• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Pondok Pesantren Al Hidayah Basm

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sejarah Pondok Pesantren Al Hidayah Basm"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas

Mata Kuliah Sejarah Lokal

Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren Al-Hidayah

Basmol

Kelompok 8

1. Desi Ariyanti

2. Handoko Fincensius

3. Mela Fitriyani

4. Yhola Pricilia

5. Zulkifli Pelana

Prodi : Pendidikan Sejarah (A) 2012

(2)

Prolog

Karya tulis ini membahas secara sekilas mengenai sejarah dan perkembangan suatu pondok pesantren yang berada di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pembahasan tersebut terkait dengan studi sejarah lokal. Sejarah lokal adalah sejarah dari suatu “tempat”, suatu “locality”, yang batasannya ditentukan oleh “perjanjian” penulis sejarah itu sendiri1. Dalam

karya tulis ini, pendekatan studi sejarah lokal relevan untuk mengkaji mengenai sejarah dan perkembangan suatu pondok pesantren, karena pembahasan aspek historis (kesejarahan) dan perkembangannya meliputi suatu lokalitas tertentu (berdasarkan batasan yang ditentukan oleh “perjanjian” penulis), dalam hal ini lingkungan pesantren dan sekitarnya.

Pesantren, mendengar atau melihat kata itu mungkin yang akan terlintas di benak kita adalah anak-anak bersarung dan memakai peci (untuk laki-laki), pakaian serba tertutup dan memakai kerudung (untuk perempuan), serta mereka biasanya terlihat memegang Al-Qur’an atau kitab-kitab lain di tangannya sambil diletakkan di depan dada. Di tengah kehidupan gemerlap ibukota dengan segala perkembangannya, sampai kini masih eksis beberapa pondok pesantren yang sarat muatan pendidikan Islami. Beberapa pondok pesantren ini tetap bertahan dan berkembang dengan idealisme Islamiahnya di saat sudah banyaknya sekolah-sekolah formal, baik swasta maupun negeri, gedung-gedung pencakar langit, berbagai pusat perbelanjaan, dan makin kompleksnya persoalan di ibukota.

Sebelum kita memasuki inti pembahasan dalam karya tulis ini, ada baiknya terlebih dahulu kita mengetahui definisi mengenai pondok pesantren. Menurut asal katanya, “pesantren” berasal dari kata “santri” yang mendapat imbuhan awalan pe dan akhiran an

yang menunjukkan tempat. Dengan demikian, pesantren artinya tempat para santri. Sedangkan menurut Sudjoko Prasodjo, “pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara non klasikal, di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama abad pertengahan, dan para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut.”2 Dengan demikian, dalam pesantren, sekurang-kurangnya memiliki unsur-unsur:

kyai3, santri, masjid sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan dan pondok atau asrama

1 Taufik Abdullah, Sejarah Lokal di Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 15

2 Sudjoko Prasodjo, et al.Profil Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 6

(3)

sebagai tempat tinggal para santri serta kitab-kitab klasik sebagai sumber atau bahan pelajaran.4

Selain itu, istilah “Pondok Pesantren” di Indonesia berbeda-beda penyebutannya sesuai lokalitasnya, seperti di Jawa (termasuk Sunda dan Madura), umumnya digunakan istilah “pondok” dan “pesantren”, sedangkan di Aceh dikenal dengan istilah “dayah” atau “rangkang” atau “menuasa”, sedangkan di Minangkabau disebut “surau”.5

Dalam karya tulis ini, pembahasan mengenai pesantren terfokus dan dibatasi pada pembahasan tentang Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol, baik yang meliputi sejarah dan perkembangannya dari masa ke masa, sistem pendidikannya, serta dampak maupun pengaruhnya terhadap masyarakat di lokalitas sekitarnya.

BAB 1. PESANTREN AL-HIDAYAH BASMOL DAN PERKEMBANGANNYA Awal Pendirian Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol

Pondok Pesantren Al-Hidayah berlokasi di Jl. Raya Basmol RT 006 / RW 06, kampung Basmol, kelurahan Kembangan Utara, kecamatan Kembangan, kotamadya Jakarta Barat. Nama “Basmol” berasal dari kata “basmallah” yang artinya “dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. Karena Pondok Pesantren Al-Hidayah berada di wilayah perkampungan Basmol, maka banyak masyarakat sekitar wilayah Basmol yang kemudian menamakan Pondok Pesantren Al-Hidayah ini dengan nama “Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol”.6

Gambar 1.1 Peta lokasi pondok pesantren Al-Hidayah

4 Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M. Ag, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 286

5 Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 5

(4)

Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol didirikan pada tahun 1983. Pondok pesantren ini didirikan oleh Alm. KH Mas’ud Abdul Ghani, dan diteruskan oleh Alm. KH. M. Hasyim Mas’ud dan sekarang diterusan oleh KH. A. Syarifuddin Abdul Ghoni MA dengan beberapa pengurus lainnya. Hal ini dilatarbelakangi oleh dahulunya, sebelum pembentukannya menjadi sebuah pondok pesantren, Pesantren Al-Hidayah Basmol merupakan sebuah sekolah. Karena dukungan dari masyarakat sekitar dan keinginan para pelajar baik dari Ibtidaiyah (SD), maupun dari tingkat Tsanawiyah (SLTP) yang banyak di antara mereka ingin memperdalam ilmu-ilmu agama dengan kitab Salafiah (Kitab Kuning), serta untuk kesinambungan proses pendidikan dalam rangka mengisi pembangunan dalam bidang pendidikan mental spiritual, pihak yayasan Al-Hidayah memberikan kesempatan kepada mereka untuk ditampung dalam suatu asrama, dan di samping karena faktor tempat tinggal para pelajar yang rata-rata jauh dari sekolah, sehingga mereka meminta untuk dibuatkan penginapan.

Keputusan tersebut dimusyawarahkan sebelumnya oleh pihak yayasan dengan beberapa tokoh ulama untuk dapat menyediakan tempat untuk para pelajar yang mukim7. Dan

berdasarkan hasil musyawarah, akhirnya disetujuilah program penyediaan asrama bagi pelajar yang tinggalnya jauh dari sekolah dan hasil musyawarah ini pun dilaporkan kepada ketua yayasan Al-Hidayah yakni KH Mas’ud dan KH Muhtar juga kepada pengurus yayasan untuk diresmikan. Dengan demikian, secara kelembagaan resmilah Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol berdiri, karena sudah berubah dari yang dahulunya sebagai sekolah menjadi pondok pesantren.

Profil Singkat Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol 1. Kepengurusan

Ada dua hierarki kepengurusan di Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol, lapis pertama adalah dewan pengasuh (Yayasan) dan lapis kedua adalah dewan pembantu pengasuhan santri.

Dewan pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol adalah pemegang otoritas tertinggi yang membuat segala macam kebijaksanaan kepemimpinan. Dewan pengasuh tersebut terdiri atas:

1) Ketua Yayasan : K.H. A. Syarifuddin Abd. Ghani, MA 2) Ketua Pondok : K.H. Alawi Moh. Zen, MA

(5)

3) Wakil Ketua : H. Ahmad Zawawi Mas’ud 4) Bendahara : K.H. Abd.Rahman

5) Sekretaris : H. Niswan Thoyyib

6) Sie Pendidikan : K.H. Hisyam Hasyim Al Burhany 7) Sie Humas : H. Muadz Zaelani

8) Sie Keamanan : H. Ishaq Sholeh Adapun dewan Pengasuh Harian santri, terdiri atas: 1) Ketua Pondok (lurah) : H. Nasrullah, Lc 2) Wakil Ketua : Ainal Yakin, S.Pd.I. 3) Bendahara : Abqori Hisan

4) Sekretaris : Abdul Ghofur, S.H.I. 5) Sie Pendidikan : A. Baihaqi Kamil Arif 6) Sie Kebersihan : Sirojul Huda

7) Sie Keamanan : Nawi Abdullah, S.Pd.I 8) Sie Kesehatan : Nazwa Alawi, S.Kes.M 9) Sie Pengembangan Bahasa : Agus Antony

Gambar 1.2 Struktur pengurus pondok pesantren Al-Hidayah

2. Visi Pesantren

o Semata-mata untuk ibadah kepada Allah SWT dan mengharap ridho-Nya (tercermin dalam sikap tawadhu, tunduk dan patuh kepada Allah SWT).

o Mengimplementasikan fungsi Khalifah Allah di muka bumi tercermin dalam sikap proaktif, inovatif, dan kreatif.

(6)

o Mempersiapkan individu-individu yang unggul dan berkualitas menuju terbentuknya Khairul Ummah (ummat terbaik) yang dikeluarkan untuk manusia.

o Mempersiapkan kader-kader ulama dan pemimpin umat (Mundrizul Qoum) yang muttafaqih fid dien yang berakhlak mulia untuk mampu untuk melaksanakan: dakwah ilal Khair, 'amar ma'ruf nahi munkar dan indzarul qoum.

4. Moto Kepesantrenan

Moto Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol adalah mengacu kepada 4 H, yaitu

Head, Heart, Hand dan Health.

a. Head: mendidik santri dengan tauhid dan ilmu pengetahuan agar menjadi manusia yang bukan hanya pandai, tetapi sekaligus juga menjadi muslim yang

kaffah. Dengan upaya ini diharapkan para santri bisa memiliki wawasan yang luas, tangguh, cerdas dan teliti dalam menghadapi berbagai permasalahan yang ada.

b. Heart: mendidik santri dengan iman dan akhlak al-karimah, sehingga ia akan memiliki ketangguhan dan keberanian untuk membela kebenaran.

c. Hand: mendidik santri dengan seni dan olah jiwa dan raga, sehingga santri akan menjadi orang yang mencintai keindahan, dapat menghayati nilai-nilai estetika serta memiliki ketahanan fisik yang prima.

d. Health: mendidik santri dengan membiasakan hidup bersih dan sehat.

5. Tujuan Pondok Pesantren Al-Hidayah a. Untuk menyebarluaskan ilmu

b. Untuk mencetak generasi penerus yang berakhlak

c. Untuk menyebarluaskan syiar agama Islam

6. Keadaan Santri

Lembaga pendidikan yang terdapat di wilayah Pesantren Al-Hidayah Basmol meliputi tingkat TK / Diniyah, SD / Ibtidaiyah, SLTP / Tsanawiyah, SMA / SMEA / SMK / Aliyah. Sejak tahun 1983 sampai sekarang, rata-rata jumlah murid yang menempuh pendidikan di sekolah mengalami kondisi naik dan turun. Pada tahun 2005, jumlah santri sebanyak 230 orang, yang terdiri dari 125 orang santri putra dan 105 orang santri putri. Pada tahun 2007 sampai 2009, jumlah santri sebanyak 242 orang, 131 santri putra dan 111 orang santri putri.8 Pada tahun 2013, jumlah santri keseluruhan sebanyak

(7)

300 orang, terdiri dari santri putra berjumlah 160 orang dan santri putri berjumlah 140 orang.

Gambar 1.3 Asrama Putra pondok pesantren Al-Hidayah

Data tersebut berdasarkan jumlah santri yang berstatus santri mukimin saja, belum termasuk siswa ghoiru mukimin (tidak nyantri). Hal ini disebabkan adanya keterbukaan bagi sekolah untuk menerima siswa yang tidak mukim, yang pulang-pergi.

Dari jumlah santri yang ada, daerah asal mereka masih terbatas daerah-daerah tetangga yang berdekatan dengan Pondok Pesantren di antaranya: Jakarta, Tangerang, Bekasi bahkan ada beberapa santri yang berasal dari luar kota, seperti Cirebon, Surabaya, Jawa Timur.

Kurikulum Pendidikan Pesantren

Terkait sistem pendidikannya, pesantren-pesantren di Indonesia dibagi menjadi dua tipe9,

yakni:

1. Pesantren Salafiyah (tradisional), yaitu pesantren yang masih mempertahankan sistem pengajaran tradisional, dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik (Kitab Kuning). Kitab Kuning merupakan karya tulis Arab yang disusun oleh para sarjana muslim Abad Pertengahan Islam. Sebutan “kuning” ini karena kertas yang digunakan berwarna kuning, mungkin karena lapuk ditelan masa. Oleh karena itu,

Kitab Kuning disebut juga kitab kuno.10 Kitab ini menjadi sumber belajar di

pesantren dan lembaga pendidikan Islam tradisional semacamnya.

Contoh pesantren salafiyah: Pesantren Lirboyo dan Ploso di Kediri, Pesantren Maslakul Huda di Pati, dan Pesantren Tremas di Pacitan.

2. Pesantren Khalafiyah (modern), yaitu pesantren yang mengintegrasikan secara penuh sistem klasikal dan sekolah ke dalam pondok pesantren. Pengkajian

kitab-9 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: LISK, 2001), hlm. 156-157

(8)

kitab klasik tidak terlalu menonjol. Pembelajaran mata pelajaran yang biasa dipelajari di sekolah formal (umum) pun dimasukkan dalam kurikulum pesantren. Contoh: Pondok Modern Darussalam Gontor, Pesantren Tebuireng dan Rejoso di Jombang.

Untuk Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol, dari awal pendiriannya, sistem pendidikan pesantren ini adalah berada di antara salafiyah (tradisional) dan khalafiyah (modern).11 Maka

dari itu, pesantren ini tidak begitu terpusat hanya kepada pelajaran agama Islam saja, namun pelajaran yang biasa terapkan sekolah-sekolah umum juga diterapkan

Di pesantren ini, diterapkan kurikulum Pesantren, Kurikulum Yayasan, Kurikulum Kementerian Agama dan Kurikulum Pendidikan Nasional. Selain itu, pesantren ini tiap tahun melakukan kerja sama dengan Kementerian Agama untuk beasiswa kuliah. Di tiap tahunnya selalu ada santri yang mendapatkan beasiswa, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Mengenai kurikulum pesantren (non formal), yang mencakup pengajian Kitab Kuning, Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol memiliki jenis fan dari kitab-kitab yang diajarkan disesuaikan dengan tingkatan pendidikan santri, dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Jenis Fan Tsanawiyah (SLTP) Aliyah (SMA) Senior (Mudabbir)

Al-Qur’an Tahsin tilawah &Nagham Tahsin tilawah & Nagham

Tajwid Tuhfah al-Athfal

Ilmu tafsir At-Taisir fi Ushul Al-Tafsir

Hadits Al-Arba’in an-NawawiMukhtar al-Hadits Bulugh al-MaramSunan Abi Daud Sunan Abi DaudShahih Muslim Ilmu

(9)

Irsyadu al-Anam

Metode pembelajaran yang lazim digunakan dalam pendidikan pesantren, antara lain: - Wetonan, yakni suatu metode kuliah di mana para santri mengikuti pelajaran dengan

duduk di sekeliling kiai yang menerangkan pelajaran. Santri menyimak kitab masing-masing dan mencatat jika perlu. Pelajaran diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum atau sesudah shalat fardhu. Di Jawa Barat, metode ini disebut dengan bandongan, sedangkan di Sumatera disebut dengan halaqah.

- Sorogan, yakni suatu metode di mana santri menghadap kiai seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. Metode sorogan ini merupakan bagian tersulit dari keseluruhan metode pendidikan Islam tradisional, sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi santri / kendati pun demikian, metode ini diakui paling intensif, karena dilakukan seorang demi seorang dan ada kesempatan untuk tanya jawab langsung. (Nizar, 2008: 287)

- Hafalan, yakni suatu metode di mana para santri menghafal teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya.12

Pada kasus Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol, ketiga metode tersebut masih tetap dilakukan sampai saat ini sebagai pelestarian ciri khas pelaksanaan kurikulum pembelajaran yang ada di pesantren, di samping dipadukan dengan kurikulum sekolah formal.

Dalam hal kegiatan ekstrakurikuler, Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol juga memberikan bekal ekstra bagi santri dengan mengadakan ekstrakurikuler, seperti

(10)

pengembangan bahasa Arab dan Inggris secara aktif serta kegiatan lain seperti pencak silat,

marawis, dan sebagainya.13

Perkembangan dari Masa ke Masa

Pada tahun 1988 – 1989, tempat penginapan untuk santri putra pun dibangun. Pada mulanya dibangun tempat penginapan hanya untuk putra terlebih dahulu dan karena keterbatasannya pondok pesantren Al- Hidayah belum membangun tempat tinggal untuk santri putri bermukim. Tetapi karena penduduk Basmol menerima dengan baik kehadiran pondok pesantren, maka diizinkan kepada para santri putri untuk bertempat tinggal dipemukiman penduduk untuk sementara waktu. Selanjutnya barulah pada tahun 1989-1990 asrama putri dibangun.. Dengan wakaf tanah yang diberikan oleh KH Mas’ud, pembangunan pun dilanjutkan meskipun dengan bantuan uang sekedarnya, maka dibuatlah bangunan sederhana untuk santri putri. Tepat awal tahun ajaran 1989 – 1990, santri putri sudah dapat mengikuti ta’lim (kegiatan belajar-mengajar) di asrama. Selain itu, Madrasah Aliyah (SMA) di Pondok Pesantren Al-Hidayah juga dibangun pada tahun 1990-an.

Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol makin tumbuh dan berkembang dengan pesat, yang salah satu faktornya adalah bertambahnya beberapa mukimin yang telah selesai dengan studinya di luar negeri seperti Saudi Arabiah, Mesir, Libya dan beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Hal ini secara tidak langsung berdampak pada makin meningkatnya mutu pendidikan di pesantren ini, karena mulai bertambahnya tenaga pendidik yang cukup kompeten, yang mana mereka merupakan lulusan dari lembaga pendidikan dari luar negeri seperti Saudi Arabiah, Mesir, Libya dan beberapa perguruan tinggi di Indonesia.14

Dalam kondisi yang sederhana, sedikit demi sedikit Pesantren Al-Hidayah mulai memperbaiki dan mengadakan sarana dan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh para santri. Di antaranya penambahan ruang kamar permanen dua lantai bagi santri ataupun meningkatkan fasilitas pendidikan lainnya yang dibutuhkan oleh santri.

Masalah letak bangunan asrama putra, asrama putri, masjid, madrasah (sekolah), rumah para kyai, dan lain-lain cenderung agak menyebar, meskipun masih terletak berdekatan dalam suatu lingkungan perkampungan. Dalam hal ini, pesantren lebih terkesan membaur tanpa terasing dengan lingkungan masyarakat umum di sekitarnya.

Kebutuhan masyarakat akan pendidikan (terutama pendidikan agama Islam) menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol tetap bertahan di

13 Data Profil Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol Jakarta Barat, tahun ajaran 2012-2013

(11)

tengah laju perkembangan zaman ibukota. Selain itu, pondok pesantren ini telah banyak menghasilkan lulusan yang mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, baik perguruan tinggi Islam maupun perguruan tinggi “Umum”. Bahkan ada beberapa lulusannya yang menjadi tenaga pendidik, seperti dosen, guru, maupun ustadz yang pada akhirnya berkontribusi dalam dunia pendidikan. Para lulusan pesantren ini pula nantinya diharapkan sebagai “putra daerah” yang akan berkontribusi dalam kemajuan masyarakatnya, karena selain menguasai intelektualitas, para santri maupun lulusannya bisa membantu pengembangan kualitas hidup masyarakat.

Hubungan Timbal Balik antara Pesantren dan Masyarakat

Kehadiran pesantren tidak dapat dipisahkan dari tuntutan umat. Karena itu, pesantren sebagai lembaga pendidikan selalu menjaga hubungan yang harmonis dengan masyarakat di sekitarnya sehingga keberadaannya di tengah-tengah masyarakat tidak menjadi terasing. Dalam waktu yang sama, segala aktivitasnya pun mendapat dukungan dan apresiasi dari masyarakat di sekitarnya.15 Pada kasus Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol ini terlihat

dengan adanya dukungan masyarakat Basmol terhadap pembuatan asrama untuk para santri yang rumahnya jauh, agar para santri tersebut tidak lelah dan tidak repot untuk belajar di pesantren tersebut.

Pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga berfungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran keagamaan. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah, sekolah umum, perguruan tinggi) dan non formal (Fiqh, Hadits, Tafsir, Tauhid, Tasawuf). Sebagai lembaga sosial, pesantren menampung anak-anak dari segala lapisan masyarakat muslim tanpa membeda-bedakan status sosial.16 Sebagai lembaga penyiaran agama Islam, masjid pesantren juga berfungsi

sebagai masjid umum, yakni sebagai tempat belajar agama dan ibadah bagi para jamaah.17

Institusi pesantren merupakan perwujudan dari pelembagaan prinsip amar ma’ruf nahi munkar18. Menurut KHM Yusuf Hasyim, pondok pesantren tidak sekadar mencetak individu

pendakwah yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar, melainkan pesantren sebagai lembaga itu sendirilah yang berperan sebagai pendakwah, dan bahkan menjadi prototipe

15 Abuddin Nata, op. cit., hlm. 101

16 Ahmad Mustofa Harun, et al.Khazanah Intelektual Pesantren. Jakarta: Maloho Jaya Press, 2009), hlm. 443-444

17 Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M. Ag, op. cit., hlm. 288

(12)

dakwah bi al-hal bagi masyarakat.19 Dalam hal ini, Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol

berperan sebagai agen perubahan sosial untuk kemajuan lingkungan kehidupan masyarakat Basmol, di mana orang-orang yang terlibat dalam pesantren tersebut berperan dalam upaya dakwah ajaran agama Islam, yang meliputi penyebaran seruan untuk melakukan perbuatan kebaikan dan mencegah dari perbuatan keburukan. Dalam hal dakwah, ada sebuah media yang disebut “pengajian umum”, bagi kalangan pesantren “pengajian umum” ini menjadi media efektif sebagai sarana berdakwah melakukan ‘amar ma’ruf nahi munkar dan dapat menjangkau khalayak yang luas sekaligus.20

Di samping fungsi yang telah disebutkan tadi, pada zaman pergerakan nasional (awal abad ke-20) pesantren juga berperan sangat besar dalam merespons ekspansi politik imperialis Belanda21 dalam bentuk menolak segala sesuatu yang “berbau” Barat dengan

menutup diri dan menaruh sikap curiga terhadap unsur-unsur asing. Lebih dari itu, pesantren sebagai tempat mengobarkan semangat jihad untuk mengusir penjajah dari tanah air. (Nizar, 2008: 288).

Dan juga peranan pendidikan pesantren dalam corak tradisional dan otosentris (yang berpusat pada diri sendiri) menjadi adaptif dan emansipatif terhadap perubahan sosial serta berusaha mempertahankan kebudayaan etnis dan identitas bangsa dan mengusahakan lenyapnya dominasi politik asing di dalam negeri.22

Dalam hal perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama ilmu perbintangan, dari sebelum dibentuknya Pondok Pesantren Al-Hidayah, masyarakat di Basmol sudah sering melakukan pengamatan bulan (Rukyatul Hilal), yang mana tujuannya yaitu untuk menentukan awal Ramadhan, Idul Fitri, maupun Idul Adha. Sampai sekarang di Pondok Pesantren ini rutin setiap tahun melakukan Rukyatul Hilal. Dan pondok pesantren ini memiliki peralatannya sendiri yang terdapat di sekitar menara masjid milik pesantren, dan juga cara-cara untuk melihat hilal diajarkan di sini.23 Selain itu, di pesantren ini juga sering

dilakukan pengamatan untuk memprediksi kapan terjadinya gerhana.

19 Lihat “Pesantren and National Development: Role and Potential” dalam Manfred Oepen, et. al. (eds.). The Impact of Pesantren in Education and Community Development in Indonesia, 1988, hlm. 69

20 M. Dian Nafi’, et al. Praksis Pembelajaran Pesantren (Yogyakarta: LKiS, 2007), hlm. 63

21 Ahmad Mansyur Suryanegara, Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 130

22 Abuddin Nata, op. cit., hlm. 105

(13)

Gambar 2.1 Wawancara dengan bpk. Abdul Ghofur, Sekretaris pengurus harian pondok pesantren Al-Hidayah

Terkait hasil Rukyatul Hilal, kerap kali terjadi perbedaan keputusan tentang kapan mulainya puasa Ramadhan dan datangnya Idul Fitri antara pihak masyarakat sekitar Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol dengan keputusan pemerintah (melalui Kementerian Agama RI). Hal ini tentunya didasari oleh keyakinan warga Basmol akan hasil dari melihat hilal yang dilakukan di lingkungan pesantren tersebut. Jadi, mereka meyakini dari apa yang sudah diteliti oleh lembaga pengamatan hilal di sekitar pesantren itu.

(14)

Epilog

Eksistensi dan peranan pesantren dalam dinamika kehidupan masyarakat ibukota sekiranya telah memberikan ‘angin segar’ terhadap dunia pendidikan di Indonesia pada umumnya. Pesantren menjadi alternatif sekaligus penggerak dalam melahirkan generasi-generasi penerus bangsa yang terdidik, baik intelektualnya maupun moral-spiritualnya. Meskipun zaman terus bergulir dengan segala bentuk perubahan, yang konstruktif maupun destruktif, pesantren akan terus hidup dan berperan aktif dalam mencerdaskan anak bangsa, karena kebutuhan masyarakat akan pendidikan masih tetap ada di tengah himpitan zaman yang makin berkembang.

Dengan contoh kasus Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol tersebut, kita dapat menyadari dan memahami bahwa betapa pentingnya pendidikan yang didasari semangat beragama maupun semangat intelektual guna mencapai generasi penerus bangsa yang cerdas, terdidik, dan mencerahkan kehidupan masyarakatnya. Selain itu, hubungan yang sinergis antara pihak pondok pesantren dengan masyarakatnya turut berperan dalam menjaga keharmonisan lingkungan kependidikan daerah Basmol.

(15)

Daftar Pustaka

Buku

Abdullah, Taufik. 2005. Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Dhofier, Zamakhsyari. 1983. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3S

Hasbullah. 2001. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: LISK

Harun, Ahmad Mustofa, et al. 2009. Khazanah Intelektual Pesantren. Jakarta: Maloho Jaya Press

Madjid, Nurcholis. 1997. Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina

Nafi’, M. Dian, et al. 2007. Praksis Pembelajaran Pesantren. Yogyakarta: LKiS

Nata, Abuddin (ed.). 2001. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Grasindo

Nizar, Samsul. 2008. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. Jakarta: Kencana

Oepen, Manfred, et. al. (eds.). 1988. The Impact of Pesantren in Education and Community Development in Indonesia.

Prasodjo, Sudjoko. et al. 1982. Profil Pesantren. Jakarta: LP3ES

Suryanegara, Ahmad Mansyur. 1998. Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Bandung: Mizan

Wawancara

Hasil wawancara dengan Bpk. Abdul Gofur, Sekretaris Pengurus Harian Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol, pada tanggal 10 Desember 2013

Sumber Lain

Gambar

Gambar 1.1 Peta lokasi pondok pesantren Al-Hidayah
Gambar 1.2 Struktur pengurus pondok pesantren Al-Hidayah
Gambar 1.3 Asrama Putra pondok pesantren Al-Hidayah
Gambar 2.1 Wawancara dengan bpk. Abdul Ghofur, Sekretaris pengurus harian pondok pesantren Al-Hidayah

Referensi

Dokumen terkait

Karena pembentukan dari ajaran ini tergantung juga pada sejauh manapengamalan mereka terhadap ilmu yang diterima dan dzikir yang dikerjakan.Zikir dalam Tarekat

Hasil dari penulisan skripsi ini menyimpulkan bahwa: (1) Pondok Pesantren Darullughah Wadda’wah berdiri pada tahun 1981 M di sekitar alun- alun Bangil dan

dengan titik fokus pada permasalahan ini akan menemukan bagaimana sejarah serta perkembangan dan juga kontribusi dari pondok pesantren Al-Masthuriyah.. Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan di lingkungan pondok pesantren, diketahui jenis kebutuhan yang dimiliki oleh para pelajar MI/ SD, Mts/ SMP, dan Ma/ SMA tidak jauh berbeda sehingga

Tabel 4.8 Kategori nilai rata-rata raport mata pelajaran akidah akhlak siswa yang berasal dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Madrasah Tsanawiyah Al Badar

Tidak ada keinginan dari Kyai Wawang untuk mengubah Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin menjadi pesantren modern atau sekolah formal yang setara dengan Sekolah Dasar, Menengah

Dalam perkembangannya karena keinginan dari para orang tua siswa dari TK Raudhatul Athfal yang ingin melanjutkan pendidikan anaknya di Pondok Pesantren Mamba’ul

Tingkat pendidikan mereka beragam, Mulai dari yang lulusan dari pondok pesantren hingga lulusan perguruan tinggi baik dalam dan luar negeri.46 Pondok pesantren Al- Mubarok NW Kecamatan