• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Belanja Daerah Di Provinsi Jawa Tengah 2012 -2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Belanja Daerah Di Provinsi Jawa Tengah 2012 -2014"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Landasan Teori

Menurut Mardiasmo (2002), anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran secara finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Adapun pengertian anggaran publik adalah rencana kegiatan dalam bentuk perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter.

1.1.1 Otonomi Daerah

Pembangunan ekonomi nasional selama pemerintahan Orde Baru yang lebih terfokus pada pertumbuhan ternyata tidak membuat banyak daerah-daerah ditanah air berkembang dengan baik. Proses pembangunan dan peningkatankemakmuran sebagai hasil dan pada pembangunan selama masa itu lebihterkonsentrasi di pusat (Jawa). Pada tingkat nasional memang laju pertumbuhanekonomi rata-rata per tahun cukup tinggi dan tingkat pendapatan per kapita naikterus setiap tahun (hingga krisis terjadi).

(2)

sektor-sektorpertambangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan / kelautan. Akibatnya,selama itu daerah-daerah yang kaya SDA tidak dapat menikmati hasilnya secaralayak juga pinjaman dan bantuan luar negeri, PMA, dan tata niaga di dalam negeridiatur sepenuhnya oleh pemerintah pusat sehingga hasil yang diterima daerahlebih rendah dan pada potensi ekonominya.Hubungan keuangan pusat dan daerah yang berlaku sejak pemerintah Orde Baru hingga diberlakukannya Otonomi Daerah (OD) menyebabkan relatif kecilnyaperanan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di dalam struktur Anggaran Pendapatandan Belanja Daerah (APBD). Dengan kata lain peranan kontribusi penerimaanyang berasal dari pemerintah pusat dalam bentuk bagi hasil pajak dan bukanpajak, sumbangan dan bantuan mendominasi konfigurasi APBD. Sumber-sumberpenerimaan yang relatif besar pada umumnya dikelola oleh pemerintah daerah.

2.1.2 Konsep Anggaran Pemerintah

Menurut Permendagri No. 13 tahun 2006 pasal 23, pendapatan daerahmeliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yangmenambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahunanggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerahdapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut.

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari sebagai berikut ini. A. Pajak daerah,

(3)

C. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang mencakup sebagai berikut.

1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaanmilik daerah/BUMD,

2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah / BUMN,

3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

a. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup.

1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan,

2. Jasa giro,

3. Pendapatan bunga,

4. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah,

(4)

6. Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing,

7. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan,

8. Pendapatan denda pajak, 9. Pendapatan denda retribusi,

10. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan. 2. Dana Perimbangan.

Menurut Permendagri No. 13 tahun 2006 pasal 27, dana perimbangan dibagi menjadi.

A. Dana Bagi Hasil (DBH), terdiri dari sebagai berikut. 1. Bagi hasil pajak, dan

2. Bagi hasil bukan pajak. B. Dana Alokasi Umum (DAU), dan C. Dana Alokasi Khusus (DAK)

3. Lain-lain pendapatan daerah yang mencakup.

A. Hibah, yaitu penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional,

(5)

B. Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam,

C. Dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota,

D. Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah, dan

E. Bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.

(6)

tertinggi dibandingkandengan penerimaan daerah yang lain, termasuk PAD (Pendapatan Asli Daerah).

Berkaitan dengan hal itu, strategi alokasi belanja daerah memainkanperanan yang tidak kalah penting guna meningkatkan penerimaan daerah. Dalamupaya untuk meningkatkan kontribusi publik terhadap penerimaan daerah, alokasibelanja modal hendaknya lebih ditingkatkan. Belanja Modal yang dilakukan olehpemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan,kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat daripembangunan daerah. Oleh karena itu, anggaran belanja daerah akan tidak logisjika proporsi anggarannya lebih banyak untuk belanja rutin (Abimanyu, 2005).Semakin banyak pendapatan yang dihasilkan oleh daerah, baik dari DAU maupunpendapatan asli daerah sendiri, daerah akan mampu memenuhi dan membiayaisemua keperluan yang diharapkan oleh masyarakat.

2.1.3 Belanja Daerah

(7)

Kelompok belanja misalnya belanja administrasi umum, belanja operasi dan biayapemeliharaan serta belanja investasi. Jenis belanja misalnya belanja pegawai,belanja barang, belanja perjalanan dinas, dan belanja lain-lain.Belanja daerah dibagi menjadi belanja rutin, belanja investasi, pengeluarantransfer dan pengeluaran tidak tersangka.

1. Belanja Rutin

Belanja rutin adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak menambah aset kekayaan bagi daerah, belanja rutin terdiridan:

Belanja administrasi umum: a. Belanja Pegawai

b. Belanja Barang

c. Belanja Perjalanan Dinas d. Belanja Pemeliharaan

e. Belanja operasi dan pemeliharaan saran dan prasarana umum 2. Belanja Investasi

Belanja investasi adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihisatu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah, danselanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional danpemeliharaannya. Belanja investasi terdiri dari:

(8)

yang berupainvestasi fisik yang mempunyai nilai ekonomis lebih dan satu tahun danmengakibatkan terjadinya penambahan aset daerah.

b. Belanja Aparatur : belanja yang manfaatnya tidak secara langsungdinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan langsung oleh aparatur.Belanja aparatur diperkirakan akan memberikan manfaat pada periodeberjalan dan periode yang akan datang.

3. Pengeluaran Transfer

Pengeluaran transfer adalah pengalihan utang pemerintah daerah dengankriteria:

a. Tidak menerima secara langsung imbalan barang dan jasa seperti layakterjadi dalam pembelian dan penjualan.

b. Tidak mengharapkan dibayar kembali di masa yang akan datang, sepertiyang diharapkan pada suatu pinjaman.

c. Tidak mengharapkan adanya hasil pendapatan, seperti layaknya yangdiharapkan pada kegiatan investasi.

Pengeluaran transfer terdiri atas angsuran pinjaman, dana bantuan dan danacadangan.

4. Pengeluaran Tidak Tersangka

Pengeluaran tidak tersangka adalah pengeluaran yang disediakan untukpembiayaan:

(9)

b. Tagihan tahun lain yang belum diselesaikan dan / atau yang tidak tersediaanggarannya pada tahun lalu yang bersangkutan.

c. Pengembalian penerimaan yang bukan haknya atau penerimaan yangdibebaskan (dibatalkan) dan / atau kelebihan penerimaan.

2.1.4 Pendapatan Asli Daerah

Menurut UU No. 25 tahun 1999, PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari potensi sumber daya yang ada di daerah. Sumber-sumber PAD meliputi hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak. Retribusi Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi daerah. Jenis pendapatan yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dirinci menjadi sebagai berikut.

a. Pajak Provinsi, yang terdiri atas hal-hal berikut ini. • Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.

• Bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) dan kendaraan di atas air. • Pajak bahan bakar kendaran bermotor.

• Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. b. Pajak Kabupaten/ kota, yang terdiri atas sebagai berikut.

(10)

• Pajak Hiburan. • Pajak Reklame.

• Pajak penerangan Jalan.

• Pajak pengambilan Bahan Galian Golongan C. • Pajak Parkir.

c. Retribusi, yang terdiri atas sebagai berikut. • Retribusi Jasa Umum.

• Retribusi Jasa Usaha.

• Retribusi Perijinan Tertentu.

Menurut UU No. 32 tahun 2004, PAD adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.

2.1.5 Dana Alokasi Umum

(11)

daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

DAU sebagai salah satu bagian dari dana perimbangan yang ditujukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar Pemda. Menurut Mardiasmo (2002:142) mengidentifikasi beberapa tujuan pemerintah pusat memberikan dana bantuan dalam bentuk DAU kepada pemerintah daerah yaitu:

1. Untuk mendorong terciptanya keadilan antar wilayah 2. Untuk meningkatkan akuntabilitas

3. Untuk meningkatkan sistem pajak yang progresif 4. Untuk meningkatkan keberterimaan pajak daerah

DAU merupakan salah satu alat bagi pemerintah pusat sebagai alat pemerataan pembangunan di Indonesia yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara pusat dan daerah telah diatasi dengan adanya perimbangan tersebut, khususnya dari DAU akan memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya.

Menurut UU No. 25 Tahun 1999, alokasi DAU ke suatu daerah ditetapkan berdasarkan dua faktor, yaitu potensi perekonomian dan kebutuhan daerah. Kebutuhan daerah (fiscal need) dicerminkan oleh jumlah penduduk, luas wilayah, keadaan geografis, dan tingkat pendapatan masyarakat. Potensi perekonomian antara lain dicerminkan oleh potensi penerimaan pemerintah daerah (fiscal capacity), seperti dari hasil industri dan sumber daya alam, sumber daya manusia,

(12)

Hal tersebut diatas sesuai dengan prinsip fiscal gap yang dirumuskan oleh Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan yang sejalan/ sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu daerah ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep fiscal gap dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan oleh kebutuhan daerah (fiscal needs) dan potensi daerah (fiscal capacity). Dengan pengertian lain, DAU digunakan untuk menutup celah/gap yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada. Berdasarkan konsep fiscal gap tersebut distribusi DAU kepada daerah-daerah yang memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil akan memperoleh DAU yang relatif besar. Dengan konsep ini beberapa daerah, khususnya daerah yang kaya sumber daya alam dapat memperoleh DAU yang negatif.

Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan adalah sebagai berikut:

a. Dana Alokasi umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.

b. Dana Alokasi umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi umum sebagaimana ditetapkan diatas.

(13)

d. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi bobot daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia. (Prakosa, 2004)

DAU ditetapkan minimal 25% dari penerimaan Dalam Negeri. 10% untuk DAU daerah provinsi, 90% untuk DAU daerah kabupaten/kota.

DAU Provinsi = jml DAU seluruh provinsi x

bobot seluruh daerah provinsi

bobot daerah provinsi yang bersangkutan

DAU Kab/Kota = jml DAU seluruh kab/kota x

bobot seluruh daerah kab/kota

bobot daerah kab/kota yang bersangkutan

Berdasarkan Undang-undang No.33 tahun 2004 pengalokasian DAU ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Apabila suatu daerah memiliki potensi fiscal dan pertumbuhan ekonomi

yang besar tetapi kebutuhan fiscal kecil maka akan memperoleh alokasi DAU yang relative kecil. Sebaliknya untuk daerah yang potensi fiskalnya kecil dan pertumbuhan ekonomi yang kecil sedangkan kebutuhan fiskalnya besar maka akan memperoleh alokasi DAU yang relative besar.

Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.

(14)

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus. Pengalokasian DAK memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN, yang berarti bahwa besaran DAK tidak dapat dipastikan setiap tahunnya. DAK diberikan kepada daerah apabila daerah menghadapi masalah-masalah khusus. Kebutuhan khusus adalah kebutuhan yang sulit diperkirakan dengan rumus alokasi umum, dan atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Menurut Hairul dan Aswadi dalam Halim (2001) tujuan dari penggunaan DAK dapat diarahkan pada untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan salah satu isu nasional yang perlu dituntaskan. Hal ini dikarenakan besarnya tingkat kemiskinan yang ada di daerah.

(15)

melalui mekanisme dana perimbangan yang terdiri dari DBH, DAU, dan DAK yang satu sama lain saling mengisi dan melengkapi. Kajian berikut akan mendeskripsikan bagaimana penganggaran, penyaluran, pemanfaatan, dan pertanggungjawaban Dana Alokasi Khusus.

Pengertian DAK diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah, yang menyebutkan bahwa:

“Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber

daripendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan

untukmembantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan

sesuaidengan prioritas nasional.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 162 Ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2004 yang mengamanatkan agar DAK ini diatur lebih lanjut dalam bentuk PP, Pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

Pelaksanaan DAK sendiri diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjangan dan tidak termasuk penyertaan modal.

(16)

tertentu tidak diwajibkan menyediakan dana pendamping yakni daerah yang selisih antara Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif.4 Namun, dalam pelaksanaannyatidak ada daerah penerima DAK yang mempunyai selisih antara Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif.

Unsur-unsur DAK dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN; 2. Dialokasikan kepada daerah tertentu;

3. Digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah;

4. Kegiatan khusus yang didanai dengan DAK harus sesuai dengan prioritas nasional / fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN;

5. DAK ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau diusulkan oleh daerah tertentu;

6. DAK diperuntukan guna membiayai kegiatan fisik pelayanan masyarakat tertentu.

Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus dan karakteristik daerah. Untuk perhitungan alokasi DAK, kriteria khusus yang digunakan yaitu:

(17)

b) Karakteristik daerah yang meliputi: daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan banjir/longsor, daerah yang masuk dalam kategori ketahanan pangan, dan daerah pariwisata. Dari hal ini, seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Papua Barat, dan daerah tertinggal/terpencil diprioritaskan untuk mendapatkan alokasi DAK.

2.1.7 Dana Bagi Hasil

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No.33 Tahun 2004,Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah). DBH yang ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terdiri dari dua (2) jenis, yaitu DBH pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA). Pola bagi hasil penerimaan tersebut dilakukan dengan presentase tertentu yang didasarkan atas daerah penghasil.

Penerimaan DBH pajak bersumber dari:

1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),

2) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

(18)

Sedangkan penerimaan DBH SDA bersumber dari: Kehutanan, Pertambangan Umum, Perikanan, Pertambangan Minyak Bumi, Pertambangan Gas Bumi, dan Pertambangan Panas Bumi.

Pada umumnya setiap daerah memiliki sektor unggulan sendiri-sendiri dalam hal keuangan dan hal ini sangat bergantung pada pemerintah daerah itu sendiri dalam menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang ada. Demikian halnya dalam sistem DBH yang bersumber dari pajak dan SDA. Mekanisme bagi hasil SDA dan pajak bertujuan untuk mengurangi ketimpangan vertikal pusat-daerah. Namun, pola bagi hasil tersebut dapat berpotensi mempertajam ketimpangan horisontal yang dialami antara daerah penghasil dan non penghasil. horisontal tersebut disebabkan karena dalam kenyataannya karakteristik daerah di Indonesia sangat beraneka ragam.

(19)

orang pribadi (personal income tax), yaitu PPh Pasal 21 serta PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi.Ditetapkannya PPh Perorangan sebagai objek bagi hasil dimaksudkan sebagai kompensasi dan penyelaras bagi daerah-daerah yang tidak memiliki SDA tetapi memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara (APBN). Volume perolehan pajak di daerah berasosiasi kuat dengan besarnya tingkat pendapatan sebagai basis pajak. Dengan demikian, daerah dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi cenderung akan memperoleh DBH pajak yang lebih tinggi pula.DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakansalah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan danmemenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari Pendapatan Asli Daerah selain Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian ini merupakan hasil reduplikasi penelitian terdahulu, yang mungkin dengan variabel penelitian yang sama tetapi dengan skala waktu dan tempat penelitian yang berbeda.

Halim (2004) meneliti Pengaruh Dana Alokasi Umum dan belanja langsung terhadap pertumbuhan ekonomi Bali). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara terpisah, Dana Alokasi Umum dan belanja langsung Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi .

(20)

Umum dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah.

Maulida (2007) meneliti pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap prediksi Belanja Daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah secara terpisah dan serentak berpengaruh terhadap prediksi Belanja Daerah.

Secara ringkas, hasil penelitian dari peneliti-peneliti terdahulu dapat disajikan dalam Tabel 2.1 berikut :

No Peneliti JudulPenelitan

Variabelyang

digunakan Hasil 1. Halim(2004) PengaruhDana

Alokasi Umum dan PendapatanAsli 2. Prakosa (2004) PengaruhDana

Alokasi Umum dan PendapatanAsli Daerah terhadap Prediksi Belanja

(21)

3. Sulistiawan

Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum

5. Maulida (2007) Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli secara terpish 6. Bawono (2008) Pengaruh Dana

(22)

8. Rahmawati terhadap alokasi

-Pendapatan 9. Setiawan (2010) Pengaruh Dana

Alokasi Umum, dan Pendapatan Asli 10 Ginting (2013) Pengaruh Dana

Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan

-Pendapatan Asli Daerah

2.3 Kerangka Konseptual

(23)

H2

H3

H4 H5

Dari semua penjelasan tinjauan teoritis penelitian menyusun kerangka konseptual seperti gambar di atas. Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual akan menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

Kerangka Konseptual di atas menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara semua variabel bebas dengan variabel terikat baik secara simultan maupun secara parsial.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual yang telah digambarkan dan diuraikan diatas maka hipotesis penelitian ini adalah :

Dana Alokasi Khusus

(X3)

Dana Alokasi Umum

(X2)

Belanja Daerah

(Y)

Dana Bagi Hasil

(24)

Hipotesis 1 (H1) : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh

positif terhadap Belanja Daerah.

Hipotesis 2 (H2) : Dana Alokasi Umum berpengaruh positif

terhadap Belanja Daerah.

Hipotesis 3 (H3) : Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif

terhadap Belanja Daerah.

Hipotesis 4 (H4) : Dana Bagi Hasil berpengaruh positif

terhadap Belanja Daerah.

Hipotesis 5 (H5) : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh persepsi nasabah terhadap keputusan pengajuan pembiayaan musyarakah, untuk mengetahui dan

Menghukum Penggugat rekonpensi dan Tergugat rekonpensi untuk me- laksanakan pembagian harta bersama pada diktum angka 2.2 di atas de- ngan bagian seperti diktum angka 3 di

Sistem Hukum Eropa Continental dan Anglo Saxon (Struktur) Eropa Continental Anglo Saxon • Mengenal pembidangan hukum publik. (HTN dan HAN) dan private (Perdata, dagang, Acara Perdata)

Maka paper ini ditulis untuk merancang suatu Aplikasi untuk mempermudah panitia pengadaan barang dan jasa dalam proses penyeleksian perusahaan dan rekanan sehingga

Sebagai bagian dari sistem akuisisi data, perangkat pencatat data ( data logger ), berfungsi untuk mengambil data dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh sensor atau

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.. Peraturan Menteri Kesehatan No 75 Tahun

kemudahan interaksi sesama siswa; (5) Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya; (6) Antara sesama siswa dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya

Oleh karena itu masalah abu terbang batubara harus segera diselesaikan agar tidak terjadi penumpukan dalam jumlah yang besar baik di Indonesia maupun di Wilayah