SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 265
EFEKTIVITAS MODEL TAPPS DAN MMP BERBANTUAN
GEOGEBRA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIK
Himmatul Afthina, Intan Indiati 1, Intan Indiati 2, Bagus Ardi Saputro 3 1,2,3Universitas PGRI Semarang (FPMIPATI, UPGRIS)
deimaafthina@gmail.com
Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh siswa hanya bisa menyelesaikan masalah yang sudah diberikan contoh-contoh soal, sedangkan ketika diberikan soal yang bertipe pemecahan masalah kebanyakan siswa sulit untuk memecahkan soal tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa yang dikenai model TAPPS berbantuan GeoGebra, MMP berbantuan GeoGebra, dan model konvensional, serta untuk mengetahui model pembelajaran manakah yang lebih baik. Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi experimental design (eksperimen semu). Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Bae Kudus. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik cluster random sampling yaitu kelas XI MIA 1 dan XI MIA 2 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI MIA 5 sebagai kelas kontrol. Metode pengumpulan data yang digunakan terdiri dari metode observasi, dokumentasi, dan tes. Hasil penelitian ini yaitu ada perbedaan efektivitas antara model TAPPS berbantuan GeoGebra, MMP berbantuan GeoGebra, dan model konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik, model TAPPS berbantuan GeoGebra mempunyai hasil lebih efektif dengan model konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik, model MMP berbantuan GeoGebra mempunyai hasil yang lebih efektif dengan model konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik, tidak ada perbedaan efektivitas antara model TAPPS berbantuan GeoGebra dan MMP berbantuan GeoGebra terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik.
Kata kunci: TAPPS, MMP, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang dapat menentukan kualitas kehidupan
seseorang maupun suatu bangsa. Dalam dunia pendidikan formal, matematika merupakan
mata pelajaran yang dapat digunakan untuk membangun pola berfikir siswa. Oleh karena
itu, pelajaran matematika di sekolah bukan hanya menerapkan rumus, tetapi juga
mengajarkan siswa untuk menyelesaikan masalah matematis yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari. Pelajaran matematika juga diharapkan dapat dipahami,
memandang matematika sebagai sesuatu yang berguna.
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000) menetapkan lima
standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu kemampuan
pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, kemampuan koneksi, kemampuan
penalaran, dan kemampuan representasi. Oleh karena itu pendidikan matematika
menekankan pentingnya pengembangan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
Pentingnya kemampuan memecahkan masalah juga dikemukakan oleh Branca (1980), ia
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 266
Menurut Gagne (Ula & Sa’dijah, 2013), pemecahan masalah merupakan tipe
belajar yang paling tinggi dari 8 tipe belajar, yaitu belajar isyarat, stimulus respon,
rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep, pembentukan
aturan, dan pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan masalah adalah pimpinan dari
kemampuan dasar yang beberapa orang harus miliki dan gunakan diberbagai bidang
dalam kehidupan sehari-hari. Pemecahan masalah adalah sebuah proses bukan sebuah
masalah di tangan. Pemecahan masalah sangat efektif digunakan dalam mengajar
matematika, karena dapat membantu dalam menyelesaikan soal matematika (Kaya.,
Izgiol, & Kesan, 2013).
Menurut NCTM (2000), indikator kemampuan pemecahan masalah matematika
adalah sebagai berikut, (1) mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang
ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan, (2) merumuskan masalah matematik
atau menyusun model matematik, (3) menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai
masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau di luar matematika, (4) Menjelaskan atau
menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, (5) Menggunakan matematika secara
bermakna.
Ada banyak hal yang diharapkan siswa dengan belajar matematika salah satunya
adalah memecahkan masalah. Dengan memecahkan masalah siswa terlatih untuk berpikir
kritis, karena siswa dituntut untuk menggunakan semua pengetahuan yang diperolehnya
untuk memecahkan masalah matematika. Pemecahan masalah matematik sangat penting
dalam pembelajaran matematika karena dapat membangkitkan siswa untuk merespon
pertanyaan - pertanyaan yang diajukan, siswa menjadi terampil dalam memilih dan
mengidentifikasi kondisi dan konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan
rencana penyelesaian dan mengorganisasikan keterampilan yang telah dimiliki
sebelumnya. Pemecahan masalah bukan sekedar keterampilan untuk diajarkan dan
digunakan dalam matematika tetapi juga merupakan keterampilan yang akan dibawa pada
masalah sehari-hari siswa, dengan demikian kemampuan pemecahan masalah membantu
seseorang secara baik dalam hidupnya.
Hasil perbandingan internasional PISA 2012 menunjukan Indonesia berada di
peringkat 64 dari 65 peserta. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa pencapaian
nilai hasil belajar siswa Indonesia untuk bidang studi matematika cukup
mengkhawatirkan. Hasil PISA tersebut semakin melengkapi rendahnya kemampuan
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 267
menelaah, memberi alasan dan mengomunikasikannya secara efektif, serta memecahkan
dan menginterprestasikan permasalahan dalam berbagai stuasi masih sangat kurang.
Hal tersebut juga didukung dari pengalaman selama Praktik Pengalaman Lapangan
(PPL) di SMA 1 Bae, sebagian siswa hanya bisa menyelesaikan masalah yang sudah
diberikan contoh - contoh soal, sedangkan ketika diberikan soal yang bertipe pemecahan
masalah kebanyakan siswa sulit untuk memecahkan soal tersebut. Siswa juga terbiasa
menghafal definisi, teorema, serta rumus-rumus matematika tanpa disertai kemampuan
menyelesaikan soal matematika. Sehingga siswa kurang terasah dalam kemampua
pemecahan masalah matematik. Menurut Russeffendi (Effendi, 2012) selama ini dalam
prooses pembelajaran matematika di kelas, pada umumnya siswa mempelajari
matematika hanya diberi tahu oleh gurunya dan bukan melalui kegiatan eksplorasi. Itu
semua mengindikasikan bahwa siswa tidak aktif dalam belajar melalui pembelajaran
seperti ini, kecil kemungkinan kemampuan matematis siswa dapat berkembang.
Berdasarkan keterangan di atas perlu cara supaya aktivitas belajar siswa dapat lebih
optimal dan meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematik,
salah satunya dengan penerapan model pembelajaran dengan berbantuan media
pembelajaran. Dari berbagai model pembelajaran yang ada, terdapat model pembelajaran
yang inovatif dan dapat memicu siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran
serta dinilai mampu mengatasi masalah-masalah yang disebutkan di atas. Model
pembelajaran tersebut diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Thinking
Aloud Pairs Problem Solving (TAPPS). Model ini diperkenalkan oleh Claparade. TAPPS
merupakan salah satu model pembelajaran dengan menggunaan pendekatan pemecahan
masalah, yang mampu melibatkan siswa secara akktif dalam pembelajaran. Dalam
pembelajaran TAPPS terdapat dua pihak dalam setiap kelompok, satu pihak sebagai
problem solver dan pihak lain sebagai listener. Problem solver bertugas memecahkan
masalah, sedangkan listener mendengarkan dan memancing problem solver menjelaskan
pemikiran dan mengklarifikasinya. Dengan menggunakan TAPPS, siswa diharapkan
dapat saling membantu dalam rangka menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah
matematik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abduh, Kartono, & Sutarto
(2014) menunjukkan bahwa model pembelajaran TAPPS meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa, karena dengan model pembelajaran TAPPS siswa
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 268
tiga tahapan utama yaitu tahap berpikir (think), tahap berpasangan (pair) dan tahap
memecahkan masalah (problem solving).
Selain model pembelajaran kooperatif tipe TAPPS, ada juga model pembelajaran
kooperatif lain yang dapat memicu siswa untuk berperan aktif dan dapat bekerjasama
dalam proses pembelajaran. Model tersebut adalah model Missouri Mathematics Project
(MMP). Model pembelajaran MMP adalah model pembelajaran yang terstruktur dengan
latihan-latihan supaya siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan
berbagai macam soal. Model pembelajaran MMP menuntut guru untuk mereview materi
yang telah diajarkan pada pertemuan sebelumnya guna mempertajam pemahaman, serta
memberikan latihan terkontrol, seatwork dan PR guna melatih siswa agar terbiasa dalam
memecahkan permasalahan matematika (Nugroho, Budiyono, & Subanti, 2014).
Langkah-langkah dalam model MMP menuntut siswa untuk menyajikan masalah dan
mencari strategi dalam rangka memecahkan permasalahan matematika yang mereka
hadapi baik secara kelompok maupun individual. Dalam penelitian Alba, Chosim, &
Junaedi (2013) diperoleh hasil bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran
MMP mencapai ketuntasan individual dan klasikal, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran dengan model pembelajaran MMP efektif untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa. Dengan demikian, kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa diharapkan dapat meningkat melalui pembelajaran
menggunakan model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP).
Selain itu dalam proses belajar mengajar menggunakan media mempunyai peranan
yang sangat penting. Karena dalam kegiatan belajar mengajar ketidakjelasan materi yang
disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan
materi yang akan disampaikan dapat disampaikan kepada siswa dapat disederhanakan
dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang tidak bisa disampaikan guru
dengan kata-kata, bahkan keabstrakan materi dapat dikonkretkan dengan kehadiran
media. Media yang bisa digunakan dalam belajar mengajar berupa software GeoGebra.
GeoGebra merupakan software matematika yang membantu guru dalam pembelajaran
matematika untuk melakuakan visualisasi sederhana dari materi kalkulus, geometri,
maupun aljabar. Dengan software ini diharapkan informasi dapat tersampaikan lebih jelas
sehingga kegiatan pembelajaran berjalan dengan lancar dan dapat mengarahkan perhatian
siswa dalam pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 269
GeoGebra dapat meningkatkan kemampuan pemecaham masalah matematik. Hal tersebut
ditunjukkan dengan adanya usaha untuk memeriksa kembali kebenaran hasil.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini
adalah (1) apakah terdapat perbedaan efektivitas antara model pembelajaran TAPPS
berbantuan software GeoGebra, MMP berbantuan software GeoGebra, model
pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik? (2)
apakah model pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra mempunyai hasil
lebih efektif dari pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematik? (3) apakah model pembelajaran MMP berbantuan software GeoGebra
mempunyai hasil yang lebih efektif dari pembelajaran konvensional terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematik? (4) apakah terdapat perbedaan efektivitas antara model
pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra dan MMP berbantuan software
GeoGebra terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik?
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah (1)
Mengetahui adanya perbedaan efektivitas antara model pembelajaran TAPPS berbantuan
software GeoGebra, MMP berbantuan software GeoGebra, model pembelajaran
konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik (2) Mengetahui model
pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra mempunyai hasil lebih efektif dari
pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik (3)
Mengetahui model pembelajaran MMP berbantuan software GeoGebra mempunyai hasil
yang lebih efektif dari pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematik (4) Mengetahui adanya perbedaan efektivitas antara model
pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra dan MMP berbantuan software
GeoGebra terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam rangka
penambahan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan bidang studi matematika, maka
hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti yaitu menambah
pengetahuan dan pengalaman karena sesuai dengan profesi yang peneliti tekuni yaitu
sebagai calon pendidik sehingga nantinya dapat diterapkan pada saat menjadi pendidik
serta dapat mengetahui kemampuan pemecahan masalah matemaik siswa dengan
menggunakan model pembelajaran TAPPS dan MMP berbantuan software GeoGebra.
Bagi siswa yaitu siswa dapat lebih mudah dalam belajar matematika, dapat
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 270
matematika, dan siswa dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik.
bagi guru yaitu memeberikan referensi pada guru matematika untuk dijadikan
pertimbangan dalam menentukan media pembelajaran, metode, dan model dalam
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Serta bagi sekolah yaitu
dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perbaikan pembelajaran.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian adalah quasi experimental design (eksperimen semu). Desain
eksperimen dalam penelitian ini adalah Posttest Only Control Design. Adapun desain
penelitian dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 1. Desain Penelitian
Kelompok Perlakuan Tes Akhir
E1 X1 Y1
E2 X2 Y2
K - Y3
Dengan E1 adalah kelas eksperimen pertama, E2 adalah kelas eksperimen kedua, K
adalah kelas kontrol. X1 adalah model TAPPS berbantu software GeoGebra, X2 adalah
model model MMP berbantu software GeoGebra. 1 adalah rata-rata nilai kemampuan
pemecahan masalah matematik eksperimen pertama, Y2 adalah rata-rata nilai kemampuan
pemecahan masalah matematik eksperimen kedua, Y3 adalah rata-rata nilai kemampuan
pemecahan masalah matematik kelas kontrol.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bae
Kudus tahun ajaran 2014/2015 terdiri dari 8 kelas. Sampel penelitiannya diambil tiga
kelas, yaitu kelas XI MIA 1 sebagai kelas eksperimen I, kelas XI MIA 2 sebagai kelas
eksperimen II, kelas XI MIA 5 sebagai kelas kontrol.
Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan pemecahan masalah dalam
bentuk uraian. Soal intrumen terdiri dari 12 soal terdapat 10 soal yang valid. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi dan tes. Dokumentasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dokumentasi video dan foto/gambar. Peneliti dibantu oleh
seorang guru dan teman dari sekolah sehingga pengambilan gambar dapat terlaksana
dengan baik. Tes diberikan pada saat tes akhir (posttest) untuk kelas kontrol dan
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 271
Dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap penelitian, dan tahap
akhir. Pertama, tahap persiapan meliputi koordinasi dan perizinan, melakukan observasi
awal, menentukan sample penelitian, menentukan kelas uji coba, dan persiapan perangkat.
Kedua, tahap penelitian meliputi melakukan perlakuan sesuai rencana penelitian, kelas
kontrol dengan model konvensional, kelas eksperimen I dengan model TAPPS berbantuan
software GeoGebra, dan kelas eksperimen II dengan model MMP dengan software
GeoGebra, Setelah mendapatkan perlakuan, peneliti mengadakan post test pada kelas
kontrol dan eksperimen. Ketiga, tahap akhir meliputi mengumpulkan data-data yang telah
diinginkan, kemudian mengolah dan menganalisisnya untuk menyimpulkan hasil akhir,
menyusun laporan hasil penelitian, dan melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing.
Metode analisis statistik yang digunakan adalah Uji Anava Satu Arah dan uji-t (uji
perbedaan dua rata-rata). Syarat menggunakan uji Anava Satu Arah dan uji-t (uji
perbedaan dua rata-rata) adalah data menyebar secara normal dan varian homogen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui keefektifan penggunaan Model
Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Missouri Mathematics Project
Berbantuan Software GeoGebra Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Siswa.
Pada tahap awal peneliti mengambil tiga kelas yang dipilih secara random
sampling diperoleh kelas XI MIA 1 sebagai kelompok eksperimen 1 yang dikenai model
pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra dengan jumlah siswa 36, kelas XI
MIA 2 sebagai kelompok eksperimen 2 yang dikenai model pebelajaran MMP berbantuan
software GeoGebra dengan jumlah siswa 36 Siswa, dan kelas XI MIA 5 sebagai
kelompok kontrol dengan jumlah siswa 38 siswa. adapaun uji coba kelas XI MIA 3 yang
berjumlah 30 siswa.
Data awal yang diambil dari nilai ulangan harian ke-1 semester II kelompok
eksperimen 1, kelompok eksperimen 2 dan kelompok kontrol dianalisis menggunakan uji
homogenitas, uji normalitas dan uji Anava satu arah. Hasil uji normalitas dari ketiga
kelompok diperoleh L0 < Ltabel yang menunjukkan bahwa sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas diperoleh 2 hitung<
2
tabel yang berarti
bahwa kelompok eksperimen 1, kelompok eksperimen 2 dan kelompok kontrol memiliki
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 272
bahwa tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar matematika antara kelompok
eksperimen 1, kelompok eksperimen 2 dan kelompok kontrol. Dari hasil analisis ketiga
kelompok tersebut telah memenuhi syarat kenormalan, kehomogenan dan kesamaan
rata-rata hasil belajar atau dapat dikatakan ketiga kelompok berawal dari keadaan yang sama
sehingga ketiga kelompok tersebut dapat digunakan sebagai sampel.
Selanjutnya masing-masing kelompok diberi perlakuan yang berbeda. Kelompok
eksperimen 1 dikenai model pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra,
kelompok eksperimen 2 dikenai model pembelajaran MMP berbantuan software
GeoGebra dan kelompok kontrol dikenai model pembelajaran konvensional. Setelah
ketiga kelompok diberi perlakuan yang berbeda kemudian dilakukan tes evaluasi untuk
mengetahui rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik siswa sebagai data
akhir. Soal tes evaluasi yang diberikan telah melalui tahap uji coba di kelas XI MIA 3
sehingga soal tersebut memenuhi syarat sebagai soal evaluasi yaitu valid, reliabel,
signifikan, dan memiliki taraf kesukaran yang sesuai. Data akhir yang berupa nilai tes
evaluasi pada materi pokok translasi dan refleksi dianalisis menggunakan uji normalitasm
uji homogenitas, uji ketuntasan klasikal, uji Anava satu arah dan uji t.
Uji normalitas dilakukan dengan uji Lilliefors dengan taraf signifikan 5% yang
ditunjukkan dalam tabel berikut.
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Data
Kelas N Kesimpulan
Eksperi
men I
36 0,0929 0,1477 Normal
Eksperi
men II
36 0,0924 0,1477 Normal
Kontrol 38 0,1008 0,1437 Normal
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 2, menunjukkan bahwa < ℎ pada taraf
signifikan 5%, 0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh populasi
berdistribusi normal.
Pengujian homogenitas menggunkan uji Bartlett. Dari hasil perhitungan diperoleh
ℎ
2 = 2,333, dengan taraf signifikan α = 5% , dk = 2 diperoleh 2 = 5,99. Karena
ℎ
2 < 2 = 2,333 < 5,99 maka
0 diterima, dan disimpulkan seluruh populasi
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 273
Uji ketuntasan klasikal digunakan untuk mengetahui apakah nilai siswa minimal
lebih besar dari KKM yaitu presentae lebih besar dari atau sama dengan 78%. Karena dari
perhitunga pada lampiran nilai z = -0,8377 dengan tingkat kesalahan 5% didapat z0,5-0,05 =
z0,45, maka z0,45 = 1,65. Kesimpulan, jika = −0,8377 −1,65 =− 0,45maka H0 pada
daerah penerimaan, dan Ha pada daerah penolakan. Sehingga bisa disimpulkan bahwa
ketuntasan belajar tercapai.
Selanjutnya ketiga kelompok dianalisis menggunakan uji Anava satu arah untuk
mengetahu apakah terdapat perbadaan rata-rata kemampuan pemecahan masalah
matematik antar kelompok eksperimen 1, kelompok eksperimen 2, dan kelompok kontrol.
Dari perhitungan Anava dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Data Akhir
Sumber Variasi Dk JK KT F
dk penyebut 107 tidak ada nilainya maka dilakukan interpolasi untuk memperoleh nilai
F 1−
1; 2 . Dari hasil interpolasi diperoleh F 0,95 2;107 = 3,084. Ternyata Fhitung > F 0,95 2;107 atau 22,357 > 3,084, maka Ho ditolak. Dengan demikian terdapat perbedaan
rata-rata kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang dikenai model pembelajaran
TAPPS berbantuan software GeoGebra, MMP berbantuan software GeoGebra, dan model
konvensional.
Perbedaan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik siswa kelas XI
dikarenakan ketiga model tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda. Dibandingkan
dengan model pembelajaran konvensional yang segala aktivitas berpusat pada guru,
model pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra memiliki kelebihan yang
dapat membangun keaktifan siswa pada proses pembelajaran berlangsung serta
membantu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dengan
adanya diskusi. Sedangkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
MMP berbantuan software GeoGebra juga memiliki keunggulan untuk membangun
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan membantu meningkatkan kemampuan
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 274
Software GeoGebra juga memiliki kelebihan yaitu menciptakan suasana pembelajaran
yang menarik dan menyenangkan. Software GeoGebra memberikan visualisai dari konsep
matematika sehingga siswa tidak hanya melihat gambaran konsep secara abstrak tetapi
secara konkret dengan visualisasi melalui software GeoGebra. Jadi siswa lebih dapat
memahami materi pelajaran. Hal ini juga dikatakan oleh Aryasuta (2014) bahwa
GeoGebra jika digunakan sebagai alat bantu dalam pembuatan media pembelajran dapat
menyajikan materi matematika yang bersifat abstrak menjadi konkret karena
menyediakan fitur-fitur yang mendukung dan sangat sesuai untuk menyampaikan
konsep-konsep matematika. Pendapat lainnya juga dikemukakan oleh Nopiyanti (2014) bahwa
keunggilan software GeoGebra diharapkan mampu mengurangi kesulitan belajar siswa
pada pembelajaran geometri yang bersifat abstrak dan mampu meningkatkan keterlibatan
siswa.
Selanjutnya untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
dengan model pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra lebih efektif
dibandingkan proses pembelajaran konvensional, hal ini dapat ditunjukkan dengan
perbandingan rata-rata dari kelompok eksperimen 1 1= 80,58 dengan rata-rata
kelompok kontrol = 64,45 . Selain dari nilai rata-rata juga dilihat dari perhitungan uji
t dimana dalam penghitungan didapatkan ilai t hitung 5,686. Sedangkan untuk t tabel
dengan = 5%, dk = 1+ 2−2 = 36 + 38−2 = 72 dan peluang 1− dari harga
distribusi t diperoleh ttabel = 1,67. Karena thitung> tabel 5,686 > 1,67 maka H0 ditolak,
dengan demikian kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dengan model
pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra lebih efektif dari siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini dikarenakan dengan
menggunakan model pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra siswa lebih
banyak memecahkan masalah matematik dengan diskusi, di mana salah satu siswa
memecahkan masalah sementara yang lainnya mendengarkan sehingga siswa dapat
mengolah informasi untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik.
Seperti yang dijelaskan oleh εa’lufiyah (2014) dalam model pembelajaran TAPPS siswa
berdiskusi dengan suara keras agar teman diskusinya mendengar apa yang dipikirnya,
maka dari itu dalam model pembelajaran TAPPS terdapat dua pihak yaitu pihak problem
solver dan listener. Pendapat ini juga didukung oleh Ratnasari, Ali, & Napitupulu (2014)
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 275
sementara yang lainnya mendengarkan. Dengan demikian, model ini dapat membantu
siswa mengamati dan memahami proses berpikir mereka sendiri dan temannya.
Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan model pembelajaran
MMP berbantuan software GeoGebra lebih efektif dibandingkan proses pembelajaran
knvensional, hal ini dapat ditunjukkan dengan perbandingan rata-rata dari kelompok
eksperimen 1 2= 81,72 dengan rata-rata kelompok kontrol = 64,45 . Selain dari
nilai rata-rata juga dilihat dari perhitungan uji t dimana dalam penghitungan didapatkan
nilai t hitung 5,572. Sedangkan untuk t tabel dengan = 5%, dk = 1+ 2−2 = 36 +
38−2 = 72 dan peluang 1− dari harga distribusi t diperoleh ttabel = 1,6. Karena
thitung >
tabel 5,572 > 1,67 maka H0 ditolak, dengan demikian kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa dengan model pembelajaran MMP berbantuan software
GeoGebra lebih efektif dari siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran
konvensional. Hal ini dikarenakan model pembelajaran MMP berbantuan software
GeoGebra, siswa dapat berdiskusi dalam memecahkan berbagai masalah matematik dan
juga siswa menjadi lebih terambil dalam mengerjakan soal karena setelah diskusi
diberikan latihan mandiri dan juga PR. Hal ini didukung oleh Grows & Good
(Pramudiyanti, Dwijanto, & Darmo, 2013) mengungkapkan bahwa model pembelajaran
MMP merupakan suatu model pembelajaran yang didesain untuk membantu guru dalam
hal efektivitas penggunaan latihan-latihan agar siswa mencapai peningkatan yang luar
biasa. Begitu juga yang dikemukan oleh Alba, Chotim, & Junaedi (2013) model
pembelajaran MMP memiliki kelebihan antara lain banyak materi yang bisa disampaikan
kepada siswa karena tidak memakan banyak waktu untuk menyampaikan materi dan
banyak latihan sehingga siswa terambil dalam berbagai soal. Hal ini akan berbeda jika
dengan pembelajaran konvensional yang hanya menjadikan siswa terbiasa untuk menulis
dan mencatat saja.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis ketiga bertujuan untuk membandingkan
kemampuan pemecahan masalah model pembelajaran TAPPS berbantuan software
GeoGebra dibandigkan dengan model pembelajaran MMP berbantuan software
GeoGebra. Hal ini dapat ditunjukkan dengan perbandingan rata-rata dari kelompok
eksperimen 1 1= 80,58 dengan rata-rata kelompok eksperimen 2 2= 81,72 .
Selain dari nilai rata-rata juga dilihat dari perhitungan uji t dimana dalam penghitungan
didapatkan ilai t hitung -0,405. Sedangkan untuk t tabel dengan = 5%, dk = 1+ 2−
2 = 36 + 36−2 = 70 dan peluang 1−1
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 276
Karena −ttabel < thitung < tabel −2,00 <−0,405 < 2,00 maka H0 diterima, dengan
demikian model pembelajaran MMP berbantuan software GeoGebra tidak ada perbedaan
kemampuan pemecahan masalah matematik secara signifikan dari pembelajaran
menggunakan model pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra. Dari hasil
penghitungan dapat diketahui bahwa dengan model pembelajaran TAPPS berbantuan
software GeoGebra terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa hampir
dengan model pembelajaran MMP berbantuan software GeoGebra. Kedua model
pembelajaran ini lebih efektif dari model pembelajaran konvensional meskipun keduanya
memiliki cara pelaksanaan yang berbeda pada model pembelajaran eksperimen 1
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa diperoleh pada proses diskusi, di mana
salah satu siswa memecahkan masalah sementara yang lainnya mendengarkan sehingga
siswa dapat mengolah informasi untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematik, sedangkan model eksperimen 2 kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa diperoleh dari seringnya diberikan latihan soal dari diskusi, latihan mandiri dan PR.
Selama masa penelitian ini saya sebagai peneliti merasakan dengan menggunakan model
pembelajaran eksperimen 1 yaitu dengan mengggunakan model pembelajaran TAPPS
berbantuan software GeoGebra dan pembelajaran eksperimen 2 model pembelajaran
MMP berbantuan software GeoGebra memiliki keleihan tersendiri yang mana kelebihan
dari masing-masing model tersebut dapat membuat siswa mendapatkan pemahaman
materi dengan lebih baik.
Jika dilihat proses belajar dari kedua model tersebut hampir sama dalam
pembagian kelompok sedangkan pada tahap tim atau kelompok siswa melakukan diskusi
untuk menggali pengetahuan, mendalami materi dan meningkatkan kemampuan untuk
menyelesaikan suatu persoalan sesuai materi yang dipelajari dengan anggota kelompok
masing-masing. Selama diskusi siswa aktif memberikan pendapat, bertukar ide, saling
membantu mengerjakan tugas dan menjelaskan materi kepada anggota kelompok yang
belum paham. Perbedaan yang terdapat pada kedua model pemelajaran ini adalah
kegiatan dalam diskusi. Model pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra
membutuhkan seorang siswa untuk memecahkan masalah (problem solver), sementara
seorang yang lain sebagai pendengar (listener) bertugas memancing problem solver
menjelaskan pemikiran dan mengklarifikasi pemikirannya. Setelah satu masalah
terselesaikan, kedua pihak bertukar tugas sehingga semua siswa memiliki kesempatan
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 277
berbantuan software GeoGebra selain siswa dilatih menyelesaikan
permasalahan-permasalahan melalui diskusi juga melalui latihan mandiri. Software Geogebra dapat
membantu dalam penyampaian materi supaya informasi tersampaikan lebih jelas
sehingga kegiatan pembelajaran berjalan dengan lancar dan dapat mengarahkan perhatian
siswa dalam pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan efektif. Jadi,
penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran TAPPS berbantuan software
GeoGebra dipadu dengan model pembelajaran MMP berbantuan software GeoGebra
efektif digunakan dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa.
SIMPULANDANSARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan dapat diambil
kesimpulan bahwa (1) ada perbedaan efektivitas antara model pembelajaran TAPPS
berbantuan software GeoGebra, MMP berbantuan software GeoGebra, dan model
pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik, (2)
model pembelajaran TAPPS berbantuan software GeoGebra mempunyai hasil lebih efektif
dengan pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik,
(3) model pembelajaran MMP berbantuan software GeoGebra mempunyai hasil yang lebih
efektif dengan pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematik, (4) tidak ada perbedaan efektivitas antara model pembelajaran TAPPS
berbantuan software GeoGebra dan MMP berbantuan software GeoGebra terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematik.
Kepada guru disarankan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa denga memilih model pembelajaran dan media pembelajaran yang sesuai
dengan karakter siswa sehingga menunjang kegiatan belajar mengajar di kelas, guru dapat
menggunakan model pembelajaran TAPPS dan MMP berbantuan software GeoGebra
sehingga kemampuan pembelajaran matematik siswa dapat meningkat.
DAFTARPUSTAKA
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 278
Alba, F.M., Chosim, M., dan Junaedi, L. (2013). Keefektifan Model Pembelajaran Generatif dan MMP terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah. Jurnal Kreano, 4 (2) 131-137. Diperoleh tanggal 28 Maret 2015, dari http://journal.unnes.ac.id.
Aryasuta, I.W.E. dkk. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Media Pembelajaran Berbantuan GeoGebra terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Ditinjau dari Tingkat Ketangguhan Siswa. Jurnal Penelitian Pascasarjana Undiksha, 3 (1) 1-9. Diperoleh tanggal 13 Maret 2015, dari http://119.252.161.254/e-journal.
Effendi, L.A. (2012). Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan, 13 (2), 1-10. Diperoleh tanggal 13 Januari 2015http://jurnal.upi.edu.
Kaya, D., Izgiol, D., Kesan, C. (2014). The Investigation og Elementary mathematics Teacher Candidates’ Problem Solving Skills According to Various Variables. Turkey: Institute od Education Sciences.
Komariah, K. (2014). Pengaruh Model Problem Based Learning berbantuan Software GeoGebra terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik. Jurnal Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Diperoleh tanggal 13 Maret 2015, dari http://journal.unsil.ac.id.
εa’lufiyah, Z. (2014). Studi Perbandingan Model TAPPS Berbantuan Kartu
Permasalahan dengan Ekspositori terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. EKUIVALEN-Pendidikan Matematika. 12 (1), 69-74. Diperoleh tanggal 24 Desember 2014, dari http://ejournal.umpwr.ac.id.
National Council of Teachers of Mathematic (NCTM). 2000. Principle and Standards for School Mathematics. NCTM.
Nopiyanti, N.L.P.A. (2014). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Geometri Berbantuan GeoGebra dalam Upaya Meningkatkan Keterlibatan dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol 1 (2) 1-12. Diperoleh tanggal 13 Maret 2015, dari http://119.252.161.254/e-journal.
Nugroho, P.B., Budiyono, dan Subanti, S. (2014). Eksperimentasi Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) dan Model Pembelajaran Student Teams Achievment Divisions (STAD) Disertai Assesment for Learning Melalui Teman Sejawat Ditinjau dari Kemandirian Belajar Siswa Kelas X SMA di Kabupaten Bantul. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika, 2 (1) 44-53. Diperoleh tanggal 21 Maret 2015, dari http://journal.fkip.uns.ac.id.
Pramudiyanti, N., Dwijanto, dan Darmo. (2013). Keefektifan Pembelajaran Model MMP Berbantuan Cabri 3D terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Materi Dimensi Tiga. Unnes Journal of Mathematics Education, 2 (2) 78-83. Diperoleh tanggal 24 Desember 2014, dari http://journal.unnes.ac.id.
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 279
Ula, NH dan Sa’dijah, C. (2013). Pengembangan LKS Matematika Menggunakan