• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Kebijakan Dividen dan Struktur Modal Terhadap Harga Saham dan Beta Saham Pada Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta ISLAMIC Index Periode 2011-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Kebijakan Dividen dan Struktur Modal Terhadap Harga Saham dan Beta Saham Pada Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta ISLAMIC Index Periode 2011-2014"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Saham

2.1.1 Pengertian Saham

Menurut Fakhruddin (2008: 175) saham adalah bukti penyertaan modal di

suatu perusahaan, atau merupakan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan.

Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang

atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah

selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik

perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut.

Selanjutnya menurut Menurut Riyanto (2010: 240) mendefinisikan saham

adalah tanda bukti pengambilan bagian atau peserta dalam suatu PT (Perseroan

Terbatas). Bagi perusahaan yang bersangkutan, yang diterima dari hasil penjualan

sahamnya akan tetap tertanam di dalam perusahaan selama hidupnya, meskipun

bagi pemegang saham sendiri itu bukanlah penanaman yang permanen, karena

setiap waktu pemegang saham dapat menjual sahamnya.“

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa saham adalah bukti

tanda kepemilikan modal pada suatu perusahaan, dimana pemilik tersebut akan

mendapatkan keuntungan dari saham yang dimilikinya sesuai dengan proporsi

(2)

2.1.2 Harga Saham

Menurut Hartono (2011: 143) mendefinisikan harga saham merupakan

harga yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu dan harga saham tersebut

ditentukan oleh pelaku pasar. Tinggi rendahnya harga saham ini ditentukan oleh

permintaan dan penawaran saham tersebut di pasar modal. Sedangkan menurut

Sartono (2008 : 41) mendefinisikan harga saham sebagai nilai sekarang atau

present value dari aliran kas yang diharapkan akan diterima.

Kemudian, Anoraga dan Parakti (2006: 59) mengemukakan bahwa harga

per lembar saham (Market Price Per share) merupakan harga pada pasar rill dan merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari

suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung atau jika pasar sudah ditutup,

maka harga pasar adalah harga penutupnya (Closing Price).

Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004: 151) harga saham adalah

merupakan nilai sekarang (Present Value) dari penghasilan yang akan diterima oleh pemodal dan diterima oleh pemodal di masa akan yang akan datang.

Sedangkan menurut Jogiyanto (2008: 143) harga saham merupakan harga yang

terjadi di pasar bursa pada saat tertentu dan harga saham tersebut ditentukan oleh

pelaku pasar. Tinggi rendahnya harga saham ini ditentukan oleh permintaan dan

penawaran saham tersebut di pasar modal.

Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa harga saham adalah

harga selembar saham yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham

(3)

2.1.3 Jenis-Jenis Saham dan Harga Saham

Menurut Martono dan Harjito (2007: 367), saham dapat dibedakan

menjadi:

1. Berdasarkan cara pengalihannya

a. Saham atas unjuk (Bearer stock)

Saham atas unjuk, seorang pemilik sangat mudah untuk mengalihkan atau

memindahkannya kepada orang lain karena sifatnya mirip uang. Pemilik

saham atas unjuk ini harus berhati-hati membawa dan menyimpannya.

Karena jika saham tersebut hilang, maka pemilik tidak dapat meminta

gantinya.

b. Saham atas nama (Registered stock)

Di sertifikat saham dituliskan nama pemiliknya. Cara peralihan dengan

dokumen peralihan dan kemudian nama pemiliknya dicatat dalam buku

perusahaan yang khusus memuat daftar nama pemegang saham. Jika

saham tersebut hilang, pemilik dapat meminta gantinya.

2. Berdasarkan manfaatnya

a. Saham biasa

Saham biasa selalu ada dalam struktur modal saham. Jenis-jenis saham

biasa antara lain: saham unggulan, saham biasa yang tumbuh, saham biasa

yang stabil, dan lain-lain.

b. Saham preferen (Prefered stock)

(4)

Sedangkan harga saham menurut Sawidji Widoatmojo (2012:91) harga

saham dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Harga Nominal

Harga nominal adalah harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang

ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan.

2. Harga Perdana

Harga perdana adalah harga yang didapatkan pada waktu harga saham

tersebut dicatat di bursa efek.

3. Harga Pasar

Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang

lain.

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fluktuasi harga saham

di pasar modal, hal ini terjadi karena harga saham dapat dipengaruhi oleh faktor

eksternal dari perusahaan maupun faktor internal perusahaan. Menurut Brigham

dan Houston (2006: 33) harga saham dipengaruhi oleh beberapa faktor utama

yaitu faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Faktor internal perusahaan

yang mempengaruhi harga saham yaitu:

1. Seluruh aset keuangan perusahaan, termasuk saham dalam menghasilkan arus

kas.

2. Kapan arus kas terjadi, yang berarti penerimaan uang atau laba untuk

(5)

3. Tingkat risiko arus kas yang diterima. Sedangkan faktor eksternal yang dapat

mempengaruhi harga saham adalah batasan hukum, tingkat umum aktivitas

ekonomi, undang-undang pajak, tingkat suku bunga dan kondisi bursa saham.

2.2 Risiko Saham

Dalam pasar modal, terdapat dua risiko yang dihadapi oleh investor yaitu

risiko sistematis dan risiko non-sistematis (Jogiyanto, 2010:278). Kedua risiko

tersebut memiliki karakteristik dan perlakuan yang berbeda. Risiko sistematis

merupakan risiko yang timbul dari pergolakan pasar dan perekonomian secara

global sehingga kuat pengaruhnya, sedangkan risiko non-sistematis merupakan

risiko yang muncul dari internal dan melekat pada sekuritas itu sendiri sehingga

dapat direduksi melalui manajemen portofolio.

Risiko sistematis juga merupakan risiko yang selalu ada dan tidak bisa

dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini di

pengaruhi oleh faktor-faktor makro yang mempengaruhi pasar secara keseluruhan.

Sedangkan risiko non-sistematis merupakan risiko yang bisa dihilangkan dengan

diversifikasi, karena risiko ini hanya ada di dalam satu perusahaan atau industri

tertentu.

Menurut Husnan (2005: 199) risiko sistematis ini merupakan risiko yang

dalam dunia investasi akan berpengaruh besar terhadap seluruh sekuritas serta

sifatnya yang tidak dapat didiversifikasi melalui manajemen portofolio. Risiko

inilah yang dianggap relevan untuk dibahas dalam analisis investasi karena

kaitannya dengan risiko pasar. Risiko ini juga sering disebut dengan istilah risiko

umum dan risiko yang tidak terdiversifikasi. Risiko sistematis sangatlah

(6)

pengaruhnya. Risiko sistematis suatu sekuritas investasi dengan sekuritas lain

sangatlah kuat berkorelasi, karena pengaruh dari risiko sistematis sangatlah besar,

mencakup hampir seluruh sekuritas yang ada di pasar. Contoh dari risiko

sistematis adalah risiko inflasi, resesi, dan risiko lain yang berasal dari eksternal

perusahaan.

Investasi memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang yaitu return dan risk (Hidayat, 2010:85). Terlebih khusus pada pasar modal yang merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan yang biasa diperdagangkan. Saham sebagai

salah satu instrumen investasi yang ada di pasar modal tidak hanya bisa

memberikan return atau keuntungan, tetapi juga bisa memberikan kerugian. Investor yang melakukan investasi dalam pasar modal khususnya dalam

saham akan selalu dihadapkan pada dua masalah tersebut. Dimana Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi, dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi diharapkan terjadi dimasa mendatang, sedangkan Risiko adalah penyimpangan atas pengembalian

yang diperkirakan (Keown, 2005: 204). Dalam dunia investasi dikenal adanya

(7)

2.2.1 Beta Saham

Risiko sistematis disebut juga dengan risiko pasar karena mempengaruhi

seluruh perusahaan. Risiko ini dapat berupa tingkat bunga, keadaan pasar, ataupun

tingkat inflasi. Ukuran dari risiko sistematis itu sendiri adalah Beta. Secara

definisi Beta merupakan risiko relatif yang mencerminkan risiko relatif saham

individual terhadap portofolio pasar secara keseluruhan (Tandelilin, 2010: 522).

Semakin besar beta suatu sekuritas, semakin tinggi risiko sistematis dari

sekuritas tersebut. Portofolio yang terdiri dari saham-saham beta tinggi memiliki

risiko tidak sistematis yang lebih besar dibandingkan dengan saham-saham yang

mempunyai beta rendah (Murwani, 1998).

Beta merupakan suatu ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara

tingkat keuntungan suatu saham dengan pasar. Risiko ini berasal dari beberapa

faktor fundamental perusahaan dan faktor karakteristik pasar tentang saham

perusahaan tersebut. Beta ini digunakan untuk mengukur risiko yang tidak dapat

dihilangkan dengan diversifikasi. Menurut Gumanti (2011:50) beta merupakan

risiko sistematik atau risiko pasar yang mencerminkan seberapa sensitif tingkat

perubahan pasar mempengaruhi perubahan dalam saham individual, dimana beta

pasar adalah satu. Artinya, jika suatu perusahaan memiliki Beta lebih besar dari

satu, maka dapat disimpulkan perusahaan itu memiliki sensitifitas yang tinggi,

demikian juga sebaliknya.

Beta suatu saham dapat diukur dengan analisis estimasi menggunakan data

historis. Beta yang diukur dengan data historis ini kemudian berguna untuk

mengestimasi beta masa datang. Beta historis tersebut dapat dihitung dengan

(8)

(laba perusahaan dengan laba indeks pasar), dan data fundamental (menggunakan

variabel-variabel fundamental).

Beta dalam dunia keuangan fundamental merupakan suatu pengukur

volatilitas return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar (Jogiyanto dalam Tarsisius, 2011). Volatisitas tersebut merupakan fluktuasi dari

return suatu sekuritas dalam suatu periode tertentu. Nilai dari beta dapat dinilai sama dengan satu, kurang dari satu, atau bahkan lebih besar daripada satu.

Menurut Husnan (2005: 204-205) penilaian terhadap beta (β) sendiri dapat

dikategorikan ke dalam tiga kondisi yaitu:

a. Apabila β = 1, berarti tingkat keuntungan saham i berubah secara proporsional

dengan tingkat keuntungan pasar. Ini menandakan bahwa risiko sistematis saham

i sama dengan risiko sistematis pasar.

b. Apabila β > 1, berarti tingkat keuntungan saham i meningkat lebih besar

dibandingkan dengan tingkat keuntungan keseluruhan saham di pasar. Ini

menandakan bahwa risiko sistematis saham i lebih besar dibandingkan dengan

risiko sistematis pasar, saham jenis ini sering juga disebut sebagai saham agresif.

c. Apabila β < 1, berarti tingkat keuntungan saham i meningkat lebih kecil

dibandingkan dengan tingkat keuntungan keseluruhan saham di pasar. Ini

menandakan bahwa risiko sistematis saham i lebih kecil dibandingkan dengan

risiko sistematis pasar, saham jenis ini sering juga disebut sebagai saham

(9)

Kelebihan Pengembalian atas Saham

β > 1

β = 1

β < 1

Kelebihan Pengembalian pada Portofolio Pasar

Sumber: Husnan (2005: 204)

Gambar 2.1 Kemiringan Beta Saham

Beta menunjukkan sensitivitas return sekuritas terhadap perubahan return pasar. Semakin tinggi beta suatu sekuritas maka semakin sensitif sekuritas tersebut terhadap perubahan pasar.

2.2.2 Pendekatan Beta Saham

Pengukuran beta suatu saham dapat dilakukan dengan menggunakan

Single Index Model (Husnan, 2005: 46). Model ini berasumsi bahwa return saham berkorelasi dengan perubahan return pasar, dan untuk mengukur korelasi tersebut bisa dilakukan dengan menghubungkan return saham individual (Rit) dengan return indeks pasar (Rmt). Tingkat return saham ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Dimana:

Rit : Return saham pada periode ke-t Pt : Closing Price pada akhir bulan ke-t

Pt-1 : Closing Price pada akhir bulan sebelumnya (t-1)

Risiko sistematis sebagai bagian dari risiko pasar sangat bergantung pada

(10)

perubahan harga saham yang umumnya dikaitkan dengan perubahan dalam

pengharapan investor terhadap prospek perusahaan. Untuk mengetahui kondisi

pasar dipergunakan indeks pasar sebagai indikator keadaan pasar modal di

Indonesia yang dalam penelitian ini diwakili oleh Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG). Untuk menghitung return pasar (market return) pada periode ke-t dengan menggunakan IHSG dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Dimana:

Rmt : Return pasar pada periode ke-t IHSGt : IHSGpada akhir bulan ke-t

IHSGt-1 : IHSGpada akhir bulan sebelumnya (t-1)

Sehingga rumus mencari betadengan model indeks tunggal adalah sebagai

berikut:

Dimana: β : Beta n : Periode

Rmt : Return pasar pada periode ke-t Rit : Return saham pada periode ke-t

Beta suatu sekuritas dapat dihitung dengan teknik estimasi yang

menggunakan data historis berupa data pasar (beta pasar), data akuntansi (beta

akuntansi), dan data fundamental (beta fundamental). Beberapa peneliti (Beaver,

Kettler, dan Scholes dalam Jogiyanto, 2010: 390) menggunakan 7 variabel yang

(11)

Beberapa variabel-variabel fundamental yang telah dijelaskan sebelumnya,

sebagian besar variabel-variabel tersebut adalah variabel-variabel akuntansi.

Walaupun variabel-variabel tersebut secara umum dianggap bervariasi dengan

risiko, tetapi secara teori mungkin tidak semuanya berhubungan dengan risiko.

Dari beberapa variabel fundamental, yaitu financial leverage dan pertumbuhan aktiva dapat dikatakan memiliki risiko, dimana perusahaan yang memiliki tingkat

financial leverage yang tinggi dianggap memiliki risiko yang tinggi. Begitu pula dengan pertumbuhan aktiva.

2.3 Kebijakan Dividen 2.3.1 Pengertian Dividen

Dividen merupakan hak pemegang saham biasa (common stock) untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan

untuk membagi keuntungan dalam dividen, semua pemegang saham biasa

mendapatkan haknya yang sama. Dividen dibagikan kepada para pemegang

saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Apabila peusahaan penerbit

saham mampu menghasilkan laba yang besar maka ada kemungkinan pemegang

sahamnya akan menikmati keuntungan dalam bentuk dividen yang besar pula.

Menurut PSAK No.23 paragraf 4 (2004: 23.4) tentang pendapatan,

mendefinisikan dividen sebagai distribusi laba kepada pemegang ekuitas sesuai

dengan proporsi mereka dari jenis modal tertentu. Sedangkan menurut Rusdin

(2006: 73) dividen adalah bagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada

pemegang saham. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dividen adalah bagian

keuntungan bersih setelah pajak yang dibagikan kepada pemegang saham. Karena

(12)

maka pihak manajemen perusahaan perlu memperhatikan kebijakan dividen yang

akan diterapkan dalam rangka menarik minat investor untuk menanamkan

modalnya dalam perusahaan dalam bentuk kepemilikan saham.

2.3.2 Jenis-jenis Dividen

Menurut Sundjaja dan Barlian (2010: 379), terdapat 4 (empat) jenis

dividen, yaitu:

1. Dividen tunai

Dividen tunai ini dibagikan oleh perusahaan dalam bentuk uang tunai.

Adapun pengertian dividen tunai adalah sumber dari arus kas untuk

pemegang saham yang memberikan informasi tentang kinerja perusahaan saat

ini dan akan datang.

2. Dividen saham

Dividen saham adalah pembayaran dividen dalam bentuk saham. Seringkali

dividen saham ini digunakan sebagai pengganti dari dividen tunai. Dividen

saham serupa dengan pemecahan dalam hal kesamaan “membagi ekuitas

menjadi bagian yang lebih kecil” tanpa mempengaruhi posisi fundamental dari pemegang saham.

3. Property dividend

Dividen yang dibagikan dalam bentuk aktiva lain selain kas atau saham,

misalnya aktiva tetap dan surat-surat berharga.

4. Liquiditing dividend

Dividen yang diberikan kepada pemegang saham sebagai akibat

dilikuidasinya perusahaan. Dividen yang dibagikan adalah selisih nilai

(13)

2.3.3 Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang

menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya, laba tersebut bisa dibagi

sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali. Van Horne dan

Wachowicz (2007 : 270) menyatakan kebijakan dividen adalah bagian yang tidak

terpisahkan dalam keputusan pendanaan perusahaan.

Keown (2005: 607), mengatakan bahwa kebijakan dividen adalah

kebijakan yang menentukan jumlah dividen relatif terhadap laba bersih

perusahaan atau penghasilan per saham. Menurut Martono dan Harjito (2007:

253) Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham

dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna

pembiayaan investasi di masa yang akan datang.

Kebijakan dividen dalam penelitian ini diukur dengan Dividend Payout Ratio (DPR), dimana rasio pembayaran dividen adalah persentase laba yang dibayarkan kepada para pemegang saham dalam bentuk kas.

DPR dirumuskan dengan :

Rasio pembayaran dividen (Dividen Payout Ratio) menentukan jumlah laba yang dapat ditahan dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan. Akan tetapi

dengan menahan laba saat ini dalam jumlah yang lebih besar dalam perusahaan

juga berarti lebih sedikit uang yang akan tersedia bagi pembayaran dividen saat

(14)

alokasi laba yang tepat antara pembayaran dividen dengan penambahan laba

ditahan perusahaan.

2.3.4 Teori Kebijakan Dividen

Ada beberapa pendapat ahli atau teori tentang kebijakan dividen sebagai

berikut:

1. Teori Ketidakrelevanan Dividen (Dividend Irrelevance Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Miller dan Modigliani (MM). Mereka

berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan

dasarnya untuk menghasilkan laba dan risiko bisnisnya. Dengan kata lain,

MM berpendapat bahwa nilai perusahaan tergantung pada laba yang

diproduksi, bukan pada bagaimana laba akan dibagi menjadi dividen dan laba

yang ditahan, sehingga kebijakan dividen sebuah perusahaan tidak memiliki

pengaruh terhadap nilai dan biaya modalnya. (Brigham dan Houston,

2006:70).

2. Teori Burung di Tangan (Bird in the Hand Theory)

Brigham dan Houston (2006:71), teori ini dikemukakan oleh Gordon dan

Lintner yang berpendapat bahwa tingkat pengembalian atas ekuitas akan

turun seiring dengan peningkatan pembayaran dividen karena para investor

kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan modal yang seharusnya

berasal dari saldo laba ditahan dibandingkan dengan penerimaan dividen.

Gordon dan Lintner berpendapat bahwa investor lebih menyukai pendapatan

(15)

3. Teori Preferensi Pajak

Menurut Brigham dan Houston (2006: 71), investor lebih menyukai

pembagian dividen yang rendah daripada tinggi, karena adanya pajak yang

dikenakan pada dividen. Investor menganggap bahwa pertumbuhan laba

mungkin dianggap menghasilkan kenaikan harga saham, dan keuntungan

modal (capital gain) yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang pajaknya lebih tinggi.

4. Teori “Clientele Effect”

Kelompok (Clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok

pemegang saham yang membutuhkan penghasilan saat ini akan lebih

menyukai pembayaran dividen yang tinggi, sedangkan kelompok pemegang

saham yang tidak terlalu membutuhkan penghasilan saat ini akan lebih

senang apabila perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan.

(Sjahrial, 2007 :314)

5. Teori Sinyal (Signaling Theory)

Teori sinyal menjelaskan tentang tindakan yang dilakukan oleh manajemen

perusahaan yang memberikan informasi kepada investor tentang bagaimana

manajemen menilai prospek suatu perusahaan. Modigliani dan Miller (MM)

dalam Brigham dan Houston, (2013: 184) mengasumsikan bahwa investor

dan manajer memiliki kesamaan informasi mengenai prospek suatu

perusahaan. Teori sinyal menurut Modigliani dan Miller (MM) dalam

Brigham dan Houston, (2013: 214) berhubungan pula dengan kebijakan

(16)

sinyal bagi investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan laba yang

baik di masa depan. Perusahaan yang melakukan pembagian dividen akan

mampu meningkatkan nilai perusahaan melalui kemakmuran para pemegang

saham. Dalam teori sinyal, jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan

kenaikan harga saham. Sebaliknya penurunan dividen pada umumnya

menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai

bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen daripada capital gains.

2.3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen

Menurut Rodoni dan Ali (2010: 123) faktor-faktor yang mempengaruhi

pembayaran dividen suatu perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Posisi likuiditas, yaitu apabila laba yang ditahan diinvestasikan dalam bentuk

aktiva tetap, seperti mesin dan peralatan, bahan dan persediaan dan

barang-barang lainnya, maka hal tersebut dapat menunjukkan posisi likuiditas

perusahaan yang rendah dan terdapat kemungkinan perusahaan tidak mampu

lagi membayarkan dividennya.

2. Profitabilitas, adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam

hubungannya dengan penjualan, total aset maupun modal sendiri. Dengan

demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan

analisis profitabilitas ini misalnya bagi pemegang saham akan melihat

keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen. Faktor

profitabilitas juga berpengaruh terhadap kebijakan dividen karena dividen

adalah laba bersih yang diperoleh perusahaan, oleh karena itu dividen akan

(17)

layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah

perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban tetapnya yaitu bunga dan pajak.

3. Leverage, faktor ini mencerminkan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang

digunakan untuk membayar hutang. Semakin besar rasio ini menunjukkan

semakin besar kewajibannya. Dan semakin rendah rasio ini akan

menunjukkan semakin tingginya kemampuan perusahaan memenuhi

kewajibannya.

2.4 Struktur Modal

2.4.1 Pengertian Struktur Modal

Struktur modal merupakan struktur keuangan dimana struktur keuangan

mencerminkan kebijakan manajemen perusahaan dalam mendanai aktivanya.

Menurut Sartono (2008: 225), menyatakan bahwa “Struktur modal merupakan perimbangan jumlah hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, saham

preferen dan saham biasa”.

Selanjutnya Riyanto (2008: 4) menjelaskan bahwa struktur modal adalah

keseluruhan aktivitas yang bersangkutan dengan usaha untuk mendapatkan dana

dan menggunakan atau mengalokasikan dana tersebut disebut pembelanjaan

perusahaan. Perolehan dan penggunaan dana, harus didasarkan pada pertimbangan

efisiensi dan efektifitas. Adapun penggunaan dana harus dilakukan secara efisien

artinya setiap rupiah dana yang tertanam dalam aktiva harus dapat digunakan

seefisien mungkin untuk dapat menghasilkan tingkat keuntungan investasi atau

rentabilitas yang maksimal. Efisiensi penggunaan dana secara langsung akan

(18)

tersebut atau rentabilitas. Sedangkan penggunaan dana harus dilakukan secara

efektif, artinya manajer keuangan harus mengusahakan agar perusahaan dapat

memperoleh dana yang diperlukan dengan biaya yang minimal dan syarat-syarat

yang paling menguntungkan.

Tujuan manajemen struktur modal kerja adalah menciptakan bauran

sumber dana permanen sedemikian rupa agar mampu memaksimalkan harga

saham dan agar tujuan manejemen keuangan untuk memaksimalkan nilai

perusahaan tercapai. Bauran pendanaan yang ideal dan selalu diupayakan

manajemen ini disebut sruktur modal optimal.

Struktur modal suatu perusahaan secara umum terdiri atas beberapa

komponen, yaitu:

1. Hutang Jangka Pendek

Adalah hutang lancar atau hutang jangka pendek adalah kewajiban keuangan

perusahaan yang pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukan dalam

jangka pendek (satu tahun sejak tanggal neraca).

2. Hutang Jangka Panjang

Menurut Riyanto (2008: 238), Modal asing atau hutang jangka panjang

adalah hutang yang jangka waktunya adalah panjang, umumnya lebih dari

sepuluh tahun. Hutang jangka panjang juga dapat didefinisikan sebagai

kewajiban keuangan yang jangka waktu pembayarannya (jatuh temponya)

(19)

3. Modal Sendiri

Menurut Bambang Riyanto (2008: 240), “Modal sendiri pada dasarnya adalah modal yang berasal dari pemilik dan tertanam di dalam perusahaan untuk

waktu yang tidak tertentu lamanya”.

Sedangkan menurut Sutrisno (2008: 9), “Modal sendiri atau sering disebut equity adalah modal yang berasal dari setoran pemilik (modal saham, agio saham) dan hasil operasi perusahaan itu sendiri (laba dan

cadangan-cadangan)”.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan, bahwa modal sendiri

adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan baik berupa modal saham,

agio saham yang tertanam di suatu perusahaan pada waktu yang tidak

ditentukan lamanya.

2.4.2 Kebijakan Struktur Modal

Pada dasarnya, pendanaan melalui hutang akan meningkatkan tingkat

pengambalian yang diharapkan dari suatu investasi, tetapi disisi lain, pendanaan

melalui hutang juga meningkatkan tingkat resiko atas investasi. Menurut Brigham

dan Hoston (2006: 6) kebijakan struktur modal melibatkan adanya suatu pertukaran antara resiko dan pengembalian:

a. Penggunaan lebih banyak hutang akan meningkatkan resiko yang ditanggung

oleh para pemengang saham,

b. Namun penggunaan hutang yang lebih besar biasanya akan menyebabkan

(20)

Selanjutnya menurut Brigham dan Houston (2006: 101) seberapa jauh

perusahaan menggunakan hutang (financial leverage) akan memiliki 3 (tiga) implikasi penting yaitu:

a. Dengan memperoleh dana melalui hutang, para pemegang saham dapat

mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus

membatasi investasi yang mereka berikan,

b. Kreditor akan melihat pada ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri, sebagai

suatu batasan keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal

yang diberikan pemegang saham, maka semakin kecil resiko yang dihadapi

kreditor.

c. Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana

hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka

pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar, atau diungkit (leverage) 2.4.3 Rasio Pengukuran Struktur Modal

Menurut Sjahrial (2009: 179), mengukur penggunaan dari suatu struktur

modal dapat menggunakan rasio-rasio leverage. Rasio yang digunakan untuk mengukur struktur modal adalah dengan menggunakan rasio leverage. rasio leverage mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang

digunakan untuk membayar hutang (Rodoni dan Ali, 2010: 123).

Fakhrudin (2008: 109) menyatakan bahwa leverage merupakan jumlah hutang yang digunakan untuk membiayai atau membeli aset-aset perusahaan.

(21)

Menurut Sugiono dan Untung (2008: 64) rasio leverage bertujuan untuk menganalisa pembelanjaan yang dilakukan berupa komposisi hutang dan modal

serta kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan beban tetap lainnya.

Rasio leverage terdiri dari debt ratio, financial ratio, fixed charge coverage ratio, dan cash flow coverage.

Rasio Leverage menurut Darsono (2005: 54) beberapa alat ukur yang digunakan dalam rasio leverage adalah sebagai berikut.

a. Debt to Asset Ratio (DAR)

Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan

menunjukkan persentase aktiva perusahan yang didukung oleh hutang. Rasio

ini juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusaaandalam

mengaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi

pembayaran bunga kepada kreditor. Nilai rasio yang tinggi menunjukkan

peningkatan dari ressiko pada kreditor (Darsono 2005: 54). DAR dapat

dihitung dengan rumus:

b. Debt Equity Ratio (DER)

Rasio ini merupakan persentase penyediaan dana oleh para pemegang saham

terhadap pemberi pinjaman. Menggambarkan kemampuan perusahaan dalam

memanfaatkan kewajiban agar untuk membayar hutang dengan ekuitas

(modal sendiri). Debt to equity ratio memberikan jaminan tentang seberapa besar hutang perusahaan dijamin oleh modal sendiri. Semakin tinggi rasio

menunjukkan semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh

(22)

DER dapat dihitung dengan rumus:

c. Long term Debt to Equity Ratio (LTDE)

Rasio ini menunjukkan perbandingan antara klaim keuangan jangka panjang

yang digunakan untuk mendanai kesempatan investasi jangka panjang dengan

pengembalian jangka panjang pula. Rasio ini dihitung dengan rumus:

2.4.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal

Apabila keputusan struktur modal sangat mempengaruhi kondisi dan nilai

perusahaan, maka sangat berguna bagi perusahaan untuk mengetahui faktor-faktor

fundamental atau faktor-faktor dari dalam perusahaan yang dapat mempengaruhi

struktur modal. Menurut Sutrisno (2000:307-308) struktur modal juga dipengaruhi

oleh beberapa faktor utama, antara lain:

1. Persesuaian (Suitability)

Merupakan persesuaian antara cara pemenuhan dana dengan jangka waktu

kebutuhannya. Bila yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan berjangka

pendek bila dibelanjai dengan hutang, obligasi atau dengan mengeluarkan

modal sendiri kurang sesuai. Sebaliknya cara pemenuhan dana disesuaikan

dengan jangka waktu kebutuhannya, artinya bila kebutuhan dana berjangka

(23)

kebutuhan dana jangka panjang sebaiknya dipenuhi sumber dana jangka

panjang.

2. Pengawasan (Control)

Pengendalian atau pengawasan perusahaan ada di tangan para pemegang

saham. Manajemen perusahaan mengemban tugas untuk menjalankan hasil

keputusan pemegang saham. Biasanya sebuah perusahaan dimiliki oleh

beberapa pemegang saham sehingga bila diperlukan tambahan dana perlu

dipertimbangkan apakah tugas pengawasan dari pemilik lama tidak akan

terkurangi. Oleh sebab itu dengan pertimbangan tersebut, biasanya pemilik

lama lebih menginginkan mengeluarkan obligasi dibanding dengan

menambah saham.

3. Laba (Earning per Share)

Memilih sumber dana apakah dari saham atau hutang, secara financial harusnya bisa menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham lebih besar.

4. Tingkat Risiko (Riskness)

Hutang merupakan sumber dana yang mempunyai risiko tinggi sebab

bunganya tetap harus dibayarkan baik pada saat perusahaan mendapatkan

laba maupun dalam kondisi merugi. Oleh karena itu semakin besar

penggunaan dana dari hutang mengindikasikan perusahaan mempunyai

(24)

2.5 Penelitian Terdahulu

Adapun beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini

adalah:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

(25)

5

Pengujian dengan Uji t menunjukkan tidak ada perbedaan yang

signifikan antara

(26)

2.6 Kerangka Konseptual

Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi beta saham yang dalam

penelitian ini dapat dihitung melalui model indeks. Beberapa faktor fundamental

dapat mempengaruhi besar kecilnya harga saham yang akan berdampak pada nilai

beta saham. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan diantaranya adalah

kebijakan dividen dan struktur modal.

2.6.1 Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Harga Saham

Kebijakan dividen diproksikan dengan Devidend Payout Ratio (DPR). Devidend Payout Ratio (DPR) adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan

ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang.

Kebijakan dividen yang diukur dengan Dividend Payout Ratio (DPR) menunjukkan besarnya laba perlembar saham yang dibagikan pada pemegang

saham. Para pemegang saham tentunya menginginkan jumlah dividen yang stabil

atau mengalami peningkatan namun disisi lain perusahaan harus

mempertimbangkan berbagai hal terkait dengan kebijakan dividennya.

Perusahaan dengan jumlah dividen yang tinggi disukai oleh para investor

karena memberikan tingkat return yang tinggi. Dengan jumlah dividen yang tinggi, maka permintaan pasar terhadap saham perusahaan akan meningkat,

dengan meningkatnya permintaan pasar, maka harga saham perusahaan akan

(27)

2.6.2 Pengaruh Struktur Modal Terhadap Harga Saham

Struktur modal atau leverage mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian

modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang (Rodoni dan Ali, 2010:

123). Leverage ini diproksikan dengan indikator Debt to Equity Ratio (DER) yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya

yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk

membayar hutang.

Struktur permodalan yang lebih tinggi dimiliki oleh hutang menyebabkan

perusahaan memiliki risiko ketidakmampuan melunasi kewajibannya. Oleh karena

itu, semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk

membayar seluruh kewajibannya. Sebaliknya, semakin tinggi DER maka

semakin rendah kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya

dengan modal yang dimiliki. Dengan demikian, tinggi rendahnya kemampuan

perusahaan dalam membayar kewajibannya, akan berdampak pada permintaan

pasar terhadap saham perusahaan. Para investor akan menghindari saham

perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi karena dinilai lebih berisiko

sebaliknya jika rasio DER rendah, akan lebih dipercaya oleh investor untuk

berinvestasi.

Peningkatan hutang akan mempengaruhi tinggi rendahnya harga saham

(28)

digunakan untuk melunasi hutang. Dengan demikian, jika Debt to Equity Ratio (DER) meningkat, maka harga saham akan mengalami penurunan.

2.6.3 Pengaruh Harga Saham Terhadap Beta Saham

Harga saham perusahaan ditentukan oleh tinggi rendahnya permintaan

pasar di Bursa Saham. Saham perusahaan dengan tingkat permintaan yang tinggi

akan meningkatkan harga sahamnya sebaliknya jika permintaan terhadap saham

perusahaan rendah, maka harga saham juga rendah.

Harga saham yang cenderung stabil dan meningkat menunjukkan tingkat

risiko yang rendah dibanding harga saham yang memiliki kecenderungan

berfluktuasi atau mengalami penurunan. Sehingga jika harga saham meningkat

maka risiko saham (beta) akan menurun dan jika harga saham menurun maka

risiko saham akan mengalami peningkatan.

Berdasarkan uraian tersebut, kerangka konseptual penelitian digambarkan

sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Berdasarkan Gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa kebijakan dividen dan

struktur modal berpengaruh terhadap harga saham dan harga saham berpengaruh

terhadap beta saham syariah pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) periode 2011-2014.

Kebijakan Dividen (X1)

Struktur Modal (X2)

Harga Saham (Y1)

(29)

2.7 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2005 : 51) hipotesis adalah jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan rumusan masalah, teori-teori

yang relevan, penelitian terdahulu serta kerangka konseptual penelitian, maka

hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada

perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) periode 2011-2014. 2. Struktur Modal berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada

perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) periode 2011-2014. 3. Harga Saham berpengaruh signifikan terhadap beta saham pada perusahaan

Gambar

Gambar 2.1 Kemiringan Beta Saham
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Detektor yang telah dilengkapi supervisi yang sejenis. Detektor kebakaran penginderaan panas. Panas adalah penambahan energi yang menyebabkan bahan temperaturnya naik dan juga

Kursus ini menjelaskan tentang prosedur penyelidikan pendidikan, Menyatakan masalah kajian, menetapkan objektif kajian, membentuk soalan kajian, membentuk hipotesis kajian, melakukan

PENINGKATAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA PEMBELAJARAN TERMOKIMIA BERBASIS INKUIRI TERBIMBING.. Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang terakhir diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012

Jaminan penawaran cukup di scan dan di upload dalam dokumen penawaran, akan tetapi ketika tahap pembuktian kualifikasi, penyedia harus menunjukkan jaminan penawaran asli.

If you are currently applying for other scholarship programs or holding any other scholarship, please specify program and status of your application (including Fulbright and

1) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri.. dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa

Berbeda dengan aktivitas fisik remaja di Panti Asuhan Baitul Falah Semarang yang sebagian besar (50,0%) beraktivitas berat, karena yang sering dilakukan adalah mencuci