1 BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki berbagai kekayaan alam yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi berbagai bahan pangan. Kelapa sawit merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22-32°C. Saat ini 5,4 juta Ha lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah memproduksi minyak kelapa sawit mentah dengan kapasitas minimal 16 juta ton per tahun dan merupakan produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia.
Minyak kelapa sawit dapat di hasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit dan sebagai hasil samping adalah bungkil inti kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan pellet adalah bubuk yang dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang dengan diameter lebih kurang dari 8 mm dan digunakan sebagai makanan ternak. Selain dikembangkan sebagai minyak goreng, minyak sawit dapat diaplikasikan untuk mensintesis berbagai produk pangan karena kandungan mikronutrein yang tinggi seperti karetenoid (500-700ppm) dan vitamin E (1000ppm). Minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dikenal kaya akan zat warna yang terdapat secara alamiah di dalam kelapa sawit, Zat warna tersebut antara lain terdiri dari α-karoten, β-karoten, xanthopil,
2
kloropil dan antosianin. Zat-zat warna tersebut menyebabkan minyak berwarna
kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah - merahan.
Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah diolah menjadi minyak goreng, antara lain melalui beberapa tahapan proses penghilangan gum/getah (degumming), proses penghilangan asam lemak bebas (netralisasi), proses pemucatan warna (bleaching), dan proses penghilangan bau
digunakan untuk menghilangkan atau menjerap zat warna yang terdapat didalam CPO sehingga dihasilkan minyak yang lebih jernih. Pada tahun 2009 di Indonesia sekitar 757.581 ton bleaching earth digunakan untuk produksi minyak goreng. Kebutuhan akan bleaching earth setiap tahun semakin meningkat dengan berkembangnya industri minyak nabati, namun disisi lain tidak dapat diperbaharui.
Pada umumnya industri minyak akan membuang spent bleaching earth pada
suatu lahan. Tingginya kandungan minyak nabati pada spent bleaching earth sangat potensial untuk dimanfaatkan kembali sebagai pengadsorben sehingga
perlu dilakukan pemulihan (recovery) dengan cara penambahan isopropanol dan pemanasan (Soliman, 2007)
3 Proses pemucatan minyak kelapa sawit sangat menunjang perdagangan
Ekspor. Warna pada minyak kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang mendapat perhatian khusus, karena minyak kelapa sawit mengandung
warna-warna yang tidak disukai oleh konsumen. Berdasarkan dari uraian tersebut kami tertarik untuk menganalisa intensitas zat warna pada CPO sebagai
syarat tugas akhir D-3 Kimia, maka dalam hal ini kami tertarik untuk memilih judul “Perbandingan intensitas warna CPO dengan menggunakan
Bleaching Earth (BE) dan Spent Bleaching Earth(SBE)’’
1.2 Rumusan Permasalahan
Adapun yang menjadi permasalahan pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana perbandingan intensitas warna CPO dengan menggunakan bleaching earth dan spent bleaching earth
2. Apakah sudah memenuhi spesifikasi standart di PT.SMART. Tbk
1.3 Batasan masalah
Penelitian ini dibatasi dengan hanya menentukan perubahan warna CPO pada proses pemucatan
1.4 Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan untuk karya ilmiah adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Bagaimana perbandingan intensitas warna CPO dengan menggunakan bleaching earth dan spent bleaching earth
2. Untuk mengetahui Apakah sudah memenuhi standar mutu spesifikasi standart di PT.SMART. Tbk
4 1.5 Manfaat Penulisan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penggunaan
bleaching earth dan spent bleaching earth.
Untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang kualitas bleaching earth
dan spent bleaching earth yang rendah.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmiah dan menjadi sumber referensi bagi pembaca