• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUAL BELI DI DUNIA MAYA E COMMERCE (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JUAL BELI DI DUNIA MAYA E COMMERCE (1)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

REVISI

JUAL BELI DI DUNIA MAYA (E-COMMERCE) Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Fiqh Mu’amalah

Dosen Pengampu : Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.

Disusun oleh: KHOTRIAH (1502100068)

Kelas: A

PROGRAM STUDI S1-PERBANKAN SYARIAH JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JURAI SIWO METRO STAIN JURAI SIWO METRO

(2)

JUAL BELI DI DUNIA MAYA (E-COMMERCE)

A. PENDAHULUAN

Makalah ini membahas tentang “JUAL BELI DI DUNIA MAYA (

E-COMMERCE)”. Pada zaman serba modern ini, dunia teknologi semakin canggih.

Banyak sekali aplikasi-aplikasi yang tersedia untuk melakukan transaksi jual beli

melalui dunia maya seperti, facebook, twiter, BBM, dan aplikasi-aplikasi lainnya.

Dengan adanya jual beli online memudahkan kita untuk memilah-milah barang yang

kita sukai tanpa harus pergi ke pusat perbelanjaan. Namun di kalangan masyarakat

Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim, mereka masih bertanya-tanya,

apakah jual beli di dunia maya (e-commerce) tersebut di perbolehkan dalam Islam

atau tidak? Banyak sekali keraguan-keraguan tentang jual beli melalui media

internet tersebut karena sering terjadi unsur-unsur penipuan.

Kajian tentang jual beli di dunia maya (e-commerce) ini penting untuk

disajikan pada kelas A S1-Perbankan Syariah, karena dengan adanya makalah ini

kita semua bisa mengetahui apakah dalam Islam jual beli melalui internet tersebut

diperbolehkan atau tidak. Kajian dalam makalah ini berdasarkan kajian dalam buku,

tesis, jurnal, artikel dan skripsi yang berkaitan langsung dengan masalah jual beli di

dunia maya (e-commerce).

Pembahasan dalam makalah ini di mulai dari pengertian jual beli di dunia

maya (e-commerce), jenis-jenis e-commerce, strategi dalam jual beli di dunia maya

(e-commerce), hukum (fiqih) e-commerce, syarat-syarat sahnya e-commerce

(3)

B. PENGERTIAN JUAL BELI DI DUNIA MAYA (E-COMMERCE)

Pada umumnya transaksi secara online merupakan transaksi pesanan dalam

model bisnis era global yang non face, dengan hanya melakukan transfer data lewat

dunia maya (data interchange) via internet, yang mana kedua belah pihak, antara

originator dan adresse (penjual dan pembeli), atau menembus batas system

pemasaran dan bisnis online dengan menggunakan sentral shop, sentral shop

merupakan sebuah rancangan web e-commerce smart dan sekaligus sebagai

Business Intelligent yang sangat stabil untuk digunakan dalam memulai,

menjalankan, mengembangkan, dan mengontrol bisnis. Perkembangan teknologi

inilah yang bisa memudahkan transaksi jarak jauh, dimana manusia bisa dapat

berinteraksi secara singkat walaupun tanpa face to face, akan tetapi di dalam bisnis

adalah yang terpenting memberikan informasi dan mencari keuntungan.1

E-commerce seringkali diartikan sebagai jual beli barang dan jasa melalui

media elektronik, khususnya melalui internet. Dalam bisnis ini, dukungan dan

pelayanan terhadap konsumen menggunakan e-mail sebagai alat bantu,

mengirimkan kontrak melalui mail dan sebagainya. Sebenarnya ada banyak

definisi mengenai e-commerce. Tetapi yang pasti, setiap kali masyarakat

berbicara tentang e-commerce, mereka biasanya memahaminya sebagai bisnis

yang berhubungan dengan internet.

Dari berbagai definisi yang ditawarkan dan dipergunakan oleh berbagai

kalangan, terdapat kesamaan dari setiap definisi tersebut. Kesamaan ini

menunjukkan bahwa e-commerce memiliki karakteristik:

1) Terjadinya transaksi antara dua belah pihak;

2) Adanya pertukaran barang, jasa, atau informasi;

3) Internet merupakan medium utama dalam proses atau mekanisme

perdagangan tersebut.2

1

Yasinta Devi, “Analisis Hukum Islam Tentang Jual Beli Gold Pada Game Online Jenis World Of Warcraft (WOW)”. Skripsi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

(2010), h. 35. 2

(4)

Dalam Islam, transaksi apapun dan bagaimanapun kreasinya, selama tidak

mengandung hal-hal yang menyebabkan terjadinya kerugian pada salah satu pihak

yang bertransaksi dan barang yang diperjualbelikan bukanlah barang yang terlarang

dan dilarang baik oleh hukum agama (syariat Islam) seperti halnya barang atau

benda yang najis dan haram semisal narkoba dan ataupun oleh hukum negara

seperti halnya barang hasil curian, korupsi, pencucian uang (money laundry) maka

diperbolehkan.3

Dalam dunia e-commerce dikenal dua pelaku, yaitu merchant/pelaku usaha

yang melakukan penjualan dan buyer/customer/konsumen yang berperan sebagai

pembeli. Selain pelaku usaha dan konsumen, dalam transaksi jual beli melalui media

internet juga melibatkan provider sebagai penyedia jasa layanan jaringan internet

dan bank sebagai sarana pembayaran.4

Pada e-commerce dikenal istilah pengiriman barang. Hal itu terjadi karena

biasanya antara penjual dan pembeli tidak tinggal berdekatan, bahkan bisa sangat

jauh terpisah kota, daerah bahkan negara. Pengiriman ini dilakukan setelah

pembayaran atas barang yang ditawarkan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal

ini pembeli berhak atas penerimaan barang termaksud. Pada kenyataannya, barang

yang dijadikan objek perjanjian dikirimkan oleh penjual kepada pembeli dengan

biaya pengiriman sebagaimana telah diperjanjikan antara penjual dan pembeli.5

Bagi perusahaan yang melibatkan barang secara fisik, perusahaan akan

mengirimkannya melalui kurir ke tempat pemesanan berada. Jalur kedua adalah

jalur yang menarik karena disediakan bagi produk atau jasa yang dapat digitalisasi

(diubah menjadi sinyal digital). Produk-produk yang semacam teks, gambar, video

dan audio secara fisik tidak perlu lagi dikirimkan, namun dapat disampaikan melalui

3

Shofiyullah Mz, “E-Commerce Dalam Hukum Islam”, Jurnal Penelitian Agama, (Vol XVII, No. 3, September-Desember 2008 ), h. 579.

4

Lia Catur Muliastuti, “Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Melalui Media Internet”, Tesis di Universitas Diponegoro Semarang, (2010 ), h. 65. 5

Azhar Muttaqin, “Transaksi E-Commerce dalam Tinjauan Hukum Jual Beli Islam”, Jurnal Ulumuddin,

(5)

jalur internet, contohnya electronic newspapers, digital library, virtual school dan

sebagainya.

Dalam islam dituntut untuk lebih jelas dalam memberikan suatu landasan

hukum, maka dari itu Islam melampirkan sebuah dasar hukum yang terlampir dalam

Al-Qur’an, Hadis ataupun ijma’. Perlu diketahui sebelumnya mengenai jual beli

online ini secara khusus dalam Al-Qur’an tidak ada ayat yang menjelaskan, yang

selama ini dijadikan landasan hukum adalah transaksi jual beli secara global.

Pelaksanaan transaksi bisnis e-commerce, secara sekilas hampir serupa

dengan transaksi as-salam dalam hal pembayaran dan penyerahan komoditi yang

dijadikan sebagai obyek transaksi. Oleh karena itu, untuk menganalisis dengan jelas

apakah transaksi dalam e-commerce melalui internet tersebut dapat disejajarkan

dengan prinsip-prinsip transaksi yang ada dalam transaksi as-salam maka

masing-masing dapat dicermati melalui pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi, proses

pernyataan kesepakatan transaksi dan melalui obyek transaksi.

Dalam permasalahan e-commerce, fiqih memandang bahwa transaksi bisnis

di dunia maya diperbolehkan karena mashlahah. Mashlahah adalah mengambil

manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan syara’. Bila

e-commerce dipandang seperti layaknya perdagangan dalam islam, maka dapat

dianalogikan bahwa pertama penjualannya adalah merchant (Internet Service

Provider atau ISP), sedangkan pembelinya akrab dipanggil customers. Kedua,

obyek adalah barang dan jasa yang ditawarkan (adanya pemesanan seperti

as-salam) dengan berbagai informasi, profile, mencantumkan harga, terlihat gambar

barang, serta resminya perusahaan. Dan ketiga, sighat (ijab-qabul) dilakukan

dengan payment gateway yaitu system/software pendukung (otoritas dan monitor)

bagi acquirer, serta berguna untuk service online.6

6

(6)

C. JENIS-JENIS E-COMMERCE

Transaksi E-commerce meliputi banyak hal, maka untuk

membedakannya perlu dibagi dalam jenis-jenis E-commerce. jenis-jenis

transaksi dari suatu kegiatan E-commerce adalah sebagai berikut :

1) Business to Business (B2B)

Transaksi yang terjadi antara perusahaan dalam hal ini, baik

pembeli maupun penjual adalah sebuah perusahaan dan bukan

perorangan. Biasanya transaksi ini dilakukan karena mereka telah

saling mengetahui satu sama lain dan transaksi jual beli tersebut

dilakukan untuk menjalin kerja sama antara perusahaan itu.

2) Business to Consumer (B2C)

Transaksi antara perusahaan dengan konsumen/individu. Pada

jenis ini transaksi disebarkan secara umum, dan konsumen yang

berinisiatif melakukan transaksi. Produsen harus siap menerima

respon dari konsumen tersebut. Biasanya sistem yang digunakan

adalah sistem web karena sistem ini yang sudah umum dipakai

dikalangan masyarakat.

3) Consumer to Consumer (C2C)

Transaksi jual beli yang terjadi antar individu dengan individu yang

akan saling menjual barang.

4) Consumer to Business (C2B)

Transaksi yang memungkinkan individu menjual barang pada

perusahaan.7

7

Munir Fuadi sebagaimana dikutip oleh Daniel Alfredo Sitorus, “Perjanjian Jual Beli Melalui

(7)

D. STRATEGI DALAMJUAL BELI DI DUNIA MAYA (E-COMMERCE) Langkah 1: Set Strategy

Hal yang pertama kali harus dilakukan adalah menyusun suatu strategi

dengan berpegang pada suatu prinsip, yaitu bagaimana memudahkan konsumen

dalam melakukan bisnis dengan perusahaan. Perlu diperhatikan, bahwa

konsumenlah yang akan menjadi sumber pendapatan perusahaan karena

merekalah yang akan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.

Perusahaan harus memastikan bahwa cara berbisnis yang ditawarkan tidak

merepotkan atau menyulitkan mereka, sebaliknya justru mempermudah mereka

dalam mendapatkan produk atau jasa yang dibutuhkan. Jalan yang paling mudah

untuk mulai membangun strategi perdagangan melalui dunia maya yaitu dengan

cara berempati, yaitu berfikir seperti layaknya seorang konsumen.

Langkah 2: Focus on the End-Customer

Setiap proses bisnis pasti memiliki konsumen yang secara langsung maupun tidak langsung “menkonsumsi” produk atau jasa yang ditawarkan. Pada tahapan ini, adalah penting bagi perusahaan untuk mengkaji dan mendefinisikan

siapa sebenarnya konsumen langsung (end-customer) dari produk atau jasa yang

ditawarkan.

Langkah 3: Redesigning Customer-Focus Business Process

Ketika konsep Business Process Reengineering (BPR) diperkenalkan sejalan

dengan perkembangan teknologi informasi, banyak perusahaan yang mulai

melakukan rancang ulang terhadap proses dan aktivitas internalnya agar tercipta

suatu alur yang efisien. Hanya saja ada kesalahan prinsip yang sering dilakukan,

yaitu dimulainya melakukan proses perancangan dari dalam ke luar (from inside to

outside), padahal tujuan akhir dari perubahan proses bisnis tersebut adalah untuk

meningkatkan kepuasan pelanggan, yang notabene berada di luar perusahaan

(8)

aktivitas terluar, yaitu yang menghubungkan perusahaan dengan konsumennya

(customer focus business process).

Langkah 4: Wire Company for Profit

Setelah proses bisnis selesai dirancang ulang untuk menyesuaikan dengan

karakteristik bertransaksi di dunia maya, langkah selanjutnya adalah

mempersiapkan infrastruktur perusahaan untuk memungkinkan terjadinya

mekanisme bisnis yang diinginkan. Yang paling penting untuk diketahui di sini

adalah bagaimana mentransformasikan kebutuhan bisnis dengan spesifikasi

teknologi informasi yang ada (business and information technology alignment).

Langkah 5: Foster Customer Loyalty

Langkah yang terakhir adalah berusaha untuk membuat konsumen loyal

terhadap perusahaan e-commerce yang ada, hanya karena dengan loyalitas mereka

sajalah maka profitabilitas usaha dapat tercapai.8

E. HUKUM (FIQIH) E-COMMERCE

Transaksi elektronik penjualan barang yang ditawarkan melalui internet

merupakan transaksi tertulis. Jual beli dapat menggunakan transaksi secara lisan

dan tulisan. Keduanya memiliki kekuatan hukum yang sama. Hal ini sesuai dengan

kaidah fiqihiyah:

Tulisan (mempunyai kekuatan hukum) sebagaimana ucapan”9

Akad jual beli yang dilakukan secara tertulis sama hukumnya dengan akad

yang dilakukan secara lisan. Berkaitan dengan kaidah ini al-Dasuqi mengatakan:

Sah hukumnya akad dengan tulisan dari kedua belah pihak atau salah satu dari

mereka menggunakan ucapan sementara yang lain menggunakan tulisan”10

8

Richardus Eko Indrajit, “E-Commerce (Lima Langkah Sukses E-Commerce)”, Artikel Sistem dan Teknologi Informasi (2012), h. 1-5.

9

(9)

Kalangan Malikiyah, Hanbaliyah dan sebagian Syafi’iyah bahwa tulisan sama halnya dengan lisan dalam hal sebagai indikasi kesuka-kerelaan, baik saat para

pihak yang melakukan akad hadir (ada) maupun tidak. Namun demikian, hal

hukumnya sah. Meskipun bertransaksi dengan orang yang hadir dalam majelis akad,

maka ia harus menerima akad tersebut ketika mengetahuinya. Khiyar mereka berlaku sampai majelis menerima (qabul) tersebut berakhir”.13

Selain penjelasan tentang kekuatan transaksi secara tertulis di atas,

perlu ditekankan bahwa yang menjadi acuan hukum suatu perbuatan adalah

maksud dan tujuannya, bukan zhahirnya. Transaksi elektronik sebagai suatu

perbuatan hukum, maka yang menjadi acuan adalah niat dan tujuan

masing-masing pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut.14 Dalam hal ini berlaku kaidah

fiqihiyah:

Acuan dalam suatu akad adalah tujuan dan substansinya, bukan bentuk dan

lafazhnya”

10

Anonim sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Muamalah… , h. 35. 11

Ibid., h. 35. 12

Imam Mustofa sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Muamalah… , h. 36.

13

Al-Syarwani sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Muamalah… , h. 36.

14

(10)

Dua kaidah di atas menunjukkan bahwa yang menjadi acuan suatu

perbuatan adalah niat dan tujuannya, bukan zhahirnya atau bahkan bukan

wasilah atau medianya. Dalam sebuah akad, maka lafazh dan media tidak

menjadi pertimbangan atau acaun hukum.15 Berkaitan dengan hal ini Ibnu

al-Qoyyim al-Jauziyah mengatakan:

kaidah fiqih dan usul fiqih mengakui bahwa yang menjadi acuan utama dalam akad

adalah tujuan dan hakikatnya, bukan bentuk dan lafazhnya”

Berkaitan dengan hal di atas, maka berlaku juga kaidah:

“Toleransi dalam akad tidak berlaku pada kesalahan substansial, toleransi (kesalahan) hanya berlaku pada masalah media atau sarana akad”

Maksud kaidah ini adalah hukum perantara terhadap suatu tindakan

atau peristiwa hukum berbeda dari hukum tujuannya. Contohnya, apabila orang

hendak melaksanakan jual beli, maka yang menjadi perhatian hukumnya adalah

tujuan dan maksud dari transaksi jual beli tersebut. adapun perantara atau

media untuk melaksanakan transaksi tersebut tidak dipermasalahkan.16

Jual beli yang rusak dan batil menurut mazhab Mâlikî adalah mencakup

lima aspek, yaitu:

1) yang berkaitan dengan dua belah pihak yang melakukan akad (âqidayin),

2) yang berkaitan dengan harga,

3) yang berkaitan dengan gharar,

4) yang berkaitan dengan pembahasan tentang ribâ,

5) yang berkaitan dengan jual beli yang dilarang.17

(11)

F. SYARAT-SYARAT SAHNYA E-COMMERCE MENURUT FIQIH

Keabsahan e-commerce sebagai bentuk transaksi jual beli tergantung

pada terpenuhi atau tidaknya rukun dan syarat yang berlaku dalam jual beli. Apabila

rukun dan syarat terpenuhi maka e-commerce sah sebagai sebuah transaksi yang

mengikat, dan sebaliknya, apabila tidak terpenuhi maka tidak sah. Akad dalam

transaksi elektronik berbeda dengan akad secara langsung. Transaksi elektronik

biasanya menggunakan akad secara tertulis, (E-mail, Short Message Service/SMS,

Black Barry Messanger/BBM dan sejenisnya) atau menggunakan lisan (via telepon)

atau video seperti teleconference. Umumnya, penawaran dan akad dalam transaksi

elektronik dilakukan secara tertulis, dimana suatu barang dipajang dilaman internet

dengan dilabeli harga tertentu. Kemudian bagi konsumen atau pembeli yang

menghendaki maka mentransfer uang sesuai dengan harga yang tertera dan

ditambah ongkos kirim. Suatu akad dilakukan dengan isyarat saja bisa absah,

terlebih dengan menggunakan tulisan, gambar dan ilustrasi yang lebih jelas.

Isyarat dalam akad pada dasarnya mempunyai kekuatan hukum sebagaimana

penjelasan dengan lisan. Hal ini berdasarkan kaidah:18

“Isyarat (yang dapat dipahami) bagi orang bisu (hukumnya) sama dengan

kemudian dijelaskan spesifikasi sifat dan jenisnya. Pembeli dapat dengan bebas

memilih barang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Barang akan dikirim

setelah uang dibayar.

18

(12)

Mengenai sistem pembayaran atau penyerahan uang pengganti barang,

maka umumnya adalah dilakukan dengan cara transfer. Bila sistem yang

berlaku seperti ini, maka pada dasarnya jual beli ini adalah jual beli salam.

Pembeli memilih barang dengan spesifikasi tertentu, kemudian membayarnya,

setelah itu barang akan diserahkan atau dikirim kepada pembeli. Hanya saja

dalam transaksi salam, uang yang dibayarkan di muka sebagaimana jual beli

salam.

Apabila sistem salam yang dilaksanakan dalam e-commerce, maka

rukun dan syaratnya juga harus sesuai dengan transaksi salam. Rukun salam yaitu:

a. Muslim (pembeli atau pemesan);

b. Muslam ilaih (penjual atau penerima pesanan);

c. Muslam fih (barang yang dipesan);

d. Ra’sul mal (harga pesanan atau modal yang dibayarkan); e. Shighat ijab-qabul (ucapan serah terima).

Adapun mengenai syarat salam, secara umum sama dengan syarat akad

jual beli, yaitu: barang yang dipesan merupakan sepenuhnya milik penjual, bukan

barang najis dan bisa diserahterimakan. Hanya saja dalam akad salam tidak ada

syarat bagi pemesan untuk melihat barang yang dipesan, ia hanya disyaratkan

menentukan sifat-sifat dan jenis atau spesifikasi barang yang dipesan secara jelas.19

Beberapa ulama menentukan syarat transaksi yang dilakukan dengan

perantara:

1. Kesinambungan antara ijab dan qabul. Menurut jumhur, selain Syafi’iyah qabul tidak harus langsung.

2. Qabul dilakukan di tempat sampainya ijab.

3. Kesesuaian antara ijab dan qabul.

4. Tidak adanya penolakan dari salah satu pihak yang bertransaksi.

19

(13)

Model transaksi jarak jauh yang dilakukan dengan perantara menurut

kalangan ulama kontemporer, seperti Muhammad Buhats al-Muthi’i, Mushthafa al-Zarqa, Wahbah al-Zuhaili, Syaikh Abdullah bin Muni’ adalah sah secara hukum fikih. Alasan ulama tersebut adalah:

1) Ulama masa lalu telah membolehkan transaksi yang dilakukan dengan

perantara, ijab sah saat pesan telah sampai kepada penerima pesan;

2) Maksud dari satu majelis (ittihadul majlis) dalam syarat transaksi adalah

satu waktu dimana kedua belah pihak melakukan transaksi, bukan

berarti satu lokasi atau tempat, dan hal ini dapat berlangsung dengan

menggunakan telepon atau internet dan media lainnya.20

Hukum transaksi via teknologi modern seperti Handphone, I-Pad, internet

dan telah dibahas pada muktamar VI Fikih Islam yang dilaksanakan di Jeddah Saudi

Arabia tanggal 14-20 Maret 1990. Melihat perkembangan teknologi modern

yang berdampak pada segala bidang, termasuk transaksi perdagangan demi

kecepatan kegiatan bisnis dan ekonomi lainnya, maka perlu diputuskan hukum

tentang penggunaan media tersebut dalam perspektif fikih Islam. Hal ini

tentunya dengan tetap berpegang pada persyaratan-persyaratan transaksi yang

telah ditetapkan oleh fuqaha, baik transaksi secara lisan, tulisan maupun via surat,

persyaratan bertemunya para pihak dalam satu forum (ruang dan waktu),

kontekstualitas antara ijab dan qobul, tidak adanya maksud salah satu pihak

untuk melakukan wanprestasi dan kesinambungan antara ijab dan qabul.

Muktamar tersebut memutuskan sebagai berikut:

1. Apabila transaksi telah dilakukan oleh dua pihak yang tidak bertemu langsung

secara fisik, tidak saling melihat dan mendengar satu sama lain, dan hanya

menggunakan perantara surat, faksmili, atau internet, maka transaksi tersebut

telah sah dan mengikat secara hukum dengan syarat kedua belah pihak saling

memahami dan menerima maksud transaksi secara tepat;

20

(14)

2. Apabila transaksi dilakukan oleh dua pihak yang berjauhan dengan perantara

telepon atau media teknologi modern lainnya, maka transkasi kedua belah

pihak tersebut berlaku sebagaimana transaksi yang dilakukan secara langsung

(face to face);

3. Apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi terhadap transaksi yang

dilakukan dengan alat teknologi modern tersebut dengan batasan waktu

tertentu, maka dia tidak dapat menarik kembali transaksi yang telah dilakukan;

4. Transaksi via teknologi modern tersebut tidak berlaku pada akad nikah,

Transaksi jual beli via media elektronik dianggap sebagai ittihad al-majlis,

sehingga akad jual beli tersebut sah, karena masing-masing muta’aqqidain saling mengetahui dan mengetahui obyeknya (al-mabi’) sehingga tidak terjadi gharar (ketidakjelasan). Dengan demikian maka akan terealisasi ijab dan qabul yang di

dasari suka sama suka. 22

Ittihad al-majlis bisa bermakna ittihad al-zaman (satu waktu), ittihad al-makan

(satu lokasi) dan ittihad al-haiah (satu posisi). Perbedaan tempat yang dapat

disatukan melalui media komunikasi modern, membuat tempat yang berjauhan bisa

dianggap menyatu (ta’addud al-makan fi al-manzilah ittihad al-makan).23

21

Ibid., h. 177. 22

Tim Lajnah Ta’lif wa al-Nasyr Ahkamul Fuqaha sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa,

Fiqih Muamalah…, h.48.

23

(15)

Berdasarkan berbagai pendapat ulama dan penjelasan yang telah

dipaparkan diatas, maka cukup jelas, bahwa transaksi perdagangan atau jual beli

yang dilakukan via media elektronik hukumnya sah. Kecanggihan media elektronik

dapat membuat suasana dalam dunia maya menjadi seolah nyata. Namun demikian,

transaksi tersebut dikategorikan sebagai transaksi kinayah yang keabsahannya dan

kekuatan hukumnya sama dengan transaksi yang dilakukan secara langsung

(sarih).24

G. MANFAAT JUAL BELI DI DUNIA MAYA (E-COMMERCE) Manfaat untuk pelanggan, yaitu:

a. Nyaman

b. Akses dan pilihan produk yang lebih besar

c. Interaktif dan segera

d. Memberi akses kebanyak informasi

Manfaat untuk penjual atau pemasar, yaitu:

a. Alat untuk menjalin hubungan dengan pelanggan

b. Waktunya dapat ditentukan agar dapat menjakau calon pelanggan

pada saat yang tepat

c. Biaya murah dan meningkatkan kecepatan serta efesiensi

d. Fleksibel25

24

Imam Mustofa, Fiqih Muamalah… , h. 48-49. 25

(16)

H. PENUTUP

Dengan demikian jual beli di dunia maya (e-commerce) dalam islam

diperbolehkan, Dalam Islam, transaksi apapun dan bagaimanapun kreasinya,

selama tidak mengandung hal-hal yang menyebabkan terjadinya kerugian pada

salah satu pihak yang bertransaksi dan barang yang diperjualbelikan bukanlah

barang yang terlarang dan dilarang baik oleh hukum agama (syariat Islam) seperti

halnya barang atau benda yang najis dan haram semisal narkoba dan ataupun oleh

hukum negara seperti halnya barang hasil curian, korupsi, pencucian uang (money

laundry) maka diperbolehkan.

Dalam islam dituntut untuk lebih jelas dalam memberikan suatu landasan

hukum, maka dari itu islam melampirkan sebuah dasar hukum yang terlampir dalam

Al-Qur’an, Hadis ataupun ijma’. Perlu diketahui sebelumnya mengenai jual beli

online ini secara khusus dalam Al-Qur’an tidak ada ayat yang menjelaskan, yang

selama ini dijadikan landasan hukum adalah transaksi jual beli secara global.

Pelaksanaan transaksi bisnis e-commerce, secara sekilas hampir serupa

dengan transaksi as-salam dalam hal pembayaran dan penyerahan komoditi yang

dijadikan sebagai obyek transaksi. Oleh karena itu, untuk menganalisis dengan jelas

apakah transaksi dalam e-commerce melalui internet tersebut dapat disejajarkan

dengan prinsip-prinsip transaksi yang ada dalam transaksi as-salam maka

masing-masing dapat dicermati melalui pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi, proses

(17)

I. DAFTAR PUSTAKA

Anita B. Wandayana, “Pengaruh Pemasaran Online Terhadap Keputusan Pembelian Produk”, Jurnal (Dosen Jurusan Teknik Informatika, STMIK Raharja, Volume 5, No. 2, Januari 2012).

Azhar Muttaqin, “Transaksi E-Commerce dalam Tinjauan Hukum Jual Beli Islam”,

Jurnal Ulumuddin, (Fakultas Agama Islam UMM, Volume VI, No. IV, Januari – Juni

2010 ).

Daniel Alfredo Sitorus, “Perjanjian Jual Beli Melalui Internet (E-Commerce) Ditinjau Dari Aspek Hukum Perdata”, Skripsi di Universitas Atmajaya Yogyakarta Fakultas Hukum, 2015.

Ika Yunia Fauzia, “Akad Wakalah dan Samsarah sebagai Solusi atas Klaim Keharaman Dropship dalam Jual Beli Online”, Jurnal Studi Keislaman, (Surabaya: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya, Indonesia, Volume 9, No. 2,

Maret 2015).

Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2016.

Imam Mustofa, “Transaksi Elektronik (E-Commerce) dalam Perspektif Fikih”, Jurnal

Hukum Islam (JHI), (STAIN Metro Lampung, Lampung Indonesia, Volume 10,

Nomor 2, Juni 2012).

Lia Catur Muliastuti, “Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Melalui Media Internet”, Tesis di Universitas Diponegoro Semarang, 2010. M. Husaini, “Bisnis E-Commerce Dalam Perspektif Islam”, Jurnal Ilmu Dakwah dan

Pengembangan Komunitas, (Vol. 9 No.2, Juli 2014).

Richardus Eko Indrajit, “E-Commerce (Lima Langkah Sukses E-Commerce)”, Artikel

Sistem dan Teknologi Informasi, 2012.

(18)

Referensi

Dokumen terkait

tempuh, waktu tempuh, kondisi jalan, biaya yang dikeluarkan. Skor Hasil Penilaian Aksesibilitas Objek Wisata Pulau Permata di Kelurahan Way Tataan Kecamatan

Rangkaian yang lebih kompleks terdiri dari resistor (R), Induktor (L) dan kapasitor (C) yang dihubungkan dengan sumber tegangan sinusoidal.. Dengan asumsi bahwa

Dari hasil perhitungan yang ada, biaya pembangunan dalam waktu hampir 7 tahun tahun akan BEP (break even point), dan ini sangat menguntungkan bagi investor

Hal ini perlu dilakukan melihat rendahnya tingkat promosi perusahaan. Selama ini CV. Playbil hanya melakukan kegiatan promosi melalui brosur dan internet sementara

Semakin banyak ragi tape yang ditambahkan maka etanol yang dihasilkan juga semakin banyak karena dengan semakin banyak ragi yang ditambahkan, maka bakteri yang mengurai glukosa

Jika dalam spesifikasi teknis yang ditetapkan oleh Pertamina mensyaratkan Pemilik Kapal untuk menyediakan peralatan untuk Ship to Ship (STS) Transfer, maka Pemilik

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakter fenotipik jagung hibrida Bima 3, Bisi 16, dan NK 99, baik dari hasil biji maupun bagian vegetatif tanaman berupa

DK, perempuan, usia 16 tahun, penduduk Desa Santong, Kecamatan Terara, Kabupaten Lombok Timur.. Pasien tidak pernah melakukan perjalanan ke daerah