• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERANAN SEKTOR AGROINDUSTRI DAN (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PERANAN SEKTOR AGROINDUSTRI DAN (1)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI JURNAL

ANALISIS PERANAN SEKTOR AGROINDUSTRI DAN PERTANIAN DALAM EKONOMI JAWA TIMUR

(STRUCTURAL DECOMPOSITION ANALYSIS)

ANALYSIS OF AGRO-INDUSTRY AND AGRICULTURE SECTOR ROLE IN EAST JAVA ECONOMY

(STRUCTURAL DECOMPOSITION ANALYSIS)

Oleh

ALI AKBAR HAKIM 105040101111018

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN MALANG

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI NASKAH JURNAL

ANALISIS PERANAN SEKTOR AGROINDUSTRI DAN PERTANIAN DALAM EKONOMI JAWA TIMUR

(STRUCTURAL DECOMPOSITION ANALYSIS)

ANALYSIS OF AGRO-INDUSTRY AND AGRICULTURE SECTOR ROLE IN EAST JAVA ECONOMY

(STRUCTURAL DECOMPOSITION ANALYSIS)

Oleh

Nama : Ali Akbar Hakim

NIM : 105040101111018

Progam Studi : Agribisnis

Jurusan : Sosial Ekonomi Pertanian Menyetujui : Dosen Pembimbing

Tanggal Persetujuan:... Pembimbing Utama,

Prof. Ratya Anindita, MS., Ph.D. NIP. 19610908 198601 1 001

Pembimbing Pendamping,

Dr. Ir. Suhartini, MP. NIP. 19680401 200801 2 015

Mengetahui,

Plt. Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam jurnal ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Malang, Juni 2015

(4)

ANALISIS PERANAN SEKTOR AGROINDUSTRI DAN PERTANIAN DALAM EKONOMI JAWA TIMUR

(STRUCTURAL DECOMPOSITION ANALYSIS)

ANALYSIS OF AGRO-INDUSTRY AND AGRICULTURE SECTOR ROLE IN EAST JAVA ECONOMY

(STRUCTURAL DECOMPOSITION ANALYSIS)

Ali Akbar Hakim1), Prof. Ratya Anindita, MS., Ph.D.2), Dr. Ir. Suhartini, MP.2) 1) Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Brawijaya, Malang.

2) Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Brawijaya, Malang.

ABSTRACT

The purposes of this study are to determine the role of agro-industry and agriculture sector role and also to identify the source of East Java economic growth using structural decomposition analysis. The results show that agriculture sector improved in the period of 2006-2010 after declined output in the period of 2000-2006 due to negative effect of its input structure (technology-effect) to output. Agro-industrial sectors, especially food and beverage industry gaining significant output growth in the second period as final consumption raised in product variety to this sector (mix-effect), although, tobaccoo sector declined in its output in the second period, due to decreased final consumption to this sector. Based on final demand categories, East Java able to grow in the first period mostly from the raised of export among provinces, while in the second period, this growth mostly based on household consumption.

Keywords: Input-Output, Structural Decomposition Analysis, East Java, Sources of Growth

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran sektor agroindustri dan pertanian, sekaligus untuk mengidentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dengan menggunakan analisis dekomposisi struktural. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pertanian mengalami perbaikan di periode 2006-2010 setelah di periode 2000-2006 mengalami penurunan akibat efek negatif dari struktur inputnya (technology-effect). Sektor agroindustri, khususnya sektor pengolahan makanan dan minuman mengalami pertumbuhan output signifikan di periode kedua akibat peningkatan variasi konsumsi permintaan akhir pada sektor ini (mix-effect), meskipun pada sektor tembakau dan olahannya mengalami penurunan output akibat melemahnya konsumsi permintaan akhir pada sektor ini. Berdasarkan kategori permintaan akhir, Jawa Timur mampu tumbuh di periode awal akibat peningkatan nilai ekspor antarprovinsi, sementara di periode kedua sumber pertumbuhan didominasi oleh konsumsi rumah tangga.

(5)

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara dengan ekonomi terbesar yang kaya akan sumber daya alam, disertai dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat (United Nations, 2015). Pertumbuhan ekonomi Indonesia selepas krisis moneter yang terjadi pada 1997/98 didominasi oleh ekspor produk-produk komoditas primer seperti batu bara, minyak mentah, dan minyak sawit. Besarnya permintaan pasar dunia akan produk komoditas primer ini diiringi dengan tingginya harga pasaran dunia hingga mampu melipatgandakan Produk Domestik Bruto (PDB) negara dari $US 580 miliar menjadi $US 1,1 triliun antara tahun 2001 dan 2012 dan berdampak langsung pada peningkatan PDB per kapita dari $US 2.737 menjadi $US 4.272 (harga konstan 2005) pada periode yang sama (Bank Dunia, 2014).

Namun demikian, kekuatan perbaikan ekonomi nasional yang berbasis ekspor komoditas ini menyebabkan perekonomian Indonesia identik dengan kenaikan tingkat ekspor primer yang serupa dengan kondisi dimana Indonesia sangat menggantungkan pertumbuhan ekonominya pada sektor minyak dan gas di era 1971-1986. Pertumbuhan ekonomi yang hanya mengandalkan ekstraksi sumber daya alam tidak mampu memanfaatkan potensi ekonomi yang jauh lebih besar sebagaimana besarnya potensi dari populasi penduduk usia produktif yang dimiliki Indonesia. Pengalaman transformasi ekonomi di era 1980-an yang pada mulanya menitikberatkan pada kebijakan ekspor minyak mentah menjadi ekonomi yang berbasiskan industri dan mengacu pada ekspor memberikan contoh nyata bahwa ketergantungan pada ekspor primer tidak dapat memberikan solusi pertumbuhan ekonomi jangka panjang (Jacob, 2003).

(6)

pertanian (Bank Indonesia, 2011), sehingga provinsi ini mampu menggambarkan potensi negara sesungguhnya diluar ekspor komoditas.

Adanya peranan sektoral sebagai sumber pertumbuhan ekonomi yang dinamis dari waktu ke waktu membawa pemahaman baru akan pentingnya mengetahui proses terjadinya perubahan struktur ekonomi Jawa Timur, sehingga dapat diidentifikasi langkah-langkah kebijakan yang dapat ditempuh kedepannya. Penelitian ini berusaha memahami bagaimana pertanian dan agroindustri berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selama dekade pasca krisis ekonomi nasional 1997/98 (tahun 2000 hingga 2010) bersama dengan peranan sektor lainnya sehingga dapat diketahui bagaimana proses transformasi ekonomi yang terjadi di provinsi ini. Pada akhirnya, proses transformasi yang dialami Jawa Timur ini dapat menjadi figur bagi provinsi lain di Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi yang tidak terus mengandalkan produk-produk komoditas, melainkan dengan peningkatan perdagangan dan produk-produk non-komoditas yang bernilai tambah tinggi.

II. METODE PENELITIAN

Proses dekomposisi efek perubahan permintaan akhir ini mengikuti formula yang dikemukakan oleh Miller & Blair (2009), dimana terdapat tiga determinan penyebab perubahan output, yaitu level-effect, mix-effect, dan distribution/category-effect. Ketiga efek ini dapat disusun untuk menjelaskan perubahan permintaan akhir (Δf) sebagaimana telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka sebagai berikut:

Δf=(1

2)(Δf)(B 0

d0+B1d1)+(1 2)[f

0

B)d1+f1(ΔB)d0]

+(1

2)(f 0

B0+f1B1)(Δd) (1)

dimana,

Bt adalah bridge matrix (n x p)

dt adalah vektor kolom yang merupakan proporsi pengeluaran permintaan

(7)

ft adalah vektor kolom permintaan akhir berdasar kategori k pada tahun t.

ft adalah skalar berupa total pengeluaran permintaan akhir dari keseluruhan

sektor di tahun t.

Untuk mendapatkan efek langsung dari perubahan struktur permintaan akhir ini pada output, maka formulasi (2) disusun sebagai berikut:

ΔX=i'1

Sementara itu, perubahan koefisien teknologi menggunakan formulasi yang disampaikan oleh (Miller dan Blair, 2009) namun terbatas hanya untuk mengetahui perubahan teknologi dari sektor kolom j saja. Adapun analisa lebih mendetail diajukan oleh (Dietzenbacher dan Hoekstra, 2000) dengan menggunakan bantuan metode RAS, sehingga dapat diketahui secara menyeluruh perubahan yang terjadi dalam masing-masing sektor dalam sekali kalkulasi

dimana n menunjukkan sektor ke-n.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

(8)

pangan (kode sektor 1) sangat mendominasi, melampaui capaian pertumbuhan output pada periode sebelumnya. Sementara itu, sektor jasa (kode sektor 13) dan perdagangan (kode sektor 15) nampak mengalami perlambatan pertumbuhan pada periode yang sama, setelah sebelumnya memimpin pertumbuhan ekonomi Jawa Timur.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

-50.000.000,00 0,00 50.000.000,00 100.000.000,00 150.000.000,00 200.000.000,00 250.000.000,00

(Harga Konstan 2010)

Δ Output Periode I

Δ Output Periode II

Kode Sektor

Jut

a

R

up

ia

h

Gambar 1. Perbandingan Perubahan Output pada Dua Periode Penelitian

(9)

Konsumsi RT

Gambar 2. Perbandingan Perubahan Output Berdasarkan Kategori Permintaan Akhir

3.1 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Periode 2000-2006

Pada periode 2000-2006, tercatat sektor jasa dan perdagangan merupakan sektor utama pendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dengan kontribusi masing-masing sebesar Rp 110 triliun dan Rp 90 triliun (Tabel 1). Pertumbuhan kelompok sektor pertanian cenderung didominasi oleh sektor tanaman pangan dengan kontribusi pertumbuhan output sebesar Rp 41 triliun sebagaimana Jawa Timur berusaha untuk menjadi lumbung pangan nasional (Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2006). Sektor industri lainnya juga teridentifikasi sebagai sektor utama pertumbuhan ekonomi pada periode ini, bersama dengan industri rokok dan tembakau.

(10)

meningkatkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di tahun 2005. Tabel 1 menunjukkan bahwa kelompok sektor pertanian bersama dengan beberapa sektor industri mengalami penurunan kinerja dalam struktur inputnya akibat dari kenaikan harga BBM ini.

Kelompok sektor pertanian nampak memiliki karakteristik yang beragam dibandingkan dengan kelompok sektor jasa dan perdagangan. Pertumbuhan output sektor tanaman pangan, tanaman perkebunan, dan hortikultura cenderung didorong oleh besarnya dampak peningkatan total pengeluaran pada masing-masing permintaan akhir, termasuk proporsi pengeluaran akhirnya terhadap total pengeluaran (distribution-effect). Perubahan output sektor tanaman pangan sendiri 33,13% berasal dari efek meningkatnya pengeluaran pada permintaan akhir masyarakat Jawa Timur, sementara penggunaannya bersama dengan produk/jasa sektor lain pada kategori permintaan akhir berkontribusi 21,4% dan didominasi oleh konsumsi rumah tangga. Ini mengindikasikan bahwa sektor tanaman pangan pada periode 2000-2006 cenderung lebih peka secara positif terhadap peningkatan pengeluaran pada permintaan akhir, adapun perubahan struktur input sektor ini berperan 15,51% terhadap pertumbuhan output yang dialaminya.

(11)

Tabel 1. Hasil Dekomposisi Periode 2000-2006

Kode Nama Sektor Δ OUTPUT

1 Tanaman Pangan 41.330.803,56 33,13% 21,40% 29,96% 15,51%

2 Tanaman Perkebunan 6.107.831,75 204,76% -220,99% 107,18% 9,05%

3 Hortikultura 3.400.888,47 71,42% 33,45% 22,06% -26,93%

4 Ternak & Hasil Ternak -13.768.756,29 73,25% -77,09% -7,60% -88,56%

5 Hasil Hutan -10.137.906,54 33,29% -49,16% -1,68% -82,45%

6 Perikanan & Hasilnya 12.906.706,58 35,31% 77,28% 9,15% -21,74%

7 Industri Makanan & Minuman -6.437.564,55 340,72% -525,93% 26,89% 58,31% 8 Rokok & Tembakau Olahan 19.696.568,41 128,10% -34,31% 73,71% -67,50%

9 Agroindustri Lainnya 4.905.123,06 527,08% -98,93% -162,22% -165,93%

10 Industri Lainnya 43.096.686,05 124,89% -30,16% -31,01% 36,28%

11 Transportasi 22.145.448,34 41,19% 93,50% -1,59% -33,11%

12 29.634.770,06 14,19% 27,01% 0,40% 58,41%

13 Jasa, Listrik, Gas, & Air 110.762.000,50 38,02% 32,77% -0,98% 30,18%

14 Konstruksi -3.435.089,70 355,16% -283,80% -443,71% 272,35%

15 Perdagangan 90.239.411,39 36,63% 39,24% -5,67% 29,80%

16 4.349.224,83 129,42% -181,41% 31,34% 120,65%

Satuan output dalam Juta Rupiah dalam struktur inputnya, menyebabkan penurunan output sebesar -67,5%, namun dapat diimbangi dengan besarnya konsumsi akhir untuk sektor ini dengan kontribusi pada perubahan output yang mencapai 128,1%, ditambah dengan peningkatan proporsi pengeluaran akhir yang besar pada sektor ini hingga 73,71% berpengaruh positif terhadap pertumbuhan outputnya. Adanya penurunan penggunaan produk sektor ini bersama dengan produk sektor lain nampak menekan pertumbuhan outputnya hingga 34,31%.

(12)

sebesar -165%. Keadaan ini diperparah dengan adanya penurunan proporsi konsumsi akhir untuk sektor ini disertai hambatan berupa lemahnya efek dari kombinasi penggunaan produk sektor ini bersama dengan produk/jasa dari sektor lain, masing-masing menekan pertumbuhan output hingga -162% dan 98,93%.

Tabel 2. Dekomposisi Permintaan Akhir 2000-2006

Kategori Permintaan Akhir LEV-EFFECT MIX-EFFECT

Konsumsi RT 109.867.579,84 2.059.481,45 12.830.938,05 124.757.999,33

Konsumsi Pemerintah 11.524.560,65 905.497,14 6.983.565,46 19.413.623,25

PMTB 29.020.592,49 -1.880.440,35 -44.320.125,64 -17.179.973,49

Perubahan Stok 11.474.353,28 3.616.805,31 32.955.109,65 48.046.268,24

Ekspor (LN) 37.840.314,73 5.875.906,29 -103.910.666,10 -60.194.445,08

Ekspor (AP) 80.082.881,33 4.602.091,74 89.721.687,20 174.406.660,27

Satuan dalam Juta Rupiah

DIS(CAT)-EFFECT Δ Output

Secara umum, pada periode I kelompok sektor pertanian dan industri (termasuk agroindustri) cenderung mendapat tekanan pertumbuhan dari memburuknya kinerja struktur input, hal ini dapat dilihat dari nilai tech-effect yang negatif. Sumber pertumbuhan selain berasal dari adanya peningkatan total permintaan akhir, juga berasal dari meningkatnya variasi konsumsi produk yang digunakan bersama dengan produk/jasa dari sektor lain (mix-effect). Tekanan pertumbuhan output juga teridentifikasi dari penurunan rasio permintaan akhir masing-masing sektor terhadap total permintaan akhir. Tabel 2 menjelaskan sumber pertumbuhan periode I berdasarkan kategori permintaan akhir, dimana ekspor antarprovinsi memberikan kontribusi terbesar terhadap perubahan output hingga Rp 174 triliun, sementara Rp 124 triliun berasal konsumsi rumah tangga. Ekspor luar negeri pada periode ini mengalami penurunan output hingga minus Rp 60 triliun yang disebabkan oleh besarnya penurunan rasio permintaan akhir kategori ini, yaitu sebesar minus Rp 103 triliun.

(13)

Penelusuran lebih mendalam menjelaskan bahwa efek ini berasal dari adanya peningkatan variasi konsumsi pada kategori ekspor luar negeri yang disertai dengan efek dari peningkatan total agregat permintaan akhir.

Tabel 3. Perubahan Output Beradasar Kategori Permintaan Akhir (Periode 2000-2006)

Kode Konsumsi RT PMTB Ekspor (LN) Ekspor (AP)

1 48.003.080,70 349.535,50 26.956,66 -17.244.994,18 -530.625,92 4.316.681,54

2 -4.227.295,39 400.076,84 -14.551,64 1.424.119,15 -2.528.046,27 10.500.903,53

3 4.663.056,37 219.993,22 20.516,13 -105.404,38 57.801,75 -539.158,23

4 -10.019.661,50 975.120,41 4.117.501,41 -671.153,63 -1.067.745,51 5.091.278,53

5 222.095,34 -63.336,00 -517.985,82 1.218.000,90 -1.746.617,43 -891.039,81

6 11.641.333,18 212.988,67 -17.407,26 295.624,47 -72.027,92 3.651.965,31

7 -3.539.557,20 415.527,67 66.684,97 6.930.257,83 -12.426.738,16 -1.637.776,59

8 -2.136.857,81 80.201,91 5.892,27 1.613.842,04 -684.547,96 34.112.430,88

9 155.589,64 -622.082,56 -5.171.925,74 8.542.123,12 -9.217.350,38 19.357.946,52

10 4.990.319,30 -1.996.319,56 -16.329.093,42 39.794.770,26 -26.564.986,45 27.567.835,01

11 17.929.485,84 -198.071,64 1.377.682,38 1.039.891,32 -115.502,20 9.443.948,86

12 8.771.225,47 226.521,96 71.051,12 392.057,84 -513.582,26 3.379.072,55

13 18.325.302,29 20.657.576,09 1.718.511,57 1.769.620,14 5.501.983,62 29.356.967,25

14 -3.201.398,18 -1.335.102,03 -9.078.955,83 96.389,98 -93.433,00 821.790,00

15 35.710.568,61 103.372,04 7.296.409,91 274.964,53 -9.078.572,65 29.040.901,13

16 -2.529.287,34 -12.379,27 -751.260,20 2.676.158,86 -1.114.454,35 832.913,78

Satuan dalam juta rupiah Bruto (Rp 66 miliar), dan perubahan stok (Rp 6,9 triliun) sementara konsumsi rumah tangga dan ekspor (luar negeri dan antarprovinsi) justru menekan pertumbuhan output sektor ini (kode sektor 7 pada Tabel 3). Efek tekanan output dari sektor ini diketahui berasal dari penurunan variasi konsumsi masing-masing kategori permintaan akhir yang ada. Pada sektor rokok dan tembakau (kode sektor 8), pertumbuhan output didorong oleh ekspor antarprovinsi, sementara konsumsi rumah tangga dan ekspor luar negeri justru menekan pertumbuhan output ini, masing-masing sebesar minus Rp 2 triliun dan minus Rp 684 miliar.

3.2 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Periode 2006-2010

(14)

pangan, setelah pada periode sebelumnya sektor-sektor ini tertinggal jauh dari sektor jasa-jasa. Pada kelompok sektor pertanian, pertumbuhan output signifikan dicapai oleh sektor tanaman pangan (Rp 50 triliun), ternak dan hasil ternak (Rp 11 triliun), serta sektor perikanan dan hasilnya (Rp 19 triliun). Tanaman pangan nampak memiliki karakteristik pertumbuhan yang mirip dengan pertumbuhan yang terjadi pada sektor perikanan dan hasilnya (Tabel 4). Masing-masing sektor ini terdorong oleh dampak dari peningkatan total permintaan akhir, dengan sumbangan terhadap pertumbuhan output di sekitaran 76% dan 65%.

Tabel 4. Hasil Dekomposisi Periode 2006-2010

Kode Nama Sektor Δ OUTPUT

1 Tanaman Pangan 50.940.608,43 76,86% -44,87% 5,06% 62,95%

2 Tanaman Perkebunan -7.199.589,03 271,61% -338,75% -106,49% 73,63%

3 Hortikultura -1.136.223,74 378,01% -542,38% 54,88% 9,50%

4 Ternak & Hasil Ternak 11.418.390,16 124,56% -15,55% 33,88% -42,90%

5 Hasil Hutan 4.134.964,18 88,33% 20,02% -30,62% 22,27%

6 Perikanan & Hasilnya 19.814.568,43 65,12% -5,44% 2,82% 37,51%

7 Industri Makanan & Minuman 150.062.191,00 37,02% 49,70% -3,32% 16,60%

8 Rokok & Tembakau Olahan -11.358.826,66 365,93% -252,94% -237,25% 24,26%

9 Agroindustri Lainnya 12.214.982,37 342,66% -217,00% -166,63% 140,98%

10 Industri Lainnya 193.408.242,70 63,26% 40,02% -7,45% 4,18%

11 Transportasi 24.141.384,72 94,49% -48,09% 4,20% 49,40%

12 -4.575.218,43 267,63% -128,31% 14,78% -254,10%

13 Jasa, Listrik, Gas, & Air 66.860.731,97 149,61% -10,58% 17,02% -56,06%

14 Konstruksi 120.180.721,20 30,77% 22,86% 44,18% 2,19%

15 Perdagangan 47.238.706,62 165,65% -90,37% 18,09% 6,64%

16 40.510.806,29 37,87% 16,82% -2,15% 47,46%

Satuan output dalam Juta Rupiah

(15)

sebesar 63,26% dari efek peningkatan level permintaan akhir, sementara struktur input sendiri berkontribusi hanya 4,81% terhadap pertumbuhan yang terjadi. Pertumbuhan sektor ini juga nampak dari peningkatan konsumsi produk sektor ini yang dikombinasikan dengan produk sektor lain, menyumbangkan 40,02% terhadap pertumbuhan outputnya, namun efek dari konsumsi produk sektor ini di berbagai kategori permintaan akhir justru menekan pertumbuhan secara tipis, sebesar -7,45% terhadap perubahan output.

Agaknya karakteristik pertumbuhan ini serupa dengan yang terjadi pada sektor industri makanan dan minuman. Pertumbuhan output sektor ini mencapai 150 triliun dengan pendorong utama berasal dari penggunaan produk sektor ini yang dikombinasikan dengan produk sektor lain, dengan efek positif sebesar 49,7%. Sementara efek dari meningkatnya permintaan akhir sektor ini berkontribusi relatif lebih rendah, sebesar 37,02%. struktur input sektor ini turut menyumbangkan 16,6% pertumbuhan output yang terjadi.

Tabel 5. Dekomposisi Permintaan Akhir 2006-2010

Kategori Permintaan Akhir LEV-EFFECT MIX-EFFECT

Konsumsi RT 273.819.691,73 4.906.943,19 100.615.463,24 379.342.098,16

Konsumsi Pemerintah 28.472.271,72 0,00 4.040.969,70 32.513.241,42

PMTB 77.421.692,66 3.527.347,00 134.526.380,27 215.475.419,93

Perubahan Stok 22.251.474,09 460.315,08 -64.401.692,88 -41.689.903,71

Ekspor (LN) 58.741.850,97 -10.288.898,73 34.164.183,53 82.617.135,77

Ekspor (AP) 160.056.243,45 9.739.069,99 -203.110.000,07 -33.314.686,64

Satuan dalam Juta Rupiah

DIS(CAT)-EFFECT Δ Output

(16)

Kode PMTB Ekspor (LN) Ekspor (AP)

1 17.886.450,91 859.705,80 513.982,66 3.444.688,15 253.279,08 -4.083.138,77

2 5.250.762,32 296.335,91 339.234,10 -1.533.459,55 1.642.651,14 -18.496.043,66

3 -1.007.431,08 141.873,68 53.258,12 63.040,28 304.593,53 -799.501,22

4 4.970.428,96 486.812,47 5.347.135,80 1.642.352,73 1.428.596,25 2.441.779,02

5 4.078.186,78 59.448,60 704.479,52 -535.760,58 -523.742,96 -568.598,66

6 3.051.229,34 317.952,35 123.794,79 -176.930,62 7.095.023,83 1.971.628,48 7 79.865.930,51 1.144.578,44 874.166,09 -4.754.868,90 17.753.930,66 30.262.275,43

8 26.820.010,91 83.011,83 28.090,72 -970.859,11 3.958.976,60 -44.033.390,21 9 8.769.893,30 802.295,87 10.023.678,53 -5.864.763,40 -15.819.744,30 -2.916.475,11

10 84.269.534,89 2.500.537,01 44.047.748,74 -26.267.888,29 49.306.436,13 31.472.621,50 11 6.441.025,40 614.390,35 3.577.499,79 -718.195,40 2.667.283,95 -367.063,95

12 5.336.095,25 489.815,00 2.710.004,09 -409.143,67 572.478,06 -1.648.789,75 13 95.380.935,49 22.073.601,22 7.024.819,55 -1.304.240,41 -6.691.813,48 -12.140.443,95

14 10.852.036,18 547.130,05 106.483.890,17 -182.065,55 419.584,79 -573.796,30 15 21.301.114,28 1.823.152,17 24.478.952,43 -1.791.734,63 8.459.291,79 -10.167.007,99

16 6.075.894,72 272.600,66 9.144.684,84 -2.330.074,76 11.790.310,70 -3.668.741,48

Tabel 6. Perubahan Output Beradasar Kategori Permintaan Akhir (Periode 2006- 2010)

Pada Tabel 6 di bawah, dapat diketahui bahwa pertumbuhan output sektor jasa dan perdagangan didominasi oleh konsumsi rumah tangga dimana terjadi pergeseran perilaku konsumsi masyarakat Jawa Timur. Sebagaimana terlihat pada Tabel 3, konsumsi rumah tangga pada periode I (2000-2006) mendominasi pertumbuhan output sektor tanaman pangan, disusul oleh pertumbuhan output dari sektor perdagangan (kode 15) dan sektor jasa (13), sedangkan pada periode II (2006-2010), konsumsi rumah tangga bergeser dengan mendominasi pertumbuhan output pada sektor industri makanan dan minuman (kode 7), sektor rokok dan tembakau (kode 8), industri lain (kode 10), jasa (kode 13, dan perdagangan (kode 15). Pergeseran dorongan pertumbuhan output dari konsumsi rumah tangga ini tidak terlepas dari besarnya tingkat konsumsi rumah tangga di periode II dibandingkan dengan tingkat konsumsi rumah tangga di periode I.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

(17)

industri pengolahan dan manufaktur, serta sektor pertanian. Adapun beberapa hal yang dapat ditarik sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah,

1. Secara umum kontribusi output kelompok sektor pertanian selama periode 2000-2006 hingga 2006-2010 meningkat dari Rp 39,8 triliun menjadi Rp 77,9 triliun, dimana sektor tanaman pangan dan perikanan dan hasilnya merupakan sumber utama pertumbuhan kelompok sektor ini selama periode I dan periode II. Pertumbuhan output dari kelompok sektor pertanian di periode pertama dan kedua umumnya berasal dari dampak meningkatnya total permintaan akhir Jawa Timur, dan di periode kedua dampak positif ini ikut didukung dengan dampak perbaikan struktur inputnya.

2. Pertumbuhan output kelompok sektor agroindustri di periode II berasal dari industri pengolahan makanan dan minuman (Rp 150 triliun) setelah di periode sebelumnya sumber pertumbuhan output ini berasal dari sektor rokok dan tembakau olahan (Rp 19 triliun). Perubahan ini terjadi akibat penurunan kinerja struktur permintaan akhir dari industri rokok dan tembakau olahan di periode kedua, dimana perubahan proporsi pengeluaran dari kategori permintaan akhir bersama dengan perubahan susunan pengeluaran masing-masing kategori permintaan akhir pada setiap sektornya menekan parah output sektor rokok dan tembakau olahan (hingga minus Rp 26 triliun dan minus Rp 28 triliun).

3. Sumber pertumbuhan output Jawa Timur berdasarkan efek dari perubahan kategori permintaan akhir di periode awal (2000-2006) didominasi oleh efek peningkatan ekspor antarprovinsi sebesar Rp 174 triliun, disusul oleh kategori konsumsi rumah tangga sebesar Rp 124 triliun. Kondisi ini berubah pada periode kedua (2006-2010) dimana sumber pertumbuhan output justru didominasi oleh konsumsi rumah tangga dengan kontribusi mencapai Rp 379 triliun disusul oleh efek perubahan dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar Rp 215 triliun.

4.2 Saran

(18)

pertama (2000-2006). Dukungan dari membaiknya struktur input dari kelompok sektor pertanian dan industri seharusnya menjadi pelopor untuk meningkatkan ekspor antarprovinsi dan ekspor luar negeri. Pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan output Jawa Timur melalui peningkatan proporsi ekspor (luar negeri maupun antarprovinsi) sekaligus mendorong variasi produk/jasa dari berbagai sektor basis untuk diekspor. Untuk mencapai hal ini, pemerintah tentunya perlu memperbaiki tata kelola perdagangan provinsi sekaligus peningkatan kapasitas bongkar muat barang di berbagai pelabuhan strategis Jawa Timur, seperti pelabuhan Teluk Lamong, Tanjung Perak, dan pelabuhan Ketapang. Sektor-sektor basis yang perlu mendapat perhatian khusus untuk ekspor antara lain adalah sektor tanaman perkebunan, hortikultura, hasil hutan, rokok dan tembakau olahannya, serta agroindustri lain dimana sektor-sektor ini masih menunjukkan tekanan terhadap pertumbuhan output Jawa Timur di periode II.

DAFTAR PUSTAKA

Bank Dunia. (2014). Indonesia: Menghindari Perangkap. Jakarta.

Bank Indonesia. (2011). Kajian Ekonomi Regional Jawa Timur Triwulan III - 2011. Surabaya: Bank Indonesia Wilayah IV.

Dietzenbacher, E., & Hoekstra, R. (2000). The RAS Structural Decomposition Approach, 1–33.

Jacob, J. (2003). Structural Change , Liberalisation and Growth : The Indonesian Experience in an Input-Output, 31–40.

Miller, R. E., & Blair, P. D. (2009). Input-Output Analysis: Foundations and Extensions (Second Edi.). New York: Cambridge University Press. Pemerintah Provinsi Jawa Timur. (2006). Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2006-2008. Surabaya.

United Nations. (2015). Population Trends. Retrieved May 26, 2015, from

http://www.un.org/en/development/desa/population/theme/trends/index.shtml

Gambar

Gambar 1. Perbandingan Perubahan Output pada Dua Periode Penelitian
Gambar 2. Perbandingan Perubahan Output Berdasarkan KategoriPermintaan Akhir
Tabel 1. Hasil Dekomposisi Periode 2000-2006
Tabel 2. Dekomposisi Permintaan Akhir 2000-2006
+5

Referensi

Dokumen terkait

error pembacaan yang besar pada frekuensi tinggi. Berdasarkan hasil tersebut, dilakukan pengujian kedua untuk mencari jumlah kanal frekuensi yang paling optimal untuk frekuensi di

Buah naga adalah salah satu buah eksotis yang memiliki manfaat tak terhitung yang ditawarkan untuk kulit, rambut, dan kesehatan

Jadi perubahan yang terjadi pada daya lenting kawat ortodontik stainless steel finger spring disebabkan oleh korosi yang diakibatkan oleh naiknya temperatur bukan dari sifat

Maka pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh atau dibina oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta

KETUA POKJA PENCEGAHAN ANGGOTA UNIT PEMBERANTASAN PUNGLI K/L/DAERAH SEKRETARIAT KETUA POKJA INTELEJEN ANGGOTA SEKRETARIAT BID... STRUKTUR ORGANISASI UPP K/L K/L STRUKTUR DISESUAIKAN

Perlu diperhatikan, bahwa karakteristik pertama yang dikemukakan &ussell, yaitu keyakinan atas intuisi atau pemahaman intuitif langsung, adalah metode pengetahuan

Kesimpulan penelitian ini adalah pengaruh pemberian serbuk kering jahe merah ( Zingiber officinale var. rubrum ) terhadap kadar kolesterol total pasien dislipidemia dengan

Interaksi dalam internal koalisi penguasa ini menjadi penting untuk memastikan ada pembelajaran dan pemahaman yang sama mengenai pilihan kebijakan antara pemerintah