• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ekonomi Padi Sawah dengan Metod

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Ekonomi Padi Sawah dengan Metod"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EKONOMI PENGEMBANGAN PADI SAWAH DENGAN METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION

DI PROVINSI JAMBI

Economic Analysis of the system of rice intensification development in Jambi Province

Zulkifli, Adlaida Malik dan Zakky Fathoni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Univeristas Jambi

ABSTRACT

This study aims to learn the techniques of rice cultivation using SRI methods, analyze the differences in the management of lowland rice farming with SRI methods and the conventional methods viewed from the aspect of cost, production, and income, and to find out how much the economic value of the benefits derived from the application of SRI methods on the farm rice paddies in Jambi Province.

The result of this study showed that the application of SRI method of rice farming increases the production by 53.5%, save the use of seed, labor, and costs for fertilizer and pesticides. On the average it can reduce about 50% of the cost of production. For the aspect of farm revenues, the application of SRI method is able to provide additional revenue by 65.15% compared to conventional farming system. Economically, the application of SRI method gives B/C ratio of 3.01. In the macro scale, application of SRI method in 50% of the technical and semi-technical irrigated farm rice area in Jambi Province will increase the rice production of about 62,726 tons and the farm revenues ofabout Rp.294.07 billion per year, assuming the IP-200. From the aspect of the employment absobtion, the SRI method can reduce the use of labor by 51.3%. This labor savings means the savings of the expenditure for hiring labor from outside of the farm and consequently become an additional income for farmers amounting to Rp. 4.866 million per plant season or Rp.9.732.000 per year.

Key word : SRI, development, production, cost, benefit.

PENDAHULUAN

Pembangunan pertanian tanaman pangan di Provinsi Jambi pada dasarnya merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari pembangunan pertanian dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan daerah dan rumah tangga. Salah satu komoditas pertanian yang sangat strategis dalam perwujudan ketahanan pangan tersebut adalah padi. Hal ini disebabkan karena konsumsi pangan masyarakat masih didominasi oleh beras. Berdasarkan data Susenas tahun 2008, konsumsi per kapita masyarakat Provinsi Jambi terhadap beras adalah 105.05 kg per kapita per tahun (BPS, 2009a). Angka ini jauh lebih besar dibandingkan rata-rata konsumsi komoditas pangan lainnya seperti terigu (10.11 kg/kap/thn), ubi kayu (9.20 kg/kap/thn) dan kentang (8.10 kg/kap/thn).

(2)

2008 produksi padi Provinsi Jambi tercatat sebanyak 514ribu ton (BPS, 2009b) sehingga terjadi defisit sekitar 164 ribu ton.

Pada sisi lain, luas panen padi selama periode 1999 sampai dengan 2008 mengalami penurunan. Secara total terjadi penurunan luas panen padi dari 178.766 hektar pada tahun 1999 (BPS, 2000) menjadi 143.034 hektar pada tahun 2008 (BPS, 2009b). Secara rata-rata terjadi penurunan sebesar 3.970 hektar per tahun selama periode tersebut. Penurunan luas panen padi tersebut sebagian besar disumbang oleh penurunan pada luas panen padi sawah yang selama periode tersebut mengalami penurunan rata-rata 2.181 hektar per tahun.

Meskipun terjadi penurunan luas panen dari tahun ke tahun, ternyata produksi padi Provinsi Jambi cenderung mengalami peningkatan. Secara rata-rata terjadi peningkatan produksi sebesar 12.061 ton gabah kering panen per tahun dari 473.151 ton pada tahun 1999 (BPS, 2000) menjadi 581.704 ton pada tahun 2008 (BPS, 2009b). Peningkatan produksi tersebut terutama disebabkan oleh membaiknya pelaksanaan teknologi budidaya oleh petani serta didukung oleh kondisi prasarana dan sarana produksi produksi yang juga semakin membaik. Hal ini terlihat dari terjadinya peningkatan produktivitas padi, khususnya pada padi sawah dari 34.01 kuintal per hektar pada tahun 1999 (BPS, 2000) menjadi 40.67 kuintal per hektar pada tahun 2008 (BPS, 2009b) atau terjadi peningkatan rata-rata sebesar 0.74 kuintal per hektar per tahun selama periode tersebut.

Salah satu teknologi budidaya yang sangat mendukung terhadap peningkatan produktivitas padi sawah adalah System of Rice Intensificationatau yang dikenal dengan metode SRI. Metode SRI merupakan metode yang dikembangkan dengan tujuan menghemat penggunaan benih dan air, serta menerapkan penanaman padi sawah secara alami atau tanpa penggunaan pestisida dan bahan kimia lainnya. Jika dibandingkan dengan metode biasa (konvensional), hasil produksi yang diperoleh dari usahatani padi sawah menggunakan metode SRI jauh lebih tinggi (Anugrah dkk., 2009; Didit, 2010; Mutakin, 2009; Uphoff, 2002). Di Indonesia, uji coba metode SRI pertama dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Sukamandi Jawa Barat pada musim kemarau tahun 1999 dengan hasil 6,2 tonper hektar dan pada musim hujan tahun 1999/2000 menghasilkan padi rata-rata 8,2 tonper hektar (Uphoff, 2002; Sato, 2007). Di Nusa Tenggara Barat, penerapan metode SRI dapat menghasilkan produksi antara 6 sampai 8 ton per hektar, sedangkan di Indramayu dan Ciamis provinsi Jawa Barat SRI telah meningkatkan hasil dari 5,6 tonper hektar menjadi 9,5 tonper hektar per hektar (Didit, 2010).

(3)

METODE PENELITIAN

Penelitian akan dilaksanakan di dua kabupaten yaitu Kabupaten Bungo, dan Kabupaten Sarolangun. Kedua kabupaten ini dipilih dengan pertimbangan bahwa di daerah ini terdapat pengembangan usahatani padi sawah dengan metode SRI . Lingkup substansi penelitian mencakup pelaksanaan teknik budidaya dengan metode SRI, biaya, produksi dan pendapatan usahatni serta manfaat ekonomi dari pelaksanaan metode SRI di Provinsi Jambi.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan cara observasi dan indepth-interview kepada petani untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan penelitian ini. Untuk data sekunder, data dikumpulkan dengan menggunakan metode dokumentasi, studi pustaka, dan mengutip dari berbagai literature, serta hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian.

Gambaran penerapan usahatani padi sawah dengan metode SRI dan metode Konvensional dianalisis secara kualitatif. Keuntungan dari penerapan metode SRI dianalisis menggunakan analisis usahatani dengan menghitung biaya, penerimaan dan pendapatan usahatani, yang dilanjutkan dengan menilai kelayakan ekonomi dari penerapan metode SRI menggunakan B/C rasio.

Untuk mengetahui manfaat ekonomi yang diperoleh dari usahatani padi sawah dengan metode SRI akan dilihat dari tambahan produksi gabah, pendapatan dan penyerapan atau penghematan penggunaan tenaga kerja, baik pada tingkat usahatani maupun pada skala yang lebih luas.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan Metode SRI pada Usahatani Padi Sawah

Penerapan metode SRI pada dasarnya tidak telalu berbeda dengan teknik budidaya padi sawah umumnya. Perbedaan mendasar terletak dari sisi penggunaan air pada petakan sawah dan jumlah bibit yang ditanam. Meskipun menggunakan pupuk dan pestisida organik, tetapi hal ini bukan merupakan karakteristik mutlak yang membedakan metode SRI dengan metode lainnya, karena pada usahatani padi sawah konvensional, umumnya akan lebih baik juga menggunakan pupuk dan pestisida organik.

Pengolahan tanah dilakukan sama seperti pada pengolahan tanah untuk padi sawah umumnya, akan tetapi bedanya dengan konvensional adalah pada pembuatan parit kecil sekeliling dalam dari petak sawah dan melintang di tengah sawah. Parit ini fungsinya untuk pengendalian air (drainase) dalam petak sawah. Lebar parit 20 cm dengan kedalam minimal 30cm. Petak sawah diari 2 hari sekali hanya hingga macak-macak dengan tujuan agar mikroba memperoleh udara (oksigen) yang cukup untuk berfungsi secara maksimal .

(4)

dengan menggunakan air garam. Dalam hal ini, benih yang akan digunakan direndam dalam air garam selama lebih satu menit, kemudian dipilih benih yang baik untuk disemaikan yaitu benih yang tenggelam di dalam air garam tersebut. Benih yang diperoleh lalu dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan sisa-sisa air garam. Benih yang sudah bersih di rendam selama 24 jam dan kemudian diperam menggunakan kain basah selama dua hari hingga muncul tunas.

Penyemaian dilakukan didalam baskom besar yang dilapisi dengan daun pisang. Media semai adalah campuran tanah dan kompos yang sudah dihaluskan dengan komposisi satu berbanding satu. Benih yang sudah dipersiapkan disebar secara merata kemudian disirami dengan sedikit air agar persemaian tetap lembab. Sebelum penanaman, terlebih dahulu dilakukan penyaplakan lahan menggunakan caplak dengan pengaturan untuk jarak tanam 30x30cm. Pemindahan bibit dari persemaian ke sawah dilakukan setelah bibit berumur 15 hari. Penanaman dilakukan dengan cara bibit ditanam satu bibit per lubang dengan penanaman sangat dangkal antara 0,5 sampai 1 cm dan posisi akar bibit sejajar dengan permukaan tanah.

Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan pupuk organik dan pestisida nabati diperoleh dari bahan alami. Untuk pembuatan pupuk trichokompos bahan yang digunakan adalah jerami padi, kotoran hewan sapi dan sekam padi kering, serta ditambahkan dengan MOL (Mikro Organisme Lokal) yaitu trichoderma. Jerami yang sudah dicacah di lapisi dengan kotoran hewan yang telah dicampurkan trichoderma dan sekam padi kering, pelapisan jerami dan kotoran hewan dibuat sebanyak 5 lapisan. Untuk 1 ha lahan sawah digunakan 1.500 kg trichokompos dengan komposisi bahan 4 liter trichoderma, 1 ton kotoran hewan, 30 kubik jerami, 500 kg sekam padi kering serta 15 liter air. Bahan yang sudah tercampur kemudian difermentasi selama dua minggu

Sedangkan bahan baku untuk pembuatan pestisida nabati adalah labu, bawang putih, tembakau dan serai. Untuk satu ha lahan sawah pestisida yang digunakan sebanyak 20 tangki dengan ukuran 16 liter, pestisida yang digunakan untuk 1 tangki adalah 250 ml yang dicampur dengan air biasa. Proses pembuatan pesisida nabati diawali dengan merebus semua bahan baku yang telah dibersihkan dan dihancurkan atau diparut kemudian air rebusan tersebut diendapkan selama 1 minggu, air rebusan yang telah diendap tersebut dicampurkan dengan air biasa untuk disemprotkan pada tanaman padi sawah.

Teknik budidaya lainnya seperti pemberian pupuk, permeliharaan tanaman seperti penyisipan/penyulaman tanaman, pemberantasan hama dan penyakit dan penyiangan tanaman dari gulma serta panen dan penanganan pasca panen tidak terlalu berbeda dengan teknik budidaya padi sawah konvensional. Perbedaan pada pengairan tanaman terletak pada pemberian air yang sangat sedikit pada metode SRI karena prinsip yang digunakan adalah pemberian air dilakukan secara intermitten atau terputus-putus dengan tetap mempertahan kondisi lahan dalam keadaan macak-macak atau dengan tinggi air maksimal sekitar 2 cm.

Analisis Biaya Produksi

(5)

pemeliharaan dan pemanenan. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh petani usahatani padi sawah dengan metode SRI dan metode konvensional dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Biaya Usahatani Padi Sawah dengan Metode SRI dan Konvensional Per Musim Tanam Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa total biaya pada usahatani padi sawah dengan metode SRI lebih rendah (74.69%) dibandingkan dengan metode konvensional. Komponen biaya produksi terbesar adalah komponen biaya tenaga kerja dimana untuk metode SRI sebesar Rp. 4.620.000,- dan untuk metode konvensional sebesar Rp. 5.833.255,- per hektar per musim tanam.

Kecuali pada biaya penyusutan, terjadi penghematan pada semua komponen biaya produksi pada metode SRI. Hal ini disebabkan karena penggunaan benih yang lebih sedikit yaitu 10 kg per hektar, penggunaan bahan-bahan organik yang tersedia secara lokal, baik untuk pembuatan pupuk organic maupun pestisida nabati. Sementara tingginya biaya penyusutan alat pada metode SRI disebabkan karena alat-alat yang digunakan lebih banyak dibandingkan dengan metode konvensional. Alat-alat tersebut terutama digunakan untuk pembuatan pupuk organik, pestisida nabati, dan pemeliharaan ternak.

Biaya tenaga kerja merupakan komponen biaya terbesar dalam pelaksanaan usahatani padi sawah baik itu dengan menggunakan metode konvensional maupun SRI. Namun demikian, dari jumlah penggunaan tenaga kerja pada metode SRI lebih rendah (49%) dari metode konvensional, seperti terlihat pada table berikut.

Tabel 2. Alokasi Tenaga Kerja pada Usahatani Padi Sawah dengan Metode Konvensional dan Metode SRI Per Musim Tanam, Tahun 2011.

(6)

Biaya tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani padi sawah meliputi biaya penanaman, biaya pemeliharaan, biaya penggantian benih rusak, dan biaya pemanenan. Untuk metode SRI terlihat penghematan penggunaan tenaga kerja pada kegiatan pengolahan lahan, pemeliharaan tanaman dan panen. Sedangkan penggunaan tenaga kerja pada kegiatan penanaman metode SRI lebih banyak (112.8%) dibandingkan metode konvensional. Hal ini disebabkan karena ada tambahan perlakuan akibat penanaman bibit satu batang per lobang.

Analisis Penerimaan Usahatani Padi Sawah

Produksi yang dihasilkan dalam usahatani yaitu berupa gabah kering panen (GKP). Produksi padi sawah yang dihasilkan dengan menggunakan metode SRI lebih tinggi dibandingkan dengan metode konvensional. Untuk padi sawah dengan metode SRI rata-rata produksi sebesar 6.600 kg GKP per hektar per musim tanam, sedangkan metode konvensional rata-rata sebesar 4.300 kg GKP per hektar per musim tanam. Tingkat produksi padi sawah yang cukup tinggi pada metode SRI disebabkan oleh jenis bibit yang digunakan yaitu varietas Micongga. Jenis varietas ini telah diuji coba dan dibandingkan dengan varietas-varietas lain mampu memberikan produksi yang cukup tinggi dan tahan terhadap serangan hama penyakit.

Tingginya tingkat produksi padi sawah dengan menggunakan metode SRI juga disebabkan oleh jumlah anakan padi lebih banyak. Jumlah anakan pada metode SRI berkisar 30-40 anakan/rumpun sedangkan pola konvensional berkisar 25-30 anakan/rumpun. Dengan anakan yang cukup banyak, menyebabkan anakan produktif yang terbentuk juga cukup tinggi sehingga sangat memungkinkan hasil gabah lebih tinggi.

Tingginya tingkat produksi yang dihasilkan akan berpengaruh terhadap besarnya penerimaan yang diperoleh petani. Para petani di daerah penelitian menjual langsung gabah yang dihasilkan dalam bentuk GKP kepada koperasi ataupun penampung dengan harga Rp. 2.300 per kg. Berdasarkan data tingkat produksi yang diperoleh dan tingkat harga jual maka penerimaan yang diperoleh dari usahatani padi sawah dengan menggunakan metode SRI adalah sebesar Rp. 15.180.000,- per hektar per musim tanam, sedangkan penerimaan usahatani padi sawah dengan metode konvensional hanya sebesar Rp. 9.890.000,- per hektar per musim tanam. Dengan demikian, penerimaan yang diterima petani dengan metode konvensional lebih besar (153,5%) dibandingkan metode konvensional. Secara rinci disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah dengan Metode SRI dan Metode Konvensional per Musim Tanam. Tahun 2011.

Proses Produksi Konvensional(Rp/ha) SRI

(Rp/ha) % thdp Konvensional Biaya 7,501,458 5,602,836 74.7

(7)

Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara jumlah penerimaan yang diperoleh dengan biaya produksi usahatani. Seperti terlihat pada Tabel 3, berdasarkan biaya produksi dan penerimaan usahatani, pendapatan usahatani padi sawah dengan metode SRI sebesar Rp. 9.577.164,- per hektar per musim tanam atau setara dengan Rp. 2.394.291,- per hektar per bulan. Angka ini jauh lebih tinggi (401%) dibandingkan dengan pendapatan usahatani dengan metode konvensional yaitu Rp.2.388.542,- per hektar per musim tanam atau sebesar Rp. 597.135,5 per hektar per bulan.

Berdasarkan hasil analisis pendapatan diatas maka diperoleh kenyataan bahwa penerapan metode SRI dapat meningkatkan pendapatan petani rata-rata sebesar Rp. 1.797.155,- per hektar per bulan, dengan asumsi satu musim tanam, mulai dari pengolahan tanah sampai panen, selama 4 (empat) bulan. Apabila dilakukan perbandingan antara selisih pendapatan usahatani padi sawah dengan selisih biaya produksi masing-masing metode usahatani padi sawah, maka diperoleh rasio manfaat biaya (B/C) sebesar 3,01. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dari teknologi dari metode konvensional menjadi metode SRI, akan memperoleh manfaat ekonomi (keuntungan) sebesar Rp. 3,01. Angka ini mengindikasikan bahwa penerapan teknologi SRI layak untuk dikembangkan.

Analisis Manfaat Ekonomi Pengembangan Metode SRI

Berdasarkan hasil analisis usahatani yang disajikan pada uraian terdahulu, diperoleh kenyataan bahwa penerapan metode SRI pada usahatani padi sawah memberikan manfaat ekonomi yang menguntungkan. Paling tidak ada dua aspek manfaat ekonomi yang diperoleh yaitu (1) peningkatan produksi usahati per hektar per musim tanam, dan (2) penghematan penggunaan tenaga kerja.

Secara total, penerapan metode SRI memberikan manfaat ekonomi berupa peningkatan pendapatan petani sebesar Rp.1.797.155,- per hektar per bulan. Peningkatan pendapatan ini, terutama disebabkan oleh peningkatan produksi padi sebesar sebesar 2,3 ton GKP per hektar per musim tanam, dan penghematan biaya produksi sebesar Rp.1.899.000 per hektar per musim tanam.

Nilai ini memberikan kontribusi yang sangat besar (sekitar 301%) terhadap rata-rata pendapatan usahatani padi sawah konvensional sebesar Rp.597.000,- per hektar per bulan. Dengan kata lain pengembangan metode SRI pada usahatani padi sawah merupakan alternatif yang tepat untuk memperbaiki pandangan (image) negatif terhadap kelayakan ekonomi usahatani padi sawah. Hal ini diperkuat oleh nilai benefit cost ratio (B/C) sebesar 3.01 seperti diuraikan diatas.

(8)

tambahan pendapatan usahatani yang diperoleh, maka penerapan metode SRI tersebut dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar Rp.294,07 miliar per tahun.

Berdasarkan analisis terhadap pencurahan tenaga kerja pada usahatani padi sawah baik secara konvensional maupun dengan metode SRI, diperoleh bahwa penerapan metode SRI dapat menghemat penggunaan tenaga kerja sebesar 81.1 HOK (51.3%) dibandingkan metode konvensional sebesar 158.1 HOK per hektar per musim tanam. Jika dilihat dari komposisi penggunaan tenaga kerja, dimana 53.1% tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja keluarga, maka penghematan penggunaan tenaga kerja tersebut akan merupakan pengehematan pengeluarga dan menjadi tambahan pendapatan bagi keluarga.

Dengan harga upah rata-rata sebesar Rp.60.000,- per HOK, maka tambahan pendapatan keluarga yang diperoleh dari penghematan penggunaan tenaga kerja luar keluarga sebesar Rp.4.866.000,- per hektar per musim tanam atau sebesar Rp.1.216.500,- per hektar per bulan. Jika diasumsikan penerapan metode SRI dapat dilaksanakan pada 50% sawah irigasi teknis dan semi teknis seluas 13.636 hektar di Provinsi Jambi, maka tambahan pendapatan masyarakat akibat penghematan pengeluaran untuk tenaga kerja keluarga pada usahatani padi sawah metoda SRI sebesar Rp.66.35 miliar per tahun.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana disajikan pada uraian terdahulu, maka dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan metode SRI pada usahatani padi sawah memberikan manfaat ekonomi yang positif sebagai berikut:

1. Meningkatkan produksi padi sawah sebesar 53,5% dibandingkan produksi dengan metode konvensional.

2. Menghemat biaya produksi hingga 25.3% dengan penggunaan benih yang lebih sedikit, penggunaan pupuk organik dan pestisida nabati yang bahannya tersedia secara lokal

3. Akibat kenaikan produksi dan penurunan biaya produksi maka memberikan tambahan pendapatan hingga lebih empat kali lipat dibandingkan dengan metode konvensional.

4. Penerapan metode SRI pada 50% dari total luas sawah irigasi teknis dan semi teknis di Provinsi Jambi dapat meningkatkan produksi padi sebesar 62.726 ton dan meningkatkan pendapatan masyarakat sebesar Rp.294,07 miliar per tahun dengan asumsi frekuensi tanam dilakukan dua kali dalam setahun (IP 200).

Saran

(9)
(10)

DAFTAR PUSTAKA

Anugrah, Iwan Setiajie, Sumedi dan I Putu Wardana. 2009. Gagasan Dan Implementasi System of Rice Intensification (SRI) Dalam Kegiatan Budidaya Padi Ekologis (BPE).

http://www.Lecture.brawijaya.ac.id/tatiek/2009/Sri-2.pdf. Bogor. (diakses

November 2011)

Badan Pusat Statistik. 2000. Jambi Dalam Angka 1999. Badan Pusat Statistik. Provinsi Jambi.

Badan Pusat Statistik. 2008. Jambi Dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik.Provinsi Jambi.

_________________. 2009a. Survei Sosial Ekonomi Nasional. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

_________________. 2009b. Jambi Dalam Angka 2008. Badan Pusat Statistik. Provinsi Jambi.

_________________. 2010. Jambi Dalam Angka 2009. Badan Pusat Statistik. Provinsi Jambi.

Didit. 2010. Sistem Intensifikasi Padi.

http://tani.blog.fisip.uns.ac.id/2010/11/24/sistem-intensifikasi-padi/

(diakses bulan November 2011)

Mutakin, J. 2009. Budidaya Dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification). http://www.garutkab.go.id/..../ARTIKEL_SRI.pdf

Bandung. (diakses November 2011)

Uphoff, N. 2002. Development of The SRI In Madagascar.

http://sri.ciifad.cornell.edu/aboutsri/CIP_UPWARD_SRICase.pdf (diakses

November 2011)

Sato, S. 2007. SRI Mampu Tingkatkan Produksi Padi Nasional.

Gambar

Tabel  2.  Alokasi  Tenaga  Kerja  pada  Usahatani  Padi  Sawah  dengan  MetodeKonvensional dan Metode SRI Per Musim Tanam, Tahun 2011.
Tabel 3. Biaya,  Penerimaan  dan  Pendapatan  Usahatani  Padi  Sawah  denganMetode SRI dan Metode Konvensional per Musim Tanam

Referensi

Dokumen terkait

Gambar Peta/ Map Picture Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Nusa Penida Provinsi Bali/ FORDA’S Forest Area for Special Purpose as.. Experimental Forest at Nusa Penida

Kepentingan non pengendali mencerminkan bagian atas laba atau rugi dan aset neto dari entitas anak yang tidak dapat diatribusikan secara langsung maupun tidak langsung pada

Penelitian dalam kasus pertumbuhan ekonomi dengan model ekonometrika spasial data panel pernah dilakukan oleh Edi (2012) yang memodelkan laju pertumbuhan ekonomi

Dalam kajian ini, terdapat empat hipotesis nol yang diuji: (i) Tidak wujud hubungan yang signifikan antara deposit permintaan perbankan Islam dengan kadar pulangan

Sintesis surfaktan stearil alkohol etoksilat dari bahan baku stearil alkohol derivat minyak kelapa sawit telah dilakukan dan produk yang dihasilkan memiliki

S : ibu klien mengatakan anaknya tidak terlalu rewel O : kesadaran klien compos metris, GCS E4M5V5, klien dapat menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh perawat

dengan judul Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Berbasis Komputer Pada Toko Listrik HTS Jaya Dengan Menggunakan Metode Rapid Application Development

Maka Rasulullah SAW bersabda, "Puasalah pada hari pertama, karena satu kebaikan itu dibalas dengan 10 kali lipat, lalu puasalah pada hari pertengahan bulan, dan pada hari