BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK
Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak
dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah
manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar
kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan
berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan,
walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah
letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan (Dye,
1992:2-4). Kebijakan publik menurut Dye dalam Subarsono (2009:2)
mengandung makna bahwa (1) kebijakan publik dibuat oleh badan pemerintah,
bukan organisasi swasta; (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus
dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah; (3) kebijakan pemerintah
untuk tidak membuat program baru atau tetap pada status quo, misalnya tidak
menaikkan pajak adalah suatu kebijakan publik.
Kebijakan menurut James E. Anderson (dalam Islamy 2001:17), yaitu : “ A
purposive course of action followed by an actor or set of factor in dealing with a
problem or matter of concern” (serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan
tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau kelompok
pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu). Istilah kebijakan publik lebih
pemerintah. Anderson (dalam Tangkilisan 2003:32) lebih rinci menjelaskan
bahwa defenisi kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh
badan-badan dan pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan itu adalah:
1) kebijakan publik selalu mempunya tujuan tertentu atau tindakan yang
berorientasi pada tujuan; 2) kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah;
3) kebijakan publik merupakan yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi
bukan merupakan apa yang dimaksdukan untuk dilakukan; 4) kebijakan publik
yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah
mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti
merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) kebijakan
pemerintah setidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan
perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.
Tidak jauh berbeda,menurut Chandler dan Plano (dalam Tangkilisan,
2003:30) juga berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang
strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan
masalah-masalah publik atau pemerintah. Dalam kenyataannya, kebijakan tersebut telah
banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun
politisi untuk memecahkan masalah publik. Selanjutnya dikatakan bahwa
kebijakan publik merupakan suatu intervensi yang dilakukan secara terus menerus
oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam
masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan
Berdasarkan beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa kebijakan
publik merupakan suatu tindakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka
mencapai tujuan dan sasaran untuk kepentingan seluruh masyarakat, yang mampu
mengakomodasi nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat, baik dilakukan
atau tidak dilakukan, pemahaman tersebut sejalan dengan pendapat Islamy
(2001:20) menyatakan “Kebijakan negara adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang
mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan demi kepentingan seluruh
masyarakat.” Kebijakan Negara tersebut dapat berupa peraturan perundang
-undangan yang dipergunakan untuk tujuan, sasaran dari program program dan
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah.
Namun demikian tidaklah mudah membuat kebijakan publik yang baik dan
benar, namun bukannya tidak mungkin suatu kebijakan publik akan dapat
mengatasi permasalahan yang ada, untuk itu harus memperhatikan berbagai
faktor, sebagaimana dikatakan Amara Raksasataya dalam Islamy (2001:17)
mengemukakan bahwa suatu kebijakan harus memuat elemen-elemen yaitu :
1) Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai.
2) Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
3) Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata
dari taktik atau strategi.
Dengan mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai haruslah memahami isu
banyak orang, berjangka panjang dan tidak bisa diselesaikan secara perorangan,
dengan taktik dan startegi maupun berbagai input untuk pelaksanaan yang
dituangkan dalam rumusan kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan
masalah yang ada, rumusan kebijakan merupakan bentuk perundang-undangan,
setelah dirumuskan kemudian kebijakan publik di implementasikan baik oleh
pemerintah, masyarakat maupun pemerintah bersama-sama dengan masyarakat.
Mendasari pengertian kebijakan di atas maka dapat dikatakan bahwa
kebijakan SIMTANAS termasuk kebijakan publik yang bertujuan untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pertanahan. Dalam
pelaksanaan kebijakan SIMTANAS di Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhan
Batu mengalami beberapa kendala dalam pelaksanaannya dalam rangka mencapai
tujuan yang lebih baik, hal tersebut sejalan dengan pendapat Riant Nugroho
(2003:51) bahwa kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang
dicita-citakan. Sehingga kebijakan publik mudah untuk dipahami dan mudah
diukur, disamping itu harus mengandung beberapa hal sebagaimana yang
disampaikan oleh Kismartini (2005:16), bahwa terdapat beberapa hal yang
terkandung dalam kebijakan yaitu :
1. Tujuan tertentu yang ingin dicapai adalah tujuan yang berpihak kepada
kepentingan masyarakat ( interest public ).
2. Serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan adalah strategi yang disusun
untuk mencapai tujuan dengan lebih mudah yang acapkali dijabarkan
3. Usulan tindakan dapat berasal dari perseorangan atau kelompok dari dalam
ataupun luar pemerintahan,
4. Penyediaan input untuk melaksanakan strategi berupa sumber daya baik
manusia maupun bukan manusia.
5. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata
dari taktik atau strategi.
1. Implementasi
Implementasi merupakan langkah yang sangat penting dalam proses
kebijakan. Tanpa implementasi, suatu kebijakan hanyalah sekedar sebuah
dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Kemampuan
melaksanakan kebijakan tergantung pada tingkat kemampuan pemerintah dalam
melaksanakan pemerintahan. Tingkat kemampuan dapat dilihat pada kemampuan
melaksanakan setiap keputusan atau kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Menurut Pressman dan Wildavsky dalam Tangkilisan (2003 : 17),
implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan
sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk
menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara
untuk mencapainya. Implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah
pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan.
Jones dalam Tangkilisan (2003:17-18) mengemukakan beberapa dimensi
dari implementasi pemerintahan mengenai program-program yang sudah
disahkan, kemudian menentukan implementasi, juga membahas aktor-aktor yang
Jadi implementasi merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara
terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat dilakukan.
Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada
penempatan suatu progran ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan.
Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan
menurut Tangkilisan (2003 : 18) adalah :
1. Penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna program
ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.
2. Organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke
dalam tujuan kebijakan.
3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan,
upah, dan lain-lainnya.
Implementasi kebijakan bukanlah sekedar bersangkut paut dengan
mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin lewat
saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah
konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan ( Wahab,
2004:59). Implemetasi merupakan rangkaian kegiatan setelah kebijakan
dirumuskan. Tanpa suatu implementasi suatu kebijakan yang dirumuskan akan
sia-sia. Oleh karena itulah implementasi mempunyai kedudukan penting dalam
kebijakan publik. Ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara perumusan
kebijakan dengan implementasi kebijakan, walaupun perumusan dilakukan
persyaratan, maka kebijakan yang semula baik akan menjadi jelek begitu pula
sebaliknya.
2. Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan keputusan diantara
pembentukan sebuah kebijakan seperti halnya pasal-pasal sebuah unsang-undang
yang mempengaruhi beberapa aspek kehidupan masyarakat. Secara garis besar
dapat dikatakan bahwa fungsi implementasi adalah untuk membentuk suatu
hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan
publik diwujudkan sebagai outcome (hasil akhir) kegiatan-kegiatan yang
dilakukan pemerintah.
Kebijakan publik timbul karena adanya gejala yang muncul atau dirasakan
dalam masyarkat. Jadi dapat disimpulkan kebijakan sifatnya dinamis oleh karena
bersumber dari kehidupan masyarakat. Sistem birokrasi yang hanya menekankan
pada formalitas saja, tanpa mengindahkan dan menghargai unsur manusia yang
secara utuh akan mengakibatkan kebijakan publik relatif tidak tepat sasaran. Oleh
karena itu, sementara para ahli berpendapat bahwa hal yang paling esensial dalam
kebijakan publik adalah usaha untuk melaksanakan kebijakan itu sendiri. Jika
suatu kebijakan telah diputuskan, kebijakan tersebut tidak berhasil dan tidak
terwujud jika tidak diimplementasikan.
Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas merupakan
alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur , dan teknik
yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak
Sedangkan menurut Patton dan Sawicki dalam Tangkilisan (2003:20)
implementasi kebijakan adalah berbagai kegiatan yang dilakukan untuk
merealisasikan program, dimana eksekutif berperan mengatur cara dalam
mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah
diseleksi. Tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar
tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan
pemerintah.
Berikut ini merupakan bagan yang menggambarkan kerangka proses
kebijakan publik:
1. Input, sumber daya-sumber daya yang digunakan sebagai ujung tombak dalam
proses administrasi maupun organisasi pelaksana.
2. Proses, adalah proses interaksi antara aktor yakni antara instansi teknis
sebagai pelaksana dengan pengusaha dan masyarakat.
3. Output, yaitu keluaran yang dihasilkan langsung dari proses kebijakan
tersebut.
4. Outcomes, yaitu hasil yang diharapakan dimana akan memberikan tujuan
kebijakan positif kepada pemerintrah dan masyarakat sebagai penerima
manfaat.
Sebagaimana penjelsan tersebut berbagai teori yang berkaitan dengan
implementasi suatu kebijakan publik William Dunn dalam Tangkilisan (2003:21)
mengatakan kebijakan adalah serangkaian pilihan yang kurang lebih berhubungan outcomes Output
(termasuk keputusan untuk tidak berbuat) yang dibuat oleh badan-badan atau
kantor-kantor pemerintah. Faktor yang mempengaruhi kejelasan antara kebijakan
dan kinerja implementasi yaitu :
a) Standar dan sasaran kebijakan
b) Komunikasi antara organisasi dan pengukuran aktivitas
c) Karakteristik organisasi komunikasi antar organisasi
d) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik
e) Sumber daya
f) Sikap pelaksana.
Selain itu Rippley dan Franklin dalam Tangkilisan (2003:21) menyatakan
keberhasilan implementasi kebijakan prorgam dapat ditinjau dari tiga faktor yaitu:
a) Perspektif kepatuhan (compliance) yang mengukur implementasi dari
kepatuhan strate level burcancrats terhadap atasan mereka
b) Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dan tiadanya
persoalan
c) Implementasi yang berhasil mengarah kepada kinerja yang memuaskan semua
pihak terutama kelompok penerima manfaat yang diharapkan.
3. Model-model Implementasi Kebijakan Publik
Berikut beberapa model-model implementasi kebijakan dari berbagai ahli :
a. Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh George C. Edward
III (Indiahono, 2009:31-33).
Model implementasi kebijakan publik yang dikemukankan oleh Edward
implementasi. Empat variabel tersebut adalah komunikasi, sumber daya,
disposisi, dan struktur birokrasi.
1) Komunikasi, yaitu menunjuk bahwa setiap kebijakan akan dapat dikerjakan
dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antar pelaksana program
(kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target group). Tujuan dan sasaran
dari program/kebijakan dapat disosialisasikan secara baik sehingga dapat
menghindari adanya distorsi atas kebijakan dan program. Komunikasi menjadi
sangat penting dalam implementasi kebijakan karena kesalahan dalam
penyampaian kebijakan akan berakibat pada kegagalan pelaksanaan kebijakan.
2) Sumber daya, yaitu menunujuk setiap kebijakan harus didukung oleh sumber
daya memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial.
Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas
implementor yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya
finansial adalah kecukupan modal investasi atas sebuah progaram/kebijakan.
Kedua sumber daya tersebut harus diperhatikan ketersediaannya dalam
implementasi kebijakan. Keseimbangan antara sumber daya manusia dan
sumber daya finansial menjadi faktor pendukung keberhasilan implementasi
suatu kebijakan. Sebab tanpa kehandalan implementor, kebijakan akan
berjalan lambat. Sedangkan sumber daya finansial menjamin
keberlangsungan program/kebijakan tanpa ada dukungan finansial yang
memadai, program tidak dapat berjalan efektif dan cepat dalam mencapai
3) Disposisi, yaitu merupakan karakteristik implementor kebijakan. Karakter
yang penting dimiliki oleh implementor adalah kejujuran, komitmen, dan
demokratis. Komitmen tinggi dan kejujuran merupakan sikap yang sangat
perlu untuk dimiliki oleh implementor, sebab implementor yang memiliki
sikap ini akan bertahan ketika dihadapkan pada hambatan yang ditemui dalam
program kebijakan. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada
dalam arah program yang telah ditetapkan. Komitmen dan kejujurannya
membawanya semakin antusias dalam melaksanakan tahap-tahap program
secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik
implementor dan kebijakan dihadapan anggota kelompok sasaran. Sikap ini
akan menurunkan resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya
dan kepedulian kelompok sasaran terhadap implementor dan
program/kebijakan.
4) Struktur birokrasi, menunjukkan bahwa struktur birokrasi menjadi penting
dalam implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal
penting pertama adalah mekanisme, dan struktur organisasi pelaksana sendiri.
Mekanisme implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui Standar
Operating Procedur (SOP) yang dicantumkan dalam guideline
program/kebijakan. SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yang jelas,
sistematis, tidak berbelit dan mudah dipahami karena akan menjadi acuan
dalam berkerjanya implementor. Sedangkan struktur organisasi pelaksana pun
sebisa menghindari hal yang berbelit, panjang dan kompleks. Struktur
atas kejadian luar biasa dalam program secara cepat. Dan hal ini hanya dapat
lahir jika struktur didesain secara ringkas dan fleksibel untuk menghindari
birokrasi yang kaku.
Keempat variabel diatas dalam model yang dibangun Edward memiliki
keterkaitan satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan dan sasaran
program/kebijakan.
Gambar1. Model Implemetasi Edward III
Sumber: Edward III, 1980:48
b. Model Implementasi Kebijakan yang Dikembangkan oleh Van Meter dan Van
Horn (Indiahono, 2009:38-40).
Model implementasi kebijakan dari Meter dan Horn menetapkan bebrapa
variabel yang diyakini dapat mempengaruhi implementasi dan kinerja kebijakan.
Bebrapa variabel yang terdapat dalam model Meter dan Horn adalah sebagai
berikut:
1) Standar dan sasaran kebijkan, standar dan sasaran kebijakan pada dasarnya
adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan, baik yang Komunikasi
Sumberdaya
Implementasi Disposisi
berwujud maupun tidak, jangka pendek, mengengah atau panjang. Kejelasan
dan sasaran kebijakan harus dapat dilihat secara spesifik sehingga diakhir
program dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan atau
program yang dijalankan.
2) Kinerja kebijakan merupakan penilaian terhadap pencapaian standar dan
sasaran kebijakan yang telah ditetapkan diawal.
3) Sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan finansial dan sumber
daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan. Hal tersulit yang
terjadi adalah berapa nilai sumber daya (baik finansial maupun manusia)
untuk menghasilkan implementasi kebijakan dengan kinerja yang baik.
4) Komunikasi antar badan pelaksana, menunjuk kepada mekanisme prosedur
yang dicanangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan program. Komunikasi
ini harus ditetapkan sebagai acuan, misalnya: seberapa sering rapat rutin akan
diadakan, tempat dan waktu. Komunikasi antar organisasi juga menunjukkan
adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan
program/kebijakan.
5) Karakteristik badan pelaksana, menunjuk seberapa besar daya dukung struktur
organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang
terjadi di internal birokrasi.
6) Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik, menunjuk bahwa lingkungan dalam
rana implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan
7) Sikap pelaksana, menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variabel penting
dalam implementasi kebijakan. Seberapa demokratis, antusias, dan responsif
terhadap kelompok sasaran dan lingkungan yang ditunjuk sebagai bagian dari
sikap pelaksana ini. Adapun model dari Van Meter dan Van Horn dapat dilihat
sebagai berikut:
Gambar 2. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn
Sumber : Van Meter and Horn.
Model Implementasi Meter dan Horn ini menunjukkan bahwa implementasi
kebijakan merupakan model yang sangat kompleks, dimana satu variabel dapat
mempengaruhi variabel yang lain. Penelitian implementasi kebijakan seharusnya
tidak dilihat sebagai penelitian yang sederhana. Penelitian implementasi kebijakn
c. Model yang dikembangkan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn.
Model mereka ini kerap kali oleh para ahli disebut sebagai ”The top dwon
approach”. Menurut Hogwood dan Gunn, untuk dapat mengimplementasikan
kebijakan secara sempurna maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu.
Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
1) Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan
menimbulkan gangguan atau kendala yang serius. Beberapa kendala/hambatan
pada saat implementasi kebijakan seringkali berada di luar kendali para
administrator, sebab hambatan-hambatan itu memang di luar jangkauan
wewenang kebijakan dan badan pelaksana. Hambatan-hambatan tersebut
tersebut diantaranya mungkin bersifat fisik. Adapula kemungkinan hambatan
tersebut bersifat politis, dalam artian bahwa baik kebijakan maupun
tindakan-tindakan yang diperlukan untuk melaksanakannya tidak diterima/tidak
disepakati oleh berbagai pihak yang kepentingannya terkait. Kendala-kendala
semacam itu cukup jelas dan mendasari sifatnya, sehingga sedikit sekali yang
bisa diperbuat oleh para administrator guna mengatasinya. Dalam hubungan
ini yang mungkin dapat dilakukan para administrator ialah mengingatkan
bahwa kemungkinan-kemungkinan semacam itu perlu dipikirkan
matang-matang sewaktu merumuskan kebijakan.
2) Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup
memadai. Syarat kedua ini sebagian tumpang tindih dengan syarat pertama,
dalam pengertian bahwa kerap kali ia muncul diantara kendala-kendala yang
politis tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan.
Alasan yang biasanya dikemukakan ialah terlalu banyak berharap dalam
waktu yang terlalu pendek, khususnya jika persoalannya menyangkut sikap
dan perilaku. Alasan lainnya ialah bahwa para politis kadangkala hanya peduli
dengan pencapaian tujuan, namun kurang peduli dengan penyediaan sarana
untuk mencapainya, sehingga tindakan-tindakan pembatasan terhadap
pembiayaan program mungkin akan membahayakan upaya pencapaian tujuan
program karena sumber sumber yang tidak memadai.
3) Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia. Persyaratan
ketiga ini lazimnya mengikuti persyaratam kedua, dalam artian bahwa di satu
pihak harus dijamin tidak terdapat kandala-kendala pada semua
sumber-sumber yang diperelukan dan di lain pihak pada setiap tahapan proses
implementasinya perpaduan antara sumber-sumber tersebut harus benar-benar
dapat disediakan.
4) Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan
kausalitas yang handal. Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplementasikan
secara efektif bukan kebijakan tersebut diimplementasikan secara
sembrono/asal-asalan, melainkan karena kebijakan itu sendiri tidak tepat
penempatannya.
5) Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai
penghubungnya. Pada kenyataannya program pemerintah, sesungguhnya teori
yang mendasari kebijakan jauh lebih kompleks dari pada sekedar berupa jika
sekedar jika X, maka terjadi Y, dan Jika Y terjadi maka akan diikuti oleh Z.
Dalam hubungan ini Pressman dan Wildavski memperingatkan bahwa
kebijakan-kebijakan yang hubungan sebab-akibatnya tergantung pada mata
rantai yang amat panjang maka ia akan mudah sekali mengalami keretakan,
sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbal
balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin menjadi kompleks
implementasinya.
6) Hubungan saling ketergantungan harus kecil. Implementasi yang sempurna
menurut adanya persyaratan bahwa hanya terdapat Badan pelaksana tunggal
untuk keberhasilan misi yang diembannya, tidak perlu tergantung pada
badan lain walaupun dalam pelaksanaannya harus melibatkan
badan-badan/instansi-instansi lainnya, maka hubungan ketergantungan dengan
organisasi-organisasi ini haruslah pada tingkat yang minimal, baik dalam
artian jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika implementasi suatu
program tenyata tidak hanya membutuhkan serangkaian tahapan dan jalinan
hubungan tertentu melainkan juga kesepakatan terhadap setiap tahapan
diantara sejumlah besar pelaku yang terlibat, maka peluang bagi keberhasilan
implementasi program bahkan hasil akhir yang diharapkan kemungkinan akan
semakin berkurang.
7) Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. Persyaratan ini
menharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai dan
kesepakatan terhadap tujuan atau sasaran yang akan dicapai dan yang penting
tersebut haruslah dirumuskan dengan jelas, spesifik dan lebih baik lagi apabila
dapat dikuantifikasikan, dipahami, serta disepakati oleh seluruh pihak yang
terlibat dalam organisasi, bersifat saling melengkapi dan mendukung serta
mampu berperan selaku pedoman dengan mana pelaksanaan program dapat
dimonitor.
8) Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat. Persyaratan
ini mengandung makna bahwa dalam mengayunkan langkah menuju
tercapainya tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk
memerinci dan menyusun urutan-urutan yang tepat seluruh tugas yang harus
dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat. Kesukaran-kesukaran untuk
mencapai kondisi implementasi yang sempurna ini tidak dapat kita sangsikan
lagi. Disamping itu juga diperlukan bahkan dapat dikatakan tidak dapat
dihindarkan keharusan adanya ruangan yang cukup bagi kebebasan bertindak
dan melakukan improvisasi, sekalipun dalam program yang telah dirancang
secara ketat.
9) Komunikasi dan koordinasi yang sempurna. Persyatratan ini menggariskan
bahwa harus ada komunikasi dan koordinasi yang sempurna diantara berbagai
unsur atau badan yang terlibat dalam program. Hood dalam hubungan ini
menyatakan bahwa guna mencapai implementasi yang sempurna barangkali
diperlukan suatu sistem administrasi tunggal.
10)Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan
mendapatkan kepatuhan yang sempurna. Persyaratan terakhir ini menjelaskan
sekali terhadap perintah dari siapapun dalam sistem administrasi itu. Apabila
terdapat potensi penolakan terhadap perintah tersebut maka harus dapat
diidentifikasikan oleh kecanggihan sistem iformasinya dan dicegah sedini
mungkin oleh sistem pengendalian yang handal.
d. Model Implementasi Kebijakan yang Dikembangkan oleh Merilee S. Grindle
(Grindle, 1980:9).
Menurut Grindle keberhasilan implementasi dipengaruhi beberapa variabel
yaitu:
Isi Kebijakan (content of policy)
1) Variabel isi kebijakan ini mencakup :
a) Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan;
b) Jenis manfaat yang diterima oleh target group ;
c) Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan;
d) Apakah letak sebuah program sudah tepat;
e) Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci;
dan
f) Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.
2) Lingkungan Implementasi (context of implementation)
Variabel kebijakan ini mencakup :
a) Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para
aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan;
b) Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa;
B. SISTEM INFORMASI DAN MANAJEMEN (SIM)
Istilah Sistem Informasi Manajemen sudah dikenal sejak tahun 1960-an.
Konsep Sistem Informasi Manajemen saat itu berkembang seiring perkembangan
fokus pengguna teknologi komputer. Perkembangan teknologi komputer saat itu
telah memberikan kesadaran baru bahwa aplikasi komputer harus diterapkan
untuk tujuan utama menghasilkan informasi untuk pengambilan keputusan
manajemen.
Secara umum, sistem dapat didefinisikan sebagai kumpulan hal atau
kegiatan atau elemen atau subsistem yang saling bekerjasama atau yang
dihubungkan dengan cara-cara tertentu sehingga membentuk suatu kesatuan untuk
melaksanakan suatu fungsi guna mencapai suatu tujuan.
Informasi merupakan hasil pengolahan data sehingga menjadi bentuk yang
penting bagi penerimanya dan mempunyai kegunaan dasar dalam pengambilan
keputusan yang dapat dirasakan akibatnya secara langsung saat itu juga atau
secara tidak langsung pada saat mendatang. Sedangkan manajemen dapat
diartikan sebagai proses pemanfaatan berbagai sumber daya yang tersedia untuk
mencapai suatu tujuan.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Sistem
Informasi Manajemen merupakan sekumpulan subsistem yang saling
berhubungan, berkumpul bersama-sama dan membentuk satu kesatuan, saling
berinteraksi dan bekerja sama antara bagian satu dengan bagian lainnya dengan
cara-cara tertentu untuk melakukan fungsi pengolahan data, menerima masukan
keluaran (output) berupa informasi sebagai dasar bagi pengambilan keputusan
yang berguna dan mempunyai nilai nyata yang dapat dirasakan akibatnya,
mendukung kegiatan operasional, manajerial, dan stategis organisasi dengan
memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan tersedia bagi fungsi tersebut
guna mencapai tujuan.
Menurut Lucas dalam Kumorotomo (1994:8) sistem diartikan sebagai suatu
kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen, atau variabel-variabel yang
terorganisisr, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain dan terpadu.
Teori sistem pertama kali diutarakan oleh Kenneth Boulding terutama
menekankan pentingnya perhatian terhadap setiap bagian yang membentuk
sebuah sistem. Teori sistem mengatakan bahwa setiap unsur pembentuk organisasi
adalah penting dan harus mendapat perhatian yang utuh supaya manajer dapat
bertindak lebih efekif.Unsur-unsur yang mewakili sistem adalah masukan (input),
proses (processing) dan keluaran (output). Disamping itu sistem senantiasa tidak
terlepas dari lingkungan sekitarnya. Maka umpan balik (feed back) dapat berasal
dari output tetapi dapat juga berasal dari lingkungan sistem yang dimaksud.
Konsep lain yang terkandung di dalam defenisi tentang sistem adalah
konsep sinergi. Konsep ini mengandaikan bahwa di dalam suatu sistem, output
dari suatu organisasi diharapkan lebih besar dari pada output individual atau
output dari masing-masing bagian. Kegiatan bersama dari bagian yang terpisah
tetapi saling berhubungan secara bersama-sama akan menghasilkan efek total
yang lebih besar dari pada jumlah bagian individual yang terpisah menurut
mengutamakan pekerjaan-pekerjaan di dalam tim. Keberhasilan sebuah sistem
tidak dapat dilepaskan dari tingkat keterikatan dan kerjasama dalam setiap bagian
organisasi.
Dalam kehidupan sehari-hari orang sering menyamakan data dan informasi.,
namun dalam kenyataannya kedua hal tersebut sangat berbeda. Murdick et al
dalam Kumorotomo (1994:11) mengatakan bahwa data adalah fakta yang tidak
sedang digunakan dalam proses keputusan, biasanya dicatat dan diarsipkan tanpa
maksud untuk segera diambil kembali untuk pengambilan keputusan. Sedangkan
informasi adalah data yang telah disusun sedemikian rupa sehingga bermakna dan
bermanfaat karena dapat dikomunikasikan kepada seseorang yang akan
menggunakannya untuk membuat keputusan. Informasi yang memiliki kualitas
tinggi akan menentukan sekali efektivitas keputusan manajer. Burch &
Grudinitski dalam Kumorotomo (1994:11) menyebutkan adanya tiga pilar utama
yang menentukan kualitas informasi, yaitu akuransi, ketepatan waktu dan
relevansi. Syarat informasi yang baik juga diutarakan oleh Parker dalam
Kumorotomo (1994:11), yaitu ketersediaan (availability), mudah dipahami
(comprehensibility) dan relevan.
Manajemen merupakan proses antar yang dilakukan oleh seorang
manajer/pemimpin dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Lebih
ringkas, kegiatan manajemen tercakup dalam tiga jenis kegiatan, yaitu
perencanaan (planning), pengorganisasian (organising) dan pengendalian
(controling). Dalam perencanaan seorang pemimpin menyusun dengan rinci
tujuan organisasi sehingga arah kegiatan organisasi jelas. Manajemen membantu
seorang manajer dalam pengorganisasian dalam suatu organisasi sehingga
memudahkan dalam pengendalian seluruh aktivitas dalam mencapai tujuan
organisasi.
Akhirnya setelah dibahas pengertian masing-masing unsur pembentuk
istilah, yaitu sistem, informasi dan manajemen, dapat disimpulkan bahwa tujuan
dari dibentuknya Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah supaya organisasi
memiliki suatu sistem yang dapat diandalkan dalam pengolahan data menjadi
informasi yang bermanfaat dalam pembuatan keputusan manajemen, baik yang
menyangkut keputusan-keputusan rutin maupun keputusan-keputusan strategis.
Dengan demikian Sistem Informasi Manajemen adalah suatu sistem yang
menyediakan kepada pengelola organisasi datamaupun informasi yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugas-tugas organisasi. SIM diharapkan diharapkan akan
menunjang tugas-tugas para pegawai di suatu organisasi, para manajer, atau
pengguna jasa organisasi tersebut beserta semua unsur-unsur pokok yang terdapat
dalam lingkungan otoritas organisasi. Dalam hal ini terdapat tiga sistem terkait
yaitu: 1) sistem sosial yang disebut organisasi; 2) sistem manajemen atau tata
laksana yang dimnaksud untuk meningkatkan tata kerja, produkivitas, efektivitas
dan efisiensi organisasi serta satuan-satuan yang terdapat di dalamnya; 3) sistem
informasi sendiri yang berupa manajemen pengelolaan data beserta semua
kegiatan penyediaan informasi untuk pengambilan keputusan.
Menurut Lucas dalam Kumorotomo (1994:14) Sistem Informasi Manajemen
memberikan informasi bagi pengambilan keputusan dan/atau untuk
mengendalikan organisasi. Defenisi ini pada dasarnya menekankan bahwa
informasi merupakan alat untuk mengurangi ketidak pastian yang akan senantiasa
dihadapi oleh seorang pemimpin organisasi.
1. Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS)
Sering terdengar ungkapan bahwa dunia dewasa ini berada dalam era
informasi dan masyarakat modern dikenal sebagai masyarakat informasional.
Teknologi informasi berlangsung dengan kepesatan yang sangat tinggi yang
berakibat pada perkembangan dan berbagai terobosan dibidang teknologi
informasi. Aplikasinya dalam “dunia kenyataan” pun sudah sangat beragam sehingga dapat dikatakan bahwa ragam penggunaan teknologi mengakibatkan
seluruh bidang kehidupan berubah, tidak terkecuali bidang pemerintahan.
Pemerintah saat ini dan dimasa mendatang dituntut untuk dapat mengikuti
perkembangan teknologi guna memudahkan pemerintah dalam mengetahui
informasi yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini merupakan tantangan bagi
pemerintah bagaimana cara meningkatkan pelayanan publik melalui informasi
yang ada didalam sendi kehidupan masayarakat. Penggunaan informasi dalam
bidang pemerintahan yaitu Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional
(SIMTANAS) Badan Pertanahan merupakan salah satu instansi pemerintah yang
harus menyadari betapa pentingnya teknologi informasi dalam peningkatan
pelayanan publik.
Meskipun bidang pertanahan merupakan bidang yang sangat penting, akan
banyak kantor pertanahan diseluruh Indonesia belum seluruhnya mengadopsi
sistem komputerisasi. Masih banyak kantor pertanahan di tanah air yang masih
menggunakan sistem analog, dan kebanyakan masih bersifat paper oriented.
Disisi lain, masyarakat menyadari bahwa teknologi informasi marupakan salah
satu tool penting dalam peradaban manusia untuk mengatasi sebagian masalah
derasnya arus manajemen informasi. Teknologi informasi dan komunikasi saat
ini adalah bagian penting dalam manajemen informasi.
Nampaknya penerapan teknologi informasi dalam bidang pertanahan mutlak
diterapkan dalam era serba digitalisasi seperti sekarang ini. Seperti diketahui
bahwa sebagian besar tanah di tanah air banyak yang belum memiliki sertifikat.
Oleh sebab itu, maka Badan Pertanahan Nasional merupakan pihak yang paling
berperan untuk mengatasi hal tersebut. Sebagai jalan keluar dari masalah tersebut
adalah penerapan teknologi informasi. Teknologi informasi memiliki banyak
kelebihan dibandingkan dengan sistem manual, diantaranya seperti memiliki
kemampuan dalam penyimpanan data dalam jumlah yang lebih besar berkali-kali
lipat dibandingkan dengan sistem manual, serta memiliki konektivitas antar
daerah maupun antara daerah dan pusat secara lebih cepat. Disamping itu hal ini
berkaitan dengan karakteristik data pertanahan itu sendiri yang bersifat
multidimensi yang terkait dengan masalah ekonomi, politik, pertanahan dan
keamanan serta sosial budaya
Pengelolaan data pertanahan dengan menggunakan teknologi informasi
merupakan sesuatu yang mutlak harus dilakukan hal ini berkaitan dengan
dengan masalah ekonomi, politik, pertahanan dan keamaman serta sosial budaya.
Pengelolaan data pertanahan itu sendiri harus terintegrasi suatu Sistem
Informasidan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) yang mengalirkan
informasi antar seluruh unit organisasi baik di tingkat Kantor Pusat, Kantor
Wilayah, dan Kantor Pertanahan. Disamping sifat data pertanahan tersebut, juga
pengelolaan pertanahan secara elektronik ini untuk memenuhi tuntutan
masyarakat yang semakin meningkat untuk mewujudkan good governance yang
akhirnya akan berkaitan dengan keterbukaan informasi untuk masyarakat dan
pertukaran informasi antar instansi pemerintah.
Pada pasal 1 huruf b Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 2003 tentang
Kebijaksanaan Pertanahan Nasional, Badan Pertanahan Nasional (BPN)
mengemban tugas sebagai lembaga pelaksana untuk membangun dan mengemban
SIMTANAS. Salah satunya meliputi penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial
dalam pelayanan pendaftaran tanah dan penyusunan basis data penguasaan dan
pemilikan tanah,yang dihubungakan dengan goverment, commerce,
e-payment. SIMTANAS merupakan suatu sistem terpadu yang mendukung fungsi
operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan BPN sehubung dengan
pengelolaan bidang bidang tanah dan pelayana kepada mayarakat.
a. Basis Data Pertanahan
Basis data merupakan kumpulan data dalam suatu organisasi, skala kecil,
sedang maupun skala besar dalam konteks kelembagaan maupun kenegaraan.
Basis data kepegawaian merupakan himpunan data manusia-manusia yang bekerja
divisi yang mana), atribut (nama, nomor kepegawaian, alamat dst) dan nilai/value
data (masing-masing nama pegawai, berapa umurnya dst).
Merujuk pada Peraturan Kepala BPN nomor 3 tahun 2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia,
terdapat perubahan yang cukup monumental menyangkut tugas - tugas
pertanahan. Hal ini bertujuan untuk lebih mengoptimalkan tugas-tugas yang
diemban oleh BPN RI dalam mengelola sumber daya alam, khususnya
bidang-bidang tanah dan masalah-masalah pertanahan, seperti yang diamanatkan dalam
UUD 45, yaitu untuk sebesar-sebarnya kemakmuran masyarakat Indonesia.
Dengan adanya penambahan tugas dan fungsi tersebut maka data pertanahan
mencakup beberapa hal yang berkaitan dengan :
1) Survei, pengukuran dan pemetaan,
2) Pelayanan administrasi pertanahan,
3) Pendaftaran tanah,
4) Penetapan hak-hak atas tanah,
5) Penatagunaan tanah, reformasi agraria, penataan wilayah-wilayah khusus,
6) Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah,
7) Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan,
8) Penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
Basis data pertanahan secara operasional banyak dikelola oleh Kantor
Pertanahan sebagai perwakilan pemerintah dalam tingkat Kabupaten / Kota dan
Pusat oleh BPN RI. Beberapa produk Kantor Pertanahan yang merupakan data
utama pertanahan yaitu:
1) Buku Tanah, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis
dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.
2) Surat Ukur, yaitu dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam
bentuk peta dan uraian.
3) Gambar Ukur, yaitu dokumen tempat mencantumkan gambar suatu bidang
tanah atau lebih dan situasi sekitarnya serta data hasil pengukuran bidang
tanah baik berupa jarak, sudut, azimuth ataupun sudut jurusan.
4) Peta Pendaftaran Tanah, yaitu peta yang menggambarkan bidang-bidang tanah
untuk keperluan pembukuan tanah.
5) Peta Tematik Pertanahan, yaitu gambaran permukaan bumi pada bidang datar
yang menyajikan tema tertentu.
6) Warkah, yaitu dokumen yang merupakan alat pembuktian data fisik dan data
yuridis bidang tanah yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran
bidang tanah tersebut.
7) Surat Keputusan Pemberian Hak, yaitu penetapan pemerintah yang
memberikan suatu hak atas tanah Negara, perpanjangan jangka waktu hak,
perubahan hak, termasuk pemberian hak diatas Hak Pengelolaan.
Data pertanahan di simpan dalam bentuk daftar, berkas, buku dan peta-peta
(paper base). Sertifikat merupakan bukti kepemilikan atas sebidang tanah yang
disimpan pemilik. Sesuai dengan prinsip pendaftaran, mirror principle, pemilik
basis data bermula dari semakin banyak volume yang terhimpun dalam
pengelolaan data. Keterbatasan manusia untuk mengolah data-data tersebut secara
konvensional memicu kreatifitas dalam pemanfaatan teknologi informasi yang
dapat membantu dalam mengelola data tersebut. Biasanya salah satu cirinya
adalah datanya terstruktur. Sistem basis data mengacu pada sistem pengumpulan,
penyusunan, dan pencatatan (record) serta menyimpan dengan memanfaatkan
komputer sebagai mesin mengolah dengan tujuan dapat menyediakan informasi
setiap saat untuk berbagai kepentingan. Dengan mengacu pada konsep di atas,
komponen basis data meliputi unsur- unsur yang berperan dalam membangun
suatu sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak (sistem operasi,
aplikasi, database / DBMS) dan pengguna (user).
b. Komputerisasi Kantor Pertanahan
Pelayanan pertanahan pada Kantor Pertanahan pada prinsipnya adalah
pelayanan data dan informasi pertanahan. Data yang tersimpan di Kantor
Pertanahan merupakan data yang diperoleh dan diolah melalui proses yang rumit
dan panjang mengikuti aturan yang tertuang pada Peraturan Kepala BPN nomor 1
Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Opersional Pelayanan Pertanahan (SPOPP).
Pembaruan data selalu dilakukan apabila terjadi perubahan pada subyek atau
obyek hak atas tanah. Karena yang sifatnya yang sangat dinamis, maka data
pertanahan mempunyai tingkat pengambilan (retrievel) dan pembaruan (up dated)
yang cukup tinggi. Di satu sisi membutuhkan kecepatan dengan standar yang
sudah ditetapkan dalam menarik/mengambil data, di sisi lain akan membutuhkan
pengambilan data tersebut. Proses pengambilan, penyimpanan, pengolahan dan
penyajian data merupakan proses yang dengan sangat mudah dilakukan teknologi
informasi dengan mudah dan cepat. Dengan demikian dapat dibayangkan apabila
data pertanahan disimpan dalam suatu penyimpanan yang berbasis teknologi
informasi/database, sedangkan pengolahan dilakukan dengan kecanggihan
aplikasi perangkat lunak, semua proses pelayanan data pertanahan dapat
dilakukan secara cepat dan tepat.
Kemajuan teknologi merupakan salah satu cara untuk mengakses basis data
dalam upaya membentuk terwujudnya pelayanan pemerintah yang berbasis
elektronik (e-Gov). Salah satu usaha untuk mengotimalkan tugas-tugas pelayanan
pertanahan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi adalah
pembangunan dan pengembangan komputerisasi kantor pertanahan (KKP).
Kantor Pertanahan merupakan basis terdepan dalam kegiatan pelayanan.
Dikembangkan model pelayanan yang berbasis on-line system. Pembangunan
pelayanan on-line, membangun database elektronik, pembangunan infrastruktur
perangkat keras dan jaringan koneksi, peningkatan sumber daya manusia dalam
kemampuan penguasaan IT serta sosialisasi kegiatan di kalangan intern dan
ekstren merupakan tahap-tahap kegiatan yang harus dilakukan pada kantor-kantor
yang sedang dan sudah menerapakan KKP. Beberapa keuntungan dalam
pelaksanaan KKP antara lain :
1) Transparansi pelayanan, karena masyarakat dapat memperoleh informasi
secara langsung dalam hal biaya, waktu pelaksanaan dan kepastian
2) Efisiensi waktu, prinsip one captured multi used merupakan kunci utama
dalam optimalisasi pemanfaatan database elektronik.
3) Kualitas data dapat diandalkan karena pemberian nomor-nomor daftar isian
dilakukan oleh sistem secara otomatis.
4) Sistem Informasi Eksekutif yang memungkinkan para pengambil keputusan
untuk dapat memperoleh dan menganalisa data sehingga menghasilkan
informasi yang terintegrasi.
5) Pertukaran data dalam rangka membangun pelayanan pemerintah secara
terpadu (one stop services) dan memgembangkan perencanaan pembangunan
berbasis data spasial (spatial planning).
Pembangunan Komputerisasi Kantor Pertanahan tidak hanya memberikan
pelayanan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara
online system, tetapi sekaligus membangun basis data digital. Dalam kurun waktu
10 tahun terakhir melalui program KKP telah dilakukan digitalasisasi data
pertanahan (Buku Tanah, Surat Ukur, Gambar Ukur dan Peta Pendaftaran Tanah)
yang mencakup bidang tanah sejumlah ± 15 juta bidang (25% dari bidang tanah
terdaftar).
c. Larasita
Larasita adalah akronim Layanan Rakyat untuk Sertipikasi Tanah. Layanan
ini mulai diujicobakan di Kantor Pertanahan Kabupaten Karang Anyar, Provinsi
Jawa Tengah pada tahun 2006, dan diuji coba lebih lanjut di 13 kabupaten/kota
pada tahun 2007, baik di Jawa maupun luar jawa untuk memudahkan pelayanan
Program Larasita dijalankan oleh satuan tugas bermotor dari Kantor
Pertanahan setempat untuk melaksanakan semua tugas kantor pertanahan dalam
wilayah administratif Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, secara online dengan
pemanfaatkan teknologi mutakhir di bidang pendaftaran tanah, dengan teknologi
informasi yang dihubungkan melalui satelit dengan memanfaatkan fasilitas
internet dan “wireless commmunication system”.
Program ini sepenuhnya hasil karya nasional dan sepenuhnya menggunakan
anggaran APBN BPN-RI. Meski sepenuhnya program nasional, program ini telah
memperoleh pengakuan Bank Dunia dalam memberikan akses masyarakat,
terutama masyarakat pedesaan terhadap informasi dan pelayanan pertanahan dan
disebutnya dengan “pioneering mobile land information service”.
Larasita adalah Kantor Pertanahan yang bergerak, dengan adanya pelayanan
ini akan terwujud bentuk persamaan pelayanan untuk semua lapisan masyarakat,
khususnya masyarakat yang rendah aksesbilitas untuk datang ke Kantor
Pertanahan. Percepatan pendaftaran diharapkan dapat terwujud apabila bentuk
pelayanan Larasita dapat menjangkau semua wilayah tanah air.
Pelayanan pertanahan di Kantor Pertanahan yang berbasis elektronik sangat
membantu bagi pengguna. Pengguna dari sisi pemberi pelayanan akan
memberikan informasi yang berasal satu sumber sehingga akan menjamin
keakuratannya. Di sisi lain, pengguna yang mendapatkan pelayanan dimanjakan
dengan kemudahan dalam mengakses informasi secara on-line melalui fasilitas
kiosk yang berada di loket-loket pelayanan. Namun demikian masih dirasakan
pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan data pertanahan yang tidak
bisa atau terhambat karena tidak mempunyai kemampuan untuk akses secara
langsung di Kantor Pertanahan. Bentuk pelayanan seperti apa yang dapat
diberikan kepada pelanggan seperti ini, dalam kenyataannya segmen pelanggan
seperti disebutkan di atas adalah masyarakat yang tinggal di pedesaan dan berada
jauhdari lokasi kantor pelayanan.
Komunikasi data secara elektronik merupakan salah satu bentuk kemajuan
teknologi informasi yang sangat membantu bagi pengguna. Salah satu bentuk
pemanfaatan teknologi pengiriman data dengan koneksi jaringan, merupakan kata
kunci dalam inovasi pelayanan berbasis IT yang dikembangkan dalam Larasita.
Melalui Larasita pelayanan di kantor pertanahan akan menjadi lebih dekat ke
„pelanggan' yang tidak berada di Kantor Pertanahan. Karena karakteristik
penggunaan teknologi informasi dalam bentuk pelayanan yang diberikan, program
Larasita dilaksanakan pada lokasi kantor pertanahan yang sudah menggunakan
pelayanan yang berbasis elektronik (KKP). Pada awalnya Larasita teknologi
komunikasi yang berbasis wifi, memanfaatkan komunikasi gelombang radio yang
bekerja pada gelombang dengan frekuensi 2,4 MHz. Kemajuan teknologi yang
terus berkembang dan karena alasan lain, saat ini digunakan teknologi koneksi
yang berbasis file transfer protocol (FTP) yaitu internet (interconnected network).
Operator selular berlomba-lomba untuk memberikan penawaran dalam percepatan
pelayanan data antar pengguna semakin memperkuat penggunaan internet dalam
koneksi data.
1) Menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria nasional
(reforma agrarian)
2) Melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di bidang
pertanahan .
3) Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar.
4) Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasikan
bermasalah.
5) Memfasilitasi penyelesaian tanah yang bermasalah yang mungkin diselesaikan
di lapangan.
6) Menyambungkan program BPN-RI dengan aspirasi yang berkembang
dimasyarakat.
7) Meningkatkan legalisasi aset tanah masyaraka.
C. PENELITIAN TERDAHULU
Ada beberapa Penelitian terdahulu yang dianggap relevan dan dijadikan
rujukan dari penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh :
1. Djati Harsono (2009) yang meneliti dengan judul “Implementasi Kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di
Kantor Pertanahan Kabupaten Jepara” . Hasil penelitian menunjukkan bahwa
implementasi SIMTANAS belum maksimal karena masih diperlukannya
pensertifikasi tanah secara terartur, tertib, atau procedural sesuai dengan
standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan, hal ini didasari masalah
kemampuan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana dalam
2. Rahmat Novian (2012) yang meneliti dengan judul “Implementasi Kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) di
Kantor Pertanahan Kota Pekan Baru” . Hasil penelitian menunjukkan bahwa
proses implementasi kebijakan Sistem Informasi dan Manajemen Peratanahn
Nasional belum berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari terlihat dari standar
dan sasaran kebijakan yang tidak realistis, belum memadainya sumberdaya
khususnya yang tenaga ahli dan profesional, komunikasi kepada masyarakat
yang belum berjalan secara efektif khususnya dalam hal sosialisasi,
pelaksanaan yang belum sesuai SPOPP (Standar Prosedur Operasi Pegaturan
dan Pelayanan), belum adanya respon yang positif dari masyarakat terhadap
impelentasi kebijakan, dan masih adannya impelementor yang bersifat tidak
jujur, tidak transparan dan tidak kooperatif.
D. DEFENISI KONSEP
Menurut Singarimbun (2008:33) konsep adalah istilah dan definisi yang
digunakan untuk mengembangkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan,
kelompok, atau individu yang menjadi perhaian ilmu sosial. Tujuannya adalah
untuk memberikan batasan terhadap pembahasan dari permasalahan yang akan
diteliti. Adapun defenisi konsep dari penelitian ini adalah :
1. Implementasi Kebijakan adalah tahap pelaksanaan kebijakan yang sudah
ditetapkan untuk dilakukan. Dalam implementasi yang semua pihak baik
pemerintah maupun masyarakat saling bekerjasama dengan maksimal untuk
melakukan kebijakan tersebut sehingga pada akhirnya kebijakan tersebut
variabel penelitian ini adalah model yang dikemukakan oleh Van Meter dan
Van Horn merupakan variabel yang bisa menjelaskan secara komprehensif
tentang kinerja implementasi dan dapat lebih kongkret dalam menjelaskan
proses implementasi yang sebenarnya.
2. Sistem Informasi dan Manajemen adalah sekumpulan subsistem yang saling
berhubungan, berkumpul bersama-sama dan membentuk satu kesatuan, saling
berinteraksi dan bekerja sama antara bagian satu dengan bagian lainnya
dengan cara-cara tertentu untuk melakukan fungsi pengolahan data, menerima
masukan (input) berupa data , kemudian mengolahnya (processing), dengan
menghasilkan keluaran (output) berupa informasi sebagai dasar bagi
pengambilan keputusan yang berguna dan mempunyai nilai nyata yang dapat
dirasakan akibatnya, mendukung kegiatan operasional, manajerial, dan
stategis organisasi dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan
tersedia bagi fungsi tersebut guna mencapai tujuan.
3. Implementasi SIMTANAS adalah upaya pemerintah untuk mengelola sumber
daya tanah secara utuh dan terpadu dengan memanfaatkan teknologi sistem
informasi dan manajemen modern terpadu yang mendukung fungsi operasi,
manajemen, dan pengambilan keputusan BPN sehubung dengan pengelolaan
bidang tanah dan pelayana kepada mayarakat. Implementasi kebijakan Sistem
Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) dalam
penelitian ini dilihat dari standar dan sasaran kebijakan, sumber daya,
pelaksana, kondisi lingkungan sosial ekonomi dan politik, struktur birokrasi,
dan disposisi implementor.
E. SISTEMATIKA LAPORAN
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,
Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Defenisi Konsep, dan Sistematika Laporan.
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini memuat Lokasi Penelitian, Jenis Penelitian, Teknik Pengumpulan
Data, Sumber Data, Defenis Operasional, dan Analisis Data.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini memuat mengenai gambaran umum tempat dilakukannya penelitian.
BAB IV PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat hasil pengumpulan data di dilapangan. Dalam bab ini akan
dicantumkan semua data yang diperoleh dari lapangan selama proses penelitian.
BAB V ANALISIS DATA
Bab ini memuat analisis data-data yang diperoleh saat penelitian dilakukan
dan memberikan interpretasi terhadap masalah yang diteliti.
BAB VI PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang dianggap