• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan SpektrofotometriDerivatif untuk Analisis Kandungan Kafein dan Vitamin C dalam Minuman Berenergi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan SpektrofotometriDerivatif untuk Analisis Kandungan Kafein dan Vitamin C dalam Minuman Berenergi"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minuman Berenergi

Minuman energi adalah minuman yang mengandung satu atau lebih bahan

yang mudah dan cepat diserap oleh tubuh untuk menghasilkan energi dengan atau

tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan (Standar Nasional Indonesia,

2002).

Minuman berenergi bertujuan memberi peningkatan energi melalui

kombinasi zat stimulan seperti kafein, ginseng, vitamin B kompleks, asam amino

dan gula. Asupan makanan antara lain berfungsi untuk menggantikan energi tubuh

yang hilang akibat beraktivitas.Jika energi tersebut tidak segera diganti maka

orang tersebut akan kekurangan energi sehingga tubuhnya akan menjadi lemas

dan kurang bersemangat (Tautua, dkk., 2013).

2.2 Uraian Bahan

2.2.1 Kafein

Kafein merupakan komponen utama minuman berenergi selain asam

amino, vitamin B dan suplemen herbal yang memberikan efek terhadap tubuh

yaitu dapat menstimulasi sistem saraf pusat sehingga memberi efek “alert” dan

meningkatkan denyut jantung, tekanan darah serta menyebabkan dehidrasi tubuh.

Kafein atau 1,3,7-trimetilxantin cepat dan komplit terabsorbsi setelah pemberian

oral, dengan kecepatan bioavaibilitas 100% (Louisa dan Dewoto, 2007).

(2)

Rumus struktur

:

Rumus Molekul

: C

8

H

10

N

4

O

2

Berat Molekul

: 194,19

Nama Kimia

: Coffein

Kandungan

: Tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari

101,0% C

8

H

10

N

4

O

2

, dihitung terhadap zat anhidrat.

Pemerian

: Serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih;

biasanya menggumpal; tidak berbau; rasa pahit.

Larutan ini bersifat netral pada kertas lakmus.

Bentuk hidratnya mekar di udara.

Kelarutan

: Agak sukar larut dalam air, dalam etanol, mudah

larut dalam kloroform; sukar larut dalam eter.

Kafein merupakan derivat xantin, terdapat dalam kopi yang didapat dari

biji Coffea arabica, dalam satu cangkir kopi rata-rata mengandung 1 – 2% kafein,

kadar kafein dalam daun teh lebih kurang 2% dari daun Camelia sinensis, dan dari

biji Theobroma cacao kadar kafein sekitar 0,7% - 2 %. Kadar kafein yang tinggi

menyebabkan aritmia. Penggunaan kafein sebagai zat penyegar yang bila

digunakan terlampau banyak (lebih dari 20 cangkir sehari) dapat bekerja adiktif.

Minum kopi lebih dari 4 -5 cangkir sehari meningkatkan kadar homosistein dalam

darah dan dapat menimbulkan resiko penyakit jantung namun bila dihentikan

sekaligus dapat mengakibatkan sakit kepala (Louisa dan Dewoto, 2007).

(3)

jantung, gangguan lambung, tangan gemetaran, gelisah dan ingatan berkurang

serta sukar tidur, sebaiknya jangan minum lebih dari 3 cangkir kopi dalam sehari

(Tan dan Rahardja, 2007). Menurut Standar Nasional Indonesia (2002), batas

maksimum kandungan kafein dalam minuman berenergi adalah 50 mg persaji.

2.2.2 Vitamin C

Vitamin C adalah suatu zat organik yang merupakan ko-enzim atau

askorbat ko-faktor pada berbagai reaksi biokimia tubuh. Vitamin C termasuk

golongan vitamin yang larut dalam air. Dari semua jenis vitamin yang ada,

vitamin C merupakan yang paling mudah rusak dan sangat mudah teroksidasi

terutama apabila ada panas, cahaya, alkali, dan adanya enzim-enzim oksidasi.

Karena mudah dioksidasi inilah, maka vitamin C merupakan suatu zat reduktor

yang kuat (Tjokronegoro, 1985).

Menurut Ditjen POM (1995), vitamin C memiliki:

Rumus Struktur

:

Rumus molekul

: C

6

H

8

O

6

Berat Molekul

: 176,13

Nama Kimia

: L-Asam Askorbat

Kandungan

: Tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari

100,5% C

6

H

8

O

6

(4)

pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna

gelap. Dalam keadaan kering stabil di udara,

dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada

suhu lebih kurang 190

o

.

Kelarutan

: Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam

etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter

dan dalam benzena.

Fungsi dari vitamin C yaitu salah satunya adalah sebagai antiskorbut.

Kekurangan asupan vitamin C dapat menyebabkan penyakit sariawan atau

skorbut. Vitamin C juga berperan dalam pembentukan kolagen. Kolagen adalah

sejenis protein yang merupakan salah satu komponen utama dari jaringan ikat,

tulang-tulang rawan, matriks tulang dan gigi (Tjokronegoro, 1985).

Kekurangan vitamin C akan menyebabkan penyakit sariawan atau skorbut.

Gejala-gejala penyakit skorbut ialah terjadinya pelunakan ikatan kolagen, infeksi,

dan demam. Pada orang dewasa skorbut terjadi setelah beberapa bulan menderita

kekurangan vitamin C dalam makanannya. Gejala-gejalanya ialah pembengkakan

dan pendarahan pada gusi, anemia, deformasi tulang dan yang terparah adalah

adalah gigi menjadi goyah dan dapat lepas (Winarno, 1992).

Kelebihan asupan vitamin C akan diekskresikan melalui urine apabila

kadar dalam darah melebihi batas normal, tetapi apabila hal ini berjalan terus,

khususnya pada vitamin C dosis tinggi bagi seseorang yang mengalami gangguan

metabolisme urat dan atau oksalat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya

batu saluran kemih (Tjokronegoro, 1985).

(5)

atau yang diekskresi. Pada manusia sehat kebutuhan ini 3-4% dari persediaan

tubuh (1500 mg), yaitu berkisar 60 mg/hari (Tjokronegoro, 1985).

2.3 Spektrofotometri

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau serapan

suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan

penggabungan dari dua fungsi alat yang terdiri dari spektrometer yang

menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan

fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang

diabsorpsi. Jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka

molekul tesebut akan menyerap radiasi elektromagnetik. Interaksi antara molekul

dengan radiasi elektromagnetik ini akan meningkatkan energi dari tingkat dasar ke

tingkat tereksitasi (Rohman, 2007).

Teknik analisis spektrofotometri berdasarkan interaksi radiasi

elektromagnet dengan komponen atom atau molekul yang menghasilkan

fenomena bermakna sebagai parameter analisis (Satiadarma, dkk., 2004).

Bagian molekul yang bertanggung jawab terhadap penyerapan cahaya

disebut kromofor dan terdiri atas ikatan rangkap dua atau rangkap tiga, terutama

jika ikatan rangkap tersebut terkonjugasi. Semakin panjang ikatan rangkap dua

atau rangkap tiga terkonjugasi di dalam molekul, molekul tersebut akan lebih

mudah menyerap cahaya (Cairns, 2008).

Gugus fungsi seperti –OH, –O, –NH

2

dan –OCH

3

yang memberikan

(6)

arah yang lebih besar atau pergeseran batokromik (Rohman, 2007).

Radiasi ultraviolet diabsorpsi oleh molekul organik aromatik, molekul

yang mengandung elektron-

π terkonjugasi atau atom yang mengandung elektron

-n, menyebabkan transisi elektron di orbit terluarnya dari tingkat energi elektron

dasar ke tingkat energi tereksitasi lebih tinggi. Besarnya absorbansi radiasi

tersebut berbanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi dan

dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma, dkk., 2004).

2.3.1 Hukum Lambert-Beer

Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel

yang disinari. Sedangkan menurut Beer, serapan berbanding lurus dengan

konsentrasi. Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum

Lambert-Beer, sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi

dan ketebalan sel, hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang

diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan

konsentrasi larutan (Rohman, 2007).

Hukum Lambert-Beer umumnya dikenal dengan persamaan sebagai

berikut:

A = abc

Dimana: A = absorbansi

a = absorptivitas

b = tebal kuvet (cm)

c = konsentrasi

(7)

Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul dan panjang

gelombang radiasi (Rohman, 2007).

2.3.2 Kegunaan Spektrofotometri

Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat

terbatas karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat

mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum, karena

itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui tidak memungkinkan untuk

dilakukan (Satiadarma, dkk., 2004). Akan tetapi, jika digabung dengan cara lain

seperti spektroskopi inframerah, resonansi magnet inti dan spektroskopi massa,

maka dapat digunakan untuk identifikasi atau analisis kualitatif senyawa tersebut

(Rohman, 2007).

Metode spektrofotometri memiliki beberapa keuntungan antara lain

kepekaan yang tinggi, ketelitian yang baik, mudah dilakukan, cepat pengerjaannya

dan dapat digunakan untuk menentukan senyawa campuran (Munson, 1984).

Pada analisis kuantitatif dengan cara penetapan kadar, larutan standar obat

yang akan dianalisis disiapkan, serapan sampel dan standar dapat ditentukan

(Cairns, 2008), dimana konsentrasi zat dalam sampel dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

(8)

Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai struktur kromofor

atau mengandung gugus kromofor, serta mengabsorpsi radiasi ultraviolet

penggunaannya cukup luas (Satiadarma, dkk., 2004).

2.4 Spektrofotometri derivatif

Spektrofotometri derivatif berkaitan dengan transformasi spektrum

serapan menjadi spektrum derivatif pertama, kedua atau spektrum derivatif

dengan order yang lebih tinggi. Spektrum derivat pertama dibuat dengan

memplotkan dA / dλ dengan panjang gelombang, derivat kedua dibuat dengan

memplotkan d

2

A / dλ

2

dengan panjang gelombang dan seterusnya (Ditjen POM,

1995).

Konsep derivatif telah diperkenalkan pertama kali pada tahun 1950,

dimana terlihat memberikan banyak keuntungan. Aplikasi utama spektrofotometri

derivatif ultraviolet – visibel adalah untuk identifikasi kualitatif dan analisis

senyawa dalam sampel. Metode spektrofotometri derivatif sangat cocok untuk

analisis pita absorpsi yang overlapping atau tumpang tindih (Owen, 1995).

Spektrum derivatif diperoleh dengan membuat absorban dan transmitan

derivatif orde pertama atau orde lebih tinggi yang terkait dengan panjang

gelombang (ΔA / Δλ) sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrum dapat

(9)

sehingga berguna jika analit adalah dua komponen yang mengabsorpsi radiasi

pada sisi pita absorpsi dari komponen yang mengganggu (Satiadarma, dkk.,

2004).

Pada spektrofotometri konvensional, spektrum serapan merupakan plot

serapan (A) terhadap panjang gelombang (λ). Pada spektrofotometri derivatif, plot

serapan terhadap panjang gelombang dimana:

A = f (λ)

, order nol

dA

/ dλ =

f’ (λ), order pertama

d

2

A

/ dλ

2

=

f” (λ)

, order kedua

dan seterusnya (Owen, 1995).

Menurut Talsky (1994), sesuai dengan hukum Lambert-Beer, maka ada

hubungan linier antara konsentrasi dengan absorbansi untuk semua orde pada

spektrofotometri derivatif adalah:

dA

/ dλ =

�� (1%, 1 ��)

��

x bc

d

2

A

/ dλ

2

=

�²� ( 1%,1 ��) d�²

x bc

d*A

/ dλ* =

�˟∗� ( 1%,1 ��)

d�∗˟

x bc

(10)

Gambar 2.1Kurva serapan derivat pertama sampai derivat keempat(Talsky, 1994).

Ada tiga aplikasi spektrofotometri derivatif yang sering digunakan dalam

analisa kuantitatif antara lain metode zero crossing, metode peak to peak dan

metode multivariate spectrophotometric calibration (Talsky, 1994).

Panjang gelombang zero crossing adalah panjang gelombang dimana

senyawa tersebut mempunyai serapan nol dan menjadi panjang gelombang

analisis untuk zat lain dalam campurannya. Metode zero crossing memisahkan

campuran dari spektrum derivatifnya pada saat panjang gelombang komponen

pertama tidak ada sinyal. Pengukuran pada zero crossing tiap komponen dalam

campuran merupakan fungsi tunggal konsentrasi dari yang lainnya (Nurhidayati,

2007).

Panjang gelombang serapan maksimum suatu senyawa pada spektrum

normal akan menjadi panjang gelombang zero crossing pada spektrum derivatif

pertama, panjang gelombang tersebut tidak mempunyai serapan atau dA / dλ = 0

(Munson, 1984).

(11)

satu, maka yang dipilih untuk dijadikan panjang gelombang analisis adalah

panjang gelombang zero crossing yang serapan pasangannya dan campurannya

persis sama, karena pada panjang gelombang tersebut dapat secara selektif

mengukur serapan senyawa pasangannya dan memiliki serapan yang paling besar.

Pada serapan yang paling besar, serapannya lebih stabil sehingga kesalahan

analisis dapat diperkecil (Nurhidayati, 2007). Kurva sederhana aplikasi zero

crossing dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2Kurva sederhana aplikasi zero crossing (Talsky, 1994).

Metode spektrofotometri derivatif dapat digunakan untuk analisis

kuantitatif zat dalam campuran dimana spektrumnya mungkin tersembunyi dalam

suatu bentuk spektrum besar yang saling tumpang tindih dengan mengabaikan

proses pemisahan zat terlebih dahulu. Spektrum dalam bentuk ini menghasilkan

profil yang lebih rinci yang tidak terlihat pada spektrum normal (Connors, 1982).

2.4.1 Komponen Spektrofotometer derivatif

(12)

Biasanya spektrofotometer telah mempunyai software untuk mengolah

data yang dapat dioperasikan melalui komputer yang telah terhubung dengan

spektrofotometer. Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif

terhadap spektra pada spektrofotometri UV-Visibel (Moffat, dkk., 2005).

2.4.2 Kegunaan spektrofotometri derivatif

Teknik spektrofotometri derivatif menawarkan beberapa keuntungan

dibandingkan dengan spektrofotometri konvensional seperti spektrum derivatif

yang diukur dapat digunakan untuk meningkatkan perbedaan antara spektrum

yang dianalisis, untuk menyelesaikan pita serapan analit yang tumpang tindih

dalam analisis kualitatif dan yang paling penting untuk mengurangi efek

interferensi dari hamburan sinar, matriks, atau senyawa menyerap lainnya dalam

analisis kuantitatif (Owen, 2000).

Spektrofotometri derivatif banyak digunakan untuk zat-zat dalam suatu

campuran yang spektrumnya saling mengganggu dan saling tumpang tindih atau

overlapping dimana zat-zat tersebut dapat larut dalam pelarut yang sama serta

memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang yang berdekatan (Watson,

2005).

Beberapa keuntungan dari spektrofotometri derivatif antara lain yaitu

spektrum derivatif memberikan gambaran struktur yang terinci dari spektrum

serapan dan gambaran ini makin jelas dari spektrum derivatif pertama hingga ke

derivatif keempat (Munson, 1984).

(13)

derivatif relatif lebih sederhana, alat dan biaya operasionalnya lebih murah dan

waktu analisisnya lebih cepat (Nurhidayati, 2007).

2.5 Validasi Metode Analisis

Tujuan utama yang harus dicapai dari suatu kegiatan analisis kimia adalah

dihasilkannya data hasil uji yang absah (valid). Secara sederhana hasil uji yang

absah dapat digambarkan sebagai hasil uji yang mempunyai akurasi (accuracy)

dan presisi (precission) yang baik. Validasi adalah suatu tindakan penilaian

terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk

membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk

penggunaannya (Harmita, 2004).

Validasi metode analisis dilakukan dengan uji laboratorium, dengan

demikian dapat ditunjukkan bahwa karakteristik kinerjanya telah memenuhi

persyaratan untuk diterapkan dalam analisis senyawa atau sediaan yang

bersangkutan (Satiadarma, dkk., 2004). Parameter analisis yang ditentukan pada

validasi adalah akurasi, presisi, limit deteksi, limit kuantitasi, kelinieran dan

rentang (Rohman, 2007).

2.5.1 Akurasi

Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan

hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen

perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan dan dapat ditentukan

melalui dua cara yaitu metode simulasi (spiked placebo recovery) dan metode

penambahan bahan baku atau standard addition method (Harmita, 2004).

(14)

(plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan

kadar standar yang ditambahkan atau kadar sebenarnya. Jika plasebo tidak

memungkinkan untuk disiapkan, maka sejumlah analit yang telah diketahui

konsentrasinya dapat ditambahkan langsung ke dalam sediaan farmasi. Ini

dinamakan metode penambahan baku standar (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004) dalam metode adisi (penambahan bahan baku),

sejumlah sampel yang dianalisis ditambah analit dengan konsentrasi biasanya

80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan, dicampur dan dianalisis

kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya.

Menurut Harmita (2004), dalam kedua metode tersebut, persen perolehan

kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang

sebenarnya:

%

Perolehan Kembali

=

CF- CA

CA*

×100%

Keterangan: CF = Kadar zat dalam sampel setelah penambahan larutan baku

CA = Kadar zat dalam sampel sebelum penambahan larutan baku

CA* = Kadar larutan baku zat yang ditambahkan

2.5.2 Presisi

Presisi adalah derajat kesesuaian di antara masing-masing hasil uji, jika

prosedur analisis ditetapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil

dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi standar atau deviasi

standar relatif (Satiadarma, dkk., 2004).

(15)

memenuhi persyaratan jika < 10 – 20% (Ermer dan McB Miller, 2005).

Simpangan baku relatif dapat ditentukan dengan rumus:

Simpangan baku relatif (SBR) =

×

100

%

X

SB

2.5.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah nilai parameter, yaitu konsentrasi analit terendah yang

dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan

blanko (Harmita, 2004).

Batas deteksi merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan

apakah analit yang dianalisis berada di atas atau di bawah nilai tertentu. Menurut

Harmita (2004), batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Batas deteksi (LOD) =

slope

SB

x

3

Menurut Harmita (2004), batas kuantitasi adalah jumlah analit terkecil

dalam sampel yang masih dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan

memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas kuantitasi dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut:

Batas kuantitasi (LOQ) =

slope

SB

x

10

2.5.4 Linearitas

(16)

yang digunakan pada kurva kalibrasi yang diperoleh dari persamaan y = ax + b.

Persamaan garis akan menghasilkan koefisien korelasi (r). Koefisien korelasi

inilah yang digunakan untuk mengetahui linieritas suatu metode analisis.

Kelinieran suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan bahwa

nilai hasil uji langsung atau setelah diolah secara matematika, proporsional

dengan konsentrasi analit dalam sampel dalam batas rentang konsentrasi tertentu

(Satiadarma, dkk., 2004).

2.5.5 Rentang

Rentang adalah konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu

metode analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang cukup. Rentang

suatu prosedur dapat divalidasi lewat pembuktian bahwa prosedur analitik

tersebut mampu memberikan presisi, akurasi dan linieritas yang dapat diterima

ketika digunakan untuk menganalisis sampel (Ermer dan McB Miller, 2005).

2.6 Analisis Kandungan Kafein dan Vitamin C dalam Minuman Berenergi

(17)

Gambar

 Gambar 2.1 15
Gambar 2.1Kurva serapan derivat pertama sampai derivat keempat(Talsky, 1994).
Gambar 2.2Kurva sederhana aplikasi zero crossing  (Talsky, 1994).

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam dunia arsitektur, Post Modern menunjuk pada suatu proses atau kegiatan dan dapat dianggap sebagai sebuah langgam, yakni langgam Postmodern Dalam kenyataan hasil karya

Surat undangan ini disamping dikirimkan melalui e-mail juga akan ditempatkan dalam pengumuman / berita LPSE Provinsi Jawa Tengah, oleh karenanya Pokja 3 tidak dapat menerima

Demikian Penetapan ini kami buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.. Semarang, 9

Demikian Penetapan ini kami buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.. Semarang, 9

- Nama Paket Pekerjaan Yang benar dalam SPSE dan Dokumen Pengadaan adalah : Pengadaan Alat Kesehatan RSUD Bagas Waras Jalan Raya Ir Soekarno Km 2 Kelurahan Buntalan (2POA). -

Soekarno Km.2 Kelurahan Buntalan (2P0A)dinyatakan tidak ada peserta lelang yang memenuhi persyaratan sesuai ketentuan dalam Standard Dokumen Pengadaan (Berita Acara

Demikian Penetapan ini kami buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.. Semarang, 9

[r]