• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jual Beli Dalam Islam (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jual Beli Dalam Islam (1)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Menurut etimologi, jual beli adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah.

Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Hadist Nabi, dan Ijma’. Hukum jual beli pada dasarnya dibolehkan oleh ajaran islam. Kebolehan ini didasarkan kepada firman Allah yang terjemahannya sebagai berikut :

“…. Janganlah kamu memakan harta diantara kamu dengan jalan batal melainkan dengan jalan jual beli, suka sama suka….” (Q.S. An-Nisa’ : 29).

Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum islam).

Rukun Jual Beli:

 Dua pihak membuat akad penjual dan pembeli  Objek akad (barang dan harga)

 Ijab qabul (perjanjian/persetujuan)

Barang- barang yang terlarang diperjual belikan adalah : barang yan g haram dimakan, khamar, buah-buahan yang belum dapat dimakan,air, barang-barang yang samar dan barang- barang yang dapat dijadikan sarana ma’shiyat.

Berdasarkan uraian pada latar belakang, penulis tertarik untuk mengetahui pengertian jual beli, landasan atau hukum jual beli, pandangan ulama mengenai jual beli, serta macam-macam jual beli. Karya tulis ini penulis beri judul “Jual Beli dalam Islam”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada karya tulis ini adalah: apa saja pengertian jual beli, apa landasan atau hukum jual beli, bagaiana pandangan ulama mengenai jual beli, serta macam-macam jual beli.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan karya tulis ini yaitu:

1. Untuk mengetahui pengertian jual beli, landasan hukum jual beli, pandangan ulama mengenai jual beli, serta macam-macam jual beli.

2. Menjadi salah satu sumber informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut di lokasi yang berbeda.

3. Untuk menambah wawasan mengenai jual beli dalam islam. BAB II

(2)

2.1 Pengertian Jual Beli dalam Islam

a. Menurut ulama Hanafiyah : “Pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan)”. (Alauddin al-Kasani, Bada’i ash-Shana’I fi Tartib asy-Syara’i, juz 5, hal. 133)

b. Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : “Pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan”. (Muhammad asy-Syarbini, Mugni al-Muhtaj, juz 2, hal. 2)

c. Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni : “ Pertukaran harta dengan harta untuk saling menjadikan milik”. (Ibnu Qudamah, al-Mughni, juz 3, hal. 559)

d. Tukar menukar harta meskipun ada dalam tanggungan atau kemanfaatan yang mubah dengan sesuatu yang semisal dengan keduanya, untuk memberikan secara tetap (Raudh al-Nadii Syarah Kafi al-Muhtadi, 203).

e. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling ridha. (Idris Ahmad, Fiqh al-Syafi’iyah)

f. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab dan qabul dengan cara yang sesuai dengan syara. (Taqiyuddin, Kifayat al-Akhyar, hal. 329)

g. Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan dan memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan. (Fiqh al-Sunnah, hal. 126)

Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.

2.2 Landasan atau Dasar Hukum mengenai Jual Beli

1. Al-Qur’an

– Allah Swt berfirman, “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.” (Q.S. Al-Baqarah 2 : 198)

Ibnu Katsir menerangkan ayat di atas bahwa Imam Bukhari rh berkata bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepadaku Ibnu Uyainah, dari Amr, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa di masa jahiliyah, Ukaz, Majinnah dan Zul-Majaz merupakan pasar-pasar tahunan. Mereka merasa berdosa bila melakukan perniagaan dalam musim haji. (Tafsir Ibnu Katsir)

(3)

Mereka berkata, “sesungguhnya jual beli sama dengan riba”. Hal ini jelas merupakan pembangkangan terhadap hukum syara’ yakni menyamakan yang halal dan yang haram. Kemudian firman Allah Swt, “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Ibnu Katsir rh berkata tentang ayat ini bahwa ayat ini untuk menyanggah protes yang mereka katakan, padahal mereka mengetahui bahwa Allah membedakan antara jual beli dan riba secara hukum. (Tafsir Ibnu Katsir)

– Allah Swt berfirman, “Dan persaksikanlah, apabila kamu berjual beli”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 282)

Ibnu Juraij berkata, “Barang siapa yang melakukan jual beli, hendaklah ia mengadakan persaksian”. Abu Sa’id, Asy-Sya’bi, Ar-Rabi’ ibnu Anas, Al-Hasan, Ibnu Juraij dan Ibnu Zaid serta lainnya mengatakan bahwa pada mulanya menulis utang piutang dan jual beli itu hukumnya wajib, kemudian di-mansukh oleh firman Allah Swt, “Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya)”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 283)

– Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kalian”. (Q.S. An Nisaa’ 4 : 29)

“kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kalian”, yakni janganlah kalian menjalankan usaha yang menyebabkan perbuatan yang diharamkan tetapi berniagalah menurut syariat dan dilakukan suka sama suka (saling ridha) di antara penjual dan pembeli serta carilah keuntungan dengan cara yang diakui oleh syariat. (Tafsir Ibnu Katsir)

– Allah Swt berfirman, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Q.S Al Qashash 28 : 77)

2. As-Sunnah

Nabi Saw ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik. Beliau Saw menjawab, “Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur”. (HR. Bazzaar, dishahihkan oleh Hakim dari Rifa’ah ibn Rafi’). Maksud mabrur dalam hadits di atas adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu menipu dan merugikan orang lain. Rasulullah Saw bersabda, “Jual beli harus dipastikan saling meridhai”. (HR Baihaqi dan Ibnu Majah). Rasulullah Saw bersabda, “Jual beli harus dengan suka sama suka (saling ridha) dan khiyar adalah sesudah transaksi, dan tidak halal bagi seorang muslim menipu muslim lainnya”. (HR Ibnu Jarir).

(4)

jahiliyah. Ketika datang Islam, mereka membencinya lalu turunlah ayat : “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu…”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 198) dan Nabi Saw bersabda, “Penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar selama mereka belum berpisah”. (Muttafaq ‘alaih) Rasulullah Saw bersabda, “Pedagang yang jujur (terpercaya) bersama (di akhirat) dengan para nabi, Shiddiqin dan syuhada”. (HR Tirmidzi)

3. Ijma

Para ulama telah sepakat bahwa hukum jual beli itu mubah (dibolehkan) dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai. Hukumnya berubah menjadi haram kalau meninggalkan kewajiban karena terlalu sibuk sampai dia tidak menjalankan kewajiban ibadahnya.

Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli]. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (Q.S. Al-Jumu’ah 62 : 9-10)

Maksudnya: apabila imam telah naik mimbar dan muazzin telah azan di hari Jum’at, maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalkan semua pekerjaannya. Hukumnya berubah menjadi haram apabila melakukan jual beli dengan tujuan untuk membantu kemaksiatan atau melakukan perbuatan haram.

Allah Swt berfirman, “Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (Q.S. Al-Ma’idah 5 : 2). Menurut Imam asy-Syatibi (ahli fiqih bermadzhab Maliki), hukumnya berubah menjadi wajib dalam kondisi tertentu seperti kalau terjadi ihtikar (penimbunan barang) sehingga persediaan barang hilang dari pasar & harga melonjak naik.

2.3 Pandangan Ulama mengenai Jual Beli

Imam Syafi’i menjelaskan bahwa yang bisa dijadikan standar nilai (harga) adalah dinar emas dan dirham perak. Ibnu Khaldun rh berkata, “Allah telah menciptakan dua logam mulia, emas dan perak, sebagai standar ukuran nilai untuk seluruh bentuk simpanan harta kekayaan. Emas dan perak adalah benda yang disukai dan dipilih oleh penduduk dunia ini untuk menilai harta dan kekayaan.

Walaupun, karena berbagai keadaan, benda-benda lain didapat, namun tujuan utama dan akhirnya adalah menguasai emas dan perak. Semua benda lain senantiasa terkait perubahan harga pasar, namun itu tak berlaku pada emas dan perak. Keduanya-lah ukuran keuntungan, harta dan kekayaan”. (Ibnu Khaldun, Muqaddimah)

(5)

— Penyimpan Nilai (Store of Value)

Yaitu uang harus bisa mempunyai nilai atau harga yang tetap (stabil). — Satuan Perhitungan/Timbangan (Unit of Account)

Yaitu uang harus bisa berfungsi sebagai satuan perhitungan atau timbangan (Unit of Account) untuk menimbang atau menilai suatu barang atau jasa. Allah Swt menjadikan uang dinar dan dirham sebagai hakim dan penengah di antara harta benda lainnya sehingga harta benda tersebut dapat diukur nilainya dengan uang dinar dan dirham (menjadi satuan nilai). (Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, hal 222)

— Alat Tukar (Medium of Exchange)

Yaitu uang harus bisa berfungsi sebagai alat tukar (Medium of Exchange) untuk melakukan transaksi perdagangan barang atau jasa.

Uang dinar dan dirham menjadi perantara untuk memperoleh barang-barang lainnya. Karena uang tidak dapat memiliki manfaat pada dirinya sendiri, namun ia memiliki manfaat bila dipergunakan untuk hal-hal yang lain. (Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, hal 222) Kenapa emas dan perak? Menurut Al-Ghazali dikarenakan kedua barang tambang itulah yang dapat tahan lama dan mempunyai keistimewaan dibanding dengan barang yang lain serta keduanya mempunyai nilai atau harga yang sama (stabil). Al-Maqrizi, ulama abad ke-8 Hijriyah, salah seorang murid Ibnu Khaldun. Beliau memangku jabatan hakim (qadhi Qudah) madzhab Maliki pada masa amirat Sultan Barquq (784 – 801 H). (Zainab al-Khudairi, Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun, hal. 16)

Pada tahun 791 H, Sultan Barquq mengangkat al-Maqrizi sebagai muhtasib di Kairo. Jabatan tersebut diembannya selama 2 tahun. Pada masa ini, al-Maqrizi mulai banyak bersentuhan dengan berbagai permasalahan pasar, perdagangan dan mudharabah sehingga perhatiannya terfokus pada harga-harga yang berlaku, asal-usul uang dan kaidah-kaidah timbangan. (Hammad bin Abdurrahman Janidal, Manahij Bahitsin fi iqtishad al-Islamii, 2/208). Menurut al-Maqrizi, baik pada masa sebelum atau setelah kedatangan Islam, uang digunakan oleh umat manusia untuk menentukan harga barang dan nilai upah. Untuk mencapai tujuan ini, uang yang dipakai hanya terdiri dari emas dan perak. (Al-Maqrizi, al-Nuqud al-‘Arabiyah al-Islamiyah wa ‘ilm al-Namyat, hal. 73)

2.4 Macam-macam Jual Beli

Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjaudari segi objek jual beli, dari segi pelaku jual beli, dari segi hukum jual beli, dari segi pertukaran jual beli, dan dari segi harga jual beli:

1. Macam- Macam Jual Beli Ditinjau dari Segi Obyek Jual Beli: a. Jual beli benda yang kelihatan

Yaitu pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjual belikan ada di depan penjual dan pembeli. Hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak dan boleh dilakukan, seperti membeli beras di pasar.

(6)

Yaitu jual beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah untuk jual beli yang tidak tunai, salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.

c. Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat

Yaitu jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak.

2. Macam-Macam Jual Beli Ditinjau dari Segi Pelaku Akad (Subyek) a. Dengan lisan

Penyampaian akad yang dilakukan oleh kebanyakan orang seperti dengan berbicara. b. Dengan perantara atau utusan

Penyampaian akad jual beli melalui perantara, utusan, tulisan, atau surat-menyurat sama halnya dengan ijab qabul dengan ucapan, misalnya Via Pos dan Giro. Jual beli ini dilakukan antara penjual dan pembeli tidak berhadapan dalam satu majelis akad, tetapi melalui Pos dan Giro, jual beli seperti ini dibolehkan menurut syara’.

c. Jual beli dengan perbuatan

Yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab qabul, seperti seseorang mengambil rokok yang sudah bertuliskan label harganya, dibandrol oleh penjual kemudian diberikan uang pembayarannya kepada penjual. Jual beli dengan cara demikian dilakukan tanpa sighat ijab qabul antara penjual dan pembeli, menurut sebagian Syafi’iyah tentu hal ini dilarang sebab ijab qabul sebagai rukun jual beli. Tetapi sebagian lainnya, seperti Imam Nawawi membolehkan jual beli barang kebutuhan sehari-hari dengan cara yang demikian, yakni tanpa ijab qabul terlebih dahulu.

3. Macam-Macam Jual Beli Ditinjau dari Segi Hukum a. Jual beli yang sah menurut hukum

Yaitu jual beli yang memenuhi syarat-syarat dan rukun jual beli serta tidak terdapat unsur yang menyebabkan tidak sahnya jual beli.

1) Rukun Jual Beli. Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama ada empat, yaitu : a) Bai’ (penjual)

b) Mustari (pembeli)

c) Ma’qud ‘alaih (barang yang dijual) d) Shighat (Ijab dan Qabul)

2) Syarat Sah Jual Beli

Jual beli dikatakan sah apabila memenuhi syarat-syarat: a) Berakal

b) Dengan kehendaknya sendiri

c) Keadaannya tidak mubazir (pemboros). d) Baligh

Syarat-syarat Ma’qud ‘alaih (benda atau barang) a) Bendanya suci

(7)

d) Kemampuan untuk menyerahkanya e) Barangnya diketahui

f) Barangnya dikuasai b. Jual beli yang sah tapi terlarang

Ada beberapa cara jual beli yang dilarang oleh agama walaupun sah. Karena mengakibatkan beberapa hal yaitu, menyakiti si penjual atau pembeli, meloncatnya harga menjadi tinggi sekali di pasaran, menggoncangkan ketentraman umum.

Jual beli yang sah tapi terlarang meliputi: 1) Jual beli tabungan dengan tabungan.

2) Membeli barang yang sedang ditawar orang lain yang masih dalam masa khiyar. 3) Membeli barang dengan harga yang lebih mahal dari harga pasar sedang ia tidak

ingin kepada barang itu, tetapi semata-mata supaya orang lain tidak dapat membeli barang itu.

4) Menemui dengan menghentikan orang-orang dari desa yang membawa barang ke pasar, dan membelinya dengan harga murah sebelum mereka (orang-orang desa itu) mengetahui harga barang tersebut di pasar menurut yang sebenarnya.

5) Membeli barang untuk ditimbun dengan cara memborong semua barang di pasar, dengan maksud agar tidak ada orang lain yang memilikinya, dan menjualnya nanti dengan harga mahal yang berlipat ganda.

6) Menjual belikan barang yang sah, tetapi untuk digunakan sebagai alat maksiat, misalnya menjual belikan ayam jago untuk dijadikan binatang aduan atau barang-barang yang lain untuk alat maksiat.

c. Jual Beli yang Terlarang dan Tidak Sah Hukumnya.

Beberapa contoh jual beli yang tidak sah hukumnya, antara lain sebagai berikut :

1) Jual beli barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti anjing, babi, bangkai, dan khamar. Rasulullah bersabda, yang artinya :

2) “Dari Jahir r.a, Rasulullah saw. Bersabda, sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual arak, bangkai, babi, dan berhala” (HR. Bukhari dan Muslim).

3)Tapi diperbolehkan menjual kotoran sapi, unta, domba sebagai pupuk untuk menyuburkan tanah.[5]

4) Jual beli Sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh turunan. Jual beli ini haram hukumnya karena Rasulullah Saw, bersabda :

5) “Dari Umar r.a., berkata; Rasulullah Saw. telah melarang menjual mani binatang” (HR. Bukhari).

6) Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya. Jual beli seperti ini dilarang karena barangnya belum ada dan tidak tampak, juga Rasulullah Saw. bersabda :

(8)

7) Jual beli dengan muhaqallah. Baqalah berarti tanah, sawah, dan kebun, maksud muhaqallah di sini ialah menjual tanam-tanaman yang masih di ladang atau di sawah. Hal ini dilarang agama sebab ada persangkaan riba di dalamnya.

8) Jual beli dengan mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau, mangga yang masih kecil-kecil, dan yang lainnya.

9) Jual beli dengan muammassah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh, misalkan seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan atau kemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.

10) Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar, seperti seseorang berkata, “lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku”. Setelah terjadi lempar melempar, terjadilah jual beli. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab dan qabul. 11) Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah

yang kering. Hal ini dilarang Rasulullah Saw. dengan sabdanya:

“Dari Anas r.a., ia berkata; Rasulullah Saw. melarang jual beli muhaqallah, mukhadharah, mulammassah, munabadzah, dan muzabanah” (HR. Bukhari).

4. Macam-Macam Jual Beli Berdasarkan Pertukaran

a. Jual beli saham (Pesanan)

Jual beli saham adalah juual beli melalui pesanan, yaitu jual beli dengan cara menyerahkan terlebih dahulu uang muka kemudian barangnya diantar

Jual beli muthalaq adalah jual beli barang dengan suatu yang telah disepakati sebagai alat penukaran seperti uang

d. Jual beli alat penukar dengan alat penukar

Jual beli alat tukar dengan alat penukaran adalah jual beli barang yang bisa dipakai sebagai alat penukar dengan alat penukar lainya, seperti uang perak dengan uang emas.

5. Macam-Macam Jual Beli Berdasarkan Segi Harga

a. Jual beli yang menguntungkan (al-murabbahah).

b. Jual beli yang tidak menguntungkan (at-tauliyah)

Yaitu jual beli yang tidak menguntungkan yang menjual barang dengan harga aslinya, sehingga penjual tidak mendapatkan keuntungan.

c. Jual beli rugi(al-khasarah).

d. Jual beli al-musawah.

(9)

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak bisa lepas dari aktifitas menjual ataupun membeli. Jual beli ialah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.

Jual beli memiliki rukun dan syarat yang harus dipenuhi agar jual beli tersebut bisa dikatakan sah. Jual beli dapat dibedakan dalam beberapa macam yaitu ditinjau dari segi obyek jual beli, dari segi pelaku akad, dari segi hukum, dari segi pertukaran, dan dari segi harta. Adapun jual beli yang dilarang oleh islam yaitu, terlarang sebab ahliah (ahli akad),terlarang akibat sebab shighat,terlarang sebab ma’qud alaih (barang jualan), dan terlarang sebab syara’.

3.2 Saran

Jual beli harus dilakukan seminar atau sosialisasi, karena setiap masyarakat perlusosialisasi agar masyarakat mengetahui jual beli yang sah karena jual beli dilakukan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Semua itu untuk mendukung terlaksananya prinsip jual beli secara Syariah.

DAFTAR PUSTAKA

(10)

Hendi Suhendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2002.

Ibrahim Muhammad Al Jamal. Fiqih Muslimah. Jakarta: Pustaka Amani Jakarta. 1995.

Rachmat Syafe’i. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia. 2001.

Yazid Afandi. Fiqh Muamalah. Yoocyakarta: Logung Jakarta. 2009.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis chi-square digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan atau tidak komposisi kelimpahan ikan karang yang berada didaerah bola karang (reef ball) pada pengamatan

Hal ini perlu dilakukan melihat rendahnya tingkat promosi perusahaan. Selama ini CV. Playbil hanya melakukan kegiatan promosi melalui brosur dan internet sementara

Rangkaian yang lebih kompleks terdiri dari resistor (R), Induktor (L) dan kapasitor (C) yang dihubungkan dengan sumber tegangan sinusoidal.. Dengan asumsi bahwa

Jika dalam spesifikasi teknis yang ditetapkan oleh Pertamina mensyaratkan Pemilik Kapal untuk menyediakan peralatan untuk Ship to Ship (STS) Transfer, maka Pemilik

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakter fenotipik jagung hibrida Bima 3, Bisi 16, dan NK 99, baik dari hasil biji maupun bagian vegetatif tanaman berupa

Dari hasil disertasi ini, terbuka alur-alur baru untuk penelitian selanjutnya, antara lain : efek gaya aksial kolom pada besarnya bond strength tulangan balok yang melintasi

1 Belanja pemeliharaan IPAL puskesmas periuk jaya DINAS KESEHATAN KOTA. TANGERANG

Penyakit HDB pada bawang merah merupakan salah satu penyakit penting yang menurunkan produksi bawang merah di Indonesia dan belum ada informasi teknik pengendalian yang