• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seksualitas Remaja di Kota Sibolga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Seksualitas Remaja di Kota Sibolga"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

(2)

dalam diri seakan ingin memenuhi hasrat seksual remaja, yang sudah mengalami masa pubertas, yakni masa dimana terjadinya perkembangan fisik yang dialami dengan keluarnya air mani pada saat mimpi basah pada seorang remaja laki-laki dan remaja perempuan mengalami menstruasi atau menarche.

Banyak pengertian dan pendapat mengenai remaja dan rentang usia untuk menyebutkan seseorang sebagai remaja atau tidak. Orang awam menyebutkan bahwa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak hingga dewasa. “Masa muda adalah masa paling indah”, kalimat tersebut sering terdengar di lingkungan masyarakat dan media, banyak hal-hal baru yang ingin dicoba dan ingin dilakukan secara pribadi ataupun bersama teman-teman. Lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan remaja. Namun media elektronik dan internet juga sangat mempengaruhi, cukup dengan satu jari remaja dapat mengakses segala hal yang ingin diketahui nya melalui internet dan tak jarang mereka sering mencari tahu hal yang di anggap tabu melalui media internet yakni mengenai “seks”.

(3)

Sebuah penelitian dilakukan oleh Synovate Research pada September 2004 (dalam Yuli dkk, 2010) tentang perilaku seksual remaja di empat kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan pada remaja usia 15-24 tahun menunjukkan bahwa 44 % responden mengaku pernah mempunyai pengalaman seks di usia 16-18 tahum dan 16 % mengaku pengalaman seks sudah dilakukan pada usia 13-15 tahun. Selain itu, rumah menjadi tempat favorit (40%) untuk melakukan hubungan seks, sisanya 26 % ditempat kos, di hotel dan 8% lain-lain. Hasil penelitian tersebut dapat memberikan gambaran perilaku seks dikalangan remaja.

Survei yang dilakukan Youth Center Pilar PKBI Jawa Tengah di tahun 2004 di Semarang mengungkapkan bahwa dengan pertanyaan-pertanyaan tentang proses terjadinya bayi, Keluarga Berencana, cara-cara pencegahan HIV/AIDS, anemia, cara-cara merawat organ reproduksi dan pengetahuan fungsi organ reproduksi, diperoleh informasi bahwa 43,22 pengetahuan remaja rendah, 37,28% pengetahuan cukup sedangkan 19,50% pengetahuan baik. Disisi lain, perilaku remaja yang berpacaran juga tergambar dari survey yang dilakukan oleh Youth Center Pilar PKBI Jawa Tengah, saling mengobrol 100%, berpegangan tangan 93,3%, mencium pipi/kening 84,6%, berciuman bibir 0,9%, mencium leher 36,1% saling meraba (payudara dan kelamin) 25%, dan melakukan hubungan seks 7,6%. Khusus untuk yang melakukan hubungan seks, pasangannya adalah pacar 78,4%, teman 10,3% dan pekerja seks 9,3%. Alasan mereka melakukan hubungan seks adalah coba-coba 15,5% sebagai ungkapan rasa cinta 43,3%, kebutuhan biologis 29,9% (Yuli dkk,2010).

(4)

lingkungan sekitar, hal ini juga berlaku dalam hal seksualitas remaja. Misalnya variasi remaja di beberapa daerah yakni di Timur Tengah remaja tidak diizinkan untuk berinteraksi dengan lawan jenis bahkan di sekolah, di Rusia remaja menikah lebih awal agar dapat melakukan aktivitas seksual secara sah. Dengan demikian, lingkungan sangat mempengaruhi para remaja sehingga terlibat dalam berbagai jenis pengalaman seks yang berbeda.

(5)

dibangku sekolah.Seks pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan tanpa menikah dan sering berganti pasangan.

Hasil penelitian Ramli Bandi dkk pada tahun 1990 (Susanti,2001), sumber memperoleh pengetahuan tentang masalah seks dari orangtua hanya 1,6 %. Jadi, peran orangtua pada remaja masih kecil sekali. Selain tabu, membicarakan masalah seks dengan keluarga, terutama orangtua masih perlu dikaji lagi, seberapa jauh pengetahuan orangtua mengenai masalah seks yang sehat dan reproduksi. Selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan pada tahun 1991 (dalam Susanti,2001), menjelaskan bahwa dalam mengahadapi remaja perlu adanya peningkatan pengawasan dan bimbingan orang tua terhadap anaknya dengan cara yang bijaksana. Fungsi pengayoman dari orangtua perlu ditegakkan lebih dulu dalam kehidupan keluarga sehari-hari dan pendidikan agama sedini mungkin. Karena masa remaja itu dalam pembentukan diri, kepribadian yang belum stabil, kuatnya pengaruh teman dan sikapnya yang mulai kritis.

Masa remaja menempatkan pada tantangan resiko terhadap berbagai masalah reproduksi dan masalah psikologi. Setiap tahun diseluruh dunia kira-kira 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta terinfeksi penyakit menular seksual yang dapat disembuhkan. Secara global 40% dari kasus infeksi HIV terjadi pada kaum muda yang berusia 15-24 tahun. Resiko kesehatan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, salah satu diantaranya karena kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi (Yuli dkk, 2010).

(6)

ditemukan bahwa di lapangantelah banyak remaja yang melakukan aktivitas seks kepada diri nya sendiri dan terutama bersama dengan pasangannya dan tak sedikit „tempat‟ untuk berhubungan

seks telah disediakan oleh orang-orang tertentu untuk mereka yang ingin melakukan tindakan seks pranikah. Selain penelitian mengenai seksualitas yang masih sedikit jumlahnya, penelitian mengenai remaja di kota Sibolga juga hampir tidak ada yang dituliskan dalam ranah ilmiah. Peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perilaku seks remaja dan menuliskan hasil penelitian tersebut kedalam bentuk tulisan yang berjudul “Seksualitas Remaja di Kota Sibolga”.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah ini akan diuraikan pada pertanyaan penelitian, yakni : (1) Bagaimana perilaku seksual remaja di kota Sibolga?

1.3. Tinjauan Pustaka

Para ahli memiliki berbagai pendapat mengenai satu topik menarik ini yakni mendefinisikan makna remaja, siapa itu remaja. Ada yang mendefinisikan melalui kategori umur, pendidikan, dan perubahan fisik nya. Menurut E.H.Erikson remaja sebagai suatu masa dimana ketakutan dan emosionalitas yang tidak stabil merupakan hal normal (dalam Gunarsa,2003). Selanjutnya menurut E.Spranger remaja merupakan masa dimana seseorang individu sangat membutuhkan pengertian (dalam Gunarsa,2003).

(7)

dan sesudahnya. Masa yang paling indah adalah masa remaja untuk sebagian orang. Masa remaja seakan memiliki ruang tersendiri didalam diri mengenai kebaikan dan keburukan dimasa itu. Serba ingintahu dan memulai banyak hal baru menjadi tantangan dimasa itu, seakan diri status remaja tidak bisa terkontrol mengenai masa peralihan anak-anak menuju tahap dewasa ucap beberapa orang ahli yang memiliki segudang pengertian mengenai siapa itu remaja. Tahap remaja tidak mungkin dapat dihilangkan karena semua orang pasti akan melewatinya. Remaja merupakan jembatan yang menghubungkan anak-anak yang aseksual dengan orang dewasa yang seksual.

Dalam buku nya Psikologi Remaja (Gunarsa,2003). Remaja mengalami perubahan dan perkembangan fisik, namun selain itu remaja juga mengalami hal-hal seperti dibawah ini, yakni :

1. Kegelisahan

Remaja memiliki banyak macam keinginan yang tidak selalu dipenuhi. Disatu pihak ingin mencari pengalaman, karena diperlukan untuk menambah pengetahuan dan keluwesan alam tingkah laku. Remaja ingin tahu segala peristiwa yang terjadi di seperti dilingkungan luas, tetapi tidak berani mengambil tindakan untuk mencari pengalaman dan pengetahuan yang langsung dari sumber-sumbernya.

(8)

3. Berkeinginan besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahuinya, remaja ingin mencoba apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Seperti remaja pria mulai merokok dan remaja putri mulai bersolek mengikuti mode dan kosmetik. Namun dilakukan secara tersembunyi.

4. Keinginan mencoba seringpula diarahkan pada diri sendiri maupun terhadap oranglain. Keinginan untuk mencoba sesuatu yang baru tidak hanya merugikan diri sendiri namun juga orang lain seperti kehamilan.

5. Keinginan menjelajah kealam sekitar pada remaja lebih luas.

6. Mengkhayal dan berfantasi, khayalan dan fantasi pada remaja putera banyak berkisar mengenai prestasi dan karier. Sedangkan pada remaja puteri terlihat lebih banyak sifat perasa sehingga lebih banyak berintika romantika hidup.

7. Aktifitas berkelompok, dari beberapa ciri-ciri remaja sebelumnya memperlihatkan bahwa remaja berusaha mencari jalan keluar dengan cara berkumpul dengan teman sebaya dan melakukan kegiatan bersama seperti menjelajah alam secara berkelompok.

(9)

Seks primer adalah organ yang dibutuhkan untuk reproduksi. Pada wanita , organ reproduksi adalah indung telur (ovaries), tuba falopi, uterus dan vagina;pada pria, testis, penis, skrotum (kantong kemaluan) , gelembung sperma (seminal vesicle) dan kelenjar prostat. Selama masa pubertas organ ini membesar dan mecapai kematangan. Sedangkan seks sekunder adalah sinyal fisiologis kematangan seksual yang tidak berkaitang langsung dengan organ seks yakni membesarnya payudara dan melebarnya bahu pada pria. Karakteristik lain nya adalah perubahan suara dan tekstur kulit, perkembangan muscular, dan pertumbuhan rambut tubuh, wajah, dan ketiak.

Beberapa orang menyatakan bahwa seseorang yang telah mengalami pubertas telah menjadi seorang remaja dan biasanya sudah memiliki status yang berbeda di masyarakat. Namun, pubertas tidak sama dengan remaja karena bagi sebagian kita masa pubertas berakhir jauh sebelum masa remaja selesai (Santrock,2007). Meskipun demikian, masa Pubertas merupakan awal penting yang menandai masa remaja.

Istilah asing untuk menunjukkan masa remaja antara lain : (a) puberteit, puberty, dan (b) adolescentia. Istilah puberty (bahasa inggris) berasal dari istilah latin, pubertas yang berarti kelaki-lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda kelaki-lakian. Pubescence dari kata, pubis (pubic hair) yang berarti rambut (bulu) daerah kemaluan (genital), maka pubescence berarati perubahan yang dibarengi dengan tumbuh nya rambut pada daerah kemaluan (Gunarsa, 2003).

(10)

kematangan seksual yang ditandai dengan perubahan fisik, pubertas pada laki-laki berkembang di tandai dengan kamatangan seksual yang paling menyolok adalah pada perpanjangan penis, perkembangan testis, dan tumbuhnya rambut di wajah. Adapun kematangan seksual pada perempuan terlihat dari tumbuhnya rambut kemaluan dan berkembanganya payudara.

Pubertas adalah salah satu topik menarik yang perlu di bahas ketika kita berbicara mengenai seksualitas, pertumbuhan dan perkembangan fisik remaja dimulai dimasa ini namun pubertas tidak sama dengan remaja. Bagi sebagian diantara kita pubertas berakhir jauh sebelum masa remaja selesai, namun pubertas merupakan awal penting dalam menandai masa remaja. Pubertas adalah sebuah periode di mana kematangan fisik berlangsung pesat, yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh, yang terutama berlangsung di masa remaja awal (Santrock,2007).

Sesuai dengan hasil penelitian Hartuti A. Andrys D. dan Syaiful Fahmi Daili yang dilakukan pada tahun 1989 (dalam Sunanti, 2001) bahwa masalah yang dihadapi pada remaja saat ini terutama pada gadis-gadis ialah “usia datang lebih cepat”, yang dihubungkan dengan usia datangnya haid pertama yang makin muda. Di lain pihak terdapat kecenderungan untuk menikah pada usia relatif lebih lambat. Kedua faktor ini menyebabkan makin panjangnya masa “berbahaya”, sehingga kemungkinan terjadinya hubungan kelamin dengan berganti-ganti

pasangan sebelum menikah lebih besar, kemungkinan terjadinya kehamilan sebelum menikah serta risiko untuk menderita Penyakit Menular Seksual (PMS) bertambah besar pula.

(11)
(12)

Berbagai ilmuwan berpendapat bahwa munculnya menstruasi (menarche) dipengaruhi oleh persentase lemak tubuh dikaitan dengan berat tubuh total. Sejak menarche berlangsung minimal 17 persen berat tubuh perempuan terdiri dari lemak tubuh (Santrock,2007). Laju pertumbuhan berat tubuh remaja kurang lebih menyerupai laju pertambahan berat tubuhnya. Pertambahan berat tumbuh berlangsung bersamaan dengan dimulainya masa pubertas. Lima puluh persen berat tubuh orang dewasa diperoleh di masa remaja. Disamping meningkatnya tinggi dan berat tubuh, masa pubertas juga menimbulkan perubahan pada lebar pinggul dan bahu. Lebar pinggul perempuan bertambah secara pesat, demikian pula lebar bahu laki-laki. Hal tersebut merupakan salah satu hasil dari peningkatan hormon estrogen pada perempuan dan testosteron pada laki-laki.

Pada masa pubertas terjadi kematangan seksual yang terlihat dari tiga tanda yang paling menyolok pada laki-laki adalah perpanjangan penis, perkembangan testis, dan tumbuhnya rambut di wajah. Sedangkan perubahan fisik yang terjadi pada perempuan terlihat dari membesarnya payudara atau tumbuhnya rambut kemaluan. Selanjutnya tumbuhnya rambut di ketiak. Pada laki-laki rangkaian pubertas dapat di mulai di usia 10 tahun atau usia 13 1/2tahun tahun. Rangkaian

(13)

Perempuan memiliki indung telur pada rahim, karna memiliki rahim sehingga perempuan harus menghadapi menstruasi, kehamilan, melahirkan, bahkan menopause. Fakta biologi bahwa menstruasi dan menopause merupakan dua perubahan yang pasti akan dirasakan perempuan. Sedangkan hamil dan melahirkan belum tentu akan dirasakan semua perempuan. Menstruasi merupakan proses biologis yang terkait dengan pencapaian kematangan seks, kesuburan, ketidakhamilan, normalitas, kesehatan tubuh, dan bahkan pembaharuan tubuh itu sendiri. Budaya berbeda, blue print setiap orang pun berbeda, dan respon setiap orang pun berbeda dalam merespon sesuatu termasuk dalam hal ini menarche. Berbagai mitos tentang menstruasi yang terkait dengan kultur suatu masyarakat memiliki implikasi yang luas dalam penataan sosial, khususnya dalam pembentukan dan pelestarian hubungan gender dalam masyarakat (Abdullah,2006).

Menurut Ruth Herschberger, menstruasi merupakan tanda dari kesehatan telur dan uterus yang berlanjut dan tanda dari lancarnya fungsi hormon seks (Abdullah,2006). Ketika masa menstruasi perempuan dalam berbagai kultur masyarakat memiliki berbagai hal tabu untuk dilakukan ketika sedang haid (menarche). Tabu menstruasi menurut Freud merupakan cerminan dari sikap masyarakat yang ambivalen terhadap perempuan yang mengalami menstruasi dianggap kotor dan terkena kekuatan jahat sehingga perlu dijauhi dan karenanya dapat dimanfaatkan untuk kekuasaan politik (Abdullah,2006). Tabu Menstruasi sesungguhnya telah menempatkan perempuan sebagai “orang lain”.

(14)

pertanian. Di Bali kaum perempuan tidak boleh memasuki hutan karena hutan dianggap suci sementara perempuan telah ternodai oleh ada nya darah. Selain berbagai respon dalam berbagai kultur masyarakat terdapat berbagai mitos-mitos terkait dengan menstruasi, yakni: menstruasi adalah kotor, membahayakan hubungan seks, kutukan tuhan, menggangu keteraturan sosial, menggangu kesehatan, tanda dari inferioritas perempuan, pengecualian dari suatu kebiasaan dan lain-lain (Abdullah,2006). Di Papua New Guinea seorang perempuan ditempatkan di luar dusun pada saat menstruasi di dalam suatu rumah yang di bagun oleh perempuan dan tidak boleh didekati oleh laki-laki. Kepercayaan tentang roh jahat yang dibawa oleh perempuan menjadi suatu keyakinan tentang sifat buruk dari menstruasi dan perempuan yang mengalaminya. Namun secara medis seorang yang mengalami menstruasi adalah seseorang yang membutuhkan makanan bernutrisi karena ia harus menggantikan sel darah yang hilang pada saat menstruasi berlangsung. Berbagai persoalan yang muncul menentang proses biologis ini tentunya menunjukkan proses sosial yang terkena atau dialami perempuan akibat kesalahan konsepsional yang akut dalam masyarakat. Berbagai bentuk pengucilan terjadi pada saat perempuan mengalami menstruasi. Dari sudut pandang lain, menstruasi merupakan penanda kedewasaan bagi perempuan, saat dimana seorang perempuan mulai memilih hak untuk terlibat dalam pembicaraan, lebih bebas berbicara, boleh memiliki sesuatu, dan juga memiliki sumber otoritas yang secara inheren merupakan ancaman bagi kekuasaan laki-laki.

Video etnografi yang di unggah ke internet dalam situs youtube oleh akun „pusat humaniora‟ menambah referensi mengenai budaya masyarakat dalam menolak keberadaan

(15)

dirumah, perempuan Muyu di asingkan ke pondok kecil seperti kamar kecil yang terbuat dari kayu dan rumbia sebagai atap nya, pondok ini harus jauh dari rumah tempat tinggal si perempuan. Beberapa hari sebelum dan atau saat persalinan berlangsung, suami perempuan muyu tidak boleh berada di pondok untuk menyaksikan persalinan istri nya, suami harus berada diluar pondok yakni beberapa meter dari pondok untuk menyaksikan persalinan isteri nya dari kejauhan. Masyarakat Muyu meyakini apabila perempuan Muyu melahirkan dan menstruasi didalam rumah akan membawa bencana bagi anggota rumah tersebut seperti datangnya penyakit dan bahkan kematian, apabila perempuan Muyu melakukan persalinan dirumah seorang pemburu maka diyakini bahwa kesaktian berburu pemilik rumah tersebut akan hilang, apabila perempuan yang sedang menstruasi datang ketempat jualan (pasar) diyakini bahwa barang dagangan mereka tidak akan laku. Perempuan menstruasi dan baru melahirkan membawa hawa kotor (supranatural) yang kurang baik.

Tiap-tiap remaja memiliki budaya seksual yang berbeda-beda. Dibandingkan di budaya-budaya lain, di Amerika Serikat seksualitas sering kali melibatkan ketegangan antara orangtua dan remaja. Ketegangan antara orang tua dan remaja mengenai seks, lebih besar di Amerika Serikat di bandingkan di Jepang karena para remaja AS memiliki kecenderungan lebih besar untuk melakukan aktivitas seksual dan arena aktivitas seksual juga mangandung makna sosial tertentu seperti meningkatkan status bagi laki-laki (Lola,1997).

(16)

mereka memiliki kecemasan yang tinggi terhadap seksdan menganggap tubuh mereka kurang berkembang dan kurang menarik (Lola, 1997).

Permasalahan bagaimana pubertas terjadi pada tubuh (fisik) individu remaja juga menarik perhatian ilmu Antropologi. Mengutip dari jurnal Biokultural yang membahas mengenai kesehatan reproduksi oleh Pinky Saptandari yang berkaitan dengan makna tubuh yakni mengatakan bahwa “Antropologi memiliki minat yang kuat dalam kajian tentang tubuh dalam

konteks fisikdan budaya, khususnya simbolisme tubuh. Tubuh menyediakan tema mendasar bagi semua simbolisme, bahwa tubuh adalah suatu simbol alamiah. Simbol alamiah yang berasal dari tubuh membuat pemaknaan sosial, dan setiap budaya membuat seleksinya sendiri dari wilayah simbolisme tubuh.

Terkait pada pembahasan mengenai „tubuh‟ sebagai simbolis, sebuah tulisan turut

memberikan pemikiran mengenai tubuh yakni yang berjudul “Antropologi Feminisme dan Polemik Seputar Tubuh Penari Perempuan Jaipongan Menurut Perspektif Foucault” oleh Imam Setyobudi dan Muhklas Alkaf “ menyatakan bahwa:

tubuh perempuan pada polemik goyang heboh tari Jaipongan menduduki posisi ranah publik, dalam hal ini tubuh perempuan bukan semata gejala privat. Sementara itu, tubuh laki-laki justru „anonim‟ atau „absen‟ meski konteks budaya yang ada-budaya patriarki. Keabsenan tubuh laki-laki menempatkan posisi aman agar tidak penting dibicarakan. Laki-laki konsumer melahirkan budaya konsumen yang kental ideologi patriarki. Tubuh laki-laki bukan sesuatu hal yang perlu dikontrol, melainkan menyetir sehingga mengendalikan tubuh perempuan.

(17)

mendiskusikannya dengan bebas terbuka, maka para ahli bahasa dan ilmuwan pun membuat seks ini menjadi ilmiah dengan menambahkan akhiran “-tas” dan “-logi” menjadi “seksualitas” dan “seksologi”, sehingga jadilah seksualitas adalah untuk dibahas dan didiskusikan.

Para remaja memiliki rasa ingin tahu yang tidak habis-habisnya mengenai misteri seks. Defenisi kerja dari WHO 2002 (dalam Argyo,2013) bahwa seks mengacu pada sifat-sifat biologis yang mendefenisikan manusia sebagai perempuan ataupun laki-laki. Kata seks sering dipergunakan dalam 2 (dua) hal, yaitu :

1. Aktifitas seksual genital, yaitu hubungan fisik antar dua individu (aktifitas seksual genital)

2. Sebagai lebel gender (jenis kelamin). Seks lebih berkonotasi kepada badani dan biologis perempuan dan laki-laki yang sering disebut jenis kelamin.

(18)

Ada pendapat yang menyebutkan bahwa dasar pemikiran yang menjembatani dorongan seksual dengan lingkup sosial; Pertama dengan siapa kita berinteraksi/ status orang lain yang sedang berinteraksi bersama kita; waktu dan tempat kita melakukan interaksi; apa yang dilakukan dalam interaksi tersebut dan tujuan melakukan interaksi. Kedua, lakon dorongan seksual dapat diperankan pada kesempatan yang akan datang, yaitu apa yang akan kita lakukan secara seksual;narasi yang kita ciptakan dan komposisi beberapa aktor yang akan kita libatkan, serta tindakan dan konteks yang sesuai dengan tujuan seksual kita. Ketiga, lakon seksual dapat dijadikan sebagai sebuah kerangka untuk memanggil kembali kenangan yang sudah lalu;siapa yang berada disana pada saat itu, kapan dan bagaimana peristiwa seksual itu terjadi dan apa yang kita lakukan serta mengapa kita melakukannya (Lola,1997).

Namun adanya dorongan seksual dalam diri masing-masing orang tentu melibatkan respon yang berbeda-beda pula pada masing-masing individu dalam menanggapi dorongan seksual itu sendiri. Beberapa perempuan masih merasa terpaksa melakukan hubungan seksual untuk memenuhi tuntutan dan menyenangkan pasangannya, walaupun perempuan itu merasa lelah, stress atau tidak berada dalam suasana hati yang tepat. Dalam sebuah studi lintas budaya menemukan bahwa perempuan berada dalam situasi tersebut karena; (1) tidak tahu bagaimana mengatakan tidak; (2) merasa itu merupakan kewajiban untuk menyenangkan pasangan laki-laki; (3) untuk menghindari pertengkarang; (4) untuk memelihara hubungan baik; (5) memberikan perasaan memiliki kekuasaan dan kesenangan kepada pasangan laki-laki; (6) tidak mau dicap sebagai yang dingin (figrid); dan (7) harus berprokreasi (Lola,1997).

(19)

perkembangan remaja. Seksualitas dianggap sebagai hal sakral yang tidak dapat di bicarakan seperti membicarakan fiksi, puisi atau makanan, karena seksualitas mengandung daya tarik, gairah, nafsu, keinginan dan kelanjutan. Membicarakan seksualitas merupakan hal tabu, aib dan berbahaya.

Dalam sudut pandang Antropologi dan ilmu sosial, luasan jangkau studi seksualitas mencakup : (1) tindakan seksual yang dapat diamati secara empirik (setidaknya secara prinsip) (2) apa yang di lakukan sekelompok orang secara seksual terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain : (3) bagaimana menampilkan diri secara seksual : (4) bagaimana secara seksual bertindak tentang hal-hal seksual (Lola, 1997).

Dorongan seksual berkaitan dengan gairah seseorang. Tidak banyak berbeda dengan teori mengenai makna dan konstruksi seksualitas, dorongan seksual itu sendiri juga di konstruksikan dalam sejarah dan kebudayaan dalam kapasitas kelembagaan. Secara tradisional dorongan seksual di asumsikan bersifat alamiah, terjadi dengan sendirinya, heteroseksual dan universal, serta diatur dan diinterpretasikan sebagai suatu aktifitas sosial diperdebatkan bahwa tidak ada yang alamiah dan nyata mengenai hubungan seksual. Ada orang yang tidak ingin melakukannya, atau ada orang yang pernah melakukannya, tidak menyukainya, dan tidak ingin mengulangnya kembali (Lola,1997).

(20)

Greenblat, dan Kimmel bahwa “Manusia tidak pernah berhenti mengaitkan makna respon atau dorongan seksual yang mereka alami dalam setiap peristiwa hubungan seksual yang konteks sosial” (dalam Lola,1997).

Salah satu perilaku seksual yang dilakukan manusia adalah masturbasi. Masturbasi merupakan salah satu perilaku seksual dan cara orang mengungkapkan seksualitasnya. Menyentuh, meraba, dan mempermainkan alat kelamin tubuhnya sendiri yang memberikan perasaan nikmat sampai mencapai klimaks. Ini bisa dilakukan seorang diri atau dengan pasangan seksual. Namun masturbasi merupakan salah satu perilaku menyimpang bagi beberapa kelompok masyarakat.

Perubahan organ-organ reproduksi yang makin matang pada remaja, menyebabkan dorongan dan gairah seksual remaja makin kuat dalam dirinya. Banyak media massa, seperti internet, televisi, koran atau majalah yang menyampaikan informasi secara bebas kepada masyarakat umum, termasuk remaja. Sementara itu, menurut Piaget, walaupun remaja telah mencapai kematangan kognitif, namun dalam kenyataannya mereka belum mampu mengolah informasi yang diterima tersebut secara benar. Akibatnya perilaku seksual remaja, seringkali tidak terkontrol dengan baik. Mereka melakukan pacaran, kumpul kebo, seks pra-nikah atau mengadakan “pesta seks” dengan pasangannya, yang menyebabkan hamil muda, timbulnya

penyakit menular dikalangan remaja. Untuk itu peran sekolah, orang tua, media massa maupun pemerintah adalah memikirkan dan membuat program pendidikan seksual untuk remaja (dalam Dariyo,2004).

(21)

masturbasi. Bahasa prokem yang dipakai untuk istilah tersebut antara lain “nyabun” (memakai sabun) “ngocok” (mengocok) “lakon” “swalayan” atau Halo-halo Bandung” bagi laki-laki. Bagi perempuan, antara lain dikenal dengan istilah “Dolanan Gedang” (bermain dengan pisang).

Penggunaan istilah itu dimaksudkan untuk menggambarkan alat bantu dan jenis aktivitas saat melakukan aktivitas seksual. Bahasa sandi mereka gunakan agar terlihat bahwa seks tidak dilihat sebagai masalah vulgar. Dalam pemahaman mereka, aktivitas masturbasi mempunyai efek dibidang kejiwaan, seperti rasa bersalah, berdosa, cemas, menjadi pendiam, suka menyendiri, melamun dan berkhayal (Susanti, 2001).

Seksualitas remaja berkaitan dengan berbagai aspek lain dari perkembangan remaja, termasuk perkembangan fisik dan pubertas, perkembangan kognitif, diri dan identitas, gender, keluarga, kawan-kawan sebaya, sekolah dan budaya. Seksualitas di alami dan diungkapkan dalam pikiran, khayalan, gairah, kepercayaan, sikap, nilai, perilaku, perbuatan, peran, dan hubungan. Namun tidak semuanya dapat dialami dan diungkapkan. Seksualitas dipengaruhi oleh interaksi antar faktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi, politik, budaya, etika, hukum, sejarah, religi, dan spiritual.

(22)

bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti sentuhan, pelukan, ataupun perilaku seperti isyarat, gerak tubuh, cara berpakaian, dan perbendaharaan kata, termasuk pikiran, pengalaman, nilai, fantasi, emosi. Menurut Argyo seksualitas manusia (human sexsuality) merupakan topik yang kompleks dan sensitif. Ruang lingkupnya meliputi perilaku, sikap, kepercayaan, nilai-nilai dan norma, orientasi dan sebagainya. Sifatnya sensitif karena menyangkut hal-hal yang bersifat sangat pribadi (Argyo,2013).

Dalam satu budaya, hubungan seksual bisa bermakna sebagai sumber kesenangan dan kunci pada pemujaan seni erotis, tetapi dalam budaya lainnya seks justru merupakan sumber bahaya, tabu, dan aib. Hal ini membuat seksualitas selain bersifat rasional, juga merupakan suatu kategori sosial yang kemudian memiliki implikasi tertentu, membatasi dan mengontrol individu dalam masyarakat.

Sejarah seksualitas bukan sejarah representasi seksualitas, melainkan sejarah aliran perilaku. Percakapan tentang seks dibatasi, wacana tentang seks semakin banyak beredar. Dalam konstruksi sosial masyarakat orientasi dan kegiatan yang di anggap “tidak lazim” “menyimpang”

(23)

dengan orang lain yang tidak disukai, dan pelaku kekerasan budaya adalah keluarga (76,4%) dan teman (26,9%).

Dalam rangka studi seksualitas ini, dipilih dua pendekatan yaitu pendekatan kebudayaan dan pendekatan struktural-fungsionalisme. Pemilihan dua pendekatan ini didasarkan atas studi ini sendiri, yaitu tentang perilaku seksualitas untuk memahami mempelajari dimensi masyarakat yakni remaja mengenai perilaku seksual remaja yang berjudul “Seksualitas Remaja di Kota Sibolga”. Perbedaan antara pilihan seksual dan tingkah laku seksual tergantung pada perbedaan

lingkungan alam dan kebudayaan. Faktor seksualitas tidak hanya ditentukan oleh kematangan biologis saja, tetapi faktor kebudayaan dan lingkungan sangat besar pengaruh nya dalam menentukan perilaku seksual. Berdasarkan konteks kebudayaan dalam membentuk perilaku seksual individu-individu penyandang kebudayaannya, maka perlu dianalisis bagaimana interpretasi perilaku seksual dilihat berdasarkan pendekatan kebudayaaan. Berbicara tentang perilaku seksual menurut kebudayaan maka unsur pengetahuan merupakan dasar utama pada perilaku seksual individu.

(24)

melainkan konstruksi sosial yang telah membentuk dorongan seksual. Lebih lanjut Lola Wagner menekankan bahwa penelitian atau pembahasan mengenai seksualitas secara khusus perlu memperitimbangkan faktor siapa, dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana dorongan seksual itu tercipta.

Konstruksi seksualitas remaja dalam kebijakan terkait yaitu Undang-Undang (UU) Kesehatan RI No.36 Tahun 2009, meskipun tidak menyebutkan pencegahan terhadap seks pranikah, namun menyebutkan bahwa pemeliharaan kesehatan remaja ditujukan untuk mempersiapkan menjadi orang dewasa yang sehat dan produktif, baik sosial maupun ekonomi (pasal 136 ayat 1), dan dilakukan agar remaja terbebas dari berbagai ganguan kesehatan yang dapat menghambat kemampuan menjalani kehidupan reproduksi secara sehat (ayat 2).

Beberapa ahli memiliki beberapa pendapat untuk melihat remaja ditinjau dari beberapa pendekatan, yakni (dalam Gunarsa,2003) :

(1). Pendekatan Psikobiologis

Pendekatan ini mengutamakan pola tingkah laku. Arnold Gesell sependapat dengan Stanley Hall yang mengemukakan pendekatan ini , bahwa dari hasil penelitiannya telah dibuat daftar tingkah laku yang merupakan ciri khas dari beberapa kategori umur tertentu. Dengan daftar tersebut dapat dilihat apakah pola tingkah laku seorang anak sesuai dengan perkembangan anak lain yang sebaya atau sebaliknya tidak sesuai. Atau mungkin pola tingkahlaku sama dengan anak-anak yang lebuh tua sehingga dapat dikatakan bahwa anak tersebut telah mengalami proses perkembangan yang lebih cepat daripada anak sebayanya.

(25)

Beberapa ahli yang telah meneliti sekelompok remaja dalam satu kelompok budaya, seperti Margareth Mead melihat adanya upacara ritual khusus berhubung dengan peristiwa datangnya haid pertama pada beberapa kebudayaan di kepulauan tertentu, hal tersebut ternyata sama sekali tidak ditemukan pada kebudayaan lainnya. Sedangkan kebudayaan di beberapa tempat menganggap peristiwa tersebut sebagai suatu kejadian biasa. Sedangkan Ausubel berpendapat bahwa pandangan biologis sebagai dasar yang menentukan perkembangan masa remaja kurang memuaskan. Sudah jelas pada masa itu timbul banyak persoalan dan pertentangan. Persoalan yang dapat atau tidak dapat di elakkan sesuai dengan corak kebudayaan

(3). Pendekatan Psikoanalitis

Aliran psikoanalisa yang lama menganggap masa remaja sebagai suatu masa dimana kebutuhan dan aktivitas seks timbul lagi setelah mengalami masa laten dengan penekanan terhadap segala aktivitas seksual. Bertambahnya timbul rasa takut dan emosionalitas yang tidak stabil. Pendekatan ini menyatakan bahwa tugas dalam masa remaja adalah memperoleh kembali keseimbangan-keseimbangan antara ekspresi dan kebutuhan seksual, antar hambatan lingkungan terhadap ekspresi ini dan kemungkinan yang diberikan oleh realitas dan hati nurani seseorang.

(26)

perilaku, klinis dan kultural. Lebih lanjut Argyo menjelaskan bahwa dimensi biologis tersebut meliputi bentuk anatomi organ seks hingga fungsi dan proses-proses biologi yang menyertai nya. Faktor biologi ini mengontrol perkembangan seksual dari konsepsi sampai kelahiran dan kemampuan bereproduksi setelah pubertas. Dimensi psikososial meliputi faktor psikis yakni emosi, pandangan, dan kepribadian yang berkolaborasi dengan faktor sosial yaitu bagaimana manusia berinteraksi dengan lingkungannya secara seksual. Dimensi klinis seksualitas memberikan solusi terhadap masalah seperti kecemasan, depresi, konflik dalam hubungan dan masalah-masalah lain yang dapat menghambat tercapainya kebahagiaan seksual. Dimensi kultural seksualitas berkaitan dengan aturan yang ada dimasyarakat dalam hal ini, terdapat banyak aturan seperti nilai dan norma didalam masyarakat. Misalnya ada „moral‟ yang dikaitan

dengan masalah seksualitas berbeda dari satu budaya ke budaya lain, dari masa ke masa. Sehingga berbagai perubahan perilaku terutama perilaku seksual di Indonesia tidak lepas dari dimensi kultural ini.

Berbicara mengenai manusia juga berbicara mengenai perilaku. Manusia berperilaku, perilaku itu sendiri merupakan sesuatu yang dapat dilihat dari hasil „budayanya‟. Agar

mendeskripsikan budaya (blueprint) seseorang dapat di observasi dari „perilakunya‟. Menurut Skinner (dalam Notoadmojo,2010) perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas seperti berjalan, berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya.

(27)

memaparkan perilaku seksual dari berbagai aspek yakni dari berbagai pendapat para ahli yang sudah melakukan penelitian mengenai perilaku seksual.

Perilaku seksual adalah perilaku yang timbul sebagai akibat dorongan seksual dalam diri seseorang. Perilaku seksual adalah perilaku yang didasari dorongan seksual atau kegiatan untuk mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku (Feldman dan Parrot). Perilaku seksual merupakan segala perilaku yang didasari oleh dorongan seksual dan berhubungan dengan fungsi reproduktif atau yang merangsang sensasi reseptor yang terletak pada atau disekitar organ-organ reproduktif dan daerah-daerah erogen untuk mendapatkan kenikmatan atau kesenangan seksual terutama orgasme, membatasi dan mengatur perilaku (Lola, 1997).

Perilaku seks pada remaja, adalah segala bentuk perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sejenis. Bentuk-bentuk seksual bermacam-macam, mulai dari tertarik hingga pada tingkah laku berfantasi, berkencan, bercumbu, dan bersenggama (Basri dalam Yuli dkk,2010).

Menurut Kinsley (dalam Susanti,2001) perilaku seksual meliputi empat tahap sebagai berikut :

1. Bersentuhan (touching) mulai dari berpegangan tangan sampai berpelukan

2. Berciuman (kissing) mulai dari ciuman singkat hingga ciuman bibir yang mempermainkan lidah

3. Bercumbuan (petting) menyentuh bagian sensitive dari tubuh pasangan dan mengarah pada pembangkitan gairah seksual

(28)

Tahapan perilaku seksual pada dasarnya beragam antar pada tiap-tiap individu, namun secara khusus dapat di identifikasikan bahwa tahapan perilaku seksual yang dilakukan individu merupakan suatu rangkaian perilaku yang makin tinggi tahapan perilakunya maka mempunyai nilai keintiman yang semakin tinggi pula.

Membicarakan dimensi perilaku seksual, sebaiknya kita menghindarkan diri dari menghakimi perilaku seksual orang lain dengan menggunakan nilai dan pengalaman diri sendiri. Istilah „normal‟ seringkali dilabelkan kepada apa yang kita sendiri lakukan dan rasakan nyaman, sedang „abnormal‟ diartikan‟ sebagai apa yang dilakukan oleh orang lain yang berbeda atau

terasa ganjil bagi kita.

Dari fenomena LGBT yang semakin banyak dibahas dan diungkapkan,di beberapa kota di Indonesia „waria‟ sudah memiliki ruang tersendiri di masyarakat walaupun terdapat berbagai

kontroversi mengenai eksistensi nya. Kembali mengutip dari tulisan Argyo (2013) : Perlu diingat bahwa ada budaya -budaya yang mengakui adanya lebih dari dua gender. Budaya Indonesia modern, misalnya dapat dipandang sebagai mengakui adanya tiga gender, yaitu jantan, betina, dan banci.

Menurut L.Green, faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku seksual antara lain (Notoatmodjo,2003):

(29)

2. Faktor-faktor penyebab (enabling factors), yaitu faktor-faktor yang mendahului perilaku yang memungkinkan sebuah motivasi untuk direalisasikan, yaitu antara lain ketersediaan sumberdaya kesehatan, keterjangkauan sumberdaya kesehatan, dan keterampilan tenaga kesehatan

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yaitu faktor-faktor yang mengikuti sebuah perilaku yang memberikan pengaruh berkelanjutan terhadap perilaku tersebut, dan berkonstribusi terhadap persistensi atau penanggulangan perilaku tersebut.

Namun sering kali seks dianggap menjadi masalah bagi remaja, karna beberapa lingkungan sekitar remaja mangatur bahkan melarang tindakan seks. Seks dianggap pembawa masalah jika si remaja terjun ke dalam nya yakni dunia seks, seks dijadikan hal yang tabu bagi remaja bahkan hanya membahas mengenai seks dianggap sebagai perbuatan yang kotor. Manusia di atur oleh skenario yang telah dibuat oleh masyarakat, dan tentunya siapa saja termasuk remaja harus mengikuti aturan di mana ia berada.

Seks dianggap hal buruk dan kotor, sehingga membuat remaja seakan berusaha menutup diri dari seks namun mengalami gejolak dalam diri. Berbagai kontrol kebudayaan mengatur persoalan mengenai apa yang di tolak dan apa yang diterima seseorang khususnya yang berkenaan dengan seks. Jenis-jenis tindakan seks yang dianggap sebagai “ditentang” amat bervariasi dari satu kebudayaan dengan kebudayaan lain.

(30)

mengikuti kehendak seks yang membuat diri nya jatuh kedalam berbagai persoalan seperti misalnya :

Kehamilan Remaja

Para remaja perempuan yang hamil dapat berasal dari berbagai kelompok etnik dan tempat yang berbeda-beda, namun lingkungan kehidupan mereka menimbulkan tekanan yang sama. Dalam berbagai hasil penelitian, terjadi peningkatan kehamilan remaja dan jumlah kehamilan remaja ini sangat tinggi. Jika seorang remaja hamil ketika masih berada dibangku sekolah, maka hal ini menjadi masalah besar dalam hidupnya. Kehamilan di masa remaja membuat remaja tidak bisa melanjutkan sekolahnya dan kehamilan membuat remaja tidak memiliki masa depan. Kehamilan remaja juga tentu tidak dengan mudah diterima oleh masyarakat dilingkungan sekitar nya, remaja mungkin saja akan dikucil kan dan tidak memiliki ruang untuk bergaul dengan rekan sebaya nya.

Aborsi

(31)

sementara beberapa lainnya dnyatakan hamil dan melahirkan, sementara beberapa lainnya hamil dan menjalani aborsi. Para remaja perempuan yang melakukan aborsi memperlihatkan penurunan kecemasan dan peningkatan harga-diri dari awal remaja memiliki hasil tes negatif atau yang hamil sampai melahirkan. Mereka juga cenderung tetap melanjutkan sekolah dan lulus dari sekolah menengah atas dan cenderung tidak mengalami kehamilan lagi (Santrock,2007).

Berbagai persoalan yang di lakukan oleh para remaja dianggap sebagai masalah sosial dalam lingkungan masyarakat. Tidak hanya si remaja yang mengalami kehamilan dan atau menjalani aborsi dan dianggap sebagai masalah. Tentu kedua orangtua dan keluarga mengalami kecemasan yang sama karna kehamilan remaja ini, sehingga beberapa remaja perempuan dan „pacarnya‟ tidak memberi tahu dan menyembunyikan kehamilan nya dari keluarga mereka.

Terlepas dari segala permasalahan yang ditimbulkan oleh seksualitas, namun individu manusia memiliki hak dalam kaitan kehidupan seksual nya yang diuraikan oleh WHO (dalam Argyo,2013)hak-hak seksual menganut hak-hak asasi manusia yang sudah diatur dalam undang-undang nasional, dokumen-dokumen hak asasi manusia international dan penyataan-penyataan consensus lainnya. Hak-hak ini meliputi hak semua orang, bebas dari paksaan, diskriminasi dan kekerasan untuk :

- Mencapai standar kesehatan seting-tingginya, termasuk akses kepada layanan perawatan kesehatan seksual dan reproduksi

- Mencari, menerima dan menyampaikan informasi mengenai seksualitas - Mendapatkan pendidikan seksualitas

- Mempertahankan keutuhan tubuh

(32)

- Menjalani hubungan seksual atas dasar saling sepakat - Menikah atas dasar saling sepakat

- Memutuskan untuk mempunyai anak atau tidak, serta kapan akan mempunyai anak - Menjalani kehidupan seksual yang aman, nyaman, dan nikmat

Penerapan hak-hak asasi manusia ini akan terlaksana apabila ada kerja sama orang-orang yang menghargai hak orang lain. Serta mengetahui apa kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tanpa perlu mengusik atau menggangu hal seksual orang lain. Namun hal ini dipengaruhi oleh berbagai aspek terutama nilai dan norma di masyarakat.

(33)

Perilaku seksual dapat menyebabkan seseorang menerima penyakit dari pasangan nya atau terjadi infeksi menular saat melakukan tindakan seksual. Infeksi menular seksual atau sexually transmitted infection (STI) ditularkan melalui kontak seksual. Kontak ini tidak terbatas pada hubungan seksual namun juga kontak genital-oral dan kontak genital-anal.diantara infeksi menular seksual yang banyak dialami remaha, terdapat 3 STI yang disebabkan oleh virus yakni AIDS (acquired immune deficiency syndrome), herpes henital, dan kutil genital. Selain itu ada 3 STI yang disebabkan oleh infeksi bakterial yakni gonorrhea, sifilis, dan Chlamydia.

AIDS

AIDS adalah infeksi yang ditularkan secara seksual yang disebabkan oleh sebuah virus yang disebut human immunodeficiency virus (HIV), yang mengahncurkan sistem kekebalan tubuh. Setelah individu terkena HIV, individu rentan terhadap kuman yang dapat menghancurkan sistem kekebalan tubuh. Para ahli menyatakan bahwa AIDS hanya dapat ditularkan melalui kontak seksual, menggunakan jarum suntik yang sama, atau tranfusi darah (akhir-akhir ini telah dimonitor secara ketat). Sekitar 90 persen kasus AIDS ydi Amerika Serikat terjadi di antara para laki-laki yang melakukan hubungan seks dengan sesama laki-laki dan pengguna obat-obatan terlarang melalui suntikan intravena. Penite-anal sex memiliki risiko yang lebih tinggi bagi robeknya jaringan mikroskopik dan kontak darah-mani. Data yang ada memperlihatkan peningkatan secara tidak seimbang jumlah perempuan heteroseksual yang memiliki pasangan seksual atau pengguna obat terlarang melalui suntikan. Peningkatan ini memperlihatkan bahwa risiko AIDS dapat meningkat di antara individu-individu heteroseksual yang telah memiliki banyak pasangan seksual atau gonta-ganti pasangan (Santrock,2007).

(34)

Penyakit ini adalah infeksi yang ditularkan secara seksual dan disebabkan oleh keluarga besar virus dengan berbagai jenisnya, penyakit yang ditularkan secara non seksual seperti sariawan mulut, cacar air, dan mononucleosis.. Tiga hingga lima hari setelah terjadi kontak, dapat timbul rasa gatal dan geli, yang kemudian diikuti oleh munculnya luka yang melepuh dan terasa sakit. Serangan tersebut dapat berlangsung selama tiga minggu dan dapat muncul kembali secara teratur misalnya setelah selang beberapa minggu atau secara tidak teratur misalnya setiap selang beberapa tahun.

Kutil Genital

Kutil genital disebabkan oleh human papillomavirus (HPV), yang sulit di uji dan tidak selalu menghasilkan gejala meskipun sangat menular. Kutil genital biasanya terlihat kecil, keras, berbentuk benjolan yang tidak terasa sakit di penis, di daerah vagina, atau di daerah anus.

Selanjutnya ada 3 jenis STI yang disebabkan bakteri, yakni : Gonorrhea

Gonorrhea adalah salah satu jenis STI yang umumnya disebut sebagai „kencing nanah‟.

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yang disebut Neisseria gonorrhoeae, yang menyerang selaput membran basah yang terdapat di dinding mulut, tenggorokan, vagina, serviks, uretra, dan saluran anus. Bakteri tersebut tersebar melalui kontak antara membran basah yang telah terinfeksi dari seorang individu dengan individu lainnya.

Syphilis

(35)

dan hangat untuk menjaga kelangsungan hidupnya, dan ditularkan melalui kontak penis-vagina, oral-genital, atau anal. Spirochete juga dapat ditularkan perempuan hamil ke janinnya setelah bulan ke empat kehamilan.

Chlamydia

Chlamydia adalah salah satu jenis STI yang paling banyak di jumpai, dinamakan Chlamydia trachomatis, sebuah organisme yang menyebar melalui kontak seksual atau infeksi di organ genital pada laki-laki dan perempuan. Namun banyak perempuan yang terjangkit penyakit ini tidak menampilkan gejala-gejala, namun apabila infeksi terus berlangsung tanpa penanganan maka Chlamydia akan meluas hingga ke sistem reproduktif di dalam tubu fallopi yang dapat mengakibatan infertilitas atau kehamilan di mana telur yang tidak subur tertanam diluar rahim. Seperempat perempuan yang mengalami infertilitas dapat menjadi mandul.

Pelayanan kesehatan reproduksi sering dikaitkan dengan demografi dan keluarga berencana. Secara teori (Hanafi dalam Lola,1997), komponen pelayanan yang diberikan Program Keluarga Berencana di Indonesia tidak terbatas hanya pada pelayanan persalinan tetapi mencakup :

(1). Komunikasi, informasi, dan edukasi yang diberikan melalui media massa, kelompok, perorangan, dan media.

(2). Konseling

(3). Pelayanan kontrasepsi (4). Pelayanan infertilitas (5). Pendidikan seks

(36)

(7). Konsultasi genetik (8). Tes keganasan (9). Adopsi

Perilaku seksual di dalam lingkungan masyarakat, seakan diatur sesuai dengan skenario yang dibuat oleh masyarakat itu sendiri. Individu harus berperilaku sesuai dengan aturan yang dibuat oleh lingkungan sekitarnya. Mengutip dari tulisan Argyo (2013) Seksualitas memiliki aturan-aturan dimasyarakat yang merupakan bentuk ekspresi masyarakat dalam mengatur konstruksi sosial, yang berarti dalam hal ini masyarakat itu sendiri yang mengorganisir dan mengatur seksualitas dalam berbagai hal dan ternyata masyarakat juga yang menjadikan seseorang „seksualis‟ yakni karena berbagai hal, yakni:

a. Kinship/ Family system (sistem keluarga)

Merupakan aturan sosial yang mengatur hubungan seks antar saudara dan perkawinan (yang diperbolehkan dan dilarang) misalnya hubungan seks antara saudara (incest), perkawinan antar saudara hal yang ditabukan.

b. Perubahan ekonomi dan sosial

Industrialisasi dan urbanisasi mempengaruhi sikap dan perilaku seksual misalnya keramahtamahan, kekeluargaan dikota besar dibandingkan di pedesaan mempunyai pola yang berbeda karena pengaruh pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi yang pesat.

(37)

Intervensi dalam kehidupan seksual mencerminkan neraca arus sosial dan kekuatan politis. Pada tahun 1960 an kebebasan seksual dan liberalism dan tahun 1980an memunculkan hak-hak yang baru termasuk kemunduran moral dan konservatisme seksual.

d. Kultur dan Identitas Perlawanan

Suatu sejarah perlawanan dan oposisi ke kode moral yaitu aktifitas perjuangan sosial dan yang tidak dikenakan identitas seksual pada kelompok minoritas sosial misal: subkultural homoseks pasa abad pertengahan sehingga membentuk populasi tertentu, berubahnya peraturan pada tahun 1988 tentang batas usia dewasa dari usia 18 tahun menjadi 21 tahun.

Selanjutnya Argyo menekankan bahwa „seksualitas‟ itu sendiri terdiri dari:

1). Identitas seksual (seks-biologis)-nya, berupa gradasi kejantanan atau kebetinaan. 2). Perilaku (peran) gendernya (baik sebagaimana ditentukan oleh budayanya ataupun

berupa pilihannya sendiri yang bertentangan dengan budayanya itu).

3). Khusus pada masyarakat-masyarakat modern, orientasi (preferensi) seksualnya (baik itu sesuai dengan ketentuan dan budayanya maupun menyimpang dan ketentuan itu).

(38)

atau masing-masing akan menikah dengan orang lain. Menurut seksolog Ronosulistyo (dalam Faturochman,1992) remaja merupakan kelompok rentan terhadap rangsangan seksual. Lebih lanjut Ronosulistyo menguraikan faktor-faktor yang menyebabkan remaja melakukan hubungan seksual pranikah, yakni usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, kelas sosial, ketidakhadiran orangtua, dan hubungan pacaran (afeksi).

Pria lebih cenderung lebih permisif terhadap perilaku seksuali pranikah dibandingkan wanita (Faturochman,1992). Dalam penelitian Roche menemukan bahwa pria lebih mementingkan keintiman fisik tanpa memperhatikan keterlibatan emosional dalam hubungan heteroseksual. Sedangkan wanita lebih mementingkan kualitas hubungan sehingga pada wanita keterlibatan emosional mempengaruhi tingkat penerimaan keintiman fisik yang dilakukan pasangannya.

Seksualitas berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan, salah satu nya „perilaku seksual‟

(39)

Simbol alamiah yang berasal dari tubuh membuat pemaknaan sosial, dan setiap budaya membuat seleksinya sendiri dari wilayah simbolisme tubuh.

Selanjutnya hubungan tubuh dengan kesehatan mengutip pemikiran Michael Winkelman, dalam buku Culture and Health: Applying Medical Anthropogy tahun 2009:8-9 (dalam Pinky,2012) dapat dipelajari pemikiran kritis antropologi kesehatan (medical anthropology), tentang pentingnya pemahaman budaya bagi professional medis. Winkelman menjelaskan bahwa kompetensi budaya pada professional kesehatan merupakan bagian yang penting dalam memberikan layanan kesehatan, di dalamnya termasuk kemampuan untuk memahami rentang faktor budaya yang mempengaruhi kesehatan, termasuk pengetahuan budaya, kesadaran dan kepekaan secara personal.

Winkelman juga menyampaikan bahwa kompetensi budaya pada professional kesehatan merupakan kapasitas kompetensi yang penting secara individual, kelembagaan, dan kebijakan. Kompetensi budaya meliputi beberapa dimensi, antara lain : pengetahuan tentang dinamika budaya secara umum dan relasi lintas budaya; keterampilan beradaptasi dan berelasi lintas budaya; pengetahuan tentang perilaku pada budaya spesifik dan kepercayaan pada kelompok spesifik.

Saparinah Sadli, Ninuk Widyantoro & Rita Serena Kolibonso , dalam buku Ringkasan Studi Pemantauan Status Kesehatan Seksual dan Kesehatan Reproduksi(Pinky,2012) di 6 daerah di Indonesia, menjelaskan temuan sebagai berikut:

(40)

(2) di Jambi ditemukan tidak ada kebijakan khusus mengenai kesehatan reproduksi remaja. Fakta bahwa remaja masih mengalami kesulitas untuk mengalami kesulitas untuk memperoleh akses terhadap informasi dan layanan untuk kesehatan reproduksinya. Kebutuhan remaja akan informasi dan layanan kesehatan reproduksi yang lengkap, tepat, dan benar, tidak bisa dilaksanakan, karena:

(a) nilai-nilai sosial budaya yang masih menganggap tabu untuk membicarakan, menyediakan informasi dan layanan kesehatan reproduksi untuk usia remaja; (b) layanan kesehatan reproduksi yang ada terbatas pada pasangan yang sudah

menikah;

(c) Undang-Undang yang ada belum menyediakan perlindungan hukum untuk bisa merealisasikan layanan kesehatan reproduksi yang dibutuhkan dan tidak diskriminatif, termasuk mereka yang belum menikah dan remaja;

(3) kajian tentang pelayanan aborsi aman di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi dan Depok menunjukkan belum ditangani secara sungguh-sungguh program untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) maupun aborsi aman.

Rekomendasi hasil kajian, antara lain:

(a) pentingnya mendengar suara perempuan. Dimana pemberi layanan harus menghargai setiap keputusan perempuan terhadap tubuhnya. Perempuan yang menjadi korban kehamilan yang tidak diinginkan adalah akibat dari perilaku tidak bertanggung jawab laki-laki;

(41)

menghargai hak pilih perempuan dan hak kesehatan reproduksi perempuan dan tidak semata-mata memenuhi target pemerintah;

(4) gagasan dari Madura dalam tantangan mengatasi kematian ibu menunjukkan bahwa pengambilan keputusan melahirkan dimana dan siapa yang akan menolong kelahiran sebagian besar ditentukan oleh suami dan keluarga. Hanya 10% dari seluruh pengambilan keputusan ditentukan oleh ibu hamil. Penyebab utama adalah karena alasan ekonomi: suami sebagai pencari nafka dan pengambil keputusan sedangkan isteri hanya mengikuti keputusan yang diambil oleh suaminya;

(5) bahwa sebab-sebab dari tingginya kematian ibu tidak hanya dapat dipandang dari segi medis tetapi juga berkaitan dengan sistem manajemen kesehatan perempuan, nilai-nilai budaya yang berlaku, kemauan politik negara untuk menempatkan kesehatan perempuan sebagai isu nasional. Menghapus kematian ibu memerlukan suatu pendekatan multi-disiplin, mengingat bahwa kematian ibu tidak hanya terkait dengan masalah medis, tetapi juga ekonomis dan sosial budaya;

(42)

(7) kebijakan daerah tentang kesehatan setelah desentralisasi msih terfokus pada kesehatan maternal (ibu dan anak), seperti pelayanan ibu hamil, kekurangan gizi, kekurangan yodium. Layanan kesehatan belum menjangkau kesehatan reproduksi seperti: memantau sebab-sebab kematian ibu yang terkait dengan ketidaksetaraan gender, nilai-nilai patriarki, diskriminasi, kekerasan terhadap perempuan dan kemiskinan struktural. Program KB belum diperluas ke dalam pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi, masih fokus pada pencapaian penggunaan kontrasepsi dengan perempuan sebagai target utama, tanpa mengindahkan hak-hak perempuan;

(8) belum dijalankan pelayanan kesehatan reproduksi terpadu seperti pemeriksaan dan pengobatan Infeksi menular Seksual termasuk HIV/AIDS, pelayanan Kesehatan Reproduksi remaja, serta layanan aborsi aman. Termasuk mempertimbangkan faktor non-medis sebagai penyebab masalah kesehatan. Alokasi dana pelayanan kesehatan belum merespons kebutuhan kesehatan perempuan dan kelompok miskin.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

(43)

bagi orang tua, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan semua instansi yang membutuhkan informasi mengenai remaja di kota Sibolga sehingga diharapkan dapat lebih memperhatikan kehidupan remaja dan perlu nya membuat kebijakan khusus guna menangani kehidupan seksual remaja di kota Sibolga terutama dalam kesehatan seksual.

1.5. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menggunakan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kualifikasi lainnya. Spradley (1997) menjelaskan bahwa yang menjadi ciri khas metode etnografi adalah bersifat Holistik-integratif (saling berkaitan dan menyatu). Metode etnografi digunakan agar mampu menghasilkan data-data deskriptif mengenai pengetahuan dan persepsi lokal dalam penanganan persalinan secara tradisional, sehingga eksplorasi data secara mendalam bisa terjaring baik. Dalam penelitian ini ada dua macam data yang akan dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari field research. Adapun cara yang dilakukan untuk mendapatkan data primer yaitu :

a. Observasi

(44)

kota Sibolga secara umum dan mengamati informasi dari cara berbicara, bersikap (tingkah laku), dan bila penting membaui (smell it) yakni mengidentifikasi aroma tubuhnya dan menuangkannya ke dalam bentuk tulisan. Pada saat observasi peneliti harus dapat membangun rapport yang baik dengan informan misalnya dengancara bergaul, mendengarkan curhatan informan, dan mengajak informan untuk menghabiskan waktu atau nongkrong bersamadengan rekan sebaya informan.

b. Wawancara

Burhan Bungin (2007) mengatakan metode wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil tatap muka antara pewawancara dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara (guide interview), dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dalam penelitian ini, teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (depth interview). Namun untuk beberapa informan yang tidak mengetahui bahwa peneliti sedang mengadakan penelitian, peneliti menuliskan pengalaman penelitian peneliti menjadi sebuah cerita (etnography) yang dapat menjelaskan mengenai topik penelitian.

Data sekunder diperlukan untuk mendukung data primer. Pada penelitian ini data sekunder diperoleh melalui analisa data berupa :

(45)

b. Dokumentasi yaitu dengan menggunakan catatan-catatan yang ada di lokasi penelitian (field note).

Referensi

Dokumen terkait

yang Aktual dan Valid Data Statistik tersaji tepat waktu Informasi Pembangunan daerah Sulsel Indikator Pembangunan Ekonomi Sulsel Indikator Pembangunan Sosial Sulsel Profil

perencanaan pembelajaran aplikasi komputer yang telah dilaksanakan peneliti dapat mengartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pengajaran,

Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan rujukan untuk pembuatan genteng keramik (press) yang berkualitas dengan pengaruh pasir Muntilan sebagai bahan campuran..

Siswa3 Translation Exercises dapat membantu untuk mempelajari rumus dan menyusun kalimat sehingga memudahkan dalam mempelajari passive voice. Siswa4 Grammar dan latihan kosa

menurut klasifikasi penyumbang antara nilai yang tercantum dalam Daftar Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye dengan nilai yang tercantum dalam LPPDK. b)

Itu artinya gerak Jogei dalam tari Kondan ini hanya bersifat menghibur yang mana para penari hanya merasa senang telah merayakan keberhasilan dalam penghasilan panen

ActionScript bisa digunakan pada tombol yang kita buat sendiri di flash atau.. digunakan langsung pada

diperoleh formula V dengan komposisi gliserol 100% sebagai formula optimum yang memenuhi persyaratan sediaan gel, memiliki diameter daya sebar 4,18 cm,