• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tema dan Amanat Dalam Cerita De

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Tema dan Amanat Dalam Cerita De"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1 Analisis Intrinsik:

Tema Cerita Dewaruci dan Pesan Moral Tokoh Wrekudara dan Dewaruci Dalam Cerita Dewaruci

Muhammad Fachrizal Helmi 1306364553

Program Studi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia

Abstrak

Cerita Dewaruci adalah salah satu cerita yang berfungsi sebagai skenario cerita dalam pergelaran

wayang kulit purwa. Cerita Dewaruci mengisahkan tentang pencarian air suci Tirtapawitra oleh Bima

atau Wrekudara, yang akhirnya bertemu dengan Dewaruci. Drona adalah guru Wrekudara, yang

memerintahkannya untuk mencari air suci sebagai penyempurna hidup. Di balik perintah tersebut,

sebetulnya terdapat niat jahat para Kurawa yang ditujukan kepada Wrekudara. Niat jahat tersebut

adalah, untuk menyirnakan Wrekudara dari pihak Pandhawa, karena para Kurawa menganggap bahwa

Wrekudara adalah orang terkuat yang hadir di pihak Pandhawa. Secara garis besar, cerita ini

menghisahkan bagaimana niat jahat para Kurawa yang dapat dikalahkan oleh tekad baik sang

Wrekudara. Cerita ini juga menggambarkan tentang bagaimana upaya Wrekudara yang secara ikhlas

berjuang mencari kesempurnaan hidup. Selain itu, cerita ini juga menjelaskan tentang bagaimana

seorang Wrekudara mendapatkan petuah dan wejangan dari Dewaruci.

(2)

2 I. Pendahuluan

Latar Belakang

Indonesia adalah negara dengan suku bangsa yang sangat majemuk. Berbagai bentuk keyakinan berbasiskan adat istiadatnya masing-masing, cukup berkembang dengan pesat di

sini. Ada Sunda, Jawa, Dayak, dan lain-lain, semuanya itu adalah kekayaan bangsa Indonesia

yang tidak dimiliki oleh banyak negara-negara di belahan dunia manapun. Rasa-rasanya, kita

perlu berbangga diri atas harta tersebut. Di sini, saya tidak bermaksud untuk membahas segala

bentuk keyakinan yang ada pada suku-suku bangsa tersebut secara keseluruhan. Di sini, saya

hanya akan membahas satu aspek kebudayaan (kesenian) yaitu, wayang, yang salah satunya

dimiliki oleh suku bangsa Jawa.

Wayang adalah merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang telah dikenal dalam

lingkup nasional, bahkan internasional. Orang Jawa percaya bahwa wayang bukan hanya

sekadar hiburan semata, dan bukan hanya sekadar tontonan yang biasa. Kesenian wayang

terbentuk atas berbagai komponen pembentuk yaitu, dalang, wayang, pemusik, penyanyi,

gamelan, kelir, blencong, batang pisang, lakon cerita, dan lain sebagainya. Di sini, penulis

hanya ingin membahas salah satu unsur komponen yang terdapat dalam kesenian wayang yaitu,

lakon cerita. Lakon cerita sebagaimana kita ketahui, adalah nyawa sebuah pertunjukan. Banyak

sekali lakon-lakon wayang yang sering dipentaskan oleh para dalang, dan salah satunya adalah

lakon Dewaruci.

Seperti telah dijelaskan di atas, orang Jawa menganggap wayang bukan hanya sekedar

tontonan yang dapat menghibur saja. Orang Jawa menganggap bahwa wayang adalah, sekaligus

juga sebagai tuntunan yang memberikan petunjuk. Orang Jawa percaya bahwa, dalam setiap

lakon-lakon pewayangan terdapat banyak sekali petuah tentang kehidupan, yang dapat

memberikan penerangan dan penenangan. Tak jarang lakon-lakon wayang disakralkan, dan

salah satu dari sekian banyaknya lakon wayang yang dianggap sakral oleh banyak orang Jawa

adalah lakon wayang Dewaruci.

Lakon atau cerita Dewaruci ditulis oleh Pujangga Yasadipura I sekitar tahun 1803 dengan judul cerita “BIMASUCI” dalam bentuk puisi Jawa, dan ditulis untuk keperluan skenario pagelaran wayang kulit (S.P Adhikara: 1982). Menurut Prijohoetomo dalam disertasinya yang berjudul “NAWARUCI”, yang ditulis untuk keperluan memperoleh gelar doktoral di Rijks-Universiteit Utrecht, cerita Dewaruci merupakan sadauran bebas yang berasal

dari cerita Nawaruci, yang ditulis oleh Empu Syiwamurti sekitar tahun 1500-1619. Naskah asli

Nawaruci ditulis menggunakan bahasa Kawi, sedangkan naskah Bimasuci ditulis menggunakan

(3)

3 Banyak orang Jawa yang mensakralkan cerita Dewaruci, sebagai cerita atau lakon

dalam pewayangan yang banyak mengandung petuah-petuah tentang hidup. Hal itu didasarkan

atas petuah-petuah yang disampaikan oleh Dewaruci kepada Wrekudara yang saat itu sedang

mencari air suci Tirtapawitra, yang diperintahkan oleh Drona gurunya. Dalam tulisan ini,

penulis ingin mengungkapkan dan menganalisis tentang tema besar cerita Dewaruci. pesan

moral apa sajakah yang sebetulnya terdapat dalam cerita tersebut, serta ajaran-ajaran mistik

yang terkandung dalam cerita Dewaruci, yang terbangun atas interaksi yang terjadi antara kedua

tokoh utama, yaitu tokoh Bima atau Wrekudara dan tokoh Dewaruci itu sendiri.

Rumusan Masalah

1. Apa tema besar yang terkandung dalam cerita Dewaruci?

2. Bagaimana Wrekudara mencari kesempurnaan hidup?

3. Pesan apa sajakah yang tersirat dalam cerita Dewaruci?

Tujuan Penelitian

1. Mengungkapkan makna tersirat yang terkandung dalam cerita Dewaruci, yang

terbangun pada tokoh Dewaruci dan Wrekudara

2. Mengungkapkan tekad Bima atau Wrekudara dalam mencari kesempurnaan

hidup

Landasan Teori dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan intrinsik, yaitu pembahasan unsur-unsur yang hanya terdapat di dalam karya sastra itu sendiri. Dalam menganalisis karya sastra,

dikenal ada dua pendekatan. Pertama, pendekatan terhadap struktur karya sastra itu sendiri,

yang tidak menyinggung sedikitpun hal yang ada di luar karya sastra tersebut. Sebuah karya

sastra, dipandang sebagai struktur yang otonom, lepas dari latar belakang sejarahnya lepas pula

dari diri dan niat si penulis, lepas dari latar belakang sosial, dan efek kepada pembacanya

(Teuw, 1983: 60). Pendekatan tersebut disebut sebagai pendekatan intrinsik. Sedangkan,

pendekatan kedua adalah pendekatan yang melibatkan hal-hal yang ada di luar karya sastra.

Pendekatan tersebut dikenal sebagai pendekatan ekstrinsik. Dalam hal ini, penulis hanya akan

fokus terhadap karya sastra atau teks cerita Dewarucinya saja, atau fokus terhadap segi

intrinsiknya saja.

Sumber Penelitian

Adapun sumber penelitian yang digunakan adalah terjemahan bebas cerita Dewaruci

(4)

4 Universitas Indonesia. Buku ini memuat terjemahan bebas dari naskah asli. Terjemahan bebas

itulah yang saya gunakan sebagai sumber utama.

II. Isi

Sinopsis Cerita Dewaruci

Di awal cerita salah satu lakon wayang paling terkenal yaitu, lakon Dewaruci, diceritakan

tentang Bima atau Wrekudara yang berguru kepada Drona. Wrekudara diberikan amanat oleh

gurunya, untuk mencari air suci yang dapat memberikan kesempurnaan untuknya. Karena

Wrekudara adalah seorang murid, yang tidak pernah menentang segala hal yang diperintahkan oleh

gurunya, maka berangkatlah Wrekudara mencari air suci. Pada awalnya, upaya pencarian air suci

tersebut, ditentang oleh para Pandhawa lainnya. Tetapi, karena sikap Wrekudara yang teguh pada

pendirian, ia tetap melaksanakan upaya pencarian air suci tersebut.

Para Pandhawa yang lainnya yaitu, Yudhistira, Arjuna, Nakula, dan Sadewa, merasa sangat

cemas. Kecemasan tersebut, dikarenakan Drona sang guru Pandhawa tersebut adalah juga sang guru

para Kurawa. Para Pandhawa merasa bahwa, perintah mencari suci tersebut adalah upaya untuk

mencelakan Wrekudara.Tapi, Wrekudara sedikit pun tidak menggubris kecemasan para sudaranya

tersebut. Ia tetap melanjutkan tekadnya. Lalu, diceritakan bahwa Wrekudara segera berangkat dari

negara Ngamarta menuju negara Ngastina, untuk menemui gurunya. Diceritakan bahwa di negara

Ngastina, sedang dilaksanakan pertemuan antara Pendeta Drona sang guru, Resi Bhisma, Raja

Ngawangga yaitu Jayadrata, Sengkuna, Duryudana, Dursasana, Raden Suwirya, Raden Jayasusena,

Raden Rekadurjaya, Arya Sudarma, dan Raden Suranggakara. Mereka sedang membahas cara untuk

menyirnakan para Pandhawa secara halus dan perlahan.

Lalu diceritakanlah, bahwa Wrekudara telah sampai di negara Ngastina, dan segera menemua

Drona. Para peserta pertemuan tadi, terkejut dengan kehadiran Wrekudara yang tiba-tiba tersebut.

Tetapi, Drona dengan tenang menghadapi Wrekudara yang bertanya tentang bagaimana dan dimana

ia harus mencari air suci. Drona dengan tenang memberitahukannya bahwa, air suci Tirtapawitra,

yang bertujuan untuk menyucikan hidup Wrekudara. Drona memberitahukan lokasi air suci tersebut

terdapat yaitu, di kaki gunung Gadamadana atau gunung Candramuka, jauh di dalam gua.

Wrekudara segera pergi ke gunung Candramuka. Lalu, diceritakanlah ia telah sampai di kaki

gunung Gadamadana, dan disegerakanlah menuju ke gua di gunung Candramuka. Wrekudara

mencari-mencari letak air suci, tapi tidak ditemukannya, dan segeralah ia membongkar dan merusak

segala benda yang terdapat pada pintu masuk menuju ke dalam gua. Pintu gua terbuka, Wrekudara

segera masuk ke dalam gua. Sebelumnya, tidak diketahui bahwa di dalam gua tersebut, gua

Candramuka, sebetulnya terdapat 2 raksasa yang bertempat tinggal di situ. Kedua raksasa tersebut

(5)

5 Bertarunglah kedua raksasa itu dengan Wrekudara. Pertarungan antara raksasa dan Wrekudara

berlangsung sangat sengit, mereka semua mengeluarkan kemampuan yang terhebatnya. Pada

akhirnya, Wrekudara berhasil memenangkan pertarungan yang berlangsung tadi. Kedua raksasa

tersebut tewas, tetapi mayatnya hilang musnah tiada berbekas. Sebelumnya, tidak diketahui oleh

Wrekudara bahwa, sebetulnya kedua raksasa tersebut adalah jelmaan dari Batara Indrabayu yang

dikutuk oleh sang Dewaraja karena melakukan kesalahan.

Setelah Wrekudara atau Bima, berhasil mengalahkan kedua raksasa tadi, maka dilanjutkanlah

usaha pencarian air suci Tirtapawitra. Tetapi, surya perlahan menghilang bersembunyi di balik

malam, dan Wrekudara masih saja belum menemukan air suci yang sedang dicarinya atas perintah

gurunya, Drona. Saat itu Wrekudara merasa sangat lelah, tapi, tiba-tiba saja ia mendengar seruan

yang mengatakan bahwa air suci Tirtapawitra tidak ada di tempat yang ia cari. Suaru yang terdengar

tersebut adalah suara Batara Indrabayu, yang tadi sempat bertarung dengan Wrekudara dalam wujud

dua raksasa kembar. Setelah suara pemberitahuan tersebut hilang, sejenak Wrekudara merenung

karena tadi sempat diperintahkan kembali ke Ngastina untuk meminta petunjuk tentang lokasi air

suci Tirtapawitra yang seungguhnya. Merenung sejenak, lalu segeralah Wrekudara bangkit dan

melangkahkan kakinya untuk kembali ke Ngastina.

Diceritakanlah bahwa Wrekudara telah kembali ke negara Ngastina. Ketika sampai di negara

Ngastina, tepatnya di pendapa agung, peristiwa yang sama seperti saat berangkat sedang terjadi.

Terkejutlah semua pihak yang sedang terlibat pertemuan tersebut. Mereka semua terkejut karena

merasa tidak percaya, bahwa Wrekudara sanggup untuk kembali dan mengalahkan raksasa kembar

yang ternyata adalah jelmaan Batara Indrabayu. Lalu, berceritalah Wrekudara kepada gurunya,

tentang apa yang telah dilakukannya. Wrekudara bercerita bahwa, di gua yang ditunjukan oleh

gurunya, Wrekudara tidak mendapat keberadaan air suci Tirtapawitra.

Lalu dengan lugas dan santai, sang Drona bertutur bahwa sebetulnya gua Candramuka yang

ditunjukan olehnya tersebut adalah hanya sekadar sebagai tahap menguji kesungguhan hati

Wrekudara saja. Tidak lama, barulah sang Drona memberitahukan tentang keberadaan air suci

Tirtapawitra kepada Wrekudara. Ia memberitahukan bahwa air suci Tirtapawitra berada di

tengah-tengah dasar samudra, yang sangat dalam. Tekad Wrekudara yang memang besar, ditambah dengan

ketulusan mengikuti petuah gurunya, maka berangkatlah Wrekudara menuju samudra.

Kondisi dan situasi yang dipenuhi kecemasan, sedang terjadi di negara Ngastina. Hal itu

disebabkan kepergian Wrekudara, yang sejak awal sempat dilarang dan ditentang oleh

saudara-saudaranya yaitu, Pandhawa lima. Berkabarlah Pandhawa kepada Sri Krisna tentang kepergian

Wrekudara. Kaget sekali Sri Krisna mendengar kabar tersebut, lalu segeralah ia menuju negara

Ngamarta untuk menenangkan para Pandhawa. Setelah menenangkan para Pandhawa, lalu tidak

(6)

6 bahwa ia akan kembali berangkat ke samudra untuk mencari air suci Tirtapawitra. Kaget bukan main

para Pandhawa dan para penghuni istana Ngamarta mendengar kabar tersebut. Mereka kembali

menghalang-halangi Wrekudara agar tidak berangkat ke samudra. Tetapi, dengan tekad yang sangat

yang besar, Wrekudara tidak sedikit pun menggubris larangan-larangan tersebut. Pergilah ia

meninggalkan negara Ngamarta, menuju samudra untuk melanjutkan pencarian air suci

Tirtapawitra.

Wrekudara berjalan dengan sangat yakin, dan berani menuju samudra. Ia tidak memperdulikan

apapun yang terjadi di jalan yang ia lalui. Hutan ia lewati, malam pun ia lewati, hingga fajar

menyongsong kembali, ia tetap dengan tekad besar berjalan untuk menemukan air suci. Cukup lama

Wrekudara berjalan, akhirnya, sampailah ia di samudra yang dicarinya. Sejenak Wrekudara

termenung, sempat ragu karena melihat betapa besar gemuruh ombak samudra di hadapannya.

Tetapi, kembalilah tekadnya menguat, bahwa ia harus menemukan air suci Tirtapawitra. Lalu,

Wrekudara segera menceburkan dirinya ke dalam samudra. Ia dihantam ombak yang sangat besar,

dan semakin lama semakin tinggi, Wrekudara terancam maut. Tetapi, hal itu tidak berlangsung lama,

karena Wrekudara membacakan sebuah doa yang dapat menjinakan besarnya gelombang air di

samudra tersebut.

Wrekudara melanjutkan perjalanannya di hamparan samudra yang luas. Ia kembali menemui

cobaan yaitu, hadirnya sebuah naga raksasa yang berenang dengan sangat cepat. Wrekudara dililit

oleh naga raksasa tersebut, dan sekuat tenaga ia berusaha untuk membebaskan diri dari lilitan naga.

Wrekudara kewalahan menghadapi naga raksasa tersebut, ia sempat dibuat lemas tak bertenaga oleh

naga. Maut mengancamnya. Lalu, tiba-tiba saja ia teringat akan kuku saktinya yaitu, kuku

Pancanaka. Wrekudara mengumpulkan sisa-sisa tenaganya, dan segeralah ia menghantam naga

raksasa serta mencobak-cabiknya. Seketika itu, tewaslah naga raksasa tersebut.

Diceritakan, nan jauh di kadewatan atau langit sana, Yang Maha Dewata sangat tersentuh

melihat kesungguhan tekad Wrekudara dalam mencari air suci Tirtapawitra. Wrekudara melanjutkan

perjalanannya ke tengah samudra, untuk mencari air suci. Setelah membunuh naga raksasa, samudra

sangat tenang, tentram, dan aman. Ada hal yang membingungkan Wrekudara atau Bima yaitu,

tiba-tiba saja hadir seorang dewa kerdil bernama Dewaruci di hadapan Wrekudara. Dewaruci tersebut

nampak seperti anak kecil yang sedang bermain di tengah samudra yang luas. Menurut cerita, besar

Dewaruci hanya sebesar kelingking saja. Lalu, bertanyalah Dewaruci kepada Wrekudara atas

keperluan apa ia datang ke tengah samudra. Wrekudara terheran-heran melihat Dewaruci, tapi, tidak

lama kemudian lalu mereka berdua terlibat percakapan. Dewaruci menuturkan apa-apa yang

diketahui tentang silsilah Wrekudara, dan Wrekudara pun akhirnya sadar bahwa yang ia hadapi

bukanlah seorang kerdil biasa, melainkan seorang Dewa. Wrekudara segera merubah sikapnya

(7)

7 Wrekudara dinasihati oleh Dewaruci dengan petuah-petuah bijak, dan Wrekudara sangat

tertarik untuk menyimaknya lebih jauh. Di awal pertemuannya itu, Wrekudara diberikan wejangan

tentang apa-apa yang harus dilakukan. Menurut Dewaruci, segala yang hal keputusan yang diambil,

seharusnya dipenuhi oleh berbagai pertimbangan. Dewaruci memberikan petuah bahwa, seorang

manusia harus melakukan segala sesuatu hal dengan penuh kesadaran. Setiap manusia harus

melakukan sesuatu dengan penuh pemaknaan, melakukan segala tindakan harus tahu maksud dan

tujuannya apa. Wrekudara sangat serius menyimak petuah-petuah Dewaruci.

Lalu, Wrekudara memohon petuah lebih dalam tentang hakikat kesucian yang sedang ia cari.

Dewaruci mengabulkan permohonan Wrekudara, ia memerintahkan Wrekudara untuk masuk ke

dalam telinga Dewaruci. Lalu masuklah Wrekudara ke dalam tubuh sang Dewaruci melalui telinga

sebelah kirinya. Setelah berhasil masuk, nampaklah samudra luas membentang tanpa tepi, angkasa

yang kosong melompong, dan sunyi sepi. Terdengarlah suara sang Dewaruci oleh Wrekudara,

Dewaruci bertutur kepada Wrekudara, bertanya tentang apa yang dilihat oleh Wrekudara di dalam.

Namun, Wrekudara merasa bingung atas apa yang dlihatnya, ia hanya melihat hamparan

kekosongan.

Selanjutnya, dimulailah pemberian wejangan atau petuah oleh Dewaruci kepada Wrekudara.

Diawali dengan wejangan berupa penggambaran aura yang terdapat dalam kalbu atau jiwa manusia.

Awalnya, Dewaruci memerintahkan kepada Wrekudara untuk melihat ada hal apa saja di sekitarnya.

Lalu, setelah kegiatan memperhatikan sekelilingnya tersebut, Wrekudara mengungkapkan bahwa

dia melihat satu cahaya yang sangat terang dan berkilau, serta melihat sesuatu yang berwarna hitam,

merah, kuning, dan putih. Selanjutnya, Dewaruci menjelaskan satu persatu maksud dari warna yang

dilihat oleh Wrekudara, dan menjelaskan tentang konsep Pancamaya.

Selanjutnya, Dewaruci pun kembali memerintahkan Wrekudara untuk mengamati sekelilingnya

lagi. Wrekudara melihat 8 warna dan gading yang bercahaya. Dewaruci menjelaskan bahwa 8 warna

yang dilihat oleh Wrekudara adalah 8 warna kehidupan. Sedangkan, gading yang bercahaya itu

adalah Pramana yaitu, pelestari ragawi dan penjaga keseimbangan daya. Dewaruci menjelaskan,

bahwa bukan itulah yang dicari oleh Wrekudara sebagai kesempurnaan atau air suci Tirtapawitra.

Lalu Dewaruci pun menjelaskan tentang sukma sebagai kesejatian hidup yang menghidupi daya

Pramana. Ia memberikan wejangan tanpa bosan, tentang hubungan sukma dan Pramana dalam tubuh

manusia. Sukma adalah penghidup yang hakiki, yang ketika mati pun tetap hidup, tidak seperti

Pramana yang hanya hadir ketika raga masih hidup saja, tutur Dewaruci kepada Wrekudara.

Selanjutnya, Dewaruci kembali memberikan wejangan kepada Wrekudara tentang konsep

kemanunggalan atau kesatuan antara Tuhan manusia. Ia pun juga memaparkan tentang konsep

Tuhan yang tidak dapat dapat diamati, Tuhan atau Dewata sebagai zat pemberi hidup. Terakhir,

(8)

8 hidup dalam mati yang ditanyakan oleh Wrekudara. Dewaruci menjelaskan dengan sangat lugas

tentang pemahaman tersebut kepada muridnya. Setelah wejangan terakhir tersebut, maka

sempurnalah sang Wrekudara, dan pulanglah sang Wrekudara kembali menuju Ngamarta dengan

raga yang sama tetapi sukma yang berbeda yaitu, sukma yang telah berhasil bersatu dengan Yang

Sukma.

Tema Besar Cerita Dewaruci

Di awal tulisan ini, sudah digambarkan secara ringkas, bagaimana jalannya cerita atau plot

cerita yang terbangun dalam cerita Dewaruci. Tokoh utama dalam cerita Dewaruci adalah

Wrekudara dan Dewaruci itu sendiri. Kedua tokoh utama tersebut, telah mengontruksi sebuah tema

besar, yang melandasi keseluruhan jalannya cerita Dewaruci ini. Cerita Dewaruci secara garis besar

menceritakan tentang Dewaruci, yakni sesuai dengan judul dari teks cerita, yaitu Dewaruci. Tokoh

Dewaruci terbentuk ketika hadir tokoh Wrekudara yang menjadi mitra utama yang bersanding

dengan tokoh Dewaruci tersebut. Sebagian besar episode cerita Dewaruci, terbentuk oleh segala

penceritaan yang terbangun oleh kedua tokoh utama tersebut.

Tema merupakan gagasan dasar umum suatu cerita, tidak mungkin hadir tanpa unsur bentuk

yang menampungnya (Nurgiyanto, 1995: 74). Tema sebagaimana yang dikemukakan oleh

Nurgiyanto, hadir karena kehadiran unsur-unsur lain yang menghadirkan tema, atau gagasan

tersebut. Dalam setiap karya sastra, seorang penulis akan menyimpan gagasan dasar yang mendasari

pembentukan cerita tersebut dalam setiap tokoh beserta tindakan yang dilakukannya. Unsur

pembentuk yang menampung gagasan dasar umum dalam cerita Dewaruci adalah, unsur tokoh, yaitu

tokoh Wrekudara dan Dewaruci.

Secara garis besar, cerita Dewaruci memiliki inti cerita tentang “pencarian kesempurnaan hidup”. Bagian-bagian cerita dalam alur, latar belakang, dan tokoh utama menegaskan tentang tema besar tersebut. Dalam cerita Dewaruci terdapat banyak ajaran-ajaran moral, yang tergambar melalui

interaksi antara tokoh Wrekudara dan Dewaruci. Ajaran moral tersebut, selain terbangun atas

interaksi yang terjadi antara tokoh Wrekudara dan Dewaruci, tetapi juga terbangun dalam tokoh

Wrekudara sebagai yang mandiri. Dalam cerita, tokoh Wrekudara tergambarkan sebagai tokoh yang

besar pendiriannya, pantang menyerah, dan selalu optimistis. Tetapi itu hanya terbangun dalam

tokoh Wrekudara saja, bukan tema cerita secara keseluruhan.

Inti dari keseluruhan plot cerita Dewaruci, adalah tentang proses bagaimana seorang dari

Pandhawa, yaitu Wrekudara, berupaya untuk mencari dan mencapai kesempurnaan hidup yang

hakiki. Pencarian kesempurnaan hidup tersebut, dilandasi oleh sebuah perintah yang datang dari

guru Wrekudara, yaitu Drona. Mulai dari situ, plot cerita terus terbentuk oleh perjalanan, tindakan,

dan interaksi-interaksi yang dilakukan oleh Wrekudara, yang pada akhirnya bertemu dengan

(9)

9 petuah-petuah yang disajikan oleh Dewaruci kepada Wrekudara. Oleh karena itu, dilandasi oleh

serangkaian alur cerita yang terbentuk melalui tokoh utama, yaitu Wrekudara dan Dewaruci, penulis menyimpulkan bahwa tema besar dari cerita Dewaruci adalah, tentang “kehidupan”. Kehidupan di sini merujuk kepada kehidupan yang sempurna, kehidupan yang penuh kebajikan dan ajaran-ajaran.

Adapun untuk penjelasan mengenai ajaran-ajaran kebajikan tentang kehidupan, yang terkandung

dalam cerita Dewaruci, akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya. Pada pembahasan

selanjutnya, saya akan menjelaskan tentang pesan moral yang terkandung dalam inti dari cerita yaitu “pencarian kesempurnaan hidup”, dan tentunya berkaitan tema cerita, yaitu “kehidupan”. Penjelasan selanjutnya akan memperjelas tema dan inti cerita yang saya sebutkan tadi. Saya akan membagi

pesan moral yang terkandung dalam cerita Dewaruci menjadi 2 pembahasan, yaitu pesan moral yang bersifat mistik – berkaitan antara hubungan manusia dengan Tuhan, dan pesan moral bersifat non-mistik.

Pesan Moral Ajaran Mistik Kehidupan Yang Terdapat Pada Tokoh Wrekudara dan Dewaruci Dalam Cerita Dewaruci

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata mistik memiliki maksud sebagai suatu

subsistem yang ada hampir dalam semua agama dan sistem religi, untuk memenuhi hasrat manusia dalam mengalami dan merasakan emosi persatuan antara Tuhan dan manusia – dalam Islam disebut sebagai ilmu tasawuf. Selain itu, mistik juga dapat bermakna sebagai hal gaib yang tidak terjangkau oleh akal manusia yang biasa – dengan kata lain, mistik adalah segala sesuatu yang tak dapat dilihat oleh pancar indra. Dalam cerita Dewaruci, terdapat konsep dan ajaran-ajaran mistik yang

diwejangkan oleh Dewaruci kepada Wrekudara. Adapun ajaran mistik tersebut sebagai berikut:

1. Penggambaran Sifat Dasar Manusia a. Pancamaya

Pancamaya, sebagaimana terdapat dalam isi cerita Dewaruci memiliki arti

yaitu, hati atau sanubari yang hakiki dan sejati. Pancamaya ini, dilihat oleh Wrekudara

sebagai cahaya yang berkilau. Dewaruci sebagai bentuk perwujudan Zat Illahi,

menjelaskan dalam petuahnya kepada Wrekudara, bahwa Pancamaya adalah sebagai

penuntun hidup, atau sebagai suara hati yang terdalam, atau dapat juga disebut sebagai

hati nurani manusia. Pancamaya adalah daya manusia, yang menuntun manusia dalam

segala tindakan yang dilakukannya. Pancamaya terletak dalam tubuh manusia, yang

tentu saja tidak dapat dilihat oleh indra.

Tubuh manusia terdiri atas materi yang berupa anggota tubuh, dan non materi

yang berupa jiwa atau kalbu, dan ruh. Pancamaya adalah kalbu tersebut. Pancamaya

adalah daya, yang mengontrol raga. Maksudnya adalah, dalam segala tindakan yang

(10)

10 manusia juga melibatkan hati nuraninya. Hal tersebutlah yang diwejangkan oleh

Dewaruci kepada Wrekudara.

Secara tersirat, sebetulnya, Dewaruci ingin menyampaikan sebuah pesan yang

sangat mendalam kepada Wrekudara yaitu, apa yang diinginkan oleh manusia bukanlah

segalanya, dan belum tentu yang terbaik. Manusia pada dasarnya adalah gudang dari

keinginan, ingin ini, ingin itu, semuanya ingin, dan keinginan tersebutlah yang menurut

Dewaruci harus diabaikan. Keinginan yang muncul dalam diri manusia, tumbuh atas

dorongan nafsu duniawi yang menyesatkan. Apa yang dilihat oleh Wrekudara dalam

episode ini, sebetulnya sebuah teguran yang menuntun Wrekudara agar dapat

melakukan sesuatu bukan berdasarkan kepada keinginan atau kemauan, tetapi, segala

sesuatu itu harus dilakukan atas dasar tuntunan hati nurani yang terdalam, atau

kehendak yang sejati. Setiap manusia memiliki hati nurani, sejahat-jahatnya orang,

pasti tetap memiliki hati nurani. Hati nurani adalah suara jiwa, suara yang utama, yang

tidak terintervensi oleh hawa nafsu sedikit pun, dan sudah seharusnya bahwa manusia

selalu mendengarkan hati nuraninya agar selalu terjaga segala tingkah lakunya.

Hati nurani adalah zat halus yang menggerakan raga (zat kasar). Selain itu, ada

juga sukma yaitu, zat yang berdampingan dengan hati nurani. Hati nurani hadir dalam

tubuh manusia yang hidup, yang belum mati. Berbeda dengan sukma, yang hadir dalam

tubuh manusia dalam keadaan hidup ataupun mati. Jika dilihat secara hierarkis, sukma

berada di atas hati nurani satu tingkat, hati nurani hanya berhubungan dengan raga dan

pikiran. Hati nurani atau zat halus, berhubungan langsung dengan sukma, dan sukma

berhubungan langsung dengan Sukma Sejati atau Tuhan. Oleh karena itulah, Dewaruci

berpesan bahwa, dalam setiap tindakan harus ada kesadaran, yang didasarkan kepada

hati nurani. Konsep seperti ini, menjelaskan bagaimana manusia bertindak atas kontrol

Tuhannya, dan bertindak dalam kewaspadaan yang didasarkan kepada Rahsa Jati1 atau

Sukma Sejati. Dengan kata lain, bertindak atas dasar kehendak hati nurani, sama

dengan bertindak atas restu atau kehendak Tuhan.

b. Catur Warna

Catur warna atau empat warna yaitu, hitam, merah, kuning, dan putih, adalah

warna-warna yang dilihat oleh Wrekudara ketika berada di dalam tubuh Dewaruci.

Setiap warna tersebut adalah perlambang sifat-sifat dasar yang terdapat pada manusia.

Warna hitam adalah perlambang dari amarah, yang terdapat dalam diri manusia. Warna

merah adalah perlambang dari hawa nafsu, yang sering menyesatkan manusia. Hawa

nafsu ini berhubungan dengan keinginan yang telah dijelaskan sebelumnya pada

(11)

11 pembahasan Pancamaya. Selanjutnya, warna kuning adalah perlambang atas

kebingungan yang sering menghinggapi manusia, sehingga sering menyesatkan dan

menjerumuskan. Terakhir, warna putih yang melambangkan kesucian atau kejernihan,

yang terdapat dalam diri manusia.

Dalam bagian ini, menggambarkan tentang bagaimana kondisi manusia yang

dilihat atas pembawaan alamiahnya yaitu, sifat dasar dalam dirinya. Sebuah pernyataan

dari salah seorang filsuf Inggris terkenal yaitu, Thomas Hobbes, menyimpulkan

berdasarkan psikis manusia bahwa manusia pada dasarnya dipenuhi oleh nafsu. Hal itu

dapat dikatakan relevan, jika dilihat atas perbandingan sifat dasar yang dilambangkan

oleh warna, yang terdapat dalam cerita Dewaruci.

Ada tiga buah sifat dasar buruk, yang terdapat dalam diri manusia, yang hadir

dalam setiap tingkah laku manusia2. Amarah, pada dasarnya manusia memang dipenuhi

oleh amarah. Amarah adalah perasaan emosi, yang dapat membawa kondisi manusia

ke arah yang dipenuhi oleh dendam dan kebencian pada sesamanya. Lalu, iri dan nafsu,

juga merupakan sifat dasar yang sering menonjol pada diri manusia. Nafsu adalah sifat

buruk yang paling sulit dikontrol. Jika dirinci, akan banyak sekali jenis-jenis nafsu yang

terdapat dalam diri manusia seperti, nafsu seksual, dan nafsu lainnya. Selanjutnya,

kebingungan yang terkadang menyesatkan. Hal ini dapat diakibatkan oleh karena,

seorang manusia terkadang melupakan hati nuraninya dalam melakukan sesuatu.

Mereka lebih sering menggunakan nafsu duniawi, yang jauh dari sentuhan Sukma

Sejati seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sehingga, ketika seseorang jauh dari

Tuhannya, jauh dari apa yang ada dalam lubuk hatinya, niscaya ia akan bingung dalam

mengambil langkah, lalu akhirnya seseorang tersebut tersesat dan salah dalam

menentukan pilihan hidupnya.

Warna putih, sebagai lambang kebaikan, harus mampu melawan tiga buah sifat

buruk yang terdapat dalam tubuh manusia. Bila dianalogikan dengan sebuah

pertarungan, antara tiga orang manusia melawan satu orang manusia, maka akan sangat

terasa sulit untuk yang seorang diri itu menang. Begitu juga dengan keempat sifat dasar

dalam tubuh manusia tersebut, tiga sifat buruk melawan satu kesucian akan terasa

sangat sulit. Dalam kehidupan, mungkin, akan sulit ditemukan orang yang mampu

mengalahkan amarah, nafsu, dan kebingungan, hingga ia mencapai kesucian. Jika

memang ada yang mampu mengalahkan sifat-sifat buruknya, dan berpegang teguh

untuk menghayati kesucian dan beperilaku baik, niscaya sempurnalah orang tersebut.

Itu yang dipesankan oleh Dewaruci kepada Wrekudara.

(12)

12 Secara tersirat, Dewaruci berpesan bahwa Wrekudara harus bisa

mememendam tiga bentuk sifat buruk yang terdapat dalam setiap tubuh manusia,

termasuk tubuh sang Wrekudara. Sifat buruk tersebut, amarah, nafsu, dan

kebingungan-kebingungan yang terdapat dalam diri manusia, harus dipendam oleh sifat baik yang

dilambangkan berwarna putih. Upaya untuk mengontrol sifat buruk, sangatlah sulit

untuk dilakukan. Oleh karena itu, Dewaruci berpesan kepada Wrekudara, bila ia

mampu mengalahkan ketiga sifat buruk yang ada, maka senantiasa bahagialah

hidupnya. Kesimpulan atas pembahasan ini adalah, sesungguhnya Dewaruci sebagai

perwujudan Yang Illahi menasihati Wrekudara untuk mampu memahami segala konsep

prilaku dan daya, yang terkandung dalam tubuh Wrekudara khususnya, tubuh manusia

pada umumnya. Dengan memahami segala hal tersebut, maka diharapkan manusia

dapat memilah mana yang baik dan mana yang buruk, berperilaku atas kehendak

kebenaran, lalu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kemanunggalan Antara Tuhan dan Manusia

Penjelasan dalam pembahasan ini, berkaitan dengan penjelasan sebelumnya yaitu,

pembahasan tentang Sukma Sejati atau Rahsa Jati yang terhubung dengan sukma, serta

dengan hati nurani manusia. Menurut P.J. Zoetmulder, seorang yang arif bijaksana dapat

manunggal dengan Tuhan, tidak ada lagi batasan antara Tuhan dan kawula (manusia), kedua

zat tersebut menjadi lebur.3 Bila merujuk kepada hal tersebut, maka ada hal yang selaras antara

pernyataan Dewaruci kepada Wrekudara, dengan penjelasan Zoetmulder.

Dalam cerita Dewaruci tersebut di atas, setelah Dewaruci menjelaskan tentang

Pancamaya dan Catur Warna, selanjutnya Dewaruci memberikan wejangan tentang

bagaimana Tuhan berhubungan langsung dengan manusia, dan keterdapatan Tuhan dalam

tubuh manusia. Tuhan adalah zat yang tak tampak oleh indrawi, Tuhan adalah zat pemberi

hidup, itulah yang diwejangkan Dewaruci kepada Wrekudara.

Di sini, penulis ingin mencoba memahami kedua wejangan tersebut. Pertama adalah

tentang tuturan, bahwa Tuhan adalah suatu zat yang tak tampak indrawi. Jika dipahami secara

saksama, memang Tuhan adalah zat yang abstrak, tak tampak indrawi. Tuhan hanya dapat

dipahami dengan cara spiritual, hanya dapat dihayati dengan keyakinan hati. Di dalam cerita

Dewaruci, Dewaruci memberikan wejangan kepada Wrekudara bahwa, sebetulnya Tuhan ada

dalam tubuh manusia itu sendiri, sejak manusia tersebut terlahir ke dunia. Tuhan melekat

dalam tubuh manusia, sebagai penghidup manusia, dengan kata lain, Tuhan telah hadir

menjadi bagian dari manusia sejak manusia terlahir. Ketika manusia terpilih untuk lahir ke

(13)

13 dunia, tentu saja itu juga sebab Tuhan telah memilih agar manusia itu terlahir, lalu Tuhan

menghidupkan dengan cara memberikan ruh atau sukma, maka hiduplah manusia tersebut.

Agaknya memang konsep tersebut cukup sulit dipahami, tapi cukup mudah juga

dipahami. Pemahaman seperti ini, akan mudah dipahami, bila seseorang telah sampai pada

tahapan hidup yang arif dan bijaksana. Untuk mencapai itu, sangatlah sulit, tapi penulis akan mencoba untuk menjelaskannya. Saya akan mengaitkan wejangan ‘kemanunggalan antara Tuhan dan manusia’ ini dengan wejangan sebelumnya yaitu, tentang ajaran untuk mengubur sifat buruk dalam diri manusia, dan mulai memunculkan dan menghayati sifat dasar baik yang

terdapat dalam diri manusia.

Pada awal percakapan antara Dewaruci dan Wrekudara, Dewaruci memberikan petuah

agar Wrekudara dapat mengubur sifat buruk dalam dirinya, dan menghayati sifat baik dalam

dirinya. Hal itu agar, dalam segala perilakunya, ia dapat mendasarkan perilaku tersebut atas

kehendak Yang Sukma, atau Tuhan yang memberikannya nikmat hidup. Di atas telah

dijelaskan bagaimana hati nurani, sukma, dan Sukma Sejati pada dasarnya berkaitan, ada

unsur kemanunggalan pada hubungan tersebut. Dengan kata lain, kemanunggalan antara

Tuhan dan manusia dapat terhayati atas hubungan tersebut. Ketika seorang manusia dapat

mengalahkan sifat tidak baiknya, maka niscaya dengan sendirinya ia akan manunggal dengan

Tuhan, karena ia akan melakukan segalanya atas kehendak Tuhan, dengan kata lain orang

tersebut adalah perwujudan atas wujud Tuhan yang tak nampak tadi, Tuhan akan melebur

menjadi satu dengan hamba (manusia). Itulah yang dimaksudkan bahwa Tuhan tidak tampak,

dan akan tampak dalam artian terasa hadirnya di dalam diri, ketika hamba telah sanggup

memusatkan hati nurani dan sukmanya untuk mendominasi segala kehendaknya, dan saat itu

pula hati nurani dan sukma tersebut akan lebur bersama Sukma Sejati. Kesimpulannya, Tuhan

ada di dalam tubuh manusia sejak manusia terlahir. Tuhan adalah sifat baik manusia itu

sendiri, dan Tuhan akan terasa hadir ketika sifat baik mampu mengalahkan atau mengubur

sifat buruk.

3. Mati Dalam Hidup dan Hidup Dalam Mati

Wejangan “mati dalam hidup dan hidup dalam mati” ini adalah, wejangan terakhir yang diberikan oleh Dewaruci kepada Wrekudara. Wejangan ini diberikan sebagai respon, atas

pertanyaan yang diajukan oleh Wrekudara kepada Dewaruci. Wejangan ini diberikan, atas

kesimpulan dari penjelasan mengenai sifat dasar manusia, dan proses manunggalnya Tuhan

dengan manusia. Tahap ini adalah, tahap dimana sifat buruk telah terkalahkan oleh sifat baik.

Tahap dimana hati nurani telah menguasai diri sepenuhnya, lalu terkoneksi dengan sukma,

dan terkoneksi juga Sukma Sejati.

Sepintas, kalimat “mati dalam hidup dan hidup dalam mati” memang sangat membingungkan untuk dipahami. Adapun penjelasan atas kalimat tersebut adalah, menurut

(14)

14 keduniawian. Misalnya adalah, nafsu ingin berkuasa, nafsu seksual, amarah, mendendam,

semua itu adalah sifat-sifat yang sangat keduniawian yang dapat menjauhkan manusia dari

Sukma Sejati. Atas pernyataan ini, saya mencoba menginterpretasi bahwa, pada dasarnya

manusia yang masih merasakan kehidupan duniawi, akan sulit untuk meninggalkan sifat-sifat

dasar yang seperti tersebut di atas. Oleh karena itu, mematikannya adalah hal yang sangat

sulit, hanya orang yang sudah menemui kematianlah yang dapat menghilangkan sifat-sifat

tersebut di atas, dan akan segera kembali kepada Sukma Sejati sebagai yang memberikan

kehidupan dan kematian.

Namun, walaupun demikian sulitnya, bukan tidak mungkin untuk mematikan segala

keduniawian walaupun seseorang masih hidup dalam keduniawian. Hal ini akan relevan

dengan wejangan Dewaruci yang mengenai Pancamaya dan Catur Warna, serta wejangan

mengenai kemanunggalan manusia dengan Tuhan. Pada pembahasan sebelumnya, Dewaruci

menasihati agar dapat mengalahkan tiga jenis sifat buruk yang terdapat pada diri manusia, dan

memenangkan satu sifat baik yang ada pada diri manusia. Tiga sifat buruk tersebut adalah,

sifat-sifat keduniawian, dan satu sifat baik tersebut adalah sifat yang hanya dimiliki orang

yang telah berhasil mematikan keduniawiannya. Mengikuti apa yang didasarkan atas hati

nurani, yang terhubung dengan sukma dan Sukma Sejati, adalah hasil dari upaya pelepasan

sifat-sifat keduniawian. Sifat-sifat buruk yang ada pada pribadi manusia, memang selalu

mengacu pada sasaran duniawi. Misalnya adalah nafsu, nafsu ingin tersohor di dunia, nafsu

ingin diakui oleh masyarakat di dunia, nafsu seksual, kesemuanya itu adalah sifat-sifat yang

meletakan dunia sebagai tujuan utamanya.

Ketika manusia berhasil mengalahkan sifat-sifat keduniawian di atas, maka manusia

akan kembali kepada Tuhannya, kepada yang memberikan hidup dan mematikan hidupnya.

Seperti pada pembahasannya sebelumnya, bahwa sejatinya Tuhan telah bersemayam dalam

diri manusia sejak manusia itu dihidupkan oleh zat Tuhan yang memberi hidup atau Sukma

Sejati. Ketika manusia tumbuh dan berkembang menjadi sosok yang semakin dewasa, sosok

yang telah lebur ke dalam duniawi, Tuhan akan tetap ada dalam tubuh manusia, tetapi, tentu

saja akan tertutupi oleh sifat-sifat keduniawian yang akan sulit untuk mengontrolnya. Ketika

kondisi tersebut terjadi, menurut saya, Tuhan yang bersemayam tersebut yang merupakan

sebagai perlambang atas sifat baik dalam diri manusia, akan tertutup oleh ketiga sifat buruk

yang dijelaskan dalam pembahasa Catur Warna sebelumnya.

Jadi, kesimpulan atas pernyataan mati dalam hidup adalah, kondisi ketika manusia

dapat melepaskan intervensi keduniawian, dan kembali kepada Tuhan sebagai sukma yang

memberikan hidup. Ketika manusia sudah mampu mencapai tahap lebur dalam kehendak hati

nurani, lebur dalam sifat yang orientasinya hanya kepada Tuhan semata, saat manusia mampu

menghubungkan kehendak hati nurani dengan kehendak sukma dan Sukma Sejati, maka saat

(15)

15 keduniawian. Hal itu karena, saat manusia ada pada kondisi tersebut, maka manusia hanya

akan patuh pada kehendak Tuhan yang telah lebur bersama kehendak hati nuraninya. Maka,

pada saat itulah manusia dapat dianggap mati dalam realitas duniawinya. Hal itu serujuk

dengan sebuah teori yang dikemukakan oleh Mulder yaitu, manusia dipandang sebagai

pecikan dari Zat Hidup yang meliputi segala sesuatu, manusia mempunyai dua segi, lahir dan

batin. Melalui segi batin manusia dapat mencapai persatuan dengan Zat Hidup (Mulder,

1981:14).4 Makna atas segi batin itulah yang menurut hemat saya, adalah mati yang jauh dari

duniawi dan ragawi, maka niscaya manusia dapat manunggal dengan Tuhan.

Konsep hidup dalam mati adalah antitesis dari konsep mati dalam hidup. Dewaruci

menganggap bahwa, kehidupan sejati adalah kematian itu sendiri, itulah yang tersirat dalam

wejangannya kepada Wrekudara. Orang Jawa meyakini bahwa hidup manusia di dunia ini

sudah diatur oleh Semesta, telah diguratkan oleh Yang Maha Mengguratkan, manusia hanya

dapat berpasrah atau bersikap nrima, dan menyerahkan diri pada takdir.5 Hal itu senada

dengan apa yang diwejangkan Dewaruci. Maksud dari mati, adalah mematikan

keinginan-keinginan, dan menolak nafsu-nafsu keduniawian. Sebagai manusia, kehidupan yang sejati

adalah mengikuti guratan Tuhan, Sukma Sejati, atau Yang Maha Pemberi Hidup. Oleh karena

itu, ketika manusia menghendaki apa-apa yang diinginkannya, yang bersumber dari nafsu

duniawinya, maka dapat dikatakanlah bahwa manusia sedang hidup tetapi mati, mati dari

guratan kehidupan Tuhannya. Menjalani hidup adalah melepaskan, mematikan, melepaskan

keinginan-keinginan, mematikan hawa nafsu, dan menjadi lebur bersama Tuhan membentuk

suatu harmonisasi antara hati nurani manusia, sukma, dan Sukma Sejati. Itulah yang dimaksud dengan ungkapan “mati dalam hidup dan hidup dalam mati”. Pada akhirnya, menurut saya, Dewaruci mengungkapkan bahwa hidup yang baik dan selaras adalah hidup yang mati itu

sendiri, mati dari nafsu, mati dari keinginan, dan mati dari segala tindakan yang bertentangan

dengan kehendak hati nurani, sukma, dan Sukma Sejati6.

Pesan Moral Non-Mistik Yang Terbangun Pada Tokoh Wrekudara dan Dewaruci di Dalam Cerita Dewaruci

Ada beberapa pesan moral yang saya tangkap, selain ajaran-ajaran mistik di atas, yang terdapat

dalam cerita ini. Adapun pesan moral tersebut adalah, sebagai berikut:

4 Dr. Suwarno Imam S, Konsep Tuhan Manusia, Mistik Dalam Berbagai Kebatinan Jawa. (Yogyakarta: Penerbit PT RajaGrafindo Persada, 2005). Hlm 88.

5 Dr. Suwarno Imam S, Konsep Tuhan Manusia, Mistik Dalam Berbagai Kebatinan Jawa. (Yogyakarta: Penerbit PT RajaGrafindo Persada, 2005). Hlm 57.

(16)

16 1. Menjadi Manusia Yang Selalu Berprasangka Baik

Dalam cerita Dewaruci, diceritakan di awal cerita bahwa Wrekudara diutus oleh guru

Drona untuk mencari air suci Tirtapawitra. Drona mengutus Wrekudara untuk mencari air

suci tersebut, dilatarbelakangi oleh sikap licik yang sebenarnya ingin membinasakan

Wrekudara dari kubu Pandhawa. Perasaan ingin membinasakan tersebut, hadir dari pemikiran

para Kurawa, yang memang ingin menang perang melawan Pandhawa. Drona sengaja

memerintahakan Wrekudara, agar ia mau untuk mencari air suci Tirtapawitra agar kelak

hidupnya sempurna. Tetapi, Drona juga tahu,bahwa untuk menemukan air suci tersebut

sangatlah sulit, dan ia yakin bahwa Wrekudara tidak akan sanggup untuk melewati segala

rintangan yang menghalanginya. Pada akhirnya, para Kurawa berharap agar Wrekudara mati,

dan tidak lagi hadir sebagai orang terkuat dalam kubu Pandhawa.

Tetapi, Wrekudara yang selalu bepikiran positif dan tak pernah berprasangka buruk,

tidak mencurigai hal itu. Hal itu adalah ciri dari manusia yang bijaksana, yang tidak pernah

suudzon kepada seksamanya. Dalam hal ini, penulis yaitu Yasadipura I ingin meyampaikan

kepada para pembaca, melalui tokoh Wrekudara, bahwa dalam hidup pada dasarnya semua

akan menjadi baik ketika kita berprasangka baik. Ketidakbaikan harus dilumpuhkan oleh

pandangan dan sifat-sifat yang baik. Niscaya, ketidakbaikan tersebut akan lumpuh dengan

sendirinya. Contohnya terdapat dalam cerita Dewaruci ini.

Walaupun tujuan yang melandasi kegiatan pencarian air suci Tirtapawitra yang

dilakukan oleh Wrekudara adalah, sesuatu yang tidak baik, tapi dengan sendirinya itu menjadi

sesuatu yang baik, karena sejak awal Wrekudara sudah menanamkan keyakinan yang baik

juga. Ini mengajarkan kepada kita, bahwa dalam menjalani kehidupan di dunia, kita harus

menghindarkan prasangka-prasangka buruk terhadap manusia, Tuhan, dan alam semesta.

Dengan demikian, niscaya, kebaikan dan kecerahan yang sejati akan selalu melindungi kita

dari ketidakbaikan tersebut. Ada istilah yang sering terlontar dalam kalangan masyarakat, yaitu “kejahatan balaslah dengan kebaikan”, saya rasa hal itu selaras dengan sikap Wrekudara kepada Drona dan para Kurawa yang berusaha menjahatinya.

2. Menjadi Manusia dengan Tekad yang Besar

Wrekudara adalah sosok atau karakter yang tergambar sebagai orang, yang memiliki

tekad sangat besar dan juga kuat. Hal itu jelas terlihat dari upaya keras yang dilakukan oleh

Wrekudara, yang berkeinginan untuk mencapai kesempurnaan hidup, atas petunjuk guru

Drona, yang padahal petunjuk itu adalah upaya untuk memusnahkan Wrekudara dari

Pandhawa. Hal itu merupakan kehendak para Kurawa, yang menganggap bahwa Wrekudara

adalah kekuatan terbesar yang ada pada kubu Pandhawa. Pada awal cerita, keberangkatan

(17)

17 semua takut terjadai sesuatu pada Wrekudara. Tetapi, semua larangannya tersebut tidak

digubrisnya, karena watak Wrekudara yang penurut pada gurunya, serta karena memang

Wrekudara yang pemberani dan bertekat besar, maka berangkatlah ia mencari air suci

Tirtapawitra.

Ia berjalan dengan tekad yang menggebu-gebu, semua rintangan ia lalu, semua yang

menghalangi ia hadapi. Ia adalah sosok yang menggambarkan, bahwa untuk mencari sesuatu

yang baik, manusia harus bersungguh-sungguh. Itulah yang dilakukan oleh Wrekudara,

bersungguh-sungguh dengan niat setulus hati mencari air suci, agar hidupnya dapat mencapai

tahap kesempurnaan. Setelah semua rintangan dan halangan ia lalu, maka pada akhirnya ia

bertemua dengan Dewaruci yang merupakan perwujudan dari Yang Illahi itu sendiri, kesucian

itu sendiri. Episode itu menggambarkan, bagaimana hasil yang akan didapatkan, ketika

seorang manusia dengan hati yang tulus, dan tekad yang besar melakukan suatu hal yang ingin

capai, maka niscaya akan tercapai.

Tekad besar dan tekad yang kuat dari Wrekudara itu, dapat dijadikan rujukan untuk

semua umat manusia di muka bumi. Pantang menyerah, jika itu berhubungan dengan

kebaikan, adalah nilai mutlak yang harus dilakukan oleh manusia. Dalam ajaran Islam, ada

sebuah ungkapan yang berbunyi, bahwa Tuhan tidak akan merubah suatu kaum, jika kaum

tersebut tidak memiliki keinginan untuk merubah dirinya sendiri. Itulah yang tergambar dalam

sosok Wrekudara atau Bima. Ia memiliki keinginan yang kuat dan besar untuk mencapai

kesempurnaan hidup. Segala rintangan dan hilangan ia lalu, dan pada akhirnya ia

mendapatkan apa yang ingin ia dapatkan tersebut. Petikan terakhir yang dapat saya tangkap

dari sosok Wrekudara mengenai tekadnya yang kuat dan besar adalah, bahwa segala bentuk

usaha yang dilakukan oleh manusia, untuk mencapai suatu kebaikan, akan selalu menjadi

pusat perhatian dan akan segera dibalaskan usahanya tersebut oleh Tuhan Yang Maha

Segalanya.

3. Mengajarkan Untuk Selalu Sadar dan Waspada

Dewaruci mengajarkan suatu petuah atau nasihat kepada Wrekudara yaitu, ajaran agar

dalam segala tindakan yang dilakukan, manusia harus selalu sadar pada apa yang

dilakukannya, dan selalu waspada pada segala hal yang akan dihadapinya. Hal itu

diungkapkan oleh Dewaruci di awal pertemuannya dengan Wrekudara. Seperti yang saya tuliskan pada bagian sinopsis cerita yaitu, “...segala hal keputusan yang diambil, seharusnya dipenuhi oleh berbagai pertimbangan.”. Itu adalah ajaran yang diajarkan oleh Dewaruci kepada Wrekudara, untuk selalu penuh pertimbangan dengan segala tindakan yang akan

diambil atau dilakukan.

Sikap sadar dan waspada, atau dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah “eling lan waspada”, adalah sebuah falsafah hidup orang Jawa yang sampai abad ke-21 ini masih tetap

(18)

18 yang menurut saya, warisan dari cerita Dewaruci. Konsep ini, berhubungan dengan konsep

kesadaran diri dalam melakukan segala tingkah laku, yang didasarkan kepada penghayatan

hati nurani. Hati nurani adalah titik sadar tertinggi, karena berhubungan langsung dengan

kesadaran Sukma Sejati. Oleh karena itulah, konsep ini diwejangkan kepada Wrekudara, agar

ia mampu berlaku dengan sadar, dengan penghayatan laku yang berasal pada kehendak

terdalam.

Poin ini sangat memberikan perenungan, bahwa segala tingkah laku harus didasari atas

kesadaran hati. Serta, segala realita dalam dunia harus selalu dihadapi secara waspada. Dalam

hidup, kesadaran diri adalah segalanya. Terkadang, dalam realita manusia sering tak sadar

pada apa yang telah dilakukannya. Hal itu dikarenakan oleh penguasaan nafsu atas hati nurani.

Oleh karena itu, sadar dalam bertindak adalah kunci menjalani hidup yang penuh kebenaran.

Kesadaran adalah awal dari kebenaran, apa yang dilakukan secara sadar, tentu akan dilakukan

dengan penuh pertimbangan baik buruk. Dalam hal ini, hati nurani berperan sebagai yang

mempertimbangkan segala hal, berdasarkan pada kehendak Sukma Sejati. Begitu juga dengan

sikap selalu waspada, akan sangat diperlukan dalam menjalani hidup yang penuh misteri ini.

Hidup adalah sekumpulan cerita, sekumpulan fragmen, yang kita tidak tahu sama sekali apa

yang akan terjadi dan apa yang tidak akan terjadi. Oleh karena itu, kunci untuk menghadapi

hidup yang penuh teka-teki itu adalah, dengan berpegang teguh dengan melakoni

kewaspadaan dalam diri. Agar kelak, dalam segala tindakan, manusia akan melakukannya

dengan penuh segala pertimbangan baik buruk.

4. Mengajarkan Untuk Selalu Rendah Hati

Pada pembahasan ini, adalah pesan moral yang disampaikan setelah Dewaruci

mewejangkan ajaran-ajarannya kepada Wrekudara. Rendah hati, sebagaimana kita ketahui

adalah salah satu ajaran atau tingkah laku yang terpuji, yang harus dimiliki oleh setiap

manusia. Rendah hati adalah hasil dari perlawanan sikap arogansi atas kepemilikan sesuatu

hal. Manusia sering sekali merasa tinggi, padahal ada Seseorang yang lebih tinggi. Manusia

sering sekali merasa besar, padahal ada Seseorang yang lebih besar dari dirinya. Manusia

sering sekali merasa hebat, padahal ada Yang Maha Hebat selain dirinya.

Setelah Dewaruci membimbing Wrekudara ke jalan kebajikan, jalan yang dihendaki

Tuhan, dan juga mengajarakan tentang pengetahuan untuk mencapai kesempurnaan,

selanjutnya Dewaruci mengajarkan tentang ajaran untuk selalu rendah hati. Dewaruci telah

menstransfer segala ajaran kesempurnaan kepada Wrekudara, sehingga sempurnalah hidup

Wrekudara. Diceritakanlah bahwa Wrekudara telah mencapai kesempurnaan hidup, segala

kesempurnaan hidup telah melekat dalam dirinya. Segala falsafah hidup, telah ia kuasai. Maka

tersebutlah bahwa Wrekudara telah mumpuni dan menguasai segala pengetahuan tentang

(19)

19 Karena Dewaruci tidak ingin Wrekudara tinggi hati nantinya, sebab telah menguasai

kesempurnaan hidup, maka Dewaruci berpesan agar Wrekudara tidak mengumbar dan

menujukan segala pengetahuannya. Dewaruci berpesan, Wrekudara tidak boleh tinggi hati

ketika sudah berasa di posisi yang tinggi. Tinggi hati hanya akan merusak semua pengetahuan

yang telah diperoleh, oleh karena itu, Dewaruci berpesan agar Wrekudara tak bersikap tinggi

hati. Jangan sesekali bersikap paling benar, jangan sesekali pun bersikap merasa paling tahu

segalanya, karena itu termasuk ke dalam sikap tinggi hati, itulah pesan Dewaruci kepada

Wrekudara.

Pada akhirnya, saya menyimpulkan pembahasan ini bahwa, pada dasarnya rendah hati

adalah sikap yang akan membawakan kedamaian untuk diri sendiri dan orang lain. Segala

bentuk pengetahuan yang diperoleh, tidak lain adalah anugerah dari Tuhan, yang disalurkan

kepada seorang manusia. Semua pengetahuan yang dimiliki Wrekudara tersebut pun, adalah

pemberian Yang Maha Hidup, jadi, tidak sepatutnya disombong-sombongkan. Segala hal

yang diperoleh adalah dari Sukma Sejati, termasuk pengetahuan tentang pemahaman hidup

mendalam pun, adalah pemberian dari Yang Sukma Sejati. Tinggi hati tidak pantas, karena

manusia pada dasarnya tidak pernah lebih tinggi dari Yang Maha Tinggi.

Kesimpulan

Cerita Dewaruci memang sangat banyak mengandung ajaran-ajaran moral, dan ajaran-ajaran

mistik. Dalam cerita Dewaruci, terkandung ajaran mengenai bagaimana cara untuk melakukan sesuatu

berdasarkan atas kehendak Tuhan. Cerita Dewaruci sangat rinci sekali menggambarkan, bagaimana

manusia itu terbentuk dengan segala unsur sifat yang ada di dalam tubuhnya. Cerita Dewaruci ini, pun

mengingatkan bahwa sebetulnya Tuhan adalah manusia itu sendiri, ada di dalam diri manusia sejak

manusia itu diberi hidup. Cerita ini sangat sarat akan makna mendalam, tentang penggambaran

kehidupan sejati, dan kehidupan yang hakiki.

Pada akhirnya, saya mencoba menyimpulkan tentang tema besar dan ajaran-ajaran atau manat

yang diajarkan oleh, atau terdapat dalam, cerita Dewaruci. Tema besar cerita Dewaruci adalah

kehidupan, yang merujuk kepada kehidupan yang bajik. Pengajaran kebajikan hidup terdapat dalam

benang merah cerita yang terbangun atas unsur pembangun, yaitu tokoh Wrekudara dan Dewaruci.

Lalu, adapun pesan moral yang terkandung dalam cerita terdapat 2 jenis, yaitu pesan moral yang bersifat

mistik dan non-mistik.

Hati nurani adalah kunci menjalani hidup yang hakiki. Sebaik-baiknya laku, adalah laku yang

didasarkan pada kehendak sukma dan Sukma Sejati (Tuhan). Segala sifat nafsu, amarah, dan

kebingungan, adalah unsur dalam diri yang sebaiknya dihilangkan, agar kelak sifat-sifat yang

(20)

20 terkungkung dalam sifat buruk, dan tak menyadari hadirnya sifat Tuhan atau sifat baik di dalam diri

manusia itu sendiri.

Cara terbaik untuk menyadari hadirnya Tuhan dalam tubuh manusia, dan cara untuk lebur

dengannya adalah dengan cara menghayati laku sebaik mungkin. Maksud dari laku sebaik mungkin

adalah, laku yang berdasarkan pada pelepasan. Melepaskan apa-apa yang tidak berkaitan dengan Tuhan,

melepaskan keduniawian, dan melepaskan kehidupan. Kematian, dalam artian mematikan sifat-sifat

keduniawian, adalah cara terbaik untuk menghayati hidup yang hakiki. Dengan demikian, maka

peleburan antara manusia dan Zat Illahi, Sukma Sejati, atau Yang Maha Pemberi Hidup akan segera

berperan dalam segala pilihan hidup. Tidak ada hidup yang lebih baik, selain hidup yang dapat lebur

dengan Tuhan. Kehidupan yang mematikan, mematikan tiga sifat buruk, menghidupkan satu sifat baik

yaitu, kesucian dan kebajikan. Itulah ajaran mistik yang terkandung dalam cerita Dewaruci.

Selain ajaran mistik, dalam cerita ini pun juga terdapat beberapa pesan moral yang dapat

diambil hikmahnya oleh para pembaca. Yaitu, tekad besar dan kuat yang terdapat pada sosok

Wrekudara, sikap sadar dan waspada pada apa yang telah terjadi, dan yang akan terjadi, serta, pesan

moral tentang himbauan untuk selalu bersikap rendah hati dalam menjalani kehidupan. Sikap tinggi hati

adalah sikap yang tidak terpuji, karena pada dasarnya manusia tidak pernah lebih tinggi dari Yang Maha

Tinggi. Lalu, tentang ajaran untuk selalu sadar dan waspada adalah, suatu himbauan agar kita senantiasa

untuk dapat mengontrol segala laku dilakukan, dan tetap waspada pada laku kita lakukan, dan yang

akan dihadapi. Dengan mengontrol segala laku dengan berbagai pertimbangan, niscaya hidup tidak akan

pernah terasa tersesat dalam ketidakbenaran.

Tulisan ini sangatlah jauh dari kata sempurna, apabila ada kekurangan atau kekeliruan berpikir

yang dalam penulisan tulisan ini, penulis memohon maaf yang sebesarnya-besarnya. Kritik dan saran

(21)

21 Daftar Pustaka

- Zoetmulder, P.J. Manunggaling Kawula Gusti Pantheisme dan Monisme Dalam Sastra

Suluk Jawa. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 1990.

- Imam S, Suwarno. Konsep Tuhan, Manusia, Mistik, Dalam Berbagai Kebatinan Jawa.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005.

- Sudjiman, Panuti. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya, 1988.

- Diwati, Retno. Tinjauan Filosofis Dari Serat Dewaruci Karya Yasadipura I (Skripsi).

Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1988.

- Adhikara, S.P. Dewaruci Unio Mystica Bhima. Bandung: Penerbit ITB, 1984.

- Samba, I Gde. Pencarian Ke Dalam Diri Merajut Ulang Budaya Luhur Bangsa (Tinjauan

Filsafati Cerita Mahabharata dan Ramayana). Bandung: Yayasan Dajan Rurung

Indonesia, 2011.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan perkembangan DDUB (Dana Daerah untuk Urusan Bersama) APBD Kabupaten Bantul sebagai dana pendamping kegiatan APBN Bidang Cipta Karya dalam lima tahun

Hal ini mengindikasikan bahwa minat berwirausaha cukup tinggi, tetapi belum tentu tetap bertahan dijalankan; (6) kendala utama yang paling dirasakan oleh mahasiswa dalam

Rancangan penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.Komoditas pertanian di Kota Batu memiliki potensi untuk menjadi obyek wisata dengan

Pada penelitian ini, data yang digunakan untuk menganalisa perubahan kecepatan pergeseran adalah data dari stasiun pengamatan SuGar, sehingga dari tugas akhir ini

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik pekerjaan, kompensasi dan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan dealer di Purbalingga

Setiap intevensi senam aerobik intensitas sedang ( low impact ) dalam setiap pelaksanaanya dilakukan secara sama yaitu dimulai dengan pemanasan ( stretching ) selama

Dia memandang praktek yang dilakukan yaitu antara perusahaan asuransi dan anggotanya tidak sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan dalam syariat Islam

Jika peran seorang guru yang profesinoalisme dapat mengaplikasikan dan memahamkan kepada peserta didik dalam pembelajaran setiap hari dan dapat menjadikan metode