BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Good Corporate Governance (GCG)
2.1.1.1PengertianGood Corporate Governance
Good Corporate Governance mulai dikenal pada tahun 1992 oleh
Cadbury Committee yang menggunakan istilah GCG pada laporan
keuangan mereka (Cadbury Report) laporan ini dipandang sebagai titik
balik (turning point) yang sangat menentukan bagi praktik Good
Corporate Governance di seluruh dunia. Menurut Cadbury Committee
pengertian GCG adalah seperangkat aturan yang merumuskan hubungan
antara pemegang saham, manager, kreditor, pemerintah, karyawan, dan
pihak-pihak yang berkepentingan, lainnya baik internal maupun eksternal
sehubungan dengan hak-hak dan tanggung jawab mereka.
Menurut Forum Corporate Governance Indonesia pengertian Good
Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan,
kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern
dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka,
atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan. Tujuan Corporate Governance ialah untuk menciptakan
Sementara Bank Dunia (Wolrd Bank) mendefinisikan Good
Corporate Govenance (GCG) sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan
kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja
sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna
menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi
para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
Menurut Sutedi (2012:110) Pengaturan perbankan setidaknya harus
memenuhi kriteria-kriteria yang utama yang meliputi perlindungan
nasabah, stabilitas sistem perbankan dan keuangan serta peningkatan
kepercayaan pasar.
The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG)
mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai struktur, sistem dan
proses yang digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk
memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam
jangka panjang.
Dari definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Good
Corporate Governance adalah suatu sistem atau pun peraturan yang
mengatur, mengelola, serta mengawasi perusahaan dalam menjalankan
kegiatan perusahaan untuk mendapatkan nilai tambah bagi pemegang
saham atau pun stakeholder lainnya. Good Corporate Governance juga
disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan
perusahaan, pencapaian, dan penilaian kinerjanya.
Menurut E. John Aldridge (2005:76) ada 5 tujuan pelaksanaan
Good Corporate Governance antara lain :
1.Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham. 2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders non- pemegang saham3. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham. 4. Menigkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan manajemen perusahaan. 5. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan.
2.1.1.3Manfaat Good Corporate Governance
Pelaksanaan Good Corporate Governance diharapkan dapat
memberikan beberapa manfaat berikut ini (FCGI, 2016) :
1.Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders. 2.Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat lebih meningkatkan corporate value. 3.Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 4.Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.
2.1.1.4 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Menurut FCGI (2016) terdapat lima prinsip utama yang penting
dalam Corporate Governance yaitu keadilan (fairness), transparansi
(transparency), kemandirian (independency), akuntabilitas (accountability),
dan pertanggungjawaban (responsibility).
1. Keadilan (fairness) dimaksudkan untuk menjamin hak-hak pemegang
saham, termasuk pemegang saham minoritas dan para pemegang
saham asing serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para
2. Transparansi (transparency) adalah adanya pengungkapan yang akurat
dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal penting bagi
kinerja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan.
3. Kemandirian (independency) adalah sebagai keadaan dimana
perusahaan bebas dari pengaruh ataupun tekanan pihak lain yang tidak
sesuai dengan mekanisme korporasi. Prinsip ini mengharuskan
perusahaan menggunakan tenaga ahli dalam setiap divisi atau bagian
dalam perusahaannya sehingga pengelolaan perusahaan dapat
dipercaya. Prinsip ini juga mengharuskan perusahaan memiliki
kebijakan intern dalam perusahaan yang sesuai dengan peraturan dan
hukum yang berlaku.
4. Akuntabilitas (accountability) dimaksudkan sebagai prinsip yang
mengatur peran dan tanggung jawab manajemen agar dalam mengelola
perusahaan dapat mempertanggung jawabkan pekerjaannya serta
mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan
manjemen dan pemegang saham sebagaimana yang diawasi oleh
Dewan Komisaris. Dewan Komisaris dalam hal ini memberikan
pengawasan terhadap manajemen mengenai kinerja dan pencapaian
target return bagi pemegang saham.
5. Pertanggung jawaban (responsibility) berarti bahwa sebuah perusahaan
harus memenuhi hukum dan Undang-undang yang berlaku. Termasuk
didalamnya pemeliharaan lingkungan hidup, hak-hak konsumen,
harus bertanggung jawab terhadap mereka yang berhubungan langsung
dengan perusahaan, tetapi mereka juga tidak berhubungan secara
langsung dengannya.
Dari prinsip-prinsip GCG diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pengelolaannya akan selalu mengutamakan kepentingan pemegang saham,
memberikan informasi, yang terbuka pada semua pihak baik internal
maupun eksternal serta mematuhi hukum-hukum yang berlaku di negara
tersebut. Prinsip-prinsip GCG ini juga mensyaratkan adanya perlakuan
yang sama atas saham-saham yang berada dalam satu tingkatan, melarang
prakti-praktik insider trading dan self dealing dan mengharuskan anggota
dewan komisaris untuk melakukan keterbukaan jika menemukan
transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan (conflict of interest).
2.1.1.5Ukuran Dewan Komisaris
Pentingnya dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan
memberikan nasehat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan GCG akan tetapi dewan komisaris tidak boleh turut serta
dalam mengambil keputusan operasional.
Menurut Moenaf (2000:30) Ukuran Dewan Komisaris merupakan
mekanisme pengendalian intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk
hanya melihat kepentingan pemilik atau anggotanya tetapi juga
kepentingan organisasi atau perseroan dalam mencapai tujuannya.
Kedudukan Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah
setara.Tugas komisaris adalah sebagai primus inter pares adalah
mengkoordinasi kegiatan dewan komisaris. Supaya pelaksanaan tugas
dewan komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi
prinsip-prinsip berikut :
a. Komposisi dewan komisaris harus memungkinkan pengambilan
keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak
independen.
b. Anggota dewan komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan
memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan
baik termasuk memastikan bahwa direksi telah memperhatikan
kepentingan semua pemangku kepentingan.
c. Fungsi pengawasan dan pemberian nasehat dewan komisaris
mencakup tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada
pemberhentian sementara.
Dewan komisaris terdiri dari inside dan outside yang akan memiliki
akses informasi khusus yang berharga dan sangat membantu dewan
komisaris serta menjadikannya sebagai alat efektif dalam keputusan
pengendalian sedangkan fungsi dewan komisaris itu sendiri adalah
(direksi) dan bertanggung jawab untuk menentukan apakah manajemen
memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan
menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan.
Jumlah dewan komisaris yang besar menguntungkan perusahaan dari
sudut pandang resources dependence. Maksud dari pandangan resource
dependence adalah bahwa perusahaan akan tergantung dengan dewannya
untuk dapat mengelola sumber dayanya secara lebih baik. Dewan
komisaris harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan
secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Konsep
dasar dewan komisaris berasal dari tanggung jawab pengaturan
(governance) suatu badan usaha yang dimiliki oleh kelompok yang
berbeda dengan yang menata atau yang mengelolanya (Moenaf,
2000:34).Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran
dewan komisaris. Komposisi dewan komisaris yang diukur dengan rasio
outside directorsterhadap jumlah dewan komisaris mempunyai pengaruh
yang signifikan (positif) terhadap pengungkapan sukarela. Hal ini dapat
diartikan bahwa semakin besar anggota dewan komisaris maka akan
semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan memonitoring, sehingga
yang dilakukan akan semakin efektif.
Kerugian dari jumlah dewan yang besar berkaitan dengan dua hal,
yaitu meningkatnya permasalahan dalam hal komunikasi dan koordinasi
dengan semakin meningkatnya jumlsh dewan dan turunnya kemampuan
permasalahan agensi yang muncul dari pemisahan antara manajemen dan
kontrol.
Jumlah dewan komisaris dalam setiap perusahaan KNKG (Komite
Nasional Kebijakan Governance) dan peraturan Bank Indonesia Nomor
8/4/PBI/2006 memberi batas minimal tiga orang dewan komisaris yaitu
satu orang sebagai ketua dewan komisaris sekaligus anggota dan dua
orang anggota. Ukuran komisaris maksimal sama dengan jumlah dewan
direksi.
Pentingnya dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan
memberikan nasehat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan Good Corporate Governanceakan tetapi dewan komisaris
tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional.
Dewan komisaris dalam satu perusahaan lebih ditekankan pada
monitoring dari implementasi kebijaan direksi. Peran komisaris ini
diharapkan akan meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara
dewan direksi dan pemegang saham. Oleh karena itu dewan komisaris
seharusnya dapat mengawasi kinerja perusahaan sehingga kinerja yang
dihasilkan sesuai dengan kepentingan pemegang saham.
2.1.2Dewan Pengawas Syariah
Upaya untuk memastikan bahwa praktik-praktik dan kegiatan
bank-banksyariah tetap berada pada koridor etika Islam, bank syariah diharapkan
yang terdiridari yurisprudensi Islam, yang bertindak sebagai penasihat kepada
bank (Saptia2012:126). Dewan Pengawas Syariah (DPS) dibentuk dengan
tujuan untuk memenuhikepentingan stakeholder terhadap kepatuhan
syariah.DPS terdiri dari para ahlidalam bidang syariah yang mempunyai
tanggung jawab untuk mengawasiaktivitas perbankan syariah agar patuh pada
aturan dan prinsip-prinsip syariah.
Menurut Peraturan Bank Indonesia No.11/33/PBI/2009, Dewan Pengawas
Syariah (DPS) adalah dewan yang bertugas memberikan nasihat dan saran
kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip
Syariah. Jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah menurut ketentuan GCG
yang ditetapkan UU No. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas yaitu
sekurangkurangnya sebanyak dua orang.
DPS merupakan komponen yang hanya dimiliki oleh perusahaan
yangdijalankan sesuai syariah Islam.Laporan DPS dibuat untuk
meyakinkanstakeholder bahwa perusahaan telah menjalankan aktivitas
operasinya sesuaidengan prinsip syariah.
Tugas dan Tanggung Jawab DPS diatur dalam Peraturan Bank
IndonesiaNo.11/33/PBI/2009 pada pasal 46 dan 47.Pada pasal 46, Dewan
PengawasSyariah wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai
dengan prinsip-prinsipGCG. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan
1. Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas
pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank;
2. Mengawasi proses pengembangan produk baru Bank agar sesuai
dengan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia;
3. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia untuk produk baru Bank yang belum ada fatwanya;
4. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan Prinsip Syariah
terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana
serta pelayanan jasa Bank; dan
5. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari
satuan kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa DPSmempunyai
peran dalam pengungkapan ISR perbankan syariah. Hal ini karenaDPS
mempunyai wewenang mengawasi kepatuhan perusahaan terhadap
prinsipsyariah, antara lain mengawasi kegiatan menyalurkan dana zakat, infak,
sedekah yang bisa diakui sebagai bentuk ISR perusahaan. Selain itu terdapat
danakebajikan (qard) yang dapat dikategorikan sebagai ISR dan DPS
memilikiwewenang untuk mengawasi kegiatan ini.
Keberhasilan DPS dalam menjalankan fungsinya dapat
mempengaruhikeyakinan stakeholder bahwa bank-bank syariah telah
beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
maka akansemakin efektif pengawasan terhadap prinsip syariah dan
pengungkapan ISR yangsesuai dengan syariah.
2.1.3Pengungkapan (Disclosure)
Evans (2003:82) berpendapat bahwa pengungkapan berarti
“Menyampaikan informasi dalam laporan keuangan, termasuk laporan
keuangan itu sendiri, catatan atas laporan keuangan, dan pengungkapan
tambahan yang berkaitan dengan laporan keuangan”.
Pengungkapan menurut Evans (2003:82) hanya terbatas pada hal - hal
yang menyangkut pelaporan keuangan, tidak termasuk dengan penyataan
umum atau private yang dibuat untuk manajemen atau informasi yang
disampaikan di luar lingkup pelaporan keuangan.
2.1.4Islamic Social Reporting (ISR)
2.1.4.1 Pengertian Islamic Social Reporting (ISR)
Islamic Social Reporting (ISR) merupakan perluasan dari
pelaporan sosial yang tidak hanya berupa keinginan besar dari seluruh
masyarakat terhadap peranan perusahaan dalam ekonomi melainkan
berkaitan dengan perspektif spiritual.Islamic Social Reporting (ISR)
menggunakan prinsip syariah sebagai landasan dasarnya.Prinsip syariah
dalam Islamic Social Reporting menghasilkan aspek-aspek material,
moral, dan spiritual yang menjadi fokus utama dari pelaporan sosial
keadilan sosial dalam pelaporannya selain pelaporan terhadap
lingkungan, kepentingan minoritas dan karyawan.
ISR juga bertujuan meningkatkan transparansi dari aktifitas bisnis
dengan menyediakan informasi yang relevan dalam memenuhi kebutuhan
spiritual dari pengguna laporan perusahaan yang muslim. Selain itu
indeks ISR juga menekankan pada keadilan sosial terkait pelaporan
mengenai lingkungan, kepentingan minoritas dan karyawan.ISR adalah
kumpulan indeks pelaporan tanggung jawab sosial yang sudah ditetapkan
oleh AAOFII yang sesuai dengan syariah dan kemudian dikembangkan
oleh masing – masing peneliti selanjutnya.
2.1.4.2 Pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR)
Indeks ISR merupakan tolak ukur pelaksanaan tanggung jawab
sosial perbankan syariah yang berisi kompilasi item-item standar CSR
yang ditetapkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization
for Islamic Financial Institutions) yang kemudaian dikembangkan lebih
lanjut oleh para peneliti mengenai item-item CSR yang seharusnya
diungkapkan oleh suatu entitas Islam. Dengan demikian indeks ISR
untuk entitas Islam mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan
prinsip Islam seperti transaksi yang sudah terbebas dari unsur riba,
spekulasi, gharar, serta mengungkapkan zakat, status kepatuhan syariah
serta aspek-aspek sosial seperti sodaqoh, waqof, qordul hasan sampai
Haniffa (2002:133) membuat lima tema pengungkapan Indeks ISR,
yaitu Tema Pendanaan dan Investasi, Tema Produk dan Jasa, Tema
Karyawan, Tema Masyarakat, dan Tema Lingkungan Hidup. Kemudian
dikembangkan dengan menambahkan satu tema pengungkapan yaitu
tema Tata Kelola Perusahaan.Setiap tema pengungkapan memiliki
sub-tema sebagai indikator pengungkapan sub-tema tersebut. Berikut enam sub-tema
pengungkapan dalam indeks Islamic Social Reporting :
1. Pendanaan dan Investasi (Finance & Investment), meliputi :
a. Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi
bisnis tanpa adanya aturan yang dibenarkan syariah atas
penambahan tersebut. Hal yang menyebabkan Riba
dilarang adalah karena Riba adalah transaksi yang tidak
adil yang akan mengakibatkan pihak pemnjam akan
semakin miskin dan pihak yang memberi pinjaman akan
semakin kaya (merugikan satu pihak).
b. Gharar adalah transaksi yang mengandung ketidakpastian
yang disebabkan oleh incomplete information.
Ketidakjelasan dapat terjadi dalam lima hal yaitu, dalam
kuantitas, kualitas, harga, waktu penyerahan dan akad.
Transaksi ini dilarang karena satu pihak akan terzalimi
walaupun pada awalnya tidak demikian. Informasi
pengungkapan lain dalam tema ini adalah mengenai
c. Zakat adalah pemberian harta tertentu dalam jumlah
tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk
penyucian harta dan jiwa.
2. Produk dan Jasa (Product and Service).Item pengungkapan
yang termasuk dalam tema ini adalah pengungkapan atas
pertanggungjawaban perusahaan terhadap produk yang
diperjualbelikan. Oleh karena itu produk ataupun jasa yang
ditawarkan perusahaan harus diungkapkan kehalalannya dan
juga keamanan dan kualitas produk ataupun jasa.
3. Karyawan (Employee). Pengungkapan yang termasuk dalam
tema ini adalah pengungkapan atas perlakuan perusahaan
terhadap karyawan. Karyawan harus diperlakukan dan dibayar
dengan adil atau tepat dan pemberi kerja harus menjamin
pemenuhan kewajiban dasar dan juga spiritual karyawan.
Informasi-informasi yang harus diungkapkan yaitu yang terkait
dengan gaji atau upah, jam kerja, hari libur, tunjangan, sifat
pekerjaan dukungan pendidikan, dan pelatihan, kesehatan,
kesetaraan dan peluang melaksanakan ibadah.
4. Masyarakat (Society). Item yang termasuk dalam tema
Masyarakat adalah memberikan pengungkapan mengenai
tindakan apa saja yang perusahaan berikan untuk masyarakat.
Masyarakat memberikan pengungkapan mengenai konsep
membagi tujuan umum dan menghilangkan penderitaan dalam
masyarakat dan hal tersebut bisa terwujud melalui sadaqah
(kegiatan sosial), waqaf (kepercayaan) dan qard hassan
(memberikan pinjaan tanpa keuntungan).
5. Lingkungan (Enviroment). Item ini memberikan
pengungkapan mengenai tindakan perusahaan terkait dengan
lingkungan. Terdapat pemisahan pengungkapan mengenai
kegiatan yang dapat membahayakan margasatwa dengan
konservasi lingkungan. Selain itu penelitian ini juga tidak
mengikut sertakan indeks pengungkapan produk yang terkait
dengan lingkungan pada tema lingkungan karena indeks
tersebut sama dengan indeks produk ramah lingkungan (Green
Product) yang terdapat tema Produk dan Jasa.
6. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance). Perusahaan
haruslah mengungkapkan semua aktivitas terlarang seperti
praktik monopoli, manipulasi harga, perjudian, dan
penimbunan barang yang dibutuhkan dan kegiatan melanggar
hukum lainnya. Aktivitas monopoli adalah suatu aktivitas
dimana suatu asar hanya memiliki satu penjual/pemain tunggal
sehingga harga barang akan dikuasai oleh penjual tersebut dan
pembeli hanya bisa mengikuti permintaan penjual. Monopoli
biasanya dilakukan dengan membuat persyaratan-persyaratan
2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu No. Nama
Peneliti
Judul Penelitian Variabel Penelitian
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah pondasi utama dimana sepenuhnya proyek
penelitian ditujukan, dimana hal ini merupakan jaringan hubungan antara variabel mempengaruhi
tingkat
pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) pada perusahaan Reporting pada perbankan pengungkapan Islamic
Social Reporting
Ukuran Dewan Komisaris (X1)
Dewan Pengawas Syariah (X2)
masalah yang telah diidentifikasikan melalui wawancara, observasi dan
survey.Kerangka konseptual merupakan kesimpulan sementara dari tinjauan
teoritis yang mencerminkan adanya hubungan antara variabel yang diteliti.
2.3.1 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap tingkat pengungkapan Islamic Social Reporting
Ukuran Dewan Komisaris mempunyai fungsi penting dalam perbankan
syariah.Ukuran Dewan Komisaris memiliki fungsi pengawasan terhadap
manajemen dan berfungsi mengawasi kegiatan operasional perusahaan agar sesuai
dengan visi dan misi perusahaan serta sesuai dengan peraturan yang
berlaku.Dengan wewenang yang dimiliki, maka dewan komisaris dapat menekan
manajemen untuk mengungkapkan CSR dalam bentuk ISR. Penelitian yang
dilakukan Sembiring (2005:382) mengenai size, profile, profitabilitas, ukuran
perusahaan, dewan komisaris, leverage terhadap praktek pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan, menunjukan bahwa dewan komisaris berpengaruh
terhadap indeks pengungkapan sosial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dewan komisaris berpengaruh
terhadap corporate social responsibility disclosure.Penelitian-penelitian tersebut
menunjukkan bahwa dewan komisaris memiliki peran yang penting karena
bertugas mengawasi perusahaan dan menyampaikan semua informasi kepada
stakeholders, termasuk informasi pengungkapan tanggung jawab sosial. Semakin
besar ukuran dewan komisaris, maka pengawasan akan semakin baik. Dengan
pengawasan yang baik, maka diharapkan pengungkapan ISR akan semakin luas
manajemen. Hasil ini juga mendukung hasil penelitian Sulastini.menemukan
bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan
CSR perusahaan.
HI : Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan
Islamic Social Reporting pada perbankan syariah di Indonesia
2.3.2 Pengaruh Dewan Pengawas Syariah terhadap tingkat pengungkapan Islamic Social Reporting
Dewan Pengawas Syariahmemiliki fungsi pengawasan terhadap
manajemen.Dewan Pengawas Syariah mempunya fungsi untuk mengawasi
jalannya operasional perusahaan agar sesuai dengan prinsip syariah.
Fungsitersebut antara lain mengawasi kegiatan penyaluran dana zakat, infak,
sedekah yang termasuk bentuk ISR perusahaan. Selain itu terdapat dana kebajikan
(qard)yang dapat dikategorikan sebagai ISR dan DPS memiliki wewenang
untukmengawasi kegiatan ini.
Penelitian yang dilakukan Farook dan Lanis (2005) tentang
transparansipengungkapan CSR perbankan syariah di seluruh dunia menemukan
bahwaIslamic Governance (sebagai proksi corporate governance di bank Islam)
terbuktiberpengaruh positif secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung
jawabsosial.Di dalam variabel Islamic Governance tersebut dibahas mengenai
jumlahdewan pengawas syariah, dimana semakin banyak jumlah DPS
dapatmeningkatkan level pengungkapan.Penelitian-penelitian di atas
Semakin banyak jumlah DPS maka akan semakinefektif pengawasan terhadap
prinsip syariah dan pengungkapan ISR yang sesuaidengan syariah
H2: Dewan Pengawas Syariah berpengaruh positif
terhadappengungkapan Islamic Social Reporting perbankan syariah
diIndonesia.
2.3.3 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris dan Ukuran Dewan Pengawas Syariah terhadap tingkat pengungkapan Islamic Social Reporting.
Perbankan syariah memiliki peraturan sendiri mengenai pelaksanaan good
corporate governance, yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
11/33/PBI/2009.Terbitnya peraturan ini diharapkan mampu memperkuat industri
perbankan syariah menjadi industri yang sehat dan tangguh terutama dalam
pengungkapan Islamic Social Reporting.Terkait dengan adanya kebutuhan
mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial pada perbankan syariah,
peneliti-peneliti ekonomi syariah saat ini banyak yang menggunakan Islamic Social
Reporting (ISR) untuk mengukur CSR institusi keuangan syariah.Indeks ISR
dapat menjadi pijakan awal dalam hal standar pengungkapan CSR yang sesuai
dengan perspektif Islam.
Ukuran Dewan Komisaris yang berasal dari luar perusahaan akan
menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan perusahaan yang lebih objektif dan
independen dibanding perusahaan yang memiliki susunan dewan komisaris yang
hanya berasal dari dalam perusahaan sehingga fungsi pengawasan dapat
Dewan komisaris dan dewan pengawas syariah mempunyai fungsi
yangpenting dalam perbankan syariah.Dewan komisaris dan dewan pengawas
syariahmemiliki fungsi pengawasan terhadap manajemen.Dewan komisaris
bertugasmengawasi kegiatan operasional perusahaan agar sesuai dengan visi
misiperusahaan serta sesuai dengan peraturan yang berlaku.Dengan wewenang
yangdimiliki, maka dewan komisaris dapat menekan manajemen
untukmengungkapkan CSR.Sedangkan DPS mempunya fungsi untuk mengawasi
jalannya operasional perusahaan agar sesuai dengan prinsip syariah.
Fungsitersebut antara lain mengawasi kegiatan penyaluran dana zakat, infak,
sedekah yang termasuk bentuk ISR perusahaan. Selain itu terdapat dana kebajikan
(qard)yang dapat dikategorikan sebagai ISR dan DPS memiliki wewenang
untukmengawasi kegiatan ini. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis
penelitianyang diajukan adalah sebagai berikut:
H3: Ukuran Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas Syariah
berpengaruh positif terhadap pengungkapan IslamicSocial
Reporting perbankan syariah di Indonesia.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan hipotesisnya sebagai
H1 : Ukuran Dewan Komisaris secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan Islamic Social Reporting pada perbankan syariah di
Indonesia.
H2 : Dewan Pengawas Syariah secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan Islamic Social Reporting pada perbankan syariah di
Indonesia.
H3: Ukuran Dewan Komisaris dan Ukuran Dewan Pengawas Syariah secara
simultan berpengaruh positif terhadap pengungkapan IslamicSocial