• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL TAPPS DAN MMP BERBANTUAN GEOGEBRA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK | Afthina | Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 10836 22784 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL TAPPS DAN MMP BERBANTUAN GEOGEBRA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK | Afthina | Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 10836 22784 1 SM"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 265

EFEKTIVITAS MODEL TAPPS DAN MMP BERBANTUAN

GEOGEBRA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH MATEMATIK

Himmatul Afthina, Intan Indiati 1, Intan Indiati 2, Bagus Ardi Saputro 3 1,2,3Universitas PGRI Semarang (FPMIPATI, UPGRIS)

deimaafthina@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh siswa hanya bisa menyelesaikan masalah yang sudah diberikan contoh-contoh soal, sedangkan ketika diberikan soal yang bertipe pemecahan masalah kebanyakan siswa sulit untuk memecahkan soal tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa yang dikenai model TAPPS berbantuan GeoGebra, MMP berbantuan GeoGebra, dan model konvensional, serta untuk mengetahui model pembelajaran manakah yang lebih baik. Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi experimental design (eksperimen semu). Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Bae Kudus. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik cluster random sampling yaitu kelas XI MIA 1 dan XI MIA 2 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI MIA 5 sebagai kelas kontrol. Metode pengumpulan data yang digunakan terdiri dari metode observasi, dokumentasi, dan tes. Hasil penelitian ini yaitu ada perbedaan efektivitas antara model TAPPS berbantuan GeoGebra, MMP berbantuan GeoGebra, dan model konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik, model TAPPS berbantuan GeoGebra mempunyai hasil lebih efektif dengan model konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik, model MMP berbantuan GeoGebra mempunyai hasil yang lebih efektif dengan model konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik, tidak ada perbedaan efektivitas antara model TAPPS berbantuan GeoGebra dan MMP berbantuan GeoGebra terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik.

Kata kunci: TAPPS, MMP, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang dapat menentukan kualitas kehidupan

seseorang maupun suatu bangsa. Dalam dunia pendidikan formal, matematika merupakan

mata pelajaran yang dapat digunakan untuk membangun pola berfikir siswa. Oleh karena

itu, pelajaran matematika di sekolah bukan hanya menerapkan rumus, tetapi juga

mengajarkan siswa untuk menyelesaikan masalah matematis yang berkaitan dengan

kehidupan sehari-hari. Pelajaran matematika juga diharapkan dapat dipahami,

memandang matematika sebagai sesuatu yang berguna.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000) menetapkan lima

standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu kemampuan

pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, kemampuan koneksi, kemampuan

penalaran, dan kemampuan representasi. Oleh karena itu pendidikan matematika

menekankan pentingnya pengembangan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

Pentingnya kemampuan memecahkan masalah juga dikemukakan oleh Branca (1980), ia

(2)

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 266

Menurut Gagne (Ula & Sa’dijah, 2013), pemecahan masalah merupakan tipe

belajar yang paling tinggi dari 8 tipe belajar, yaitu belajar isyarat, stimulus respon,

rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep, pembentukan

aturan, dan pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan masalah adalah pimpinan dari

kemampuan dasar yang beberapa orang harus miliki dan gunakan diberbagai bidang

dalam kehidupan sehari-hari. Pemecahan masalah adalah sebuah proses bukan sebuah

masalah di tangan. Pemecahan masalah sangat efektif digunakan dalam mengajar

matematika, karena dapat membantu dalam menyelesaikan soal matematika (Kaya.,

Izgiol, & Kesan, 2013).

Menurut NCTM (2000), indikator kemampuan pemecahan masalah matematika

adalah sebagai berikut, (1) mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang

ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan, (2) merumuskan masalah matematik

atau menyusun model matematik, (3) menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai

masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau di luar matematika, (4) Menjelaskan atau

menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, (5) Menggunakan matematika secara

bermakna.

Ada banyak hal yang diharapkan siswa dengan belajar matematika salah satunya

adalah memecahkan masalah. Dengan memecahkan masalah siswa terlatih untuk berpikir

kritis, karena siswa dituntut untuk menggunakan semua pengetahuan yang diperolehnya

untuk memecahkan masalah matematika. Pemecahan masalah matematik sangat penting

dalam pembelajaran matematika karena dapat membangkitkan siswa untuk merespon

pertanyaan - pertanyaan yang diajukan, siswa menjadi terampil dalam memilih dan

mengidentifikasi kondisi dan konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan

rencana penyelesaian dan mengorganisasikan keterampilan yang telah dimiliki

sebelumnya. Pemecahan masalah bukan sekedar keterampilan untuk diajarkan dan

digunakan dalam matematika tetapi juga merupakan keterampilan yang akan dibawa pada

masalah sehari-hari siswa, dengan demikian kemampuan pemecahan masalah membantu

seseorang secara baik dalam hidupnya.

Hasil perbandingan internasional PISA 2012 menunjukan Indonesia berada di

peringkat 64 dari 65 peserta. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa pencapaian

nilai hasil belajar siswa Indonesia untuk bidang studi matematika cukup

mengkhawatirkan. Hasil PISA tersebut semakin melengkapi rendahnya kemampuan

(3)

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 267

menelaah, memberi alasan dan mengomunikasikannya secara efektif, serta memecahkan

dan menginterprestasikan permasalahan dalam berbagai stuasi masih sangat kurang.

Hal tersebut juga didukung dari pengalaman selama Praktik Pengalaman Lapangan

(PPL) di SMA 1 Bae, sebagian siswa hanya bisa menyelesaikan masalah yang sudah

diberikan contoh - contoh soal, sedangkan ketika diberikan soal yang bertipe pemecahan

masalah kebanyakan siswa sulit untuk memecahkan soal tersebut. Siswa juga terbiasa

menghafal definisi, teorema, serta rumus-rumus matematika tanpa disertai kemampuan

menyelesaikan soal matematika. Sehingga siswa kurang terasah dalam kemampua

pemecahan masalah matematik. Menurut Russeffendi (Effendi, 2012) selama ini dalam

prooses pembelajaran matematika di kelas, pada umumnya siswa mempelajari

matematika hanya diberi tahu oleh gurunya dan bukan melalui kegiatan eksplorasi. Itu

semua mengindikasikan bahwa siswa tidak aktif dalam belajar melalui pembelajaran

seperti ini, kecil kemungkinan kemampuan matematis siswa dapat berkembang.

Berdasarkan keterangan di atas perlu cara supaya aktivitas belajar siswa dapat lebih

optimal dan meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematik,

salah satunya dengan penerapan model pembelajaran dengan berbantuan media

pembelajaran. Dari berbagai model pembelajaran yang ada, terdapat model pembelajaran

yang inovatif dan dapat memicu siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran

serta dinilai mampu mengatasi masalah-masalah yang disebutkan di atas. Model

pembelajaran tersebut diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Thinking

Aloud Pairs Problem Solving (TAPPS). Model ini diperkenalkan oleh Claparade. TAPPS

merupakan salah satu model pembelajaran dengan menggunaan pendekatan pemecahan

masalah, yang mampu melibatkan siswa secara akktif dalam pembelajaran. Dalam

pembelajaran TAPPS terdapat dua pihak dalam setiap kelompok, satu pihak sebagai

problem solver dan pihak lain sebagai listener. Problem solver bertugas memecahkan

masalah, sedangkan listener mendengarkan dan memancing problem solver menjelaskan

pemikiran dan mengklarifikasinya. Dengan menggunakan TAPPS, siswa diharapkan

dapat saling membantu dalam rangka menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah

matematik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abduh, Kartono, & Sutarto

(2014) menunjukkan bahwa model pembelajaran TAPPS meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematik siswa, karena dengan model pembelajaran TAPPS siswa

(4)

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 268

tiga tahapan utama yaitu tahap berpikir (think), tahap berpasangan (pair) dan tahap

memecahkan masalah (problem solving).

Selain model pembelajaran kooperatif tipe TAPPS, ada juga model pembelajaran

kooperatif lain yang dapat memicu siswa untuk berperan aktif dan dapat bekerjasama

dalam proses pembelajaran. Model tersebut adalah model Missouri Mathematics Project

(MMP). Model pembelajaran MMP adalah model pembelajaran yang terstruktur dengan

latihan-latihan supaya siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan

berbagai macam soal. Model pembelajaran MMP menuntut guru untuk mereview materi

yang telah diajarkan pada pertemuan sebelumnya guna mempertajam pemahaman, serta

memberikan latihan terkontrol, seatwork dan PR guna melatih siswa agar terbiasa dalam

memecahkan permasalahan matematika (Nugroho, Budiyono, & Subanti, 2014).

Langkah-langkah dalam model MMP menuntut siswa untuk menyajikan masalah dan

mencari strategi dalam rangka memecahkan permasalahan matematika yang mereka

hadapi baik secara kelompok maupun individual. Dalam penelitian Alba, Chosim, &

Junaedi (2013) diperoleh hasil bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran

MMP mencapai ketuntasan individual dan klasikal, maka dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran dengan model pembelajaran MMP efektif untuk meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematik siswa. Dengan demikian, kemampuan pemecahan

masalah matematik siswa diharapkan dapat meningkat melalui pembelajaran

menggunakan model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP).

Selain itu dalam proses belajar mengajar menggunakan media mempunyai peranan

yang sangat penting. Karena dalam kegiatan belajar mengajar ketidakjelasan materi yang

disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan

materi yang akan disampaikan dapat disampaikan kepada siswa dapat disederhanakan

dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang tidak bisa disampaikan guru

dengan kata-kata, bahkan keabstrakan materi dapat dikonkretkan dengan kehadiran

media. Media yang bisa digunakan dalam belajar mengajar berupa software GeoGebra.

GeoGebra merupakan software matematika yang membantu guru dalam pembelajaran

matematika untuk melakuakan visualisasi sederhana dari materi kalkulus, geometri,

maupun aljabar. Dengan software ini diharapkan informasi dapat tersampaikan lebih jelas

sehingga kegiatan pembelajaran berjalan dengan lancar dan dapat mengarahkan perhatian

siswa dalam pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan

(5)

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 269

GeoGebra dapat meningkatkan kemampuan pemecaham masalah matematik. Hal tersebut

ditunjukkan dengan adanya usaha untuk memeriksa kembali kebenaran hasil.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini

adalah (1) apakah terdapat perbedaan efektivitas antara model pembelajaran TAPPS

berbantuan software GeoGebra, MMP berbantuan software GeoGebra, model

pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik? (2)

apakah model pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra mempunyai hasil

lebih efektif dari pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematik? (3) apakah model pembelajaran MMP berbantuan software GeoGebra

mempunyai hasil yang lebih efektif dari pembelajaran konvensional terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematik? (4) apakah terdapat perbedaan efektivitas antara model

pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra dan MMP berbantuan software

GeoGebra terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik?

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah (1)

Mengetahui adanya perbedaan efektivitas antara model pembelajaran TAPPS berbantuan

software GeoGebra, MMP berbantuan software GeoGebra, model pembelajaran

konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik (2) Mengetahui model

pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra mempunyai hasil lebih efektif dari

pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik (3)

Mengetahui model pembelajaran MMP berbantuan software GeoGebra mempunyai hasil

yang lebih efektif dari pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan

masalah matematik (4) Mengetahui adanya perbedaan efektivitas antara model

pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra dan MMP berbantuan software

GeoGebra terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam rangka

penambahan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan bidang studi matematika, maka

hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti yaitu menambah

pengetahuan dan pengalaman karena sesuai dengan profesi yang peneliti tekuni yaitu

sebagai calon pendidik sehingga nantinya dapat diterapkan pada saat menjadi pendidik

serta dapat mengetahui kemampuan pemecahan masalah matemaik siswa dengan

menggunakan model pembelajaran TAPPS dan MMP berbantuan software GeoGebra.

Bagi siswa yaitu siswa dapat lebih mudah dalam belajar matematika, dapat

(6)

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 270

matematika, dan siswa dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik.

bagi guru yaitu memeberikan referensi pada guru matematika untuk dijadikan

pertimbangan dalam menentukan media pembelajaran, metode, dan model dalam

peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Serta bagi sekolah yaitu

dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perbaikan pembelajaran.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian adalah quasi experimental design (eksperimen semu). Desain

eksperimen dalam penelitian ini adalah Posttest Only Control Design. Adapun desain

penelitian dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1. Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Tes Akhir

E1 X1 Y1

E2 X2 Y2

K - Y3

Dengan E1 adalah kelas eksperimen pertama, E2 adalah kelas eksperimen kedua, K

adalah kelas kontrol. X1 adalah model TAPPS berbantu software GeoGebra, X2 adalah

model model MMP berbantu software GeoGebra. 1 adalah rata-rata nilai kemampuan

pemecahan masalah matematik eksperimen pertama, Y2 adalah rata-rata nilai kemampuan

pemecahan masalah matematik eksperimen kedua, Y3 adalah rata-rata nilai kemampuan

pemecahan masalah matematik kelas kontrol.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bae

Kudus tahun ajaran 2014/2015 terdiri dari 8 kelas. Sampel penelitiannya diambil tiga

kelas, yaitu kelas XI MIA 1 sebagai kelas eksperimen I, kelas XI MIA 2 sebagai kelas

eksperimen II, kelas XI MIA 5 sebagai kelas kontrol.

Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan pemecahan masalah dalam

bentuk uraian. Soal intrumen terdiri dari 12 soal terdapat 10 soal yang valid. Teknik

pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi dan tes. Dokumentasi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah dokumentasi video dan foto/gambar. Peneliti dibantu oleh

seorang guru dan teman dari sekolah sehingga pengambilan gambar dapat terlaksana

dengan baik. Tes diberikan pada saat tes akhir (posttest) untuk kelas kontrol dan

(7)

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 271

Dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap penelitian, dan tahap

akhir. Pertama, tahap persiapan meliputi koordinasi dan perizinan, melakukan observasi

awal, menentukan sample penelitian, menentukan kelas uji coba, dan persiapan perangkat.

Kedua, tahap penelitian meliputi melakukan perlakuan sesuai rencana penelitian, kelas

kontrol dengan model konvensional, kelas eksperimen I dengan model TAPPS berbantuan

software GeoGebra, dan kelas eksperimen II dengan model MMP dengan software

GeoGebra, Setelah mendapatkan perlakuan, peneliti mengadakan post test pada kelas

kontrol dan eksperimen. Ketiga, tahap akhir meliputi mengumpulkan data-data yang telah

diinginkan, kemudian mengolah dan menganalisisnya untuk menyimpulkan hasil akhir,

menyusun laporan hasil penelitian, dan melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing.

Metode analisis statistik yang digunakan adalah Uji Anava Satu Arah dan uji-t (uji

perbedaan dua rata-rata). Syarat menggunakan uji Anava Satu Arah dan uji-t (uji

perbedaan dua rata-rata) adalah data menyebar secara normal dan varian homogen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui keefektifan penggunaan Model

Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Missouri Mathematics Project

Berbantuan Software GeoGebra Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Siswa.

Pada tahap awal peneliti mengambil tiga kelas yang dipilih secara random

sampling diperoleh kelas XI MIA 1 sebagai kelompok eksperimen 1 yang dikenai model

pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra dengan jumlah siswa 36, kelas XI

MIA 2 sebagai kelompok eksperimen 2 yang dikenai model pebelajaran MMP berbantuan

software GeoGebra dengan jumlah siswa 36 Siswa, dan kelas XI MIA 5 sebagai

kelompok kontrol dengan jumlah siswa 38 siswa. adapaun uji coba kelas XI MIA 3 yang

berjumlah 30 siswa.

Data awal yang diambil dari nilai ulangan harian ke-1 semester II kelompok

eksperimen 1, kelompok eksperimen 2 dan kelompok kontrol dianalisis menggunakan uji

homogenitas, uji normalitas dan uji Anava satu arah. Hasil uji normalitas dari ketiga

kelompok diperoleh L0 < Ltabel yang menunjukkan bahwa sampel berasal dari populasi

yang berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas diperoleh 2 hitung<

2

tabel yang berarti

bahwa kelompok eksperimen 1, kelompok eksperimen 2 dan kelompok kontrol memiliki

(8)

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 272

bahwa tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar matematika antara kelompok

eksperimen 1, kelompok eksperimen 2 dan kelompok kontrol. Dari hasil analisis ketiga

kelompok tersebut telah memenuhi syarat kenormalan, kehomogenan dan kesamaan

rata-rata hasil belajar atau dapat dikatakan ketiga kelompok berawal dari keadaan yang sama

sehingga ketiga kelompok tersebut dapat digunakan sebagai sampel.

Selanjutnya masing-masing kelompok diberi perlakuan yang berbeda. Kelompok

eksperimen 1 dikenai model pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra,

kelompok eksperimen 2 dikenai model pembelajaran MMP berbantuan software

GeoGebra dan kelompok kontrol dikenai model pembelajaran konvensional. Setelah

ketiga kelompok diberi perlakuan yang berbeda kemudian dilakukan tes evaluasi untuk

mengetahui rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik siswa sebagai data

akhir. Soal tes evaluasi yang diberikan telah melalui tahap uji coba di kelas XI MIA 3

sehingga soal tersebut memenuhi syarat sebagai soal evaluasi yaitu valid, reliabel,

signifikan, dan memiliki taraf kesukaran yang sesuai. Data akhir yang berupa nilai tes

evaluasi pada materi pokok translasi dan refleksi dianalisis menggunakan uji normalitasm

uji homogenitas, uji ketuntasan klasikal, uji Anava satu arah dan uji t.

Uji normalitas dilakukan dengan uji Lilliefors dengan taraf signifikan 5% yang

ditunjukkan dalam tabel berikut.

Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Data

Kelas N Kesimpulan

Eksperi

men I

36 0,0929 0,1477 Normal

Eksperi

men II

36 0,0924 0,1477 Normal

Kontrol 38 0,1008 0,1437 Normal

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 2, menunjukkan bahwa < pada taraf

signifikan 5%, 0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh populasi

berdistribusi normal.

Pengujian homogenitas menggunkan uji Bartlett. Dari hasil perhitungan diperoleh

2 = 2,333, dengan taraf signifikan α = 5% , dk = 2 diperoleh 2 = 5,99. Karena

2 < 2 = 2,333 < 5,99 maka

0 diterima, dan disimpulkan seluruh populasi

(9)

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 273

Uji ketuntasan klasikal digunakan untuk mengetahui apakah nilai siswa minimal

lebih besar dari KKM yaitu presentae lebih besar dari atau sama dengan 78%. Karena dari

perhitunga pada lampiran nilai z = -0,8377 dengan tingkat kesalahan 5% didapat z0,5-0,05 =

z0,45, maka z0,45 = 1,65. Kesimpulan, jika = −0,8377 −1,65 =− 0,45maka H0 pada

daerah penerimaan, dan Ha pada daerah penolakan. Sehingga bisa disimpulkan bahwa

ketuntasan belajar tercapai.

Selanjutnya ketiga kelompok dianalisis menggunakan uji Anava satu arah untuk

mengetahu apakah terdapat perbadaan rata-rata kemampuan pemecahan masalah

matematik antar kelompok eksperimen 1, kelompok eksperimen 2, dan kelompok kontrol.

Dari perhitungan Anava dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Data Akhir

Sumber Variasi Dk JK KT F

dk penyebut 107 tidak ada nilainya maka dilakukan interpolasi untuk memperoleh nilai

F 1

1; 2 . Dari hasil interpolasi diperoleh F 0,95 2;107 = 3,084. Ternyata Fhitung > F 0,95 2;107 atau 22,357 > 3,084, maka Ho ditolak. Dengan demikian terdapat perbedaan

rata-rata kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang dikenai model pembelajaran

TAPPS berbantuan software GeoGebra, MMP berbantuan software GeoGebra, dan model

konvensional.

Perbedaan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik siswa kelas XI

dikarenakan ketiga model tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda. Dibandingkan

dengan model pembelajaran konvensional yang segala aktivitas berpusat pada guru,

model pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra memiliki kelebihan yang

dapat membangun keaktifan siswa pada proses pembelajaran berlangsung serta

membantu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dengan

adanya diskusi. Sedangkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

MMP berbantuan software GeoGebra juga memiliki keunggulan untuk membangun

keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan membantu meningkatkan kemampuan

(10)

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 274

Software GeoGebra juga memiliki kelebihan yaitu menciptakan suasana pembelajaran

yang menarik dan menyenangkan. Software GeoGebra memberikan visualisai dari konsep

matematika sehingga siswa tidak hanya melihat gambaran konsep secara abstrak tetapi

secara konkret dengan visualisasi melalui software GeoGebra. Jadi siswa lebih dapat

memahami materi pelajaran. Hal ini juga dikatakan oleh Aryasuta (2014) bahwa

GeoGebra jika digunakan sebagai alat bantu dalam pembuatan media pembelajran dapat

menyajikan materi matematika yang bersifat abstrak menjadi konkret karena

menyediakan fitur-fitur yang mendukung dan sangat sesuai untuk menyampaikan

konsep-konsep matematika. Pendapat lainnya juga dikemukakan oleh Nopiyanti (2014) bahwa

keunggilan software GeoGebra diharapkan mampu mengurangi kesulitan belajar siswa

pada pembelajaran geometri yang bersifat abstrak dan mampu meningkatkan keterlibatan

siswa.

Selanjutnya untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

dengan model pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra lebih efektif

dibandingkan proses pembelajaran konvensional, hal ini dapat ditunjukkan dengan

perbandingan rata-rata dari kelompok eksperimen 1 1= 80,58 dengan rata-rata

kelompok kontrol = 64,45 . Selain dari nilai rata-rata juga dilihat dari perhitungan uji

t dimana dalam penghitungan didapatkan ilai t hitung 5,686. Sedangkan untuk t tabel

dengan = 5%, dk = 1+ 2−2 = 36 + 38−2 = 72 dan peluang 1− dari harga

distribusi t diperoleh ttabel = 1,67. Karena thitung> tabel 5,686 > 1,67 maka H0 ditolak,

dengan demikian kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dengan model

pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra lebih efektif dari siswa yang diajar

menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini dikarenakan dengan

menggunakan model pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra siswa lebih

banyak memecahkan masalah matematik dengan diskusi, di mana salah satu siswa

memecahkan masalah sementara yang lainnya mendengarkan sehingga siswa dapat

mengolah informasi untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik.

Seperti yang dijelaskan oleh εa’lufiyah (2014) dalam model pembelajaran TAPPS siswa

berdiskusi dengan suara keras agar teman diskusinya mendengar apa yang dipikirnya,

maka dari itu dalam model pembelajaran TAPPS terdapat dua pihak yaitu pihak problem

solver dan listener. Pendapat ini juga didukung oleh Ratnasari, Ali, & Napitupulu (2014)

(11)

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 275

sementara yang lainnya mendengarkan. Dengan demikian, model ini dapat membantu

siswa mengamati dan memahami proses berpikir mereka sendiri dan temannya.

Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan model pembelajaran

MMP berbantuan software GeoGebra lebih efektif dibandingkan proses pembelajaran

knvensional, hal ini dapat ditunjukkan dengan perbandingan rata-rata dari kelompok

eksperimen 1 2= 81,72 dengan rata-rata kelompok kontrol = 64,45 . Selain dari

nilai rata-rata juga dilihat dari perhitungan uji t dimana dalam penghitungan didapatkan

nilai t hitung 5,572. Sedangkan untuk t tabel dengan = 5%, dk = 1+ 2−2 = 36 +

38−2 = 72 dan peluang 1− dari harga distribusi t diperoleh ttabel = 1,6. Karena

thitung >

tabel 5,572 > 1,67 maka H0 ditolak, dengan demikian kemampuan pemecahan

masalah matematik siswa dengan model pembelajaran MMP berbantuan software

GeoGebra lebih efektif dari siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran

konvensional. Hal ini dikarenakan model pembelajaran MMP berbantuan software

GeoGebra, siswa dapat berdiskusi dalam memecahkan berbagai masalah matematik dan

juga siswa menjadi lebih terambil dalam mengerjakan soal karena setelah diskusi

diberikan latihan mandiri dan juga PR. Hal ini didukung oleh Grows & Good

(Pramudiyanti, Dwijanto, & Darmo, 2013) mengungkapkan bahwa model pembelajaran

MMP merupakan suatu model pembelajaran yang didesain untuk membantu guru dalam

hal efektivitas penggunaan latihan-latihan agar siswa mencapai peningkatan yang luar

biasa. Begitu juga yang dikemukan oleh Alba, Chotim, & Junaedi (2013) model

pembelajaran MMP memiliki kelebihan antara lain banyak materi yang bisa disampaikan

kepada siswa karena tidak memakan banyak waktu untuk menyampaikan materi dan

banyak latihan sehingga siswa terambil dalam berbagai soal. Hal ini akan berbeda jika

dengan pembelajaran konvensional yang hanya menjadikan siswa terbiasa untuk menulis

dan mencatat saja.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis ketiga bertujuan untuk membandingkan

kemampuan pemecahan masalah model pembelajaran TAPPS berbantuan software

GeoGebra dibandigkan dengan model pembelajaran MMP berbantuan software

GeoGebra. Hal ini dapat ditunjukkan dengan perbandingan rata-rata dari kelompok

eksperimen 1 1= 80,58 dengan rata-rata kelompok eksperimen 2 2= 81,72 .

Selain dari nilai rata-rata juga dilihat dari perhitungan uji t dimana dalam penghitungan

didapatkan ilai t hitung -0,405. Sedangkan untuk t tabel dengan = 5%, dk = 1+ 2−

2 = 36 + 36−2 = 70 dan peluang 1−1

(12)

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 276

Karena −ttabel < thitung < tabel −2,00 <−0,405 < 2,00 maka H0 diterima, dengan

demikian model pembelajaran MMP berbantuan software GeoGebra tidak ada perbedaan

kemampuan pemecahan masalah matematik secara signifikan dari pembelajaran

menggunakan model pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra. Dari hasil

penghitungan dapat diketahui bahwa dengan model pembelajaran TAPPS berbantuan

software GeoGebra terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa hampir

dengan model pembelajaran MMP berbantuan software GeoGebra. Kedua model

pembelajaran ini lebih efektif dari model pembelajaran konvensional meskipun keduanya

memiliki cara pelaksanaan yang berbeda pada model pembelajaran eksperimen 1

kemampuan pemecahan masalah matematik siswa diperoleh pada proses diskusi, di mana

salah satu siswa memecahkan masalah sementara yang lainnya mendengarkan sehingga

siswa dapat mengolah informasi untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematik, sedangkan model eksperimen 2 kemampuan pemecahan masalah matematik

siswa diperoleh dari seringnya diberikan latihan soal dari diskusi, latihan mandiri dan PR.

Selama masa penelitian ini saya sebagai peneliti merasakan dengan menggunakan model

pembelajaran eksperimen 1 yaitu dengan mengggunakan model pembelajaran TAPPS

berbantuan software GeoGebra dan pembelajaran eksperimen 2 model pembelajaran

MMP berbantuan software GeoGebra memiliki keleihan tersendiri yang mana kelebihan

dari masing-masing model tersebut dapat membuat siswa mendapatkan pemahaman

materi dengan lebih baik.

Jika dilihat proses belajar dari kedua model tersebut hampir sama dalam

pembagian kelompok sedangkan pada tahap tim atau kelompok siswa melakukan diskusi

untuk menggali pengetahuan, mendalami materi dan meningkatkan kemampuan untuk

menyelesaikan suatu persoalan sesuai materi yang dipelajari dengan anggota kelompok

masing-masing. Selama diskusi siswa aktif memberikan pendapat, bertukar ide, saling

membantu mengerjakan tugas dan menjelaskan materi kepada anggota kelompok yang

belum paham. Perbedaan yang terdapat pada kedua model pemelajaran ini adalah

kegiatan dalam diskusi. Model pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra

membutuhkan seorang siswa untuk memecahkan masalah (problem solver), sementara

seorang yang lain sebagai pendengar (listener) bertugas memancing problem solver

menjelaskan pemikiran dan mengklarifikasi pemikirannya. Setelah satu masalah

terselesaikan, kedua pihak bertukar tugas sehingga semua siswa memiliki kesempatan

(13)

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 277

berbantuan software GeoGebra selain siswa dilatih menyelesaikan

permasalahan-permasalahan melalui diskusi juga melalui latihan mandiri. Software Geogebra dapat

membantu dalam penyampaian materi supaya informasi tersampaikan lebih jelas

sehingga kegiatan pembelajaran berjalan dengan lancar dan dapat mengarahkan perhatian

siswa dalam pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan efektif. Jadi,

penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran TAPPS berbantuan software

GeoGebra dipadu dengan model pembelajaran MMP berbantuan software GeoGebra

efektif digunakan dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematik siswa.

SIMPULANDANSARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan dapat diambil

kesimpulan bahwa (1) ada perbedaan efektivitas antara model pembelajaran TAPPS

berbantuan software GeoGebra, MMP berbantuan software GeoGebra, dan model

pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik, (2)

model pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra mempunyai hasil lebih efektif

dengan pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik,

(3) model pembelajaran MMP berbantuan software GeoGebra mempunyai hasil yang lebih

efektif dengan pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematik, (4) tidak ada perbedaan efektivitas antara model pembelajaran TAPPS

berbantuan software GeoGebra dan MMP berbantuan software GeoGebra terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematik.

Kepada guru disarankan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematik siswa denga memilih model pembelajaran dan media pembelajaran yang sesuai

dengan karakter siswa sehingga menunjang kegiatan belajar mengajar di kelas, guru dapat

menggunakan model pembelajaran TAPPS dan MMP berbantuan software GeoGebra

sehingga kemampuan pembelajaran matematik siswa dapat meningkat.

DAFTARPUSTAKA

(14)

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 278

Alba, F.M., Chosim, M., dan Junaedi, L. (2013). Keefektifan Model Pembelajaran Generatif dan MMP terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah. Jurnal Kreano, 4 (2) 131-137. Diperoleh tanggal 28 Maret 2015, dari http://journal.unnes.ac.id.

Aryasuta, I.W.E. dkk. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Media Pembelajaran Berbantuan GeoGebra terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Ditinjau dari Tingkat Ketangguhan Siswa. Jurnal Penelitian Pascasarjana Undiksha, 3 (1) 1-9. Diperoleh tanggal 13 Maret 2015, dari http://119.252.161.254/e-journal.

Effendi, L.A. (2012). Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan, 13 (2), 1-10. Diperoleh tanggal 13 Januari 2015http://jurnal.upi.edu.

Kaya, D., Izgiol, D., Kesan, C. (2014). The Investigation og Elementary mathematics Teacher Candidates’ Problem Solving Skills According to Various Variables. Turkey: Institute od Education Sciences.

Komariah, K. (2014). Pengaruh Model Problem Based Learning berbantuan Software GeoGebra terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik. Jurnal Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Diperoleh tanggal 13 Maret 2015, dari http://journal.unsil.ac.id.

εa’lufiyah, Z. (2014). Studi Perbandingan Model TAPPS Berbantuan Kartu

Permasalahan dengan Ekspositori terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. EKUIVALEN-Pendidikan Matematika. 12 (1), 69-74. Diperoleh tanggal 24 Desember 2014, dari http://ejournal.umpwr.ac.id.

National Council of Teachers of Mathematic (NCTM). 2000. Principle and Standards for School Mathematics. NCTM.

Nopiyanti, N.L.P.A. (2014). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Geometri Berbantuan GeoGebra dalam Upaya Meningkatkan Keterlibatan dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol 1 (2) 1-12. Diperoleh tanggal 13 Maret 2015, dari http://119.252.161.254/e-journal.

Nugroho, P.B., Budiyono, dan Subanti, S. (2014). Eksperimentasi Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) dan Model Pembelajaran Student Teams Achievment Divisions (STAD) Disertai Assesment for Learning Melalui Teman Sejawat Ditinjau dari Kemandirian Belajar Siswa Kelas X SMA di Kabupaten Bantul. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika, 2 (1) 44-53. Diperoleh tanggal 21 Maret 2015, dari http://journal.fkip.uns.ac.id.

Pramudiyanti, N., Dwijanto, dan Darmo. (2013). Keefektifan Pembelajaran Model MMP Berbantuan Cabri 3D terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Materi Dimensi Tiga. Unnes Journal of Mathematics Education, 2 (2) 78-83. Diperoleh tanggal 24 Desember 2014, dari http://journal.unnes.ac.id.

(15)

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 279

Ula, NH dan Sa’dijah, C. (2013). Pengembangan LKS Matematika Menggunakan

Gambar

Tabel 1. Desain Penelitian
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Data

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penyajian informasi yang selalu baru, diperlukan sebuah aplikasi yang memudahkan bagi administrator web untuk meng-update isi informasiinformasi terbaru serta pengembangan

law’ terkandung makna pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Karena itu,

Puji dan syukur peneliti haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan rahmat-Nya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini, dengan

1) Pada koreksi geometrik yang dilakukan pada kesempatan penlitian kali ini, dilakuakn beberapa tahapan yaitu proses rektifikasi, proses uji ketelitian dengan ICP dan Uji

test for a sequence of the actor names based on academic level, and then we test the sequence of the number of papers, the hit counts with quotation marks, and the

Dilihat Dari banyaknya pasien yang datang ke klinik gigi Dentaloka tersebut, maka klinik gigi membutuhkan suatu sistem informasi yang sistematis dan terotomatisasi,

Setelah dilakukan analisis dan pengujian hipotesis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: variabel aliran kas operasi, perbedaan antara laba akuntansi dengan

dengan garam dan konsentrasi gula terhadap mutu manisan basah pare. ( Momordica charantia