BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lanjut Usia
2.1.1. Definisi Lanjut Usia
Lanjutusia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis,
fisik, kejiwaan, dan sosial. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut
memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).
2.1.2. Batasan Umur Lanjut Usia
Berikutini adalah batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari
pendapat berbagai ahli yang dikutip dari Efendi (2009) adalah sebagai berikut: Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas.
World Health Organization (WHO) menyatakan usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.
Masdani (Psikolog UI) menyatakan terdapat empat fase yaitu : pertama (fase
40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.
Setyonegoro menyatakan masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan
umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( >80 tahun). 2.1.3. Menuadan Teori-teori menua
Menua adalah proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsinormalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Darmojo & Martono 2006).
Ada2 teoripenuaan menurut Darmojo & Martono 2006 yaitu, teori biologi, teori psikososial.
Teori Biologis
Teori biologis terdiri 6 bagian yaitu teori genetic dan mutasi, teori
imunologis, teori stres, teori radikal bebas, teori rantai silang, teori menua akibat metabolisme. Teori genetic menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik untuk spesies tertentu. Sebagai contoh mutasi sel kelamin sehingga terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel (Darmojo & Martono 2006).
Teori imunologis menua merupakan suatu alternatif yang diajukanoleh Walford
1965 yang menyatakan respon imun yang tidak terdiferensiasi meningkat seiring dengan usia. Hal ini mendasari peningkatan penyakit auto-imun pada lanjut usia. Teori stres menyatakan bahwa menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang
di dalam tubuh karena adanya proses metabolisme. Radikal bebas menyebabkan sel tidak dapat beregenerasi (Darmojo & Martono 2006).
Teori Rantai Silang teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, kerbohidrat, dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat
kimia dan radiasi, yang mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan perubahan pada membrane plasma, yang mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada proses menua. Telah dibuktikan dalam
percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bias menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori
yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur (Darmojo & Martono 2006).
Teori Psikososial
Teori psikososial terdiri dari 5 teori yaitu teori penarikan diri/pelepasan, teoriaktivitas, teori interaksi sosial, teori kepribadian berlanjut, Teori
perkembangan (Darmojo & Martono 2006).
Teori Penarikan Diri/Pelepasan, menurut teori ini seorang lansia dinyatakan mengalami proses penuaan yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan
terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi serta mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian. Teori Aktivitas, teori ini menyatakan bahwa
lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan social (Darmojo & Martono 2006).
Teori Interaksi Sosial mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk
sosialnya atas dasar kemampuannya bersosialisasi. Teori Kepribadian Berlanjut, teori ini mengemukakan ada kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia.
Pengalaman seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan harapan
seseorang ternyata tidak berubah walaupun ia telah lanjut usia. Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap bagaimana jawaban lansia
terhadap berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif maupun negative (Darmojo & Martono 2006).
2.1.4. Perubahan-Perubahanyang Terjadi pada Lanjut Usia
Fatimah (2010) menyatakan perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik dan psikososial. Perubahan fisik pada lansia yang
meliputi perubahan sel, perubahan kardiovaskular, perubahan sistem pernafasan, perubahan integument, perubahan sistem reproduksi, perubahan genitourinaria,
perubahan gastrointestinal, perubahan musculoskeletal, perubahan system persarafan, perubahan sensorik. Dan yang kedua perubahan Psikososial, dimana lansia yang sehat secara psikososial dapat dilihat dari kemampuannya beradaptasi
terhadap kehilangan fisik, sosial, dan emosional serta mencapai kebahagiaan, kedamaian, dan kepuasan hidup. Ketakutan menjadi tua dan tidak
mampu produktif lagi memunculkan gambaran negatif tentang proses menua. 2.1.5.Aktivitas Hidup Sehari-hari pada lansia
1. Pengertian Kemampuan Aktifitas Aktivitas sehari-hari
Aktivitas ini dilakukan tidak melalui upaya atau usaha keras. Aktifitas tersebut dapat berupa mandi, berpakaian, makan, atau melakukan mobilisasi (Luekenotte,
2000). Seiring dengan proses penuaan maka terjadi berbagai kemunduruan kemampuan dalam beraktifitas karena adanya kemunduran kemampuan fisik,
penglihatan dan pendengaran sehingga terkadang seorang lanjut usia membutuhkan alat bantu untuk mempermudah dalam melakukan berbagai aktivitas seharihari tersebut (Stanley, 2006). Aktifitas dasar sehari-hari bagi anjut
usia sebenarnya meliputi tugastugas perawatan pribadi setiap harinya yang berkaitan dengan kebersihan diri, nutrisi dan aktivitas-aktivitas lain yang terbatas.
Agar tetap dapat menjaga kebugaran dan dapat melakukan aktivitas dasar maka lanjut usia perlu melakukan latihan fisik seperti olah raga. Latihan aktifitas fisik sangat penting bagi orang lanjut tua untuk menjaga kesehatan, mempertahankan
kemampuan untuk melakukan ADL, dan meningkatkan kualitas kehidupan (Luekenotte, 2000).
Aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) adalah aktivitas yang biasanya dilakukan sepanjang hari normal dan aktivitas tersebut mencakup, ambulasi makan berpakaian, mandi, berhias. Kondisi yang membutuhkan bantuan dalam AKS
dapat bersifat akut, kronis, temporer, permanen atau rehabilitatif. Dalam kasus bantuan sementara dalam AKS, klien membutuhkan bantuan selama periode
(Perry &Potter, 2008).
Manusia yang telah terbiasa mandiri selama rentang bertahun-tahun akan terus berusaha mempertahankan kemandirian itu dalam beraktivitas sehari-haris elama
memungkinkan lansia untuk beradaptasi sehingga lansia tersebut dapat mengoptimalkan kemandiriannya (Pratikwo, 2006).
Darmojo (2006) menyatakan ADL (activity daily living) dibagi 3 jenis yaitu; Aktivitas hidup sehari-hari dasar, aktivitas ini hanya memerlukan kemampuan
tubuh untuk berfungsi sederhana, misalnya bangun dari tempat tidur, berpakaian, kekamar mandi/WC; Aktivasi hidup sehari-hari instrumental selain memerlukan kemampuan otot, susunan syaraf yang lebih rumitj uga kemampuan berbagai
organ, kemampuan dasar, juga memerlukan berbagai organ kognitif lain; Kemampuan mental dan kognitif, terutama menyangkut fungsii ntelek, memori
lama dan memori tentang hal-hal yang baru saja terjadi. Jenis-jenis Aktifitas Sehari-hari pada Lansia
Potter & Perry, 2008 menyebutkan jenis-jenis aktifitas sehari-hari pada
lansia terbagi menjadi 6 bagian, yaitu: Mandi (spon, pancuran, atau bak)
Tidak menerima bantuan (masuk dan keluar bak mandi sendiri jika mandi dengan menjadi kebiasaan), menerima bantuan untuk mandi 13 hanya satu bagian tubuh (seperti punggung atau kaki), menerima bantuan mandi lebih dari satu bagian
tubuh (atau tidak dimandikan). Berpakaian
Mengambil baju dan memakai baju dengan lengkap tanpa bantuan, mengambil baju dan memakai baju dengan lengkap tanpa bantuan kecuali mengikat sepatu, menerima bantuan dalam memakai baju, atau membiarkan sebagian tetap tidak
Ke kamar kecil
Pergi kekamar kecil membersihkan diri, dan merapikan baju tanpa bantuan dapat
mengunakan objek untuk menyokong seperti tongkat, walker, atau kursi roda, dan dapat mengatur bedpan malam hari atau bedpan pengosongan pada pagi hari,
menerima bantuan ke kamar kecil membersihkan diri, atau dalam merapikan pakaian setelah eliminasi, atau mengunakan bedpan atau pispot pada malam hari, tidak ke kamar kecil untuk proses eliminasi.
Berpindah
Berpindah ke dan dari tempat tidur seperti berpindah ke dan dari kursi tanpa
bantuan (mungkin mengunakan alat/objek untuk mendukung seperti tempat atau alat bantu jalan), berpindah ke dan dari tempat tidur atau kursi dengan bantuan, bergerak naik atau turun dari tempat tidur.
Kontinen
Mengontrol perkemihan dan defekasi dengan komplit oleh diri sendiri,
kadang-kadang mengalami ketidak mampuan untuk mengontrol perkemihan dan defekasi, pengawasan membantu mempertahankan kontrol urin atau defekasi, kateter digunakan atau kontinensia.
Makan
Makan sendiri tanpa bantuan, makan sendiri kecuali mendapatkan bantuan dalam
2.2. Stres
2.2.1. Definisi stres
Stres adalah respons tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu, suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang mengalaminya, stress member dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik, psikologis, intelektual, social dan spiritual,stress dapat mengancam keseimbangan fisiologis. Stres emosi
dapat menimbulkan perasaan negatif terhadap diri sendiri dan orang lain. Stres intelektual akan mengganggu persepsi dan kemampuan seseorang dalam
menyelesaikan masalah, stres social akan mengganggu hubungan individu terhadap kehidupan (Smet, 1994).
Deskripsi tentang stress awalnya dikemukakan oleh Canon melalui penelitiannya
tentang respon fight-or-flight. Canon berpendapat bahwa ketika organisme merasakan adanya suatu ancaman, maka secaracepattubuhakanterangsang dan
termotivasimelaluisistemsaraf simpatetikdan endokrin. Respon fisiologis ini mendorong organisme untuk menyerang atau melarikan diri (Smet, 1994).
Potter & Perry (2008) menyatakan persepsi atau pengalaman individu terhadap
perubahan besar menimbulkan stres. Stimuli yang mengawali mencetuskan perubahan disebut stresor. Stresor menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak
terpenuhi dan kebutuhan tersebut bias saja kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan, perkembangan, spiritual, atau kebutuhan kultural. Stresor secara umum dapat diklasifikasikan sebagai internal atau eksternal. Stresor internal
atau menopause, atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah). Stresor eksternal berasal dari luar diri seseorang (mis. perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan dalam peran keluarga atau sosial, atau tekanan dari pasangan).
Lazarus & Folkman(1986) menyatakan stres adalah sebagai suatu hubungan yang khas antar individu dan lingkungan yang dinilai oleh individu tersebut sebagai
suatu hal yang mengancam atau melampaui kemampuannya untuk mengatasinya sehingga membahayakan kesejahteraannya. Maramis (1999) mengatakan stress adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri, oleh karena itu stress dapat
mengganggu keseimbangan. 2.2.2.Gejala-gejala stres
Gejala stres yang bisa dideteksi secara mudah menurut Wirawan (2012) yaitu: gejala fisik, gejala fisik yang muncul akibat stres adalah lelah, insomnia, nyeri kepala, berdebar-debar, nyeri dada, napas pendek, gangguan lambung,
mual, gemetar, ekstremitas dingin, wajah terasa panas, berkeringat, sering flu, menstruasi terganggu, otot kakudan tegang terutama pada bagian leher, bahu, dan
punggung bawah pernafasan terganggu, sering ingin buang air kecil,sulit tidur dan seterusnya.
Gejala psikologis, gejala psikologis meliputi: resah, sering merasa bingung, sulit
berkonsentrasi, sulit mengambil keputusan, tidak enak perasaan kewalahan (exhausted), cemas, depresi, putus asa, mudah marah, ketakutan, frustasi,
Tingkah laku, gejala perilaku yang muncul meliputi: berbicara cepat sekali, menggoyang-goyangkan kaki, tics, gemetaran, berubah nafsu makan (bertambah
atau berkurang), mondar-mandir, gelisah, menggigit kuku jari, mengerak-gerakkan anggotabadanatau jari-jari, merokok, minum-minuman keras, menangis, berteriak,
mengumpat, bahkan melempar barang atau memukul. Timbulnya kebiasaan menggaruk-garuk kepala, menggigit-gigitkuku, mengosok-gosok tangan,dangejala lainmerupakan wujud adanya ketegangan (Wirawan, 2012).
2.2.3.Jenis stresor
Hawari (2011) menyatakan ada 3 jenis stressor antara lain: Stresor biologis yaitu panas, dingin, nyeri, masuknya organism, trauma fisik, kesulitan eliminasi,
kekurangan makan, dan lain-lain; Stresor psikologis yaitu kritik yang tidak dapat dibenarkan, kehilangan, ketakutan, krisis situasi, dan lain sebagainya; Stresor social dimana stresor social meliputi isolasi atau diasingkan, status sosial dan
ekonomi, perubahan tempat tinggal atau tempat kerja, bertambahnya anggota keluarga, dan lain sebagainya.
2.2.4. Jenis Stres
Nasir & Muhith (2011) menyatakan bahwa stres terbagi dua jenis stres, yaitu baik dan buruk. Stres yang baik atau eustres adalah sesuatu yang positif. Stres
dikatakan berdampak baik apabila seseorang mencoba untuk memenuhi tuntutan untuk menjadikan orang lain maupun dirinya sendiri mendapatkan sesuatu yang
saat itu juga, dimana sebuah stimulus dianggap mencoba untuk menyerang dirinya. Selye (1982) menyebutkan bahwa distres adalah tubuh jika dihadapkan
pada tuntutan yang berlebihan, sedangkan menurut Hawari (2001), distress dimaknai sebagai sebuah reaksi tubuh yang menyebabkan fungsi organ tubuh
tersebut sampai terganggu. 2.2.5.Tingkat Stres
Stres dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu stres ringan, stress sedang, dan stress berat.
Stres ringan
Stres biasanya tidak merusak aspek fisiologis, stress ringan umumnya
dirasakan oleh setiap orang misalnya, lupa, ketiduran, kemacetan, dan dikritik (Rasmun, 2004). Pada fase ini seseorang mengalami peningkatan kesadaran dan lapang persepsinya (Suzanne & Brenda, 2008).
Stres sedang
Stres sedang terjadi lebih lama beberapa jam sampai beberapa hari, contohnya kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebih,
mengharapkan pekerjaan baru, anggota keluarga pergi dalam waktu yang lama, situasi seperti ini dapat bermakna bagi individu yang mempunyai faktor
predisposisi suatu penyakit koroner (Rasmun, 2004). Fase ini ditandai dengan kewaspadaan, focus pada indera penglihatan dan pendengaran, peningkatan ketegangan dalam batas toleransi, dan mampu mengatasi situasi yang dapat
Stres berat
Stres berat adalah streskronis yang terjadi beberapa minggu sampai
beberapa tahun, misalnya hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan financial dan penyakit fisik yang lama (Rasmun, 2004) Stres skronis yang terjadi
beberapa minggu sampai tahun. Semakins erring dan lama situasi stress, semakin tinggi resiko kesehatan yang ditimbulkan (Wiebe & Williams, 1992 dalam Potter &Perry, 2005).
2.2.6.Tahapan Stres
Amberg (1979 dalam Hawari, 2011) sebagaimana dikemukakan oleh Hawari
(2011) bahwa tahapan stre sadalahs ebagaiberikut: Stres tahap pertama
Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stress yang disertai perasaan
nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.
Stres tahap kedua
Stres tahap kedua yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar atau letih, cepat lelah pada saat menjelang sore, mudah lelah sesudah
makan, tidak dapat rileks, lambung dan perut tidak nyaman, jantung berdebar, otot tengkuk dan punggung tegang. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak
memadat.
Stres tahap ketiga
Stress tahap ketiga yaitu tahapan stress dengan keluhan seperti defekasi
tertidur lagi, bangun terlalu pagi dan sulit tidur lagi, koordinasi tubuh terganggu, dan akan jatuh pingsan.
Stres tahap keempat
Stres tahap keempat yaitu tahapan stress dengan keluhan, seperti tidak mampu
bekerja sepanjang hari, aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respon tidak ade kuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsenterasi dan daya ingat menurun, serta timbul ketakutan dan
kecemasan. Stres tahap kelima
Stres tahap kelima yaitu tahapan stress yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental, ketidak mampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung
dan panic.
Strestahap keenam
Stres tahap keenam (paling berat),yaitu tahapan stress dengan tanda- tanda, seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin dan banyak keringat, lemah, serta pingsan.
2.2.7. Sumber-Sumber Stres dalam kehidupan
Sumber stress dapat berubah-ubah, sejalan dengan perkembangan manusia tetapi
Dari dalamd iri
Stres juga akan muncul dalam diri seseorang melalui penilaian dari kekuatan
motivasional yang melawan bila seseorang mengalami konflik. Konflik merupakan sumber utama stres.
Didalam keluarga
Stres dapat bersumber dari interaksi diantara para anggota keluarga seperti perselisihan dalam masalah keuangan, kehadiran anggota keluarga baru. Smet
1994 dalam Hawari 2011 menemukan ada beberapa stressor dalam keluarga, yaitu perselisihan dalam masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh, perbedaan
yang tajam dalam menentukan tujuan, kebisingan karena suara radio, televisi atau tape yang dinyalakan dengan suara keras sekali, keluarga yang tinggal di lingkungan yang terlalu sesak, dan kehadiran adik baru. Stresor lain dalam
keluarga adalah kehilangan anak yang disayangi akibat bencana alam, kesakitan atau kecelakaan, kematian suami atau istri.
Hawari (2011) menemukan ada enam stresor dalam stress keluarga, yaitu perekonomian keluarga menjadi bangkrut, anak mengalami cacat fisik atau mental sehingga harus dirawat dirumah sakit, remaja yang sulit dididik sehingga harus
dibawa kepsikiater, anak yang mengalami penyempitan otot, ketidak suburan pasangan suami dan istri, perubahan peran dalam rumah tangga.
Didalam komunitas
Interaksi subjek di luar lingkungan keluarga melengkapi sumber-sumber stres, misalnya pengalaman stress anak di sekolah. Sedangkan beberapa pengalaman
adalah lingkungan fisikseperti kebisingan dan suhu. 2.2.8.Tingkat Stres pada Lanjut Usia (Lansia)
Pada waktu seseorang memasuki masa usia lanjut, terjadi berbagai perubahan baik yang bersifat fisik, mental, maupun sosial. Jadi, memasuki usia lanjut tidak laina
dalah upaya penyesuaian terhadap perubahan-perubahan tersebut. Sebagai proses alamiah, perkembangan manusia sejak periode awal hingga masa usia lanjut merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindari. Perubahan-perubahan menyertai
proses perkembangan termasuk ketikamemasuki masausia lanjut. Ketidaksiapan dan upaya melawan perubahan- perubahan yang dialami pada masa usia lanjut
justru akan menempatkan individu usia ini pada posisi serba kalah yang akhirnya hanya menjadi sumber akumulasi stress dan frustasi belaka (Indriana, 2008). Pada akhirnya,stress pada lansia dapat didefinisikan sebagai tekanan yang
diakibatkan oleh stressor berupa perubahan- perubahan yang menuntut adanya penyesuaian dari lansia. Tingkat stres pada lansia berarti pula tinggi rendahnya
tekanan yang dirasakan atau dialami oleh lansia sebagai akibat dari stresor berupa perubahan-perubahan baik fisik, mental ,maupun social dalam kehidupan yang dialami lansia (Indriana, 2008).
Adapun perubahan fisik yang menjadi indikator penentu dalam tingkat stres individu, dalam hal ini lansia antara lain: panas, dingin, nyeri, masuknya
organisme, trauma fisik, kesulitan eliminasi, dan kekurangan makan. Perubahan mental atau psikologis yang menjadi indicator antara lain: kritik yang tidak dapat dibenarkan, kehilangan, ketakutan, serta krisis situasi. Dan perubahan sosial
diasingkan, status sosial dan ekonomi, perubahan tempat tinggal atau tempat kerja, dan bertambahnya anggota keluarga (Indriana, 2008).
2.2.9.Penentuan tahap stress
Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres yang dialami
seseorang. Tingkatan stres ini bisa diukur dengan banyak skala. Antaranya adalah dengan menggunakan Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS 42) atau lebih diringkaskan sebagai Depression Anxiety Stres Scale 21 (DASS 21) oleh
Lovibond & Lovibond (1995). Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item dan Depression Anxiety Stres Scale 21 terdiri dari 21 item. DASS adalah seperangkat skala subjektif yang
dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional
mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun dari status
emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stres. DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu untuk tujuan penelitian (Lovibond & Lovibond, 1995).
Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat, sangat berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS)
terdiri dari 42 item, mencakup 3 sub variabel, yaitu fisik, emosi/psikologis, dan perilaku. Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-29 (normal); 30-59 (ringan); 60-89 (sedang); 90-119 (berat); >120 (Sangat berat)
digunakan seperti Perceived Stres Scale(PSS) atau Profile Mood States(POMS). Alat-alat ini digunakan sebagai instrument untuk mendeteksi stres dan tahap stres