TUGAS UJIAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas Program Studi Profesi Kedokteran
Bagian Ilmu Penyakit THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Disusun oleh:
Muhammad Bramantyo Tantripala 1406162021
Penguji:
dr. H.R.Krisnabudhi, Sp.THT-KL dr. Dadang Chandra, Sp.THT-KL
dr. Deliana
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT PERIODE 20 Maret 2017 – 22 April 2017 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIBINONG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Muhammad Bramantyo Tantripala
NIM : 406162021
Fakultas : Kedokteran Universitas Tarumanagara
Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT-KL RSUD Cibinong
Diajukan : 20 Maret 2017 – 22 April 2017
Judul : Tugas Ujian
Cibinong, 22 April 2017
Pembimbing Bagian Ilmu Penyakit THT-KL RSUD Cibinong
FISIOLOGI ALIRAN UDARA PERNAPASAN PADA HIDUNG DAN MEKAINISME PENGHIDU
a. Fisiologi aliran udara pernapasan
Hidung merupakan organ yang berperan penting pada proses pernapasan karena merupakan tempat masuknya udara selain mulut. Proses masuknya udara atau di sebut inspirasi di tunjang oleh kartilago lateralis superior dan inferior di bagian depan, ditentukan oleh hasil efek nares anterior. Udara masuk kedalam hidung dengan arah hampir vertical, membelok 80 sampai 90 derajat kearah bawah, bergabung dengan aliran dari sisi hidung satunya di bagian belakang lalu menuju faring sehingga aliran udara berbetuk lengkungan atau arkus. Benturan udara dengan adenoid membantu adenoid menjalankan fungsinya untuk menjajaki partikel yang di dalam kripta dan menjalankan reaksi imunologik. Pada pernapasan ekspirasi sebenarnya terjadi hal yang sama seperti yang terjadi pada pernapasan inspirasi, namun ada obstruksi relatif di katup nasal anterior sehingga menyebabkan perputaran arus yang kembali ke belakang lalu bergabung dengan aliran dari nasofaring.. Aliran udara pada hidung hanya sebesar 1-2mm. Pada hidung terdapat 50% tahanan atau hambatan jalur pernapasan dari seluruh traktus respiratorius. Katup anterior sebagai bagian traktus respiratorius paling sempit, dibelakangnya ada
b. Mekanisme Penghidu
Fungsi penghidu oleh hidung di bantu oleh mukosa olfaktorius, suatu bercak mukosa berukuran 3cm2 di atap rongga hidung, mengandung tiga jenis sel yaitu: sel
beberapa silia panjang yang berjalan ke permukaan mukosa. Silia ini mengandung tempat untuk mengikat odoran, molekul yang dapat dicium baunya. Proses odoran untuk mencapai reseptor sensitif hanya berlangsung dengan cara difusi ke mukosa olfaktorius yang terletak di atas jalur normal aliran udara. Tindakan mengendus akan meningkatkan proses ini dengan menarik arus udara ke arah dalam rongga hidung sehingga lebih banyak molekul odiferous di udara yang berkontak dengan mukosa olfaktorius. Odoran juga mencapai mukosa olfaktorius sewaktu makan dengan menghembus ke hidung dan mulut melalui faring. Agar dapat dibaui, suatu bahan harus 1. Cukup mudah menguap sehingga sebagian molekulnya dapat masuk ke hidung melalui udara inspirasi dan 2, cukup larut air sehingga dapat masuk ke lapisan mukus yang menutupi mukosa olfaktorius.
mitral, tempat berakhirnya reseptor olfaktorius di glomerulus menyempurnakan sinyal bau dan melanjutkan sinyal tersebut ke otak untuk proses lebih lanjut. Serat-serat yang meninggalkan bulbus olfaktorius berjalan dalam dua rute berbeda: 1. Sebuah rute subkorteks yang terutama menuju ke daerah-daerah sistem limbik, khususnya sisi medial bawah lobus temporalis (korteks penciuman primer). Rute ini, yang mencakup hipotalamus, memungkinkan koordinasi erat antara bau dan reaksi, 2. Sebuah rute melalui talamus ke korteks. Seperti indera lain, rute korteks penting unutk persepsi sadar dan diskriminasi halus bau.
Gambaran Transluminasi Sinus Paranasal
Transluminasi sinus umumnya hanya memberikan informasi objektif atas sinus maksila dan frontal saja. Pada transluminasi sinus maksila, dalam kamar gelap suatu sumber cahaya diletakkan dalam mulut pasien tepatnya kearah palatum durum, dengan mata pasien terbuka. Jika sinus normal, tiga hal yang harus diperhatikan: 1. Refleks pupil merah, 2. Bayangan sinar bulan sabit yang sesuai dengan posisi kelopak mata bawah, dan 3. Sensasi sinar dalam mata jika mata ditutup. Jika refleks pupil merah dan bayangan sinar bulan sabit tidak ada, antrum mungkin terkena. Perhatikan kedua sisi sekaligus dan tentukan sisi mana yang mengalami gangguan. Lapangan bawah transluminasi tidak perlu diperhatikan karena densitas dinding depan antrum sangat bervariasi, terlepas dari ada atau tidaknya penyakit. Akan tetapi dinding atas antrum terlihat lebih uniform pada semua kasus, dan memberikan kesan yang sama dalam perbandingan sinar transluminasi melalui planum orbita. Jika satu sisi terlihat lebih tebal karena eksudat, maka akan terjadi gangguan transmisi sinar, sehingga bayangan sinar menjadi redup. Pada sinus maksila sehat, sensasi sinar akan terlihat merah saat dilakukan transluminasi sedangkan pada sinusitis akan terlihat gelap ataupun tidak ada sinar.