• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Profesi di bidang hukum sangat banyak sesuai dengan bidang serta

kewenangan dan tugasnya. Macam-macam profesi di bidang hukum yaitu: Hakim,

Jaksa, Polisi, Advokat, serta Notaris. Penegak hukum diharapkan memiliki

kemampuan, kejujuran, dan kecermatan karena hal tersebut yang dibutuhkan dalam

menjalankan kewenangannya masing-masing.

Profesi hukum sebagai profesi terhormat, terdapat nilai-nilai moral profesi

yang harus ditaati oleh aparatur hukum yang menjalankan profesi tersebut, yaitu

sebagai berikut: Kejujuran, Otentik, Bertanggung jawab, Kemandirian moral, dan

Keberanian moral.1

Notaris sebagai salah satu pilar penegakan hukum nasional, dalam

menjalankan profesinya selain harus berdasarkan pada Undang-undang, juga harus

memegang teguh nilai-nilai moral profesi tersebut. Notaris merupakan profesi hukum

dan dengan demikian profesi Notaris adalah suatu profesi mulia (officium nobile), hal tersebut dikarenakan profesi Notaris sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan.

Akta yang dibuat oleh notaris dapat menjadi alas hukum atas status harta benda, hak

dan kewajiban seseorang. Kekeliruan atas akta Notaris dapat menyebabkan

tercabutnya hak seseorang atau terbebaninya seseorang atas suatu kewajiban.2

1

Abdulkadir Muhammad.Etika Profesi Hukum.PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.hlm. 4

2Abdul Ghofur Anshori.Lembaga Kenotariatan Indonesia,Perspektif Hukum dan Etika.UII

Press, Yogyakarta, 2009. hlm. 46

(2)

Menurut Tan Thong Kie dalam bukunya yang berjudul Studi Notariat dan

Serba-serbi Praktek Notaris bahwa kedudukan seorang Notaris sebagai suatu

fungsionaris dalam masyarakat hingga sekarang dirasakan masih disegani. Seorang

Notaris biasanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat

memperoleh nasihat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta

ditetapkannya adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam proses

hukum.3

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan

kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa notaris adalah pejabat

umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik

tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Akta otentik yang dibuat oleh

atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN

No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Di dalam menjalankan tugasnya notaris

harus berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan

kepercayaan dan terhormat (nobel profesion). Sebagai pejabat umum yang terpercaya, akta-aktanya harus menjadi alat bukti yang kuat apabila terjadi sengketa hukum di

pengadilan.4

Notaris sebagai salah satu profesi di bidang hukum yang juga merupakan

salah satu pilar penegakan hukum nasional, telah mendapat legitimasi dalam sistem

hukum nasional melalui UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor

3 Kie Tan Thong, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris. PT Ichtiar Baru Van

Hoeve, Jakarta. 2011. hlm 444

4Marsudi Triatmojo. “Fakultas Hukum UGM sebagai Lembaga Pendidikan Notaris,Artikel

(3)

30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang termuat dalam Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014.

Menurut Pasal 15 yang ketentuan ayat 1 dan 2 diubah pada UU Nomor 2

Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris bahwa seorang notaris mempunyai kewenangan membuat akta otentik

mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan

perundang-undangan dan atau dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,

menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu

sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada

pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang, penyuluhan hukum

sehubungan dengan pembuatan akta dan juga membuat akta-akta yang berkaitan

dengan pertanahan juga dapat diberikan oleh Notaris.

Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta yag

memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada

notaris. Menurut Soebekti, yang dinamakan surat akta adalah tulisan yang

semata-mata dibuat untuk membuktikan suatu hal atau peristiwa, karenanya suatu akta selalu

ditandatangani.5

Profesionalisme kerja seorang notaris mensyaratkan ada tiga watak kerja,

yaitu :

1. Bahwa kerja itu merefleksikan adanya itikat untuk merealisasikan kebajikan yang

dijunjung tinggi dalam masyarakat, yang oleh karena itu tak akanlah kerja itu

(4)

mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materil untuk para pelakunya,

melainkan tegaknya kehormatan diri

2. Bahwa kerja itu dikerjakan berdasarkan kemahiran teknis yang bermutu tinggi,

yang karena itu amat mensyaratkan adanya pendidikan dan pelatihan yang

berlangsung bertahun-tahun secara ekslusif dan berat ; serta

3. Bahwa kualitas teknis dan moral yang amat disyaratkan dalam kerja-kerja

pemberian jasa profesi ini dalam pelaksanaanya harus menundukkan diri pada

kontrol sesama warga terorganisasi, berdasarkan kode etik yang dikembangkan

dan disepakati bersama di dalam organisasi tersebut yang pelanggarannya akan

konsekuensi di bawanya sipelanggar kehadapan dewan kehormatan.6

Oleh karenanya seorang notaris dalam menjalankan profesinya, tidak sekedar

dibatasi oleh norma-norma hukum atau norma-norma kesusilaan yang berlaku secara

umum, tetapi juha harus patuh terhadap ketentuan-ketentuan etika profesi yang diatur

dalam kode etik profesi. Mengingat masalah kode etik notaris ini sangat penting di

dalam pembangunan hukum nasional terutama dari segi materi hukum, maka dalam

hal ini kode etik notaris harus dibuat sebaik mungkin agar dapat membatasi para

notaris dalam bertingkah laku atau melakukan suatu perbuatan dalam lalu lintas

hukum agar sesuai dengan apa yang digariskan oleh kode etik profesi serta dewan

kehormatan kode etik harus menetapkan sanksi terhadap anggota yang melanggar

kode etik karena menurut Prof Soebekti, SH bahwa fungsi dan tujuan kode etik dalam

6 Soetandyo Wignjosoebroto, Profesi Profesionalisme dan Etika Profesi, Media Notariat,

(5)

suatu kalangan profesi adalah menjunjung tinggi martabat profesi, dan menjaga atau

memelihara kesejahteraan para anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan.7

Dari uraian tersebut di atas, terkait dengan permasalahan kode etik serta

tanggung jawab hukum Notaris dalam menjalankan profesinya, terdapat kasus

pembuatan akta Notaris yang didasari atas perbuatan melawan hukum yang menarik

untuk dikaji. Kasus tersebut terjadi di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah yang

telah diputus oleh Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 1014 K/PID/2013.

Secara singkat permasalahan yang terjadi dalam kasus yang melibatkan

notaris pada Putusan Mahkamah Agung nomor 1014 K/PID/2013 sebagai berikut :

Bahwa awalnya Terdakwa dalam kedudukan sebagai Notaris, diminta oleh

Robby Sumampao (diajukan penuntutannya dalam berkas terpisah) selaku Ketua

Badan Pembina Yayasan, untuk memproses penyesuaian Badan Hukum Yayasan

Bhakti Sosial Surakarta (YBSS) dalam rangka menyesuaikan dengan

Undang-Undang Yayasan yang baru yaitu Undang-Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang

perubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.

Dalam kenyataan di lapangan, Notaris dalam menjalankan tugas dan

jabatannya seringkali tidak mempedomani ketentuan UU No. 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris, seperti kasus tersebut di atas dimana secara nyata terbitnya Akta

Berita Acara Rapat Yayasan Bhakti Sosial Surakarta Nomor: 58 tanggal 15 April

2008 sebagai akta otentik produk notaris Ninoek Poernomo, S.H., tidak berdasarkan

7 Iwan Budisantoso, 2011, diakses dari

(6)

fakta kejadian yang sebenarnya namun telah dibuat terlebih dahulu dalam bentuk

draft sebelum adanya pertemuan atau rapat di rumah Robby Sumampao di Komplek

Hailai di Jalan Adi Sucipto Nomor 146, Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan, Kota

Surakarta.

Pada saat pertemuan atau rapat tersebut, para pihak yang hadir

menandatangani Akta yang bentuknya masih draft dan pihak yang tidak hadir diminta

tanda tangan pada waktu dan tempat yang berlainan serta tidak ada kejadian nyata

seluruh pembina Yayasan maupun seluruh Pengurus Yayasan yang datang

menghadap Terdakwa selaku Notaris untuk menerbitkan Akta Berita Acara Rapat

Yayasan Bhakti Sosial Surakarta.

Terkait dengan kasus ini, sangat menarik untuk diketahui pertanggungjawaban

notaris dalam melaksanakan tugasnya sebagai pejabat publik terhadap akta yang

diterbitkan menimbulkan perkara pidana (studi Putusan Mahkamah Agung Nomor

1014 K/PID/2013).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka

permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana tanggung jawab notaris dalam pelaksanaan tugas pembuatan akta

yang menimbulkan perkara pidana berkaitan dengan Putusan Mahkamah Agung

Nomor 1014 K/PID/2013 ?

2. Bagaimana akibat hukum terhadap penerbitan akta notaris yang menimbulkan

perkara pidana berkaitan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014

(7)

3. Apa sajakah hal-hal yang membuat seorang notaris terlibat tindak pidana

khususnya dalam hal pemalsuan akta notaris berkaitan dengan Putusan

Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013 ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan dalam penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris dalam pelaksanaan tugas pembuatan

akta yang menimbulkan perkara pidana dalam kasus Putusan Mahkamah Agung

Nomor 1014 K/PID/2013.

2. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap akta notaris yang menimbulkan

perkara pidana dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014

K/PID/2013.

3. Untuk mengetahui hal-hal yang membuat seorang notaris terlibat tindak pidana

khususnya dalam hal pemalsuan akta dalam kasus Putusan Mahkamah Agung

Nomor 1014 K/PID/2013.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Secara Teoritis

Memberikan bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu

(8)

menimbulkan perkara pidana serta pertanggungjawaban notaris terhadap akta

yang dibuatnya tersebut

2. Secara Praktis

Sebagai masukan bagi Notaris maupun calon-calon Notaris, agar lebih berhati

hati dalam menjalankan tugas dan jabatannya dalam pembuatan akta otentik,

karena setiap akta yang telah dibuat oleh notaris harus dapat

dipertanggungjawabkan baik secara perdata maupun pidana.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di Magister Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Pertanggungjawaban Notaris

Dalam Melaksanakan Tugasnya sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang

Diterbitkannya Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung

Nomor 1014 K/PID/2013) belum pernah ditemukan judul atau penelitian terhadap

masalah tersebut diatas. Namun demikian terdapat penelitian yang berjudul :

1. Kewenangan Notaris dalam Status tersangka Menjalankan Tugas sebagai Pejabat

Umum Membuat Akta Otentik oleh Edi Natasari Sembiring NIM : 077011016.

2. Kajian Yuridis Tentang Pelaksanaan Tugas Notaris Dalam Kaitannya dengan

Aspek Pidana oleh Lindawati, NIM : 057011050

3. Pertanggungjawaban Pidana Dan Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam

Melaksanakan Tugas Profesinya oleh Bahana Surya Tarigan (NIM. 067011023).

Pokok permasalahan hanya membahas secara formil dan normatif serta tidak

(9)

Berdasarkan uraian tersebut, bahwa penulisan ini tidak mempunyai kesamaan

latar belakang dan pokok permasalahan yang akan diteliti. Sehingga penelitian ini

dapat dinyatakan belum pernah dilakukan dan dapat dibuktikan keasliannya.

F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori

Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau

proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.8Fungsi teori dalam penelitian ini

adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala

yang diamati.9Kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau

butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi

bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui atau tidak disetujui,

yang merupakan masukan eksternal bagi penelitian ini.10Menurut Soerjono Soekanto

bahwa kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,

aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori. 11 Teori yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teori keadilan dan teori pertanggungjawaban.

Teori Pertanggungjawaban menjelaskan bahwa seseorang bertanggungjawab

secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab

hukum. Hans Kelsen membagi pertanggungjawaban menjadi 4 macam yaitu :12

8

Soerjono Soekanto.Pengantar Penelitian Hukum.Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1996. hlm. 18

9 JJJ. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Jilid I, Penyunting M. Hisyam UI Press,

Jakarta, 2005, hlm. 203

10M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 2002, hlm. 80

11Ibid. hlm. 19

12Hans Kelsen, Terjemahan Raisul Mutaqien, Teori Hukum Murni. Nuansa & Nusa Media.

(10)

a. Pertanggungjawaban individu yaitu pertanggungjawaban yang harus

dilakukan terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri

b. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seseorang individu

bertanggungjawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan orang lain.

c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seseorang

individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena

sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian.

d. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu

bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja

dan tidak menimbulkan kerugian.

Teori tanggung jawab dalam hal ini dikaitkan dengan tanggung jawab Notaris

dalam hal pemalsuan surat yang merupakan tindak pidana dimana di dalam UU

nomor 30 Tahun 2004 maupun UU nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang

tidak mengatur mengenai tanggung jawab pidana seorang notaris dari akta yang telah

dibuatnya.13

Mempertanggungjawabkan seseorang dalam hukum pidana bukan hanya

berarti sah menjatuhkan pidana terhadap orang itu tetapi juga sepenuhnya dapat

diyakini bahwa memang pada tempatnya meminta pertanggungjawaban pidana,

pertama merupakan keadaan yang ada pada pembuat diri ketika melakukan tindak

13Putu Vera Purnama Diana, Pertanggung Jawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta

Berdasarkan Pemalsuan Surat Oleh Para Pihak, Program Pascasarjana Universitas Udayana,

(11)

pidana. Kemudian pertanggungjawaban pidana juga berarti menghubungkan antara

keadaan pembuat tersebut dengan perbuatan dan sanksi yang sepatutnya dijatuhkan.

Sanksi adalah alat pemaksa selain hukuman, juga untuk mentaati ketetapan yang

ditentukan dalam peraturan atau perjanjian.14

Teori Keadilan dikaitkan dengan apakah hukuman yang dijatuhkan telah

memenuhi rasa keadilan atau tidak. Teori Hukum Alam sejak Socrates hingga

Francois Geny, tetap mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori

Hukum Alam mengutamakan “the search for justice”.15

Pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa didapatkan dalam karya

nichomachean ethics, politics,dan rethoric. Lebih khusus, dalam bukunicomachean

ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang berdasarkan filsafat umum

Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukum, “karena hukum hanya

bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”.16

Aristoteles kemudian membedakan keadilan menjadi jenis keadilan distributif

dan keadilan korektif. Keadilan yang pertama berlaku dalam hukum publik, yang

kedua dalam hukum perdata dan pidana.

Keadilan korektif berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah. Apabila

suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan, maka keadilan korektif

14Habib Adjie,Sanksi Perdata dan Sanksi Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat

Publik,Refika Aditama, Bandung, 2008. hlm 189-190.

15Theo Huijbers.Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Cet VIII, Kanisius, Yogyakarta,

1995. hlm. 196.

16 Carl Joachim Friedrich. Filsafat Hukum Perspektif Historis. Nuansa dan Nusamedia,

(12)

berusaha memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak yang dirugikan; jika

suatu kejahatan telah dilakukan, maka hukuman yang pantas perlu diberikan kepada

si pelaku. Bagaimanapun, ketidakadilan akan mengakibatkan terganggu tentang

“kesetaraan” yang sudah mapan atau telah terbentuk. Keadilan korektif bertugas

membangun kembali kesetaraan tersebut. Uraian tersebut nampak bahwa keadilan

korektif merupakan wilayah peradilan sedangkan keadilan distributif merupakan

bidangnya pemerintah.17

Notaris diangkat oleh Menteri tertuang dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004. Pasal 3 UUJN Nomor 2 Tahun 2014, syarat untuk dapat diangkat

menjadi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:

1. Warga Negara Indonesia

2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

3. Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun

4. Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan sehat dari

dokter atau psikiater

5. Berijazah Sarjana Hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan

6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan

Notaris dalam waktu 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada Kantor

Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi organisasi Notaris setelah

lulus Strataidan/kenotariatan, dan

(13)

7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak

sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang untuk

dirangkap dengan jabatan Notaris.

8. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana

yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Di dalam UU Nomor 30 Tahun 2004 yang kemudian direvisi menjadi UU

Nomor 2 Tahun 2014 tentang jabatan notaris, pengaturan tentang pemberhentian

notaris oleh Menteri diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 14 Pemberhentian

tersebut dapat berupa pemberhentian sementara, dan pemberhentian dengan hormat

dan pemberhentian dengan tidak hormat. Pada Pasal 8 UU Nomor 30 Tahun 2004

tidak mengalami perubahan pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014, sehingga

Pasal 8 angka 1 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 menyatakan bahwa Notaris berhenti

atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:

1. Meninggal dunia

2. Telah berumur 65 (enampuluh lima) tahun

3. Permintaan sendiri

4. Tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas

jabatannya sebagai Notaris secar terus-menerus lebih dari 3 (tiga) tahun, atau

5. Merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.

Di dalam Pasal 9 UUJN Nomor 2 Tahun 2014 menyatakan bahwa Notaris

(14)

1. Dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang.

2. Berada dibawah pengampuan

3. Melakukan perbuatan tercela

4. Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

5. Sedang menjalani masa penahanan

Pasal 12 UU Nomor 30 Tahun 2004 tidak mengalami perubahan pada

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014, sehingga Pasal 12 UU Nomor 30 Tahun 2004

menyatakan bahwa Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh

Menteri atas usulan dari Majelis Pengawas Pusat apabila:

1. Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap.

2. Berada dibawah pengampuan secara terus-menerus lebih dari 3 (tiga) tahun.

3. Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan

Notaris, atau

4. Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

2. Kerangka Konsepsi

Kerangka konsep mengandung makna adanya stimulasi dan dorongan

konseptualisasi untuk melahirkan suatu konsep baginya atau memperkuat

keyakinannya akan konsepnya senidiri mengenai suatu permasalahan.18 Peranan

konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara

(15)

abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi

yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.”19

Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian

yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum,20. Oleh karena itu untuk

menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap isitlah-istilah yang digunakan

dalam penelitian ini, maka didefinisikan beberapa konsep penelitian agar diperoleh

hasil penelitian yang sesuai, yaitu :

1. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan

kewenangan lainya sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 2 Tahun 2014

tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

2. Akta notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris

menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN No. 2 Tahun 2014

tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004

3. Pertanggungjawaban individu notaris secara pidana adalah pertanggungjawaban

yang dijalankan oleh notaris atas akta yang telah diterbitkannya yang

dikemudian hari ternyata menimbulkan perkara pidana dan menimbulkan

kerugian kepada para klien.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis dari penelitian ini menggunakan yuridis normatif yaitu dengan

menekankan pada data-data sekunder dengan mempelajari dan mengkaji asas-asas

19Samadi Suryabrata.Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998. hlm. 3

(16)

hukum positif yang berasal dari data kepustakaan dan perbandingan hukum, serta

unsur-unsur atau faktor-faktor yang berhubungan dengan objek penelitian sebagai

bagian dari penelitian lapangan. Titik berat penelitian tertuju pada penelitian

kepustakaan yang berarti akan lebih banyak menelaah dan mengkaji data sekunder

sebagai pendekatan yuridis normatif karena masalah yang diteliti berkisar mengenai

keterkaitan peraturan yang satu dengan lainnya dan penerapannya dalam masyarakat.

2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

merupakan bahan-bahan hukum yang terdiri dari:21

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat yang terdiri

dari:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

4) Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

6) Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013

7) Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk serta

penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari buku-buku literatur,

21Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji.Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat.

(17)

makalah, artikel, hasil penelitian, dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan

dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri

dari:

1) Kamus Umum Bahasa Indonesia

2) Kamus Hukum

3) Kamus Inggris-Indonesia

4) Ensiklopedia

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen,

yaitu mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan permasalahan yang diajukan,

dengan cara mempelajari serta menelaah buku-buku, hasil-hasil penelitian,

bahan-bahan hukum dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait.

4. Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi

berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, literatur-literatur hingga dapat

menjawab permasalahan dari penelitian ini.

Semua data yang diperoleh kemudian dikelompokkan atas data yang sejenis

untuk kepentingan analisis, dan disusun secara logis sistematis untuk selanjutnya

ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan

adalah merupakan jawaban atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan

Referensi

Dokumen terkait

Tanggung jawab Notaris apabila terbukti secara pidana telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka Notaris dapat dijatuhi hukuman pidana dan akta

Permasalahan yang timbul adalah berkaitan dengan bagaimana tanggung jawab notaris terhadap keabsahan tanda tangan dalam akta yang dibuatnya lalu dapatkah notaris

Seorang Notaris bertanggung jawab atas akta yang dibuatnya, oleh karena itu, prosedur.. pembuatan akta oleh Notaris harus sesuai dengan perundangan

Judul Tesis : Analisa Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum Terhadap Akta Yang Dibuat Dan Berindikasi Perbuatan Pidana.. Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji

Notaris bertanggung jawab terhadap akta yang dibuat dihadapannya yang mengandung cacat hukum, atau tidak memenuhi syarat formal.Disini notaris mempunyai tanggung

Tanggung jawab Notaris apabila terbukti secara pidana telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka Notaris dapat dijatuhi hukuman pidana dan akta

“Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum bagi Notaris secara Perdata Terhadap Akta yang Dibuatnya”.. Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu,

Ida Bagus Agung Putra Santika, SH, M.Kn Notaris tetap mempunyai suatu tanggung jawab terkait setiap akta yang sudah dibuatnya walaupun didalam UUJN tidak mewajibkan untuk menyimpan akta