• Tidak ada hasil yang ditemukan

Siasat Partai Politik dan Strategi Penca

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Siasat Partai Politik dan Strategi Penca"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

EDISI

03 - Juli 2007

Pilkada dan Penguasaan Partai Politik

www.lsi.co.id

T

ULISAN ini tidak memfokuskan pada analisis atas

kemenangan partai—seperti seberapa banyak partai tertentu berhasil mengantarkan kandidat menjadi kepala daerah. Atau partai mana yang paling banyak memenangkan Pilkada. Tulisan ini berfokus pada seberapa berhasil partai politik mempertahankan basis suara yang diperoleh dalam Pemilu Legislatif 2004. Apakah partai yang berhasil menjadi pemenang (peraih suara mayoritas) dalam Pemilu Legislatif di suatu daerah otomatis akan berhasil juga memenangkan calon kepala daerah. Seberapa berhasil calon kepala daerah yang didukung oleh partai terbesar di suatu wilayah, memenangkan Pilkada.

Dari Pilkada yang telah lewat, sebanyak 43.1% wilayah ditandai dengan kemenangan calon yang diusung oleh pemenang Pemilu Legislatif. Pemenang Pemilu Legislatif di sini sekaligus menang dalam Pilkada. Sementara sisanya (56.9%) wilayah ditandai oleh kekalahan calon yang diusung oleh pemenang Pemilu Legislatif. Dengan kata lain, lebih dari separoh wilayah yang telah melang-sungkan Pilkada ditandai oleh gejala kekalahan partai peme-nang Pemilu Legislatif.Kemepeme-nangan dalam Pemilu Legislatif, tidak otomatis menjadi jaminan bagi partai politik untuk berhasil mengusung calon kepala daerah memenangkan Pilkada. Gejala ini tidak hanya dialami oleh partai besar (seperti Golkar dan PDIP). Hal ini juga dialami oleh partai-partai lain—seperti PAN, PKS, PKB dan PPP.

PILKADA DAN PENGUASAAN PARTAI POLITIK

Kemenangan dalam Pemilu Legislatif, tidak otomatis menjadi jaminan bagi partai politik untuk berhasil mengusung calon kepala daerah memenangkan Pilkada. Lebih dari separoh wilayah yang telah

melangsungkan Pilkada ditandai kekalahan partai pemenang Pemilu. Hlm 1

SIASAT PARTAI POLITIK DAN STRATEGI

PENCALONAN

Tahap paling krusial dari partai politik dalam Pilkada adalah penjaringan dan pemilihan calon kepala daerah. Karena pentingnya tahap ini, partai politik membuat suatu mekanisme yang menjamin mereka bisa mendukung calon yang secara potensial bakal memenangkan Pilkada. Hlm 17

(2)

berseberangan (oposisi) terhadap pemerintah. Tidak ada kisahnya suatu partai yang memposisikan diri sebagai oposisi mengikat diri dengan partai yang mengambil sikap sebagai pendukung pemerintah.

Media massa memberitakan pertamuan itu sebagai awal dari koalisi antara PDIP dan Golkar. Meski kemudian elit di Partai Golkar dan PDIP buru-buru membantah bahwa pertemuan itu hanya silaturahmi biasa dan belum ada rencana membentuk koalisi yang permanen. Yang pasti, dalam jangka pendek koalisi PDIP dan Partai Golkar itu akan digunakan untuk kepentingan praktis memenangkan Pilkada. Golkar dan PDIP bisa bekerjasama dengan membentuk koalisi dan mengusung calon yang sama agar bisa memenangkan Pilkada. Hal ini masuk akal mengingat kedua partai ini mempunyai kepentingan yang sama dalam Pilkada. Partai Golkar dan PDIP adalah peraih suara terbesar dalam Pemilu Legislatif. Hampir semua wilayah (provinsi, kabupaten, kotamadya) Partai Golkar dan PDIP meraih suara terbesar. Kedua partai ini menghadapi persoalan yang sama, yakni menjaga agar dominasi dalam Pemilu Legislatif dapat diteruskan dalam Pilkada.

Kegagalan Mempertahankan Basis Suara

Salah satu gejala menarik dari Pilkada hingga saat ini adalah ketidakmampuan partai politik dalam mempertahankan basis suara. Dominasi partai politik di suatu wilayah ternyata bukan jaminan memenangkan Pilkada. Ini ditandai dengan banyaknya kegagalan calon yang diusung oleh partai pemenang Pemilu Legislatif di suatu wilayah dalam Pilkada. Grafik 1 memperlihatkan dengan jelas gejala ini. Hingga Desember 2006, telah dilangsungkan 296 Pilkada di seluruh Indonesia. Dari Pilkada yang telah lewat tersebut, sebanyak 43.1% wilayah ditandai dengan kemenangan calon yang diusung oleh pemenang Pemilu Legislatif. Pemenang Pemi-lu Legislatif di sini sekaligus menang dalam Pilkada. Sementara sisanya (56.9%) wilayah ditandai oleh kekalahan calon yang diusung oleh pemenang Pemilu Legislatif. Dengan kata lain, lebih dari separoh wilayah yang telah melangsungkan Pilkada ditandai oleh gejala kekalahan partai pemenang Pemilu Legislatif.

Banyak penjelasan yang dikemukakan berkaitan dengan gejala ini. Salah satu penjelasan yang banyak dikemukakan oleh pengamat adalah karakteristik Pilkada yang berbeda

43.1%

56.9%

Pemenang Pemilu Legislatif Sekaligus Menang dalam Pilkada

Keterangan : Data didasarkan pada hasil Pilkada sampai Bulan Desember 2006. Hingga Desember 2006, menurut Departemen Dalam Negeri ( www.depdagri.go.id), Pilkada telah dilangsungkan di 296 wilayah di seluruh Indonesia. Data dalam tulisan ini menyertakan Pilkada di 290 wilayah yang telah melangsungkan Pilkada hingga Desember 2006. Terdapat 5 wilayah yang tidak didapat datanya. Ada 1 wilayah ( Provinsi Sulawesi Barat) yang mengalami pemekaran pasca Pemilu Legislatif 2004. Sehingga tidak bisa dibandingkan antara hasil Pilkada dengan hasil Pemilu Legislatif 2004. Sumber: Diolah dari database Lingkaran Survei Indonesia.

Grafik 1: Prosentase Kemenangan Partai Pemenang Pemilu Legislatif Dalam Pilkada

(3)

dengan Pemilu Legislatif. Dalam Pemilu Legislatif, pemilih memilih partai politik, sementara dalam Pilkada pemilih memilih orang (kandidat). Dalam Pilkada, kandidat yang mempunyai ketokohan tinggi akan lebih dipilih, tidak peduli berasal dari partai mana.

Gejala banyaknya kekalahan calon yang diusung oleh partai pemenang Pemilu Legislatif ini adalah gejala umum yang terjadi di semua partai politik. Partai politik tidak berhasil menjaga dominasi suara seperti yang diperoleh dalam Pemilu Legislatif. Menjadi pemenang Pemilu Legislatif ternyata tidak menjadi jaminan kesuksesan ketika mengusung seorang calon kepala daerah. Gejala ini terjadi di partai besar (Partai Golkar dan PDIP). Dari wilayah yang telah melangsungkan Pilkada hingga Desember 2006, Partai Golkar menjadi pemenang Pemilu Legislatif di 200 wilayah. Dari 200 wilayah tersebut, lebih dari separoh (56.5%) ditandai oleh kekalahan calon yang diusung oleh Partai Golkar. Sementara sisanya (43.5%) wilayah ditandai oleh kemenangan calon yang diusung oleh partai Golkar. Hal yang sama juga dialami oleh PDIP. Partai ini menjadi pemenang (memperoleh suara terbesar) Pemilu Legislatif di 55 wilayah—dari wilayah yang telah melangsungkan Pilkada. Dari 55 wilayah tersebut, PDIP hanya berhasil separoh saja (50.9%) mengantarkan calonnya sebagai kepala daerah. Sisanya (49.1%) calon yang diusung oleh PDIP kalah dari calon yang diusung oleh partai lain.

Yang menarik, gejala banyaknya kekalahan calon kepala daerah yang diusung oleh partai pemenang Pemilu Legislatif

ini bukan hanya terjadi di partai besar. Gejala ini juga terjadi di partai lain—seperti PKB, PAN, PKS PPP dan PDS.

Misalnya yang terjadi pada Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dari total 6 wilayah dimana PKS menjadi peraih suara terbesar dalam Pemilu Legislatif 2004, hanya 2 wilayah (33.3%) yang berhasil dimenangkan oleh PKS dalam Pilkada.1 Kemenangan PKS dalam Pemilu Legislatif di 6

wilayah ini dihitung dari 290 wilayah yang telah melang-sungkan Pilkada hingga Desember 2006. Partai Amanat Nasional (PAN) hanya berhasil mengantarkan calonnya menang di 2 wilayah—dari 4 wilayah dimana PAN dalam Pemilu Legislatif 2004 lalu menjadi peraih suara terbanyak.2

Gejala yang sama juga terjadi di Partai Damai Sejahtera (PDS). Selama Pemilu Legislatif 2004, PDS berhasil menjadi peraih suara terbesar di 2 wilayah—dari total 290 wilayah. Dari 2 wilayah itu, PDS hanya berhasil menang di satu wilayah selama Pilkada. 3 Partai Persatuan Pembangunan

(PPP) bahkan tidak berhasil memenangkan seorang pun calon di 5 wilayah dimana partai ini berhasil menguasai perolehan suara pada Pemilu Legislatif 2004.4

Gejala ini juga menimpa Partai Kebangkitan Bangasa (PKB). Hanya dibandingkan dengan partai lain, partai ini relatif lebih baik dalam mempertahankan dominasi penguasaan Pemilu Legislatif di Pilkada. Partai ini dikenal mempunyai basis massa yang kuat terutama di Jawa Timur. Dalam Pemilu Legislatif 2004 lalu, PKB memperoleh suara terbesar di 11 kabupaten / kota5, yakni Kabupaten Sumenep, Banyuwangi,

Situbondo, Jember, Gresik, Lamongan, Trenggalek,

Mojo-1 Calon yang diusung oleh PKS berhasil menjadi pemenang Pilkada di Kota Depok (pasangan Nurmahmudi Ismail dan Yuyun Wirasaputra)

dan Kota Batam (pasangan Ahmad Dahlan dan Ria Saptarika). Di Batam, PKS berkoalisi dengan Partai Golkar. Sementara di wilayah lain, calon yang diusung oleh PKS kalah dari pasangan lain. Di Kota Medan, calon yang diusung oleh PKS (Maulan P dan Sigit PA) kalah dari pasangan calon yang didukung oleh koalisi partai Golkar, PDIP, Partai Demokrat, PAN, PDS, PPP, PP Pancasila, PBR (Abdillah dan Ramli). Di Hulu Sungai Tengah, pasangan kepala daerah dari PKS (Karyasuda dan Faqih Jarjani) kalah dari calon yang diusung oleh Golkar dan PBB (Syaiful Rasyid dan Iriansyah). Sementara di Banda Aceh, Pilkada dimenangkan oleh calon yang diusung oleh koalisi PPP, PBR dan Partai Demokrat (Mawardi Nurdin dan Illiza Sa‘aduddin Djamal).

2 Dalam Pemilu Legislatif 2004, PAN berhasil menjadi peraih suara terbesar di Tanjung Jabung Timur, Kota Lhokseumawe, Aceh Barat dan

Aceh Barat Daya. Dari 4 wilayah tersebut, calon yang diusung oleh PAN berhasil menang di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Abdullah Hich dan M. Juber). PAN dalam Pilkada Tanjung Jabung Timur berkoalisi dengan sejumlah partai, yakni Golkar, PAN, PBB, Demokrat, PPDK, PBR, PNIM. Calon dari PAN juga berhasil menang di Aceh Barat Daya (Akmal Ibrahim dan Syamsurizal). Tetapi di Kota Lhokseumawe dan Aceh Barat, calon yang diusung oleh PAN ( baik sendiri atau koalisi dengam partai lain) kalah dari calon lain. Di Kota Lhokseumawe dan Aceh Barat, Pilkada dimenangkan oleh calon yang diusung oleh GAM—masing-masing pasangan Munir Usman dan Suaidi Ya (Kota Lhokseumawe) dan pasangan Ramli MS dan Fuadi (Aceh Barat).

3 PDS berhasil menjadi peraih suara terbesar di 2 wilayah, yakni Kabupaten Halmahera Utara dan Kabupaten Poso. Di Kabupaten Poso,

calon yang diusung oleh PDS ( Piet Inkiriwang dan Muthalib Rimi) berhasil memenangkan Pilkada. Sementara di Halmahera Utara, calon dari PDS (Djidon Hangewa dan Basri Amal), kalah dari pasangan yang diusung oleh Partai Golkar (Hein Mamotemo dan Arifin Meka).

4 Dalam Pemilu Legislatif 2004, PPP unggul dalam perolehan suara di Kota Pekalongan, Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara dan

Aceh Jaya. Di Kota Pekalongan, calon yang diusung oleh PPP ( pasangan Timur Susilo Achmad dan Urip Sunaryo) kalah dari pasangan yang diusung oleh Partai Golkar (Moh. Basyir Ahmad dan Abu Almafachir). Di Kabupaten Aceh Besar calon yang diusung oleh PPP kalah dari calon yang diusung oleh PAN dan PBR (Buchari Daud dan Anwar Ahmad). Sementara di 3 wilayah lain, calon PPP kalah dari calon yang disung oleh GAM, yakni di Pidie (Mirza Ismail dan Nazir Adam), Aceh Utara (Ilyas A Hamid dan Syarifuddin) dan Aceh Jaya (Azhar Abdurrahman dan Zamzami A. Rani).

5 Perlu dicatat, tulisan ini hanya menganalisis 290 wilayah yang hingga Desember 2006 telah melangsungkan Pilkada. Kemenangan 11

(4)

kerto, Pasuruan, Sidoarjo, dan Pekalongan. Dari 11 wilayah tersebut, PKB berhasil mengantarkan calon kepala daerah yang diusung (baik sendiri atau koalisi dengan partai lain) memenangkan Pilkada di 7 wilayah (63.6%)6. Tetapi PKB

kalah di 4 wilayah (36.4%) yang selama ini menjadi basis suara PKB dalam Pemilu Legislatif7.

6 Calon dari PKB yang menang dalam Pilkada masing-masing di

Kabupaten Gresik (pasangan Robbach Maksum dan Sastro), Mojokerto (pasangan Achmady dan Suwandi), Pasuruan (pasangan Aminurohman dan Pudjo Basuki), Sidoarjo (pasangan Win Hendrarso dan Saiful Ilah), Pekalongan (pasangan Siti Qomariyah dan Wahyudi Ponco Nugroho), Trenggalek (Suharto dan Maksum Ismail) dan Jember (MZA Djalal dan Kusen Andalas).

7 Di Kabupaten Sumenep, calon yang diusung oleh PKB (Abuya

B. Kasrim dan Moch Ramli S) kalah dari pasangan yang diusung oleh PPP dan PPNUI (Moh. Ramdlan Siraj dan Moch Dahlan). Di Banyuwangi, pasangan yang didukung oleh PKB (Achmad Wahyudi dan Eko Sukartono) kalah dari pasangan dari partai kecil yang tidak mempunyai kursi di DPRD (Ratna Ani Lestari dan Yusuf Nuris). Hal yang sama terjadi di Situbondo. Pasangan dari PKB (Aqiq Zaman dan Edi Kusnadi) kalah tipis dari pasangan yang diusung oleh PPP (Ismunarso dan Suroso). Sementara di Lamongan, pasangan dari PKB (Taufikurrachman Saleh dan Soetarto) kalah dari calon PAN (Masfuk dan Tsalits Fahami).

Tabel 1: Prosentase Kemenangan Partai Pemenang Pemilu Legislatif Dalam Pilkada Menurut Partai Politik

Partai Pemenang

Pemilu Legislatif 2004 Menang / Kalah Dalam Pilkada?

di Wilayah Pilkada Kalah Persen (%) Menang Persen (%) Total

Golkar 118 59.0 82 41.0 200

PAN 2 50.0 2 50.0 4

Partai Demokrat 0 0.0 1 100.0 1

Partai Pelopor 1 50.0 1 50.0 2

PBB 1 100.0 0 0.0 1

PBSD 1 100.0 0 0.0 1

PDIP 26 47.3 29 52.7 55

PDS 1 50.0 1 50.0 2

PKB 4 36.4 7 63.6 11

PKPI 1 100.0 0 0.0 1

PKS 4 66.7 2 33.3 6

PPDK 1 100.0 0 0.0 1

PPP 5 100.0 0 0.0 5

TOTAL 165 56.9 125 43.1 290

Keterangan : (a) Pemenang Pemilu Legislatif di sini adalah partai yang memperoleh suara terbesar untuk pemilihan DPRD—tanpa memperhitungkan besar suara yang diperoleh atau kursi yang didapat. (b) Partai pemenang Pilkada yang dimaksud adalah partai yang berhasil mengantarkan calon yang diusung memenangkan Pilkada. Di sini diabaikan apakah partai itu mencalonkan kepala daerah itu sendirian ( tanpa koalisi) ataukah dengan berkoalisi dengan partai lain. Dengan demikian, partai yang berkoalisi dengan sejumlah partai lain tetap dihitung sebagai pemenang Pilkada jikalau calon yang diusung berhasil memenangkan Pilkada.

(5)

Tabel 2: Prosentase Kemenangan Partai Pemenang Pemilu Legislatif Dalam Pilkada Menurut Provinsi

PROVINSI Menang / Kalah Dalam Pilkada?

Kalah Persen (%) Menang Persen (%) Total

Bangka Belitung 2 50.0 2 50.0 4

Bali 3 50.0 3 50.0 6

Banten 2 50.0 2 50.0 4

Bengkulu 7 87.5 1 12.5 8

Daerah Istimewa Yogyakarta 2 40.0 3 60.0 5

Gorontalo 3 60.0 2 40.0 5

Irian Jaya Barat 7 77.8 2 22.2 9

Jawa Barat 3 42.9 4 57.1 7

Jambi 4 50.0 4 50.0 8

Jawa Tengah 15 60.0 10 40.0 25

Jawa Timur 5 26.3 14 73.7 19

Kalimantan Barat 4 50.0 4 50.0 8

Kalimantan Selatan 8 100.0 0 0.0 8

Kalimantan Tengah 3 75.0 1 25.0 4

Kalimantan Timur 5 45.5 6 54.5 11

Kepulauan Riau 1 16.7 5 83.3 6

Lampung 4 66.7 2 33.3 6

Maluku 4 66.7 2 33.3 6

Maluku Utara 5 71.4 2 28.6 7

Nanggroe Aceh Darussalam 13 65.0 7 35.0 20

Nusa Tenggara Barat 2 33.3 4 66.7 6

Nusa Tenggara Timur 6 75.0 2 25.0 8

Papua 9 60.0 6 40.0 15

Riau 5 50.0 5 50.0 10

Sulawesi Barat 1 100.0 0 0.0 1

Sulawesi Selatan 7 58.3 5 41.7 12

Sulawesi Tengah 3 42.9 4 57.1 7

Sulawesi tenggara 3 50.0 3 50.0 6

Sulawesi Utara 4 50.0 4 50.0 8

Sumatera Barat 11 73.3 4 26.7 15

Sumatera Selatan 3 50.0 3 50.0 6

Sumatera Utara 11 55.0 9 45.0 20

TOTAL 165 56.9 125 43.1 290

(6)

Tabel 2 merinci keberhasilan dan kegagalan partai pemenang Pemilu Legislatif dalam Pilkada menurut provinsi. Dari tabel tersebut terlihat, sebagian besar provinsi ditandai dengan kekalahan partai pemenang Pemilu Legislatif dalam Pilkada. Meskipun masing-masing provinsi mempunyai derajat gradasi yang berlainan. Gejala kekalahan partai pemenang Pemilu Legislatif dalam Pilkada dalam tarap yang besar terdapat di provinsi Irian Jaya Barat8, Kalimantan

Selatan9, Kalimantan Tengah10, Sumatera Barat11, Maluku

Utara12 dan Nusa Tenggara Timur13. Partai-partai yang

berada di provinsi-provinsi ini relatif gagal dalam mengusung calon dalam Pilkada. Basis suara dan modal pendukung yang telah mereka raih selama Pemilu Legislatif tidak menjamin keberhasilan ketika mengusung seorang

kandidat dalam Pilkada. Sementara ada sejumlah provinsi dimana partai pemenang Pemilu Legislatif di provinsi ini lebih banyak berhasil dalam memenangkan calon kepala daerah yang diusung. Provinsi itu adalah Jawa Timur14 dan

Kepulauan Riau.15 Di provinsi ini, partai pemenang Pemilu

Legislatif sebagian besar berhasil juga memenangkan Pilkada.

Tabel 3 merinci keberhasilan dan kegagalan partai peme-nang Pemilu Legislatif dalam Pilkada menurut provinsi secara lebih detil. Tabel ini memperlihatkan di provinsi mana saja suatu partai menjadi pemenang Pemilu Legislatif dan apakah di provinsi tersebut, partai menang atau kalah dalam Pilkada. Yang menarik kalau kita memperhatikan lebih

8 Irian Jaya Barat adalah basis dari Partai Golkar. Dari 9 wilayah yang telah melangsungkan Pilkada di Irian Jaya Barat, 8 wilayah

(Kabupaten Fak-Fak, Teluk Wondama, Raja Ampat, Sorong Selatan, Teluk Bintuni, Manokwari, dan Provinsi Irian Jaya Barat) adalah basis dari Partai Golkar. Kecuali Kabupaten Kaimana dimana dalam Pemilu Legislatif 2004 dimenangkan oleh Partai PBSD. Tetapi dalam Pilkada, Partai Golkar hanya berhasil memenangkan calon kepala daerah di Kabupaten Teluk Wondama dan Manokwari.

9 Semua partai yang menjadi peraih suara terbanyak dalam Pemilu Legislatif, yakni Golkar (Provinsi Kalimantan Selatan, Kota Banjarmasin,

Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Balangan, Tanah Bumbu, Kota Baru) dan PKS (Kabupaten Hulu Sungai Tengah), tidak ada yang berhasil memenangkan calon kepala daerah yang diusung partai bersangkutan. Calon yang diusung oleh Partai Golkar dan PKS dikalahkan oleh calon yang diusung oleh partai lain—yang notabene bukan partai peraih suara mayoritas dalam Pemilu Legislatif.

10 Dari 4 wilayah yang telah melangsungkan Pilkada hingga Desember 2006, keempatnya adalah basis dari Partai Golkar (Provinsi Kalimantan

Tengah, Kabupaten Kabupaten Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat dan Barito Selatan). Tetapi hanya di Barito Selatan, calon yang diusung oleh Partai Golkar berhasil memenangkan Pilkada (Baharudin H.Lisa dan lrawansyah).

11 Provinsi Sumatera Barat, selama Pemilu Legislatif dikuasai oleh Partai Golkar dan PDIP. Dari 15 wilayah yang melangsungkan Pilkada

hingga Desember 2006, Partai Golkar memperoleh suara mayoritas dalam Pemilu Legislatif di 14 wilayah (Provinsi Sumatera Barat, Kota Bukit Tinggi, Kabupaten Dharmasraya, Solok, Padang Pariaman, Agam, Lima Puluh Kota, Pasaman Barat, Solok Selatan, Pasaman, Sawahlunto Sijunjung, Pesisir Selatan, Tanah Datar, dan Kota Solok) dan PDIP di 1 wilayah (Kabupaten Mentawai). Tetapi dari 15 wilayah tersebut, hanya di 4 wilayah saja, pemenang Pemilu Legislatif sekaligus berhasil mengantarkan kemenangan calon kepala daerah—yakni masing-masing di Kabupaten Mentawai, Kabupaten Solok, Kota Solok dan Kabupaten Tanah Datar.

12 Di Provinsi Maluku Utara, peraih suara mayoritas dalam Pemilu Legislatif lebih beragam. Dari 7 wilayah yang melangsungkan Pilkada

hingga Desember 2006, Partai Golkar menguasai suara mayoritas Pemilu Legislatif di 4 wilayah (Kabupaten Kepulauan Sula, Halmahera Timur, Halmahera Barat dan Kota Tidore) PKS 1 wilayah (Kabupaten Halmahera Selatan), PDS 1 wilayah (Kabupaten Halmahera Utara), dan PPDK 1 wilayah (Kota Ternate). Tetapi dari 7 wilayah yang telah melangsungkan Pilkada tersebut, hanya 2 wilayah saja yang ditandai dengan kemenangan calon kepala daerah yang diusung oleh partai pemenang Pemilu Legislatif—yakni di Kabupaten Kepulauan Sula dan Kota Tidore.

13 Wilayah di Nusa Tenggara Timur sejak lama adalah basis bagi Partai Golkar dan PDIP. Dari 8 kabupaten/kota di Provinsi NTT yang telah

melangsungkan Pilkada hingga Desember 2006, ada 4 wilayah yang saat Pemilu Legislatif dimenangkan oleh Golkar (Kabupaten Timor Tengah Utara, Lembata, Ngada, Manggarai, Sumba Timur, Flores Timur) dan 4 wilayah lain dimenangkan oleh PDIP (Kabupaten Manggarai Barat, Sumba Barat). Tetapi dari 8 wilayah tersebut hanya di 2 wilayah (Kabupaten Lembata dan Sumba Timur), calon yang diusung oleh partai peraih suara mayoritas dalam Pemilu Legislatif, berhasil memenangkan Pilkada.

14 Provinsi Jawa Timur adalah basis dari partai PKB dan PDIP. Dari 19 kabupaten/kota di Jawa Timur yang telah melangsungkan Pilkada

hingga Desember 2006, mayoritas adalah basis dari PKB (Kabupaten Lamongan, Trenggalek, Sumenep, Banyuwangi, Situbondo, Jember, Gresik, Mojokerto, Sidoarjo, dan Kota Pasuruan) dan PDIP (Kabupaten Malang, Ngawi, Ponorogo, Kediri, Kota Surabaya, Blitar). Sisanya, adalah kabupaten basis dari Partai Demokrat (Kabupaten Pacitan) dan Golkar (Kabupaten Tuban). Dari 19 kabupaten/kota yang telah melangsungkan Pilkada di Jawa Timur hingga Desember 2006, sebagian besar (73.7%) partai pemenang Pemilu Legislatif berhasil menang juga dalam Pilkada. Calon kepala daerah yang diusung oleh partai pemenang Pemilu Legislatif berhasil mengalahkan calon lain. Kekalahan hanya terjadi di 5 kabupaten/kota—masing-masing Kabupaten Lamongan, Ponorogo, Sumenep, Banyuwangi dan Situbondo. Di Lamongan, Pemenang Pemilu Legislatif adalah PKB, sementara partai pemenang Pilkada adalah PAN. Ponorogo adalah basis dari PDIP, sementara pemenang Pilkada adalah PKB. Sumenep dan Banyuwangi dan Situbondo adalah basis dari PKB, tetapi pemenang bukan PKB. Untuk Sumenep pemenang Pilkada adalah PPP dan PPNUI. Untuk Kabupaten Banyuwangi, pemenang Pilkada adalah calon yang diusung oleh partai non parlemen (PAN, PBR, PNBK dan parpol lain). Sementara di Situbondo, pemenang Pilkada adalah PPP.

15 Kepulauan Riau adalah basis dari Partai Golkar. Dari 6 wilayah di Provinsi Kepulauan Riau yang telah melangsungkan Pilkada, Partai

(7)

Tabel 3: Prosentase Kemenangan Partai Pemenang Pemilu Legislatif Dirinci Menurut Partai dan Provinsi

PROVINSI Partai Pemenang

Pemilu Legislatif 2004 Menang / Kalah Dalam Pilkada?

di Wilayah Pilkada Kalah Persen (%) M e n a n g Persen (%) Total

Bangka Belitung Golkar 0 0.0 1 100.0 1

PBB 1 100.0 0 0.0 1

PDIP 1 50.0 1 50.0 2

Total 2 50.0 2 50.0 4

Bali PDIP 3 50.0 3 50.0 6

Total 3 50.0 3 50.0 6

Banten Golkar 2 50.0 2 50.0 4

Total 2 50.0 2 50.0 4

Bengkulu Golkar 7 87.5 1 12.5 8

Total 7 87.5 1 12.5 8

Yogyakarta (DIY) PDIP 2 40.0 3 60.0 5

Total 2 40.0 3 60.0 5

Gorontalo Golkar 3 60.0 2 40.0 5

Total 3 60.0 2 40.0 5

Irian Jaya Barat Golkar 6 75.0 2 25.0 8

PBSD 1 100.0 0 0.0 1

Total 7 77.8 2 22.2 9

Jawa Barat Golkar 3 50.0 3 50.0 6

PKS 0 0.0 1 100.0 1

Total 3 42.9 4 57.1 7

Jambi Golkar 4 57.1 3 42.9 7

PAN 0 0.0 1 100.0 1

Total 4 50.0 4 50.0 8

Jawa Tengah Golkar 2 100.0 0 0.0 2

PDIP 12 57.1 9 42.9 21

PKB 0 0.0 1 100.0 1

PPP 1 100.0 0 0.0 1

Total 15 60.0 10 40.0 25

Jawa Timur Golkar 0 0.0 1 100.0 1

Partai Demokrat 0 0.0 1 100.0 1

PDIP 1 14.3 6 85.7 7

PKB 4 40.0 6 60.0 10

Total 5 26.3 14 73.7 19

Kalimantan Barat Golkar 4 66.7 2 33.3 6

PDIP 0 0.0 2 100.0 2

Total 4 50.0 4 50.0 8

Kalimantan Selatan Golkar 7 100.0 0 0.0 7

PKS 1 100.0 0 0.0 1

Total 8 100.0 0 0.0 8

Kalimantan Tengah Golkar 3 75.0 1 25.0 4

Total 3 75.0 1 25.0 4

Kalimantan Timur Golkar 5 55.6 4 44.4 9

PDIP 0 0.0 2 100.0 2

Total 5 45.5 6 54.5 11

Kepulauan Riau Golkar 1 20.0 4 80.0 5

PKS 0 0.0 1 100.0 1

(8)

Lampung Golkar 3 60.0 2 40.0 5

PDIP 1 100.0 0 0.0 1

Total 4 66.7 2 33.3 6

Maluku Golkar 3 75.0 1 25.0 4

PDIP 1 50.0 1 50.0 2

Total 4 66.7 2 33.3 6

Maluku Utara Golkar 2 50.0 2 50.0 4

PDS 1 100.0 0 0.0 1

PKS 1 100.0 0 0.0 1

PPDK 1 100.0 0 0.0 1

Total 5 71.4 2 28.6 7

Aceh (NAD) Golkar 6 50.0 6 50.0 12

PAN 2 66.7 1 33.3 3

PKS 1 100.0 0 0.0 1

PPP 4 100.0 0 0.0 4

Total 13 65.0 7 35.0 20

Nusa Tenggara Barat Golkar 2 33.3 4 66.7 6

Total 2 33.3 4 66.7 6

Nusa Tenggara Timur Golkar 4 66.7 2 33.3 6

PDIP 2 100.0 0 0.0 2

Total 6 75.0 2 25.0 8

Papua Golkar 7 53.8 6 46.2 13

PDIP 1 100.0 0 0.0 1

PKPI 1 100.0 0 0.0 1

Total 9 60.0 6 40.0 15

Riau Golkar 5 50.0 5 50.0 10

Total 5 50.0 5 50.0 10

Sulawesi Barat Golkar 1 100.0 0 0.0 1

Total 1 100.0 0 0.0 1

Sulawesi Selatan Golkar 7 58.3 5 41.7 12

Total 7 58.3 5 41.7 12

Sulawesi Tengah Golkar 3 50.0 3 50.0 6

PDS 0 0.0 1 100.0 1

Total 3 42.9 4 57.1 7

Sulawesi Tenggara Golkar 3 50.0 3 50.0 6

Total 3 50.0 3 50.0 6

Sulawesi Utara Golkar 4 57.1 3 42.9 7

PDIP 0 0.0 1 100.0 1

Total 4 50.0 4 50.0 8

Sumatera Barat Golkar 11 78.6 3 21.4 14

PDIP 0 0.0 1 100.0 1

Total 11 73.3 4 26.7 15

Sumatera Selatan Golkar 3 50.0 3 50.0 6

Total 3 50.0 3 50.0 6

Sumatera Utara Golkar 7 46.7 8 53.3 15

Partai Pelopor 1 50.0 1 50.0 2

PDIP 2 100.0 0 0.0 2

PKS 1 100.0 0 0.0 1

Total 11 55.0 9 45.0 20

(9)

seksama tabel 3 ini adalah adanya wilayah-wilayah yang selama ini dikenal menjadi basis massa suatu partai dan mempunyai pendukung yang fanatik, tidak lantas menjadi jalan kemenangan ketika mengusung calon dalam Pilkada. Sulawesi Selatan misalnya. Provinsi ini sejak lama dikenal sebagai basis dari Partai Golkar. Di provinsi ini, banyak ditemukan pendukung fanatik dari Golkar. Banyak tokoh-tokoh Golkar di pusat berasal dari provinsi ini. Dari 12 wilayah yang melangsungkan Pilkada hingga Desember 2006, semua wilayah itu adalah basis suara Partai Golkar—di mana Golkar menjadi peraih suara terbanyak dalam Pemilu Legislatif. Meski demikian, Partai Golkar hanya berhasil memenangkan calon di 5 wilayah. Yang lebih banyak terjadi, justru calon yang diusung oleh Partai Golkar mengalami kekalahan.16

Wilayah lain yang menarik adalah provinsi Bali. Provinsi ini sejak lama dikenal sebagai basis partai PDIP. Partai ini selalu memenangkan Pilkada di berbagai kabupaten / kota di Bali, kerap kali dengan kemenangan telak. Dari 6 wilayah yang telah melangsungkan Pilkada di Provinsi Bali hingga Desember 2006, semua wilayah itu adalah basis PDIP— PDIP menjadi peraih suara terbanyak dalam Pemilu Legislatif. Tetapi dalam Pilkada, PDIP hanya berhasil mengantarkan calonnya menang di 3 wilayah. Wilayah lainnya, calon yang diusung oleh PDIP (baik sendiri atau koalisi dengan partai lain) mengalami kekalahan. 17

Dominasi Perolehan Suara Selama Pemilu Legislatif, Bukan Jaminan

Hasil Pilkada yang telah lewat juga menunjukkan dominasi suara partai dalam Pemilu Legislatif ternyata bukan jaminan berhasil menang dalam Pilkada. Jika Pemilu Legislatif 2004 dijadikan sebagai dasar, kita bisa membagi dominasi kekuatan partai di suatu wilayah ke dalam tiga kategori: sangat dominan (perolehan suara partai pemenang Pemilu Legislatif lebih dari 50%), dominan (perolehan suara partai pemenang Pemilu Legislatif antara 25-50%) dan kurang dominan ( perolehan suara partai pemenang Pemilu Legislatif kurang dari 25%). Tabel 4 merinci dominasi kekuatan partai dalam Pemilu Legislatif 2004. Dari tabel terlihat, sebagian besar partai pemenang Pemilu Legislatif di suatu wilayah memperoleh suara antara 25% hingga 50%. Yang menarik, ada 11 wilayah yang ditandai dengan kemenangan telak suatu partai dalam Pemilu Legislatif 2004—partai pemenang Pemilu Legislatif memperoleh suara lebih dari 50%.

Secara teoritis, dominasi kekuatan partai dalam Pemilu Legislatif akan menentukan tingkat kemenangan suatu partai dalam Pilkada. Makin tinggi dominasi suatu partai, makin besar pula peluang suatu partai dalam memenangkan Pilkada. Hal ini karena dominasi partai menunjukkan basis massa yang kuat dan kekuatan dari mesin politik dari partai politik. Partai yang memperoleh suara besar dalam Pemilu Legislatif (dengan perolehan suara misalnya di atas 50%) menggambarkan basis massa yang kuat dari partai itu, sekaligus juga memperlihatkan mesin politik yang bekerja secara optimal di suatu wilayah. Tetapi hasil Pilkada memperlihatkan, tidak ada hubungan antara dominasi kemenangan partai dengan kemenangan atau kegagalan suatu partai dalam Pilkada. Partai dengan perolehan suara sangat dominan selama Pemilu Legislatif 2004 tidak otomatis membuat potensi kemenangan partai menjadi besar. Tabel 5 memperlihatkan uji statistik (menggunakan chi square) yang menggambarkan tidak ada perbedaan dalam hal keberhasilan atau kegagalan partai dalam Pilkada antara partai yang sangat dominan, dominan dan kurang dominan selama Pemilu legislatif 2004.

Tabel 6 merinci lebih detil dominasi kemenangan partai dalam Pemilu Legislatif dan tingkat keberhasilan partai dalam mengusung calon di Pilkada yang dirinci menurut provinsi. Persentase suara yang diperoleh partai dalam Pemilu Legislatif menunjukkan derajat dominasi suatu partai di suatu wilayah. Dari tabel 6 ini terlihat, sebagian besar kemenangan partai dalam Pemilu Legislatif berada pada kategori dominan——perolehan suara partai pemenang Pemilu Legislatif antara 25-50%.

Yang menarik ada sejumlah provinsi yang ditandai dengan banyaknya kemenangan partai dalam Pemilu Legislatif di kategori kurang dominan—— Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Papua, Irian Jaya Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Hal ini menggambarkan, di provinsi-provinsi ini tidak ada partai yang dominan, terdapat sejumlah partai yang mempunyai kekuatan relatif seimbang. Gejala yang tampak dari tabel 6 ini adalah provinsi dengan pemenang Pemilu Legislatif yang kurang dominan, ditandai oleh kecenderungan kekalahan partai pemenang Pemilu Legislatif itu ketika bertarung dalam Pilkada. Ini terjadi di Provinsi Papua, Irian Jaya Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,

16 Golkar berhasil menang di Kabupaten Gowa, Maros, Pangkep, Barru dan Luwu Timur. Di 5 kabupaten ini, calon yang diusung oleh Golkar

(baik sendiri atau koalisi dengan partai lain) berhasil memenangkan Pilkada. Sementara di Kabupaten Luwu Utara, Bulukumba, Selayar, Tanah Toraja, Soppeng, Mamuju dan Mamuju Utara, calon yang diusung oleh Partai Golkar mengalami kekalahan.

17 PDIP berhasil menang dalam Pilkada di Kota Denpasar, Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Jembrana. Di 3 kabupaten ini, calon yang

(10)

Tabel 5: Hubungan Dominasi Kekuatan Partai Dalam Pemilu Legislatif dan Kemenangan Dalam Pilkada

Kategori Dominasi Kemenangan Menang / Kalah Dalam Pilkada?

Partai Dalam Pemilu Legislatif Kalah Persen (%) Menang Persen (%) Total

Kurang Dominan (<25%) 77 62.6 46 37.4 123

Dominan (25-50%) 84 53.8 72 46.2 156

Sangat dominan (>50%) 4 36.4 7 63.6 11

Total 165 56.9 125 43.1 290

N = 290, χ²/df =4.115/2 (tidak signifikan)

Tabel 4: Kategori Dominasi Partai Dalam Pemilu Legislatif 2004

PARTAI Kategori Dominasi Kemenangan Partai Dalam Pemilu Legislatif

Dominan ( 25- 50%) Kurang Dominan (< 25%) Sangat dominan (>50%)

Jumlah Persen (%) Jumlah Persen (%) Jumlah Persen (%) Total

Golkar 100 50.0 94 47.0 6 3.0 200

PAN 1 25.0 3 75.0 0 0.0 4

Partai Demokrat 0 0.0 1 100.0 0 0.0 1

Partai Pelopor 0 0.0 2 100.0 0 0.0 2

PBB 1 100.0 0 0.0 0 0.0 1

PBSD 0 0.0 1 100.0 0 0.0 1

PDIP 40 72.7 10 18.2 5 9.1 55

PDS 2 100.0 0 0.0 0 0.0 2

PKB 11 100.0 0 0.0 0 0.0 11

PKPI 0 0.0 1 100.0 0 0.0 1

PKS 0 0.0 6 100.0 0 0.0 6

PPDK 0 0.0 1 100.0 0 0.0 1

PPP 1 20.0 4 80.0 0 0.0 5

Total 156 53.8 123 42.4 11 3.8 290

Sumber: Diolah dari database Lingkaran Survei Indonesia. Data perolehan suara Pemilu Legislatif diolah dari KPU.

Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Di provinsi ini, partai pemenang Pemilu Legislatif yang menang tipis (kurang dominan) lebih banyak yang kalah ketika

(11)

dalam Pilkada. Dalam Pilkada Kabupaten Boalemo, calon yang diusung oleh partai Golkar kalah dari pasangan yang diusung oleh PPP (Iwan Bokings dan La Ode Haimuddin).

Tabel 7 merinci lebih detil kemenangan dan kegagalan pemenang Pemilu Legislatif menurut kategori dominasi kemenangan. Dari tabel ini terlihat, dominasi kemenangan partai selama Pemilu Legislatif 2004, tidaklah menjadi jaminan kemenangan dalam Pilkada. Tidak ada perbedaan yang mencolok antara dominasi kemenangan dengan keberhasilan dan kegagalan partai ketika mengusung calon dalam Pilkada. Data ini menarik karena kerap kali partai politik menggunakan dasar perolehan suara dalam Pemilu Legislatif dalam merumuskan kebijakan pencalonan dalam Pilkada.

Partai Golkar misalnya. Dalam kebijakan resmi yang dikeluarkan oleh Partai Golkar disebutkan, jika di suatu wilayah kemenangan Golkar telak ( di atas 50%), Golkar akan mengusung calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dari kader Golkar sendiri, tanpa harus berkoalisi dengan partai lain. Apabila di suatu wilayah Golkar menang dalam Pemilu Legislatif tetapi prosentase kemenangan antara 15-50%, Golkar akan mengincar calon kepala daerah, sementara calon wakil kepala daerah dari partai lain. Sementara kalau dalam Pemilu Legislatif Golkar memperoleh suara kurang dari 15% atau bukan menjadi pemenang pertama, Golkar hanya akan mengincar kursi wakil kepala daerah. Kebijakan yang dibuat oleh Golkar ini secara jelas menggunakan dasar dominasi kekuatan partai dalam Pemilu Legislatif sebagai strategi pencalonan dalam Pilkada Pilkada. Lihat tulisan “ Siasat Partai Politik dan Strategi Pencalonan” dalam Kajian Bulanan Nomor ini.

Anomali

Tulisan ini memperlihatkan kemenangan partai dalam Pemilu Legislatif bukanlah jaminan kemenangan dalam Pilkada. Tetapi perlu dicatat, tulisan ini tidak memfokuskan pada analisis atas kemenangan partai—seperti seberapa banyak partai tertentu berhasil mengantarkan kandidat menjadi kepala daerah. Atau partai mana yang paling banyak memenangkan Pilada. Tulisan ini berfokus pada seberapa berhasil partai politik mempertahankan basis suara yang diperoleh dalam Pemilu Legislatif 2004. Apakah partai yang berhasil menjadi pemenang (peraih suara mayoritas) dalam Pemilu Legislatif di suatu daerah otomatis akan berhasil juga memenangkan calon kepala daerah. Seberapa ber-hasil calon kepala daerah yang didukung oleh partai terbesar di suatu wilayah, memenangkan Pilkada.

Dari wilayah yang telah melangsungkan Pilkada hingga Desember 2006, kecenderungan yang terjadi adalah lebih banyak ditandai oleh kegagalan partai pemenang Pemilu Legislatif 2004 untuk memenangkan calon yang diusung

Dari 290 wilayah yang dianalisis dalam tulisan ini, ada 11 wilayah yang ditandai dengan suara pemenang Pemilu Legislatif di atas angka 50%. Kesebalas wilayah ini selama ini memang dikenal sebagai basis utama dari Partai Golkar (Kabupaten Barru, Gorontalo, Sarmi, Sangihe, Boalemo, Provinsi Gorontalo) dan PDIP (Kabupaten Tabanan, Badung, Bangli, Wonogiri, Jembrana). Tetapi dari 11 wilayah tersebut, terdapat 4 wilayah yang ditandai dengan kekalahan partai pemenang Pemilu Legislatif ketika mengusung calon kepala daerah dalam Pilkada—— masing-masing Kabupaten Badung, Bangli, Gorontalo dan Boalemo.

Badung adalah salah satu basis kekuatan PDIP. Dalam Pemilu Legislatif 2004, PDIP menang telak di kabupaten ini dengan perolehan suara 54%. Dalam Pilkada Kabupaten Badung (24 Juni 2005), PDIP mencalonkan pasangan I Made Sumer dan I Gusti Ngarah Oka. Pasangan ini kalah dari pasangan yang dicalonkan oleh Partai Golkar dan koalisi sejumlah partai lain yakni pasangan Anak Agung Gde Agung dan I Ketut Sudikerta. Pasangan Made Sumer dan I Gusti Ngarah Oka memperoleh suara 45.84%, sementara lawannya mendapatkan suara 54.16%. Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Bangli. Sama seperti Badung, Bangli (dan kabupaten lain di Provinsi Bali) adalah basis utama dari PDIP. Saat Pemilu Legislatif 2004, di Kabupaten Bangli PDIP meraih suara mayoritas dengan suara 54.14%. Kemenangan yang telak ini tidak menjamin kemenangan PDIP ketika mengusung calon kepala daerah dalam Pilkada. Pasangan yang diusung oleh PDIP (I Wayan Gunawan dan I Wayan Wirata) kalah dari pasangan yang diusung oleh Partai Golkar, PPP dan Partai Demokrat (I Nengah Arwana dan I Made Gianyar). Pilkada di Bangli ini menarik, karena pasangan yang diusung oleh Partai Golkar ini menang dengan angka cukup telak, 69.59%. Sementara pasangan calon yang diusung oleh PDIP hanya memperoleh suara 30.41%.

Dominasi partai yang sangat kuat di satu wilayah dan diiringi dengan kegagalan memenangkan calon yang diusung dalam Pilkada juga dialami oleh Golkar. Di Kabupaten Gorontalo, Partai Golkar menang telak saat Pemilu Legislatif 2004 dengan perolehan suara 58.16%. Kemenangan saat Pemilu Legislatif ini tidak berjalan beriringan dalam Pilkada Kabupaten Gorontalo (27 Juni 2005). Calon yang diusung oleh Partai Golkar (Sun Biki dan Rustam A) kalah cukup telak dari pasangan koalisi PPP, PAN, PDIP, PBB, PBR (David Bobihoe dan Sofyan Puhi).

(12)

Tabel 6: Dominasi Kekuatan Partai Dalam Pemilu Legislatif dan Kemenangan Dalam Pilkada Dirinci Menurut Provinsi

Kategori Dominasi

PROVINSI Kemenangan Partai Menang / Kalah Dalam Pilkada?

Dalam Pemilu Legislatif Kalah Persen (%) Menang Persen (%) Total

Bangka Belitung Dominan (25-50%) 2 50.0 2 50.0 4

Total 2 50.0 2 50.0 4

Bali Dominan (25- 50%) 1 50.0 1 50.0 2

Sangat dominan (>50%) 2 50.0 2 50.0 4

Total 3 50.0 3 50.0 6

Banten Dominan (25-50%) 1 50.0 1 50.0 2

Kurang Dominan (< 25%) 1 50.0 1 50.0 2

Total 2 50.0 2 50.0 4

Bengkulu Dominan (25-50%) 4 80.0 1 20.0 5

Kurang Dominan (< 25%) 3 100.0 0 0.0 3

Total 7 87.5 1 12.5 8

Yogyakarta (DIY) Dominan (25-50%) 2 66.7 1 33.3 3

Kurang Dominan (< 25%) 0 0.0 2 100.0 2

Total 2 40.0 3 60.0 5

Gorontalo Dominan (25-50%) 1 50.0 1 50.0 2

Sangat dominan (>50%) 2 66.7 1 33.3 3

Total 3 60.0 2 40.0 5

Irian Jaya Barat Dominan (25-50%) 3 75.0 1 25.0 4

Kurang Dominan (< 25%) 4 80.0 1 20.0 5

Total 7 77.8 2 22.2 9

Jawa Barat Dominan (25-50%) 3 50.0 3 50.0 6

Kurang Dominan (< 25%) 0 0.0 1 100.0 1

Total 3 42.9 4 57.1 7

Jambi Dominan (25-50%) 2 50.0 2 50.0 4

Kurang Dominan (< 25%) 2 50.0 2 50.0 4

Total 4 50.0 4 50.0 8

Jawa Tengah Dominan (25-50%) 11 55.0 9 45.0 20

Kurang Dominan (< 25%) 4 100.0 0 0.0 4

Sangat dominan (>50%) 0 0.0 1 100.0 1

Total 15 60.0 10 40.0 25

Jawa Timur Dominan (25-50%) 5 27.8 13 72.2 18

Kurang Dominan (< 25%) 0 0.0 1 100.0 1

Total 5 26.3 14 73.7 19

Kalimantan Barat Dominan (25-50%) 0 0.0 3 100.0 3

Kurang Dominan (< 25%) 4 80.0 1 20.0 5

Total 4 50.0 4 50.0 8

Kalimantan Selatan Dominan (25-50%) 2 100.0 0 0.0 2

Kurang Dominan (< 25%) 6 100.0 0 0.0 6

Total 8 100.0 0 0.0 8

Kalimantan Tengah Dominan (25-50%) 3 100.0 0 0.0 3

Kurang Dominan (< 25%) 0 0.0 1 100.0 1

Total 3 75.0 1 25.0 4

Kalimantan Timur Dominan (25-50%) 1 20.0 4 80.0 5

Kurang Dominan (< 25%) 4 66.7 2 33.3 6

(13)

Kepulauan Riau Kurang Dominan (< 25%) 1 16.7 5 83.3 6

Total 1 16.7 5 83.3 6

Lampung Dominan (25-50%) 2 66.7 1 33.3 3

Kurang Dominan (< 25%) 2 66.7 1 33.3 3

Total 4 66.7 2 33.3 6

Maluku Dominan (25-50%) 1 100.0 0 0.0 1

Kurang Dominan (< 25%) 3 60.0 2 40.0 5

Total 4 66.7 2 33.3 6

Maluku Utara Dominan (25-50%) 2 66.7 1 33.3 3

Kurang Dominan (< 25%) 3 75.0 1 25.0 4

Total 5 71.4 2 28.6 7

Aceh (NAD) Dominan (25-50%) 2 66.7 1 33.3 3

Kurang Dominan (< 25%) 11 64.7 6 35.3 17

Total 13 65.0 7 35.0 20

Nusa Tenggara Barat Dominan (25-50%) 1 33.3 2 66.7 3

Kurang Dominan (< 25%) 1 33.3 2 66.7 3

Total 2 33.3 4 66.7 6

Nusa Tenggara Timur Dominan (25-50%) 2 66.7 1 33.3 3

Kurang Dominan (< 25%) 4 80.0 1 20.0 5

Total 6 75.0 2 25.0 8

Papua Dominan (25-50%) 3 60.0 2 40.0 5

Kurang Dominan (< 25%) 6 66.7 3 33.3 9

Sangat dominan (>50%) 0 0.0 1 100.0 1

Total 9 60.0 6 40.0 15

Riau Dominan (25-50%) 3 50.0 3 50.0 6

Kurang Dominan ( <25%) 2 50.0 2 50.0 4

Total 5 50.0 5 50.0 10

Sulawesi Barat Dominan (25-50%) 1 100.0 0.0 1

Total 1 100.0 0.0 1

Sulawesi Selatan Dominan (25-50%) 7 63.6 4 36.4 11

Sangat dominan (>50%) 0 0.0 1 100.0 1

Total 7 58.3 5 41.7 12

Sulawesi Tengah Dominan (25-50%) 1 20.0 4 80.0 5

Kurang Dominan (< 25%) 2 100.0 0 0.0 2

Total 3 42.9 4 57.1 7

Sulawesi Tenggara Dominan (25-50%) 1 33.3 2 66.7 3

Kurang Dominan (< 25%) 2 66.7 1 33.3 3

Total 3 50.0 3 50.0 6

Sulawesi Utara Dominan (25-50%) 4 66.7 2 33.3 6

Kurang Dominan (< 25%) 0 0.0 1 100.0 1

Sangat dominan (>50%) 0 0.0 1 100.0 1

Total 4 50.0 4 50.0 8

Sumatera Barat Dominan (25-50%) 8 72.7 3 27.3 11

Kurang Dominan (< 25%) 3 75.0 1 25.0 4

Total 11 73.3 4 26.7 15

Sumatera Selatan Dominan (25-50%) 1 50.0 1 50.0 2

Kurang Dominan (25-50%) 2 50.0 2 50.0 4

Total 3 50.0 3 50.0 6

Sumatera Utara Dominan (25-50%) 4 57.1 3 42.9 7

Kurang Dominan (< 25%) 7 53.8 6 46.2 13

Total 11 55.0 9 45.0 20

(14)

Tabel 7: Prosentase Kemenangan Partai Pemenang Pemilu Legislatif Dalam Pilkada Menurut Kategori Dominasi Partai

Partai Pemenang Kategori Dominasi

Pemilu Legislatif 2004 Kemenangan Partai Menang / Kalah Dalam Pilkada?

di Wilayah Pilkada Dalam Pemilu Legislatif Kalah Persen (%) Menang Persen (%) Total

Golkar Dominan (25- 50%) 58 58.0 42 42.0 100

Kurang Dominan (<25%) 58 61.7 36 38.3 94

Sangat dominan (>50%) 2 33.3 4 66.7 6

Total 118 59.0 82 41.0 200

PAN Dominan (25- 50%) 0 0.0 1 100.0 1

Kurang Dominan (<25%) 2 66.7 1 33.3 3

Total 2 50.0 2 50.0 4

Partai Demokrat Kurang Dominan (<25%) 0.0 1 100.0 1

Total 0.0 1 100.0 1

Partai Pelopor Kurang Dominan (<25%) 1 50.0 1 50.0 2

Total 1 50.0 1 50.0 2

PBB Dominan (25- 50%) 1 100.0 0.0 1

Total 1 100.0 0.0 1

PBSD Kurang Dominan (<25%) 1 100.0 0.0 1

Total 1 100.0 0.0 1

PDIP Dominan (25-50%) 19 47.5 21 52.5 40

Kurang Dominan (<25%) 5 50.0 5 50.0 10

Sangat dominan (>50%) 2 40.0 3 60.0 5

Total 26 47.3 29 52.7 55

PDS Dominan (25-50%) 1 50.0 1 50.0 2

Total 1 50.0 1 50.0 2

PKB Dominan (25-50%) 4 36.4 7 63.6 11

Total 4 36.4 7 63.6 11

PKPI Kurang Dominan (<25%) 1 100.0 0.0 1

Total 1 100.0 0.0 1

PKS Kurang Dominan (<25%) 4 66.7 2 33.3 6

Total 4 66.7 2 33.3 6

PPDK Kurang Dominan (<25%) 1 100.0 0.0 1

Total 1 100.0 0.0 1

PPP Dominan (25-50%) 1 100.0 0.0 1

Kurang Dominan (<25%) 4 100.0 0.0 4

Total 5 100.0 0.0 5

(15)

dalam Pilkada. Tetapi ini baru satu fakta. Fakta lain yang juga menarik adalah adanya keberhasilan dari partai dalam memenangkan calon kepala daerah, meski partai itu bukan pemenang Pemilu Legislatif di wilayah tersebut.

Tabel 8 memperlihatkan beberapa contoh wilayah yang ditandai dengan keberhasilan partai dalam memenangkan calon kepala daerah (baik sendiri atau berkoalisi dengan partai lain) meski partai bukanlah pemenang Pemilu Legislatif.

Yang menarik, hal ini juga terjadi hampir secara merata di semua partai. Partai Golkar di Pekalongan misalnya. Kota Pekalongan adalah basis bagi Partai PKB, PPP dan PDIP. Dalam Pemilu Legislatif, PPP mendapat suara 26.66%, PDIP 20% dan PKB 13.33%. Partai Golkar hanya mendapat 13.33%. Meski demikian, calon yang diusung oleh partai Golkar (Moh. Basyir Ahmad dan Abu Almafachir) berhasil mengalahkan calon yang diusung oleh PPP (Timur Susilo Achmad dan Urip Sunaryo), PKB (Anthony dan Hasyim Fahmi) dan koalisi PDIP-PAN (Sigit Sumarhen Yanto dan Freddy Wijaya). Pasangan yang diusung oleh Partai Golkar ini bukan hanya memenangkan Pilkada, tetapi juga meraih suara secara telak, 40.19%. Golkar juga sukses meme-nangkan calon kepala daerah di Bangka Tengah, Karang-asem, Badung, dan Bangli yang notabene bukan merupakan

wilayah basis massa partai Golkar.18

Hal yang sama juga dialami oleh PDIP di Dharmasraya. Dalam Pemilu Legislatif 2004, Partai Golkar menjadi peraih suara terbanyak (36%). PDIP hanya berada di peringkat ketiga peraih suara terbanyak (di bawah Golkar, PBR dan PAN) dengan perolehan suara 12%. Tetapi dalam Pilkada, PDIP yang berkoalisi dengan PAN,PKPB berhasil memenangkan calon yang diusung (Asrul Syukur dan Nusiwan) dan mengalahkan calon yang diusung oleh Partai Golkar (Marion Dt Angkayo Mulie dan Tugimin). Keberhasilan di Dharmasraya ini diikuti oleh kemenangan lain calon yang diusung oleh PDIP (baik sendiri atau berkoalisi dengan partai lain) di Provinsi Sulawesi Utara, Minahasa Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah dan Pasaman Barat. Wilayah-wilayah ini bukanlah Wilayah-wilayah basis massa PDIP.19

Gejala ini juga menimpa partai menengah, seperti PKB, PAN dan PKS. PKB mengalami hal ini misalnya di Povinsi Kalimantan Selatan. Dalam Pemilu Legislatif 2004, Golkar menjadi peraih suara terbanyak di provinsi ini dengan suara 23.63%. PKB hanya menempati urutan kelima ( di bawah Golkar, PPP, PDIP dan PKS) dengan suara 10.9%. Tetapi dalam Pilkada, calon yang diusung oleh PKB justru yang menang. PKB yang berkoalisi dengan PPP (Rudi Arifin dan Rosehan NB) berhasil mengalahkan Golkar yang

18 Karangasem, Badung dan Bangli adalah basis dari PDIP. Calon-calon yang diusung oleh Golkar (baik sendiri atau berkoalisi ) di

Karangasem (I Wayan Geredeg dan I Gusti Lanang Rai), Badung (Anak Agung Gde Agung dan I Ketut Sudikerta), dan Bangli (Made Arnawa dan Gianyar) berhasil memenengkan Pilkada. Sekaligus mengalahkan calon yang diusung oleh PDIP yang notabene adalah partai pemenang Pemilu Legislatif di wilayah ini.

19 Di Sulawesi Utara, Minahasa Selatan, Pasaman Barat dan Provinsi Kalimantan Tengah, partai pemenang Pemilu Legislatif adalah

Golkar. Tetapi di wilayah-wilayah ini, calon yang diusung oleh PDIP (baik sendiri atau koalisi dengan partai lain) berhasil memenangkan Pilkada. Di Provinsi Sulawesi Utara, calon yang diusung oleh PDIP (Sinyo Sarundayang dan Freddy H. Sualang) berhasil memenangkan Pilkada dan mengalahkan calon yang diusung oleh Golkar (A.J. Sondakh dan Aryanti Baramuli Putri). Di Minahasa Selatan, calon dari koalisi PDIP dan PDS (RM Luntungan dan Ventje Tuela) mengalahkan pasangan yang didukung oleh Golkar (Jenny J. Tambuan dan Ronny Gosal). Di Provinsi Kalimantan Tengah, pasangan Agustin Teras Narang dan Ahmad Diran dari PDIP berhasil memenangkan Pilkada, dan mengalahkan pasangan yang diusung oleh Partai Golkar (Aswani Agani dan Kahayani). Sementara di Pasaman Barat, PDIP berkoalisi dengan PBB, PBR. Calon yang diusung oleh koalisi ini (Syah Iran dan Risnawanto) berhasil memenangkan Pilkada. Calon yang diusung oleh Golkar (Zulkenedi Said dan Ema Yohana) hanya menempati urutan paling buncit dari perolehan suara dalam Pilkada.

20 Dalam Pemilu Legislatif 2004, PDIP adalah partai pemenang di Ponorogo. Tetapi calon yang diusung oleh PKB (Muhadi Suyono dan

Amin) berhasil mengalahkan calon yang diusung oleh PDIP (Suprianto dan Handoko) sekaligus berhasil memenangkan Pilkada. Sementara di Kotawaringin Barat, Bulungan dan Kota Baru, partai pemenang Pemilu Legislatif adalah Partai Golkar. Tetapi calon yang diusung oleh PKB (baik sendiri maupun koalisi dengan partai lain) berhasil memenangkan Pilkada. Di Kotawaringin Barat, calon dari koalisi PKB, Demokrat dan PBB (Ujang Iskandar dan Sukirman) berhasil memenangkan Pilkada. Calon yang diusung oleh Golkar (Abdul Razak dan Gusti Husni Syamsul) justru berada di posisi terakhir perolehan suara dalam Pilkada. Di Bulungan, calon yang diusung oleh koalisi PKB, Pelopor dan PAN (Budiman Arifin dan Liet Inggai) berhasil mengalahkan calon lain. Sementara di Kota Baru, koalisi PKB dan Demokrat yang mengusung pasangan Sjachrani Mataja dan Fatizanolo Saciago berhasil memenangkan Pilkada. Calon dari Golkar (Firdaus Mansori dan Eriyansyah Basindu) memperoleh suara paling sedikit dari 5 pasangan calon yang maju dalam Pilkada.

21 Di Bangka Barat, partai pemenang Pemilu Legislatif 2004 adalah PDIP. Tetapi calon yang diusung oleh PKS dan PAN (Parhan dan Zuhri

(16)

Tabel 8: Contoh Anomali Hasil Pilkada Dibandingkan Dengan Hasil Pemilu Legislatif

Partai Pemenang Contoh Wilayah Dimana Partai Contoh Wilayah Dimana Contoh Wilayah Dimana

Pilkada Pemenang Pemilu Legislatif Partai Kalah Pemilu Legislatif Partai Pemenang Pemilu

Menang Dalam Pilkada Tetapi Menang Dalam Pilkada Legislatif Kalah Dalam Pilkada

Golkar Kabupaten Kutai Kertanegara Kota Pekalongan Kabupaten Nunukan

Kota Cilegon Bangka Tengah Kota Balikpapan

Kabupaten Kapuas Hulu Karangasem Kabupaten Kutai Timur

Kabupaten Ketapang Badung Kabupaten Tapanuli Tengah

Kabupaten Ogan Ilir Bangli Kabupaten Pelalawan

PDIP Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Sulawesi Utara Kabupaten Manggarai Barat

Kabupaten Ngawi Minahasa Selatan Kabupaten Kendal

Kota Denpasar Provinsi Kalimantan Tengah Kabupaten Klaten

Kabupaten Sleman Dharmasraya Kabupaten Badung

Kota Surabaya Pasaman Barat Kota Semarang

PKB Kabupaten Mojokerto Ponorogo Kabupaten Sumenep

Kabupaten Jember Kotawaringin Barat Kabupaten Banyuwangi

Kabupaten Pekalongan Bulungan Kabupaten Situbondo

Kota Pasuruan Provinsi Kalimantan Selatan Kabupaten Lamongan

Kabupaten Gresik Kota Baru Kabupaten Trenggalek

PKS Kota Batam Bangka Barat Halmahera Selatan

Kota Depok Kota Serang Kota Medan

Seram Bagian Timur Hulu Sungai Tengah

Solok Selatan Kota Banda Aceh

Provinsi Bengkulu

mengusung Gusti Iskandar dan Hafiz A. PKB juga tercatat berhasil di Kabupaten Ponorogo, Kotawaringin Barat, Bulungan dan Kota Baru—kendati di wilayah itu PKB bukan pemenang Pemilu Legislatif.20

Sementara untuk PKS, hal ini terjadi di Kabupaten Serang. Dalam Pemilu Legislatif 2004, PKS hanya menduduki peringkat keempat (di bawah Partai Golkar, PDIP, PPP dan PKB) dengan suara 11.1%. Meski kalah dalam Pemilu Legislatif, PKS berhasil memenangkan calon yang diusung dalam Pilkada, yakni pasangan Taufik Nuriman dan Andy Sujadi. Pasangan ini berhasil mengalahkan pasangan yang diusung oleh koalisi Partai Golkar dan PPNUI (Bunyamin dan Ma’mun Syahroni). PKS berhasil mengulangi kesuksesan di Bangka Barat, Seram Bagian Timur, Solok Selatan dan Provinsi Bengkulu—kendati PKS bukanlah pemenang Pemilu Legislatif di wilayah ini.21

Kemenangan calon yang diusung oleh bukan partai pemenang Pemilu Legislatif ini kemungkinan menunjukkan terjadinya gejala split ticket voting (Austin Ranney, 1999)

dalam perilaku pemilih di Indonesia. Yakni suatu gejala dimana pemilih memilih partai yang berbeda untuk tingkatan pemilihan yang berbeda—mulai dari pemilihan langsung untul Legislatif, Presiden hingga Pilkada. Misalnya untuk Pemilu Legislatif, seseorang memilih Partai X, untuk Pemilu Presiden memilih calon presiden dari Partai Y, sementara untuk Pilkada seseorang memilih calon yang diusung oleh Partai Z, dan seterusnya. Benar tidaknya adanya gejala split ticket voting membutuhkan studi tersendiri yang lebih mendalam. Yang lebih pasti dari fakta-fakta selama pelaksanaan Pilkada ini tidak ada jaminan kemenangan partai (bahkan kemenangan dominan sekalipun) dalam Pemilu Legislatif menjadi jalan menuju kemenangan dalam Pilkada (Eriyanto).

Daftar Pustaka

Allspot, Dee dan Herbet F. Weisberg, “ Measuring Change in Party Identification in an Election Campaign,” American Journal of Political Science, Vol. 29, No. 1, 1984.

(17)

HAMPIR semua partai politik, terutama partai-partai yang memperoleh kursi legislatif besar, seperti tak mau keting-galan dalam memperebutkan kursi kepala daerah. Agar tidak kecolongan, berbagai strategi disiapkan, baik oleh masing-masing kandidat yang mau maju dalam pencalonan ataupun masing-masing partai politik yang tak mau kalah bersaing dalam arena kompetisi tersebut.

Mengapa arena Pilkada begitu memiliki makna penting bagi partai politik? Setidaknya ada beberapa alasan mendasar. Pertama, kemenangan dalam Pilkada, dianggap sebagai kata kunci awal di dalam memperebutkan kekuasaan ekse-kutif di masing-masing daerah. Setidaknya, arena ekseekse-kutif inilah nantinya bisa menjadi mesin yang ampuh dalam menjalankan kebijakan dan visi-visi politik masing-masing partai politik. Kedua, pemenangan dalam Pilkada dianggap sebagai peluang bagi partai politik dalam proses pembe-lajaran para kader politiknya. Hal ini terutama bagi partai politik yang selama proses Pilkada cenderung mendorong para kadernya untuk maju sebagai kandidat. Ketiga, bagi partai politik, Pilkada juga dianggap sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

Kontestasi politik, yang sering disederhanakan sebagai arena kekuasaan dalam era Pilkada membutuhkan para kader yang populer dan potensial. Popularitas seringkali

menjadi kekuatan terpenting bagi masing-masing partai politik untuk melapangkan jalan menuju arena Pemilu 2009 mendatang.

Berbagai pertimbangan diatas, masing-masing partai politik pada akhirnya cenderung tidak melewatkan momentum Pilkada dengan berbagai siasat untuk mendulang keme-nangan. Sejak digulirkan kebijakan Pilkada langsung melalui UU No.32 2004 masing-masing Partai politik mulai dari level Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Daerah (DPD), hingga Dewan Pimpinan Cabang (DPC) nampak mulai mengatur siasat dan strategi.

Tulisan ini akan membahas mengenai bagaimana strategi partai politik dalam menjaring nama yang akan dicalonkan sebagai kepala daerah. Tahap penjaringan dan pencalonan amat menentukan. Jika partai politik bisa menjaring nama yang potensial, potensi kemenangan akan semakin besar. Karena pentingnya tahap ini, partai politik umumnya mem-buat suatu mekanisme yang menjamin mereka bisa mendu-kung calon yang secara potensial bisa memenangkan Pilkada. Sebagai kasus, yang akan dianalisis dalam tulisan ini adalah Partai Golkar dan PDIP. Ada alasan khusus mengapa tulisan ini hanya memfokuskan pada Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dua partai ini hampir di semua wilayah (provinsi, kabupaten/kota),

Siasat Partai Politik dan Strategi Pencalonan

S

ALAH satu tahap paling krusial dari partai politik yang terjun dalam Pilkada adalah tahap penjaringan dan pemilihan calon kepala daerah. Jika partai politik bisa menjaring nama yang potensial, potensi kemenangan akan semakin besar. Karena pentingnya tahap ini, partai politik umumnya membuat suatu mekanisme yang menjamin mereka bisa mendukung calon yang secara potensial bisa memenangkan Pilkada. Tulisan ini akan menganalisis bagaimana strategi dua partai besar (Partai Golkar dan PDIP) dalam menjaring dan menseleksi calon. Partai politik menghadapi dilema—antara membuat mekanisme yang demokratis dengan memberikan kewenangan besar kepada daerah dalam memilih calon atau menciptakan sistem yang sentralistik dimana kewenangan memilih dan menentukan calon berada di tangan pengurus partai pusat.

(18)

mempunyai suara yang signifikan. Dalam Pemilu Legislatif 2004 lalu, kedua partai ini, di hampir semua wilayah memperoleh suara di atas 15% sehingga memungkinkan untuk mencalonkan kandidat kepala daerah tanpa harus berkoalisi dengan partai lain.1

Mengadu Strategi, Merebut Peluang

Diantara partai-partai besar yang bersaing ketat dalam perebutan perolehan kursi di Pilkada adalah Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Persaingan ini dilakukan dalam rangka mengejar perolehan target dari masing-masing partai di level kabupaten maupun propinsi.

Pada awal pelaksanaan Pilkada, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP, Pramono Anung menyatakan bahwa PDIP dalam Pilkada mentargetkan kemenangan seperti yang diperoleh saat Pemilu Legislatif—yakni 158 daerah, baik provinsi, kabupaten, maupun kota. Atau 30 persen keme-nangan dalam Pilkada provinsi dan 50 persen dalam Pilka-da kabupaten/kota. 2DPP PDIP sempat menggelar rapat

pimpinan, di Yogyakarta, 17-20 April 2005, untuk membahas upaya pencapaian target memenangkan Pilkada di seluruh Indonesia (Republika, 20 April 2005). Untuk mencapai target tersebut, calon dari PDIP harus mengikuti semacam “konvensi” di rapat kerja khusus. Dari konvensi itu dapat diukur seberapa populer calon yang bersangkutan di daerah tersebut.

Partai Golkar tak mau ketinggalan dengan langkah strategi pemenangan yang dilakukan PDIP. Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Agung Laksono menyatakan bahwa Partai Golkar menargetkan kemenangan mayoritas di tujuh provinsi dan 148 kabupaten/kota (Suara Pembaruan, 20 April 2005). Sementara Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla menya-takan bahwa Partai Golkar berani menargetkan 60 persen dari calon yang maju dari Partai Golkar dapat memenangi Pilkada.

Sebagian besar partai politik besar menunjukkan tingkat kepercayaan yang sangat tinggi dapat memenangkan Pilkada. Hanya partai-partai kecil yang tidak secara terang-terangan mencanangkan target pemenangan Pilkada. Bahkan partai besar seringkali mematok anggka tertentu yang diyakini mampu dicapainya dalam proses Pilkada. Hal ini barangkali berangkat dari asumsi kemenangan partai

politik di daerah selama Pemilu Legislatif 2004. Target Partai Golkar dan PDIP misalnya, tidak dapat dilepaskan dari perhitungan kemenangan yang diperoleh kedua partai itu ketika menguasai kursi legislatif (DPRD) di daerah.

Bagaimana upaya yang dilakukan oleh partai politik untuk mencapai terget menang dalam Pilkada? Salah satu tahap yang diperhatikan oleh partai politik adalah tahapan penja-ringan dan seleksi nama untuk diajukan sebagai calon kepala daerah. Yang menarik, partai politik umumnya meya-kini bahwa Pilkada berbeda dengan Pemilu Legislatif. Berbeda dengan Pemilu Legislatif yang lebih memilih partai, dalam Pilkada pemilih lebih memilih orang. Ketokohan seorang calon kepala daerah lebih menjamin kemenangan dalam Pilkada. Karena itu, partai politik ingin memastikan agar calon yang diusung adalah calon yang punya potensi besar dalam memenangkan Pilkada.

Masing-masing Partai politik, mulai dari level Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Daerah (DPD), hingga Dewan Pimpinan Cabang (DPC) merumuskan strategi pada berbagai tahapan Pilkada. Adapun tahapan proses yang dilakukan oleh masing-masing partai politik dalam menjaring dan menseleksi calon meliputi empat hal. Pertama, proses penjaringan nama-nama kandidat yang akan diusung dalam Pilkada. Kedua, melakukan verifikasi terhadap nama-nama kandidat yang dinominasikan akan maju dalam proses Pilkada. Ketiga, melakukan penyaringan terhadap nama-nama kandidat yang telah dinominasikan. Keempat, penentuan nama-nama kandidat yang akan diajukan pada masing-masing KPUD.

Partai Golkar membuat aturan mengenai penjaringan dan seleksi calon kepala daerah ini dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) No.1/2005 (Februari 2005) tentang Tata Cara Pemilihan Kepada Daerah. Juklak itu antara lain mengatur soal teknis dan mekanisme pelaksanaan Pilkada sebagai pedoman bagi kader Golkar di daerah. Secara umum, Juklak juga mengatur soal pasangan calon yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat sesuai ketentuan. Juklak DPP Partai Golkar tentang tahapan rekruitmen pasangan calon kepala daerah menye-butkan, bila Golkar pada pemilu legislatif 2004 menguasai suara di atas 50% di suatu daerah, partai itu akan meng-ajukan kadernya sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Untuk daerah yang menempatkan Partai

1 Berdasarkan ketentuan UU No.23 tahun 2004, pasangan calon sebagai peserta Pemilihan Kepala Daerah, harus diajukan oleh partai

politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 % jumlah kursi DPRD atau 15% dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu Anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

2 Pada kongres ke-2 awal April 2005, secara khusus PDIP membuat beberapa target pencapaian. Diantaranya memenangi pemilihan kepala

(19)

Golkar sebagai pemenang pertama dengan suara 15%-50%, Golkar hanya mengajukan calon sebagai kepala daerah. Sementara itu, untuk daerah dengan suara di bawah 15% dan bukan pemenang pertama, Golkar hanya mengajukan calon wakil kepala daerah.

Pada tahap penjaringan, Partai Golkar memberi kesempatan yang luas kepada kader partai Golkar dan perorangan ( tokoh di luar Partai Golkar) untuk mencalonkan diri lewat partai Golkar. DPD Golkar di daerah dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) No.1/2005 ini mempunyai posisi yang sentral. Karena DPD (provinsi dan kabupaten) yang berperan dalam menjaring nama-nama untuk diajukan sebagai calon kepala daerah.3 Nama-nama yang masuk akan diseleksi oleh Tim

Pengarah dan dipilih sebanyak tiga nama calon kepala daerah. Pemilihan dan penetapan satu nama calon yang akan didukung dalam Pilkada ditetapkan dalam suatu Rapat Pimpinan yang dihadiri oleh delegasi dari DPP, DPD Provinsi, DPD Kabupaten /kota dan ormas.

Yang menarik dari Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) No.1/2005 ini adalah posisi suara DPD yang besar. Rapat pimpinan untuk memilih satu calon yang didukung Golkar ini dilakukan lewat mekanisme pemilihan terbuka, dimana masing-masing delegasi mempunyai suara (voting block) yang berbeda. Rapat pimpinan ini memang dihadiri oleh perwakilan dari DPP dan DPD Provinsi, tetapi suara ( voting block) dari DPD kabupaten lah yang paling besar dan menentukan. Dalam Rapat Pimpinan untuk menentukan calon kepala daerah dalam Pilkada provinsi misalnya, DPD Kabupaten/ Kota mempunyai suara sebanyak 65%. Dengan kata lain, dari nama yang telah terjaring dapat dipastikan nama yang didukung oleh DPD Kabupaten / Kota yang akan menang dan menjadi calon resmi dari Partai Golkar. Demi-kian juga untuk Pilkada kabupaten. Posisi suara PK (Peng-urus Kecamatan) dalam menggolkan calon sangat besar. Dalam Rapat Pimpinan untuk memutuskan calon yang akan diusung oleh partai Golkar ini, PK total mempunyai suara (voting block) sebanyak 65%.

Dengan kata lain, Juklak No.1/2005 ini bukan hanya menem-patkan DPD Partai Golkar di daerah dalam posisi sentral ketika menjaring calon kepala daerah, tetapi juga saat penetapan dan penentuan calon. Jika seseorang ingin menggunakan Golkar sebagai kendaraan politik, mau tidak

mau harus mendapatkan dukungan dari DPD dan PK (Pengurus Kecamatan) yang ada di daerah. Juklak No.1/ 2005 menekankan prinsip desentralisasi, dimana calon yang akan didukung oleh Golkar telah melewati proses pemilihan di daerah. DPP Pusat hanya mengesahkan saja calon yang sudah terpilih lewat proses di daerah.

Secara umum, substansi Juklak No.1/2005 ini sangat ideal dan demokratis. Juklak ini mulai dipakai Partai Golkar sela-ma pelaksanaan Pilkada Bulan Juni 2005. Pilkada dilang-sungkan secara serentak di 160 wilayah di seluruh Indo-nesia. Hasil Pilkada ini ternyata mengecewakan Partai Golkar. Alih-alih mencapai target kemenangan di atas 60%, calon-calon yang diajukan Partai Golkar justru banyak yang kalah.

Pada Juni 2005 dilangsungkan 160 Pilkada yang meliputi 7 pemilihan gubernur, 129 pemilihan bupati dan 24 pemilihan walikota (Lihat Desk Pilkada Depdagri, Rekapitulasi Proses Keppres dan keputusan menteri Dalam Negeri, 13 Oktober 2005). Dari 160 pemilihan di bulan Juni tersebut, Partai Golkar mendominasi saat Pemilu Legislatif 2004. Sebanyak 115 wilayah diantaranya dimenangkan oleh Partai Golkar pada Pemilu Legislatif 2004. Yang menarik dari 115 wilayah dimana Partai Golkar saat Pemilu Legislatif menang, hanya 38.3% saja yang menang dalam Pilkada. Mayoritas (61.7%) justru partai Golkar kalah di wilayah dimana saat Pemilu Legislatif 2004 menang. Hal yang sama juga dialami oleh PDIP. Dari wilayah dimana PDIP menang saat Pemilu Legislatif 2004 (31 wilayah), hanya 12 wilayah PDIP menang kembali dalam Pilkada.

Dengan kenyataan ini, target pencapaian Golkar dan PDIP dalam Pilkada tidak tercapai. Di kalangan internal Partai Golkar mulai muncul suara yang mempertanyakan rendahnya kemenangan calon dari Partai Golkar. Salah satu yang dipandang sebagai penyebab kekalahan Golkar adalah calon-calon yang diusung oleh Partai Golkar tidak bisa bersaing dengan calon lain.4 Petunjuk Pelaksanaan (Juklak)

No.1/2005 yang dipandang terlalu longgar adalah sasaran pertama untuk diperbaiki oleh Golkar.

Pada September 2005, Partai Golkat melakukan revisi atas Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) No.1/2005 dengan Juklak yang baru, yakni Juklak- DPP/Golkar/IX/2005.Secara umum

3 Jika dicermati, proses penjaringan nama-nama versi Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) No.1/2005 ini mengadopsi ide “konvensi”seperti yang

pernah dilakukan oleh Partai Golkar ketika mengusung calon presiden Tahun 2004 lalu. Ketika itu Partai Golkar memberi kesempatan kepada semua pihak (kader dan perorangan di luar Partai Golkar) untuk mencalonkan diri. Hasilnya, Wiranto yang bukan pengurus Partai Golkar keluar sebagai pemenang dalam konvensi dan menjadi calon presiden yang didukung oleh Partai Golkar.

4 Ketua Umum Golkar, Jusuf Kalla ketika diwawancarai media, menilai mekanisme konvensi yang dijalankan pada Pilkada 2005 terlalu

(20)

mekanisme pencalonan dari partai Golkar dilakukan sebagai berikut. Tahap awal dari rekruitmen kandidat dimulai dari proses penjaringan yang dilakukan 6 bulan sebelum pelaksanaan Pilkada. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) kabupaten / kotamadya yang akan melangsungkan Pilkada melakukan penjaringan dengan mendata calon-calon di daerah yang potensial. Nama-nama ini lalu diinformasikan kepada Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar di Jakarta. Lima bulan menjelang Pilkada, Golkar akan melakukan survei ( dengan menunjuk lembaga survei yang independen) untuk mengukur popularitas dan dukungan dari masing-masing calon yang potensial tersebut. Hasil dari survei ini oleh DPP Partai Golkar akan dibuat rangking kandidat yang potensial (dari urutan 1 hingga 5). Nama-nama yang punya potensi menang dalam Pilkada ini diberikan kepada DPD Partai Golkar di daerah agar dilakukan pendekatan.

Dari sini sudah terlihat adanya perbedaan yang tajam antara Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) No.1/2005 dengan Juklak

yang baru, Juklak DPP/Golkar/IX/2005. Pada Juklak yang lama, proses penjaringan nama diserahkan sepenuhnya kepada DPD Golkar di daerah. DPD Golkar ini yang akan mengumumkan dan membuka pendaftaran calon yang ber-minat mencalonkan diri dengan menggunakan kendaraan Golkar. Tetapi dalam Juklak DPP/Golkar/IX/2005, kewe-nangan DPD ini dipangkas. Fungsi DPD Golkar di daerah terbatas hanya pada mendata dan mengidentifikasi nama-nama yang dipandang potensial—bisa kader Golkar, bisa juga kader di luar Partai Golkar. DPP Partai Golkar yang akan menetapkan mana nama-nama yang potensial untuk didukung oleh partai Golkar—dengan mempertimbangkan profil dari masing-masing calon dan hasil survei lembaga profesional yang ditunjuk oleh Partai Golkar.

Penetapan calon yang akan didukung Golkar dilakukan lewat sebuah Rapat Pilkada yang dihadiri oleh perwakilan dari DPP, DPD dan organisasi onderbow Golkar. Untuk Pilkada tingkat kabupaten / kotamadya, rapat dihadiri oleh wakil dari Tabel 1: Perbandingan Kemenangan Pemilu Legislatif dan Pilkada Sejumlah Partai Periode Bulan Juni 2005

Partai Pemenang Pemilu Legislatif 2004 Kalah Menang Total

Golkar

Jumlah 71 44 115

Persen 61.7 38.3 100

PDIP

Jumlah 19 12 31

Persen 61.3 38.7 100

PDS

Jumlah 1 1 2

Persen 50 50 100

PKB

Jumlah 4 2 6

Persen 66.7 33.3 100

PKS

Jumlah 2 2 4

Persen 50 50 100

PPDK

Jumlah 1 0 1

Persen 100 0 100

PPP

Jumlah 0 1 100

Persen 0 100 100

(21)

DPP, DPD Provinsi, DPD Kabupaten / Kota dan ormas (onderbauw) Golkar. Pemilihan dilakukan secara langsung (voting), dengan komposisi suara: delegasi DPP mempunyai hak suara sebesar 20%; delegasi DPD Provinsi mempunyai hak suara sebesar 30%; delegasi DPD Kabupaten/Kota mempunyai hak suara secara keseluruhan sebesar 20%, delegasi pengurus kecamatan 20% dan delegasi organisasi sayap mempunyai hak suara secara keseluruhan sebesar 10%. Sementara untuk Pilkada Provinsi, DPP mempunyai hak suara sebesar 40%, DPD Provinsi 20%, DPD Kabupaten / kota 30% dan ormas sebanyak 10%.

Ini juga perbedaan mendasar lain antara Juklak No.1/2005 dengan Juklak DPP/Golkar/IX/2005. Proses penetapan dan penentuan calon yang didukung oleh Golkar memang tetap diputuskan lewat sebuah rapat pimpinan. Tetapi komposisi suara dari DPD Kabupaten/kota dan PK (Pengurus Keca-matan) sangat berbeda tajam. Untuk Pilkada provinsi misalnya. Dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) No.1/2005, suara DPD Kabupaten / kota sebanyak 65%. Sementara dalam Juklak DPP/Golkar/IX/2005 suara yang dimiliki (voting block) hanya sebanyak 30%. Lebih jauh tentang perbedaan ini lihat Tabel 2.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga mempunyai mekanisme sendiri dalam menjaring dan menetapkan calon yang akan didukung dalam Pilkada. Mekanisme itu diatur dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 024/KPTS/DPP/VII/2005.5 PDIP membagi proses penentuan

calon kepala daerah ke dalam tiga tahap—tahap ringan, penyaringan dan penetapan calon. Proses penja-ringan dilakukan oleh DPC (Dewan Pimpinan Cabang) dengan menampung aspirasi dan membuka pendaftaran bagi kandidat. Nama-nama yang masuk (dan telah dive-rifikasi) disaring dalam Rakercabsus (Rapat Kerja Cabang Khusus). Peserta Rakercabsus ini adalah ketua dan sekretaris ranting, seluruh pengurus PAC partai dan seluruh pengurus DPC Partai. Pemilihan nama-nama dilakukan lewat pemungutan suara (voting). Rakercabsus ini memilih sekurang-kurangnya 4 bakal calon kepala daerah.

DPC Partai melaporkan kepada DPD Partai seluruh hasil Rakercabsus dengan melampirkan hasil perolehan suara untuk semua calon yang masuk dalam Rakercabsus. DPD Partai memberi rekomendasi nama-nama yang masuk tersebut untuk diteruskan ke DPP PDIP Pusat di Jakarta. Di sini, fungsi DPD hanya meneruskan saja hasil Rakercabsus

ke DPP PDIP di Jakarta. Proses terakhir dari penentuan calon adalah penetapan yang dilakukan oleh rapat yang dilakukan oleh DPP PDIP. Dalam menetapkan calon ini, DPP PDIP bisa menetapkan calon berdasar nama-nama calon hasil Rakercabsus, tetapi bisa juga menetapkan calon di luar hasil Rakercabsus. Yang juga perlu dicatat, nama yang mendapat dukungan tertinggi dalam Rakercabsus, tidak secara otomatis ditetapkan oleh DPP PDIP sebagai calon kepala daerah. DPP PDIP punya kewenangan untuk memilih siapa dari calon-calon itu yang akan didukung. Calon yang ditetapkan DPP dikirim kembali ke DPD dan DPC untuk selanjutnya didaftarkan ke KPUD setempat.

Apa perbedaan mekanisme pencalonan versi Golkar dan PDIP? Dalam Juklak Partai Golkar, proses penjaringan calon dilakukan bersama-sama antara DPP dengan DPD— dimana DPD akan mendata dan mengidentifikasi nama-nama calon dan DPP yang menetapkan nama-nama-nama-nama yang potensial lewat survei. Dalam Juklak Golkar, antara DPP dan DPD saling berbagi peran. Sementara di PDIP, proses penjaringan nama-nama diserahkan sepenuhnya kepada DPC (Dewan Pimpinan Cabang).6 DPC akan menggelar

Rakercabsus (Rapat Kerja Cabang Khusus) yang dihadiri oleh semua PAC (Pengurus Anak Cabang). Dalam Rakercabsus inilah nantinya akan ditelurkan sejumlah nama yang akan direkomendasikan kepada DPP PDIP untuk dipilih sebagai calon kepala daerah.

Sampai tahap ini seakan terlihat mekanisme yang dibuat oleh PDIP lebih mengakomodasi suara partai di daerah dibandingkan dengan Golkar. Karena di PDIP, penjaringan nama-nama dilakukan sepenuhnya oleh DPC tanpa campur tangan dari DPP. Tetapi pada proses selanjutnya, mulai terlihat mekanisme yang dibuat oleh PDIP juga sentralistik. Hal ini karena Rakercabsus hanya merekomendasikan beberapa nama dan tidak berwenang dalam memilih satu nama untuk diajukan sebagai calon. Penentuan satu nama sebagai calon PDIP dilakukukan oleh DPP Pusat PDIP. Pada tahap ini, mekanisme Golkar lebih mengakomodasi suara daerah dibandingkan dengan PDIP. Karena penentuan calon dari Golkar ditentukan lewat suatu rapat yang dihadiri oleh semua delegasi dari DPP, DPD Provinsi, DPP Kabupaten hingga PK (Pengurus Kecamatan)—meski masing-masing delegasi atau perwakilan itu mempunyai blok suara (voting block) yang berbeda. Sementara di PDIP, penentuan satu calon kepala daerah untuk didukung oleh PDIP ditentukan lewat rapat oleh DPP Pusat dan tidak menyertakan DPD dan DPC.

5 Lihat DPP PDIP, Surat Keputusan Nomor 024/KPTS/DPP/VII/2005, Penyempurnaan Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Calon Bupati dan

/Wakil Bupati, Walikota dan / Atau Wakil Walikota dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, 2005. SK ini adalah penyempurnaan dari SK sebelumnya (SK No. 429/DPP/KPTS/XII/2004).

6 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) adalah struktur organisasi PDIP di tingkat kabupaten / kota. Untuk Golkar, struktur yang sama ini bernama

Gambar

Grafik 1: Prosentase Kemenangan Partai Pemenang Pemilu Legislatif Dalam Pilkada
Tabel 1: Prosentase Kemenangan Partai Pemenang Pemilu Legislatif Dalam Pilkada Menurut Partai Politik
Tabel 2: Prosentase Kemenangan Partai Pemenang Pemilu Legislatif Dalam Pilkada Menurut Provinsi
Tabel 3: Prosentase Kemenangan Partai Pemenang Pemilu Legislatif  Dirinci Menurut Partai dan Provinsi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Agen PengawasMobile akan meng create agen Messanger untuk mengirimkan pesan kepada AgenPengawas di komputer bagian produksi yang isi pesannya adalah telah terjadi perubahan data

Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan ibu tentang Posyandu sebagian besar dikategorikan baik sebanyak 19 orang (63,33%), keaktifan ibu mengikuti Posyandu sebagian

The aim of this research was to find out the effectiveness of teaching reading using Jigsaw technique at the second grade students of MTsMuhammadiyah 03 Bandingan Purbalingga in

[r]

Between the 1980s and mid-1990s a number of case- control studies were conducted to study the effect of smoking on the onset of Alzheimer’s disease (AD).. Lee (1994) produced a

[r]

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dibuatlah aplikasi Bank Soal Try Out beserta pembahasannya yang dibuat untuk mempermudah peserta didik khususnya siswa/i sekolah dasar

berpikir kritis dibandingkan dengan bahan ajar di sekolah, karena modul sistem reproduksi berbasis berpikir kritis terintegrasi nilai islam dan kemuhammadiyahan