• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan hukum atas hak cipta dari motif songket sebagai ekspresi budaya tradisional di wilayah Melayu Sumatera Timur (Studi di wilayah Batubara, Deli Serdang dan Langkat) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan hukum atas hak cipta dari motif songket sebagai ekspresi budaya tradisional di wilayah Melayu Sumatera Timur (Studi di wilayah Batubara, Deli Serdang dan Langkat) Chapter III V"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pelaksanaan Pencatatan Hak Cipta menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014

1. Pencatatan Hak Cipta Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014

Hak Cipta pada prinsipnya dapat diperoleh ketika ciptaan tersebut diwujudkan. Perlindungan Hukum hak cipta dikenal dengan sistem deklaratif, yaitu negara melindungi ciptaan secara otomatis setelah terlahir suatu ciptaan tanpa harus didahului dengan pendaftaran. Hal ini berbeda dengan karya intelektual lain yang mensyaratkan kewajiban mengajukan permintaan pendaftaran untuk memperoleh status dan perlindungan hukum. Pendaftaran ciptaan lebih bersifat pilihan. Pendaftaran berfungsi sebagai pencatatan hak pencipta atas ciptaan, identitas pencipta atau data lain yang relevan. Tujuannya untuk mendapatkan catatan formal status kepemilikan Hak Cipta.

(2)

hak cipta yang baru tahun 2014 dan diaturnya suatu ciptaan atas ekspresi budaya tradisional maka pelaksanaan perlindungan hak cipta sudah selayaknya mendapatkan perhatian masyarakat lokal dan pemerintah. Bahwa untuk menghasilkan karya cipta, seseorang telah mengorbankan banyak waktu ,pikiran dan tenaga. Karya cipta tersebut memiliki nilai ekonomi, keindahan dan nilai moral. Dari itu sudah sepantasnya pencipta mendapatkan perlindungan akan karya ciptanya serta dioptimalkannyalaw enforcementdalam setiap pelanggaran hak cipta.

Hak cipta dapat diperoleh secara otomatis namun tidak semua karya berhak mendapat hak cipta(karya plagiat). Syarat substansif hak cipta terdiri dari tiga elemen yaknioriginality, creativity ,dan fixationsuatu karya memiliki unsure originality dan creativity jika merupakan hasil karya sendiri, walaupun bisa saja terinspirasi dari karya orang lain. Unsur fixation berarti suatu karya telah tertuang dalam bentuk nyata,tidak sekedar ide. Hak cipta tidak melindungi ide, melainkan ekspresi dari ide.117

Terkait tenun songket sebagai suatu seni motif pengetahuan masyarakat asli tentunya perlu dilakukan pencatatan. Pendaftaran ciptaan dulunya diatur dengan undang-undang nomor 19 tentang hak cipta yang kini menjadi pencatatan dalam undang-undang nomor 28 tahun 2014. Tata cara pencatatan sendiri diatur dalam pasal 66 hingga 73 undang-undang nomor 28 tahun 2014 yakni sebagai berikut :

117Ciputra “hak atas kekayaan intelektual bagi entrepreneur”

(3)

Tata Cara Pencatatan

Pasal 66 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta berbunyi:

(1) Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait diajukan dengan Permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait, atau Kuasanya kepada Menteri.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik dan/atau non elektronik dengan:

a. menyertakan contoh Ciptaan, produk Hak Terkait, atau penggantinya; b. melampirkan surat pernyataan kepemilikan Ciptaan dan Hak Terkait;

dan

c. membayar biaya.118

Pasal 67 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta berbunyi:

(1) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) diajukan oleh:

a. beberapa orang yang secara bersama-sama berhak atas suatu Ciptaan atau produk Hak Terkait, Permohonan dilampiri keterangan tertulis yang membuktikan hak tersebut; atau

b. badan hukum, Permohonan dilampiri salinan resmi akta pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh pejabat berwenang.

(2) Dalam hal Permohonan diajukan oleh beberapa orang, nama pemohon harus dituliskan semua dengan menetapkan satu alamat pemohon yang terpilih. (3) Dalam hal Permohonan diajukan oleh pemohon yang berasal dari luar

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Permohonan wajib dilakukan melalui konsultan kekayaan intelektual yang terdaftar sebagai Kuasa.119 Pasal 68 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta berbunyi:

(1) Menteri melakukan pemeriksaan terhadap Permohonan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan Pasal 67.

(4)

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengetahui Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dimohonkan tersebut secara esensial sama atau tidak sama dengan Ciptaan yang tercatat dalam daftar umum Ciptaan atau objek kekayaan intelektual lainnya.

(3) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai bahan pertimbangan Menteri untuk menerima atau menolak Permohonan. (4) Menteri memberikan keputusan menerima atau menolak permohonan dalam

waktu paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya Permohonan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan Pasal 67.120

Pasal 69 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta berbunyi:

(1) Dalam hal Menteri menerima Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (4), Menteri menerbitkan surat pencatatan Ciptaan dan mencatat dalam daftar umum Ciptaan.

(2) Daftar umum Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:

a. nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, atau nama pemilik produk Hak Terkait ;

b. tanggal penerimaan surat Permohonan;

c. tanggal lengkapnya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan Pasal 67; dan

d. nomor pencatatan Ciptaan atau produk Hak Terkait.

(3) Daftar umum Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilihat oleh setiap Orang tanpa dikenai biaya.

(4) Kecuali terbukti sebaliknya, surat pencatatan Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti awal kepemilikan suatu Ciptaan atau produk Hak Terkait.121

Pasal 70 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta berbunyi:

Dalam hal Menteri menolak Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (4), Menteri memberitahukan penolakan tersebut secara tertulis kepada pemohon disertai alasan.122

(5)

Pasal 71 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Berbunyi:

(1)Terhadap Ciptaan atau produk Hak Terkait yang tercatat dalam daftar umum Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) dapat diterbitkan petikan resmi.

(2)Setiap Orang dapat memperoleh petikan resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan dikenai biaya.123

Pasal 72 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Berbunyi:

Pencatatan Ciptaan atau produk Hak Terkait dalam daftar umum Ciptaan bukan merupakan pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dicatat.124

Pasal 73 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta berbunyi: Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Hal ini penting, terutama untuk mendukung pembuktian dalam hal terjadi sengketa kepemilikan Hak Cipta, termasuk kebenaran mengenai siapa yang dianggap sebagai Pencipta. Demikian pula dalam pengalihan atau pelisensian Hak Cipta akan lebih mudah dilakukan apabila terdapat dokumen tertulis tentang ciptaan seperti sertifikat pendaftaran Hak Cipta yang bersangkutan.125 Pencatatan ini akan memberikan manfaat bagi pemohon yaitu tetap dianggap sebagai pencipta sampai ada

122

Lihat Pasal 70 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

123Lihat Pasal 71 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 124Ibid

(6)

pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya di pengadilan. Sedangkan didalam undang-undang nomor 19 tahun 2002 Pendaftar menikmati Perlindungan hukum sampai adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa pihak lain (bukan pendaftar) yang menjadi Pencipta.126Pasal 35 sampai Pasal 44 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mengatur tentang Pendaftaran Hak Cipta. Prinsip-prinsip ketentuan yang diatur dalam Undang-undang tersebut adalah sebagai berikut :127

1) Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan. Direktorat Jenderal menyelenggarakan Pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan. Pendaftaran Ciptaan tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta. 2) Pendaftaran Ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, atau bentuk Ciptaan yang didaftar.

2) Pendaftaran Ciptaan dilakukan atas dasar permohonan yang diajukan oleh Pencipta atau oleh Pemegang Hak Cipta atas kuasa (Konsultan Terdaftar). Dalam hal permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan hukum yang secara bersama-sama berhak atas Ciptaan, maka permohonan itu harus dilampiri salinan resmi akta atau keterangan yang membuktikan kepemilikan haknya.

(7)

3) Pendaftaran Ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya permohonan oleh Direktorat Jenderal dengan lengkap, termasuk yang diajukan oleh lebih dari seorang atau satu badan hukum.

4) Dalam hal Ciptaan didaftar tidak sesuai dengan nama Pencipta atau pihak yang berhak, maka pihak yang berhak atas Hak Cipta tersebut dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga.

5) Kekuatan hukum suatu pendaftaran Ciptaan harus hapus karena dinyatakan batal oleh putusan pengadilan. Selain itu, penghapusan dapat dilakukan atas permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai Pencipta atau Pemegang hak cipta.

Selebihnya, pendaftaran hapus karena berakhirnya Jangka waktu perlindungan hak cipta. Sehubungan dengan prinsip-prinsip tersebut di atas, pemerintah memfasilitasi kebutuhan pencipta untuk mendaftarkan ciptaannya, terutama untuk memperoleh alat bukti kepemilikan ciptaannya. Hal ini dilakukan pemerintah dengan menyelenggarakan administrasi khusus pendaftaran ciptaan, dengan menetapkan syarat-syarat dan biaya pendaftaran. Administrasi pendaftaran ciptaan diatur dalam Peraturan Menteri Kehakiman Nomor: M.01-HC.03.01 Tahun 1987 yang diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.128 Peraturan Menteri Kehakiman tersebut hingga saat ini masih berlaku meski Undang-undang Hak Cipta sudah diubah dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia

(8)

Nomor: M.11.PR.07.06 Tahun 2003 tentang Penunjukan Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk Menerima Permohonan Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual, maka Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ditunjuk untuk menerima permohonan Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disebut HKI di lingkungan wilayah kerjanya.

Persyaratan Permohonan Hak Cipta adalah sebagai berikut :129

1. Mengisi Formulir pendaftaran ciptaan rangkap 2 (dua). Formulir dapat diminta secara cuma-cuma pada kantor wilayah. Lembar pertama dari formulir tersebut ditandatangani di atas materai Rp.6000,00 (enam ribu rupiah)

2. Formulir pendaftaran ciptaan mencantumkan : a. Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta

b. Nama, kewarganegaraan dan alamat Pemegang Hak Cipta; c. Nama, kewarganegaraan dan alamat kuasa;

d. Jenis dan judul ciptaan;

e. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali; f. Uraian ciptaan rangkap 4 (empat).

Apabila Hak Cipta dialihkan kepada pihak lain melalui suatu perjanjian tertulis atau lisensi maka kedua pihak harus dicatatkan nama dan kewarganegaraannya dalam surat permohonan. Demikian pula terhadap

129kumham-jakarta.info, Persyaratan Permohonan Hak Cipta, tersedia di website

(9)

penerima kuasa. Jenis dan judul ciptaan harus sesuai dengan ketentuan Pasal 12 Undang-undang Hak Cipta. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali maksudnya adalah, waktu dan tempat ciptaan itu diperkenalkan kepada publik. Sedangkan yang dimaksud uraian ciptaan adalah gambaran umum tentang ciptaan yang dituangkan secara tertulis dalam formulir permohonan pendaftaran yang telah dipersiapkan secara baku oleh Departemen Kehakiman Ditjen HKI.130

3. Surat permohonan pendaftaran ciptaan hanya dapat diajukan untuk satu ciptaan. 4. Melampirkan bukti kewarganegaraan pencipta dan pemegang hak cipta berupa

fotocopy KTP atau Paspor.

5. Apabila pemohon adalah Badan Hukum maka harus melampirkan turunan resmi akta pendirian badan hukum tersebut.

6. Melampirkan Surat Kuasa apabila permohonan tersebut dilakukan oleh seorang kuasa, beserta bukti kewarganegaraan kuasa tersebut. Kuasa disini adalah konsultan yang terdaftar pada Direktorat Jenderal.

7. Apabila pemohon tidak bertempat tinggal di dalam wilayah Republik Indonesia, maka untuk keperluan permohonan pendaftaran ciptaan ia harus memilih tempat tinggal dan menunjukan seorang kuasa di dalam wilayah Republik Indonesia. 8. Apabila permohonan pendaftaran ciptaan yang diajukan atas nama lebih dari

seorang dan atau suatu badan hukum, maka nama-nama pemohon harus ditulis semuanya, dengan menetapkan satu alamat pemohon.

(10)

9. Apabila ciptaan tersebut telah dipindahkan, agar melampirkan bukti pemindahan hak.

10. Melampirkan contoh ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya atau penggantinya. Pemohon akan menerima surat tanda permohonan pendaftaran ciptaan yang berisikan nama pencipta, pemegang hak cipta, nama kuasa, jenis dan judul ciptaan, tanggal dan jam surat permohonan diterima, berfungsi sebagai bukti penyerahan permohonan pendaftaran ciptaan. Terhadap Permohonan pendaftaran Hak Cipta tersebut, Direktorat Jenderal akan memberikan keputusan paling lama 9 (Sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap. Apabila surat permohonan pendaftaran ciptaan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksudkan di atas, maka Direktorat Jenderal HKI atas nama Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia memberitahukan secara tertulis kepada pemohon agar melengkapi syarat–syarat yang dimaksudkan. Apabila permohonan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal pengiriman pemberitahuan tersebut ternyata pemohon tidak memenuhi atau melengkapi syarat–syarat yang telah ditetapkan tersebut, maka permohonannya menjadi batal demi hukum. Artinya jika pemohon hendak meneruskan permohonannya kembali, ia harus mengulangi kembali syarat–syarat sebagaimana ditetapkan.131

Permohonan pendaftaran ciptaan yang telah memenuhi persyaratan tersebut oleh Direktorat Jenderal HKI diperiksa apakah pemohon benar- benar Pencipta atau Pemegang Hak atas Ciptaan yang dimohonkan. Hasil pemeriksaan tersebut kemudian

(11)

disampaikan kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia untuk mendapatkan keputusannya. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia diberitahukan kepada Pemohon oleh Direktur Jenderal HKI.132 Apabila permohonan pendaftaran ciptaan ditolak oleh Direktorat Jenderal HKI, pemohon dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Niaga dengan surat gugatan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya agar ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya didaftarkan dalam daftar umum ciptaan di Direktorat Jenderal HKI. Permohonan kepada Pengadilan Niaga tersebut harus diajukan dalam waktu 3 bulan setelah diterimanya penolakan pendaftaran tersebut oleh pemohon atau kuasanya.133 Apabila surat permohonan pendaftaran ciptaan telah memenuhi syaratsyarat tersebut, ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya didaftarkan oleh Direktorat Jenderal HKI dalam daftar umum ciptaan dengan menerbitkan surat pendaftaran ciptaan dalam rangkap 2 (dua). Kedua lembar surat pendaftaran ciptaan tersebut ditandatangani oleh Direktorat Jenderal HKI atau pejabat yang ditunjuk, sebagai bukti pendaftaran, sedangkan lembar kedua surat pendaftaran ciptaan tersebut beserta surat permohonan pendaftaran ciptaan dikirim kepada pemohon dan lembar pertama disimpan di Kantor Direktorat Jenderal HKI.134Menurut Pasal 39 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Daftar Umum ciptaan memuat :

a. Nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta b. Tanggal penerimaan surat permohonan

(12)

c. Tanggal lengkapnya persyaratan

d. Nomor pendaftaran ciptaan. Setelah dimuat dalam daftar umum ciptaan, hak cipta yang telah didaftarkan tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan Ditjen HKI yang berisikan keterangan tentang :135a. Nama, kewarganegaraan dan alamat Pencipta; b. Nama, kewarganegaraan dan alamat Pemegang Hak Cipta; c. Jenis dan judul ciptaan; d. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali; e. Uraian ciptaan; f. Nomor Pendaftaran; g. Tanggal Pendaftaran; h. Pemindahan hak, perubahan nama, Perubahan alamat, penghapusan dan pembatalan; i. Lain-lain yang dianggap perlu Seluruh rangkaian proses pendaftaran hak cipta dikenakan biaya. Besarnya biaya tergantung pada jenis permohonan. Tarif permohonan pendaftaran suatu ciptaan sebesar Rp. 200.000,00. Tarif Permohonan pendaftaran suatu ciptaan berupa program komputer Rp. 300.000,00.136

Sehubungan dengan adanya regulasi terbaru mengenai pendaftaran hak cipta perkembangan tata cara pendaftaran hak cipta kini semakin dipermudah. Hal tersebut ditandai dengan adanya pendaftaran secara online bagi produk ukm. Kemudahan ini tak terlepas dari kerjasama antara Kementrian koperasi dan UKM dan kementrian Hak Asasi Manusia untuk memfasilitasi hak cipta secara online bagi UKM. Sehingga hak-hak pengusaha dan pengrajin terakomodir secara pasti.

135Ibid, halaman 97.

136dgip.go.id, diakses di website http://www.dgip.go.id/hak-cipta/tarif-biaya-hak-cipta, tanggal

(13)

Sesuai dengan Prinsip Hak Cipta yaitu Jangka waktu perlindungan hak cipta bersifat terbatas. Dalam ketentuan Undang-undang Hak Cipta, Hak Cipta mempunyai jangka waktu perlindungannya. Pada dasarnya Undang-undang Hak Cipta mengenal tiga ketentuan jangka waktu perlindungan. Hal ini diatur dalam Pasal 29 sampai Pasal 34 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yaitu sebagai berikut :

a. Jangka Waktu selama hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah penciptanya meninggal dunia. Ciptaan yang memperoleh perlindungan selama life time plus 50 tahun ini adalah jenis-jenis ciptaan yang asli dan bukan karya turunan atau derivatif. Diantaranya, buku dan semua karya tulis lain, lagu, atau musik atau drama atau drama musikal, tari, koreografi, lukisan dan karya seni rupa dalam segala bentuknya.

b. Apabila ciptaan dimiliki oleh dua orang atau lebih maka Hak Cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal paling akhir dan berlangsung 50 tahun berikutnya.

(14)

ciptaan itu belum diterbitkan. Demikian pula ciptaan yang telah diterbitkan tetapi tidak diketahui penciptanya, atau penerbitnya.

d. Tanpa Batas Waktu. Perlindungan abadi merupakan pengecualian dari prinsip jangka waktu perlindungan Hak Cipta bersifat terbatas. Perlindungan abadi ini diberikan untuk folklore atau cerita rakyat dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan hasil karya seni lainnya. Hak Cipta atas ciptaan-ciptaan seperti ini dipegang oleh negara. Perlindungan secara tanpa batas waktu juga berlaku terhadap Hak Moral sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (1) Undang undang Hak Cipta yaitu agar nama Pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya.

Sesuai dengan Pasal 58, 59 dan 60 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang masa berlaku hak ekonomi untuk Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan:

Pasal 58

(1) Perlindungan Hak Cipta atas ciptaan :

a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya; b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;

c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,

kaligrafi, seni pahat, patung,atau kolase; g. karya arsitektur;

h. peta; dan

i. karya seni batik atau seni motif lain, berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. (2) Dalam hal Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki oleh 2

(15)

Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun sesudahnya, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.

(3) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.

Pasal 59

(1) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan: a. karya fotografi;

g. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

h. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;

i. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer atau media lainnya; dan

j. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli,berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.

(2) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan berupa karya seni terapan berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.

Pasal 60

(1) Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional yang dipegang oleh negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) berlaku tanpa Batas waktu. (2) Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya tidak diketahui yang dipegang

oleh negara sebagaimana dimaksud Pasal 39 ayat (1) dan ayat (3) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebutpertama kali dilakukan Pengumuman.

(16)

Hukum memberikan sarana perlindungan terhadap sebuah karya cipta yang merupakan produk dari pikiran manusia. Dengan adanya Undang – Undang Hak Cipta, maka terhadap karya cipta yang dihasilkan dapat diberikan perlindungan. Bentuk nyata ciptaan - ciptaan yang dilindungi dapat berupa kesastraan, seni, maupun ilmu pengetahuan.

2. Faktor-faktor yang menghambat belum didaftarkannya motif tenun songket.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di kabupaten Batubara, Deli serdang dan langkat. Terdapat pernyataan yang menyatakan adanya hambatan dalam mendaftarkan motif-motif songket yaitu ;

- Kurangnya Pengetahuan Pengrajin tentang Hak Cipta - Generasi Muda Minim Pengetahuan perihal tenun songket - Kurangnya minat masyarakat local untuk menenun

- Memudarnya motif melayu tradisional - Keterbatasan Anggaran Pemerintah Daerah. - Songket belum membudaya seperti halnya batik - Harga yang mahal dan bahan-bahan sulit di dapat.

(17)

pengrajin songket untuk mendaftarkan karya seni ciptaannya disebabkan tidak adanya keharusan untuk mendaftarkan dan mencatatkan produknya.

B. Implementasi dari Hak Cipta atas motif songket di Batubara, Deli Serdang dan Langkat

Hak cipta suatu karya demi kepentingan nasional dengan sepengatahuan pemegangnya dapat dijadikan milik negara. Dari sekian banyak warisan kebudayan di indonesia yang tidak diketahui penciptanya adalah salah satunya adalah tenun songket tradisional. Songket sendiri termasuk kedalam ekspresi budaya tradisional, banyak motif songket yang tidak diketahui siapa penciptanya dan memang di wariskan secara turun temurun kepada masyarakat lokal. Selanjutnya negara sebagai pemegang hak cipta atas suatu ekspresi budaya tradisional wajib menginventarisasi, menjaga , dan memelihara ekspresi budaya tradisional sebagaimana tercantum di dalam Pasal 38 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam hal Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan tersebut belum dilakukan Pengumuman, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk kepentingan Pencipta.137

Melihat kepada arti penting perlindungan hukum ini bagi bangsa Indonesia, jelas memiliki nilai yang sangat strategis. Nilai strategis tersebut dapat dilihat dari segi budaya, ekonomi dan sosial. Dari segi budaya, tampak sekali bahwa dengan adanya perlindungan hukum terhadap folklor dan hasil kebudayaan rakyat ini, maka pelestarian terhadap budaya bangsa akan tercapai.138

137Penjelasan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta

138 Budi Agus Riswandi, M. Syamsudin,Hak Kekayaan Intelektual Dan Budaya Hukum, PT.

(18)

Implementasi hak cipta atas motif songket di daerah Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat dalam hal ini Pemerintah daerah setempat selaku representasi Negara telah melaksanakan kegiatan menjaga dan memelihara dan juga promosi serta publikasi dalam hal melindungi motif songket tersebut. Pemerintah daerah kabupaten Batubara Deli Serdang dan Langkat juga memfasilitasi pengrajin atau pengusaha songket dalam hal pengembangan usahanya. Selain itu pemerintah daerah setempat gencar melakukan sosialisasi dan diseminasi (pemahaman) pentingnya perlindungan Hak Kekayaan intelektual kepada para pengrajin songket di daerah Batubara, Deli Serdang dan Langkat. Sesuai dengan amanat yang tercantum di dalam Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, Pemerintah daerah Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat telah melaksanakan kegiatan perlindungan dan pelestarian sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang.139

Pada prinsipnya kewajiban Negara telah dilaksanakan oleh masing-masing daerah namun dalam hal perlindungan Hak Cipta para pengrajin dan pengusaha songket di kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat belum melakukan pencatatan hak cipta guna melindungi motif-motif hasil dari karyanya tersebut. Melihat pentingnya memberikan perlindungan hukum kepada para pengrajin songket yang telah menciptakan motif-motif baru, hasil karya cipta mereka. Pemerintah daerah Batubara Deli Serdang dan Langkat perlu memberikan penghargaan dan pengakuan serta perlindungan hukum kepada pengrajin atas keberhasilan upaya dalam melahirkan karya motif baru. Pelaksanaan Undang-Undang Hak Cipta yang

(19)

dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang benar serta dilandasi dengan kesadaran masyarakat pengrajin songket yang mau menghargai karya-karya pengrajin songket lain, maka pelaksanaan Undang-Undang Hak Cipta dapat mengakomodir kepentingan pengrajin songket. Adapun dari ketiga daerah tersebut, hanya kabupaten Batubara yang memiliki suatu regulasi khusus mengenai pemakaian baju songket di lingkungan pemerintah kabupaten Batubara. Pada hakekatnya Regulasi tersebut hanya bersifat bentuk promosi atas motif tenun songket dari pemerintah daerah kabupaten Batubara, namun belum melindungi secara pasti motif-motif tenun songket tersebut.

Sedangkan untuk kedua daerah lain yaitu kabupaten Langkat dan Deli Serdang belum memiliki suatu peraturan daerah yang menjelaskan tentang pemakaian baju songket sebagai pakaian daerah dan sarana promosi di lingkungan pemerintah tersebut. Bagi pengrajin dan pengusaha songket motivasi untuk melakukan pencatatan hak cipta masih rendah, hal ini disebabkan karena pengrajin lebih menganggap penting produknya laku terjual dan belum memikirkan pentingnya kegunaan hak cipta bagi produk yang dihasilkan. Pada akhirnya Pengrajin songket di kabupaten Batubara, Deli Serdang, dan Langkat untuk mendapatkan perlindungan hukum melalui pemerintah kabupaten setempat harus mendaftarkan hasil karya ciptanya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual atau Departemen Kementrian Hukum Dan Hak Asasi Manusia di Provinsi.

(20)

waktu. Berdasarkan penjelasan pasal 40 ayat (1) huruf (j) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta :

Yang dimaksud dengan “karya seni motif lain” adalah motif yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah, seperti seni songket, motif tenun ikat, motif tapis, motif ulos, dan seni motif lain yang bersifat kontemporer, inovatif, dan terus dikembangkan.140 Implementasi undang-undang Hak Cipta nomor 28 tahun 2014 sendiri belumlah dapat dilihat secara nyata dalam penegakan hukum di Indonesia dikarenakan undang-undang ini baru diberlakukan sejak akhir tahun 2014.

Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan, di Wilayah Kabupaten Batubara Deli Serdang dan Langkat, implementasi hak cipta atas motif songketnyang dimiliki daerah tersebut yaitu ;

1. Batubara

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Wilayah Melayu Sumatera Timur Batu Bara, Serdang dan Langkat mengenai implementasi perlindungan hukum hak cipta atas motif songket, maka penulis mendapatkan informasi mengenai perkembangan songket di Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat, serta pengrajin berkewenangan mengembangkan industri Wilayah Kabupaten tersebut. Yang dahulunya adalah Wilayah Melayu Sumatera Timur, sekarang menjadi Provinsi Sumatera Utara.

Setelah mendapatkan wilayah tersebut maka untuk mengetahui Implementasi Hak cipta atas motif songket tersebut maka dilakukan wawancara dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat, serta

(21)

pengrajin dan membatasi wilayah di daerah Kabupaten Batubara dilakukan di desa Padang Genting Kecamatan Talawi, Di Kabupaten Deli serdang di Desa Penara, sedangkan di Langkat di Desa Pekubuan Kecamatan Tanjung Pura.

(22)

2. Deli Serdang

Kesultanan Serdang berdiri tahun 1723 dan bergabung dengan Republik Indonesia tahun 1946. Kesultanan ini berpisah dari Deli setelah sengketa tahta kerajaan pada tahun 1720. Seperti kerajaan-kerajaan lain di pantai timur 141. Sumatera, Kesultanan serdang yang sekarang lebih dikenal sebagai kabupaten Deli serdang. Dahulu pada masa kesultanan serdang, memiliki daerah kekuasaan yaitu adalah Batang Kuis, Padang, Bedagai, Percut, Senembah, Araskabu dan Ramunia. Kemudian wilayah Perbaungan juga masuk dalam Kesultanan Serdang karena adanya ikatan perkawinan. Namun kemudian pada tahun 2003, Serdang Bedagai memekarkan diri dari kabupaten Deli Serdang sesuai dengan UU RI Nomor 36 Tahun 2003 pada tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003.

Seperti halnya daerah-daerah melayu sumatera timur lainnya, deli serdang juga memiliki pakaian khas melayu yaitu kain songket yang digunakan pada masa kesultanan serdang dahulu, dan masih terus dipakai sampai saat ini apabila ada acara adat pada hari besar-besar tertentu. Songket serdang sendiri diyakini telah ada sejak zaman kesultanan serdang, berdasarkan hasil penelitian dilapangan keragaman suku bangsa budaya yang melekat di Kabupaten Deli Serdang turut mempengaruhi perkembangan tenun songket. Songket serdang tidak lagi hanya menampilkan motif-motif melayu tradisional melainkan motif-motif-motif-motif yang di kompilasi dengan

141www.wikipedia.org/wiki/kesultanan_serdang, diakses tanggal 17 Agustus 2016, pukul 10.10

(23)

kebudayaan batak, atau masyarakat disana menamakannya dengan Songket Ulos. Para pengrajin Songket di Deli Serdang, tepatnya di desa penara jarang membuat Motif-motif songket melayu tradisional.

Songket yang mereka tenun cenderung lebih ke motif tapanuli, meskipun ada juga beberapa pengrajin yang masih memproduksi songket asli tradisional melayu serdang, berdasarkan hasil wawancara dengan pengrajin dan Dewan kerajinan Nasional daerah kabupaten Deli serdang sebagai binaan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan alasan pengrajin tidak membuat motif songket tradisional melayu serdang karena kurangnya minat konsumen untuk motif melayu itu sendiri. Konsumen lebih meminati motif-motif songket yang cenderung kemotif ulos. Pengrajin di desa penara juga belum mendaftarkan hasil karya cipta mereka ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, seperti halnya di Kabupaten Batubara para pengrajin songket di Deli Serdang belum memahami pentingnya perlindungan hukum atas hak cipta motif-motif songket tersebut.

3. Langkat

(24)
(25)

INTELEKTUAL TRADISIONAL

A. Upaya Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah konsepsi yang sederhana dan logic, sebab pada intinya HKI mengatur tentang penghargaan atas karya orang lain, yang dapat berguna bagi masyarakat banyak. Ini merupakan titik awal dari pengembangan lingkungan yang kondusif untuk pengembangan invensi, kreasi, dan bentuk karya intelektual lainnya. Hak Kekayaan Intelektual bersifat privat, namun HKI hanya akan bermakna jika diwujudkan dalam bentuk produk di pasaran, digunakan dalam siklus permintaan dan penawaran, dan karena itu memiliki suatu peranan dalam bidang ekonomi.142

Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual pada hakekatnya adalah pengembangan sumber daya manusia (SDM). Sebab HKI berkaitan dengan produk dan proses yang berkaitan dengan olah pikir manusia. Dengan pengembangan sistem Hak Kekayaan Intelektual diharapkan akan berkembang pula SDM kita terutama terciptanya budaya inovatif dan inventif, hal ini sangat penting dikaitkan dengan kenyataan terdapat begitu banyaknya kekayaan alam nyata atau sumber daya alam (SDA).

(26)

Peran sistem perlindungan kekayaan intelektual dalam kaitannya dengan perlindungan pengetahuan tradisional, mengenai bagaimana untuk melestarikan, melindungi dan adil dalam penggunaanya, mendapat perhatian meningkat dalam berbagai diskusi kebijakan internasional. Hal ini dialamatkan pada keberagaman seperti pangan dan pertanian (diverse of food and agriculture), lingkungan, khususnya konservasi keanekaragaman hayati, kesehatan (health), termasuk obat tradisional (traditional medicine), hak asasi manusia dan isu-isu masyarakat tradisional dan aspek-aspek perdagangan dan pembangunan ekonomi.143

Berkaitan dengan perkembangan yang berkaitan dengan masalah perlindungan HKI yang aktual saat ini adalah pembahasan konsep kepemililcan bersama (common heritage) terhadap pengetahuan tradisional (traditional knowledge), sumber daya genetika (genetic resources), serta ekspresi budaya tradisional (expression of folklore). Bahkan badan internasional seperti WIPO (General Assemblies tahun 2000) telah membentuk Inter Governmental Committee (IGC) untuk mempelajari dan mengembangkan ketiga bidang tersebut di atas, dalam kaitan dengan perlindungan karya intelektual. Beberapa kasus populer misalnya menyangkut masalah penggunaan kunyit (turmeric) sebagai obat (India) yang dipatenkan di AS, paten atas Brotowali di jepang atau juga ayahuasca di daerah Amazon, yang juga dipatenkan di AS.

Masalah kepemilikan bersama terhadap pengetahuan tradisional (traditional knowledge), sumber daya genetika (genetic resources), serta ekspresi budaya

(27)

tradisonal(expression of folklore)tidak dapat langsung disamakan dalam sistem HKI yang telah ada, disamping itu perlunya dokumentasi yang jelas untuk menyatakan bahwa suatu produk atau proses sudah secara tradisional hidup dan dipergunakan oleh masyarakat setempat. Ini diperlukan agar pengetahuan tradisional dapat terlindungi. Selanjutnya pengaturan tentang akses terhadap sumber daya genetika memungkinkan negara pemilik sumber untuk menerima bagian manfaat dari sumber tersebut. Untuk tingkat Regional Asia Pacifik Seperti telah diadakan Symposium on Intellectual Property Rights, Traditional Knowledge, and Related Issues, hasil kerjasama antara Ditjen Hak Kekayaan Intelektual dan WIPO. Simposium telah berhasil mengeluarkan suatureport yang berisi rekomendasi yang menghimbau negara-negara Asia Pasifik, serta WIPO untuk mengambil langkah-langkah seperti yang diinginkan di atas.

(28)

diberikan kepada traditional knowledge dan ekspresi budaya yang sifatnya tidak mengikat, meliputi code of conduct yang diadopsi melalui internasional, pemerintah dan organisasi non pemerintah, masyarakat profesional dan sektor swasta. Perlindungan lainnya meliputi kompilasi penemuan, pendaftaran, databasetraditional knowledgedanfolklore.144

1. Asas Perlindungan Defensif(Defensive Protection doctrine)

Bentuk Asas Perlindungan Defensif (Defensive Protection doctrine) dari perlindungan pengetahuan Tradisional ini adalah berupa tindakan yang menjamin bahwa hak atas pengetahuan Tradisional tidak diberikan kepada pihak lain selain pemegang hak pengetahuan tradisional adalah adat sebagai pemiliknya (the customary Traditional Knowledge holders).

Bentuk perlindungan Defensif dapat juga disebut perlindungan nonhukum yaitu perlindungan yang diberikan kepadatraditional knowledgedan ekspresi budaya yang sifatnya tidak mengikat. Bentuk perlindungan diadopsi melalui internasional, pemerintah dan organisasi non pemerintah, masyarakat profesional dan sektor swasta. Perlindungan Defensif tidak memperdulikan ketentuan mana (baik nasional maupun internasional) yang mengatur perlindungan Pengetahuan Tradisional, karena keutamaan dari hak atas budaya dan pengetahuan atau kekayaan intelektual tradisional eksistensinya sudah ada sebelum sistem HKI itu ada, yang kemudian terjadi pengambilalihan peran seolah-olah HKI mendapat tugas untuk memberikan

144 Prasetyo Hadi Purwandoko, makalah disampaikan pada Focus Group Discussion (FGD)

(29)

pengamanan ataupun perlindungan.

Traditional knowledge harus dilindungi secara defensif, yakni untuk menjamin supaya pihak lain tidak dapat memperoleh HKI atas traditional knowledge tersebut dan perlindungan positif melalui sarana hukum, utamanya hukum HKI dan hukum kontrak. Usaha untuk menampilkan pengetahuan tradisisonal agar semakin dilindungi digiatkan melalui forum internasional.

Beberapa upaya atau langkah perlindungan defensif ini termasuk upaya WIPO untuk mengadministrasi sistem paten(the International Patent Classification System) dan the Patent Cooperation Treaty (PCT) tentang dokumentasi minimum. Beberapa negara dan masyarakat juga mengembangkan database mengenai Pengetahuan Tradisional yang dapat digunakan sebagai bukti kekayaan intelektual terdahulu dilakukannya (evidence of prior art) klaim untuk sebuah paten yang berasal dari Pengetahuan Tradisional.

Doktrin perlindungan Defensif, akan apriori terhadap bentuk pemanfaatan pengetahuan tradional dan penggunaan ekspresi budaya tradisional apabila sistem pemanfaatan (promote) yang digunakan mengadopsi role model dari perlindungan Hak Kekayaan Intelektual yang bersifat individualistik dan komersial.

(30)

kaedah perlindungan positif ini adalah suatu pelembagaan dengan memberdayakan pemegang hak pengetahuan tradisional untuk melindungi dan mempromosikan pemanfaatan pengetahuan tradisional masyarakat tradisional.

Bentuk perlindungan Positif atau juga dikenal degan dengan bentuk perlindungan hukum yaitu upaya melindungi traditional knowledge melalui bentuk hukum yang mengikat, misalnya, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, peraturan-peraturan yang secara khusus mengatur perlindungan dan pemanfaatan pengetahuan tradisional, ekspresi budaya tradisional dan sumber daya genetika. Di beberapa negara, implementasi positive protection dibentuk secara sui generic (sui generis legislation) melalui undang-undang telah dikembangkan secara khusus untuk melindungi secara positif dari keberadaan Pengetahuan Tradisional. Dalam prakteknya positive protection memberikan perlindungan kepada. Penyedia dan pengguna yang juga dapat diterapkan dalam suatu perjanjian kontrak (contractual arrangement) dan/ atau dengan menggunakan sistem perlindungan Hak Kekayaan Intelektual yang telah ada pada pengetahuan tradisional tertentu.145

Konsepsi perlindungan Pengetahuan tradisional tidak dapat dilepaskan pada perlindungan ekspresi budaya tradisional (Traditional cultural expressions/ TCEs) merupakan bagian integral dari identitas budaya dan sosial masyarakat adat dan lokal, mereka mewujudkan pengetahuan dan keterampilan, dan mereka mengirimkan nilai-nilai inti dan keyakinan. Bentuk perlindungan ekspresi budaya juga berkaitan dengan

145 Endang Purwaningsih.Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights (Kajian Hukum

(31)

promosi kreativitas, keragaman budaya dan pelestarian warisan budaya (the preservation of cultural heritage).

Bagi beberapa komunitas masyarakat tertentu ekspresi budaya juga berkaitan dengan pengetahuan tradisional dan terkait sumber daya genetika merupakan bagian dari warisan terpadu(integrated cultural heritage),karena perlindungan atas ekspresi budaya terkait dengan kebijakan tertentu di bidang hak kekayaan Intelektual. Perlindungan atas ekspresi budaya mendapatkan perlakukan yang berbeda di berbagai undang-undang Hak Kekayaan Intelektual baik dalam sistem nasional maupun regional, hal inilah yang menyebabkan perlindungan atas ekspresi budaya masih menjadi perhatian dan dikaji oleh WIPO.

(32)

Masyarakat tidak memandang warisan budaya secara possessive (bersifat memiliki), melainkan sebaliknya, masyarakat justru bersifat sangat terbuka. Mereka tidak keberatan jika ada orang luar yang bukan anggota kelompok ingin belajar tentang pengetahuan tradisional tertentu maupun seni tertentu dari masyarakat yang bersangkutan. Falsafah hidup dalam kebersamaan (togetherness) membuat tradisi “berbagi” (sharing) menjadi sesuatu yang hidup. Ethic of sharing (kebudayaan berbagi) menjadi salah satu ciri dari kehidupan sosial yang sangat menghargai keserasian dan keharmonisan kehidupan bersama. Dalam terminologi “modern”, hasil kreativitas anggota masyarakat tidak dipandang sebagai individual property sebagaimana pandangan masyarakat Barat. Hasil kreatifitas individu akan ditempatkan sebagai wujud dharma bakti anggota masyarakat tersebut dalam kelompoknya.

Perilaku dan sikap masyarakat semacam ini memang rentan untuk terjadinya misapproriation atas warisan budaya mereka yang dilakukan oleh orang-orang yang hanya memandang keuntungan pribadi sebagai tujuan Berta kepentingan tertentu. Di sinilah faktor hukum memiliki peran untuk menentukan warisan budaya dari sisi kewenangan perlindungan dan sisi hak dalam arti siapa yang memiliki ataupun memanfaatkannya. Hukum juga memandang warisan budaya dari aspek perlindungan, berupa bagaimana memberikan perlindungan hukum yang tepat dan benar, serta dapat dipahami oleh anggota masyarakat itu sendiri.

(33)

secara khusus disini adalah aspek perlindungan hukum terhadap pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya dikaitkan dengan sistem perlindungan HKI terhadap karya atau pengetahuan tradisional yang telah dikenal sebelumnya atau lampau. Dalam forum internasional, wacana perlindungan pengetahuan tradisional dan ekspresi kebudayaan dibicarakan dalam pertemuan antar Pemerintah negara-negara anggota WIPO (WIPOIntergovernmental Committee on Intellectual Property Rights and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore/ IGCGRTKF).

Apabila ada inisiatif untuk membentuk hukum atau undang-undang berkenaan dengan pemanfaatan warisan budaya suatu masyarakat, maka inisiatif itu harus dilakukan dalam kerangka mendukung para pelaku seni dan tradisi dalam mempraktekkan dan mengembangkan seni dan tradisi itu. Demikian pula halnya jika inisiatif itu muncul dengan gagasan penggunaan sistem HKI, maka sistem HKI itu harus dapat menjamin bahwa para pelaku seni dapat menikmati kebebasan berekspresi dan dapat menikmati suatu kondisi di mana mereka dapat menciptakan kreasi-kreasi baru dalam tradisi yang bersangkutan, serta dapat mewariskan kemampuan kreatifnya itu dari generasi ke generasi. Jika sistem HKI tidak memungkinkan untuk terpenuhinya persyaratan tersebut, maka seharusnya sistem HKI tidak dipaksakan berlaku guna melindungi pemanfaatan warisan budaya sebagai sumber ekonomi baru, kecuali jika dimungkinkan penyesuaian di sana sini.

(34)

pemanfaatan secara tanpa hak(misuse and misappropriation)oleh Pihak luar (entitas atau korporasi di luar negeri) yang menggunakan warisan budaya suatu masyarakat namun kemudian mengklaim sebagai milik individu mereka.

B. Upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat dalam melindungi Karya Cipta Motif Songket sebagai Kekayaan Intelektual Tradisional

(35)

baik nasional maupun internasional,dan selain itu bagian dari pelestarian dan pengenalan Pemerintah Kabupaten Batubara membuat kebijakan dalam perbup no 21 tahun 2010 yang mewajibkan setiap Pns yang berada di lingkungan pemerintahan kabupaten batubara untuk memakai pakaian songket khas Batubara pada setiap hari Rabu pada hari kerja.146

Selanjutnya di wilayah Deli Serdang sendiri berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa motif tenun songket di daerah Deli Serdang bahwasannya motif songket serdang memiliki perpaduan dengan motif tenun dari Tapanuli, berbeda dengan daerah batubara yang memiliki motif khas melayu. Pemkab Deli Serdang melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan mengalokasikan anggaran untuk melakukan pembinaan dan pelatihan. Dalam upaya pelestarian, Pemkab Deli Serdang membantu pengrajin dan pengusaha tenun songket memasarkan dan mempromosikan tenun songket khas serdang baik ke luar daerah maupun mancanegara.147

Dalam wawancara dengan Kepala Seksi Bina Sarana Industri pada Dinas Perindustrian dan perdagangan Kabupaten Langkat, bahwa Pemkab Langkat bersama dengan Pemkab Batubara dan Pemkab Deli Serdang segera mencatatkan motif-motif tenun songket yang menjadi ciri khas dari daerah masing-masing serta membantu pengrajin dan pengusaha mencatatkan motif yang modern yang dibuat sendiri oleh

146

Hasil Wawancara dengan Wilda Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Batubara, pada tanggal 29 Oktober 2016.

147 Hasil Wawancara dengan M Thahir Siagian Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan

(36)

pengrajin, agar pengrajin serta pengusaha mendapatkan nilai ekonomi dari hasil pemasaran motif-motif tersebut.

Pemerintah Kabupaten Langkat juga berencana membangun Galeri khusus tenun songket sebagai bagian sejarah kebudayaan Melayu Langkat agar nantinya Galeri tersebut sebagai wadah pusat studi ataupun penelitian tenun songket melayu langkat.148

Sejak dulu hingga sekarang, Songket mempunyai kedudukan yang penting dalam masyarakat melayu sumatera timur, Digunakan untuk pakaian sehari-hari dan dipakai sebagai busana dalam upacara-upacara tertentu. Dalam upacara-upacara yang dilakukan untuk menandai siklus kehidupan. Dari aspek kultural, Songket sama halnya seperti batik adalah seni tingkat tinggi. Motif-motif yang ada di songket, memiliki filosofi yang sangat erat dengan budaya tiap masyarakat,di daerah Batubara, Serdang, dan Langkat. Songket adalah kebanggaan suku melayu Indonesia, sebuah identitas yang telah diwarisi sejak ratusan tahun lalu. Sayang, identitas ini terancam karena motif-motif songket yang baru diciptakan oleh pengrajin tradisional ini pun telah banyak diklaim bangsa lain sebagai karya cipataan mereka.

148 Hasil Wawancara dengan Idawati Kepala Seksi Bina Sarana Industri Dinas Perindustrian

(37)

Tabel 1

Upaya Pemerintah Daerah dalam Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat dalam Melindungi Karya Cipta Motif Songket sebagai Kekayaan

(38)

hki/pengetahuan

(39)
(40)

A. Kesimpulan

1. Pengaturan Hukum atas motif songket sebagai ekspresi budaya tradisional diatur dalam Pasal 38 UUHC 2014 menyatakan bahwa Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara.

2. Perlindungan Hak Cipta di wilayah Batubara, Deli Serdang dan Langkat belum terimplementasi dengan baik, mengingat belum dilakukannya pendaftaran hak cipta ke Dirjen Kekayaan Intelektual.

3. Upaya Pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan motif songket yaitu telah menginventarisasi, menjaga dan memelihara. Namun, terkait pendaftaran hak cipta belum dilakukan oleh ketiga daerah tersebut.

B. Saran

1. Agar pengaturan hukum atas ekspresi budaya tradisional dibuat suatu produk hukum khusus yang mengatur masalah pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional. Artinya motif-motif songket sebagai bagian dari ekspresi budaya tradisional terlindungi dalam satu Undang-Undang khusus.

(41)

motif-motif tenun songket tersebut yang telah terdaftar menjadi ciri khas dari ketiga daerah tersebut.

Gambar

Tabel 1

Referensi

Dokumen terkait

Variabel Credit Risk (CR) atau yang biasa disebut dengan rasio Non Performing Financing (NPF), variabel ini memiliki nilai koefisien 0.0843 dengan nilai t-Stat

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, karena “...data penelitian berupa angka- angka yang diolah menggunakan metode statistik...” (Sutedi, 2011, hlm. Penelitian

Atas seluruh pencapaian kinerja perusahaan sepanjang tahun 2012, Jajaran Dewan Komisaris mengucapkan apresiasi positif atas upaya terbaik yang telah dilakukan oleh seluruh

kuitansi pengeluaran biaya 1.RKA-S/M 2.Buku catatan kegiatan siswa 3.Daftar hadir kegiatan. 4.Catatan

RSUP Haji Adam Malik Medan tentang gambaran perdarahan postpartum pada. tahun 2009-2011 didapatkan 26 kasus.Perdarahan postpartum

Dibuat sidik dijital dari data tersebut dengan menggunakan fungsi hash MD5 dan algoritma RSA (pada skripsi ini pembuatan message digest oleh fungsi hash MD5

Sehubungan dengan hal tersebut, maka peniliti termotivasi untuk melakukan penelitian lebih dalam lagi tentang “ Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Terhadap

Berdasarkan hasil produksi menunjukkan bahwa pola tanam kedelai dan sorgum terbaik terdapat pada jarak tanam 0,5 m dari tanaman karet dan secara ekonomi tumpangsari sorgum