• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen dengan cash ratio Sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Barang-Barang Konsumsi Di Bursa Efek Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen dengan cash ratio Sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Barang-Barang Konsumsi Di Bursa Efek Indonesia"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kebijakan dividen

Dividen adalah pemabagian laba yang diperoleh perusahaan kepada para pemegang saham yang sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki. Selain dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen, sebagian dari laba bersih itu ditahan dalam perusahaan untuk membiayai perusahaan pada periode berikutnya yang biasa disebut laba ditahan (retained earning).

Kebijakan dividen adalah keputusan untuk menentukan berapa banyak dari keuntungan harus dibayarkan kepada pemegang saham dan berapa banyak yang harus ditanamkan kembali dalam perusahaan (Darsono : 2009)

Sartono (2010) menyatakan kebijakan dividen sebagai keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk guna pembiayaan investasi di masa datang.

(2)

Pemahaman tentang kebijakan dividen berawal dari pendapat Lintner, yang menyatakan bahwa perusahaan meningkatkan pembayaran dividen apabila yakin bahwa manajemen mampu menghasilkan keuntungan (earning) yang meningkat secara permanen di masa mendatang.

Banyak pendapat yang memberikan pengertian dari kebijakan dividen , Darsono (2009) menyatakan kebijakan dividen sebagai keputusan pemilik perusahaan melalui rapat umum pemegang saham (RUPS) untuk membagi laba bersih setelah pajak, atau untuk menentukan besarnya laba ditahan (retained earning).

Teori yang muncul seiring dengan penelitian terhadap dividen Banyak perdebatan yang terkait dengan dividen. Pendapat mereka berbeda-beda satu sama lain, bahkan saling bertentangan.

Beberapa teori yang berkaitan dengan kebijakan dividen dan asumsi-asumsi yang mendasarinya

2.1.1.1 Dividend Irrelevance Theory

Teori ini adalah suatu teori yang menyatakan bahwa kebijakan dividen

tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Teori ini merupakan pendapat Modigliani dan Miller (M-M) yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividen Payout Ratio (DPR) tetapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan risiko bisnis. Dengan demikian kebijakan deviden sebenarnya tidak relevan untuk dipersoalkan (Atmaja ,2009).

(3)

perusahaan. Untuk membuktikan teorinya, Modigliani dan Miller mengemukakan berbagai asumsi sebagai berikut:

a. Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan b. Tidak ada biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi c. Tidak ada pajak

d. Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah

Dalam prakteknya hal yang terjadi adalah sebaliknya seperti: a. Pasar modal yang sulit ditemui

b. Biaya emisi saham baru pasti ada c. Pajak pasti ada

d. kebijakan investasi perusahaan tidak mungkin tidak berubah 2.1.1.2 Teori “The Bird In The Hand”

Menurut Gordon, kebijakan dividen adalah relevan terhadap nilai perusahaan. Dalam hal ini, investor akan lebih menyukai pembayaran dividen

yang akan diterima saat ini dari pada capital gains yang akan diterima pada masa mendatang. Menurut teori ini, investor akan merasa lebih aman untuk mendapatkan deviden sekarang dari pada capital gains di masa mendatang yang penuh dengan risiko dan ketidak-pastian sehingga sering juga disebut

juga teori “The Bird in the hand” beranggapan investor memandang bahwa

(4)

gains di masa yang akan datang. Dengan kata lain, tingkat keuntungan yang disyaratkan.

2.1.1.3 Tax preference theory (Teori perbedaaan pajak)

Teori ini diajukan oleh Linzenberger dan Ramasmawy, Menurut teori ini, karena adanya pajak terhadap keuntungan dividend an capital gain , para investor lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi antara dividen dan capital gain sehingga individu akan memilih apakah akan menerima distribusi pendapatan perusahaan sebagai dividen atau capital gains. Apabila kewajiban pajak atas distribusi keuntungan modal dari capital gains lebih rendah dari pada pajak terhadap dividen, maka investor akan lebih memilih capital gains.

2.1.1.4 .Teori “Signaling Hyphotesis

Teori ini pertama kali diusulkan oleh Bhattacharya. Perusahaan yang baik akan mendapatkan sinyal keuntungan yang diharapkan melalui penyaluran dividen, biaya pajak yang dipulihkan, dan harga saham yang meningkat. Dengan sinyal pembayaran deviden tersebut, investor beranggapan bahwa perusahaan dalam keadaan yang baik.

(5)

sinyal bahwa perusahaan menghadapi masa sulit di masa mendatang. Namun demikian sulit dikatakan apakah kenaikan atau penurunan harga setelah adanya kenaikan atau penurunan deviden semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau mungkin disebabkan oleh efek sinyal dan preferensi terhadap deviden.

2.1.1.5. Teori “Clientele Effect”

Tiori ini menyatakan bahwa kelompok pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok investor yang membutuhkan penghasilan saat ini lebih menyukai suatu devidend payout ratio yang tinggi. Sebaliknya, kelompok investor yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan.

Penelitian ini bermaksud untuk menguji teori yang pertama, yaitu dividend relevance theory, karena sesuai dengan kondisi yang ada di Negara Indonesia, investor akan menyukai deviden yang tinggi dibandingkan dengan capital gain yang masih belum jelas.

Atmaja (2009) menyatakan persentase dividen yang dibagikan dari laba bersih

setelah pajak disebut ”Dividend Payout ratio” (DPR)

Dengan demikian indikator yang digunakan untuk mengukur kebijakan deviden adalah Rasio pembayaran dividen (Dividend Payout ratio/DPR) yang merupakan bagian laba yang diperoleh untuk per lembar saham yang akan dibayarkan dalam bentuk deviden Astuti (2004)

DPR =

(6)

2.1.2. Langkah-langkah Pembayaran Dividen

Langkah-langkah atau prosedur pembayaran dividen adalah pengumuman emiten atas dividen yang akan dbayarkan kepada pemegang saham yang disebut juga dengan tanggal pengumuman dividen. Adapun rincian tanggal yang perlu diperhatikan dalam pembayaran dividen adalah sebagai berikut:

a. Tanggal pengumuman (declaration date)

Tanggal pengumuman merupakan tanggal yang mana secara resmi diumumkan oleh emiten tentang bentuk dan besarnya serta jadwal pembayaran dividen yang akan dilakukan. Pengumuman ini biasanya untuk pembagian deviden regular. Isi pengumuman tersebut menyampaikan hal-hal yang dianggap penting yakni:tanggal pencatatan,tanggal pembayaran, besarnya dividen kas per lembar.

b. Tanggal pencatatan (Date of record)

Pada tanggal ini perusahaan melakukan pencatatan nama-nama pemegang saham. Para pemilik saham yang terdaftar pada daftar pemegang saham tersebut diberikan hak, sedangkan pemegang saham yang tidak terdaftar pada tanggal pencatatan tidak diberikan hak untuk memperoleh deviden, tanggal tersebut, para investor sudah dapat mengambil deviden sesuai dengan bentuk dividen yang telah diumumkan oleh emiten (dividen tunai dan dividen

saham).

2.1.3. Pola Pembayaran Dividen

Keputusan mengenai kebijakan adalah keputusan yang menyangkut

(7)

saham. Ada beberapa pola pembayaran deviden yang dapat dipilih sebagai alternatif dividen payout ratio perusahaan, yaitu :

1. Stable and Occasionally Increasing Dividend per-share

Kebijakan ini menetapkan deviden per saham yang stabil, selama tidak ada peningkatan yang permanen dalam earning power dan kemampuan membayar dividen. Manajemen akan menaikkan dividen, jika ada keyakinan bahwa tingkat yang lebih tinggi tersebut dapat dipertahankan. Hal ini dilandasi adanya psikologi pemegang saham, dimana bila dividen naik maka akan menaikkan juga harga saham dan sebaliknya.

2. Stable Dividen per-share

Dasar pemikirannya adalah bahwa pasar mungkin akan menilai suatu saham lebih tinggi bila dividen yang diharapkan tetap stabil daripada bila dividen berfluktuasi. Perusahaan yang memilih cara ini akan membayar dividen dalam jumlah yang tetap (stable amount) dari tahun ke tahun.

3. Stable Payout Ratio

Dalam pola pembayaran dividen ini, jumlah dividen dihitung berdasar suatu persentase tetap (constant) dari laba (earnings). Bila laba berfluktuasi, maka jumlah dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham pun akan ikut berfluktuasi.

4. Regular Dividend plus Extras

(8)

ini mengakui bahwa dividen kepada pemegang saham( Ang, 1997). Pola ini mengakui bahwa dividen mempunyai kandungan informasi, sehingga dengan pemberian dividen ekstra dapat menarik minat pemodal yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan harga saham.

5. Fluctuating Dividen and Payout Ratio

Dalam pola pembayaran ini besarnya dividen dan payout ratio disesuaikan dengan perubahan laba dan kebutuhan investasi modal perusahaan untuk setiap periode. Oleh karena itu besar dividen dan payout ratio yang dibayarkan berfluktuasi mengikuti fluktuasi laba dan kebutuhan investasi.

2.1.4. Faktoror-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam menentukan kebijakan dividen yang dikemukakan Admaja (2008) antara lain :

1. Perjanjian hutang ; pada umunya perjanjian hutang antara perusahaan dan kreditor membatasi pembayaran dividen. Misalnya dividen hanya dapat diberikan jika kewajiban hutang telah dipenuhi.

2. Pembatasan dari saham preferen artinya tidak akan ada pembayaran dividen untuk saham biasa jika deviden saham preferen belum dibagi

3. Tersedianya Kas, dividen kas hanya dibayar jika tersedia uang tunai yang cukup

4. Pengendalian

5. Kebutuhan dana untuk investasi. 6. Fluktuasi laba

Dari faktor-faktor diatas, faktor-faktor yang menpengaruhi kebijakan dividen dapat diuraikan sebagai berikut :

2.1.4.1 Current Ratio

(9)

Untuk dapat memenuhi kewajiabannya yang sewaktu-waktu ini, maka perusahaan harus memiliki jumlah aktiva lancar yang jauh lebih banyak dari kewajiban yang segera harus di bayar.

Salah satu ratio likuiditas adalah curren ratio, menurut munawir (2004) Current ratio adalah perbandingan antara jumlah aktiva dengan hutang lancar. Pengertian lain yang diberikan Hanafi (2004) current ratio suatu alat untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi utang jangka pendeknya (jatuh tempo kurang dari satu tahun) dengan menggunakan aktiva lancar. Current ratio yang tinggi menunjukkan kelebihan aktiva lancar dibandingkan dengan hutang lancar. Semakin besar current ratio menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya termasuk dalam membayar dividen.

Penelitian yang dilakukan Abdul kadir (2010) menemukan current rasio tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR, tetapi menyatakan bahwa Current ratio berpengaruh secara simultan dengan variabel ROI, DER, Asset turn over terhadap DPR sedangkan,dan Sunani (2012) menyatakan CR tidak berpengaruh terhadap deviden kas, secara simultan dengan ROE, DTA mempengaruhi DPR .

Secara sistematis Current ratio dihitung dengan menggunakan rumus (Horne :2009)

Current

ratio

=

(10)

2.1.4.2. Return On Asset (ROA)

Kebijakan pembiayaan untuk ekspansi dibiayai dengan dana intern yang berasal dari laba, jika pembiayaan dari penjualan saham akan melemahkan control karena suara pemegang saham mayoritas akan semakin berkurang, sehingga pembiayaan yang paling baik adalah laba.

Margin laba bersih adalah ukuran profitabilitas perusahaan dari penjualan setelah memperhitungkan biaya dan pajak penghasilan. Pengukuran profitabilitas dalam hubungan dengan investasi adalah diukur Return On Asset (ROA).

Profitabilitas merupakan gambaran dari kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan. Menurut Simamora (2008) cara untuk mengukur profitabilitas adalah tingkat pengembalian inveatasi (ROI) sering juga disebut return on assets (ROA), tingkat pengembalian Ekuitas pemilik (ROE), Laba operasi, yang semuanya mengungkapkan keberhasilan perusahaan untuk menghasilkan laba atau keuntungan

(11)

kinerja perusahaan yang semakin baik karena tingkat kembalian investasi (return) yang semakin besar.

Menurut Hanafi (2004) perusahaan yang mempunyai aliran kas atau profitabilitas yang baik bisa membayar deviden atau meningkatkan deviden. Hal yang sebaliknya akan terjadi jika jika aliran kas tidak baik. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa mendatang dan merupakan indikator dari keberhasilan operasi perusahaan. Perusahaan yang mempunyai profitabilitas yang tinggi akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang tinggi pula.Oleh karena dividen diambil dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan, maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya dividen payout ratio. Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen.

Oleh karena itu deviden yang diambilkan dari keuntungan bersih akan mempengaruhi devidend payout ratio. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Jannati, 2010).

Secara sistematis ROA dihitung dengan menggunakan rumus (Horne:2009)

ROA =

(12)

2.1.4.3. Retun On Equity (ROE)

Mengukur profitabilitas dapat juga dipergunakan adalah Return on equity merupakan tingkat pengembalian atas ekuitas pemilik perusahaan. Semakin besar return on equity menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik dari pengembalian atas ekuitas yang semakin besar dan semakin besar dividen dibayarkan.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh sumani (2012) menemukan bahwa ROE secara parsial tidak berpengaruh terhadap DPR sedangkan secara simultan berpengarauh terhadap DPR. Oleh karena itu, pada penelitian ini mengikutkan ROE sebagai froksi profitabilitas dengan anggapan bahwa adalah semakin tinggi profitabilitas maka semakin besar jumlah dividen yang dibayarkan.

Secara sistematis ROE dihitung dengan menggunakan rumus (Horne:2009)

ROE =

Laba bersih

Total Ekuitas

2.14.4. Laba

(13)

pada perusahaan tersebut. Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi.

Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan penjualan bersih menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengemudikan perusahaan secara cukup berhasil untuk menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah menyediakan modalnya untuk suatu resiko. Hasil dari perhitungan mencerminkan keuntungan netto per rupiah penjualan. Para investor pasar modal perlu mengetahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Dengan mengetahui hal tersebut investor dapat menilai apakah perusahaan itu profitable atau tidak.

Penelitian yang dilakukan oleh Hadiwidjaya dan triani (2009) menunjukkan bahwa net profit margin berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Secara sistematis laba dihitung dengan menggunakan rumus (Darsono, 2009)

Laba =

Laba bersih

Penjualan Bersih

2.1.4.5 Earnings Per Share (EPS)

(14)

investor earning per share merupakan informasi mendasar dan berguna karena bisa menggambarkan prospek laba perusahaan dimasa depan. Pendapatan per saham (earning per share) perusahaan biasanya menjadi perhatian pemegang saham/calon pemegang saham dan manajemen. earning per share merupakan proxy bagi laba per saham perusahaan yang diharapkan dapat memberikan gambaran bagi investor mengenai bagian keuntungan yang dapat diperoleh dalam suatu periode tertentu dengan memiliki suatu saham. Seorang investor membeli dan mempertahankan saham suatu perusahaan dengan harapan akan memperoleh dividen atau capital gain. Laba biasanya menjadi dasar penentuan pembayaran dividen dan kenaikan nilai saham di masa mendatang. Oleh karena itu, para pemegang saham biasanya tertarik dengan angka earning per share yang dilaporkan perusahaan. Semakin tinggi nilai EPS semakin besar laba yang disediakan untuk pemegang saham (Darmadji, 2001).

Bagi investor earnings per share merupakan informasi mendasar dan berguna karena bisa menggambarkan prospek laba perusahaan dimasa depan. Komponen penting pertama yang harus diperhatikan dalam analisis perusahaan adalah laba per lembar saham yang dikenal dengan earnings per share.

(15)

pada laba bersih yang diperoleh perusahaan dan jumlah lembar saham yang beredar dan besarnya earnings per share berdampak pada return.

Secara matematis, perhitungan earning per share suatu perusahaan adalah sebagai berikut ( Horne,2009)

Earning Per Share =

Laba Bersih

Jumlah Saham yang Beredar

Pada kondisi nilai earning per share tinggi berarti bahwa ketersediaan laba yang dibagikan kepada pemegang saham juga tinggi.

2.1.4.6. Long Term Debt (LTD)

Kebutuhan dana untuk membayar hutang merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan deviden.

Apabila dana internal tidak mencukupi, maka perusahaan dituntut untuk melakukan pendanaan eksternal yang biasanya lebih mengutamakan pendanaan hutang daripada saham. Semakin besar leverage perusahaan maka akan terjadi kecenderungan untuk membayar dividen yang makin kecil

Untuk mengukur leverage dapat dipergunakan Rasio total hutang jangka panjang terhadap total ekuitas (Long term Debt), Rasio total hutang terhadap total aktiva (Debt to total Assets), Ratio utang terhadap ekuitas (Debt to equity Ratio)

Long Term Debt ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage (penggunaan utang) jangka panjang terhadap total shareholders’ equity yang dimiliki perusahaan . Faktor ini mencerminkan

(16)
(17)

Secara sistematis Long Term Debt dihitung dengan menggunakan rumus (Horne:2009)

Long term Debt =

Long Term Debt Total Equity

2.1.4.7.Debt to Equity Ratio (DER)

Debt to Equity Ratio merupakan rasio kewajiban terhadap ekuitas. Rasio ini menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham kepada pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio, semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham (Ashari dan Darsono 2005:54). Ang (1997) mengungkapkan bahwa rasio yang diperkirakan dapat mempengaruhi harga saham adalah Debt to Equity Ratio (DER). Rasio ini merupakan rasio solvabilitas yang mengukur kemampuan kinerja perusahaan dalam mengembalikan hutang jangka panjangnya dengan melihat perbandingan antara total hutang dengan total ekuitasnya.

(18)

investor dalam menanamkan dananya di perusahaan yang bersangkutan. Penurunan minat investor dalam menanamkan dananya ini akan berdampak pada penurunan harga saham perusahaan, sehingga return perusahaan juga semakin menurun.

Semakin besar nilai Debt to Equity Ratio (DER) menandakan bahwa struktur permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan hutang-hutang relatif terhadap ekuitas. Semakin tinggi Debt to Equity Ratio (DER) mencerminkan risiko perusahaan yang relatif tinggi, akibatnya para investor cenderung menghindari saham-saham yang memiliki Debt to Equity Ratio (DER) yang tinggi (Ang, 1997).

Dari perspektif membayar kewajiban jangka panjang, semakin rendah rasio akan semakin baik pula kemampuan perusahan dalam membayar kewajiban jangka panjang (Munawir, 2004:84). Rasio hutang terhadap ekuitas berbeda-beda tergantung dari karakteristik bisnis dan keberagaman arus kas. Perusahaan dengan arus kas yang stabil biasanya memiliki rasio hutang terhadap ekuitas yang lebih tinggi daripada perusahaan dengan arus kas yang kurang stabil. Semakin rendah rasio ini, semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham dan semakin besar batas pengaman pemberi pinjaman jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian. Penelitian prihantoro (2003) menunjukkan bahwa DER berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kebijakan dividen.

Secara sistematis Debt to Equity Ratio (DER) dapat dirumuskan sebagai berikut (Simamora,2000: 532) :

(19)

Total Ekuitas pemilik

2.1.4.8.Debt to total Asset (DTA)

Sutrisno (2001) menyatakan rasio hutang menunjukkan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan dibelanjai dengan hutang . Darsono (2003) mengatakan kemampuan perusahaan untuk menbayar hutang jangka panjang.

Ukuran rasio hutang dapat dinyatakan dengan rasio total debt to total asset (DTA) yang mengukur persentase besarnya dana yang disediakan oleh kreditor terhadap totak aktiva yang disediakan perusahaan (Sutrisno : 2001)

Perusahaan yang tidak sanggup membayar hutang diklaksifikasikan dengan perusahaan yang insolvabel dimana hutangnya lebih besar daripada total asset. Jika perusahaan berfokus pada pembiayaan dengan hutang kemungkinan akan menghasilkan penjualan yang tinggi dilain pihak tetap menanggung resiko yang tinggi karena terikat pada beban bunga yang tinggi yang akan berpengaruh pada kemampuan membayar dividen. Semakin tinggi DTA akan semakin rendah dividen yang akan dibayar.

Namun hal ini tidak terbukti pada penelitian Sunani (2012) bahwa secara parsial DTA tidak mempengaruhi kebijakan devin (DPR)

Secara sistematis Debt To Total Asset (DTA) dihitung dengan menggunakan rumus (Horne:2009)

DTA =

(20)

2.1.4.9 Pertumbuhan (Growth)

Pertumbuhan perusahaan menggambarkan tolak ukur keberhasilan perusahaan yang dapat dilihat melalui pertumbuhan aktiva, penjualan. Namun dalam penelitian ini menekankan pada pertumbuhan aktiva

Asset adalah aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan. Semakin besar asset maka diharapkan semakin besar pula hasil operasional yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Peningkatan asset yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan. Dengan meningkatnya kepercayaan pihak luar (kreditur) terhadap perusahaan, maka proporsi hutang semakin lebih besar dari pada modal sendiri. Hal ini didasarkan pada keyakinan kreditur atas dana yang ditanamkan ke dalam perusahaan dijamin oleh besarnya aset yang dimiliki perusahan .

(21)

keuntungan pada investasi yang memiliki prospek yang baik.. Manajer dalam bisnis perusahaan dengan memperhatikan pertumbuhan lebih menyukai untuk menginvestasikan pendapatan setelah pajak dan mengharapkan kinerja dari dividen akan lebih kuat dalam pertumbuhan perusahaan secara keseluruhan Saxena (2002) juga menyatakan bahwa dividend payout ratio sangat penting dengan berbagai alasan antara lain:

Pertama, dalam penelitiannya, Saxena (2002) menemukan bahwa perusahaan menggunakan dividen sebagai sebuah tanda mekanisme keuangan yang dicerminkan kinerja perusahaan kepada pihak luar sehubungan dengan stabilitas dan prospek pertumbuhan dari perusahaan. Kedua, dividen memegang peranan penting pada struktur modal. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan, akan semakin besar tingkat kebutuhan dana untuk membiayai ekspansi. Semakin besar kebutuhan dana di masa yang akan datang, akan semakin memungkinkan perusahaan menahan keuntungan dan tidak membayarkannya sebagai dividen. Oleh karenanya, potensi pertumbuhan perusahaan menjadi faktor penting yang menentukan kebijakan dividen (Jannati : 2010).

Secara sistematis Growth atas aktiva dihitung dengan menggunakan rumus :

Growth = St – St-1

St -1

2.1.4.10 Cash Ratio

(22)

Salah satu keterbatasan rasio lancar atau Current ratio adalah rasio ini mengandung persediaan, piutang , biaya dibayar dimuka, yang dalam praktek bisnis normal harus ditagih terlebih dahulu sebelum melakukan pembayaran kas. Sehingga rasio yang berpengaruh dalam pembayaran dividen tunai adalah ketersediaan cash yang diukur dengan kas rasio atau Cash Ratio (Simamora,1999).

Current ratio yang tinggi menunjukkan kelebihan aktiva lancar dibandingkan dengan hutang lancar. Tetapi suatu current ratio yang tinggi tidak menjamin untuk membayar dividen secara tunai karena keadaan dari bagian aktiva lancar tidak didukung dengan kas yang cukup namun current ratio yang rendah dapat menunjukkan kurangnya kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban yang segera jatuh ( suharli ,2007 )

Cash ratio merupakan salah satu ukuran dari rasio likuiditas (liquidity ratio) yang merupakan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya (current liability) melalui sejumlah kas (dan setara kas, seperti giro atau simpanan lain di bank yang dapat ditarik setiap saat) yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi cash ratio menunjukkan semakin tinggi juga kemampuan kas perusahaan untuk memenuhi (membayar) kewajiban jangka pendeknya (Horne,2009).

(23)

merupakan arus kas keluar.Semakin kuat posisi kas perusahaan, berarti semakin besar kemampuannya untuk membayar dividen.

Lintner (1956), menemukan bahwa perusahaan yang memiliki kecukupan kas pada masa kinilah yang mampu membayar deviden tunai saat ini maka dapat dikatakan bahwa ratio cash sangat mempengaruhi kebijakan deviden.

Sehingga cash ratio menjadi satu hal yang harus diperhatikan karena dividen hanya dapat dibayar jika tersedia dana kas yang cukup (Atmaja: 2008)

Secara sistematis Cash ratio dihitung dengan menggunakan rumus (Horne:2009)

Cash Ratio =

Kas + Setara Kas

Hutang LAncar

2.2. Review Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan replikasi dari beberapa penelitian terdahulu, diantaranya : Sulsitiyoti dkk (2010), Prihantoro (2003), Sumariyati (2010), Suharli (2007), Kadir (2010), Adelegan (2001), Sumani (2012), Hadiwidjaya dan Triana (2009).

(24)

deviden. Kadir (2010) menyatakan bahwa ROI, Current ratio, DER, Assets turn Over secara simultan berpengaruh terhadap DPR tetapi secara partial Curren ratio tidak mempengaruhi DPR

Sumani (2012) menemukan bahwa ROE, CR, DTA, EPS, berpengaruh secara simultan terhadap dividen kas, akan tetapi hanya EPS yeng berpengaruh secara parsial terhadap Dividen kas

Hadiwidjaya dan triana (2009) menemukan bahwa Cash ratio, NPM, dan ROI berpengaruh secara signifikan terhadap deviden payout ratio, namun secara parsial cash ratio dan NPM berpengaruh namun tidak signifikan sedangkan ROI berpengaruh dan signifikan

Berdasarkan uraian tersebut maka tinjauan penelitian terdahulu dapat dirangkum pada Tabel 2.1 berikut:

(25)

Gambar

Tabel 2.1 Review  Peneliti Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Sistem dapat Melakukan analisis berdasarkan pola sidik jari dan sudut tangan untuk mendapatkan tipe kecedasan, gaya belajar dan karakter pada anak dengan tujuan agar dapat

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) penggunaan diksi dalam kumpulan puisi Asal Muasal Pelukan karya Candra Malik; (2) pemilihan gaya bahasa dalam

Beberapa informan mengatakan bahwa PMO dari keluarga terdekat, orang tuanya, dapat pula kader, ada kasus penderita TB paru yang juga menderita kelainan jiwa atau gila,

[r]

Atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa variabel independen yang berupa struktur kepemilikan, debt covenant , growth opportunities , dan ukuran perusahaan

Distribusi Hasil Analisis Multivariabel yang Tidak Memiliki Pengaruh terhadap perumusan Pemodelan Pencegahan Kejadian Luar Biasa Hepatitis A Di SMA Negeri Plus

Unsur utama dari pengembangan ekonomi kreatif tentunya adalah sumber daya manusia kreatif. Oleh karena itu, pembinaan sumber daya manusia menjadi para penemu dan pencetus ide

- Teras reaktor dan sistem pendingin, kendali dan proteksi terkait harus didesain dengan margin yang tepat untuk menjamin agar batasan desain yang ditetapkan tidak dilampaui