PERENCANAAN COVERAGE DAN KAPASITAS TRAFIK
CDMA2000 1X
Alfin Hikmaturokhman, S.T1 ~ Hesti Susilawati, S.T., M.T2 ~ Ridha Muldina.N1 1Akademi Teknik Telkom Sandhy Putra Purwokerto
2Program Sarjana Teknik Unsoed Purwokerto
Abstraksi
PENDAHULUAN
Pengimplementasian suatu jaringan telekomunikasi di suatu wilayah disamping berhadapan dengan regulasi telekomunikasi, juga akan berhadapan dengan situasi pasar yang harus dipelajari dengan seksama untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan. Penelitian populasi penduduk, mengenali situasi kompetitor yang ada dan keputusan cakupan geografis termasuk tiga tugas penting dalam mempelajari situasi pasar.
Langkah pertama selalu berdasarkan kepada estimasi apa yang akan terjadi pada masa datang terhadap jaringan yang hendak direncanakan. Dalam hal ini prediksi trafik telekomunikasi merupakan hal penting yang pertama kali akan dilakukan. Penelitian persentase pertambahan jumlah penduduk dibutuhkan untuk mengasumsikan jumlah pelanggan dimasa yang akan datang. Jumlah estimasi pelanggan inilah yang akan digunakan untuk mendapatkan nilai prediksi kapasitas trafiknya.
Prediksi pertambahan jumlah pelanggan hingga beberapa tahun kedepan merupakan faktor yang sangat penting dalam perencanaan jaringan karena menentukan kebijaksanaan dan strategi dalam pengembangan sistem untuk mengantisipasi pertumbuhan pelanggan agar kelak semua target pelanggan dapat terlayani.
Pengenalan kompetitor juga merupakan hal yang penting untuk memastikan adanya peluang. Dalam hal ini bisa dilihat cakupan dari kompetitor, performansi sistemnya, maupun juga jumlah pelanggan untuk dibandingkan dengan jumlah pelanggan potensial yang belum terlayani. Sedangkan keputusan cakupan geografis dilakukan untuk mencari daerah geografi yang diinginkan serta memutuskan jenis layanan apa yang cocok untuk daerah tersebut. [6]
METODE PENELITIAN
1. Distribusi Pelanggan
a. Perhitungan Jumlah Pelanggan Pada tugas akhir ini penulis menggunakan metode deret berkala (Time Series) karena metode ini paling sering digunakan pada perencanaan jaringan telekomunikasi. Tujuan dari metode ini adalah menemukan pola dalam deret data yang lalu dan mengekstrapolasikan data tersebut ke masa depan.
Perkiraan jumlah pelanggan tersebut dapat dihitung dengan persamaan:
Un = U0(1+ƒp)n . . . .(1)
Dimana:
Un = Jumlah pelanggan total setelah tahun ke-n
U0 = Jumlah pelanggan ditahun awal perencanaan
ƒp = Faktor pertumbuhan Pelanggan
n = Jumlah Tahun Prediksi
b. Distribusi Market Pada Wilayah Perencanaan
Pada kali ini penulis hanya menghitung untuk dua kriteria wilayah saja, yaitu wilayah urban dan suburban.
Prosentase penyebaran penduduknya dibagi berdasarkan kerapatan penduduk, yaitu[4] :
1. Urban
Daerah ini memiliki kerapatan penduduk 7500 sampai 20.000 penduduk/km2.
2. Suburban
3. Rural
c. Estimasi Intensitas Trafik Layanan Suara
Estimasi kebutuhan trafik harus dibedakan antara kebutuhan trafik untuk layanan suara atau data. Untuk menghitung kebutuhan trafik bagi setiap pelanggan akan layanan suara digunakan persamaan dibawah ini[7] :
Avoice = kanal yang dapat menampung intensitas trafik tersebut, sehingga dapat diketahui offered trafik untuk layanan suaranya dengan menggunakan rumus dibawah ini[7] :
Persamaan reverse pole capacity
di bawah ini dapat diaplikasikan untuk
= Faktor aktivasi suara atau data Gs = Gain Sektorisasi= Perbandingan energi per-bit total noise dan
e. Menghitung Jumlah Sel
Sebelum menghitung jumlah sel yang dibutuhkan, terlebih dahulu harus mencari nilai total offered trafficsel dengan menggunakan persamaan sebagai berikut[4] :
Total Offered Trafficsel = N × Rv(bps)..(5)
Dimana:
N = Jumlah kanal dari perhitungan reverse pole capacity
Rv = Rate layanan suara (bps)
namun karena penulis hanya membatasi untuk layanan suara saja maka hanya offered trafficsuara yang digunakan.
sel = Jumlah sel2. Perencanaan Coverage CDMA2000 1X Salah satu tujuan perencanaan jaringan komunikasi bergerak wireless adalah memberikan layanan komunikasi pada cakupan (coverage) yang sudah ditentukan. Cakupan yang ditentukan tergantung kepada kapasitas yang hendak dicapai.
Perhitungan link budget
mengharuskan kita untuk mengetahui berbagai redaman, loss, margin, serta
gain-gain sepanjang lintasan daya untuk komunikasi uplink dan downlink.
Pada dasarnya, daya yang ada di penerima harus selalu lebih besar atau sama dengan level daya ambang (threshold) yang telah dipersyaratkan. Perhitungan yang semakin akurat akan semakin baik disebabkan karena perhitungan link budget berkaitan dengan macam-macam daya dari perangkat sistem yang kita rencanakan. [6]
a. Luas Sel Dan Jari-jari Sel
Luas sel tentunya adalah luas daerah pelayanan dibagi dengan jumlah sel yang terhitung dari rumus sebelumnya. Implementasinya dapat didefinisikan berdasarkan rumus sebagai berikut[6] :
LSEL =
sel LuasDaerah. . . (7)
Dimana:
LSEL = Luas sel
sel = Jumlah selSehingga, jari-jari sel akan dapat dihitung dari pengertian bahwa untuk sel heksagonal diketahui hubungannya[6]:
LSEL = 2,59R2 . . . (8)
Dimana:
LSEL = Luas sel R = Radius sel
Perencanaan daya yang kemudian akan dilakukan harus dapat menjangkau jarak jari-jari sel tersebut dengan kualitas sinyal tertentu yang tergantung dari ambang batas yang dipersyaratkan.
Untuk daerah dengan distribusi trafik non-uniform (kondisi umum), daerah pelayanan akan diklasifikasikan berdasarkan kepadatan user. Sehingga ukuran sel untuk masing-masing daerah klasifikasi tersebut akan berbeda.
b. Perhitungan Link budget
Link budget merupakan
perhitungan daya pada lintasan transmisi, dibandingkan dengan rugi-rugi atau redaman yang dialami sepanjang lintasan, dalam hal ini yaitu lintasan dari BTS ke user.
Link budget digunakan untuk mendesain system untuk semua gain
atau penguatan dan rugi-rugi dalam lintasan. Dan untuk membuat estimasi rugi-rugi lintasan (path loss) maksimum yang diijinkan untuk menjamin bahwa komunikasi dari BTS ke user dapat berlangsung dengan baik.
Link budget memperhitungkan semua hal yang berhubungan dengan system transmisi dari BTS ke user, yaitu
path loss, daya pancar BTS, sensitivitas penerima, gain antena pemancar dan penerima, rugi-rugi yang lain (rugi-rugi saluran transmisi, rugi-rugi bangunan dan sebagainya).[8]
Perhitungan link budget
perangkat BTS dan MS akan menghasilkan suatu nilai Maximum Allowable Path Loss (MAPL) yang merupakan persyaratan maksimal redaman lintasan dan menentukan kelayakan suatu link propagasi.
c. Maximum allowable Path Loss
(MAPL)Arah Reverse
MAPL link arah reverse
diperlukan untuk menentukan nilai redaman propagasi maksimum yang disyaratkan agar komunikasi dari mobile station (MS) ke base transceiver station
(BTS) pada sel yang bersangkutan dapat terjadi dengan baik. [1]
Parameter yang dibutuhkan adalah parameter yang berkaitan dengan MS, BTS dan sistem. Parameter yang berkaitan dengan MS antara lain adalah daya pancar, gain antena, cable loss dan body loss. Parameter untuk BTS adalah noise figure, cable loss dan gain antena. Sedangkan untuk sistem adalah fading margin, gain soft handoff, loss penetrasi, frekuensi uplink dan ([Eb/It]min).
Loss maksimum yang
diperbolehkan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut[4] :
MAPL= EIRPmob – Scell + Gb – Lcable – FM yang diperkirakan akan dialami sinyal ketika berjalan dari Base Station (BTS) ke Mobile Station (MS). Adanya pemantulan dari beberapa obyek dan pergerakan MS menyebabkan kuat sinyal yang diterima oleh MS bervariasi dari sinyal yang diterima disebut mengalami Path Loss.
Path Loss akan membatasi kinerja dari sistem komunikasi bergerak sehingga memprediksikan path loss
merupakan bagian yang penting dalam perencanaan sistem komunikasi bergerak. Path Loss yang terjadi pada sinyal yang diterima dapat ditentukan melalui suatu model propagasi tertentu.
Model propagasi biasanya memprediksikan rata-rata kuat sinyal yang diterima oleh MS pada jarak tertentu dari BTS ke MS. Di samping itu model propagasi juga berguna untuk dapat dipancarkan untuk menghasilkan kualitas pelayanan yang sama pada frekuensi yang berbeda. Perkiraan rugi lintasan propagasi yang dilalui oleh gelombang yang terpancar dapat dihitung dengan rumusan Free space, Lee dan Hatta.
d.1. Model Propagasi Okumura-Hatta
(Okumura-Hatta Propagation Model)
beraturan. Salah satu model propagasi luar ruangan (outdoor) yang digunakan yaitu model propagasi Hatta.
Model propagasi Hatta, merupakan perumusan empiris untuk memperkirakan rugi-rugi lintasan yang sesuai digunakan pada frekuensi kerja 150 – 1500 Mhz diterapkan pada daerah padat penduduk dan perkotaan (urban).
a. Perumusan untuk rugi-rugi lintasan pada daerah urban[3] :
Lurban = 69.55 + 26.16 log (fc) – [13.82 log(hte)] – a(hre) + [44.9 – 6.55log(hte)] ×log(d). . . .(12)
Dimana:
Lurban , Lsu = Isotropic path loss
value (dalam dB)
fc = Frekuensi dari
150 – 1500
Mhz
hte = Tinggi efektif antena
pemancar BTS berkisar 30 sampai 200 meter
hre = Tinggi efektif antena penerima MS berkisar 1 - 10 meter
d = Jarak antara pemancar
dan penerima
(dalam km)
a(hre) = Faktor koreksi untuk tinggi efektif antena MS
b. Untuk memperoleh rugi-rugi lintasan pada daerah suburban. Standar perumusan Hatta dimodifikasi menjadi[3] :
Lsu = Lurban– 2 [ log )
28
( fc ] 2 – 5.4 . . (13)
Dimana:
Untuk daerah perkotaan yang luas wilayahnya dari kecil ke menengah, faktor koreksi mobile station (MS) diberikan sebagai berikut:
a(hre) = [1.1 log (fc) – 0.7 ] × hre – [1.56 log (fc) – 0.8 ] dB ...(14)
Untuk daerah perkotaan yang wilayahnya luas, persamaannya : a(hre) = 8.29 × [log (1.54 x hre)]2 –
1.1 dB, untuk fc < 300 Mhz . . . .(15)
a(hre) = 3.2 × [log (11.75 x hre)]2 – 4.97 dB, untuk fc > 300 Mhz . . . (16)
d.2. Model propagasi COST-231
(COST-231 Propagation Model)
European Co-operative for Scientific and Technical Research (EURO-COST) merumuskan COST-231 sebagai pengembangan perumusan rugi-rugi lintasan Hatta, yang mempunyai frekuensi kerja sampai 2 Ghz. Model propagasi ini memiliki persamaan sebagai berikut[3] :
a. Perumusan untuk rugi-rugi lintasan pada daerah urban adalah sebagai berikut:
Lurban = 46.3 + [33.9 log (fc)] – [13.82 log (hte)] – a(hre) + [44.9 – 6.55 log(hte)] ×log d . . . (17)
b. Perumusan untuk memperoleh rugi-rugi lintasan pada daerah suburban
adalah sebagai berikut:
Lsu = Lurban– 2 [ log )
28
( fc ] 2 – 5.4 . . . (18)
COST-231 yang merupakan pengembangan dari model Hatta, dibatasi oleh parameter berikut[3] :
Untuk daerah perkotaan yang luas wilayahnya dari kecil ke menengah, faktor koreksi mobile station (MS) diberikan sebagai: a(hre) = [ 1.1 x log (fc) – 0.7 ] x hre –
[1.56 log (fc) – 0.8 ] . . . . (19)
Untuk daerah pusat kota (metropolitan)
a(hre) = [ 1.1 x log (fc) – 0.7 ] x hre – [ 1.56 log (fc) – 0.8 ] – 3...(20)
Lurban , Lsu = Isotropic path loss
value (dalam dB)
fc = Frekuensi carrier dalam MHz (1500 Mhz sampai 2000 Mhz)
hte = Tinggi BTS dalam meter (30 sampai 200 meter)
hre = Tinggi antena MS (1-10 meter)
d = Radius dalam 1-20 kilometer
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hubungan bit rate terhadap kapasitas
Jenis bit rate yang digunakan mampengaruhi kapasitas maksimum jumlah pelanggan. Pengaruh tersebut terlihat dari persamaan (4), bahwa semakin kecil bit rate yang digunakan maka makin besar jumlah kapasitas maksimum setiap sel yang dapat dilayani oleh sistem. Sistem yang menggunakan 9600 bps akan mempunyai pelanggan lebih besar dibanding 14400 bps.
Faktor lain yang mempengaruhi kapasitas sel adalah nilai Eb/It. Eb/It adalah kerapatan energi terhadap energi dari tiap bit terhadap rapat energi noise
dan interferensi total[9].
Untuk CDMA2000nilai Eb/(No+Io) untuk komunikasi bergerak 7,2 dB, sedangkan untuk fixed sebesar 3-4 dB. Untuk komunikasi bergerak lebih besar karena mengkompensasi pergerakan MS.[9]
Pada rumus reverse pole capacity
nilai Eb/(No+Io) identik dengan kualitas (performansi) pada sistem tersebut. Dengan nilai Eb/(No+Io) yang semakin tinggi maka kualitas sistem akan semakin baik.
Namun ada trade-off apabila menaikkan kualitas sistem maka kapasitas pelanggan yang mampu dilayani oleh sistem tersebut akan tereduksi, hubungan tersebut terlihat pada grafik 1.
Grafik 1. Pengaruh Eb/(No+Io) terhadap Jumlah Pelanggan
Pada grafik 1, parameter Eb/ (No+Io) berpengaruh pada kapasitas dimana makin kecil Eb/(No+Io) maka akan memberikan kapasitas pelanggan makin besar. Nilai Eb/(No+Io) akan dipengaruhi oleh kekuatan sinyal yang diterima pelanggan dan interferensi yang terjadi di sistem, baik internal maupun eksternal.[2]
Kedua jenis bit rate ( 9600 bps dan 14400 bps) menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu semakin besar nilai Eb/(No+Io) maka jumlah pelanggan yang bisa ditampung akan semakin sedikit, sedangkan bit rate
9600 bps masih bisa menampung jumlah pelanggan yang lebih banyak daripada bit rate 14400 bps.[5]
B. Hubungan Kapasitas Trafik Terhadap Radius Sel (Coverage)
Dari hasil perhitungan, jumlah sel yang dibutuhkan di suatu daerah akhirnya akan bergantung kepada
demand traffic (permintaan trafik) di daerah tersebut. Dalam hal ini semakin besar demand traffic akan semakin banyak pula sel yang dibutuhkan. Selain itu jumlah sel tergantung pula kepada kapasitas Erlang tiap sel.[6]
Sistem yang menggunakan bitrate
14400 bps membutuhkan lebih banyak sel untuk meng-handle kota A dibanding dengan sistem yang menggunakan
bitrate 9600 bps, hal ini disebabkan karena kapasitas maksimum per-sel pada sistem yang menggunakan bitrate
Pengaruh kapasitas trafik terhadap besar radius sel (coverage) terlihat pada grafik 2 dimana semakin besar kapasitas trafik yang harus dilayani maka akan semakin kecil radius sel-nya.
Grafik 2. Hubungan kapasitas trafik terhadap coverage pada bit rate 9,6 kbps
C. Hubungan coverage dengan
pathloss
Pada tahap ini dilakukan perhitungan redaman lintasan (propagation loss) yang terjadi dengan menggunakan dua model propagasi yaitu model okumura-hata untuk frekuensi 150 sampai 1500 MHz dan pengembangannya yaitu COST-231 untuk frekuensi 1500 sampai 2000 MHz. Pada setiap model propagasi, penulis hanya membatasi perhitungan redaman lintasan untuk dua wilayah yaitu urban
dan suburban.
Grafik 3 Pengaruh Radius Sel Terhadap Propagation Loss
Nilai radius sel mempengaruhi besar kecilnya redaman lintasan (propagation loss / pathloss)yang dapat terjadi di dalam sel.
Pada grafik 3, menunjukkan hubungan antara besar radius sel terhadap kenaikan nilai redaman lintasan, yaitu semakin jauh radius sel (jarak BS dengan MS) maka semakin besar pula redaman lintasan yang akan terjadi.
Sehingga untuk setiap MS yang berada pada jarak terjauh dari BS harus menaikkan daya pancarnya agar tetap bisa melakukan hubungan komunikasi, sebab apabila redaman lintasan yang terjadi antara MS ke BS melebihi batas toleransi maka akan terjadi drop call
atau terputusnya hubungan pembicaraan.
Pada perhitungan ini hanya menggunakan bit rate 9600 bps dan 14400 bps yang digunakan untuk melayani layanan suara saja. Semakin besar bit rate yang digunakan maka semakin banyak bit yang dapat ditransmisikan dalam satu waktu dengan menggunakan lebar pita frekuensi yang sama. Namun semakin besar bit rate
yang digunakan akan menurunkan kapasitas pelanggan yang dapat ditangani per-selnya oleh sistem tersebut.
Berdasarkan besar kapasitas trafik yang dapat dilayani sistem per-selnya maka akan didapatkan banyak sel yang dibutuhkan untuk meng-handle seluruh kapasitas trafik pada daerah perencanaan.
KESIMPULAN
1.
Perencanaan jaringan di dalam pembangunan sistem komunikasi seluler merupakan hal yang sangat penting. Perencanaan dilakukan karena keterbatasan sumber daya dan untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya, sehingga diharapkan penggunaan sumber daya di masa yang akan datang dapat digunakan secara efektif dan efisien.[9]2.
Perencanaan jaringan mencakup dua hal utama, yaitu perencanaan jaringan radio dan penetapan ukuran jaringan (networkdimensioning). Perencanaan
jaringan radio mencakup perhitungan link budget, perhitungan kapasitas dan perhitungan jumlah sel yang diperlukan. Sedangkan
network dimensioning mencakup perhitungan jumlah elemen kanal pada BTS, kapasitas base station controller (BSC) dan elemen yang lain. Pada tahap persiapan diperhitungkan dari sisi coverage,
kapasitas yang diinginkan dan strategi perencanaan.[1]
3.
Perencanaan sistemwireless berputar diantara tiga karakteristik utama yaitu luas cakupan area (coverage), kapasitas sistem dan kualitas. Ada trade-off
antara cakupan area, kapasitas sistem dan kualitas suara saling mempengaruhi sehingga ketika salah satu performansi di naikkan maka dua yang lainnya akan menurun.[2]
4.
Jenis bit rate yang digunakan mempengaruhi kapasitas maksimum jumlah pelanggan, bahwa semakin kecil bit rate yang digunakan maka makin besar jumlah kapasitas maksimum setiap sel yang dapat dilayani oleh sistem. Sistemyang menggunakan 9600 bps akan mempunyai pelanggan lebih besar dibanding 14400 bps.
5.
Parameter Eb/(No+Io) berpengaruh pada kapasitas dimana makin kecil Eb/(No+Io) maka akan memberikan kapasitas pelanggan makin besar. Namun kualitas suara menurun.6. Pengaruh kapasitas trafik terhadap besar radius sel adalah dimana semakin besar kapasitas trafik yang harus dilayani maka akan semakin kecil radius sel-nya.
7.
Path Loss akanmembatasi kinerja dari sistem komunikasi bergerak sehingga memprediksikan path loss
merupakan bagian penting dalam perencanaan sistem komunikasi bergerak. Path Loss yang terjadi pada sinyal yang diterima dapat ditentukan melalui suatu model propagasi tertentu. Hubungan antara besar radius sel terhadap kenaikan nilai redaman lintasan (path loss) yang akan terjadi.
8.
Nilai toleransi terhadap batas maksimum redaman lintasan (Maximum Allowable Path Loss)akan semakin menurun sejalan dengan meningkatnya besar bit rate
yang dipergunakan oleh suatu sistem.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Afni, Yuli., “Perancangan Perangkat Lunak Estimasi Traffic Voice Dan Data Pada Sistem CDMA2000 1X”, STT Telkom, Bandung, 2004.
[2] Ahmadi, Hazim., “Analisis Performansi Jaringan CDMA”, 2004. [3] Hikmaturokhman, A., “Modul Kuliah
Jarlokar”, Akatel Sandhy Putra Purwokerto, Maret 2005.
[4] Indosat, “Materi Pelatihan : Introduction To Code Division Multiple Access (CDMA)”, Jatiluhur, Mei 2004.
[6] Mufti, Nachwan., “Modul 10 : EE 4712 Sistem Komunikasi Bergerak-Dasar Perencanaan Sel”, MobileComm.Labs STT Telkom, Bandung.
[7] Mufti, Nachwan., “Study Case: CDMA2000 1X Network Planning”, MobileComm.Labs STT Telkom, Bandung.
[8] Reibawa, timbo., “Analisa Performansi Power Link Budget Pada Sistem Komunikasi CDMA Telkom Flexi Jakarta”, STT Telkom, 2005.
[9] SMK Telkom Sandhy Putra, “Dasar-Dasar Perencanaan Jaringan Lokal
Akses Pelanggan (DPJAP)”, Purwokerto, 2001.