• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Temperatur Sintering Terhadap Sifat Fisis dan Magnet dari Mill Scale dengan Aditif FeMo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Temperatur Sintering Terhadap Sifat Fisis dan Magnet dari Mill Scale dengan Aditif FeMo"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Magnet Secara Umum

Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani, magnitis lithos yang berarti batu Magnesian. Magnesia adalah nama sebuah wilayah di Yunani pada masa lalu yang kini bernama Manisa (sekarang berada di wilayah Turki) di mana terkandung batu magnet yang ditemukan sejak zaman dulu di wilayah tersebut. Magnet selalu memiliki dua kutub yaitu kutub utara dan kutub selatan.Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya. Walaupun magnet dapat dipotong-potong sampai kecil, potongan tersebut akan tetap memiliki dua kutub. Pada tahun 1819 diketahui bahwa ada hubungan antara fenomena-fenomena listrik dan magnet. Pada tahun itu seorang sarjana bangsa Denmark Hans Christian Oersted (1770-1851) mengamati bahwa sebuah magnet yang dapat berputar akan menyimpang apabila berada didekat kawat yang dialiri arus. Dua belas tahun kemudian, setelah bertahun-tahun mengadakan percobaan, Faraday menemukan bahwa akan ada aliran arus sebentar dalam sebuah circuit, apabila arus dalam circuit lain didekatnya dimulai alirannya atau diputuskan. Tidak lama kemudian setelah itu diketahui bahwa gerakan magnet menjauhi atau mendekati circuit itu menimbulkan efek yang sama. (Sears, 1963)

(2)

magnet yang sengaja dibuat oleh manusia.Magnet buatan selanjutnya terbagi lagi menjadi magnet tetap (permanen) dan magnet sementara.Magnet tetap adalah magnet yang sifat kemagnetannya tetap (terjadi dalam waktu yang relatif lama).Sebaliknya, magnet sementara adalah magnet yang sifat kemagnetannya tidak tetap atau sementara. Sebuah magnet terdiri atas magnet – magnet kecil yang mengarah ke arah yang sama. Magnet – magnet kecil ini disebut magnet elementer. (Suryatin,2008)

2.2 Medan Magnet

Medan magnet adalah daerah disekitar magnet yang masih merasakan adanya gaya magnet. Jika sebatang magnet diletakkan didalam suatu ruang, maka terjadi perubahan dalam ruang ini yaitu dalam setiap titik dalam ruang akan terdapat medan magnet. Arah medan magnet disuatu titikdidefenisikan sebagai arah yang ditunjukkan oleh utara jarum kompas ketika ketika ditempatkan dititik tersebut. (Halliday & Resnick,1989).

2.3 Macam – Macam Magnet

Berdasarkan sifat kemagnetannya magnet dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

2.3.1 Magnet Permanen

Suatu magnet permanen harus mampu menghasilkan fluks magnet yang tinggi dari suatu volume magnet tertentu, stabilitas magnetik yang baik terhadap efek temperatur dan waktu, serta memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh demagnetisasi.Pada prinsipnya, suatu magnet permanen haruslah memiliki karakteristik minimal dengan sifat kemagnetan remanen, Br dan koersivitas intrinsik, Hc serta temperatur Curie, Tc yang tinggi. (Azwar Manaf, 2013)

2.3.2 Magnet Remanen

(3)

tergantung pada besar arus listrik yang dialirkan. Medan magnet remanen yang digunakan dalam praktek kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan sejenis besi dan sistem ini dinamakan electromagnet. Keuntungan electromagnet adalah bahwa kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung dengan arus yang dialirkan.Dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus listriknya. (Azwar Manaf, 2013)

2.4Sifat – Sifat Magnet 2.4.1 Koersivitas

Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet dan soft magnet. Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Tinggi koersivitas, juga disebut medan koersif, dan bahan feromagnetik. Koersivitas biasanya diukur dalam oersted atau ampere / meter dan dilambangkan Hc. (Pooja, 2010)

2.4.2 Remanensi

Remanensi atau keterlambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas medan magnet H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan harga tertentu. Bagaimanapun juga koersivitas sangat dipengaruhi oleh remanensinya. Oleh karena itu besar nilai remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas pada magnet menjadi sangat penting (Jiles, 1996)

2.4.4 Medan Anisotropi (HA)

(4)

2.4.5 Sifat Intrinsik Kemagnetan Fasa Magnetik

Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet atau soft magnet.Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya.Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar. Tidak seperti bahan soft magnet yang mempunyai medan magnet B sebesar , dalam magnet permanen, magnetisasi bukan merupakan fungsi linier yang sederhana dari rapat fluks karena nilai dari medan magnet H yang digunakan dalam magnet permanen secara umum jauh lebih besar dari pada bahan soft magnet.

Remanen adalah sisa induksi magnet (B) dalam proses magnetisasi pada saat medan magnet (H) dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas medan magnetik (H) berharga nol dan induksi magnet (B) menunjukkan harga tertentu..Bagaimanapun juga koersivitas pada magnet permanen akan menjadi kecil jika remanensi dalam magnetisasi juga kecil Oleh karena itu besar nilai remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas menjadi sangat penting Saturasi magnetisasi adalah keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai medan magnet B akan selalu konstan walaupun medan eksternal H dinaikkan terus. Remanensi tergantung pada saturasi magnetisasi.Untuk magnet permanen saturasi magnetisasi seharusnya lebih besar dari pada soft magnet. (Anwar, 2011)

2.4.6 Kurva Histerisis

(5)

Gambar 2.1 Kurva Histerisis untuk Ferromagnetik dan Ferrimagnetik

Maka magnetisasi atau polarisasi dari magnet permanen membentuk suatu loop.Bahan yang mencapai saturasi untuk harga H rendah disebut dengan magnet lunak, sedangkan bahan yang saturasinya terjadi pada harga H tinggi disebut magnet keras. Sesudah mencapai saturasi ketika intensitas magnet H diperkecil hingga mencapai H = 0, ternyata kurva B tidak melewati jalur kurva semula. Pada harga H = 0, medan magnet atau rapat fluks B mempunyai harga Br 22 ≠ 0 seperti yang ditunjukkan pada kurva histerisis pada gambar 2.2. Harga Br ini disebut dengan induksi remanen atau remanensi bahan.

Gambar 2.2 Kurva Histerisis Material Magnetik

(6)

membuat rapat fluks B = 0 atau menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas magnet Hc ini disebut koersivitas bahan.Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet atau soft magnet. Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya.

Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar. Bila selanjutnya harga diperbesar pada harga negatif sampai mencapai saturasi dan dikembalikan melalui nol, berbalik arah dan terus diperbesar pada harga H positif hingga saturasi kembali, maka kurva B(H) akan membentuk satu lintasan tertutup yang disebut kurva histeresis. (Spaldin, 2003)

2.5. Bahan Magnetik

Berdasarkan sifat kemagnetannya, material magnet dapat diklasifikasikan kedalam diamagnetisme, paramagnetisme dan ferromagnetisme. Diamagnetik adalah bahan yang memiliki medan magnet yang berlawanan dengan medan magnet eksternal. Tidak seperti ferromagnetik, diamagnetik bukanlah magnet permanen.Permeabilitas magnetik kurang dari 0 (permeabilitas ruang bebas). Diamagnetik merupakan bahan yang memiliki magnet paling lemah, tetapi medan magnetnya bersifat superkonduktor. Superkonduktor dapat dianggap sebagai diamagnetik sempurna, karena mereka menolak semua medan. Diamagnetik untuk setiap medan magnet yang diberikan akan melawan perubahan dari medan magnet luar yang diberikan.

(7)

bawah suhu Curie atom yangelaras menyebabkan magnet spontan pada bahan ferromagnetik, di atas suhu Curie, menjadi bahan yang paramagnetik karena kehilangan momen magnetik yang mengalami transisi fase (Cusack, 1958).

Ferrimagnetik bersifat magnetis dalam walaupun tanpa medan magnet diberikan dan terdiri dari dua spin yang berbeda. Ketika medan magnet tidak ada, materi memiliki magnet spontan yang merupakan hasil dari momen magnetik yaitu, untuk momen magnetik ferrimagnetik satu spin yang sejajar menghadap satu arah dengan besar tertentu dan momen magnetik spin lain sejajar berlawanan arah dengan kekuatan yang berbeda. Sebagai momen magnetik dari besar yang berbeda dalam arah yang berlawanan masih ada magnet spontan dan medan magnet yang dihadirkan.Antiferromagetik di atas titik kritis mengalami transisi fase dan menjadi paramagnetik. Materi yang memiliki momen magnetik yang sama sejajar dalam arah yang berlawanan sehingga momen magnetik nol dan magnet nol pada semua suhu di bawah titik kritis. Bahan antiferromagnetik bersifat magnetis lemah meskipun ada atau tidaknya medan magnet diberikan. Sifat kemagnetan bahan berubah ditandai dengan adanya transisi fase.Perubahan sifat kemagnetan tersebut terjadi diakibatkan oleh faktor kenaikan suhu.Seperti perubahan sifat magnet bahan dari ferromagnetik menjadi paramagnetik.Ketika suatu materi dipanaskan dan melewati titik kritis pada suhu, fenomena transisi fase tersebut terjadi.Bahan ferromagnetik kehilangan kemagnetisasiannya ketika melewati suhu kritis dan berubah menjadi bahan.(Jullien, 1989).

2.5.1. Bahan Diamagnetik

(8)

“orbit”.Pada berbagai logam, efek diamagnetik ini dikalahkan oleh kontribusi paramagnetik yang berasal dari spin elektron.Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan mengubah gerakannya sedemikian rupa sehingga menghasilkan resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan dengan medan magnet luar tersebut. Material diamagnetik mempunyai suseptibilitas magnetik negatif kecil, yang berarti akan bersifat lemah terhadap medan magnetik luar yang diberikan.

Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron.Karena atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat diamagnetik. Suatu bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis gaya. Permeabilitas bahan iniμ < 0 dengan suseptibilitas magnetik bahanμ χm < 0. Nilai bahan diamagnetik mempunyai orde -10-5m3/kg. Contoh bahan diamagnetik yaitu: bismut, perak, emas.(Matthew,2013)

2.5.2. Bahan Paramagnetik

Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing-masing atom/ molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total seluruh atom/ molekul dalam bahan nol, hal ini disebabkan karena gerakan atom/ molekul acak, sehingga resultan medan magnet atomis masing-masing atom saling meniadakan (Halliday & Resnick, 1978).

Material paramagnetik mempunyai nilai suseptibilitas positif di mana magnetisasi M paralel dengan medan luar. Material yang termasuk dalam paramagnetik adalah logam transisi dan ion logam tanah jarang (rare-earth ions).Ion-ion ini mempunyai kulit atom yang tidak terisi penuh yang berisi momen magnet permanen.Momen magnet permanen terjadi karena adanya gerak orbital dan electron.(Omar, 1975).

(9)

samalain secara sangat lemah. Apabila tidak terdapat medan magnetik luar, momen magnetik ini akan berorientasi acak. Dengan adanya medan magnetik luar, momen magnetik ini arahnya cenderung sejajar dengan medannya, tetapi ini dilawan oleh kecenderungan momen untuk berorientasi acak akibat gerak termalnya. Perbandingan momen yang menyearahkan dengan medan ini bergantung pada kekuatan medan pada temperatur yang sangat rendah, hampir seluruh momen akan disearahkan dengan medannya (Tipler, 2001)

Gambar 2.3 Paramagnetik

2.5.3. Bahan Ferromagnetik

Ferromagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas magnetik positif yang sangat tinggi. Dalam bahan ini sejumlah kecil medan magnetik luar dapat menyebabkanderajat penyearahan yang tinggi pada momen dipol magnetik atomnya.Dalam beberapa kasus, penyearahan ini dapat bertahan sekalipun medan kemagnetannya telah hilang. Hal ini terjadi karena momen dipol magnetik atom dari bahan – bahan ferromagnetik ini mengarahkan gaya – gaya yang kuat pada atom disebelahnya. Sehingga dalam daerah ruang yang sempit, momen ini disearahkan satu sama lain sekalipun medan luarnya tidak ada lagi.

(10)

2.5.4. Bahan Anti Ferromagnetik

Bahan yang menunjukkan sifat antiferomanetik, momen magnetik atom atau molekul, biasanya terkait dengan spin elektron yang teratur dalam pola yang reguler dengan tetangga spin (pada sublattice berbeda) menunjuk ke arah yang berlawanan. Hal ini seperti ferromagnetik dan ferrimagnetik,suatu bentuk dari keteraturan magnet. Umumnya, keteraturan antiferromagnetik berada pada suhu yang cukup rendah, menghilang pada di atas suhu tertentu.Suhu Neel adalah suhu yang menandai perubahan sifat magnet dari antiferromagnetik ke paramagnetik.Di atas suhu Neel bahan biasanya bersifat paramagnetik.

Pada bahan antiferromagnetik terjadi peristiwa kopling momen magnetik di antara atom-atom atau ion-ion yang berdekatan.Peristiwa kopling tersebut menghasilkan terbentuknya orientasi spin yang anti paralel. Satu set dari ion magnetik secara spontan termagnetisasi di bawah temperatur kritis (dinamakan temperatur Neel). Temperatur menandai perubahan sifat magnet dari antiferromagnetik ke paramagnetik.Susceptibilitas bahan anti ferromagnetik adalah kecil dan bernilai positif. Susceptibilitas bahan ini di atas temperatur Neel juga sama seperti material paramagnetik, tetapi di bawah temperatur Neel, susceptibilitasnya menurun seiring menurunnya temperatur. (Matthew,2013)

2.5.5Ferrimagnetik

Jenis tipe ini hanya dapat ditemukan pada campuran dua unsur antara paramagnetik dan ferromagnetik seperti magnet barium ferrite dimana barium adalah jenis paramagnetik dan Fe adalah jenis unsur yang masuk ferromagnetic.Pada bahan yang bersifat dipol yang berdekatan memiliki arah yang berlawanan tetapi momen magnetiknya tidak sama besar. Bahan ferrimagnetik

memiliki nilai susepbilitas tinggi tetapi lebih rendah dari bahan ferromagnetik,

beberapa contoh dari bahan ferrimagnetik adalah ferrite dan magnetite.

2.6Mill Scale

(11)

tahunnya Indonesia mengekspor limbah baja berupa mill scale yang memiliki kandungan Fe.Teknologi inovasi ini menawarkan mill scale sebagai sumber Fe dalam pembuatan pigmen berbasis besi oksida untuk menggantikan kebutuhan pigmen impor.Pigmen yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih baik dibanding pigmen impor, dan teknologi ini dapat dipersiapkan hingga skala industri.Mill Scale merupakan salah limbah hasil industri baja dalam proses hot rolling maupun cold rolling. Kandungan didalamnya berupa Jumlah limbah ini sangat begitu besar, selama ini material selain dilakukan pengecoran kembali juga diekspor dalam bentuk raw material dengan jumlah yang sangat besar sehingga perlu dilakukan sebuah upaya alternatif pengolahan untuk meningkatkan nilai ekonomi.Dengan melihat korelasi kandungan dari mill scale yang berupa ion besi maka penelitian ini melakukan pengolahan mill scale menjadi pigmen besi oksida. Proses sintesa menggunakan metode presipitasi denganbantuan asam sulfat dan amonia.oksida besi saat ini masih merupakan material yang kurang dimamfaatkan secara komersial di Indonesia mill scale yang sampai sekarang masih merupakan limbah buangan dan industry baja. Terutama industry-industri baja yang memproduksi lembaran baja dari billet baja tidak dapat lepas dari limbah ini. Oksidasi besi ini terbentuk dari proses oksidasi yang terjadi di permukaan billet yang dihasilkan dari mesin cetakan secara kontiniu dan selama proses pembentukan lembaran. Saat proses transportasi ataupun proses manufacturing. Sebagian besar oksida-oksida besi yang berbentuk serpihan ini terlepas dari permukaan billet. (Rahman,dkk.2012).

2.7 Metode Metalurgi Serbuk

Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk secara bersamaan dan dikompaksi dalam cetakan, dan selanjutnya disinter di dalam furnace ( tungku pemanas).(Qodri Fitrothul khasanah, 2012).

2.7.1Mechanical Milling

(12)

ini adalah larutan padat dari paduan magnetik yang akan dibuat berupa serbuk material penyusun dipadukan secara mekanik sehingga memungkinkan diperoleh paduan dengan fasa amorf (Pereira,2008). Melalui proses kristalisasi dengan pemanasan pada temperatur dan waktu yang dapat dikontrol, memungkinkan untuk mendapatkan serbuk paduan magnetik dengan struktur baik dalam skala nanometer maupun micrometer. Metode mechanical milling adalah salah satuteknik modifikasi partikel paling sederhana, lowcost, dan menghasilkan produk lebih banyak dibandingkan dengan metode kimia (kopresipitasi, sol-sel,dll). Metode mechanical milling merupakan teknik pencampuran bahan yang berfungsi untukmemperkecil ukuran partikel/kristalit baik logam, nonlogam maupunmineral. Pada saat proses milling berlangsung, partikel terjebak dan salingbertumbukan dengan bola-bola milling sehingga mengakibatkan patahan,retakkan dan menghancurkan partikel serta mampu mengubah bentuk,ukuran, kerapatan serbuk, dan tingkat kemurnian dari material serbuk. (Qodri Fitrothul khasanah, 2012).

Selain beberapa keunggulan dari proses mechanical alloying,terdapat beberapa permasalahan seperti; kontaminasi, serbuk yang berasaldari kondisi milling(ukuran bola – bola, besar tempat milling, waktumilling, banyak serbuk saat milling) dan lingkungan pada proses millingjuga akan mempengaruhi. Hasil penelitian lain menyimpulkan bahwaatmosfer milling tidak berpengaruh terhadap struktur dan sifat magnetic material (Priyono, 2010).

2.7.1.1Planetary ball mill (PBM)

Planetary ball mill (PBM) adalah alat yang sering digunakan untuk mechanical alloying. Khususnya di Eropa, Karena Planetary ball mill bisa memilling seratus gram dalam satu kali milling.Nama Planetary ball mill seperti pergerakan planet,dimana prinsip kerja dari Planetary ball mill didasarkan pada rotasi relatif pergerakan antara jar grinda dan putaran disk.

(13)

vial yang mengelilingi sumbunya bersama-sama dengan rotasi arah yang dipakai oleh serbuk dan bola-bola mill didalam mangkok.(Suryanarayana.C,2001)

2.7.1.2High Energi Milling (HEM)

HEM merupakan teknik unik dengan menggunakan energi tumbukanantara bola-bola penghancur dan dinding chamber yang diputar dan digerakkandengan cara tertentu. Keunggulan HEM adalah dapat membuat nano partikeldalam waktu yang relatif singkat (memerlukan beberapa jam, tergantung tipealat), dapat membuat nano partikel dalam kondisi atau suasana yang dinginkansaat proses milling, dan juga dapat menghasilkan nano partikel dalam jumlah yang relatif banyak (Cahyaningrum et al, 2010).

2.7.2Pencampuran (mixing)

Milling adalah salah satu metode untuk mencampurkan material.Jika ada dua serbuk atau lebih yang dicampurkan disebut dengan mechanical alloying.Selain untuk mencampur miling juga berfungsi untuk mengurangi ukuran butir.Semakin lama waktu milling maka semakin kecil ukuran partikel. Pada saat proses milling berlangsung, partikel terjebak dan saling bertumbukan dengan bola-bola milling sehingga mengakibatkan patahan,retakkan dan menghancurkan partikel serta mampu mengubah bentuk,ukuran, kerapatan serbuk, dan tingkat kemurnian dari material serbuk (Qodri Fitrothul khasanah,2012).

2.7.3 Kalsinasi

(14)

serta menguraikan senyawa-senyawa dalam bentuk garam atau dihidrat menjadi oksida, membentuk fase Kristal.(Groover, 2006).

2.7.4Proses Kompaksi

Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan bentuk tertentu sesuai dengan cetakannya. Ada 2 macam metode kompaksi, yaitu:

1. Cold compressing, yaitu penekanan dengan temperatur kamar. Motede ini dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi.

2. Hot compressing, yaitu penekanan dengan temperatur di atas temperatur kamar. Metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah teroksidasi. Pada proses kompaksi, gaya gesek yang terjadi antar partikel yang digunakan dan antar partikel komposit dengan dinding cetakan akan mengakibatkan kerapatan pada daerah tepi dan bagian tengah tidak merata. Untuk menghindari terjadinya perbedaan kerapatan, maka pada saat kompaksi digunakan lubricant/pelumas yang bertujuan untuk mengurangi gesekan antara partikel dan dinding cetakan. Dalam penggunaan lubricant/bahan plumas, dipilih bahan pelumas yang tidak reaktif terhadap campuran serbuk dan yang memiliki leleh rendah sehingga pada proses sintering tingkat awal lubricant dapat menguap. Terkait dengan pemberian lubricant/pelumas pada proses kompaksi, maka terdapat 2 metode kompaksi, yaitu: 1. Die-wall compressing penekanan dengan memberikan lubricant pada dinding cetakan. 2.Internallubricant/pelumas penekanan dengan mencampurkan lubricant/pelumas pada material yang ditekan.

2.7.5Sintering

(15)

ukuran partikel .Selama fasa penaikan suhu dalam ishotermal sintering proses densifikasi dan perubahan mikrostruktur terjadi secara signifikan.

Tahapan sintering menurut Hirschorn, pada sampel yang telah mengalami kompaksi sebelumya, akan mengalami beberapa tahapan sintering sebagai berikut: 1. Ikatan mula antar partikel serbuk. Saat sampel mengalami proses sintering, maka akan terjadi pengikatan diri. Proses ini meliputi difusi atom-atom yang mengarah kepada pergerakan daribatas butir. Ikatan ini terjadi pada tempat dimana terdapat kontak fisik antar partikel-partikel yang berdekatan.Tahapan ikatan mula ini tidak menyebabkan terjadinya suatu perubahan dimensi sampel. Semakin tinggi berat jenis sampel, maka akan banyak bidang kontak antar partikel, sehingga proses pengikatan yang terjadi dalam proses sinter juga semakin besar. Elemen-elemen pengotor yang masih terdapat, berupa serbuk akan menghalangi terjadinya proses pengikatan ini. Hal ini sisebabkan elemen pengotor akan berkumpul dipermukaan batas butir, sehingga akan mengurangi jumlah bidang kontak antar partikel.

2. Tahap pertumbuhan leher.

Tahapan kedua yang tejadi pada proses sintering adalah pertumbuhan leher. Hal ini berhubungan dengan tahap pertama, yaitu pengikatan mula antar partikel yang menyebabkan terbentuknya daerah yang disebut dengan leher (neck) dan leher ini akan terus berkembang menjadi besar selama proses sintering berlangsung.Pertumbuhan leher tersebut terjadi karena adanya perpindahan massa, tetapi tidak mempengaruhi jumlah porositas yang ada dan juga tidak menyebabkan terjadinya penyusutan.

3. Tahap penutupan saluran pori.

(16)

menyebabkan kontak baru yang akan terbentuk di antara permukaan-permukaan pori.

4. Tahapan pembulatan pori.

Setelah tahap pertumbuhan leher, material dipindahkan di permukaan pori dan pori tersebut akan menuju kedaerah leher yang mengakibatkan permukaan dinding tersebut menjadi halus. Bila perpindahan massa terjadi terus-menerus melalui daerah leher, maka pori disekitar permukaan leher akan mengalami proses pembulatan.

5. Tahap penyusutan

Merupakan tahap yang terjadi dalam proses sinter. Hal ini berhubungan dengan proses densifikasi (pemadatan) yang terjadi. Tahap penyusutan ini akan menyebabkan terjadinya penurunan volume, disisi lain sampel yang telah disinter akan menjadi lebih padat. Dengan adanya penyusutan ini kepadatan pori akan meningkat dan dengan sendirinya sifat mekanis dari bahan tersebut juga akan meningkat, khususnya kekuatan dari sampel setelah sinter.

Dengan temperatur dan waktu yang cukup pada saat proses sinter maka pembulatan pori akan lebih sempurna.

6. Tahap pengkasaran pori

Proses ini akan terjadi apabila kelima tahap sebelumnya terjadi dengan sempurna. Pengkasaran pori akan terjadi akibat adanya proses bersatunya lubang-lubang kecil dari pori sisa akan menjadi besar dan kasar. Jumlah total dari pori adalah tetap, tetapi volume pori berkurang dengan diimbangi oleh pembesaran pori tersebut. (Randall M. German, 1991).

2.8 Karakterisasi 2.8.1True Density

True Density merupakan ukuran kepadatan serbuk dari suatu material.Padapengujian true density menggunakan piknometer. Berikut Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai True density:

(17)

M1 = Massa piknometer kosong (g) M2 = Massa Piknometer kosong + air (g) M3 = Massa Piknometer kosong + serbuk (g) M4 = Massa Piknometer kosong + serbuk + air (g)

= Densitas (gram/cm3)

= Massa jenis air (g/cm3)

2.8.2Bulk Density

Dalam pelaksanaannya kadang-kadang sampel yang diukur mempunyai ukuran bentuk yang tidak teratur sehingga untuk menentukan volumenya menjadi sulit, akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Untuk menentukan rapat massa (bulk density) dari suatu bahan mengacu pada standar (ASTM C 373). Oleh karena itu untuk menghitung nilai densitas suatu material yang memiliki bentuk yang tidak teratur (bulk density) digunakan metode Archimedes yang persamaannya sebagai berikut :

x (2.2)

Dengan :

ρ = Densitas sampel (g/cm3 ) ρair = Densitas air (g/cm3

)

mk = Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g)

mb = Massa sampel setelah direndam selama 60 menit (g)

2.8.3Porosity

(18)

merupakan rongga yang terjebak di dalam padatan dan serta tidak ada akses ke permukaan luar, sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun ronga tersebut ada ditengah-tengah padatan. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka dan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

x 100 % (2.3)

Dengan :

P = Porositas (%)

mk = Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g)

mb = Massa sampel setelah direndam selama 60 menit (g)

2.8.4 XRD (X-Ray Diffraction)

Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik.Standar pengujian di laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar X untuk menentukan jarak antara kristal dan jarak antara atom dalam kristal (Smallman, 1991).

Metoda difraksi merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk menganalisis struktur kristal. Sumber yang digunakan dapat berupa sinar – X, elektron atau neutron, bergantung pada berat atom – atom yang akan dianalisis. Neutron biasanya digunakan untuk menganalisis atom –

atom yang ringan sedangkan sumber sinar – X dapat menghasilkaninformasi yang cukup akurat untuk atom – atom yang berat. Sifat – sifat bahan yang diteliti dapat diketahui dari data yang diperoleh dari analisis struktur kristal menggunakan metode difraksi. (Herawati, 2011)

(19)

kristal adalah untuk mengetahui perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui fasa-fasa apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji (Theresya S, 2014).

Gambar2.4 Difraksi Bidang Atom (Cullity,1972)

Gambar 2.4 menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjanggelombang , jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang atom berjarak d. Sinar yang dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang yang berdekatan saling menguatkan. Oleh sebab itu, jarak tambahan satu berkas dihamburkan dari setiap bidang yangberdekatan, dan menempuh jarak sesuai dengan perbedaan kisi yaitu sama dengan panjang gelombang n . Syarat pemantulan dan saling menguatkan dinyatakan oleh:

n = 2dhklsinθ (2.4)

Untuk mengetahui fasa dan struktur material yang diamati dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan cara membandingkan nilai d yang terukur dengan nilai d pada data standar. Data dtandar dapat diperoleh melalui Joint Committee On Powder Difraction Standart(JCPDS) atau dengan Hanawalt File.(Erini, 2011).

2.9 Magnetisasi

(20)

Magnetisasi selain memiliki pengertian suatu besaran fisis dengan satuan A/m dalam sistem satuan standar internasional skala besar (MKS) juga memiliki pengertian suatu proses pengutuban arah – arah momen – momen dipole magnetik dari atom–atom atau molekul–molekul bahan tersebut, khususnya pada bahan ferromagnetik, yang menyebabkan bahan ferromagnetik yang semula bukan magnet setelah dimagnetisasi akan menjadi magnetik dengan kutub utara dan selatan tertentu, sesuai dengan arah besaran vektor intensitas medan magnetik H yang melakukan fungsi magnetisasi itu. Vektor intensitas medan magnetik H yang melakukan fungsi magnetisasi itu harus memenuhi syarat harga yang sama atau lebih besar daripada harga jenuh H bahan ferromagnetik, yang dapat diamati dari kurva B-H histeresisnya. Hubungan B, H, dan M ditunjukkan oleh persamaan berikut ini:

B= .H = o. r.H = o(1+χm).H (2.5)

Vektor magnetisasi:

M = χm.H (2.6)

Dimana χm = suseptibilitas magnetik = ( r – 1), tidak memiliki dimensi, dan r adalah permeabilitas relatif bahan (tidak memiliki dimensi). Nilai suseptibilitas magnetik suatu bahan dipengaruhi oleh suhu. Untuk bahan – bahan ferromagnetik, suseptibilitas magnetiknya adalah fungsi temperatur absolut (T Kelvin) yang ditunjukkan oleh persamaan berikut, yang dinamakan juga relasi Curie-Weiss.(Rustam Effendi, 2007)

2.10.VSM (Vibrating Sample Magnetometer)

(21)

keistimewaan VSM adalah merupakan vibrator elektrodinamik yang dikontrol menggunakan arus balik. Sampel dimagnetisasi dengan medan magnet homogen. Jika sampel bersifat magnetik, maka medan magnet akan memagnetisasi sampel dengan meluruskan domain magnet.

Gambar

Gambar 2.1 Kurva Histerisis untuk Ferromagnetik
Gambar 2.3 Paramagnetik

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat dosen adalah salah satu unsur sumberdaya perguruan tinggi yang sangat penting dalam menentukan mutu, efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan

[r]

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Kabupaten

Bagi peserta lelang yang merasa keberatan atas hasil pelelangan ini diberikan kesempatan untuk menyampaikan keberatan atau sanggahan secara on-line melalui sistem LPSE Provinsi

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Kabupaten

Bagi peserta lelang yang merasa keberatan atas hasil pelelangan ini diberikan kesempatan untuk menyampaikan keberatan atau sanggahan secara on-line melalui sistem LPSE Provinsi

Laporan Praktika Terpadu ini telah siap diujikan pada Sidang Praktika Terpadu Program Studi Televisi dan Film D.III Fakultas Film Dan Televisi Institut Kesenian Jakarta, pada

[r]