisan yang berjudul Statistik dan Analisis : Gender, Anak dan Perempuan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2009 dapat disajikan. Data statistik dan analisis gender ini diharapkan dapat disajikan secara rutin. Kendala yang masih dihadapi dalam penyajian data ini adalah masih minimnya ketersediaan data terpilah. Penyusun telah menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini disampaikan terima kasih kepada :

(1) Pemerintah Provinsi DI. Yogyakarta;

(2) Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Provinsi DIY; (3) Pusat Studi Wanita Universitas Gadjah Mada;

(4) Bappeda Provinsi DIY;

(5) Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Provinsi DIY; (6) Dinas Kesehatan Provinsi DIY;

(7) Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi DIY;

(8) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY; (9) Dinas Sosial Provinsi DIY;

(10) Badan Kepegawaian Daerah Provinsi DIY; (11) Badan Pusat Statistik (BPS ) Provinsi DIY; (12) Bappeda Kab./Kota di Provinsi DIY;

(13) Badan / Kantor Pemberdayaan Perempuan / Masyarakat / KB / Kesra Kab / Kota se Provinsi DIY;

(14) Dinas Pendidikan Kab./Kota se Provinsi DIY; (15) Dinas Kesehatan Kab./Kota se Provinsi DIY;.

(16) Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab./ Kota se Provinsi DIY. (17) Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kab./ Kota se Prov. DIY.

(3)

(18) Badan Pusat Statistik (BPS) Kab./Kota se Provinsi DIY; (19) Pengadilan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta; (20) Pengadilan Negeri se Provinsi DIY;

(21) Pengadilan Tinggi Agama Daerah Istimewa Yogyakarta; (22) Pengadilan Agama se Provinsi DIY;

(23) Pengadilan Tata Usaha Negara Daerah Istimewa Yogyakarta; (24) Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta;

(25) Kejaksaan Negeri se Provinsi DIY.

(26) Pihak-pihak terkait yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu terlaksananya penulisan statistik dan analisis ini.

Untuk kesempurnaan laporan ini, saran dan masukan akan kami terima dengan hati terbuka. Harapan kami, semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Yogyakarta, Juni 2009

Tim Penyusun

Dra. Siti Munawaroh, Apt, M.Kes. Kepala BPPM Provinsi DIY DR. Siti Hariti Sastriyani PSW Universitas Gadjah Mada Drs. Joko Prakoso Bappeda Provinsi DIY

(4)

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Ketersediaan data dan statistik yang dirinci menurut jenis kelamin dan kelompok umur, termasuk data dan statistik anak, merupakan hal yang vital bagi organisasi pemberdayaan perempuan, data tersebut sangat penting untuk perencanaan, penganggaran, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dengan menggunakan statistik dan analisis gender, pelaksanaan kebijakan diharapkan dapat tepat sasaran. Dengan adanya analisis ini dapat menggambarkan dan dapat diketahui arah perkembangan program di masa mendatang.

Oleh karena itu dengan adanya penyusunan buku Statistik dan Analisis : Gender, Anak, dan Perempuan Provinsi DIY Tahun 2009, merupakan hal penting yang dapat dimanfaatkan oleh para pengambil keputusan dan perencana dalam menyusun dan melaksanakan perencanaan, serta evaluasi gender dan pemberdayaan perempuan.

Adanya informasi yang menggambarkan peran perempuan dan laki-laki dapat menunjukkan warna dan permasalahan lokal dalam penyelenggaraan program pemberdayaan perempuan dalam mencapai terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Hal ini merupakan keanekaragaman isu gender yang dapat diamati, dipelajari dan dianalisa untuk peningkatan efisiensi dan efektifitas program pemberdayaan perempuan di tingkat daerah dan nasional.

(5)

Untuk itu, saya menyambut baik upaya penerbitan buku Statistik dan

Analisis : Gender, Anak, dan Perempuan Provinsi DIY Tahun 2009 ini dan

memberikan penghargaan kepada pihak - pihak yang membantu penyusunannya, dengan harapan dapat dipergunakan oleh para penggunanya secara optimal.

Saya menyarankan agar buku ini terus diperkaya sesuai dengan kebutuhan informasi dan analisisnya bagi dukungan penentuan kebijakan, serta evaluasi program pemberdayaan perempuan di tingkat daerah maupun nasional, melalui kegiatan yang berkesinambungan antar departemen / instansi terkait, baik pemerintah maupun swasta.

Sekian, terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

GUBERNUR

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul hal

Kata Pengantar i

Daftar Isi v

Daftar Tabel vii

Daftar Gambar x Ringkasan Eksekutif xi BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar belakang 1 1.2 Tujuan 2 1.3 Sumber data 3 1.4 Metodologi 3

BAB II PROFIL DAN ANALISIS: GENDER, ANAK, DAN PEREMPUAN 5

2.1 Bidang Pendidikan 6

2.1.1 Akses dan Pemerataan Pendidikan 6

2.1.2 Angka Partisipasi Sekolah 8 2.1.3 Angka Putus Sekolah 14 2.1.4 Jumlah Siswa Mengulang 17 2.1.5 Jumlah Guru dan Kepala Sekolah 19

2.2 Bidang Kesehatan 25

2.2.1 Jumlah Kasus Kematian Ibu Melahirkan 25 2.2.2 Penyebab Kematian Ibu Melahirkan 27

2.2.3 Kasus Kematian Bayi 28 2.2.4 Angka Pertolongan Persalinan 29

2.2.5 GSI dan BKB 30

2.2.6 Gizi Balita 32

2.2.7 Jumlah Dokter, Bidan, dan paramedis 35

2.2.8 Keluarga Berencana 36 2.3 Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan 39

2.3.1 Jumlah Pencari Kerja 39 2.3.2 Jumlah Penempatan Kerja 41

2.3.3 Tenaga Kerja Indonesia 42 2.3.4 Jumlah Pengangguran Terbuka 42

(7)

2.4 Perempuan Di Sektor Publik 44 2.4.1 Perempuan di Lembaga Legislatif 44 2.4.2 Perempuan di Lembaga Eksekutif 46 2.4.3 Perempuan di Lembaga Yudikatif 48 2.5 Perlindungan Perempuan dan Anak 50 2.5.1 Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak 50

BAB III ISU-ISU PRIORITAS 58

3.1 Isu Prioritas Kabupaten Kulonprogo 58 3.2 Isu Prioritas Kabupaten Bantul 59 3.3 Isu Prioritas Kabupaten Gunung Kidul 60 3.4 Isu Prioritas Kabupaten Sleman 64 3.5 Isu Prioritas Kota Yogyakarta 64

BAB IV REKOMENDASI 67

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Indeks Pembangunan Gender DIY 5 Tabel 2 Ideks Pemberdayaan Gender DIY 5 Tabel 3 Jumlah Penduduk Usia Sekolah 7-12 Tahun Berdasarkan

Gender 7

Tabel 4 Jumlah Penduduk Usia Sekolah 13-15 Tahun Berdasarkan

Gender 7

Tabel 5 Jumlah Penduduk Usia Sekolah 16-18 Tahun Berdasarkan

Gender 8

Tabel 6 Angka Partisipasi Sekolah Usia 7-12 Tahun Berdasarkan

Gender 9

Tabel 7 Angka Partisipasi Sekolah Usia 13-15 Tahun Berdasarkan

Gender 10

Tabel 8 Angka Partisipasi Sekolah Usia 16-18 Tahun Berdasarkan

Gender 11

Tabel 9 Angka Partisipasi Kasar Sekolah Dasar Berdasarkan Gender 12 Tabel 10 Angka Partisipasi Kasar SMP Berdasarkan Gender 13 Tabel 11 Angka Partisipasi Kasar SMA Berdasarkan Gender 13 Tabel 12 Angka Putus Sekolah Dasar Berdasarkan Gender 14 Tabel 13 Angka Putus SMP Berdasarkan Gender 15 Tabel 14 Angka Putus SMA Berdasarkan Gender 16 Tabel 15 Angka Putus SMK Berdasarkan Gender 16 Tabel 16 Jumlah Siswa Mengulang Berdasarkan Gender 18 Tabel 17 Jumlah Guru TK Berdasarkan Gender 19 Tabel 18 Jumlah Guru Sekolah Dasar Berdasarkan Gender 20 Tabel 19 Jumlah Guru SMP Berdasarkan Gender 20 Tabel 20 Jumlah Guru SMA Berdasarkan Gender 21 Tabel 21 Jumlah Guru SMK Berdasarkan Gender 22

(9)

Tabel 22 Jumlah Kepala Sekolah Dasar Berdasarkan Gender 23 Tabel 23 Jumlah Kepala SMP Berdasarkan Gender 23 Tabel 24 Jumlah Kepala SMA Berdasarkan Gender 24 Tabel 25 Jumlah Kepala SMK Berdasarkan Gender 24 Tabel 26 Jumlah Kasus Kematian Ibu Melahirkan 26 Tabel 27 Penyebab Kematian Ibu Melahirkan 27 Tabel 28 Angka Pertolongan Persalinan 29 Tabel 29 Keadaan Gizi Balita Menurut Jumlah dan Persentase 32 Tabel 30 Jumlah Dokter, Bidan dan Paramedis di Kab/Kota 35 Tabel 31 Jumlah Akseptor Baru Menurut Kab/Kota dan Jenis Kontrasepsi

yang Sedang Digunakan 37

Tabel 32 Jumlah Pencari kerja yang terdaftar menurut tingkat pendidikan

dan jenis kelamin. 40

Tabel 33 Jumlah Penempatan Tenaga Kerja menurut AKL, AKAD, AKAN

dan Jenis Kelamin 41

Tabel 34 Jumah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Menurut Jenis Kelamin 42 Tabel 35 Jumlah Pengangguran Terbuka berdasarkan Jenis Kelamin 43 Tabel 36 Jumlah Perempuan sebagai Kepala Keluarga 44 Tabel 37 Jumlah Anggota Legislatif 45 Tabel 38 Jumlah Anggota Calon Legislatif (Caleg) 46 Tabel 39 Jumlah Pejabat Eselon di Lingkungan Pemda 46

Tabel 40 Jumlah Camat 47

Tabel 41 Jumlah Kepala Desa 48 Tabel 42 Pejabat Struktural Kejaksaan Tinggi dan Negeri Provinsi DIY 49 Tabel 43 Pejabat Struktural Pengadilan Tinggi/ Negeri/ PTUN/ Agama Se

Provinsi DIY 49

Tabel 44 Kasus Yang Ditangani oleh P2TPA “Rekso Dyah Utami” Provinsi DIY tahun 2004-2008

(10)

Tabel 45 Data Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Anak Berdasarkan Wilayah dan Tahun Penanganan di Provinsi DIY 55 Tabel 46 Jumlah Anak Terlantar 57 Tabel 47 Jumlah Calon Pengantin positif hamil berdasarkan

Pregnosticon Plano test di Puskesmas se-Kab. Kulon Progo Bulan Januari - Maret 2009 58 Tabel 48 Jumlah Kematian Ibu Melahirkan 60 Tabel 49 Jumlah Dispensasi Pernikahan 60 Tabel 50 Jumlah Penderita HIV/ AIDS Berdasarkan Gender 65 Tabel 51 Jumlah Anak Penderita HIV/ AIDS 65

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Jumlah Kematian Bayi hal 28 Gambar 2. Jumlah Kelompok Gerakan Sayang Ibu (GSI) 30

Gambar 3. Jumlah Kelompok Bina Keluarga Balita (BKB) 31 Gambar 4. Keikutsertaan Dasawisma dalam Memantau

Pemberian Menu Sehat dan Bergizi 33 Gambar 5. Mekanisme Dasawisma dalam Memantau

Pemberian Menu Sehat dan Bergizi 34

Gambar 6. Jumlah Pasangan Usia Subur 36 Gambar 7. Perbandingan penggunaan alat kontrasepsi

(12)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Ketersediaan data dan statistik yang dirinci menurut jenis kelamin dan kelompok umur, termasuk data dan statistik anak, sangat penting dalam perencanaan, penganggaran, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan yang responsif gender, dan peduli anak. Dengan menggunakan statistik gender, pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan diharapkan dapat tepat sasaran dan tepat guna sehingga memberikan dampak yang setara bagi perempuan dan laki-laki. Demikian pula dengan tersedianya data anak akan mempermudah proses pengarusutamaan hak anak (PUHA) dalam kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan daerah.

Dalam era otonomi daerah sekarang ini, sebagian besar proses pembangunan berada di tangan pemerintah daerah. Oleh sebab itu, pemahaman tentang kondisi daerah setempat sangatlah diperlukan, khususnya dalam upaya pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, melalui penyediaan data terpilah menurut jenis kelamin dan kelompok umur di berbagai bidang untuk tingkat kabupaten/ kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Statistik gender, anak dan perempuan dapat pula menggambarkan berbagai isu gender dan anak yang selama ini masih terabaikan atau belum digarap secara optimal.

Di Indonesia, isu gender ditemukenali pada beberapa bidang, antar lain: 1. Di bidang pendidikan dan pelatihan, masih ada nilai-nilai dan cara pandang

serta lingkungan sosial budaya yang belum sepenuhnya mendukung kemajuan perempuan;

2. Di bidang Kesehatan, masalah utama yang dihadapi adalah rendahnya pengetahuan dan pendidikan mayoritas kaum perempuan, sehingga tidak mampu mengenali kegawatan penyakit yang dihadapinya, tidak mampu menghindari penyakit, dan tidak mampu memilih makanan yang bergizi.

(13)

Meskipun telah banyak keberhasilan di bidang kesehatan perempuan, tetapi tingginya angka kematian ibu (AKI) dan rendahnya status gizi perempuan masih merupakan masalah utama;

3. Di bidang KB, masih adanya pelaksanaan program yang bias gender antara lain ditandai dengan tingginya persentase perempuan menjadi peserta KB. Hal ini menunjukkan masih belum setaranya kedudukan istri dan suami dalam menentukan penggunaan kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhannya; 4. Di bidang politik dan sektor publik, perempuan belum banyak berperan, antara

lain karena masih terbatasnya kesempatan dan kepercayaan bagi perempuan sebagai penentu kebijakan dan pengambil keputusan yang menyangkut kepentingan umum dan terbatasnya posisi perempuan dalam lembaga legislatif, eksekutif maupun yudikatif;

5. Di bidang kesejahteraan sosial, yang menjadi masalah adalah masih terdapatnya nilai dan norma budaya yang belum kondusif terhadap pemberdayaan perempuan, masih rendahnya kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap perlindungan dan pembinaan anak dan remaja.

Dalam sistem perencanaan nasional, isu-isu gender dan anak di daerah juga menggambarkan permasalahan nasional yang harus ditindaklanjuti secara komprehensif dan berkesinambungan oleh daerah. Oleh karena itu, statistik dan hasil analisis yang dilakukan di tingkat kabupaten/ kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta akan menjadi input yang sangat berharga dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014.

Sumber data yang digunakan dalam penyusunan statistik dan analisis: Gender, Anak dan Perempuan Provinsi DIY Tahun 2009 ini merupakan data dari tingkat Provinsi, serta data dari masing-masing Kab/Kota di Provinsi DIY dari instansi-instansi yang terkait, antara lain: Bappeda, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Nakertrans, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Badan Kepegawaian Daerah,

(14)

Kepolisian, Kehakiman, Kejaksaan, Pengadilan Agama, dan KPU Daerah, kemudian dianalisis secara deskriptif. Dari statistik dan analisis tersebut ditemukan beberapa hal yaitu:

1. Masih diperlukan adanya perhatian pemerintah dan masyarakat tentang kondisi ibu melahirkan. Jumlah kematian ibu melahirkan di Kabupaten Bantul mengalami kenaikan cukup signifikan, yaitu delapan kasus pada tahun 2006, tahun 2007 turun menjadi enam kasus, kemudian naik dengan drastis pada tahun 2008 yaitu, menjadi 18 kasus.

Oleh karena itu, diperlukan adanya pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy safety), program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistem rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan, penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang semuanya bertujuan untuk mengurangi jumlah kematian ibu dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi;

2. Selain kasus kematian ibu melahirkan, aspek lain yang tidak kalah penting adalah adanya kasus kematian bayi. Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi;

3. Kecukupan gizi balita sangat penting bagi kesehatan, kesejahteraan dan produktivitas selama hidup, karena kekurangan gizi pada balita dapat mengakibatkan rentan terhadap penyakit dan terganggu pertumbuhannya. Kondisi di lapangan masih ditemukan beberapa kasus balita yang memiliki gizi lebih, gizi kurang dan gizi buruk;

4. Program Keluarga Berencana yang telah dicanangkan oleh pemerintah sejak awalnya hingga sekarang telah banyak melibatkan peran perempuan. Sebagian besar alat KB khusus diperuntukkan bagi perempuan seperti MOW, AKDR/IUD, suntik, susuk dan pil. Partisipasi laki-laki (suami) dalam mengikuti program KB

(15)

masih perlu ditingkatkan, karena masih sedikit yang menjadi akseptor KB dengan menggunakan kondom atau melakukan Medis Operasi Pria (MOP=Vasektomi);

5. Rata-rata partisipasi sekolah di Provinsi DIY, dari semua kelompok umur, partisipasi sekolah anak laki-laki lebih besar dibandingkan dengan partisipasi anak perempuan;

6. Jumlah tenaga kerja yang ditempatkan pada tahun 2006 hingga 2008 lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja perempuan lebih disukai oleh pasar, kedepan perlu dipersiapkan secara sistematis peningkatan kualitas tenaga kerja perempuan dan perlindungannya dalam suatu produk hukum;

7. Jumlah TKI pada Angkatan Kerja Antar Negara (AKAN) di masing-masing Kab./Kota se Provinsi DIY sebagian besar perempuan;

8. Anggota legislatif periode 1999-2004 di Provinsi DIY, sejumlah 93,23 % laki-laki dan sisanya atau 6,76 % adalah perempuan dan periode 2004-2009 sejumlah 90,24 % laki-laki dan sisanya 9,75 % adalah perempuan. Meskipun jumlah perempuan mengalami kenaikan, tetapi dari periode ke periode, jumlah perempuan di parlemen belum signifikan terwakili atau belum memenuhi kuota 30 %, sehingga merupakan pengalaman dan pelajaran yang perlu diperbaiki untuk keterwakilan perempuan di parlemen;

9. Pejabat eselon baik eselon 2, eselon 3 dan eselon 4 di lingkungan Pemerintah Daerah se Provinsi DIY yang berjenis kelamin perempuan, jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki. Bahkan pada tahun 2006 di Kabupaten Gunungkidul, tidak terdapat pejabat eselon 2 yang berjenis kelamin perempuan;

10. Perempuan seringkali menjadi korban kekerasan, baik kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga, kekerasan dalam pacaran, pelecehan seksual, perkosaan, bahkan kehamilan yang tidak dikehendaki. Kasus kekerasan perempuan dan anak merupakan fenomena gunung es. Kasus

(16)

kekerasan terhadap perempuan dan anak dari tahun ke tahun senantiasa menunjukkan peningkatan, tetapi belum seluruhnya dapat dilaporkan.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketersediaan data dan statistik yang dirinci menurut jenis kelamin dan kelompok umur, termasuk data dan statistik anak, sangat penting dalam perencanaan, penganggaran, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan yang responsif gender, dan peduli anak. Dengan menggunakan statistik gender, pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan diharapkan dapat tepat sasaran dan tepat guna sehingga memberikan dampak yang setara bagi perempuan dan laki-laki. Demikian pula dengan tersedianya data anak akan mempermudah proses pengarusutamaan hak anak (PUHA) dalam kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan daerah.

Dalam era otonomi daerah sekarang ini, sebagian besar proses pembangunan berada di tangan pemerintah daerah. Oleh sebab itu, pemahaman tentang kondisi daerah setempat sangatlah diperlukan, khususnya dalam upaya pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, melalui penyediaan data terpilah menurut jenis kelamin dan kelompok umur di berbagai bidang untuk tingkat kabupaten/ kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Statistik gender, anak dan perempuan dapat pula menggambarkan berbagai isu gender dan anak yang selama ini masih terabaikan atau belum digarap secara optimal.

Dalam sistem perencanaan nasional, isu-isu gender dan anak di daerah juga menggambarkan permasalahan nasional yang harus ditindaklanjuti secara komprehensif dan berkesinambungan oleh daerah. Oleh karena itu, statistik dan hasil analisis yang dilakukan di tingkat kabupaten/ kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta akan menjadi input yang sangat berharga dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014.

(18)

Selain itu, data dan informasi kesenjangan gender dapat digunakan untuk mengintegrasikan gender ke dalam berbagai sektor pembangunan, antara lain sektor strategis ekonomi, pendidikan, sosial budaya, hukum, politik, dan kesehatan. Ketersediaan fakta, data, dan informasi kesenjangan gender, berupa data terpilah dan fakta kesenjangan gender di berbagai sektor pembangunan juga sangat dibutuhkan karena dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kondisi dan posisi laki-laki serta perempuan.

Penyusunan buku ini dilakukan secara terpadu oleh instansi terkait, dalam hal ini diprakarsai oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Provinsi DI Yogyakarta bekerjasama dengan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari kegiatan penyusunan statistik dan analisis gender, anak dan perempuan adalah sebagai berikut ini:

(1) Untuk menyusun data terpilah menurut jenis kelamin dan kelompok umur, statistik gender dan isu-isu prioritas terkait pembangunan gender, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak di daerah.

(2) Meningkatkan ketersediaan data capaian pembangunan gender, anak, dan perempuan serta menyediakan hasil analisis isu-isu prioritas di berbagai bidang pembangunan sebagai bahan masukan untuk perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan pembangunan daerah yang responsif gender dan peduli anak.

(19)

1.3 Sumber Data

Data yang diperoleh merupakan fakta maupun data statistik gender di lima Kabupaten/ Kota, yang terdiri dari kabupaten Kulon Progo, Bantul, Gunungkidul, Sleman dan Kota Yogyakarta yang berada dalam wilayah administratif Provinsi DI Yogyakarta, yang disajikan dalam bentuk data kependudukan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, ketenagakerjaan, politik, hukum, dan sosial budaya. Data tersebut diperoleh dari beberapa dinas maupun badan terkait, seperti Badan PP Kabupaten/Kota di Provinsi DIY, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Provinsi DIY, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di Provinsi DIY, Dinas Kesehatan Provinsi DIY, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di provinsi DIY, Dinas Sosial Provinsi DIY, Dinas Sosial Kabupaten/ Kota di Provinsi DIY, Disnakertrans Provinsi DIY, Disnakertrans Kabupaten/Kota di Provinsi DIY, Bappeda Provinsi DIY, Bappeda Kabupaten/Kota di Provinsi DIY, BPS Provinsi DIY, BPS Kabupaten/Kota di Provinsi DIY, Bidang KB Kabupaten/Kota Provinsi DIY, BKD Provinsi DIY, Pengadilan Tinggi/Negeri/Agama/Tinggi Agama, dan PTUN di Provinsi DIY, Kejaksaan Tinggi dan Negeri di Provinsi DIY.

1.4 Metodologi

Penelitian ini termasuk peneltian deskriptif kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan semua informasi atau data yang diwujudkan dalam bentuk angka dan dianalisis berdasarkan angka dengan menggunakan analisis statistik (Sudarsono, 2000: 14). Selain itu juga dilakukan deskriptif dengan pendekatan kualitatif sebagai rancangan bantu agar penelitian dapat mendeskriptifkan obyek secara lengkap.

1.4.1 Metode Pengumpulan Data

Beberapa metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(20)

(1) Studi Pustaka (desk study), antara lain berupa :

a. pengumpulan data yang terkait dengan gender, anak dan perempuan dari SKPD Provinsi maupun kabupaten/kota, serta data dari organisasi non pemerintah;

b. pengumpulan data terpilah dan statistik gender, khusus untuk isu-isu prioritas di tingkat kabupaten/kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2008;

c. penyebaran format matrik data untuk diisi oleh dinas/badan di tingkat kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terkait dengan bidang kependudukan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, ketenagakerjaan, politik, hukum, dan sosial budaya.

(2) Focus Group Discussion (FGD), yang dilakukan baik di tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota dengan tujuan untuk menggali data terpilah dan statistik gender khusus untuk isu-isu prioritas kabupaten/ kota berdasarkan data-data sektoral yang telah dikumpulkan dan diolah oleh sekretariat peneliti. Peserta FGD terdiri dari SKPD dan organisasi non-pemerintah (terpilah sesuai dengan isu-isu prioritas).

1.4.2 Analisis Data

Berbagai data yang terkumpul, baik melalui desk study maupun FGD akan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan persentase maupun deskriptif kualitatif, hasil analisis tersebut kemudian disusun menjadi sebuah kesimpulan dan rekomendasi untuk menjawab berbagai permasalahan yang dituangkan dalam sebuah laporan akhir.

(21)

BAB II

PROFIL DAN ANALISIS: GENDER, ANAK DAN PEREMPUAN

Tabel 1

Indeks Pembangunan Gender (IPG) Per Kabupaten 2006-2007 Tahun Gunung Kidul Bantul Kulon Progo Sleman Yogyakarta

2006 62.9 70.3 65.1 72.9 76.1

2007 64.1 70.3 65.4 73.5 76.2 Sumber : Publikasi Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2007 (BPS dengan Kementerian Negara

Pemberdayaan Perempuan)

Tabel 2

Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Per Kabupaten Indeks Pemberdayaan Tahun Gunung Kidul Bantul Kulon Progo Sleman Yogyak arta Perempuan di parlemen 2006 6,7 2007 6,7 8,9 8,9 11,4 11,4 8,9 8,9 20,0 20,0 Perempuan pekerja, teknisi, pemimpin 2006 39,5 49,7 52,6 49,7 52,0 2007 40,5 48,8 53,6 48,8 52,6 Perempuan dalam angkatan kerja (%) 2006 46,1 41,4 39,4 41,4 43,5 2007 40,7 43,9 38,0 43,9 45,3 non pertanian 2006 558,2 735,7 704,3 735,7 688,9 2007 785,0 960,9 710,3 960,9 1092,1 IDG 2006 56,4 63,3 59,8 63,3 74,2 2007 57,8 63,6 60,1 63,6 74,3 Peringkat 2006 143 38 84 38 4 2007 134 41 87 41 4 Sumber : Publikasi Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2007 (BPS dengan Kementerian Negara

(22)

Berdasarkan Indeks Pembangunan Gender (IPG) sebagaimana terlihat pada tabel diatas, pencapaian pembangunan gender yang diukur dengan IPG selama kurun waktu 2006-2007 mengalami peningkatan, untuk Kota Yogyakarta tetap pada urutan ke 1 IPG tertinggi Kabupaten/Kota di Indonesia, sedangkan Kabupaten Sleman pada peringkat 9. Kabupaten Bantul, Kulonprogo dan Gunungkidul tergolong IPG menengah bawah.

Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Tahun 2007, IDG Kota Yogyakarta Nomor 4 tertinggi di Indonesia, sedangkan peranan perempuan dalam proses pengambilan keputusan masih rendah, perempuan yang duduk di parlemen masih minim, di masing-masing Kabupaten/Kota di DIY, kurang dari 20 %.

2.1 Bidang Pendidikan

Upaya peningkatan peranan perempuan dan kesetaraan gender hanya dapat dicapai jika perempuan dan laki-laki memiliki akses yang baik pada pendidikan dan sumber informasi lain. Dengan tingkat pendidikan yang baik, orang memiliki tingkat wawasan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih baik, sehingga lebih mampu melihat dan memanfaatkan peluang yang ada untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya. Melalui pendidikan, perempuan dan laki-laki akan memiliki jalan untuk ikut serta dalam hidup bermasyarakat dengan baik.

2.1.1 Akses dan Pemerataan Pendidikan

Persamaan memperoleh kesempatan pendidikan adalah hak asasi yang melekat pada perempuan sebagai warga negara agar dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, kecakapan dan keahlian, sehingga dapat memberikan kontribusi yang sama untuk memacu pembangunan.

Akses dan pemerataan pendidikan dapat dilihat dari partisipasi penduduk usia sekolah 7-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 tahun yang terinci menurut jenis

(23)

kelamin. Berikut ini disajikan tabel jumlah penduduk usia sekolah 7-12 tahun menurut jenis kelamin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai berikut:

Tabel 3

Jumlah Penduduk Usia Sekolah 7-12 Tahun Berdasarkan Gender No Kabupaten/ Kota Tahun 2006 2007 2008 L P L P L P 1 Gunung Kidul 32.367 33.009 31.661 32.289 31.485 32.110 2 Bantul 34.118 35.632 34.394 35.814 33.028 37.156 3 Kulon Progo 19.997 19.976 20.133 20.295 19.639 20.921 4 Sleman 37.353 36.027 37.998 36.548 38.411 36.944 5 Yogyakarta 16.113 15.624 15.682 16.704 16.987 16.406

Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Tabel di atas menunjukkan bahwa penduduk usia sekolah 7-12 tahun antara laki-laki dan perempuan dalam tiga tahun terakhir tidak menunjukkan perubahan yang mencolok. Pada masing-masing Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta jenis kelamin perempuan lebih banyak dari laki-laki, kecuali di Kota Yogyakarta. Jumlah terbanyak terdapat di Kabupaten Gunungkidul, yaitu 95.513 laki-laki dan 97.408 perempuan. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa Kota Yogyakarta memiliki penduduk usia sekolah 7-12 tahun dengan jumlah terkecil dan memiliki kesenjangan yang cukup banyak yaitu, 59.966 laki-laki dan 51.086 perempuan.

Tabel 4

Jumlah Penduduk Usia Sekolah 13-15 Tahun Berdasarkan Gender

No Kab/ Kota Tahun 2006 2007 2008 L P L P L P 1 Gunung Kidul 16.225 16.545 16.249 16.576 16.237 16.565 2 Bantul 17.294 19.058 17.898 18.179 17.679 18.512 3 Kulon Progo 9.225 9.504 8.870 9.280 8.646 9.563 4 Sleman 20.499 18.376 17.151 16.914 18.659 17.353 5 Kota Yogya 9.511 9.683 9.731 9.813 9.853 10.299

(24)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, jumlah penduduk penduduk usia sekolah 13-15 tahun terbanyak di Kabupaten Gunungkidul yaitu, 16.225 anak laki-laki dan 16.545 berjenis kelamin perempuan pada tahun 2006, kemudian pada tahun 2007 naik menjadi 16.249 laki-laki dan 16.573 perempuan, akan tetapi tahun 2008 turun menjadi 16.237 laki-laki-laki-laki dan 16.565 perempuan. Jumlah paling sedikit terdapat di Kota Yogyakarta yaitu, pada tahun 2006 masing-masing 9.561 laki-laki dan 9.735 perempuan, pada tahun 2007 naik menjadi 9.731 laki-laki dan 9.813 perempuan, kemudian pada tahun 2008 kembali naik menjadi 9.853 laki-laki dan 10.229 perempuan.

Selanjutnya untuk penduduk usia sekolah 16-18 tahun dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5

Jumlah Penduduk Usia Sekolah 16-18 Tahun Berdasarkan Gender

No Kab/ Kota Tahun 2006 2007 2008 L P L P L P 1 Gunung Kidul 16.880 17.215 16.930 17.265 16.413 16.740 2 Bantul 16.389 17.379 16.043 16.707 16.263 16.940 3 Kulon Progo 10.899 10.530 10.339 9.888 10.647 9.646 4 Sleman 24.216 17.376 24.453 17.609 25.159 18.226 5 Kota Yogya 14.220 16.339 14.478 16.577 14.625 17.397

Sumber: Dinas Pendidikan kabupaten/kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

2.1.2 Angka Partisipasi Sekolah

Angka partisipasi sekolah merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Angka tersebut memperhitungkan adanya perubahan penduduk terutama usia muda. Ukuran yang banyak digunakan di sektor pendidikan seperti pertumbuhan jumlah murid lebih menunjukkan perubahan jumlah murid yang mampu ditampung di setiap jenjang sekolah. Naiknya persentase jumlah murid tidak dapat diartikan sebagai semakin meningkatnya partisipasi sekolah.

(25)

Kenaikan tersebut dapat pula dipengaruhi oleh semakin besarnya jumlah penduduk usia sekolah yang tidak diimbangi dengan ditambahnya infrastruktur sekolah serta peningkatan akses masuk sekolah sehingga partisipasi sekolah seharusnya tidak berubah atau malah semakin rendah.

Tabel 6

Angka Partisipasi Sekolah Usia 7-12 Tahun Berdasarkan Gender Kab/ Kota Tahun 2006 2007 2008 L P L P L P Gunung Kidul 105,58 % 89,65 % 101,97 % 91,52 % 102,41 % 91,44 % Bantul 98,97 % 100,00 % 73,14 % 76,15 % 78,02% 78,24% Kulon Progo 49,22 % 50,78 % 49,37 % 50,63 % 48,77 % 51,23 % Sleman 99.02% 100.00% 99.06% 100.00% 99.18% 98.56% Kota Yogya 130,97% 123,45% 91,41%

Sumber: Dinas Pendidikan kabupaten/kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Tabel di atas menunjukkan, bahwa persentase atau angka partisipasi sekolah usia 7-12 tahun di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok usia yang lain (13-15 tahun dan 16-18 tahun). Tabel di atas juga menunjukkan bahwa partisipasi laki-laki masih lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan, kecuali di Kabupaten Kulon Progo, dalam persentase terlihat bahwa partisipasi sekolah perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan di Kabupaten Kulon Progo, telah mendapatkan kesamaan hak dengan laki-laki dalam menempuh atau mengenyam pendidikan.

Untuk mengukur penduduk dalam memanfaatkan fasilitas pendidikan formal persekolahan, dapat digunakan angka Angka Partisipasi Sekolah (APS). Di bawah ini adalah tabel angka partisipasi sekolah (APS) usia 13-15 tahun

(26)

Tabel 7

Angka Partisipasi Sekolah Usia 13-15 Tahun Berdasarkan Gender Kab/ Kota Tahun 2006 2007 2008 L P L P L P Gunung Kidul 89,55 % 86,20 % 90,30 % 86,27 % 96,72 % 89,69 % Bantul 96,59 % 89,00 % 97,91 % 92,69 % 78,02 % 78,24 % Kulon Progo 50,66 % 93,34 % 51,14 % 46,38 % 50,87 % 49,13 % Sleman 82,15 % 58,40 % 77,92 % 59,48 % 76,68 % 60,60 % Kota Yogya 97,58% 95,85% 91,41%

Sumber: Dinas Pendidikan kabupaten/kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa persentase Angka Partisipasi Sekolah usia 13-15 tahun di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2008. Tahun 2006, partisipasi siswa perempuan dibanding laki-laki tertinggi terdapat di Kabupaten Kulon Progo, laki-laki 50,66 % dan perempuan 93,34 %. Terendah di Kabupaten Gunungkidul, laki-laki 89,55 % dan perempuan 86,2 %

Tahun 2007, partisipasi laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, angka tertinggi terdapat di Kabupaten Gunungkidul yaitu, laki-laki 90,30 % dan perempuan 86,27 % sedangkan terendah di Kabupaten Kulom Progo, laki-laki 51,14 % dan perempuan 46,38 %.

Tahun 2008, partisipasi laki-laki kembali tinggi dibanding perempuan. Angka tertinggi terdapat di Kabupaten Gunungkidul, laki-laki 96,72 % dan perempuan 89,69 %, dan yang terendah di Kabupaten kulon Progo yaitu, laki-laki 50,87 % dan perempuan 49,13 %. Sementara itu untuk angka partisipasi sekolah di Kota Yogyakarta, data yang ada belum terpilah.

(27)

Tabel 8

Angka Partisipasi Sekolah Usia 16-18 Tahun Berdasarkan Gender Kab/ Kota Tahun 2006 2007 2008 L P L P L P Gunung Kidul 35,18 % 32,31 % 37,08 % 33,60 % 40,05 % 38,08 % Bantul 61.08 % 62.99 % 62,68 % 64,18 % 62,46 % 63,42 % Kulon Progo 37,65 % 62,35 % 37,05 % 63,08 % 36,51 % 63,49 % Sleman 45,33 % 43,70 % 45,03 % 55,62 % 48,40 % 52,50 % Kota Yogya 89,96% 86,64% 82,81%

Sumber: Dinas Pendidikan kabupaten/kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pendidikan formal merupakan proses transfer ilmu pengetahuan yang ditempuh berjenjang dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Proses ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas peserta didiknya, sehingga akan melahirkan lulusan yang berkualitas serta memilki ketrampilan. Bekal serta ketrampilan tersebut berguna bagi masyarakat dalam menjalankan aktifitas kehidupan, sehingga mereka berpeluang untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik dari segi ekonomi maupun social.

Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. Angka Partisipasi Kasar (APK) menggambarkan keikutsertaan penduduk pada setiap jenjang pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan. Keikutsertaan pendidikan pada proses pendidikan ini tidak terbatas pada kelompok usia normative untuk setiap jenjang pendidikan, misalnya partisipasi untuk SD, tidak terbatas bagi penduduk berusia 7-12 tahun, namun juga melibatkan mereka yang tidak termasuk pada kelompok umur tersebut. Seperti anak berusia 6 tahun yang

(28)

telah bersekolah di SD maupun mereka yang lebih dewasa namun mengikuti jenjang pendidikan yang setara dengan SD (Kelompok belajar Paket A). Berikut ini disajikan data Partisipasi Kasar dari tingkat SD sampai SMA.

Tabel 9

Angka Partisipasi Kasar Sekolah Dasar Berdasarkan Gender No Kab/ Kota 2006 2007 2008 % % % L P L P L P 1 Gunung Kidul 97,55 86,14 97,71 87,00 96,60 86,11 2 Bantul 111,66 98,77 98,24 110,88 103,73 3 Kulon Progo 86,02 80,9 111,09 98,66 94,51 4 Sleman 117,34 106,63 122,28 106,27 115,60 5 Kota Yogya 184,2 178,16 116,52 108,97

Sumber: Dinas Pendidikan Kab/Kota se Provinsi DIY dan Dinas Pendidikan Provinsi DIY.

Pada tabel di atas dapat dilihat hanya Kabupaten Gunungkidul yang mempunyai data pilah pada trend tiga tahun. Kabupaten/ Kota di DIY lainnya, hanya memiliki data pilah pada tahun 2006. Selain itu, tabel di atas juga menunjukkan bahwa pada tahun 2006, secara umum terdapat kesenjangan gender dalam hal APK di tingkat SD. Pada empat Kabupaten semuanya menunjukkan terjadi kesenjangan gender pada pihak perempuan dengan angka tertinggi di Kabupaten Bantul yaitu antara laki-laki dan perempuan selisih 12,89 %, hal yang perlu dikaji adalah angka partisipasi kasar perempuan yang umumnya kurang dari 100 % dan angka partisipasi penduduk laki-laki yang lebih dari 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan gender diakibatkan oleh tingginya penduduk laki-laki luar Kabupaten/ Kota yang menjadi siswa/i SD. Hal sebaliknya terjadi di Kulon Progo dan Gunungkidul yaitu APK baik laki-laki maupun perempuan kurang dari 100 %. Mengingat dua Kabupaten tersebut berbatasan dengan daerah lain di Jawa Tengah, terdapat kemungkinan banyak penduduk yang bersekolah luar daerah perbatasan. Jadi, dapat disimpulkan masih banyak kaum perempuan yang belum terlayani. Selanjutnya, di bawah ini disajikan data mengenai angka partisipasi kasar SMP

(29)

Tabel 10

Angka Partisipasi Kasar SMP Berdasarkan Gender

No Kab/ Kota 2006 2007 2008 % % % L P L P L P 1 Gunung Kidul 84,91 81,77 86,09 81,81 87,15 81,99 2 Bantul 90,46 85,6 92,69 97,91 113,22 3 Kulon Progo 102,15 102,77 95,59 89,00 124,81 4 Sleman 95,29 89,25 95,41 109,92 172,24 5 Kota Yogya 59,69 57,83 124,97 110,92

Sumber: Dinas Pendidikan Kab/Kota se Provinsi DIY dan Dinas Pendidikan Provinsi DIY.

Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa secara umum terdapat kesenjangan gender dalam APK tingkat SMP di Provinsi DIY tahun 2006, sedangkan menurut Kabupaten, pada empat Kabupaten/ Kota semuanya menunjukkan kecenderungan kesenjangan gender, pada pihak perempuan dengan angka tertinggi di Kabupaten Sleman selisih sebanyak 6,04 %. Kemudian kesenjangan gender di pihak laki-laki terdapat di Kabupaten Kulon Progo. Hal yang perlu dikaji adalah angka partisipasi kasar laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya kurang dari 100% terutama di Kabupaten Gunungkidul dan Kota Yogyakarta. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa masih banyak penduduk laki-laki maupun perempuan yang belum terlayani.

Tabel 11

Angka Partisipasi Kasar SMA Berdasarkan Gender No Kabupaten/ Kota 2006 2007 2008 % % % L P L P L P 1 Gunung Kidul 16,66 21,20 15,45 20,94 15,91 21,58 2 Bantul 71,07 73,92 75,24 77,31 78,02 78,24 3 Kulon Progo 77,37 76,99 76,82 80,62 4 Sleman 69,34 79,07 85,51 79,25 79,32 5 Kota Yogyakarta 158,11 124,64 116.52 108,97

(30)

Angka Patisipasi Kasar SMA di Provinsi DIY menunjukkan untuk laki-laki, jumlah tertinggi terdapat di Kota Yogyakarta. Hal ini dapat dipahami mengingat di Kota Yogyakarta banyak terdapat sekolah-sekolah menengah yang lebih baik, sehingga banyak siswa yang berasal dari luar Kota Yogyakarta, sedangkan yang paling sedikit untuk siswa perempuan terdapat di Kabupaten Gunungkidul.

Angka Partisipasi Sekolah dapat dikaitkan dengan keadaan putus sekolah. di beberapa Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta masih dijumpai anak putus sekolah, baik di tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas maupun Sekolah Menegah Kejuruan.

2.1.3 Angka Putus Sekolah

Pencanangan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun oleh pemerintah sejak tahun 1994 menunjukkan keberhasilan jika dilihat dari angka partisipasi sekolah di semua tingkatan. Angka partisipasi murni SD saat ini sudah mencapai 90 persen lebih, sedangkan SMP di angka 60-an persen dengan trend membaik setiap tahun, namun keterbatasan kemampuan sebagian masyarakat mengelola pendidikan tampak dari masih adanya siswa putus sekolah. Di tingkat pendidikan dasar, putus sekolah masih menjadi ”momok” upaya penuntasan wajib belajar sembilan tahun. Berikut ini disajikan data tentang angka putus sekolah baik di tingkat SD, SMP, SMA maupun SMK di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tabel 12

Angka Putus Sekolah Dasar Berdasarkan Gender

No Kabupaten/ Kota L 2006 P L 2007 P L 2008 P 1 Gunung Kidul 71 37 51 22 54 19 2 Bantul 25 40 42 23 29 15 3 Kulon Progo 43 20 8 5 7 4 4 Sleman 36 12 34 7 28 9 5 Kota Yogyakarta 16 6 20 13 9 2

(31)

Dari tabel di atas tampak bahwa angka putus sekolah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk tingkat SD terbanyak di Kabupaten Gunungkidul yaitu pada tahun 2006 terdapat laki-laki 71 anak dan perempuan 37 anak, kemudian pada tahun 2007 berjumlah 51 anak laki-laki dan 22 anak perempuan, dan pada tahun 2008 terdapat 54 anak laki-laki dan 19 anak perempuan. Kabupaten Kulon Progo angka anak putus sekolah dalam trend tiga tahun selalu terjadi penurunan dan jika dibanding dengan kabupaten yang lain, angka putus sekolah di Kabupaten Kulon Progo paling sedikit, yaitu 43 anak laki-laki dan 20 anak perempuan pada tahun 2006, selanjutnya pada tahun 2007 turun menjadi 8 anak laki-laki dan 5 anak perempuan, kemudian turun kembali pada tahun 2008 yaitu masing-masing 9 untuk anak laki-laki dan 2 untuk anak perempuan. Angka Putus sekolah di tingkat SMP dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 13

Angka Putus Sekolah SMP Berdasarkan Gender

No Kabupaten/ Kota L 2006 P L 2007 P L 2008 P 1 Gunung Kidul 735 611 172 109 58 39 2 Bantul 63 74 120 53 106 36 3 Kulon Progo 55 11 95 35 17 2 4 Sleman 56 12 89 24 24 13 5 Kota Yogyakarta 31 12 51 9 1 1

Sumber: Dinas Pendidikan kabupaten/kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Seperti terlihat pada tabel di atas Kabupaten Gunungkidul memiliki angka putus sekolah untuk tingkat SMP terbanyak dibanding dengan Kabupaten lainnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan di Kota Yogyakarta memiliki angka putus sekolah terendah yaitu, 31 anak laki-laki dan 12 perempuan pada tahun 2006, 51 anak laki-laki dan 9 anak perempuan di tahun 2007, kemudian pada tahun 2008 turun drastis menjadi 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan yang mengalami putus sekolah di tingkat SMP. Selanjutnya pada tabel di bawah ini, dapat kita lihat angka putus sekolah di tingkat SMA.

(32)

Tabel 14

Angka Putus Sekolah SMA Berdasarkan Gender

No Kabupaten/ Kota L 2006 P L 2007 P L 2008 P 1 Gunung Kidul 120 90 39 47 7 3 2 Bantul 32 21 16 17 7 5 3 Kulon Progo 12 9 40 37 5 16 4 Sleman 18 15 65 19 3 2 5 Kota Yogyakarta 33 18 34 13 15 2

Sumber: Dinas Pendidikan kabupaten/kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Pada tabel di atas terlihat jumlah siswa putus sekolah SMA di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan angka yang bervariasi. Pada tahun 2008 di Kabupaten kulonprogo, angka putus sekolah perempuan lebih banyak dibanding dengan laki-laki. Kondisi sosial dan budaya yang masih menunjukkan adanya anggapan bahwa perempuan tidak harus memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, karena nantinya mereka akan menjadi ibu rumah tangga mengurus suami dan anak-anaknya. Sementara banyaknya laki-laki yang putus sekolah karena mereka pergi merantau, mencari pekerjaan di daera lain, untuk membantu orang tua mereka. Sementara itu, angka putus sekolah pada jenjang SMK dapat kita lihat pada tabel di bawah ini

Tabel 15

Angka Putus Sekolah SMK Berdasarkan Gender

No Kabupaten/ Kota L 2006 P L 2007 P L 2008 P 1 Gunung Kidul 259 208 121 79 24 23 2 Bantul 109 35 230 42 39 11 3 Kulon Progo 74 57 100 34 23 36 4 Sleman 68 76 96 84 19 36 5 Kota Yogyakarta 153 121 84 26 1 11

(33)

Jika dilihat dari tabel angka putus sekolah, baik di tingkat SD sampai SMA/ SMK, Kabupaten Gunungkidul memiliki angka putus sekolah tertinggi jika dibandingkan dengan Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta lainnya. Hal ini berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat Gunungkidul yang masih dalam taraf miskin, yang dibuktikan dengan masih banyaknya rumah tangga miskin di Kabupaten Gunungkidul, yakni sebanyak 95.722 RTM dan 340.635 jiwa masyarakat miskin (Dinkes Gunungkidul, 2007).

Kemiskinan seringkali menjadi alasan bagi siswa sekolah untuk tidak melanjutkan sekolah, karena mereka diharapkan membantu mencari nafkah untuk keluarganya, dan anggapan lebih baik bekerja dengan mendapatkan uang, disamping anggapan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin besar pula biaya yang diperlukan atau dikeluarkan. Sementara masyarakat miskin dan rumah tangga miskin, tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk biaya pendidikan.

Kondisi geografis juga berpengaruh terhadap tingginya angka putus sekolah. Aksesibilitas yang rendah untuk menjangkau sekolah dengan sarana dan prasarana transportasi yang terbatas dan masih sulit dijangkau oleh masyarakat di pelosok pedesaan, merupakan salah satu alasan bagi siswa untuk tidak melanjutkan sekolah, meskipun guru telah memberi dorongan dan motivasi kepada siswa agar tidak putus sekolah.

2.1.4 Jumlah Siswa Mengulang

Adanya siswa mengulang berpengaruh pada kualitas pembelajaran yang dimiliki oleh suatu sekolah di daerah tertentu. Pada umumnya siswa laki-laki yang mengulang di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta lebih banyak dibanding dengan siswi perempuan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

(34)

Tabel 16

Jumlah Siswa Mengulang Berdasarkan Gender Kab/ Kota Tahun SD SMP SMA SMK L P L P L P L P Gunung Kidul 2006 1.413 590 26 19 18 12 17 5 2007 1.430 617 19 4 24 12 18 17 2008 1.484 602 49 13 11 3 18 3 Bantul 2006 1.216 529 48 24 36 9 41 19 2007 2.433 913 56 18 22 4 82 0 2008 - - 80 14 23 5 32 13 Kulon Progo 2006 1.248 601 21 8 8 7 68 10 2007 1.439 604 31 9 24 7 0 0 2008 1.421 603 19 1 23 10 66 13 Sleman 2006 2.201 971 170 23 79 11 133 24 2007 2.418 994 194 33 70 19 0 0 2008 2.192 947 133 11 42 6 87 29 Kota Yogya 2006 561 246 125 22 107 52 125 39 2007 773 352 92 21 103 43 122 51 2008 684 300 129 9 98 56 92 21

Sumber: Dinas Pendidikan kabupaten/kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Data siswa mengulang di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kurun waktu tiga tahun (2006-2008) menunjukkan bahwa siswa laki-laki yang mengulang lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan siswa perempuan. Terbanyak siswa mengulang di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah tingkat Sekolah Dasar. Jumlah siswa laki-laki dan perempuan yang mengulang di tingkat SMP, SMA dan SMK tidak lebih dari 200 orang. Di tingkat SD, siswa mengulang terbanyak terdapat di Kabupaten Sleman yaitu pada tahun 2006 terdapat 2.201 laki-laki dan 971 perempuan, kemudian pada tahun 2007 terdapat 2.418 laki-laki dan 994 perempuan. Selanjutnya pada tahun 2008 tidak ada siswa yang mengulang baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan siswa mengulang di tingkat SD paling sedikit terdapat di Kota Yogyakarta, yaitu pada tahun 2006 terdapat 561 laki-laki dan 246 perempuan, kemudian pada tahun 2007 untuk laki-laki naik menjadi 773 siswa dan perempuan

(35)

352 anak, dan pada tahun 2008, siswa laki-laki yang mengulang, turun lagi menjadi 684 siswa dan perempuan turun menjadi 300 siswa. Tingkat SMP, siswa mengulang terbanyak juga terdapat di Kabupaten Sleman, sedangkan terendah terdapat di Kabupaten Kulon Progo, yaitu pada tahun 2006 masing-masing 21 anak laki-laki dan 8 perempuan, selanjutnya pada tahun 2007 sebanyak 31 anak laki-laki dan 9 perempuan, dan pada tahun 2008 turun menjadi 19 laki-laki dan 1 perempuan. Selanjutnya, pada tingkat SMA dan SMK, jumlah siswa mengulang terbanyak terdapat di Kota Yogyakarta, sedangkan yang terendah untuk SMA terdapat di Kabupaten Kulon Progo dan untuk SMK terdapat di Kabupaten Gunungkidul. 2.1.5 Jumlah Guru dan Kepala Sekolah

Selanjutnya disajikan data jumlah guru dan kepala sekolah secara terpilah laki-laki dan perempuan.

Tabel 17

Jumlah Guru TK Berdasarkan Gender

No Kabupaten/ Kota L 2006 P L 2007 P L 2008 P 1 Gunung Kidul 46 1.314 46 1.314 66 1.504 2 Bantul 47 1.278 45 1.506 47 1.574 3 Kulon Progo 98 367 68 860 68 860 4 Sleman 53 1.742 52 1.951 65 1.960 5 Kota Yogyakarta 28 870 29 872 61 908 Jumlah 272 5571 240 6503 307 6806

Sumber: Dinas Pendidikan kabupaten/kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah guru TK di masing-masing Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta guru perempuan lebih banyak dibandingkan dengan guru laki-laki. Hal ini dikarenakan adanya Stereotipe yaitu perempuan lebih sabar dan telaten dalam menangani atau menghadapi anak kecil daripada laki-laki. Begitu pula di tingkat SD, hal ini dapat kita lihat pada tabel berikut ini:

(36)

Tabel 18

Jumlah Guru Sekolah Dasar Berdasarkan Gender

No Kabupaten/ Kota L 2006 P L 2007 P L 2008 P 1 Gunung Kidul 2.314 2.166 2.362 2.324 2.358 2.535 2 Bantul 1.062 2.267 1.828 2.378 1.828 3.311 3 Kulon Progo 1.330 2.126 1.330 2.147 1.386 2.222 4 Sleman 1.827 3.572 1.847 3.789 1.871 3.883 5 Kota Yogyakarta 988 1.894 989 1.984 1.059 1.961 Jumlah 7.521 12.025 8.356 12.622 8.502 13.912

Sumber: Dinas Pendidikan kabupaten/kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Pada tabel di atas, selain menunjukkan jumlah guru perempuan di tingkat SD di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah guru laki-laki, dapat dilihat juga bahwa jumlah guru SD terbanyak terletak di Kabupaten Gunungkidul, kemudian paling sedikit terdapat di Kota Yogyakarta. Selanjutnya, di tingkat SMP jumlah guru laki-laki jika dibandingkan guru perempuan dapat kita lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 19

Jumlah Guru SMP Berdasarkan Gender

No Kabupaten/ Kota L 2006 P L 2007 P L 2008 P 1 Gunung Kidul 1.403 841 1.376 846 1.323 890 2 Bantul 1.425 1.593 1.482 1.668 1.488 1.669 3 Kulon Progo 987 932 919 1.549 948 1.567 4 Sleman 1.389 1.532 1.259 1.510 1.261 1.512 5 Kota Yogyakarta 909 1.105 897 1.068 870 1.116 Jumlah 6.113 6.003 5.933 6.641 5.890 6.754

Sumber: Dinas Pendidikan kabupaten/kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa jumlah guru SMP di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta cenderung lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Pada tahun 2006, Jumlah guru SMP perempuan terbanyak, terdapat di Kota Yogyakarta

(37)

yaitu 1.105 orang, dan paling sedikit di Kabupaten Gunungkidul yaitu, 841 orang. Untuk guru SMP laki-laki, yang terbanyak terdapat di Kabupaten Gunungkidul yaitu 1.403 orang dan paling sedikit di Kabupaten Kulonprogo, 987 orang.

Tahun 2007, jumlah guru SMP perempuan, paling banyak terdapat di Kulon progo yaitu 1.549 orang dan paling sedikit di Kota Yogyakarta yaitu 897 orang, sedangkan untuk guru laki-laki, paling banyak terdapat di Kabupaten Kulonprogo, 1.376 orang dan paling sedikit terdapat di Kota Yogyakarta yaitu 897 orang.

Pada tahun 2008, jumlah guru perempuan di tingkat SMP di Kab/Kota di Provinsi DIY, paling banyak terdapat di Kota Yogyakarta yaitu ada 1.116 orang dan paling sedikit di Kabupaten Gunungkidul, 890 orang. Lalu, untuk guru laki-laki, paling banyak terdapat di Kabupaten Gunungkidul yaitu terdapat 1.323 orang dan paling sedikit di Kota Yogyakarta yaitu 870 orang.

Pada tabel di bawah ini disajikan data jumlah guru SMA di Provinsi DIY Tabel 20

Jumlah Guru SMA Berdasarkan Gender

No Kabupaten/ Kota L 2006 P L 2007 P L 2008 P 1 Gunung Kidul 510 300 472 314 486 336 2 Bantul 698 651 684 661 681 675 3 Kulon Progo 380 347 367 369 362 349 4 Sleman 798 705 754 668 747 699 5 Kota Yogyakarta 1.026 1.019 1.026 1.019 972 1.030

Sumber: Dinas Pendidikan kabupaten/kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Pada tabel di atas dapat dilihat jumlah guru perempuan di tingkat SMA jumlahnya lebih sedikit dibanding dengan jumlah guru laki-laki. Pada tahun 2006, jumlah guru laki-laki terbanyak terdapat di Kota Yogyakarta yaitu, 1.026 orang dan paling sedikit terdapat di Kabupaten Kulonprogo, sedangkan untuk guru perempuan, jumlah terbanyak terdapat di kota Yogya dan paling sedikit terdapat di Gunungkidul.

(38)

Tahun 2007 jumlah guru perempuan terbanyak, terdapat di Kota Yogyakarta yaitu 1.019 orang dan paling sedikit di Kabupaten Gunungkidul terdapat 314 orang. Untuk guru laki-laki paling banyak terdapat di Kota Yogyakarta yaitu, 1.026 orang dan paling sedikit di kabupaten Kulonprogo sebanyak 367 orang.

Tahun 2008, jumlah guru laki-laki di tingkat SMA, paling banyak terdapat di Kota Yogyakarta dan paling sedikit di Kabupaten Kulonprogo, sedangkan guru perempuan, paling banyak terdapat di Kota Yogyakarta yaitu 1.030 orang dan paling sedikit terdapat di Kabupaten Gunungkidul yaitu berjumlah 336 orang.

Tabel 21

Jumlah Guru SMK Berdasarkan Gender

No Kabupaten/ Kota L 2006 P L 2007 P L 2008 P 1 Gunung Kidul 606 379 639 429 766 533 2 Bantul 693 472 752 538 681 675 3 Kulon Progo 723 455 753 486 703 515 4 Sleman 1.078 730 1.042 772 1.040 829 5 Kota Yogyakarta 824 680 824 888 830 894

Sumber: Dinas Pendidikan kabupaten/kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Tabel jumlah guru mulai dari tingkat TK sampai SMA dan SMK, fenomena yang terjadi adalah jumlah guru di Tingkat TK dan SD lebih banyak perempuan dibanding laki-laki, mulai tingkat SMP sampai SMA/SMK guru laki-laki lebih mendominasi daripada guru perempuan. Hal ini disebabkan jika di tingkat TK-SD guru perempuan lebih sabar dan telaten dalam mendidik anak kecil. Untuk di tingkat SMP-SMA/SMK guru laki-laki lebih tegas dalam menghadapi anak-anak didik yang mulai masuk dalam fase pubertas. Berikut ini disajikan data jumlah kepala sekolah berdasarkan gender dari SD, SMP, SMA dan SMK

(39)

Tabel 22

Jumlah Kepala Sekolah Dasar Berdasarkan Gender

No Kab/ Kota L 2006 P L 2007 P L 2008 P 1 Gunungkidul 383 107 343 86 347 101 2 Bantul 43 161 212 135 212 135 3 Kulon Progo 215 129 187 121 224 125 4 Sleman 279 163 287 179 300 178 5 Kota Yogya 117 68 114 80 114 70

Sumber: Dinas Pendidikan kabupaten/kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Berdasarkan data pada tabel di atas, tampak bahwa secara umum di lima Kabupaten/Kota di Provinsi DIY terdapat kesenjangan gender dalam hal jumlah kepala sekolah SD. Angka tertinggi terdapat di Kabupaten Gunungkidul yaitu, pada tahun 2006 laki-laki 383 orang dan perempuan 107 orang, sedangkan pada tahun 2007 untuk laki-laki berjumlah 343 orang dan perempuan 86 orang, dan pada tahun 2008 347 laki-laki dan 101 perempuan.

Tabel 23

Jumlah Kepala Sekolah SMP Berdasarkan Gender

No Kab/ Kota L 2006 P L 2007 P L 2008 P 1 Gunungkidul 92 10 85 11 82 16 2 Bantul 83 23 83 23 63 22 3 Kulon Progo 59 12 53 15 53 15 4 Sleman 79 24 74 27 72 30 5 Kota Yogya 50 14 48 17 48 17

Sumber: Dinas Pendidikan kabupaten/kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Pada tabel di atas, di lima kabupaten/kota di Provinsi DIY bahwa seluruhnya terdapat kesenjangan gender pada pihak perempuan dalam hal jumlah kepala sekolah SMP, pada tahun 2006 dengan angka tertinggi terdapat di Kabupaten Gunungkidul yaitu 92 laki dan 10 perempuan, selanjutnya pada tahun 2007

(40)

laki-laki berjumlah 85 orang dan perempuan 11 orang, kemudian pada tahun 2008, 82 laki-laki dan 16 perempuan.

Tabel 24

Jumlah Kepala Sekolah SMA Berdasarkan Gender

No Kab/ Kota L 2006 P L 2007 P L 2008 P 1 Gunungkidul 24 1 24 1 23 2 2 Bantul 31 5 31 5 32 3 3 Kulon Progo 14 3 14 3 14 3 4 Sleman 44 5 40 8 38 11 5 Kota Yogya 39 15 39 15 39 15

Sumber: Dinas Pendidikan kabupaten/kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Berdasarkan data pada tabel di atas, jumlah kepala sekolah di lima kabupaten/kota di Privinsi DIY, terdapat kesenjangan gender di pihak perempuan, angka tertinggi terdapat di Kabupaten Gunungkidul. Masing-masing, pada tahun 2006 antara laki-laki dan perempuan selisih 23 orang, begitu juga pada tahun 2007 selisih 23 orang, dan pada tahun 2008 selisih 21 orang lebih banyak laki-laki. Jumlah kepala sekolah SMK dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 25

Jumlah Kepala Sekolah SMK Berdasarkan Gender

No Kab/ Kota L 2006 P L 2007 P L 2008 P 1 Gunungkidul 27 1 25 1 34 2 2 Bantul 27 4 27 4 27 4 3 Kulon Progo 27 4 28 4 28 4 4 Sleman 44 5 38 11 38 11 5 Yogyakarta 17 10 17 10 17 10

(41)

Tabel di atas dapat memperlihatkan kesenjangan gender di pihak perempuan terjadi pada tingkat SMK. Jumlah tertinggi terdapat di Kabupaten Gunungkidul. Pada tahun 2006, jumlah kepala sekolah laki-laki 27 orang dan perempuan 1 orang, kemudian tahun 2007, terdapat 25 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Tahun 2008 untuk laki-laki jumlahnya bertambah menjadi 34 orang dan untuk perempuan menjadi 2 orang.

2.2 Bidang Kesehatan

Badan sehat merupakan dambaan setiap orang karena semua jenis kegiatan hanya dapat dilakukan dengan baik jika orang dalam kondisi sehat. Dalam keadaan kurang atau tidak sehat, kualitas pekerjaan yang dihasilkan tidak akan sempurna.

Pembangunan kesehatan merupakan suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia yang bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang lebih baik. Untuk itu, pemerintah Provinsi DIY berupaya meningkatkan mutu dan pelayanan kesehatan yang semakin terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Jumlah perempuan di Provinsi DIY yang mendapatkan hak-haknya di bidang pelayanan kesehatan, dapat disampaikan pada uraian berikut:

2.2.1 Kasus Kematian Ibu Melahirkan

Kasus kematian ibu melahirkan yang menjadi salah satu indikator kondisi kesehatan di suatu daerah menunjukkan jumlah kasus kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain. Tabel di bawah ini menunjukkan jumlah kasus kematian ibu melahirkan Provinsi DIY selama kurun waktu 2006-2008 :

(42)

Tabel 26

Jumlah Kasus Kematian Ibu Melahirkan

No Kab/kota 2006 Tahun 2007 2008 1 Gunung Kidul 8 7 7 2 Bantul 8 6 18 3 Kulon Progo 6 6 4 4 Sleman 12 11 11 5 Yogyakarta 3 4 1

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Angka kematian ibu, yang diperoleh dari jumlah kematian ibu melahirkan dibagi jumlah ibu yang melahirkan dikalikan 1000. Angka maternal maksimal yang diperbolehkan sesuai indikator Indonesia Sehat 2010 adalah 90 per 100.000 kelahiran hidup.

Tabel di atas menunjukkan jumlah kasus kematian ibu melahirkan di Kabupaten Sleman masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan kabupaten/ kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta lainnya, yaitu 12 kasus pada tahun 2006, 11 kasus tahun 2007 dan 11 kasus pada tahun 2008. Adapun jumlah kematian ibu melahirkan yang mengalami kenaikan cukup signifikan terjadi di Kabupaten Bantul, yaitu delapan kasus pada tahun 2006, tahun 2007 turun menjadi enam kasus, kemudian naik dengan drastis pada tahun 2008 yaitu, menjadi 18 kasus. Jumlah kasus yang paling sedikit terdapat di Kota Yogyakarta, yaitu tiga kasus pada tahun 2006, empat kasus tahun 2007 dan satu kasus pada tahun 2008.

Beberapa penyebab kematian ibu melahirkan, seperti pendarahan, pre eklamsi/ eklamsi, infeksi dan lain-lain dapat terlihat pada tabel berikut ini:

(43)

Tabel 27

Penyebab Kematian Ibu Melahirkan

Penyebab Tahun Gunung Kidul Bantul Kulon Progo Sleman Yogyakarta Eklamsi/Pre Eklamsi 2006 4 1 2 3 2 2007 1 2 2 3 1 2008 3 3 1 3 - Pendarahan 2006 1 5 3 3 1 2007 4 1 2 4 2 2008 3 4 2 4 - Sepsis/ Infeksi 2006 - - - - - 2007 1 - - - 1 2008 - - - 2 - Penyakit Jantung 2006 1 2 - - - 2007 - 2 1 - - 2008 - 2 1 - - Emboli Air Ketuban 2006 1 - 1 - - 2007 1 1 1 - - 2008 - 3 - - - Ca Mammae 2006 - - - - - 2007 - - - - - 2008 1 - - - - Lain-lain 2006 1 - - 4 - 2007 - 1 - 4 - 2008 - 6 - 2 -

Sumber: Dinas Kesehatan Kab/Kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tabel di atas menunjukkan bahwa penyebab terbanyak kematian ibu melahirkan di tiap kabupaten/ kota di DIY disebabkan oleh pendarahan. Hal ini dikarenakan pada saat kehamilan, ibu hamil telah menderita Kekurangan Energi Kronis (KEK), anemia dan kelainan kehamilan lainnya yang dapat menyebabkan pre eklamsi/ eklamsi pada saat kehamilan dan pendarahan pada saat melahirkan.

(44)

2.2.3 Kasus Kematian Bayi

Selain kasus kematian ibu melahirkan, aspek lain adalah adanya kasus kematian bayi. Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Gambar di bawah ini menunjukkan kematian bayi di tiap kabupaten/ kota di Provisi DI Yogyakarta dalam rentang waktu tiga tahun (2006-2008).

Gambar 1. Jumlah Kematian Bayi

Sumber: Dinas Kesehatan Kab/Kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Pada grafik di atas dapat terlihat bahwa jumlah kematian bayi berdasarkan trend tiga tahun mengalami fluktuasi turun. Di Kabupaten Gunungkidul terdapat 63 bayi meninggal pada tahun 2006, kemudian naik menjadi 123 bayi di tahun 2007 dan kembali turun menjadi 66 bayi pada tahun 2008. Kota Yogyakarta 37 bayi pada tahun 2006, 15 bayi meninggal pada tahun 2007, kemudian naik menjadi 28 bayi pada tahun 2008. Kabupaten Kulon Progo terdapat 84 bayi meninggal pada tahun 2006, naik menjadi 107 bayi tahun 2007 lalu pada tahun 2008 turun menjadi 71 bayi. Pada grafik di atas juga dapat dilihat bahwa jumlah kematian bayi di Kabupaten

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

Gunung Kidul Bantul Kulon Progo Sleman Yogyakarta

(45)

Bantul mengalami kenaikan yang cukup drastis, yaitu 147 bayi meninggal pada tahun 2006, 101 bayi tahun 2007 kemudian naik menjadi 170 bayi di tahun 2008. 2.2.4 Angka Pertolongan Persalinan

Kesehatan bayi tidak hanya dipengaruhi oleh kesehatan ibu, namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, diantaranya adalah proses kelahiran/ persalinan. Data penolong kelahiran merupakan salah satu indikator kesehatan terutama yang berhubungan dengan tingkat kesehatan ibu dan anak maupun pelayanan kesehatan secara umum.

Tabel di bawah ini menunjukkan bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis seperti dokter dan bidan pada saat kelahiran.

Tabel 28

Angka Pertolongan Persalinan

Melalui Tahun Gunung Kidul Bantul Kulon Progo Sleman Yogya karta Dokter/ Bidan (Tenaga Kesehatan) 2006 90,93 % 98,20% 92,76 % 92,08% 100% 2007 95,33 % 98,70% 89,86 % 97,72% 100% 2008 98,56 % 99,20% 94,82 % 97,21% 100% Dukun 2006 9,06 % 1,66% 7,24 % 1,31% 0% 2007 4,67 % 1,15% 10,14 % 0,47% 0% 2008 1,44 % 0,11% 5,18 % 0,27% 0% Lain-lain 2006 0% 0,7% 0% 0% 0% 2007 0% 0% 0% 0% 0% 2008 0% 0% 0% 0% 0%

Sumber: Dinas Kesehatan Kab/Kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Pada tabel di atas dapat terlihat bahwa di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, proses persalinan mayoritas ditolong oleh dokter dan bidan (tenaga kesehatan). Pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dokter dan bidan (tenaga kesehatan) dari tahun 2006-2008 di masing-masing Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami kenaikan sedangkan pertolongan

(46)

persalinan yang dilakukan oleh dukun atau tenaga yang lainnya semakin menurun. Pertolongan persalinan di Kota Yogyakarta mencapai 100 % pertolongan persalinan ditolong oleh Tenaga kesehatan. Hal itu menunjukkan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk mendapatkan pertolongan persalinan dari tenaga kesehatan yang berkualitas.

2.2.5 GSI dan BKB

Dalam rangka mengurangi jumlah angka kematian ibu maupun kematian bayi, pemerintah telah melakukan beberapa upaya, antara lain melalui program Gerakan Sayang Ibu (GSI) dan Program BKB (Bina Keluarga Balita). Sebagaimana Gerakan Sayang Ibu adalah suatu gerakan yang dilaksanakan oleh masyarakat, bekerja sama dengan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yang mempunyai dampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu karena hamil, melahirkan dan nifas serta penurunan angka kematian bayi. Adapun jumlah kelompok GSI dapat terlihat pada grafik berikut :

Gambar 2. Jumlah Kelompok Gerakan Sayang Ibu

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se Provinsi Provinsi DIY

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa pada umumnya, jumlah kelompok GSI yang dibentuk oleh pemerintah, dalam trend tiga tahun terakhir

0 20 40 60 80 100 120 140 160

Gunung Kidul Bantul Kulon Progo Sleman Yogyakarta

(47)

jumlahnya cukup bervariasi. Kabupaten Gunungkidul memiliki kelompok GSI yang paling sedikit, akan tetapi jika dilihat dalam trend tiga tahun, jumlahnya semakin bertambah yaitu, 20 kelompok pada tahun 2006, kemudian bertambah menjadi 31 kelompok di tahun 2007, lalu bertambah lagi menjadi 41 kelompok GSI pada tahun 2008. Kabupaten Sleman yang memiliki kelompok GSI paling banyak dibandingkan dengan Kabupaten/ kota lainnya di Provinsi DIY, namun dalam trend tiga tahun jumlahnya mengalami penurunan yaitu 144 kelompok GSI pada tahun 2006, tahun 2007 berkurang menjadi 141 kelompok, dan pada tahun 2008 berkurang kembali menjadi 140 kelompok GSI. Pada dua kabupaten lainnya, yaitu Kabupaten Kulon Progo dan Kota Yogyakarta, jumlah kelompok GSI tidak mengalami perubahan berarti. Kabupaten Kulon Progo memiliki 88 kelompok GSI sedangkan Kota Yogyakarta memiliki 45 kelompok GSI.

Adapun pelaksanaan program BKB (Bina Keluarga Balita) yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, ketampilan, kesadaran dan sikap orang tua serta anggota keluarga lainnya dalam membina tumbuhkembang balita secara optimal, dapat terdeskripsikan pada grafik di bawah ini:

Gambar 3. Jumlah Kelompok BKB

Sumber: Dinas Kesehatan Kab/Kota se Provinsi DIY

0 100 200 300 400 500 600 Gunung Kidul

Bantul Kulon Progo Sleman Kota Yogyakarta

(48)

Pada tabel di atas dapat dilihat jumlah kelompok BKB terbanyak terdapat di Kabupaten Gunungkidul, meskipun dalam tiga tahun terakhir jumlah kelompoknya mengalami penurunan. Kabupaten Bantul, antara tahun 2006 dan 2007, jumlah kelompok BKB-nya mengalami penurunan yang signifikan yaitu 413 kelompok pada tahun 2006 menjadi 151 kelompok pada tahun 2007, dan naik kembali menjadi 168 kelompok pada tahun 2008.

2.2.6 Gizi Balita

Kecukupan gizi balita sangat penting bagi kesehatan, kesejahteraan dan produktivitas selama hidup, karena kekurangan gizi pada balita dapat mengakibatkan rentan terhadap penyakit dan terganggu pertumbuhannya. Berikut ini disajikan data keadaan gizi balita di Provinsi DIY menurut jumlah dan persentase:

Tabel 29

Keadaan Gizi Balita Menurut Jumlah dan Persentase Kab/

Kota Tahun

Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Buruk Gizi

Jml % Jml % Jml % Jml % Gunung Kidul 2006 4.726 13,41 29.395 83,39 596 1,69 487 1,38 2007 4.675 13,49 28.853 83,26 595 1,72 487 1,41 2008 4.221 11,96 30.212 85,58 517 1,46 351 0,99 Bantul 2006 5.162 9,73 45.168 85,13 2.058 3,88 534 1,01 2007 5.779 11,62 44.120 84,89 1.559 3,00 441 0,85 2008 5.668 11,62 41.815 85,74 838 1,72 362 0,74 Kulon Progo 2006 2,458 11,68 18.088 85,96 236 1,12 260 1,24 2007 2,458 11,68 18.088 85,96 236 1,12 260 1,27 2008 2.286 10,62 18.839 87,53 182 0,85 216 1,00 Sleman 2006 6.070 10,82 48.500 86,42 1.346 2,40 304 0,54 2007 6.070 10,82 48.500 86,42 1.346 2,40 487 0,54 2008 5.265 10,37 44.091 86,85 1.126 2,22 282 0,56 Kota Yogya 2006 1.582 8,82 14.902 83,04 1.164 6,49 297 1,66 2007 2.021 10,10 17.078 85,34 670 3,35 242 1,21 2008 1.841 9,57 16.511 85,83 579 3,01 188 0,98

Gambar

Tabel di atas menunjukkan bahwa penduduk usia sekolah 7-12 tahun antara  laki-laki dan perempuan dalam tiga tahun terakhir tidak menunjukkan perubahan  yang mencolok
Gambar 1.  Jumlah Kematian Bayi
Gambar 2.  Jumlah Kelompok Gerakan Sayang Ibu
Gambar 3.  Jumlah Kelompok BKB
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia 7-12 Tahun di Pulau Kalimantan Provinsi N Mean SD Provinsi Kalimantan Barat 85 9,38 1,76 Provinsi Kalimantan Selatan 71 9,45