• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pluralisme Agama dan Dialog Teologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pluralisme Agama dan Dialog Teologi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PLURALISME AGAMA

DAN

DIALOG TEOLOGI

Oteh:

llardani*

Sebentar lagt

manusia

akan memasuki

millenium

ketiga.

Masyarakat

modern akan mengalami

perubahan-perubahan sosial yang semakin cepat. Tidak hanya dalam bentuk produk-produk baru dan rrendy,. tapi apa yang disebut sebagai

globalisasi informasr setiap

saat

akan menverbu

manusia dan pelbagai belahan

dunia yang

semakrn

"menyempit"

sehingga menjadikannya sebagai desa buana

lglobal

villcge)

atau

kota

buana

(glohut

crrr

).

Sebagai konsekuensi logisnya,

pelbagai

pertredaan pandangan,

sikap,

dan tradisr

apalagi

agama

yang

dianut

segera terkuak

secara "ielas.

Pluralisme

(kemajemukan)

tersebut

sesungguhnya

bukanlah

merupakan fenomena

baru bagi lslarn

karena

ia

tumbuh

di

sebuah

masyarakat

Arab

yang

pluralistik (Yahuid,

Knsten" dan

tradisi lain).

Bahkan,

pluralisme

merupakan

bagian

dan

sunnatullch

yang

perennial

dan imutable.l

Namun,

di

samping karena

persentuhannya

dengan

arus

modernisasi yang

menyebabkannya menjadi problema yang semakin kompleks.: J,rga karena agama

menyangkut

kesadaran

teologrs yang

p€rsonal

yang

bercinkan religittus

truth

claim

(klaim

kebenaran agama) sehinga pluralisme yang muncul pun sering tidah

disikapi dengan inklusirntas keagamaan, sikap

arif, terbrik4

lapang dada, tapi telah

dipresentasi

oleh

suatu

pemikiran

keagamaan

yang

bercinkan

eksklusivitas, absolusitas, terh$up, dan rigrd.

Di

Indonesia

sendiri, perkernbangan terakhir hubungan antaragama telah

menunjukkan

fenomena

yang kurang-untuk

tidak

mengatakan sama sekali

'"tidak"-s

hat.

Tragedi Ambon yang terfadi semenyak awal tahun

lggg

dan tragedi

Kryang

misalnya,

yang

menelan koqban

jiw4

material, maupun psikologrs telah

mengajukan stratu problerna

yang

tidak

hanya

harus ditaati secara insfitusional,

namun

meniscayakan ssrnua

rmat

beragama, termasuk lslam, unfuk menyeruak

dari

kedalaman kesadaran keyakirun secara individual 1,ang berbasiskan teologis

untuk

merdefinisikan

sikapnya yang tepst terhadap agama lain.

')Penulis adalah

mahasiswa

progrann

pascasarjana

IAIN

sui-a]

Kalijaga

YogSrakarta

dalam Program

studi

Agama dan

Filsafal

(2)

Wardani, Pluralisme Agamg

dun$gloSJ39!9gE

47

Menyadari

akan

kompleksitas permasalahan yang dibahas,

tulisan

rnt

berupaya mengeksplor dua tema sentral, yaitu pluralisme agama dan kemungkinan

dialog.

Pembahasan

di

samping

didasarkan pandangan teologis, juga didasarkan

"b"&

af

thaught"

(bangunan

pemikrranl frlsafbt perennial yang memungkinkan munculnya

"keanfan"

di tengah-tengah pluralisme agama.

Plurelisme

Agama dan Sikap

Agamawan terhadapnya

Menurut Longman

l)rcltonurt

-J

pluralrsme adalah

the

prtnciple o/

diferent

rd.es, religion,

und

polttical

helte.l.s cun ltve together peuclrcfully in the same socie4,'(suatu pnnsip bahwa ras. agama. dan pandangan

politik

yang berbeda

dapat

hidup

sffira

damai dalam masvarakat vang sama). Dalam Encvclopedia

o/

Religion

arul Etics,

pltralisme

didefinisikan dengan

"a

methapvstcal docftine taht

all

existence rs ultimetely reducible to u multtpltcttt'o.f tlisrtnct and independent"s

(suatu

doklrin

metafisis yang

men!'atakan bahw'a semua

wujud

pada akhirnya

dapat

dilebur

ke

dalam suatu keanekaragaman perbedaan dan wujud atau elemen tersebut dapat

berdin

sendiri).

Dalam

pengertian

tersebut, pluralrsme

agama menunjukkan adanya

koeksistensi agama-agama yang memungkinliann)'a hidup secara damai (peuceJull

coexistence)

sehingga teryadi

interaksi kendati

dengan

kadar tertentu.

dengan

demikian, apa yang

terkandung

di

sini bukan "kerukunan" antarumat beragama

ansich,

tapi lebih dan rtu "ke4a

sama" antarumat

beragama dalam persoalan-persoalan kemanusiaan yang dihadapt.

Pluralisme

(keberagaman) agama tersebut tentunya mendapat respon dan

kaum

agamawan yang hdak selalu bersikap

inklusri'

Menurut Peter L. Berger, ada

tiga

kemungkinan

strategi yang dimainkan.

Pertama. usaha penaklukan kembali {recoquest) suatu masyarakat

atas

nama persatuan yang teiah hilang. Strategi

ini

berupaya mengembalikan

otoritas satu

agama dengan menafikan yang lain, yang

telah

mendorong perang agama

di

Eropa

dr

abad

XVl

dan

XVll.

Perang yang

bersemboyankan

"Por

C.risto

Ray" (untuk

sang Raja Kristus) pada masa Rezim

Franco

di

Spanyol

yang

didirikan tahun

1930-an

adalah contoh lain penerapan

(3)

4t

KHAZ,+\i,4H, Janaari

*

Pebraari

Z{X)I

*'onwr

i5

fS'S;\.

0215

-

837

x

melawan kerajaan

Musllm

vang rnemuncak pada ketatuhan Granada dan persatuan Spanyol

di

bari'ah rala-raja Katolik.''

Strategr

kedua

adalah

pengasrngan

dtrt

i tt'!/-.st'purttlutrtl

Pluralisme

agama dalam strategi inr dtsikapr dengan pengasrnsan nrasrarai'at secara teritonal

vang

memberlakukan

tbrmula terkenal

Westphalia bahrva "Siapa vang berkuasa

akan

menentukan

agama" \cutus

regtt)

L't()lt.\ r!,'t,ttt)

t

sehrrrgga penguasa yang

menganut

agama

tcnentu akan memaksa

konlersi

agama latn atau migrasi secara

damai.T

Strategi

ketiga

adalah

keterbLrkaan

unlrrk dralog

r,ang

oleh

Berger

diistrlahkan

.iengan tawar-menawar

pli;'tran {cr)!tiittLt 'rt'{Ltttltlrg;

Dialog dalam

pluralisme

agarna mengharuskan seseorang untuk bernegosiasi dengan pandangan yang berbeda dengan menetapkan hal-hal

\EIl! "t

\r

/7\i.r/

dari kelakinan dan vang

"prngS4rrun-' atau yang secara historis diang-uap

relatif

sehingga tak membahayakan

intr

keimanan

I

Dialctg

antaragarna

memans ,rulrt drlakukan

dan

penuh resiko

karena menggedor drnciing-dinding

benteng

teologr:; rang telah terpatri rapi, dan

sejarah

pun

telah

rnengekstnmitan

pandanuan

teologis

tersebut

dalarn

suatu inasyarakat yang

non*piurahstik

namun lebih mcndewasakan keL:eragamaan. Oleh

karenanva,

dialog mrr*pakan

stategi

rang paling

tepatkendatrJalam beberapa kesempatan telah mengalarni harnbatan dan kegagalan

Dialog

Antarag*ma: Vis Fintu Etika atau

Feologi?

Karena

menvaclan bahrva

t"(!i.,.:

i,tr:

trulh

'-'lutm

merupakan cin

keberagamaan (baca: teologis) yang memang sudah melekat apa adanya, sebagian

ahlil0

memrmgkinkan

dialog

antaragama

tersebul

hanva dibangun

di

atasdasar

"titik

temu"

(kalimatun

sawa)r'

di

lua.

pintu teologi.

tetapi

lewatpintuetika.

Lewat

pintu

etika,

dernikian

dasar

argumennya. mannusia secara universal menghadapi tantangan-tantangan kemanusiaan serta

memlliki

tingkat keprihatinan

yang

Sama.

Etika dapat

menggeser keberagamaan

dan pola"having or

reliS4ion"

menjadi "religiosity'",

dan

dimensi

sprntualrtas

keberagamaan

lebih

terasa

menjanjikan

dan

menantang

ianpa terfokus

han-v-a

pada

lormalitas

lahiriah

(4)

ma don

Dialog

T,

Dalam

kartannya

dengan pendapat tersebut,

perlu

disadari bahwa

di samprng berdasarkan

etika

rasronal

Qthilosaphical

ethic\,beberapkonsepetika

yang

dibangun agama didaasarkan

pula

pada

pandangan

teologis

sebagai

trtik

tolaknva.r:

Sedangkan,

teologr bertolak

dan

krtab

suci

sehingga

etika

Islarn,

misalnya,

oleh

George

F.

Hourani diklasifikasikan pada kategori

"thesttc

suhlectwrsm" dalam

pengertian bahrva

baik

dan

buruk

ditentukan

olehTuhan

lewat

pemahaman avat-avat

Al-Qulan

s€cara komprehensif 13

Kaum agam&wan,

menurut hemat penulis, tampaknya lebih memberlakukan kitab suci

sebagai'kitab

tuntunan

teologi"

dibanding sebagai

"kitab

pedoman

etika"

sehingga teologi yang

dianut

senng kurang

bernuansa

moral,

Berpuaii

dan

keterikatan etrka

dengan

teologi-bahkan

vang terakhir

ini

merupakan

titik

tolaknya-dan

kenyataan adanya

ketenkatan

etrka dengan kitab suci. padahal vang terakhrr rni lebih

dilihat

sebagai

kitab

'"teologi" oleh

agamawan,

maka

dialog

anatzlragama

mesti

tidak

hanya dibangun dengan landasan

etrk4

tapi lebih dari itu harus pula melalui pintu teologi

-vang lebih lekat dalam kesadaran pemeluknva.

Dialog

antaragama pada dataran

teologi-tidak

hanya pada dataran

etika-berartr memaksa

kita

untuk

menjawab

suatu

p€rtanyaan yang sangat mendasar

pda

agama.

-vaitu apakah

kebenaran

dan

keselamatan

{salvation}

hanya

dimonopoli

oleh

suatu agama

atau

dirniliki

oleh

semua agama. Pertanyaan

ini

menjadi

sangat

vrtal

untuk

dr.yawab mengingat bahwa alasan pokok dalam studi

ilmu

perbandingan agama

yang

hingga

saat

ini

ditekuni

di

prguruan-perguruan

tinggr

ag:rma

negeri

dan

swasta termasul

IAIN,

adalah

dialog kerja

sama

antaragama,'*

bukan

dengan

sikap eksklusif

dan apologetis hanya menun3ukkan

superioritas

suatu agama terhadap

agama

lain,

sebagatmana yang

teqadi

di belahan bumi bagran Barat dr mana istilah "perbandingan agama" disalahtafsirkan

dengan

konotasi

hegemoni

kultural era

impenahsme sehingga agama Kristen

dianggap

lebih

unggul danpada

agama-agarna

lain.'t

Hal

yang

serupa_juga mungkrn atau bahkan telah

teladi

di trelahan bumi bagran Tirnur.16

Untuk

menjawab pertanvaan teologrs

di

atas,

prtama-tama

kita harus

beranlak dan beberapa fakta tekstual keagamaan secara

normatifvang

berasal dari

kitab sucr

karena dan sini pandangan-pandangan teologis berasal. jawaban cukup

berani,

mrsalnva,

dibenkan

oleh

Fazlur Rahman dari lsiam. Dengan merujuk QS

al-Baqarah/2:

62t'- dan

QS

al-maidah/5:

69.i8

Rahman berkesimpuian bahwa

(5)

50 \ryAzAtuAry

Jcnuuri

I

Febrweri

28*!

!9ryq{_{f$Wry.

{f

:_!174

orang

yang benman kepada

Allat\

han akhir, den beramal saleh, meskipun bukan

muslim

(Yah&di, Kristen, dan

Sabi'in),

akan mrendapt keselamatan. Dengan tegas

ia

membantah

dua

kerntrngkrnan

lntcrpretasl

traln

ayat tersebut

oleh mayontas

mufassir

bahwa

yang

dirnaksud dengan

Yehudi, Knsten, dan

Sabi'in

tersebut

adalah

yang telah rnasuk

Islam, ata:i

lrailg

.berada pada masa pra-kenabian Muhammad. Katanya"

"ln

both these verses, the vast ma3CInty slf lvtalslirjl cocrimenbtors

exscise

themselves

fruitlessly

to

avoid

havrng

t*

aiirni?

the

obvrous rneaning: that

those-from

any

secnon

of

humankind*whsr believe in God and the Last Day

and

do

good

deeds

are

savrng. They

eith*r

sav that by -1ews, Christians, and Sabaeans

here

are meart those whc have aeiuailv becorne

*Muslirns"-which

interpretanon

rs

clearly

belied by the fact that "lr"4us1irT1s" constitute only the

first

of

the four

groups

of

"those rvho bei;*'"'e"--{'tr that the_v were those good

Jews, Chnstians,

and

Sabeans

who

hved

bet'."r,:'c

ti're

advent of the Prophet

Muhamrnad*whish is an even worse

tow Je

l't,rr,r'' 'o

Sementara

itq

dan doktrin Knrtan

telah

berkembang

suatu

formula

terkenal.

extra eccl.;siam mulla salus

(di

luar ge.reta

tical:

;da keselarnatan)to

y*g

mendasarkan

din

pada

teks

Matius

12

3{.1 "t'arilr rr:iinvamkan "Siapa yang trdak

bersama

Akr.l

dia melawan

Aku

dan siepa *id*k berknrn=*i bersama-Ku

bercerai-terai":r

lni

sesrngguhnva

adalah

sisi ekskh.:s;vitas yang memeng harus disadan,

dimiliki oleh

setiap agalna

di

samping sisr inkl*s:i,iiasriva" Fada islam. ketika

Al-Qu/an

menegaskan bahwa agama yang ben,m'dr sisi

l.llah

adalah islam (QS. 3: 19

dan 85),

srsi

ekskluslrntasnva

rnu::sl-rl

l'i*snu.;t.

si:r

rnkluslvitasnva tarnpali

terwulud

di

sanrping dalam bcsrtuk p*ngakuannva t*tli,.:*r,l[ueksisteftsi agama lain

yang hidup

bersama-sama

(Q5;

140: 6). "juga d-tl*m h*ntu.k perx?yataan Al-Qur'an

bahwa

pilihan

antara

iman

dan

kufr

adaiaj": keL'sb*.*an rn:anusra

(QS l8:

29: QS.

76.3|.

Deklarasi

tsfitang agaffia-agan'uE *c.r:l*Kri:it*n r:t*ir'lr.rj Kclnslti Vatikan UU

yang

dilaksanakan

pada

1l

Oklai:*r

1q*?

- S

l)*s*ffiiiler

lg65

kemudian

men;adikan eksklusivitas doktrin

Krisl**

iq:rscbllt "'ifi,*n*atr" dan gereja pun mulai

membuka

pintu

keselarnatan tecl*gis-e+kateri*p-r b;l1:i

k*langan

truar geteJa:2

Kalangan

Kflsten

kontemporer"

untuk

sebagrac terb**e,r. m*nnlak

doktrin "extre

ecciesram

nutla solus"

dalam

irentukn_va y*ng

p*ling

snn:pit. Dengan didasarkan

atas

satu perlanSian kosnnis

keilahian"

merreka nt*:r:r:nma *':ianva keselamatan

(6)

Wardani,

Pluralisnv

Agama dnn

Dialog

Teologis 51

Nanes

.yuga menyatakan

bahwa

@

agarrra

@a

hakikatnya

hary.alah merupakan perUeaaan respon

msrusia

terhadap

ralitas

rnutlak yang

sama dengan mEnafikan agama lain.2a

"

Sisi lain

inklusivrtas

ajaran

Kristsr

yang tampak

adalah

bahwa

di

sampiag

rnengakui adanya keselamatan

di

luar KristEn" keselanatan juga

dimiliki

oleh omttg

yang walauprn hdak secara eksplisit menyatakan berirnanpada Yesus

Kristrs,

Iman

sebagai syarat

mutlak

dan

efektif bagi

keselamatan,

kata Karl

Rabnetr,

dapt

teqadi

tanF

adzrrya hubungan

yang

eksplisit

dan yang disadari

dengan Yesus

Kristus, yang

di

kalangan

teolog

Katolik

Jerman disebut sebagai

"iman anonrm- ( anorymous

faith)

-25

Dengan

demikiarl

memang

ada

konsep

ajaran

masing-masing agama"

dalam uraian

di

atas

dalam perspektif Islam-Kristen,

tentang "universalisme

keselamatan";

suatu pengakuan secara

inklusif

bahwa kebenaran dan keselamatan terdapat pula

pda

agarna-agema lain

di

luar agama sendiri

Kesgtuan T ransendental Aga ma-a ga ma,

Perspel*if

Filsafat

Perenniel

Pltralisme

agama

sebapi

suatu kenyataan sekaligus sebagar masalah

mungkin pula

diselesaikan dEngen tawaran filsafat perennial, yaitu aliran

filsafat

yang meyakini

adanya kebenaran

alau

kearifan universal yang abadi, selalu ada

tanpa

tenkat

dengan ruang dan

wakt& K%rifan

atau kebenaran universal tersebut

berada

di pxat

tradisi,

yang

dalam lslam disebut dengan

al-hibnah sl-khalidah

ataual-hibnah

ril-ladunryah, atau

knatana

Dharma dalam agama Hindu.26

Frithjof

Schuon dalwn bukrmya Trancendental Unity of Religians dengan

bingkai teoritis filsafat

perennial

menyatakan adanya *kesatuan trarsendental"

agama-sgruna

pada

tataran esoteris.

Melalui

distrngsi antara eksoteris

(zawahir,

bentuk, dimensi

luar)

dan

esoteris (bawatin,

substansi,

dimensi dalam),

ia

merrydakan

bahwa

Fda

tabran

Frtarfla

diternukan perbedaan-perbedaan agam4

tapi

pada tataran

kedua

secara

metafisis

pe**aan

tersebut

mengecil

dan

berhimpun pada satu

titik

temu

agama-agama.

Menwut

Schuon, ada

tingkatan-hngkatan

hirarkis

dalam

wujud.

Dari segr metafisika" Tuhan

brada

pada tingkat

tertmggl,

sedangkan pada tingkat bawahnya terdapat agama-agama yang berbeda.

(7)

s2

I{HAZANAH,

Jannari - Pebraari

200/,

Nottwr

55ISSN.

0215

-

837

x

Secara

metafisis

pe6

daan

agama tersebut

mengecil dan bertemu

di

ungkat

tertinggi.r?

Dengan perspektif

ini,

semua ritus, doktrin, dan simbol-simbol kegamaan

yang

terbalut

oleh

bungkus manusiawr

pemeluknva,

bahkan pluralisme agama,

akan bisa

drpahami secara

arif,

tanpa

harus mereduksinya sebagai gejalasosial

saJ4

sebagarmana dilakukan oleh kalangan histonsisme agama.zE Kendati dikenal

adanya kesatuan transendental agama-agama pada tataran esoteris, strngguh tradisi

perennial tetap

menghargai '"warna-warna"

eksotensny4

karena dengAn itulah

setiap

penganut

agama

akan

menikman

keberagam&Innva secara indivrdual

dengan

pengalarnannva

yang

tak

terungkapkan"

Dengan demikian,

filsafat

perennial

sepenuhn-va memperhankan

realitas

transendental

yang

trans-historis

pada semua

agama.

ada benang merah yang menghubungkan setiap agama tanpa

mengenal

apapun bentuknva. Realitas transendentai tersebut, yang dalam

literatur

sufisme tslam disebut

dengan "kebenaran

abadi" \ut-haq), 'yang

riil

di antara semua

realiras"

tsuvus,-u

suNum\

dalam Upanrshad" atau

"wujud

hakiki'

dalam

rstrlah

Plato,

diakur

keberadaannya

oleh

setiap agama meskt dalam manifestasi, wu.1ud-

atau nama yang

berbeda-

Allah,

Yahweh. Varune.

Ahura Mazda,

Kali,

Krisna. Wisnu, Budha.

Kwan Yin,

dan sebagain.va.:"

Dengan

keanfan

abadi 1st;pha perennrs) agamawan perlu membuka

din

dan bersikap

rendah

hati

dalam menghadapi pluralisme agama, "Deep down,

all

religrons

are the

:iume

-

dtf/erent

path

leutltng

to

llze

same

goal",

kata Paul

Knitter.

Ung&apan vang senada rnr semakin menyebar dan mendapat dukungan di

Barat.3o

Perspektif

perennial melihat setiap agama dan dua sisi yang berbeda: sisi

ketuhanan

yang

disebut dengan -'tlwme

t)rlgtn"

{asatr yang

ilahr)

dan

sisr

kemanusiaan.t'

Dengatt menyadari

bahwa Tuhan adalah

asal dan tu1uan semua

manusia, bahkan semga

makhluk,

maka setrap agafiLa pada "hakikatnya" berasal

dan

Tuhan, kendatipun

sebagai fenornena manurstawi yang merupakan satu sisi

dan

agama

akan

menampakkan "manifestasin-"-a'' ,vang berbeda-beda.32 dalam

ungkapan

Schuon, "substansi mempunyai hak-hak yang trdak terbatas"-rr, sebab ia

lahir

dari vang mutlak, sedangkan bentuk adalah

relatif.

dan karena itu hak-haknya

terbatas"

Jadi,

di

balik

manifestasi ada yang Absolut itulah yang menghubungkan

(8)

l*'ardani,

PfiutfrIisrrrz Agama dan

Dialog Teologis

53

prasmgka

terhadap

swrtu agarna

filsafat

perermial, tegas Seyyed Hoss€in Nasr,

rnelakukan peqalanan

yang

mcrnungkinkan tercaparnya ekumenisme otentik.

Peqalanan

seqra

esot€ns

(batini)

adalah

srnfn

ketsrusan,

karena

lranya pada

"langit

ilahi"

kedamaian agiuna

akan

terwuju4

bukan

pada

atrnosfir

manusia sebagaimana yang dilakukan banvak kelangan

ekrscnisme

dewasa

ini.s

Perjalanan

secara esoteris yang memungkinkaa pertemrran agama-agama

pada rrngkat

mistrk

dengan

sikap msmbuka

diri

dan

kerelaan memperkeya pengalaman agama dengan agama

lain

kini

menjadi feffrmena yang menarik

di

Barat. "Pu.;smg

over"

atau

''crossing

ovef'

(perryeberangan),

isalalr ymg

digunakan

oleh

iohn

S.

Dunne

untuk

menvebut

hal

ini,35

yang tentunya

tidak

berarti

convertton

ro

other

reltgton,

mempunyar

paradrgma

yang

sama:

tradrsronalis.

mistrs, dan

perennial,

yang men;adi baglan

dari

kecendenmgan

umum

Barat

sekarang,

vaitu

spiritualitas.

Beberapa konsep agama,

hik

yang

berhubungan dengan pandangan

teologi,

etrka

atau

pandangan humanismenya

vang terasa baru, menarik. atau vang sama sekali tak terprkirkan dalam agamakita

ikut

memperkava nuansa

dan

kesadaran agama

kita. Paling

tidak" humanisme setiap agama akan menjadi bagian vang menank perhatian kita.

Di

samping

perspektif

filsafat

perennial yang

memunglcrnkan adanya

kesattran agama-agama pada

iataran teologis, perspekhf histons

agirma-agama

monotheisme menurn;ukkan sccara geneologrs dan

hstons

agama Yahudi, Kristen,

dan

lslam sama-sama berakar dan agama-agama Ibrahim

(Abrahamic

reliqtons).36 maka 3ika berpijak pada perspektrf rnr, sebenarnva tak beralasan untuk mengkalim bahwa suatu agama

di

antara

tiga

aeama

ini

lebih

benar dari yang lain karena

dengan menyadan adanya kesamaan akan historis, karena pesan universal3T yang

m englr ubungkan agam a - agama tersebut 1 u ga sama,

Ant*re

Absolusitas

dan Relativitas

Pluralisme

agama-agama sebagar suatu problema

yang

merryebabkan

timbulnva

sikap

eksklusrvitas

dan

pelbagai

ketegangan hubungan antarumat

beragama

dalam

paparan

di

aus telah diselesaikan dengan interpretasi baru teks

AlQu/an,

adanva

konsrh Vahkan

Il,

perspektif filsafar perennial

yang

(9)

54

KEAZaINAH,

Januai

- Pebruari

2001

Nomor 55ISSN"

0215

-

&37

x

Islam

yang keselrruhan waiarnrya tiba pada kesimp:lan bahwa kecuali menyadari

pentingnya

dialog

afitrrragernzdalarn pluralismenya" adanya tawaran keselamatan

teologis-eskatologis

pda

agama larn,luga kesatuan agama-agama. Secara

tesritis

hal

tersebut tidaklah terlalu

sulit

untuk drperbincangkan. Namun ketika berhaapan

dengan kesadaran

pmbdi-pnbadi

pemeluk agama dalam keberagamannya, rnaka

pada tataran

pral,r*is

untuk

menempatkannya

dalam

kqyakinan

hal

tersebut"

tentunya

bagt

kalangan

kebanvakan,

akan

sangat

sulit

Kekhawatiran

akan

penggerogotan

terhadap keyakinan

sendiri,

runtuhnya

tembok

teologis'

kecenderungan

kepada

bentuk sinkretisme, ragu-ragu, dan keyakinan agama yang setengah-s€rengah adalah

bagan dan

problema

baru yang

segpra menyembul

dalam

kesadaran pnbadi pemeluk agama. Padahal, keimanan yang menentramkan

jio"a

adalah keimanan

yang

menutup

diri

dari

parspektif

perbandingan. Oleh

karena

ltum

pemahaman

mungkin

sala

bervariasi (pluralitas

pernahamanl tapi

kebenaran

hanya

satu

(unitas

kebenaran).r8

Sehubungan

dengan kenyataan

problema

di

atas

di

satu srsi

dan

tuntutan untuk bersikap

inklusif di

pihak lain,

maka harus dikatakan. ada

dimensi

absolusitas

dan relativitas dalam

setiap

agama.t' sehingga

dimensi kedua (relativitas)akan rnernberikan bagrannya untuk

menjawab tuntutan inklusivitas terhadap agmne lain. Dalarn ungkapan Hans

Kung

'"dan luar. diakui

adanya bermacam-macam agzuna

vang

benar.

lnilah

dimensi

relatif dari

suatu agama

... dan

dalam:

diakui

adanyasuatuagamayangbenar. Inilah dimensi mutlak dari suatu agama".*"

Catatan

Penutup

Penulis men-vadari sepenuhnya bahwa rulisan

ini

telah bergumul dengan

wrlayah yang

sesungguhnya dianggap sangat

kontroversial.

Tidak hanya karena

"dialog

antaragama" sebagai

tema

tulisan

-vang dianggap

di

beberapa negara sebagai *barang mewah", akan tetapi wilayah

"teologt"

sebagai sasaran dialog dan

perspek*if-perspektif

yang ditawarkan,

termasuk

penpektif filsafat

perennial dan

mistis,

memang

disadari. terasa

kurang akrab bagt kebanyakan orang dan sangat

elitis

intelektual-mistis. Oleh

karena

itu"

menghindari

selauh

mungkin

kesan

"inklusifitas

yang dipaksakan" dalam

tulisan

ini,

makaperspektif danlandasan

appun

yang ditawarkan kesemuanya berpulang

kepda

kesadaran mendalam para

(10)

lfardani,

Pluralismc

Agana

dan

Dialog

Teologis

53

beragama",

akan

tetapi

"ke4a

sama" dan

"dialog"

secara

aktif

dan kreatrf

Fnederich

Heiler

memang pernah

berujar,

"A new era

will

dswn upon monkirul

when

the

relrgtons

wrll

rtse

Io

true

tolerance

and

co-operation

in

behalf

of

monkind. Ttt

a.ssist

tn preparing

the

waltfor

this era is one of thefinest hopes

of

sctenttfic

.;tudv o/

religtt,n".at

Dalam konteks

di

atas, kesadaranlah-bukan hanya

kajian

ilmiah

tentang agama-vang mampu mengantar pemeluk agama ke era baru tersebut.

(11)

56

KHAZANAH, Jonuari

-

Pebmai

2001 Nomor 55

/S${.

0215

-

837x

CATATAN

'Lihat QS.

Fatir/35:

43,

QS

Hud/l

l:

I

l8-l19.

Lihat pula

M.

Roern Rowi,

l'luralisme

Agama

dalam Perspektf

Al-Qur'an,

dalam

Akademika, (Surabaya: PPs. Sunan

Ampel,

1997\, h. 44; Nurcholis Madjid, Masyaraknt Religius, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 48.

rDalam

"Gelombang selarah

Islam"

Hasan

Hanafi, Negara-negara Islam

sekarang

berada pada

F'a1r

ul-Nahdah

(fajar

kebangkitan)

peradaban dan

modernisasi

yang,

menurut prediksinya, semakin menanlak

di

abad 21 dan

ke-22.

Lihat

Hasan

Hanafi,

Muqaddimah

fi

'llm

al-lstigrab, (Cairo: al-Dar

al-Faniyyah,

l99l), h.

697498.

Jika

pluralisme semakin kompleks

akibat

modernisasi,

bukan

hanya Barat,

tapi

negara-negara

lslamlah yang

akan menghadapi tantangan pluralisme yang didesak oleh modernisasi tersebut.

'Kenrktman

antarumat beragama

di

Indonesia,

terutama

di

daerah

minoritas

muslim,

selama

inr dryernbatani secara institusional yang berlandaskan

tradisi

sosial,

seperti

hukum adat

"pela"

di

Maluku.

Lihat

Hamadi B. Husain,

"Kerukunan Hidup Umat

Beragama

di

Maluku

dan

Pela

di

Maluku",

dalam

Sudjani

(ed),

Profil

Kerukunon

Hidup

Umat Berctgama, (Jakarla: Depag RI,

tantangan pluralisme agama harus dicarikan

solusinya dengan

pendekatan

teologrs,

ke

dalam (rrward)

bukan hanya institusional, ke luar (out'ward), dan tak meresap"

+Dikutip

dari Mujiburrahman, Agama dalam Mawarakat Madern,makalah

diskusi dosendosen Fak. Ushuluddin, Banjarmasin, 1998, h. 8.

tJames

Hasting (ed.),

Encvclopaedta of Reltgion

and

Ethics, (New York:

Charles Scribners Sons Ltd., t.th ), vol.

x,h.

66.

uPeter

L.

Berger,

Religion

and

Modernity, Makalah pada Conference on Religron and Society in the Modern World

di

LIPI, Jakarta,

29-31Mei

1995, h.

13-19.

'rbid.

* Ibtd.

olihat

Ismail

R. al-Faruqi,

"lslam dan Agama-agama

Lain",dalam

Altaf

Gauhar

(ed

),

Tontang

[slam,

diterjemahkan

oleh

Anas

Mahyuddin

dari

Ifte

Challenge of Islam, (Bandung: Penerbit Pustaka 1982),

h.

I19.

'tLihat

M. Amin

AMullah,

Studl Agama: Normativitas atau Historositas?,

(Yogyakarta: Pustaka

Pelajar,

1996),

h

72-73;

J.

Verkuyl,

Samakoh Semua

(12)

ll/ardani, Plurq]tsrre ASarM

dan

Diobg

f

57

Aguma.), (Jakarta: Badan Penerbit Kristen,

l96l),

h.

125. Secara teologis, Verkuyl dengan tegas berkesimpulan akhir,

"Baik di Timur

maupun

di

Barat, baik di Utara

maupun

di

Selatan, tak ada Nama yang lain untuk menjadi keselamatan manusia, selain daripada nama Yesus".

"Lihat

QS.

Ali

lmran/3: 64.

l2Keterkaitan

etika

(dalam

hal

ini

etika

lslam),

terutama

yang

bersifat

filosofis,

dengan

teologi

telah

dibahas dengan

baik

dalam

M.

Zurkani

Jahja,

Aktualtsast

t;ilsafat dalcm

Teologt

[slam:

Sehuah Telaah Historis dan

M. Amin

Abdullah,

Aktualisosi Metodologt

I.

itsafat dalam

Aqitlah Islam:

Telaah Masa

Depan, Makalah

disampaikan pada seminar sehari

Filsafat

dan Aktualisasinya

dalam

Teologi lslam Demi

Tegaknya Moral, Fakultas Ushuluddrq Banjarmasin,

l4

Nopember 1998.

''M.

Amin

AMullah,

Studt ...,

op.

Cit.,

h.63

dan74.

toFriedrich

Heiler,

"Tlze

History

of

Religiond us

Preparationfor

the

Co-operotton

o/-Religion.s ", dalam Mircea Eliade dan Joseph

M

Kitagawa (eds.),The

H

tstrtry

of

lleligions: F,sstl

in ,\,tethodologv, (Chicago: The University

of

Chicago

Press,

1959;,

h.

132-16O

A.

Mukti

Ali, llmu-ilmu

Perbandingan

Agama

di

lndonesta, (Bandung: Penerbit

Mizan,

1994), h. 84.

'tM.

Amin AMullah,

Studr..., Op. Cit.,

h.

l7-18.

'uKarya

yang

paling

representatif

di

Timur

dengan kecenderungan

ini

barangkali

adalah

karya

Yusuf

al-Amiry (w.

381

H/992}y'r\,Al-l'lambi

Mrtnaqib

ol-lslam,

(Cairo:

Dar al-Katib al-Araby,

1967).

Tuluan

perbandingan

agam\

menurutnya, sebagaimana

disitir

Ahmad al-Hamrd Gurab dalam pengantarnya (h. 4s),

-

+*ii;-*U

eX.

.ry

LoS3,,,liSll ,1.

eJ: 9

lJ

(pen

,;!.rYl

i:-F)

&,,Iil

J,.,-Ie.[e

...*$uyl

4-.li

J

.5-;*sI L51-L!

4+)e

J;-*!t

it;.l!l

i.Ul'i ;-yt

;i

t.:l+1 rn

(terjernah

bebamya)

"Tu1uan

dul

perbaru{ingan

(perbandingon agama,

penulisS sebagarmana tampak

dart

ludul

buku ini dan sebagannana dinyatakan oteh

At-'Amiry

sendiri-adalah

menunlukkan bahwa Islam lebih ungpptl daripada agoma-egama

lain

dalam

memberikan solusinya bagi problema-problema besar

yung dihadapi oleh tltanusta".

'tTerjemahnya:

Sesungguhnya orang-orang mukmin, Yahudi, Kristen, dan

Sabi'in,

siapa

saja

di

antara

mereka yang beriman dengan

Allah,

hari akhir, dan

beramal saleh,

akan

menerima

pahalanya

di

sisi

Tuhan

mereka;

tidak

ada

(13)

Jg

EIIAZANAH,

Janasi

-

Pebnrsi Z(nI

Nonwr 55

ISSN.

A2I5'837

x

t*frlcmattnya:

Sesgngguhnya orang-omng

rnukmia Yakudi,

Sabi'is,

dfl

Kristen, yang beriman

dengan

AllalL han

Akhir,

dan beramal

saleh akan

rremperoleh

pahalanya

di

sisi Tuhan

merek4 tidak

dakekbwatirandeti&k

ptrla mereka bers€dih.

reFazlu

Rahman,

Moior

Themes of the

Qvr'n\

fMirmeapolis,

Bibliatlw

Istamica,

1989),

h.

166.

Bandingkan dengan Mulrarnmad

Asa{

The Message

of

the

Qw

'4n, (Giblartar: Dar al-Andalus, 1980),

h.

14.

t\.ihat

J. Verkuyl Loc- Cit.

ttAl.t"i

Shihab, "Paradigma

Baru

Misi Kristen-,

dalam Andito

(ed-),'{ras

Notna Agama, Wacana Agoma dalam

Dialog

"Bebos"

Konflil

(Badung:

Pustaka

Hidayah, 1998),

h.

139

22Mahmoud

Ayoub,

"Akar-akar

Konfiik

Mrclim-Kristen'-

Perspktf

Muslim Timur

Tengah", dalam

lbrd.,

h.218.

Bandingkan

denganlsmailRal-Fanuqr,

krc.

Cit.

" lbid.

(Mahmoud A-voub),

h.219.

roMuiiburrahman, Op. Cit.,

h.

10.

25St.

Sunardi.

*Dialog: Cara Baru Beragama (Sunrbangan Hans Kung bagl

Dialag

Anfar21grna", dzlarn

Dialog:

Kritik

dan

Identttas Agamo, (Yogyakarta: Pustaka Pelalar, 1993), Seri

DIAN

I Th.

l,

h. 71.

tus"yy"d

Hossein

Nasr,

"Kata

Pengantar",

dalam

Frithjof

Schuon, Islam

and

Perenniol Philosophy,

ter1. Rahmani

Astuti, (Bandung

Pen€rbit Mizan,

l g93), h" 7.26

:tHustcn

Smith.

"Pengantar

untuk Edisi

yang

Disempurnakan-, dalam

Frithjof

Schuon, Trancendenta! |.,/nity

of

Religtonl terj.

Safroedin Bahar, (Jaka*a: Pustaka Firdaus, 1994\, h. x-xi.

zsBudhy Munawar-Rahman,

"Kesatuan

Transendental

dalam

Teologr

Perspektif Islam

tentang

Kesamaan Agama-agarna", dalam dialog ..., Op.

Cit.,

h.

r 33-134.

tnpriedrictr Heiler, Op. Cit.,

h.

142.

r0lKomaruddin

Hidayat

dan

M.

Wahyudi Nafis, Agamo Masa

Depn;

Perspektrf Filsofat Perennial, (Jakarta: Paramadina, 1995),

h.

126.

3rBudhy

Munawar-Rahman, "Kesatuan ..., Op. Cit.,

h.

135,

(14)

W'ardani,

pt"r"tit^" esor*

do"

Di.rlry

f*

Sg

t'Friedrich

Heiler.

Islam.

Op. ( 'rr., h. 25.

'oBudhy Munawar-Rahman. Lrrc. ( 'rt. Kesatuan ...,

ttBudhy

Munawar-Rahman.

''New

Age:

Gagasan-gagasan

Mistik

Spintual

Dewasa

ini",

dalam Muhammad

wahvuni

Nafis (ed. ), Rekonstruksi dan Rentmgan

Re I i g t u.t' I ^s I am, ( J akarta' Paramadi n

a,

I 996 ). h. 7 3 .

r6Komaruddin

Hidayat dan Muhammad Wahyuni Nafis, Op. C.it.,

h.

127. 'ttPesan

universal

tersebut. "an uqtmu al-thna

wct

lo

tatqfanaquffir

" (QS.

al-Syurail2:31"

rsKomaruddin Hidavat

dan

M.

Wahyudi Nafis, Op.

(lit., h. l2g.

toM.

Quraish

Shihab, '-Agama: Antara Absolutisme

dan

Relativisme",

dalam

Andito

(ed 1, Op.

('rt.,

h.

l.l5

*ust.

Sunardi,

Dialog

...Op.('it.,h

73.

o'Friedrich

Referensi

Dokumen terkait

1) Berdasarkan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Gambar 2(b) menunjukkan bahwa material silika hasil sintesis memiliki distribusi ukuran pori yang dominan pada 4,3 nm yang merupakan kategori material mesopori.. Data

Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe eksperimental laboratorium dengan percobaan dilakukan di dalam ruangan terkait dengan pengaruh konsentrasi natrium benzoat

Berdasarkan penelusuran mandat dan misi serta analisis SWOT yang dilakukan, terdapat beberapa isu strategis, yaitu , (1) Pengembangan perencanaan pembangunan secara

Dapatan kajian ini mendapati cabaran ibu mengaplikasikan sesi bermain bersama anak fokus adalah kesukaran mengaplikasi kemahiran yang dipelajari, peserta bosan,

Berdasarkan hasil uji sitotoksik ekstrak etanol kulit batang sirsak tidak memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel T47D, hal tersebut dikarenakan tidak semua senyawa yang

Pemberian morfin dalam dosis kecil (5-10 mg) akan menyebabkan euforia pada pasien yang sedang nyeri. Efek analgetik morfin dan opioid lain sangat selektif dan tidak disertai

Untuk itu akan dilaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi guru-guru SMA/SMK se- Jawa Timur agar dapat mengaplikasikan ilmu teknik kimia khususnya tentang