• Tidak ada hasil yang ditemukan

Informasi dan Komunikasi Harus Menjadi B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Informasi dan Komunikasi Harus Menjadi B"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Mengapa ? Informasi dan Komunikasi Harus

Menjadi Bidang Tugas Alat Kelengkapan DPD RI

1

Hingga usia yang ke delapan tahun, sesungguhnya ada pertanyaan yang hingga kini menyeregap, yang hingga kini belum terjawab oleh DPD RI. Pertanyaannya sangat mendasar sekali. Terlepas dari lemahnya fungsi dan kewenangan DPD RI --- jika DPD RI merupakan partner DPR RI dalam proses legislasi yang secara de jure diwujudkan dalam pemberian pertimbangan, pandangan dan pendapat atas RUU, tetapi mengapa keterlibatan DPD RI tersebut hanya ada bidang-bidang tertentu saja ? tidak semua RUU yang sedang dibahas di DPR RI dimintakan pertimbangan, pandangan dan pendapatnya kepada DPD RI. Begitu pula – jika salah satu tugas dan kewenangan DPD RI adalah melakukan pengawasan atas pelaksanaan sebuah undang-undang, mengapa pengawasan tersebut tidak dilakukan terhadap semua undang-undang yang telah diundangkan ?

Komite sebagai salah satu alat kelengkapan DPD RI dapat disejajarkan kedudukannya dengan Komisi sebagai alat kelengkapan DPR RI. Seluruh bidang tugas yang menjadi tanggung jawab ke sebelas Komisi DPR RI dibagi ke dalam empat Komite yang ada di DPD RI. Komite I membidangi otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah serta antar-daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan antar-daerah; pemukiman dan kependudukan; pertanahan dan tata ruang; serta politik, hukum, dan hak asasi manusia (HAM). Komite II membidangi pertanian dan perkebunan; perhubungan; kelautan dan perikanan; energi dan sumber daya mineral; kehutanan dan lingkungan hidup; pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan daerah tertinggal; perindustrian dan perdagangan; penanaman modal; dan pekerjaan umum. Komite III

(2)

membidangi pendidikan; agama; kebudayaan; kesehatan; pariwisata; pemuda dan olahraga; kesejahteraan sosial; pemberdayaan perempuan dan ketenagakerjaan. Dan Komite IV membidangi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN); pajak; perimbangan keuangan pusat dan daerah; lembaga keuangan; dan koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah.

Membaca dan memperhatikan seluruh bidang yang menjadi lingkup kerja Komite di DPD RI, maka “informasi dan komunikasi” adalah salah satu dari bidang yang tidak menjadi lingkup tugas DPD RI. Tentu hal ini sangat mengherankan. Ditengah keterbukaan arus informasi dan komunikasi serta teknologi informasi dan komunikasi yang demikian canggih, DPD RI tidak menaruh perhatian atas informasi dan komunikasi. Bukankah sejatinya kehadiran DPD RI adalah hasil dukungan dari masyarakat dan daerah atas amandemen UUD 1945 ? serta bukankah kelahiran DPD RI adalah buah dari arus informasi dan komunikasi yang deras mengalir kepada publik ? yang tersebar melalui berbagai saluran informasi dan komunikasi yang tersedia ?

B.1. Berkomunikasi dan mengakses informasi melalui segala saluran yang

tersedia adalah hak asasi setiap orang

Para pendiri bangsa ini telah lama menyadari pentingnya hak asasi manusia dan memiliki komitmen atas penegakannya. Itulah sebabnya isu tentang hak asasi manusia dirumuskan ke dalam konstitusi UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 menyebutkan dengan jelas dan tegas ”bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Pembukaan UUD 1945 tersebut juga sebagai penegasan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang mengakui, menghormati dan menjunjung tinggi penegakan hak asasi manusia.

(3)

manusia, namun pemerintahan Presiden Soeharto selama kurang lebih tiga puluh dua tahun membawa cerita duka dan catatan kelam bagi penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Berbagai tindakan pelanggaran hak asasi manusia telah dilakukan oleh negara secara sistematis dan struktural pada masa itu; salah satunya peristiwa Gerakan 30 September 1965.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan, terdapat cukup bukti permulaan untuk menduga telah terjadi sembilan kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1965-1966. Sembilan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut adalah pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa.2

Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 merupakan titik balik penegakan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. Belajar dari peristiwa suram di masa lampau, publik mendesak dan menghendaki adanya muatan yang terinci, kuat dan luas dalam Konstitusi terkait dengan hak asasi manusia. Ini artinya amandeman atas UUD 1945 harus dilakukan.

Maka terjadilah amandeman UUD 1945 yang secara bertahap dilakukan hingga empat kali, dimulai pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan berakhir pada Sidang Umum MPR tahun 2002.3

Upaya untuk melakukan amandemen UUD 1945 pun dipenuhi pro dan kontra. Kelompok pro mengeluarkan argumen bahwa tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang pada kenyataannya bukan di tangan rakyat, kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" sehingga dapat menimbulkan

2http://nasional.kompas.com/read/2012/07/24/09000971/Komnas.HAM.Kopkamtib.Bertan ggung.Jawab.dalam.Peristiwa.19651966

3 Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:

 Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober1999 → Perubahan Pertama UUD 1945

 Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945

 Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945

(4)

multitafsir, serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi. Adapun kelompok kontra menyatakan bahwa melakukan amandemen atas UUD 1945 berarti mengingkari sejarah dan menghilangkan nilai-nilai kesakralan UUD 1945. Perubahan cukup ditampung melalui Undang-undang bukan terhadap UUD 1945.

Harus diakui amandemen UUD 1945 membawa perubahan yang signifikan tidak hanya pada sisi tata pemerintahan tetapi juga pada sisi perlindungan hak asasi manusia. Terdapat sebanyak dua puluh tujuh materi dalam UUD 1945 yang mengandung perlindungan hak asasi manusia. Kedua puluh tujuh materi tersebut dikelompokan sehingga rumusan hak asasi manusia dalam UUD 1945 mencakup empat kelompok materi yaitu kelompok hak sipil dan politik; hak ekonomi, sosial, dan budaya; hak atas pembangunan dan hak khusus lain; serta tanggung jawab negara dan kewajiban asasi manusia. Selain itu, terdapat hak yang dikategorikan sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights) yang meliputi hak untuk hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.

Pada sisi lain, amandeman UUD 1945 juga membawa konsekuensi juridis konstitusional. Pertama, bahwa pengakuan atas lingkup hak asasi manusia di perluas dan dipertegas. Kedua, bahwa sejalan dengan perluasan lingkup hak asasi manusia yang diakui negara, maka negara memegang amanat untuk menjamin, melindungi dan mempromosikan perlindungan hak asasi tersebut bagi warga negaranya.

Salah satu hak asasi manusia yang berada pada rumpun hak politik adalah hak untuk menyampaikan pendapat, berkomunikasi dan memperoleh informasi, yang termaktub pada Pasal 28F UUD 1945.4

setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan

(5)

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.5

Pemaknaan secara luas atas ketentuan Pasal 28F UUD 1945 menggambarkan bahwa melalui pengakuan atas hak menyampaikan pendapat, berkomunikasi dan memperoleh informasi, diharapkan setiap orang dapat mendapatkan informasi untuk diolah menjadi suatu pendapat, untuk mengekspresikan pendapat itu, serta untuk mempertahankan pendapat itu. Pada ranah ini, informasi yang diperoleh tentulah berasal dari sumber manapun. Demikian pula setiap orang memiliki kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan pembatasan secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau media lain sesuai dengan pilihannya.6

Kehadiran Pasal 28F UUD 1945 pada realitasnya berdampak positif dan signifikan bagi proses reformasi ketatanegaraan NKRI yang antara lain juga dilakukan melalui proses amandemen UUD 1945. Salah satu hasil reformasi ketatanegaraan NKRI tersebut adalah lahirnya lembaga negara baru yakni Dewan Perwakilan Daerah (DPD) melalui amandemen ketiga UUD 1945. Ide dan usulan tentang pentingnya keberadaan perwakilan daerah di parlemen sesungguhnya telah ada saat penyusunan UUD 1945 yang dilakukan oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI. Ide tersebut terakomodasi dengan keberadaan Fraksi Utusan Golongan (FUG) di MPR. Namun dalam prakteknya, keberadaan FUG tidak sebenar-benar mewakili kepentingan masyarakat dan daerah bukan saja karena eksistensinya yang lahir bukan dari sebuah proses pemilihan oleh rakyat tetapinya juga karena perannya yang sangat terbatas hanya menyusun Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) setiap lima tahun sekali. Dalam suasana inilah, seiring dengan semangat reformasi lahir gagasan untuk melembagakan utusan daerah yang lebih mencerminkan representasi wilayah dan bekerja secara efektif,

5 Pasal 28F UUD 1945

(6)

yang eksistensinya lahir dari pemilihan oleh rakyat dan melaksanakan kewenangannya tidak hanya sekali dalam lima tahun.

Tanpa adanya kebebasan dan jaminan hak untuk berpendapat, berkomunikasi dan mencari informasi melalui segala saluran yang tersedia, maka lalu lintas informasi dan publikasi atas seluruh kajian-kajian dan penelitian ilmiah tentang pentingnya DPD RI terutama yang dimiliki oleh lembaga pemerintah serta proses amandemen ketiga UUD 1945 yang melahirkan lembaga DPD RI tidak akan diketahui oleh publik secara luas. Seluruh aktivitas tersebut telah menjadi informasi publik yang wajib diketahui dan menjadi hak publik untuk mengetahuinya. Pada saat yang bersamaan, juga tidak bisa dipungkiri, bebasnya lalu lintas informasi pada media7 dan mudahnya akses publik pada media berdampak pada

dukungan publik atas kelahiran DPD RI.

B.2. Informasi publik dan tata pemerintahan daerah yang baik

Meskipun konstitusi UUD 1945 telah menjamin hak warga negara untuk berpendapat, berkomunikasi dan mencari informasi, namun pada kenyataannya akses masyarakat atas berbagai informasi terutama informasi yang dimiliki oleh badan-badan atau lembaga-lembaga negara dan pemerintah tidak semudah yang dibayangan. Masih saja ada oknum

pejabat yang menghalang-halangi, merintangi, mempersulit dengan berbagai cara bahkan melarang publik mengakses informasi tersebut. Dengan alasan merupakan dokumen negara dan sifatnya rahasia, serta

7Sebelum amandemen kedua UUD 1945 yang melahirkan Pasal 28F, upaya untuk memberikan kebebasan berpendapat, berkomunikasi dan mengakses informasi telah dilakukan. 5 Juni 1998 Menteri Penerangan (Menpen) Kabinet Reformasi, Muhammad Yunus Yosfiah mengumumkan kebebasan pers , dengan pencabutan Peraturan Menteri Penerangan (Permenpen) Republik Indonesia, al tentang :

 pembatalan surat izin perusahaan penerbitan pers (SIUPP)

 Pengakuan terhadap Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai wadah tunggal

 Dan Pengurangan waktu relay siaran berita nasional dari 14 kali menjadi tiga kali sehari.

 Permen Nomor 01/Per/ Menpen/1984 Tentang Pencabutan SIUPP yang semula dilakukan Deppen, akhirnya diganti dengan Permen Nomor 01/ Per/Menpen /1998, di mana Deppen tidak akan membatalkan SIUPP serta Pengurusan SIUPP yang menggunakan 16 persyaratan menjadi tiga persyaratan saja.

(7)

mengancam keamanan dan pertahanan negara, permohonan publik untuk mengakses informasi pada badan-badan publik atau lembaga negara ditolak.

Ketiadaan regulasi setingkat undang-undang yang merupakan aturan lebih lanjut dari aturan dasar/pokok negara8 yang terdapat dalam

UUD 1945 khususnya Pasal 28F ditengarai menjadi alasan kuat terjadinya fenomena sebagaimana dipaparkan sebelumnya. Pasal-pasal dalam UUD 1945 sebagai aturan dasar/pokok negara harus dijabarkan lebih lanjut dalam regulasi formal berbentuk undang-undang.9 Disamping itu hanya

dalam regulasi formal itulah sebuah sanksi dan hukuman sebagai pemaksa bagi penegakan hukum dapat dilekatkan.

Sejalan dengan hal tersebut pula maka untuk memberikan jaminan terhadap semua orang dalam memperoleh Informasi, perlu dibentuk undang-undang yang mengatur tentang keterbukaan informasi publik. Fungsi maksimal ini diperlukan, mengingat hak untuk memperoleh Informasi merupakan hak asasi manusia sebagai salah satu wujud dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.10 Terjadinya

ketertutupan birokrat secara sistematis tehadap informasi publik yang terjadi selama orde baru menjadi awal terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme dan telah berdampak pada tidak maksimalnya pelayanan yang diberikan kepada publik. Selain itu, dalam sistem politik yang tertutup, partisipasi masyarakat dianggap sebagai sesuatu yang remeh dan tak terlalu penting buat pemerintah. Pemerintah menganggap dirinya sebagai satu-satunya aktor yang tahu tentang apa yang dibutuhkan masyarakatnya. Atas nama pembangunan dan kesejahteraan yang

8Hans Nawinsky mengembangkan teori tersebut dan membuat Tata Susunan Norma Hukum Negara (die Stufenordnung der Rechtsnormen) dalam empat tingkatan:

Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara) atau Grundnorm (menurut teori Kelsen)

Staatsgrundgezets (Aturan Dasar/Pokok Negara)

Formell Gezets (UU Formal)

Verordnung & Autonome Satzung (Aturan Pelaksana dan Aturan Otonomi).

9 Pasal 10 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang berisi pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945.

(8)

ditafsirkan sepihak oleh pemerintah, kebijakan publik acapkali membawa petaka dan keruwetan bagi masyarakat.

Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak atas informasi menjadi sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap orang untuk memperoleh informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi atau penglibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan informasi publik. Keberadaan Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan (1) hak setiap orang untuk memperoleh informasi; (2) kewajiban badan publik menyediakan dan melayani permintaan informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana; (3) pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban badan publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan informasi.11

Rancangan Undang-Undang Kebebasan Memperioleh Informasi Publik (RUU KMIP) pada awalnya merupakan usulan kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang kemudian diadopsi menjadi RUU inisiatif DPR. RUU KMIP telah dibahas oleh DPR dan diajukan ke pada pemerintahan presiden Megawati tetapi belum dilakukan proses pembahasan dengan pemerintah. Pada Tahun 2006 RUU KMIP diajukan kembali oleh DPR kepada pemerintah yang ditindak lanjuti dengan penerbitan Amanat Presiden (Ampres) yang menunjuk Menteri Komunikasi dan Informatika dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai wakil Pemerintah dalam pembahasan dengan DPR. Setelah melalui proses yang panjang, pada 30 April 2008, RUU KMIP disahkan oleh DPR RI menjadi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Berdasarkan hal tersebut, maka sangat tepat jika keterbukaan informasi publik diperlukan dalam penyelenggaraan negara. Informasi publik adalah pintu masuk bagi transparansi dan partisipasi – yang merupakan salah satu indikator penentu tata pemerintahan yang baik (good corporate governance).12

11Ibid

12UNDP menentukan karakteristik/prinsip Good Governance sebagai berikut: 1.

Participation : Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan 2.

(9)

Bahwa sejatinya pula, prinsip tata pemerintahan yang baik tidak hanya berlaku bagi penyelenggaraan pemerintahan di tingkat pusat tetapi juga penyelenggaraan pemerintahan di tingkat lokal (daerah). Dengan penerapan prinsip-prinsip transparansi maka masyarakat daerah akan memiliki akses and keakuratan informasi terhadap aktivitas pemerintahan lokal. Mereka akan tahu persoalan yang dihadapi daerahnya, agenda pemerintah untuk menanggulanginya, aktivitas pemerintahan untuk melaksanakan agenda itu, serta mekanisme untuk memastikan aktivitas tersebut sesuai dengan kehendak rakyat. Adanya akses dan keakuratan informasi akan menyebabkan timbulnya kepercayaan terhadap pemerintah daerah dan menurunnya apatisme masyarakat terhadap berbagai kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.

Transparansi juga memudahkan pelaksanaan audit dan pembelaan diri apabila pemerintah terlibat dalam proses litigasi. Dalam beberapa kasus, adanya transparansi juga mencegah friksi antar bagian-bagian pemerintahan ataupun antara pemerintah dengan masyarakat. Adanya transparansi juga dapat mengurangi distorsi informasi yang dapat menjadi sumber konflik antar elemen masyarakat dan antar masyarakat dan pemerintah.

Last but not least, pentingnya transparansi dan keterbukaan informasi juga disebut dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pasal 23 ayat (3) dan (4) UU Pelayanan Publik menegaskan bahwa penyelenggara pelayanan publik berkewajiban mengelola sistem informasi yang terdiri atas sistem informasi elektronik atau nonelektronik, sekurang-kurangnya meliputi (a). profil penyelenggara; (b). profil pelaksana; (c). standar pelayanan; (d). maklumat pelayanan; (e). pengelolaan

Transparansi / keterbukaan dibangun atas dasar kebebasan arus informasi 4.

(10)

pengaduan; dan (f). penilaian kinerja serta berkewajiban menyediakan informasi tersebut kepada masyarakat secara terbuka dan mudah diakses.

B.3. Informasi dan komunikasi merupakan urusan wajib pemerintah daerah

UUD 1945 mengamanatkan pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.13 Pemberian otonomi luas kepada daerah

diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan Pemerintah yang menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan, yang meliputi bidang politik luar negeri, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama.14

Adapun urusan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah yang terkait dengan pelayanan dasar (basic services) bagi masyarakat, seperti pendidikan dasar, kesehatan, lingkungan hidup, perhubungan, kependudukan dan sebagainya. Urusan pemerintahan yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang diprioritaskan oleh pemerintahan daerah untuk diselenggarakan karena terkait dengan upaya

13Pasal 18 ayat (2) UUD 1945

(11)

mengembangkan potensi unggulan (core competence) yang menjadi kekhasan daerah.15

Disamping urusan pemerintahan yang wajib dan urusan pilihan yang diselenggarakan oleh pemerintahan daerah, terdapat urusan pemerintahan lainnya yang sepanjang menjadi kewenangan daerah yang bersangkutan tetap harus diselenggarakan oleh pemerintahan daerah yang bersangkutan. Namun mengingat terbatasnya sumber daya dan sumber dana yang dimiliki oleh daerah, maka prioritas penyelenggaraan urusan pemerintahan difokuskan pada urusan wajib dan urusan pilihan yang benar-benar mengarah pada penciptaan kesejahteraan masyarakat disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan kekhasan daerah yang bersangkutan.16

Peraturan Pemerintahh No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (PP 38/2007) menyebutkan ada 26 (dua puluh enam) bidang yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah. Salah satunya adalah bidang komunikasi dan informatika.

Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: (1) pendidikan; (2) kesehatan; (3) lingkungan hidup; (4) pekerjaan umum; (5) penataan ruang; (6) perencanaan pembangunan; (7) perumahan; (8) kepemudaan dan olahraga; (9) penanaman modal; (10) koperasi dan usaha kecil dan menengah; (11) kependudukan dan catatan sipil; (12) ketenagakerjaan;(13) ketahanan pangan; (14) pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; (15) keluarga berencana dan keluarga sejahtera; (16) perhubungan; (17) komunikasi dan informatika; (18) pertanahan; (19) kesatuan bangsa dan politik dalam negeri; (20) otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian; (21) pemberdayaan masyarakat dan desa; (22) sosial; (23) kebudayaan; (24) statistik; (25) kearsipan; dan (26) perpustakaan.17

Masuknya bidang komunikasi dan informatika dalam kelompok urusan wajib pemerintah daerah menunjukan bahwa komunikasi dan informatika merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang wajib dipenuhi oleh pemerintah daerah. Sebagai kebutuhan dasar, posisi dan kedudukan komunikasi dan informatika tidak tergantikan dan tidak menggantikan.

15Penjelasan Umum PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

16Ibid.

(12)

Jika melihat dan membaca lampiran PP 38/2007 bidang komunikasi dan informasi dibagi ke dalam 2 (dua) sub bidang yakni pos dan telekomunikasi dan sarana informasi dan deseminasi informasi. Sub bidang sarana informasi dan deseminasi informasi inilah yang jelas nampak berkaitan langsung dengan hak atas informasi dan komunikasi publik. Hal ini terlihat dari masuknya penyiaran dan kemitraan media sebagai salah satu dari 4 (empat) sub bidang sarana informasi dan deseminasi informasi.18

Pada sub bidang penyiaran, kewenangan pemerintah daerah provinsi adalah melakukan evaluasi persyaratan administrasi dan data teknis terhadap permohonan izin penyelenggaraan penyiaran dan memberikan rekomendasi persyaratan administrasi dan kelayakan data teknis terhadap permohonan izin penyelenggaraan televisi. Adapun kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota adalah Pemberian rekomendasi persyaratan administrasi dan kelayakan data teknis terhadap permohonan izin penyelenggaraan radio dan Pemberian izin lokasi pembangunan studio dan stasiun pemancar radio dan/atau televisi.

Fakta tentang komunikasi dan informatika menjadi kewenangan pemerintah daerah (terutama sub bidang penyiaran) semakin tidak terbantahkan jika melihat muatan materi UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran). Konsiderans menimbang huruf c UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) memperlihatkan relasi antara penyiaran dengan kewenangan pemerintahan daerah sebagai latar belakang sosiologis dan juridis disusunnya UU Penyiaran, dengan menyebutkan bahwa untuk menjaga integrasi nasional, kemajemukan masyarakat Indonesia dan terlaksananya otonomi daerah maka perlu dibentuk sistem penyiaran nasional yang menjamin terciptanya tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain itu UU Penyiaran juga menempatkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pada konsiderans mengingat.

(13)

Tidak hanya itu, kehadiran televisi swasta lokal di beberapa provinsi di Indonesia sebagai amanat UU Penyiaran telah semakin memperkuat argumentasi penempatan bidang komunikasi dan informatika sebagai kewenangan wajib pemerintah daerah. Seyogianyalah prinsip desentralisasi juga berlaku bagi media penyiaran televisi. Spirit otonomi daerah yang bermartabat membutuhkan media penyiaran televisi lokal. Media penyiaran televisi lokal adalah cermin bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Media Penyiaran televisi lokal adalah pentas hidup dan permanen bagi tumbuh dan berkembangnya budaya lokal sebagai asset nasional. Menilik jumlah dan data atas televisi lokal yang menunjukan peningkatan, memperkuat justifikasi jika komunikasi dan informatika menjadi urusan wajib pemerintahan daerah.

Berdasarkan data dari Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), hingga saat ini hampir mencapai 50 televisi swasta lokal tersebar diseluruh provinsi Indonesia. Televisi lokal tersebut adalah Bukittinggi TV (Bukittinggi-Sumatera Barat), Dewata TV (Denpasar-Bali), Siger TV (Bandar Lampung -Lampung), STV Bandung (Bandung-Jawa Barat), KTV (Tangerang-Banten), Khatulistiwa TV (Pontianak-Kalimantan Barat), Malang TV (Malang-Jawa Timur), Arek TV (Surabaya-Jawa Timur), PJTV (Bandung-Jawa Barat), Pacific TV (Manado-Sulawwsi Utara), Sriwijaya TV (Palembang-Sumatera Selatan), TV Tiga (Tangerang-Banten), Carlita TV (Pandeglang-Banten), BC TV (Surabaya-Jawa Timur), Aceh TV (Aceh Besar-NAD), Molucca TV (Ambon-Maluku), Ambon TV (Ambon-Maluku), Ratih TV (Kebumen-Jawa Tengah), MQTV (Bandung-Jawa Barat), Tarakan TV (Tarakan-Kalimantan Timur), Kendari TV (Kendari-Sulawesi Tenggara), Pal TV (Palembang-Sumatera Selatan), Cakra Buana Chanel (Depok-Jawa Barat), Cakra TV (Semarang-Jawa Tengah), Megaswara TV (Bogor-Jawa Barat), Space Toon TV Banten), Cahaya TV (Tangerang-Banten), Jak TV (Jakarta-DKI Jakarta), O Channel (Jakarta-DKI Jakarta), Bandung TV (Bandung-Jawa Barat), TA TV (Surakarta-Jawa Tengah), Yogya TV (Yogyakarta-DI Yogyakarta), Publik Khatulistiwa TV (Bontang-Kalimantan Timur), Batam TV (Batam-Kepri), Bali TV (Denpasar-Bali), Srijunjungan TV (Bengkalis-Riau), Riau TV (Pekanbaru-Riau), TV Borobudur (Semarang-Jawa Tengah), Gorontalo TV (Gorontalo), JTV (Surabaya-Jawa Timur), Makassar TV (Makassar-Sulawesi Selatan), Lombok TV (Lombok-NTB).19

(14)

oleh undang-undang berupa kewajiban untuk melakukan pengurusan atas urusan wajib pemerintahan.

Jika pertanyannya adalah alat Komite mana yang berwenang dan bertanggung jawab untuk mengurusi bidang informasi dan komunikasi, maka terdapat 2 (dua) alternative sebagai pertimbangan untuk menentukan pilihan. Pertama, dilihat dari substansi materi (content) penyiaran, maka Komite III dapat diberi kewenangan untuk mengurusi bidang informasi dan komunikasi.20 Namun jika dilihat ketersediaan dan

alokasi spectrum frekuensi radio sebagai sumber daya alam terbatas yang menjadi syarat penyelenggaraan penyiaran, maka Komite II dapat diberikan kewenangan untuk mengurusi bidang informasi dan komunikasi khususnya yang terkait dengan pengelolaan spectrum frekuensi radio oleh pemerintah daerah.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan dua jenis pelatihan, dan dibagi dalam dua kelompok perlakuan, yaitu kelomopk satu pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir 4 repetisi 3

Berdasarkan hal tersebut, maka metode ini merupakan salah satu metode yang bisa digunakan guru khususnya pada keterampilan membaca pemahaman, sehingga peserta didik bisa lebih

Observasi Vomiting (mual muntah) adalah pengeluaran isi lambung secara paksa melalui mulut disertai kontraksi

Bagi Bank yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha, selain menyajikan laporan keuangan Bank secara individu dan laporan keuangan Bank secara konsolidasi dengan anak

6.3.1 Sistem yang terbuka untuk seluruh pihak yang terkena dampak, harus menyelesaikan perselisihan dengan cara yang benar, tepat waktu dan efektif, serta menjamin anonimitas

menggunakan analisis tingkat kerugian dan tingkat kapasitas suatu lokasi penelitian. Indeks Penduduk Terpapar dihitung dari komponen sosial budaya di kawasan yang

Sedangkan sumber data yang saya kutip adalah isi dari Rancangan Undang- Undang yang masih dilema dan belum disahkan menjadi Undang-Undang yang sampai sekarang

Pada saluran tataniaga satu tingkat, petani menjual hasil produksi kelapa sawitnya melalui lembaga pemasaran pedagang pengumpul TBS kelapa sawit untuk harga