BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pasar Modal
Menurut Tandelilin (2001) pasar modal adalah pertemuan antara pihak
yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara
memperjualbelikan sekuritas. Dengan demikian, pasar modal juga bisa diartikan
sebagai pasar untuk memperjualbelikan sekuritas yang umumnya memiliki umur
lebih dari satu tahun seperti saham dan obligasi. Sedangkan tempat dimana
terjadinya jual beli sekuritas disebut dengan bursa efek. Oleh karena itu, bursa
efek merupakan arti dari pasar modal secara fisik, seperti Bursa Efek Indonesia
(BEI), Bursa Efek Jakarta (BEJ), dan Bursa Efek Surabaya (BES).
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan
seseorang atau badan dalam suatu perusahaan. Wujud saham berupa selembar
kertas yang menerangkan siapa pemiliknya. Umumnya jenis saham yang dikenal
adalah saham biasa (common stock). Namun saham sendiri dibagi menjadi dua
jenis saham, yaitu saham biasa (common stock), dan saham preferen (preferred
stock) (Sandora, 2010).
2.2
Penilaian Saham
Penilaian saham (valuation) adalah proses penentuan berapa harga yang
wajar untuk suatu saham (Parahita, 2008). Harga saham atau nilai saham
merupakan nilai sekarang dari aliran kas dimasa mendatang. Harga saham atau
(market value), dan nilai intrinsik (intrinsic value). Nilai buku (book value)
merupakan nilai yang tertera dalam neraca yang dihitung dengan cara membagi
total seluruh ekuitas atau modal sendiri dengan jumlah lembar saham yang
beredar (outstanding shares). Harga pasar atau nilai pasar merupakan harga jual
saham di pasar. Sedangkan nilai intrinsic atau sering disebut dengan nilai teoritis
adalah harga yang ditentukan setelah mempertimbangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi saham.
Tujuan utama analisis intrinsik adalah untuk mengetahui harga
sesungguhnya dari suatu saham pada periode tertentu dengan mempertimbangkan
faktor-faktor fundamental keuangan suatu perusahaan sehingga diketahui
sekuritas tersebut apakah undervalued, overvalued, ataupun wajar. Sekuritas yang
ternyata undervalued berarti pasar gagal atau tidak menemukan adanya
faktor-faktor yang membenarkan harganya harus tinggi. Artinya nilai sekuritas lebih
tinggi daripada harga jualnya.
Perseorangan atau perusahaan yang menjual saham pada waktu
undervalued akan mendapat keuntungan (capital gain) tetapi investor yang
menjual saham pada saat overvalued akan menderita kerugian (capital loss).
Tujuan utama analisa harga saham adalah untuk memilih saham yang overvalued
dan undervalued. Jika saham undervalued nilai pasar saham berada dibawah nilai
wajarnya atau nilai wajar berada diatas harga pasar saham. Saham yang
undervalued sebaiknya dibeli atau ditahan oleh investor karena harganya akan
berada dibawah harga pasar saham atau harga pasar saham berada diatas harga
saham. Saham yang overvalued sebaiknya tidak dibeli atau di cut loss.
2.3 Teori Gordon Growth
Salah satu pendekatan dalam menentukan haraga wajar saham adalah
dengan menggunakan model Gordon Growth (Gordon Growth Model). Gordon
(1962), mengasumsikan bahwa dividen meningkat pada tingkat yang konsisten
untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Penyederhanaan faktor dari asumsi
constant growth sebagai berikut :
��= D1
r−g
Vo = fair value
D1 = dividen yang diharapkan
r = required rate on equity
g = dividend growth rate
Model penelitian harga saham yang banyak dikembangkan oleh para analis
telah membantu para investor dalam menentukan keputusan investasi yang akan
diambil. Model penilaian harga saham yang tertua dan dianggap sebagai salah
satu yang termudah untuk diaplikasikan adalah model pertumbuhan Gordon
dengan cara mendiskontokan dividen (Gordon Growth Model). Valuasi harga
saham dengan menggunakan arus kas berupa dividen sangat cocok untuk
perusahaan yang telah stabil. Hasil dari valuasi tersebut dapat digunakan para
2.4 Teori Ekspektasi
Sukirno (2006), menjelaskan bahwa ada 2 asumsi yang menjadi dasar
teori ekspektasi rasional (rational expectations). Pertama, teori ini menganggap
bahwa semua pelaku kegiatan ekonomi bertindak secara rasional, mengetahui
seluk beluk kegiatan ekonomi dan mempunyai informasi yang lengkap mengenai
peristiwa-peristiwa dalam perekonomian. Keadaan yang berlaku di masa depan
dapat diramalkan, selanjutnya dengan pemikiran rasional dapat menentukan reaksi
terbaik terhadap perubahan yang diramalkan akan berlaku. Akibat dari asumsi ini,
teori ekspektasi rasional mengembangkan analisis berdasarkan prinsip-prinsip
yang terdapat dalam teori mikroekonomi yang juga bertitik tolak dari anggapan
bahwa pembeli, produsen, dan pemilik faktor produksi bertindak secara rasional
dalam menjalankan kegiatannya. Asumsi kedua adalah semua jenis pasar
beroperasi secara efisien dan dapat dengan cepat membuat
penyesuaian-penyesuaian ke arah perubahan yang berlaku. Asumsi kedua ini sesuai dengan
pendapat ahli-ahli ekonomi klasik, dan merupakan salah satu alasan yang
menyebabkan teori ini dinamakan new classical economics. Menurut asumsi
kedua, tingkat harga dan tingkat upah dapat dengan mudah mengalami perubahan.
Kekurangan penawaran barang akan menaikkan harga, dan kelebihan penawaran
mengakibatkan harga turun. Buruh yang berkelebihan akan menurunkan upah,
sebaliknya kekurangan buruh akan menaikkan upah mereka. Semua pasar bersifat
persaingan sempurna, dan informasi yang lengkap akan diketahui oleh semua
2.5
Rasio Keuangan
a.
Return On Equity
Return On Equity (ROE) adalah salah satu alat utama investor yang
paling sering digunakan dalam menilai suatu saham. Menurut Tandelilin (2010),
rasio ROE bisa dihitung dengan membagi laba bersih dengan jumlah ekuitas
(modal sendiri) perusahaan. Return On Equity merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur tingkat pengembalian atas investasi oleh pemegang saham biasa.
ROE dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
��� =Laba bersih setelah bunga dan pajak
Jumlah modal sendiri
Keterangan : ROE = Return On Equity
Semakin tinggi nilai ROE menunjukkan semakin meningkatnya
profitabilitas atau kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih dengan
menggunakan modal sendiri.
b.
Growth
Salah satu bagian penting bagi seorang analis atau investor dalam
melakukan valuasi saham adalah menentukan tingkat pertumbuhan yang
dipergunakan sebagai dasar untuk memproyeksikan revenue dan earning.
Estimasi pertumbuhan digunakan untuk menjaga agar pertumbuhan deviden yang
diterima sesuai dengan estimasi. Estimasi pertumbuhan sangat sensitif, karena jika
salah dalam mengestimasi pertumbuhan harga wajar saham tersebut, maka akan
tidak sesuai atau jauh dari harga pasar. Estimasi pertumbuhan dapat diukur
g = (1-DPO) x ROE
Dimana:
DPO= �������� ����ℎ��� ������� ����ℎ��� g = growth
DPO = Deviden Pay Out Ratio ROE = Return On Equity
c.
Working Capital
Purba (2002) mengatakan apabila perusahaan dapat mengelola dengan
optimal kas, piutang dagang, dan persediaan maka perusahaan tersebut dapat
memaksimalkan kemampuan (maximize profitability) sekaligus menjaga likuiditas
dengan baik serta mengurangi resiko bisnis (reducing business risk).
Weston dan Brigham dalam sawir (2005), menyatakan working capital
adalah investasi perusahaan didalam aktiva jangka pendek seperti kas, sekuritas
(surat-surat berharga), piutang dagang, dan persediaan.
Kolb (dalam Sawir, 2005), menyatakan working capital adalah investasi
perusahaan dalam aktiva jangka pendek atau lancar, termasuk didalamnya kas,
sekuritas, piutang, persediaan, dan dalam beberapa perusahaan, dibayar di muka.
Ada dua pengertian working capital yaitu:
1. Gross working capital adalah keseluruhan aktiva lancar.
2. Net working capital adalah kelebihan aktiva lancar diatas hutang
Ahmad (1999) menjelaskan bahwa working capital memiliki dua fungsi yaitu :
1. Menopang kegiatan produksi dan penjualan atau sebagai jabatan saat
pengeluaran pembelian persediaan dengan penjualan dan penerimaan
kembali hasil jual.
2. Menutup dana atau pengeluaran tetap dan dana yang tidak
berhubungan secara langsung dengan produksi dan penjualan.
2.6
Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian sebelum-sebelumnya beberapa peneliti menggunakan
berbagai metode analisis untuk menghitung kewajaran dari harga saham. Seperti
yang ditulis oleh Muhammad Abdillah Triono yaitu dengan menggunakan metode
analisis deskriptif dan real option, menyimpulkan bahwa secara serempak
variabel asset, hutang, tenor, implied volalitas, suku bunga antar bank dan public
berpengaruh signifikan terhadap peluang kecenderungan overvalue atau
undervalue harga saham perdana dengan metode real option di Bursa Efek
Indonesia. Secara parsial variabel asset, tenor, dan implied volalitas lebih
menentukan dalam memprediksi peluang kecenderungan overvalue atau
undervalue harga saham. Untuk penjelasan yang lebih jelas, dapat dilihat pada
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
Dependen Independen
overvalue atau
undervalue
Harga Saham
Metode Deskriptif Kuantitatif
Hasil uji secara serempak variabel aset, hutang, tenor, implied volalitas, suku bunga antar bank dan publik berpengaruh signifikan
terhadap peluang
kecenderungan overvalue atau undervalue harga saham perdana dengan metode real option. Sedangkan secara parsial, variabel aset, tenor, dan implied volalitas berpengaruh lebih dominan secara positif daripada variabel hutang, publik, dan JIBOR. kesimpulannya adalah dengan metode real option variabel aset, tenor, dan implied volalitas lebih
menentukan dalam
memprediksi kecenderungan overvalue atau undervalue harga saham perdana pada Bursa Efek Indonesia.
Hasil
No Peneliti Judul Variabel Metode
Analisis
Dependen Independen
2 Harga Saham ROA
ROE EPS
3 Harga Saham DER
ROE
Ratio (CR), Debt to
Equity Ratio (DER),
dan Return On
Secara parsial, CR, DER, dan ROE tidak berpengaruh signifikan terhadap harga
saham sedangkan secara
serempak, variabel CR, DER,
dan ROE berpengaruh Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia bahwa variabel ROA, ROE, dan EPS mempunyai pengaruh terhadap harga saham. Sedangkan secara parsial, variabel ROA dan ROE ditemukan berpengaruh signifikan terhadap harga sama pada tingkat kepercayaan 95%.
No Peneliti Judul Variabel Metode
Analisis
Sumber : Jurnal-jurnal penelitian terdahulu
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak dalam hal
periode tahun penelitian, metode pemilihan sampel, teknik analisis data dan
2.7 Kerangka Konseptual
Menghitung harga wajar saham relatif mudah yaitu dengan
mendiskontokan (discounting) dividen ke nilai sekarang (present value) dengan
required rate of return selama periode waktu yang tak terhingga (infinite). Dalam
melakukan perhitungan menggunakan metode Gordon Growth Model akan
menghasilkan harga wajar saham. Selanjutnya harga wajar atau nilai intrinsik
tersebut dibandingkan dengan harga pasar pada saat itu sehingga diketahui kondisi
harga saham saat itu apakah undervalued atau overvalued. Kondisi tersebut dilihat
apabila harga pasar lebih besar daripada harga wajar maka saham tersebut dinilai
overvalued. Sementara ketika harga pasar lebih kecil dari harga wajar maka
saham tersebut dinilai undervalued. Informasi tersebut sangat berguna bagi para
investor sebelum melakukan keputusan investasi.
2.7.1 Pengaruh return on equity terhadap overvalued
Return on Equity (ROE) adalah perbandingan antara jumlah laba
yang tersedia bagi pemilik modal sendiri disatu pihak dengan jumlah modal
sendiri yang menghasilkan laba tersebut di pihak lain atau dengan kata lain
rentabilitas modal sendiri adalah kemampuan suatu perusahaan dengan
modal sendiri yang bekerja didalamnya untuk menghasilkan (Ginting 2013).
Menurut teori ekspektasi apabila perusahaan itu memiliki tingkat
profitabilitas yang tinggi, maka investor akan bersedia membayar saham
tersebut dengan harga yang lebih tinggi. Karena investor berharap jika
membeli saham tersebut akan mendapat keuntungan yang tinggi.
terhadap penilaian harga wajar saham tersebut sehingga menjadi
overvalued.
2.7.2 Pengaruh growth terhadap overvalued
Estimasi pertumbuhan sangat sensitif, karena jika salah
mengestimasi pertumbuhan harga wajar saham tersebut maka tidak akan
sesuai atau jauh dari harga pasar. Menurut teori ekspektasi semakin tinggi
tingkat estimasi pertumbuhan deviden dari saham tersebut maka membuat
harga saham tersebut menjadi tinggi sehingga cenderung overvalued.
Karena semakin tinggi tingkat estimasi pertumbuhan deviden dari
perusahaan atau saham tersebut maka akan membuat investor menjadi
tertarik untuk berinvestasi pada saham tersebut. Tingginya minat investor
membuat permintaan semakin tinggi sehingga harga saham tersebut
semakin tinggi atau overvalued.
2.7.3 Pengaruh working capital terhadap overvalued
Horne (1997), menyatakan bahwa modal kerja bersih adalah aktiva
lancar dikurangi kewajiban lancar. Setiap perusahaan dalam menjalankan
aktivitas atau operasinya sehari-hari selalu membutuhkan modal kerja
(working capital). Modal kerja ini misalnya digunakan untuk membayar
upah buruh, gaji pegawai, membeli bahan mentah, membayar persekot dan
pengeluaran-pengeluaran lainnya yang gunanya untuk membiayai operasi
perusahaan. Untuk itu menurut teori ekspektasi maka semakin tinggi
working capital atau modal kerja dari suatu perusahaan membuat penilaian
saham bisa digunakan sebagai modal kerja untuk operasional perusahaan
selanjutnya. Sehingga ketika perusahaan tersebut bisa mendapatkan
keuntungan yang tinggi dengan menjual saham tersebut dengan harga yang
tinggi, membuat harga saham tersebut cenderung overvalued. Dengan
demikian semakin tinggi modal kerja dari perusahaan tersebut maka
membuat harga wajar tersebut menjadi overvalued.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka kerangka pemikiran pada
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
Berdasarkan kerangka konseptual yang telah diuraikan, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
1. Return on equity berpengaruh positif terhadap overvalued saham
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2013.
2. Growth berpengaruh positif terhadap overvalued saham perusahaan
manufaktur yang tercatat dalam BEI tahun 2013.
3. Working capital berpengaruh positif terhadap overvalued saham
perusahaan manufaktur yang tercatat dalam BEI tahun 2013.
Working Capital Growth
ROE
Overvalued
atau