30
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar yang digunakan untuk membiayai semua pengeluaran negara.
Defenisi pajak telah banyak dikemukakan oleh para ahli, namun masing masing definisi memiliki tujuan yang sama. Defenisi pajak menurut Rochmat Soemitro (dalam Mardiasmo, 2006:1) dinyatakan bahwa :
Pajak adalah iuran masyarakat atau rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Sedangkan menurut P.J.A. Andriani (dalam Prabowo, 2002) juga dinyatakan bahwa :
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) terutama oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung atau tidak langsung dapat ditunjuk, yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Defenisi pajak menurut Edwin RA Seligman dalam bukunya Essay in taxion mengatakan bahwa
Dari defenisi tersebut terlihat adanya konstribusi seseorang ditujukan kepada Negara tanpa adanya manfaat yang ditujukan secara khusus kepada seseoarang. Pajak ditujukan manfaatnya kepada masyarakat.
Ray M Spmmerfeld, Hershel M. Anderson, dan Horace R. Brock dalam bukunya An Introduction to Taxation menyatakan bahwa :
“A Tax can be definied meaningfully as any non penal yet compulsory
transfer of resources from the privat to the public sector, levied on the basis of predetermined criteriaand without receipt of specific benefit of
equal value, in order to accomplish some of a nation’s economic and
social objectives.”
Yang diterjemahkan oleh Moh. Zain : 2005, kemudian dikutip oleh Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu dalam buku Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu, (2006: 22) adalah sebagai berikut:
“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.”
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
32 1. Pungutan dapat dipaksakan
Salah satu hal yang membedakan pajak dengan pungutan atau iuran
lainnya adalah sifat memaksa yang melekat di dalamnya. Kata “compulsory”
digunakan untuk menunjukan bahwa pemungutan pajak dapat dipaksakan. Dalam memungut pajak, pemerintah memiliki kewenangan penuh atas melakukan pemaksaan agar wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan selalu dapat dipaksakan. Di Indonesia, salah satu instrument paksaan dalam pemungutan pajak adalah penagihan pajak dengan surat paksa.
2. Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang;
Unsur definisi pajak yang juga sangat penting adalah bahwa pajak harus ditetapkan berdasarkan undang-undang kata “predetermined criteria” secara implisit menunjukan bahwa pungutan pajak secara implisit menunjukan bahwa pemungutan pajak tidak bisa dilakukan secara serampangan, namun harus ada kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh otoritas publik dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
3. Pembayar pajak tidak mendapat manfaat langsung;
4. Penerimaan pajak digunakan untuk menjalankan fungsi negara.
Kalimat in order to accomplish some of a nation’s economic and social objectives, artinya penerimaan pajak digunakan untuk tujuan membiayai pengadaan public goods, dan juga untuk tujuan ekonomi dan social yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi negara.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan tentang karakteristik dan sifat khusus pajak seperti :
a. Pembayaran pajak harus berdasarkan Undang-undang. b. Sifatnya dapat dipaksakan.
c. Tidak ada kontraprestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh si pembayar pajak.
d. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta).
e. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.1
Adapun subjek pajak adalah mereka (orang atau badan) yang mematuhi syarat subjektif, yaitu syarat yang melekat pada orang atau badan sesuai dengan apa yang ditentukan oleh undang-undang.2 Sementara itu wajib pajak adalah mereka (orang atau badan) yang selain memenuhi syarat subjektif, juga harus memenuhi syarat objektif misalnya memiliki penghasilan atau memiliki bumi bangunan yang memenuhi syarat untuk dikenai pajak dan sebagainya.
1 Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, Loc. Cit.
34 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa subjek pajak itu belum tentu wajib pajak bila tidak memenuhi syarat objektif, sedangkan wajib pajak dengan sendirinya termasuk objek pajak. Jadi dalam hal ini pihak-pihak yang dapat disebut sebagai wajib pajak adalah :
1. Wajib pajak pribadi.
2. Warga negara asing yang berada atau bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan hingga meninggalkan Indonesia.
3. Wajib pajak badan sejak didirikan hingga bubar.
Adapun yang dimaksud dengan badan adalah bukan semata subjek pajak yang bergerak dalam bidang usaha (komersial) namun juga yang bergerak di bidang sosial, kemasyarakatan dan sebagaianya sepanjang pendiriannya dikukuhkan dengan akta pendirian oleh yang berwenang sehingga tidak ada alasan bagi badan (khususnya organisasi) selain yang bergerak di bidang usaha untuk menyatakan bahwa mereka tidak termasuk sebagai subjek pajak.3
2.1.1.2. Jenis-Jenis pajak
Secara umum jenis-jenis pajak dapat dibagi menjadi : 1. Pajak Penghasilan (PPh),
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
3. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), 4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan
5. Pajak Lainnya.
Menurut Prabowo (2002) berdasarkan penerimaannya maka pajak dibedakan menjadi pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain, contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Dalam pembahasan ini selanjutnya akan lebih difokuskan pada pajak Penghasilan (PPh) sebagai salah satu sumber utama penerimaan pajak bagi negara.
Menurut sifatnya pajak dibagi menjadi dua, yaitu pajak subjektif dan pajak objektif (Waluyo dan Ilyas 2000), yaitu:
1. Pajak subjektif atau pajak yang bersifat perorangan Adalah pajak yang dalam pengenaannya memperhatikan keadaan atau kondisi pribadi Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).
2. Pajak objektif atau pajak yang bersifat kebendaan adalah pajak yang dalam pengenaannya hanya memperhatikan sifat objek pajaknya saja, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah
36 ditekankan pada dua jenis pajak yang mempunyai peran yang signifikan terhadap penerimaan pajak di Indonesia yaitu PPh dan PPN.
2.1.1.3. Fungsi pajak
Kajian pemungutan pajak terutama mempunyai fungsi untuk mengisi kebutuhan dana untuk membiayai pembangunan nasional. Namun selaras dengan fungsi tersebut, fungsi pajak sebagai sarana untuk menunjang kebijaksanaan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan menjadi semakin meningkat. Adapun fungsi pajak adalah sebagai berikut :
1. Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
3. Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif, dan efisien. Peranan stabilisasi ini terkait fundamental perekonomian negara sebagai akibat dari gejolak yang muncul dalam perekonomian.
4. Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
38 dalam ekonomi makro adalah dalam rangka untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sehingga pengenaannya harus memperhatikan kemampuan masyarakat untuk membayar pajak.
Dalam konteks perekonomian negara, pajak dibebankan kepada individu (rumah tangga) dan perusahaan dalam kegiatan ekonominya. Besar-kecilnya penerimaan pajak yang diterima oleh pemerintah akan sangat terkait dengan kondisi perekonomiannya. Perekonomian dalam kondisi stabil akan memberi dampak positif bagi penerimaan pajak dan sebaliknya dalam kondisi krisis ekonomi maka kegiatan ekonomi menjadi terganggu.
Rencana atau target pajak adalah suatu nilai tertentu atau yang diharapkan dari penerimaan pajak dengan memperhatikan situasi intern Direktorat Jenderal Pajak seperti Jumlah Wajib Pajak dan situasi ekonomi makro seperti tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Tingkat Upah, Investasi, PDRB dan Ekspor.
2.1.1.4 Target Pajak
Target pajak adalah suatu nilai tertentu atau yang diharapkan dari penerimaan pajak dengan memperhatikan situasi makro ekonomi yang ada dalam hal ini Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pengeluaran pembangunan.
Tabel.2.1. Perbandingan penerimaan pajak terhadap pendapatan nasional dari beberapa Negara Asia Tahun 2002.
No. Negara % penerimaan pajak tehadap
pendapatan nasional
Berdasarkan tabel 2.1 diatas, untuk tahun 2002 tax ratio Indonesia sebesar 13,0%. Sedangkan negara-negara lain seperti Singapura sudah mencapai 22,44%, Malaysia 20,17% dan Srilanka 17,91%. Dengan demikian kinerja perpajakan Indonesia hanya sedikit lebih unggul dibandingkan tax ratio Negara India dan Myanmar yaitu sebesar 9,85% dan 5,5%.
Proses penarikan pajak oleh pemerintah pada kegiatan ekonomi akan mengurangi pendapatan disposable (disposable income), dimana :
∆AD = – c ∆ T (2.1) 1 – c
AD = 1 G (2.2)
40 T = Pajak
G = Pengeluaran Pemerintah
c = Marginal Propensity to Consume (MPC) AD = Aggredat Demand
∆AD/∆T dan AD/G menyatakan bahwa multiplier dari kebijakan fiskal. T dan G merupakan multiplier pada putaran pertama. Pengaruh akhir dari ∆T dan
∆G terhadap AD biasanya tidak sama dengan satu, biasanya lebih kecil dari satu. Ini tergantung kemana pajak itu dibelanjakan kembali, apakah untuk beli barang atau bayar gaji. Proses penarikan pajak sebenarnya tidak hanya mengurangi pendapatan, tetapi juga dapat berpengaruh terhadap Investasi ( I ), terutama bila pajak berkaitan dengan keputusan para penanam modal untuk investasi. Dalam hal ini pengenaan pajak cenderung menurunkan investasi lewat proses pelipat dapat menurunkan AD.
2.1.1.5 Azas-Azas Dalam Perpajakan.
Teori klasik tentang sistem perpajakan yang baik dumulai sejak Adam
Smith dalam bukunya “The Wealth of Nations” (Waluyo 2006) yang menyatakan
bahwa penungutan pajak hendaknya didasarkan pada : 1. Equality
dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingan dan manfaat yang diminta.
2. Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
3. Convenience
Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak sebagai contoh pada saat-saat wajib pajak memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut pay as you earn. 4. Economy
Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul wajib pajak.
42 2.1.2 Jumlah Wajib Pajak
2.1.2.1 Pengertian Wajib Pajak
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektifnya. Kewajiban subjektif yaitu telah wajib lapor dan bayar pajak terutang sedangkan kewajiban objektif adalah apabila yang bersangkutan telah memperoleh atau menerima penghasilan.
Di dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 yang telah diperbaharui terakhir dengan Undang-undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada pasal 1 angka (2) terdapat pengertian wajib pajak yaitu
“Wajib Pajak adalah Orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Pertumbuhan penduduk merupakan unsur penting yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Penduduk yang besar akan menggerakkan berbagai kegiatan ekonomi dan merangsang tingkat output atau produksi agregat yang lebih tinggi, dan pada akhimya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh pendapatan nasional. Dengan peningkatan pendapatan penduduk maka akan mengakibatkan peningkatan jumlah wajib pajak.
tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Jumlah wajib pajak yang memiliki NPWP disetiap wilayah kantor pajak sangat berbeda dan tergantung dengan kondisi wilayah kerja masing-masing. Inilah salah satu faktor penyebab perbedaan realisasi penerimaan pajak antara suatu daerah dengan daerah yang lain adalah banyaknya jumlah wajib pajak di masing-masing daerah tersebut (Sudibjo 2000). Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak sedikitnya jumlah wajib pajak akan mempunyai dampak terhadap besar kecilnya realisasi penerimaan pajak (Sudibjo 2000).
2.1.2.2 Kewajiban Wajib Pajak
Adapun wajib pajak mempunyai kewajiban (Mardiasmo 2001), antara lain untuk:
1. Melaporkan usahanya
2. Melakukan pencatatan dalam pembukuan mengenai kegiatan usahanya. 3. Menyetor pajak yang terutang.
4. Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).
44 2.1.3 Inflasi
2.1.3.1 Defenisi Inflasi
Inflasi adalah ukuran aktivitas ekonomi yang juga sering digunakan untuk menggambarkan kondisi ekonomi nasional. Secara lebih jelas inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu ukuran ekonomi yang memberikan gambaran tentang peningkatan harga rata-rata barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu sistem perekonomian.
Terdapat beberapa definisi dan pengertian umum mengenai inflasi menurut para ahli dengan gambaran dan ungkapan yang berbeda-beda yaitu : Inflasi menurut Rimsky K. Judisseno(2002:16) adalah salah satu peristiwa moneter yang menunjukan suatu kecenderungan akan naiknya harga barang-barang secara umum, yang berarti terjadinya penurunan nilai uang.
Sedangkan Sadono Sukirno (2002:15) mengemukakan, “Inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian.”
2.1.3.2. Jenis-Jenis Inflasi
Inflasi terdiri dari berbagai jenis (Iskandar Putong, 2003), yaitu :
a. Menurut Sifatnya, inflasi dibagi menjadi 4 (empat) kategori yaitu sebagai berikut:
2) Inflasi menengah dengan besaran inflasi antara 10% - 30% pertahun. Angka inflasi pada kondisi ini biasanya disebut sebagai inflasi 2 digit, misalnya 15%, 20% atau 30%;
3) Inflasi berat, yaitu inflasi yang besarnya antara 30% - 100% pertahun; 4) Inflasi sangat tinggi (hyper inflation), yaitu inflasi yang ditandai oleh
naiknya harga-harga secara drastis hingga mencapai 4 digit (di atas 100%). b. Berdasarkan sebabnya, inflasi dibagi dalam 2 (dua) kategori, (Abimanyu,
Yoopi, 2004) yaitu:
1) Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-Pull Inflation), yaitu inflasi yang disebabkan kenaikan permintaan barang dan jasa.
Inflasi ini timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi di satu pihak, di pihak lain kondisi produksi telah mencapai kesempatan kerja penuh (full employment), akibatnya sesuai dengan hukum permintaan, bila permintaan banyak sementara penawaran tetap, maka harga akan naik. Kurva inflasi tarikan permintaan dapat digambarkan sebagai berikut :
Harga S
D2
D1
0 Output
46 Kurva inflasi tarikan permintaan (Demand-Pull Inflation)
Kenaikan permintaan barang dan jasa menyebabkan kurva permintaan D1
bergeser menjadi kurva permintaan D2.
2) Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation), yaitu inflasi yang disebabkan penurunan penawaran barang dan jasa.
Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena naiknya biaya produksi dimana terjadi karena tidak efisiennya perusahaan, nilai kurs mata uang negara yang bersangkutan jatuh/menurun, kenaikan harga bahan baku industri, adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh yang kuat. Akibat naiknya biaya produksi, yang bisa dilakukan oleh produsen adalah langsung menaikkan harga produknya dengan jumlah penawaran yang sama. Kurva inflasi dorongan biaya dapat digambarkan sebagai berikut :
Harga S2
S1
D
0 Output
Gambar 2.2
Penurunan penawaran barang dan jasa menyebabkan kurva penawaran S1
bergeser ke kiri menjadi kurva penawaran S2.
c. Berdasarkan asalnya inflasi dibagi menjadi dua (Abimanyu, Yoopi, 2004) yaitu :
1) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation). Inflasi ini timbul karena terjadinya defisit dalam pembiayaan dan belanja negara, harga-harga naik dikarenakan musim paceklik (gagal panen), bencana alam yang berkepanjangan.
2) Inflasi yang berasal dari luar negeri, misalnya disebabkan negara-negara yang menjadi mitra dagang suatu negara mengalami inflasi yang tinggi, dapatlah diketahui bahwa harga-harga dan juga angkos produksi relatif mahal, sehingga bila terpaksa negara lain harus mengimpor barang tersebut maka harga jual di dalam negeri tentu saja bertambah mahal.
2.1.3.2 Efek Inflasi
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan : equity effect, sedang efek terhadap alokasi faktor produksi, dan produk nasional masing-masing disebut dengan efisensi dan output effects.
48 Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan namun ada pula pihak yang tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan mengalami penurunan nilai uang rillnya sehingga menderita kerugian, demikian pula orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas, nilai uangnya akan berkurang sesuai dengan tingkat inflasi, juga orang yang meminjamkan uang dengan tingkat bunga dibawah tingkat inflasi, akan mengalami kerugian.
Sebaliknya orang yang beruntung adalah orang yang mendapat kenaikan pendapatan dengan persentasi kenaikan lebih besar dari tingkat inflasi.
b. Efek Terhadap Efisiensi (Efficiency Effect)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian mendorong kenaikan produksi barang tersebut. Kenaikan produksi barang ini pada gilirannya akan mengubah pola alokasi faktor produksi yang sudah ada. Sehingga kebanyakan ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi dapat mengakibatkan alokasi faktor produksi menjadi tidak efisien.
c. Efek Terhadap Output (Output Effects)
kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila kenaikan inflasi itu cukup tinggi (hyper inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak menyukai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak ada hubungan langsung antara inflasi dengan output. Inflasi dapat dibarengi dengan kenaikan output namun bisa juga dibarengi dengan penurunan output.
Menurut Saefuddin (2008) inflasi tahun sebelumnya mempunyai pengaruh negative dan signifikan terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara.
Menurut Nersiwad (2001) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengaruh inflasi menurunkan penerimaan pajak. Pengaruh inflasi terhadap penerimaan pajak dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
a. Inflasi meningkatkan nominal pendapatan dengan kondisi implikasinya pembayaran pajak nominalnya juga akan naik, berpengaruh pada Pajak Pertambahan Nilai.
b. Berhubungan dengan keuntungan dan kerugian karena perubahan harga asset sehingga akan berpengaruh pada pajak penghasilannya
2.1.3.3. Penyebab Inflasi
50 Diadakannya pengeluaran-pengeluaran dalam rangka untuk memperbesar kapasitas produksi (investasi) yang tidak cepat-cepat menghasilkan tambahan produk (output) dengan memakai tabungan atau defisit financing. Pendapatan masyarakat bertambah sedangkan output masih belum bertambah atau tidak bertambah karena scarce factor, dan situasi demand > supply.
2. Terjadinya surplus ekspor (X > M)
Dengan terjadinya surplus ekspor maka pendapatan bertambah sedangkan jumlah barang berkurang. Ini mengakibatkan demand terhadap barang-barang bertambah, sedangkan supply barang-barang berkurang. Disamping effective demand meningkat terhadap barang-barang jadi, juga permintaan yang cepat pada waktu yang bersangkutan.
3. Inflasi yang diimpor dari luar negeri.
Jika kita sangat bergantung pada impor barang-barang atau bahan baku dari luar negeri, dimana barang atau bahan baku tersebut kita impor dari negara yang sedang dilanda inflasi, maka kita terpaksa harus juga mengimpor dengan harga-harga yang tinggi.
4. Jika Terjadi surplus impor (M > X)
devisa itu umumnya akan meningkatkan kurs valuta asing. Dengan kurs valuta asing yang naik maka harga barang-barang di luar negeri menjadi tinggi.
2.1.4. Tingkat Suku Bunga
2.1.4.1. Defenisi Tingkat Suku Bunga
Tingkat Suku Bunga (interest rate) merupakan salah satu variable ekonomi yang sering dipantau para pelaku ekonomi. Berbagai keputusan erat hubungannya dengan kondisi tingkat suku bunga seperti keputusan untuk berinvestasi.
Menurut Nopirin (2000) suku bunga adalah biaya yang harus di bayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran.
Sedangkan menurut Suhaedi (2000) defenisi suku bunga adalah merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat bunga ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran.
52 Suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat bunga yang sesungguhnya setelah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang diharapkan.
Suku bunga yang tinggi di satu sisi, akan meningkatkan hasrat masyarakat untuk menabung sehingga jumlah dana perbankan akan meningkat (Aulia Pohan,2008). Tingkat suku bunga juga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga. Ketika tingkat harga tinggi dimana jumlah uang yang beredar di masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan tingkat suku bunga tinggi yang diharapkan kemudian adalah berkurangnya jumlah uang beredar sehingga permintaan agregat pun akan berkurang dan kenaikan harga bisa diatasi.
Menurut teori klasik tingkat suku bunga terjadi berdasarkan kekuatan permintaan dana (tabungan) dipasar uang. Timbulnya penawaran dana disebabkan adanya masyarakat yang kelebihan pendapatan untuk dikonsumsi sehingga mereka berhasrat untuk menabung. Di lain pihak terdapat masyarakat yang memerlukan dana untuk kegiatan investasi. Harga yang harus dibayar oleh pihak yang memerlukan dana untuk keperluan investasi yaitu tingkat suku bunga.
mereka untuk membeli barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumsi mereka atau membuat investasi yang menguntungkan.
Makin tinggi tingkat suku bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga makin kecil. Makin rendah tingkat bunga maka pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga makin kecil. Tingkat suku bunga dalam keadaan keseimbangan (tidak ada dorongan untuk naik atau turun) akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Secara grafik keseimbangan tingkat suku bunga tersebut digambarkan sebagai berikut :
Tingkat Suku Bunga
Gambar 2.3. Hubungan Tingkat Bunga dan Tabungan
Dari gambar 2.3 di atas dapat diketahui bahwa keseimbangan tingkat bunga (i) berada pada titik I
οdimana jumlah tabungan sama dengan investasi. Apabila
tingkat bunga di atas i
ο maka jumlah tabungan melebihi keinginanpengusaha
untuk melakukan investasi. Para penabung akan saling bersaing untuk meminjamkan dananya dan persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun ke posisi i
54 bersaing untuk memperoleh dana yang jumlahnya relatif lebih kecil dan persaingan ini akan mendorong tingkat bunga naik lagi ke i
ο.
Kenaikan efisiensi produksi misalnya, akan mengakibatkan keuntungan yang diharapkan naik, sehingga pada tingkat bunga yang sama pengusaha bersedia meminjam dana lebih besar untuk membiayai investasinya atau untuk dana investasi yang sama jumlahnya, pengusaha bersedia membayar pada tingkat bunga yang lebih tinggi. Keadaan ini dapat dilihat pada gambar di atas, ditunjukkan dengan bergesernya kurva permintaan investasi kekanan atas dan keseimbangan tingkat bunga yang baru pada titik Iı.
S (r) = I (r)
2.1.4.2 Jenis Pemberian Suku Bunga di Pasar Keuangan
Dalam pasar keuangan dikenal berbagai macam bunga yang disediakan para debitur sebagai suatu daya tarik kepada kreditur untuk melakukan investasi. Tipe bunga sangat bervariasi dari suatu pasar ke pasar yang lain. Secara umum dikenal lima jenis bunga dipasar keuangan sebagai berikut:
1. Bunga kupon (Coupon rate)
Bunga kupon adalah tingkat suku bunga yang dijanjikan oleh penerbit sekuritas sesuai dengan kontrak. Penerbit kontrak atau debitur menyetujui untuk melakukan pembayaran sejumlah bunga tertentu saat melakukan pertukaran obligasi.
2. Metode Bunga Sederhana
Metode bunga sederhana digunakan untuk membebankan kepada debitur terhadap bunga pinjaman atau sekuritas selama jangka waktu pinjaman. Jumlah pembayaran bunga akan menurun apabila sebagian pinjaman dilunasi. Formula untuk metode bunga sederhana adalah sebagai berikut:
I = P x r x t
P = Jumlah pokok pinjaman r = tingkat bunga
t = waktu meminjam (biasanya dalam tahun) 3. Add-on Rate oflnterest
Metode add-on Rate of Interest adalah dimana bunga dihitung dari seluruh pokok pinjaman ditambah bunga pinjaman dibagi jumlah angsuran. Metode ini meningkatkan jumlah bunga efektif yang harus dibayar. Sebab jumlah pokok pinjaman dihitung selama satu tahun untuk membebankan bunga, meskipun pokok pinjaman telah diangsur, tetapi bunga yang harus dibayar sebesar satu tahun. Hal ini terjadi karena jumah rata-rata yang dipinjam menurun jika sebagian dibayar.
4. Metode diskon (Discount Method)
Dengan metode ini bunga ditentukan sebelum pinjaman dikeluarkan. Kemudian bunga dikurangkan dari jumlah pokok pinjaman, selanjutnya selisih diberikan kepada debitur.
5. Compound Interest
56 pinjaman non bank membayar compound interest kepada para nasabahnya pada tanggal tertentu. Pada metode ini bunga dihitung dari pokok pinjaman. Kemudian jumlah pokok pinjaman akan meningkat menjadi jumlah pokok pinjaman ditambah besarnya bunga. Jadi, bunga yang dibebankan periode tersebut akan menambah jumlah pokok ketika menghitung jumlah bunga periode yang akan datang. Biasanya bank atau institusi yang menerapkan metode ini harus mengungkapkan hal ini kepada nasabah atau kreditur sebelum kontrak dilakukan. Ini diwajibkan kepada bank atau institusi yang bersangkutan kepada nasabah untuk menghindari manipulasi.
2.1.4.3 Penentuan Tingkat Suku Bunga
Dalam penentuan suku bunga terdapat faktor penentu suku bunga yang terbagi atas faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan nasional, jumlah uang beredar (JUB), dan inflasi yang diharapkan. Sedangkan faktor eksternal merupakan penjumlahan suku bunga luar negeri dan tingkat perubahan nilai tukar valuta asing yang diharapkan.
Perkembangan tingkat bunga yang tidak wajar secara langsung dapat menggangu perkembangan perbankan. Suku bunga yang tinggi di satu sisi akan meningkatkan hasrat masyarakat untuk menabung sehingga jumlah dana perbankan akan meningkat. Sementara itu di sisi lain suku bunga yang tinggi akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh dunia usaha sehingga mengakibatkan penurunan kegiatan produksi di dalam negeri. Menurunnya produksi pada gilirannya akan menurunkan pula kebutuhan dana oleh dunia usaha. Hal ini berakibat permintaan terhadap kredit perbankan juga menurun sehingga dalam kondisi suku bunga yang tinggi yang menjadi persoalan adalah ke mana dana itu akan disalurkan.
Di sisi perbankan, dengan suku bunga yang tinggi bank mampu menghimpun dana untuk disalurkan dalam bentuk kredit kepada dunia usaha. Namun disisi dunia usaha, kendati dana kredit perbankan tersedia, beban bunga yang harus mereka tanggung lebih tinggi sehingga dunia udaha cenderung mencari alternatif pendanaan yang lebih murah.
58 Bagi masyarakat sendiri, tingkat suku bunga yang tinggi berarti tingkat inflasi di negara tersebut cukup tinggi. Dengan adanya inflasi yang tinggi akan menyebabkan berkurangnya tingkat konsumsi riil masyarakat sebab nilai uang yang dipegang masyarakat berkurang. Ini akan menyebabkan konsumsi masyarakat atas barang yang dihasilkan perusahaan akan menurun pula. Hal ini tentu akan mengurangi tingkat pendapatan perusahaan sehingga akan mempengaruhi tingkat keuntungan perusahaan, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan tersebut (Sunariyah,2006)
Terdapat hubungan negatif antara jumlah investasi dengan tingkat suku bunga. Jika tingkat suku bunga naik, maka investasi akan berkurang, dan demikian sebaliknya jika tingkat suku bunga menurun maka investasi akan meningkat.
Interest
(i)
0 Investasi (I)
Gambar 2.4. Hubungan Investasi (I) dengan tingkat suku bunga (i)
memiliki tingkat pengembalian modal (rate of return) yang lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga yang berlaku.
Interest
(i) MEC MEI
0 Investasi (I)
Gambar 2.5 Kurva MEC dan MEI
Dari kurva tersebut dapat diketahui bahwa biasanya kurva MEC lebih landai dibanding kurva MEI karena jumlah investasi yang "sesungguhnya" ditanamkan umumnya lebih kecil daripada investasi yang "seharusnya" ditanamkan pada berbagai bidang usaha.
2.1.5.Tingkat Upah
2.1.5.1. Defenisi Upah
Upah merupakan salah satu indikator untuk menilai hidup seorang buruh/ karyawan atau tenaga kerja. Pemberian upah kepada tenaga kerja dalam suatu kegiatan produksi pada dasarnya merupakan imbalan/balas jasa dari para produsen kepada tenaga kerja atas prestasinya yang telah disumbangkan dalam kegiatan produksi. Upah tenaga kerja yang diberikan tergantung pada:
1. Biaya keperluan hidup minimum pekerja dan keluarganya.
60 3. Produktivitas marginal tenaga kerja.
4. Tekanan yang dapat diberikan oleh serikat buruh dan serikat pengusaha. 5. Perbedaan jenis pekerjaan.
Upah yang diberikan oleh para pengusaha secara teoritis dianggap sebagai harga dari tenaga yang dikorbankan pekerja untuk kepentingan produksi. Sehubungan dengan hal itu maka upah yang diterima pekerja dapat dibedakan dua macam yaitu:
a. Upah nominal, yaitu sejumlah upah yang dinyatakan dalam bentuk uang yang diterima secara rutin oleh para pekerja.
Upah nominal adalah jumlah uang yang diterima para pekerja dari para pengusaha sebagai pembayar ke atas tenaga mental atau fisik para pekerja yang digunakan dalam proses produksi. (Sadono Sukirno, 2005;351)
b. Upah riil, adalah kemampuan upah nominal yang diterima oleh para pekerja jika ditukarkan dengan barang dan jasa yang diukur berdasarkan banyaknya barang dan jasa yang bisa didapatkan dari pertukaran tersebut.
Upah riil juga merupakan tingkat upah pekerja yang diukur dari sudut kemampuan upah tersebut membeli barang-barang dan jasa-jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para pekerja. (Sadono Sukirno, 2005;351)
pertimbangan terpenting yang dipatok oleh tenaga kerja mengenai hal pengupahan diantaranya :
a. Tingkat upah perlu mencukupi kebutuhan dan sesuai dengan harapan ekonomis
b. Upah harus sepadan dengan pengeluaran investasi untuk membentuk modan insane dalam meraih sesuatu perkerjaan seperti biaya yang dikeluarkan dalam memperoleh pendidikan, ketrampilan atau pengalaman kerja.
2.1.5.2. Upah Minimum
Sejak otonomi daerah penentuan upah minimum yang semula ditetapkan oleh menteri, didelegasikan menjadi kewenangan gubernur. Terdapat kekhawatiran bahwa di daerah para pejabat pemerintah lebih lemah sehingga cenderung mengambil kebijakan populis berupa peningkatan upah minimum yang sering dan tinggi persentasenya. Hal tersebut merupakan kebijakan yang berorientasi jangka pendek dan kurang memperhatikan pertumbuhan ekonomi jangka panjang (SMERU, 2001).
62 menurun terjadi subtitusi terhadap penggunaan kapital dan peningkatan pekerja white collar dengan elastisitas yang cukup tinggi.
Beberapa propinsi di Indonesia menetapkan upah minimum sektoral dengan derajat yang kurang bervariasi sampai sangat bervariasi seperti Sumatera Utara dan Kalimatan Selatan (Setiaji, B. dkk. 2003). Beberapa propinsi suatu tahun sering menetapkan upah sektoral dan pada tahun yang lain dihapuskan dan muncul lagi misalnya seperti DKI dan Jawa Tengah.
Upah minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pegawai/karyawan di lingkungan pekerjaaannya.
Menurut Sony Sumarnono (2003 :141) menyatakan bahwa upah minimum merupakan upah yang ditetapkan secara minimum regional sektor maupun sub sektor. Dalam hal ini upah minimum adalah upah pokok dan tunjangan sedangkan upah pokok minimum adalah upah pokok yang diatur secara minimal baik regional maupun sektoral serta sub sektoral.
Dalam peraturan pemerintah diatur hanya upah pokok saja tidak termasuk tunjangan. Menurut pasal 89 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa upah minimum terdiri atas :
a. Upah minimum berdasarkan wilayah propinsi atau wilayah kabupaten/kota. b. Upah minimum berdasarkan sector wilayah propinsi atau wilayah/kota c. Upah minimum yang diarahkan kepada pencapaian kebutuhan yang layak.
Teori upah tenaga kerja untuk mendapatkan gambaran yang jelas dalam hal upah dan pembentukan harga upah tenaga kerja, berikut akan dikemukakan beberapa teori yang menerangkan tentang latar belakang terbentuknya harga upah tenaga kerja.
1. Teori Upah Wajar (alami) dari David Ricardo, teori ini menerangkan bahwa upah menurut kodrat adalah upah yang cukup untu pemeliharaan hidup pekerja dengan keluarganya. Di pasar akan upah menurut harga pasar adalah upah yang terjadi di pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Upah harga pasar akan berubah disekitar upah menurut kodrat. Oleh ahli-ahli ekonomi modern, upah kodrat dijadikan batas minimum dari upah kerja.
2. Teori Upah Besi, teori upah ini dikemukakan oleh Ferdinand Lassalle. Penerapan sistem upah kodrat menimbulkan tekanan terhadap kaum buruh karena kita ketahui posisi kaum buruh dalam posisi yang sulit untuk menembus kebijakan upah yang telah ditetapkan oleh para produsen. Berhubungan dengan kondisi tersebut maka teori ini dikenal dengan istilah
“Teori Upah Besi”. Untuk itulah Lassalle menganjurkan untuk menghadapi kebijakan para produsen terhadap upah agar dibentuk serikat pekerja.
64 upah yang cenderung turun, karena tidak sebanding antara jumlah tenaga kerja dengan penawaran tenaga kerja.
4. Teori Upah Etika, menurut kaum Utopis (kaum yang memiliki idealis masyarakat yang ideal) tindakan para pengusaha yang memberikan upah hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum,merupakan suatu
tindakan yang tidak “etis”. Oleh karena itu sebaiknya para pengusaha selain dapat memberikan upah yang layak kepada pekerja dan keluarganya juga harus memberikan tunjangan keluarga.
2.1.5.4. Teori –Teori Pengupahan 1. Teori Neo – Klasik
Kaum Neo Klasik mengasumsikan bahwa ada upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk memaksimumkan keuntungan dengan menggunakan faktor produksi sehingga faktor produksi yang digunakan dapat menerima atau diberi imbalan sebesar nilai pertambahan hasil marginal dari faktor produksi tersebut (Payaman. J. Simanjuntak, 1985). Sehingga pengusaha akan berupaya untuk mempekerjakan sejumlah karyawan dan nilai pertambahan marginal seseorang dengan gaji yang diterima orang tersebut. Gaji yang dibayarkan oleh pengusaha adalah :
W = MPPLXP = WMPPL Dimana :
P = Harga jual barang (hasil produksi) dalam Rupiah per unit barang MPPL = Marginal Physical Product of Labour atau pertambahan hasil
marginal pekerja yang diukur dalam unit barang per unit waktu. VMPPL = Value Marginal Phisical Product of Labour atau nilai pertambahan
hasil marginal pekerja atau karyawan.
Yang dimaksud dengan nilai pertambahan adalah hasil marginal karyawan atau VMPPL adalah merupakan nilai jasa yang telah diberikan oleh karyawan kepada pengusaha. Sedangkan gaji (W) yang diberikan oleh pengusaha terhadap karyawan sebagai imbalan terhadap jasa karyawan yang telah diberikan kepada pengusaha.
Menurut teori Neo-Klasik, karyawan memperoleh gaji senilai dengan pertambahan hasil marginalnya. Langkah lain yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka memaksimumkan keuntungan adalah dengan memberikan imbalan kepada setiap faktor produksi yang sebesar nilai tambahan hasil marginal masing-masing faktor produksi tersebut, imbalan untuk modal disebut sebagai rendemen. Besaran rendemen menggambarkan harga satu unit modal, tingkatan rendemen sama dengan nilai tambahan hasil marginal dari satu unit modal. Dapat dirumuskan :
r = MPPLXP = VMPPL
Dimana :
66 VMPPL = Nilai Pertambahan Hasil marginal (Value of Marginal Physical of
Capital)
P = Harga jual barang produksi
2. Teori Malthus
Menurut Malthus upah ditinjau kaitannya dengan pertumbuhan penduduk, upah adalah harga penggunaan tenaga kerja. Sehingga tingkat upah yang terjadi adalah karena hasil bekerjanya permintaan dan penawaran. Apabila penduduk bertambah maka akan dapat menekan tingkat upah, sebaliknya tingkat upah akan naik apabila penduduk berkurang dan penawaran tenaga kerjapun akan berkurang. 3. Teori John Stuart Mills
Menurut Mills, tingkat upah tidak akan beranjak dari tingkatnya semula. Menurutnya dalam masyarakat sudah tersedia dana upah untuk pembayaran upah, dunia usaha menyediakan sebagian dananya untuk pembayaran upah. Gaji diberikan dengan dasar teori wager fund (teori modal), dimana gaji ditentukan oleh kompetisi atau kekuatan permintaan. Dalam arti lain dengan modal yang besar berari bahwa yang diproduksi semakin banyak dan secara langsung akan diperoleh pendapatan yang lebih besar dan laba akan mudah didapat.
4. Teori Marshall
a. Apabila terjadi elastisitas harga permintaan dari suatu barang (harga jual) maka produksi akan meningkat.
b. Apabila terdapat faktor lain dari produksi maka akan dapat memudahkan substitusi untuk kategori tenaga kerja.
c. Apabila faktor lain dari penawaran produksi sangat memudahkan (penggunaan dari faktor lain dari produksi dapat bertambah atau substansi dari kenaikan gaji).
d. Apabila harga dari karyawan masuk dalam kategori ketenagakerjaan adalah bagian yang sangat besar dari harga produksi total.
5. Teori Kelembagaan
Menurut kelembagaan, munculnya serikat pekerja atau organisasi masyarakat lain memungkinkan terjadi adu kekuatan untuk saling mencapai tujuan masing – masing. Adu kekuatan ini juga berkaitan dengan penentuan tingkat upah, menurut mazhab ini terdapat Bargaining Theory (teori tawar – menawar) yaitu jika terdapat 2 kekuatan yang mempunyai preferensi tingkat upah berbeda. Karena upah merupakan bagian dari kesempatan yang terangkum dalam hubungan kerja sehingga tingkat upah mana yang cenderung sepakat. Tingkat kesepakatan yang terjadi tergantung pada kekuatan tawar – menawar masing – masing pihak, apabila pihak tenaga kerja yang lebih kuat maka tentu upah akan bergerak naik begitu juga bila pihak perusahaan yang lebih kuat.
68 peningkatan Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) maka diharapkan akan meningkat penerimaan pajak.
2.1.6 Investasi
2.1.6.1 Defenisi Investasi
Mankiw (2007) menyatakan bahwa investasi (investment) didefenisikan sebagai tambahan bersih terhadap stock capital yang ada (net additional to existing capital stock). Investasi juga disebut sebagai akumulasi modal atau pembetukan modal.
Investasi pada umumnya dibedakan berdasarkan sumber modalnya yaitu Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Perusahaan maupun rumah tangga membeli barang-barang investasi untuk menambah persediaan modalnya dan mengganti modal yang ada setelah habis dipakai.
Menurut Sukirno (2000:106-107) istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan barang dan jasa ini yang memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang akan datang.
a. Pembelian berbagai jenis arang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan. b. Perbelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor dan
lainnya.
c. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan pendapatan nasional.
Michael P.Todaro (2004:127), menyatakan sumber daya yang akan digunakan untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi dimasa yang akan datang disebut investasi. Investasi diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Investasi disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal.
Menurut kaum klasik dalam Jinghan (2000:101), keuntungan merangsang investasi. Semakin besar keuntungan semakin besar pula akumulasi modal dan investasi. Namun keuntungan tidak akan naik secara terus menerus, namun cenderung menurun apabila persaingn untuk menghimpun modal antar kapitalis meningkat. Alasannya ialah naiknya upah sebagai akibat persaingan antar kaum kapitalis. Sementara upah dan sewa naik maka keuntungan menurun.
70 sebaliknya. Kenaikan investasi menyebabkan naiknya pendapatan dan karena pendapatan meningkat muncul permintaan yang lebih banyak atas barang konsumsi, yang pada gilirannya menyebabkan kenaikan berikutnya pada pendapatan dan pekerjaan sehingga sangat mempengaruhi penerimaan pajak.
2.1.6.2 Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi
Analisis makro ekonomi tidak mengabaikan pengaruh pendapatan nasional terhadap investasi. Tetapi ahli-ahli ekonomi menganggap bahwa faktor itu bukanlah faktor paling penting yang menentukan tingkat investasi. Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi adalah :
1. Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan diperoleh 2. Tingkat suku bunga
3. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan 4. Kemajuan teknologi
5. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya 6. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan.
(Sukirno,2000:75)
2.1.6.3. Hubungan Investasi, Keuntungan, dan Tingkat Bunga
produksi barang dan jasa masa depan) harus melebihi biayanya (pembayaran untuk dana pinjaman). Jika suku bunga meningkat, lebih sedikit proyek investasi yang menguntungkan, dan jumlah barang-barang investasi yang diminta akan turun.
Ketika mempelajari peran tingkat suku bunga dalam perekonomian para ekonom membedakan antara tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil. Tingkat bunga nominal diartikan sebagai tingkat bunga yang dibayar investor untuk meminjam uang.
Tingkat bunga riil adalah tingkat bunga nominal yang telah dikoreksi untuk menghilangkan pengaruh inflasi.
Fungsi investasi dapat diinyatakan dengan persamaan : I = I(r) ... (3.1)
Fungsi investasi dapat digambarkan dengan kurva sebagai berikut : Tingkat bunga riil
0 Kuantitas investasi,I
Sumber:Sukirno(2000:71)
72 2.1.6.4. Dasar Teori Investasi
1. Teori Klasik (Adam Smith)
Semua kaum klasik memandang pemupukan modal sebagai kunci pertumbuhan ekonomi. Karena itu mereka menekankan betapa penting tabungan dalam jumlah yang besar. Hanya pemilik modal dan pemilik tanah yang mampu untuk menabung. Kelas pekerja tidak mampu menabung karena mereka hanya menerima upah yang besarnya sama dengan tingkat kebutuhan hidup minimal.
Menurut kaum klasik dalam Jinghan (2000:101), keuntungan merangsang investasi. Semakin besar keuntungan semakin besar pula akumulasi modal dan investasi. Namun keuntungan tidak akan naik secara terus menerus namun cenderung menurun apabila persaingn untuk menghimpun modal antar kapitalis meningkat. Alasannya ialah naiknya upah sebagai akibat persaingan antar kaum kapitalis. Sementara upah dan sewa naik maka keuntungan menurun.
2. Teori Keynes
diharapkan dari aktiva modal baru. Bila mana harapan laba tinggi pengusaha akan menginvestasi lebih tinggi. Suku bunga merupakan faktor lainnya dari investasi, tergantung pada kuantitas. Sekarang investasi dapat dinaikkan melalui peningkatan efisiensi marginal atau penurunan suku bunga. Walaupun kenaikan investasi biasanya menyebabkan kenaikan pekerjaan ini bisa tidak terjadi bila pada waktu yang sama kecenderungan untuk mengkonsumsi turun. Sebaliknya, naiknya kecenderungan berkonsumsi dapat mengakibatkan kenaikan pada pekerjaan tanpa kenaikan pada investasi. Kenaikan invetasi menyebabkan naiknya pendapatan dan karena pendapatan meningkat, muncul permintaan yang lebih banyak atas barang konsumsi, yang pada gilirannya menyebabkan kenaikan berikutnya pada pendapatan dan pekerjaan. Proses ini cenderung menggumpal (kumulatif). Akibatnya kenaikan tertentu pada investasi menyebabkan kenaikan yang berlipat ganda pada pendapatan melalui kecenderungan mengkonsumsi. Hubungan antara kenaikan investasi dan pendapatan ini oleh Keynes disebut multiplier (K). Pengali (multiplier) ini memperlihatkan hubungan yang tepat, berkat adanya kecenderungan mengkonsumsi tersebut, antara pekerjaan agregat dan pendapatan agregat dengan tingkat investasi. Ini berarti bila investasi agregat naik, pendapatan akan meningkat, yang besarnya adalah K kali kenaikan investasi tersebut. Rumusnya adalah
...(4.1) (Sukirno 2000:75)
74 memperoleh tingkat pendapatan dan pekerjaan yang lebih tinggi dalam perekonomian.
2.1.6.5 Analisis ICOR
Untuk mengetahui sejauh mana peranan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi, yang lebih tepatnya dilihat dari investasi netto. Korelasi pertumbuhan diuraikan secara sederhana namun jelas di dalam model pertumbuhan ekonomi Harrod-domar. Di dalam model ini, investasi dan ICOR (Incremental Capital Output Ratio) merupakan dua variabel fundamental yang masing-masing dapat dijelaskan secara garis besar sebagai berikut : investasi yang dimaksud adalah investasi netto yang didefenisikan sebagai perubahan/ penanaman stok barang modal atau:
It = Δkt ... (5.1)
It = Kt-Kt-1 ... (5.2)
Misalnya di Sumatera Utara nilai stok barang modal pada tahun 1999(K1999)= 21 triliun rupiah, dan pada tahun 2000(K2000)= 30 triliun rupiah.
Kalau dalam pengertian investasi bruto, misalnya pembentukan modal tetap bruto 12 triliun rupiah tetapi penambahan stok baru hanya 9 triliun rupiah berarti penggantian stok lama (penyusutan) sebesar 3 triliun rupiah.
besar peningkatan investasi yang diperukan untuk mendpatkan laju pertumbuhan ekonomi yang diinginkan, yang digambarkan dengan rumus sebagai berikut :
Y = y.K ... (5.3) 1/y = K/y ... (5.4)
Dimana ratio Y = rasio output-kapital dan 1/y = ratio kapital output (ICOR).
Dalam perkembangannya pemakaian konsep ICOR mengalami modifikasi menjadi ICOR dengan rumus sebagai berikut :
ICOR = (ΔK/Y) (ΔY/Y) ... (5.5)
atau ICOR = (I/Y) (ΔY/Y) ... (5.6) Dimana ΔK = 1
Semakin baik kualitas investasi maka semakin kecil ICOR, sebaliknya semakin buruk kualitas investasi maka semakin besar angka ICOR. (Nopirin 2000)
2.1.7 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
2.1.7.1 Defenisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
76 kurun waktu tertentu (satu tahun kelender). Kegiatan ekonomi yang dimaksud kegiatan pertanian, pertambangan, industri pengolahan, sampai dengan jasa.
PDRB merupakan kegiatan ekonomi secara garis besarnya dapat dikelompokkan ke dalam kegiatan memproduksi dan kegiatan mengkonsumsi barang dan jasa. Unit-unit produksi memproduksi barang dan jasa serta dari kegiatan memproduksi ini timbul pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang telah dimiliki oleh berbagai golongan dalam masyarakat, sehingga dari pendapatan ini masyarakat dapat membeli barang dan jasa untuk keperluan konsumsi maupun investasi.
2.1.7.2 Penyajian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Badan Pusat Statistik (BPS 2001) memberi definisi PDRB (ditinjau dari segi pendapatan) adalah jumlah pendapatan atau balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk wilayah itu yang ikut serta dalam proses produksi dalam jangka waktu tertentu. PDRB seringkali disajikan menurut:
1. Harga berlaku (current year price) dan 2. Harga konstan (base year price).
Menurut BPS, penghitungan PDRB ini dapat dimanfaatkan untuk memecahkan dua masalah pokok, yaitu:
1. Mengusahakan agar pembangunan ekonomi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara mantap.
2. Mengusahakan agar pendapatan yang timbul tersebut dapat dibagi atau diterima oleh masyarakat secara adil.
2.1.7.3. Rasio Penerimaan Pajak Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Penerimaan dari sektor pajak dianggap sebagai sarana yang cukup efektif sebagai sumber utama penerimaan suatu daerah, selain itu penerimaan pajak juga merupakan alat pendorong perekonomian. Meskipun peranan pajak masih rendah, namun sumbangannya terhadap PDRB menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun (Sudibjo 2000). Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan atau keterkaitan antara PDRB dengan penerimaan pajak di suatu daerah.
78 itu, angka rasio tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja penerimaan perpajakan, apakah sudah memadai atau belum.
Besarnya tax ratio dapat dihitung dengan rumus (Wibowo 2000) sebagai berikut:
TRt =
PDRBt Tt
Dimana:
TRt = Tax Ratio pada periode t Tt = Penerimaan pajak pada periode t PDRBt = PDRB pada periode t
Penerimaan pajak sangat ditentukan oleh PDRB, jumlahpenduduk dan kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah, jadi PDRB dan jumlah penduduk berpengaruh terhadap penerimaan masing-masing jenis pajak daerah tersebut (Musgrave 1993)
2.1.8 Net Ekspor
2.1.8.1 Defenisi Net Ekspor
Net ekspor atau Ekspor bersih adalah Nilai Ekspor dikurangi Impor (NX=EX-IM). Ekspor dan Impor suatu Negara terjadi karena adanya manfaat yang diperoleh akibat dari perdagangan internasional
2.1.8.2 Ekspor
sangat sensitif terhadap keguncangan-keguncangan atau fluktuasi yang terjadi di pasaran internasional maupun di perekonomian dunia.
Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 pasal 1 angka 11, pengertian ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam daerah pabean ke luar daerah paben.
Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barang-barang dari dalam negeri ke luar negeri dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh sebuah negara ke negara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun tertentu (Bambang Triyoso, 2004).
Menurut Baldwin (2005) yang dimaksud dengan ekspor adalah salah satu sektor perekonomian yang memegang peranan penting melalui perluasan pasar antara beberapa negara, di mana dapat mengadakan perluasan dalam suatu industri, sehingga mendorong dalam industri lain, selanjutnya mendorong sektor lainnya dari perekonomian.
80 Namun menurut penelitian Ilham dan Yogi (2003) menyatakan bahwa peranan ekspor di Indonesia belum berpengaruh nyata dalam peningkatan PDRB di Indonesia.
2.1.8.3 Tujuan Ekspor
Adapun tujuan ekspor antara lain (Amir MS, 2004) :
1. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar serta untuk memperoleh harga jual yang lebih baik (optimalisasi laba).
2. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestik (membuka pasar ekspor)
3. Memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capacity)
4. Membiarkan diri bersaing dalam pasar internasional sehingga terlatih dalam persaingan yang ketat.
2.1.8.4.Ciri-Ciri Komoditi Ekspor
Suatu komoditi yang memiliki potensi untuk ekspor memiliki ciri-ciri antara lain (Amir MS, 2004) :
1. Mempunyai surplus produksi dalam arti kata total produksi belum dapat dikonsumsi seluruhnya di dalam negeri.
3. Komoditi sengaja diproduksi untuk tujuan ekspor (outward looking industries) ataupun industri yang pindah lokasi (relocation industries).
4. Komoditi ini memperoleh izin pemerintah untuk diekspor.
2.1.8.5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor
Adapun faktor yang menentukan tingkat daya saing suatu komoditi ekspor adalah :
1. Faktor langsung, yang terdiri dari : a. Mutu komoditi
b. Biaya produksi dan penetuan harga jual c. Ketepatan waktu penyerahan (delivery time) d. Intensitas promosi
e. Penentuan saluran pemasaran (marketing chanel) f. Layanan purna jual (after sales service)
2. Faktor tidak langsung, yang terdiri dari :
a. Kondisi sarana pendukung ekspor seperti fasilitas perbankan, transportasi, birokrasi pemerintah, surveyor, bea cukai dan lain-lain b. Insentif atau subsidi pemerintah untuk dieskpor
c. Kendala tarif dan non tarif
d. Tingkat efisiensi dan disiplin nasional
82 Menurut Darmansyah (dalam Soekartawi, 1995), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ekspor antara lain :
1. Harga internasional. Semakin besarselisih antar harga di pasar internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan diekspor menjadi semakin banyak.
2. Nilai tukar (exchange rate). Semakin tinggi nilai tukar mata uang suatu negara maka harga ekspor negar tersebut di pasar internasional akan menjadi lebih mahal. Sebaliknya, semakin rendah nilai mata uang suatu negara, harga ekspor negara tersebut di pasar internasional menjadi lebih murah.
3. Quota ekspor-impor yaitu kebijakan perdagangan internasional berupa pembatasan kuantitas barang ekspor dan impor.
4. Kebijakan tarif dan non tarif. Kebijakan tarif adalah untuk menjaga harga produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu yang dianggap mampu atau dapat mendorong pengembangan komoditi tersebut. Sedangkan kebijakan non tarif adalah untuk mendorong tujuan diversifikasi ekspor.
2.1.8.6. Impor
Transaksi impor adalah kegiatan jual beli barang atau jasa dimana pihak-pihak yang terlibat yaitu pihak-pihak eksportir dan importir berada dalam negara yang berbeda melakukan kesepakatan tertulis dalam kontrak jual beli yang kegiatannya dengan cara memasukkan barang dari luar ke dalam daerah wilayah pabean Indonesia dan berakibat adanya valuta asing dalam negeri yang pembayrannya menggunakan letter of credit (L/C).
Impor merupakan suatu kegiatan pengiriman barang yang diproduksi di negara lain untuk dijula di pasar dalam negeri. Hal ini berkaitan dengan arus lalu lintas barang sehingga otoritas ada pada pabean. Impor ini berakibat adanya aliran keluar valuta asing dalam negeri.
2.1.8.7. Hubungan Ekspor dan impor
Di dalam ekonomi terbuka dua variabel perlu ditambahkan, yakni ekspor (X) dan impor (M) barang dan jasa. Karena ekspor berasal dar produksi dalam negeri dijual/dipakai oleh penduduk luar negeri, maka ekspor merupakan injeksi ke dalam aliran pendapatan seperti halnya investasi.sedankan impor merupakan kebocoran dari pendapatan, karena menimbulkan aliran modal ke luar neeri. Oleh karena itu, pendapatan yang ditimbulkan karena proses peoduksi dapat diunakan untuk membeli barang dan jasa dalam negeri (C). Atau keluar dari aliran pendapatan sebagai tabungan (S) atau pembelian barang dari luar negeri (M).
Ekspor bersih, yakni (X-M) adalah jembatan yang menghubungkan antara pendapatan nasional dengan transaksi internasional. Ekspor bersih merupakan salah satu komonen permintaan agregat:
GNP = C + I + G + (X-M).
Untuk sementara sektor pemerintah ditiadakan, maka diperoleh: GNP = C + I + (X-M). Jika impor dikeluarkan dari konsumsi dan investasi, artinya C dan I hanya untuk membeli produksi dalam negeri maka pengeluaran agregat untuk produksi dalam negeri menjadi:
84 Untuk satu periode tertentu, produksi yang dihasilkannilainya akan sama dengan pendapatan yang diciptakan dan pendapatan ini digunakan untuk konsumsi produksi dalam negeri, barang impor atau ditabung, sehingga:
GNP = C + M + S.
Konsekuensinya:
C + i + x =C + M + S atau I + x = S + M; Sehingga: S = I + (X-M)
Artinya, surplus perdagangan internasional (X-M) menunjukkan akumulasi aset luar negeri atau sering disebut investasi luar negeri bersih (net foreign investment). Dengan demikian tabunan dalam negeri dapat ditanamkan di dalam negri (investasi) atau digunakan untuk membeli aset luar negeri melalui aliran modal ke luar negeri.
I + X = S + M adalah identitas pendapatan nasional yang selalu benar dalam realita. Tetapi ini tidak selalu menunjukkan bahwa apa yang direncanakan oleh individu baik sebagai investor, eksportir, penabung atau importir, pada suatu periode selalu sama. Apabila I + X = S + M itu sama dalam arti yang direncanakan ( I + X) yang direncanakan = (S + M) yang direncanakan, maka ekonomi (GNP) dikatakan dalam keadaan keseimbangan.
Impor tidak hanya tergantung pada pendapatan. Faktor lain yang juga mempengaruhi, seperti misalnya daya saing produksi dalam negeri, selera dan sebagainya. Perubahan faktor-faktor ini akan menggeser fungsi impor. Seperti misalnya karena inflasi terjadi di dalam negeri sehingga daya saing menurun, maka impor cenderung naik dan kurva impor bergeser ke atas.
Ekspor suatu negara adalah impor negara lain. Dengan harga dianggap tetap, ekspor tergantung dari pendapatan luar negeri bukan pendapatan nasional negara tersebut. Oleh karena itu dalam diagram ekspor-pendapatan nasional, fungsi ekspor digambarkan sebagai gaaris lurus horizontal. Artinya, ekspor tidak tergantung pada pendapatan nasional. Berapa pun besarnya pendapatan nasional, ekspor tetap. Ini berarti pendapatan nasional tidak mempengaruhi ekspor. Tetapi sebaliknya, seperti halnya investasi, ekspor mempengaruhi pendapatan nasional. I + X merupakan injeksi dalam perekonomian, sedangkan S + M merupakan kebocoran.
2.1.8.8. Keseimbangan pada Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran dalam keadaan seimbang apabila
X + CI = M + CO atau
X + CI – M – CO = 0
X – M + CI – CO = 0
86 M = Impor
CI = Capital Inflow
CO = Capital Outflow
Apabila CO – CI = NFC (Net Inflow of Capital), maka neraca pembayaran dalam keadaan seimbang:
X – M + NFC = 0
(X – M) = Ekspor Netto
X – M + NFC = 0. maka kurva LM pada perekonomian tertutup sama dengan kurva LM pada perekonomian terbuka.
Bila neraca pembayaran dalam keadaan defisit (X-M + NFC < 0) maka kurva LM dalam ekonomi terbuka ada di sebelah kiri kurva LM dalam perekonomian tertutup, karena defisit pada neraca pembayaran akan mengurangi jumlah uang beredar.
Bila neraca pembayaran dalam keadaan surplus (X-M + NFC > 0), maka kurva LM ada di sebelah kanan kurva LM dalam ekonomi tertutup, karena surplus pada neraca pembayaran menambah jumlah uang dalam peredaran. Seperti yang digambarkan kurva di bawah ini :
i LM2
LM1(TERBUKA=TERTUTUP)
0 Y Gambar 2.7. Kurva Neraca Pembayaran
2.2. Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan referensi penulis adalah sebagai berikut :
1. Dalam penelitiannya Teera (2000) menganalisis determinan penerimaan pajak di Uganda, estimasi model dimana penerimaan pajak merupakan fungsi dari pembangunan ekonomi dan struktur ekonomi.
2. Penelitian Nersiwad (2001) menyatakan bahwa pengaruh inflasi menurunkan penerimaan pajak secara keseluruhan baik Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai.
3. Penelitian Ilham dan Yogi (2003) menyatakan bahwa peranan ekspor di Indonesia belum berpengaruh nyata dalam peningkatan PDRB di Indonesia.
88 mempengaruhi dari berbagai sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi dan pertumbuhan penerimaan pajak penghasilan selama dasawarsa 1990-2000 diantaranya dipengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh faktor-faktor Produk Domestik Bruto, Jumlah Wajib Pajak, dan Jumlah Kantor Pelayanan Pajak yang tersebar di seluruh Indonesia.
5. Penelitian Evi Yulia (2004) menyatakan bahwa tingkat upah berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak penghasilan.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Yogi Rahmayanti (2006) mengenai analisis potensi pajak menyatakan bahwa yang menentukan penerimaan pajak yaitu Tax Rate, Tax Base (GDP) don Collection System. Dalam penelitian ini ditekankan pada dua jenis pajak yang mempunyai peran yang signifikan terhadap penerimaan pajak di Indonesia yaitu PPh dan PPN. Salah satu hasil estimasi yang dilakukan menunjukkan bahwa Tax Base (GDP) dan time trend (trend waktu) mempunyai hubungan yang positif terhadap penerimaan PPh. Hasil regresi menunjukkan bahwa tax base mempunyai hubungan positif terhadap penerimaan PPh dengan koefisien sebesar 0,78 dan terhadap PPN dengan koefisien sebesar 1,156. ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan Tax Base (GDP) sebesar satu persen akan meningkatkan penerimaan PPh sebesar 0,78 persen dan penerimaan PPn sebesar 1,156 persen.