• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Hukum Mengenai Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Hukum Mengenai Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Kejahatan pencucian uang belakangan ini semakin mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan. Upaya penanganannya dilakukan secara nasional, regional, dan global melalui kerja sama antar negara. Gerakan ini disebabkan maraknya pencucian uang, padahal belum banyak Negara yang menyusun sistem hukum untuk memerangi atau menetapkannya sebagai kejahatan.1

Secara populer dapat dijelaskan bahwa aktivitas pencucian uang merupakan suatu perbuatan memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh Criminal Organization, maupun individu yang melakukan tindakan korupsi, penyuapan, perdagangan narkotika, kejahatan kehutanan, kejahatan lingkungan hidup dan tindak pidana lainnya dengan maksud menyembunyikan, menyamarkan atau mengaburkan asal-usul uang yang berasal dari hasil tindak pidana. Perbuatan menyamarkan, menyembunyikan atau mengaburkan tersebut dilakukan agar hasil kejahatan (Proceeds of crime) yang diperoleh dianggap seolah-olah sebagai uang yang sah tanpa terdeteksi bahwa harta kekayaan tersebut berasal dari kegiatan yang illegal.2

      

1 Phillips Darwin, Money Laundering Cara Memahami Dengan Tepat dan Benar Soal

Pencucian Uang, Sinar Ilmu, 2012, hal. 9.

2 Pathorang Halim, Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Pencucian Uang Di Era

(2)

Pengaruh pencucian uang pada sistem keuangan dan ekonomi diyakini berdampak negatif bagi perekonomian dunia. Misalnya, dampak negatif terhadap efektivitas penggunaan sumber daya dan dana yang banyak digunakan untuk kegiatan tidak sah dan menyebabkan pemanfaatan dana yang kurang optimal, sehingga merugikan masyarakat.3

Hal tersebut terjadi karena uang hasil tindak pidana diinvestasikan di Negara-negara yang dirasakan aman untuk mencuci uangnya, walaupun hasilnya lebih rendah. Uang hasil tindak pidana ini dapat saja beralih dari suatu Negara yang perekonomiannya baik ke Negara yang perekonomiannya kurang baik disebabkan dampak negatifnya pada pasar financial dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem keuangan internasional, pencucian uang dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem keuangan internasional. Di samping itu, pencucian uang juga dapat mengakibatkan fluktuasi yang tajam pada nilai tukar suku bunga. Dengan berbagai dampak negatif tersebut, diyakini pencucian uang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dunia4 .Melihat dampak negatif pencucian uang begitu besar membuat Negara-negara menjadikan hal tersebut sebagai salah satu agenda politik yang selalu dibahas yang menjadi perhatian Negara-negara untuk memberantas pencucian uang membutuhkan kerjasama baik secara regional maupun internasional .

Pada tanggal 2 Juni 2001, FATF memasukkan Indonesia dalam daftar hitam Non Cooperative Countries (NCCTs) atau kawasan yang tidak kooperatis dalam menangani tindak pidana pencucian uang, disamping 19 negara lainnya,       

3Juni Sjafrien Jahja, Melawan Money Laundering! Mengenal, Mencegah, &

(3)

yaitu Mesir, Rusia, Hongaria, Israel, Lebanon, Filipina, Myanmar, Nauru, Nigeria, Niue, Cook Island, Republik Dominika, Guatemala, St. Kitts, dan Nevis, St. Vincent dan Grenadines serta Ukraina.5

Sebagai bentuk langkah nyata dari komitmen pemerintah dan rakyat Indonesia untuk keluar dari daftar hitam FATF, Indonesia membentuk Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan membentuk Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) yang merupakan Unit Intelijen Financial (Financial Intelligent Unit) yang bertugas untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Berdasarkan Sidang FATF di Paris pada tanggal 11 Februari 2005 Indonesia telah berhasil dikeluarkan dari daftar negara dan teritori tidak kooperatif dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang (Noncooperative Countries and Territories). Keputusan tersebut diambil berdasarkan laporan pemeriksaan langsung dari tim teknis FATF ke pihak kejaksaan, BI, Kepolisian, kehakiman dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 28 Januari 2005.6

Kegiatan pencucian uang sangat merugikan masyarakat dan Negara karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional serta keuangan Negara. Dalam konteks Indonesia, tindak pidana ini tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, tetapi juga membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

      

5NHT Siahaan, Tindak Pidana Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, Jakarta: CV. Muliasari, 2002, hal. 2.

(4)

bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 19457, sehingga Pemerintah Indonesia tetap serius untuk memberantas tindak pidana pencucian uang dengan membenahi peraturan hukum yang mana Undang-Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang diubah dengan Undang-Undang No.25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Undang-Undang-Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, kemudian Undang-Undang ini telah dicabut dan diganti Undang-Undang-Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang diharapkan akan dapat menanggulangi kejahatan di bidang pencucian uang. Walaupun peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana pencucian uang terus dibenahi namun praktik pencucian uang di Indonesia masih kurang efektif untuk ditanggulangi oleh perangkat hukum.

Menurut Bagir Manan, substansi hukum dan penegak hukum secara hakiki sesungguhnya sekedar dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan karena:

“Keberhasilan suatu perundang-undangan tergantung pada penerapannya. Apabila penegak hukum tidak dapat berfungsi dengan baik, peraturan perundang-undangan yang bagaimanapun sempurnanya tidak atau kurang memberikan arti sesuai dengan tujuannya. Penegak hukum merupakan dinamisator peraturang perundang-undangan, melalui putusan dalam rangka penegakan hukum, peraturan perundang-undangan menjadi hidup dan diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Bahkan peraturan perundang-undangan yang kurang baik akan tetap mencapai sasaran atas tujuannya apabila ditangan para penegak hukum yang baik, karena itu politik pembentukan dan penegakan hukum yang baik harus disertai pula dengan politik pembinaan sumber daya manusia, tata kerja dan pengorganisasian serta prasarana dan sarana.”8

      

7Phillips Darwin, Money Laundering Cara Memahami Dengan Tepat dan Benar Soal

Pencucian Uang, Sinar Ilmu, 2012. hal. 11

8Bagir Manan, Pengembangan Sistem Hukum Nasional Dalam Rangka emantapkan

(5)

Semangat dan tujuan dari Undang-Undang Undang-Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang diubah dengan Undang-Undang No.25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Undang-Undang-Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, kemudian Undang-Undang ini telah dicabut dan diganti Undang-Undang-Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang diharapkan akan dapat menanggulangi kejahatan di bidang pencucian uang dalam pengimplementasiannya begitu memerlukan peranan aparat penegak hukum, salah satu diantarnya yaitu Kepolisian.

Polisi pada hakekatnya dapat dilihat sebagai hukum yang hidup, karena ditangan Polisi tersebut hukum mengalami perwujudannya, setidak-tidaknya dihukum pidana. Apabila hukum bertujuan menciptakan ketertiban dalam masyarakat, diantaranya dengan melawan kejahatan. Akhirnya, Polisi yang akan menentukan secara konkret apa yang disebut sebagai penegakan ketertiban. Siapa-siapa yang harus ditundukkan, Siapa-siapa-Siapa-siapa yang harus dilindungi dan seterusnya. Melalui Polisi hal-hal yang bersifat falsafi dalam hukum dapat ditransformasi menjadi ragawi dan manusiawi.9

Kepolisian adalah salah satu Aparat Penegak Hukum yang bertanggung jawab untuk menanggulangi tindak pidana pencucian uang. Kepolisian dalam menangani beberapa kasus melakukan penyelidikan tanpa harus di menunggu laporan hasil invesitigasi dari PPATK. Tindakan awal penyelidikan yang dilakukan oleh Kepolisian akan berlanjut dengan serangkaian kegiatan berikutnya       

(6)

yaitu dengan adanya proses penyidikan, sistem pembuktian oleh kejaksaan hingga putusan oleh hakim dan berakhir di Lembaga Pemasyarakatan. Jadi Peranan dari Kepolisian adalah pondasi awal dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang disamping laporan PPATK tentang adanya transaksi-transaksi yang mencurigakan untuk ditindak lanjuti melalui proses penyidikan.

Tabel 1.

Data tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang ditangani oleh Subdit II

Ditreskrimsus Poldasu Tahun 2013- 2015

NO Penanganan Perkara 2013 2014 2015

1 Proses - - 4

2 Dilimpahkan - - 4

3 SP3 - - -

4 P21 - - 4

Sumber: Ditreskrimsus Poldasu

Medan, 3 Februari 2016 Subdit II Ditreskrimsus Poldasu Dari data di atas dapat dilihat jumlah kasus yang ditangani oleh Ditreskrimsus Poldasu bahwa pada tahun 2013 dan 2014 tidak ada kasus mengenai tindak pidana pencucian uang , dan pada tahun 2015 sebanyak 4 kasus yang diproses, 4 kasus yang dilimpahkan, tidak ada kasus yang di SP3, dan 4 kasus tersebut berhasil diselesaikan.

(7)

kategori "merah" potensi transaksi mencurigakan”.10 Hal ini menjelaskan bahwa begitu banyak pelaku yang patut diduga pelaku tindak pidana pencucian uang yang terjadi di Sumatera Utara, namun apabila dilihat dari data tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa masih sedikit kasus yang dijerat dengan undang-undang pencucian uang padahal padahal begitu banyaknya kasus dari tindak pidana asal yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku tindak pidana pencucian uang.

Permasalahan yang menjadi salah satu point penting dalam penelitian ini adalah bagaimana peranan kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu). Hal inilah yang mendorong penulis untuk membahas mengenai “Kajian Hukum Mengenai Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang

(Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (POLDASU)) ” dengan ditinjau

dari perspektif Hukum Pidana Indonesia dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan hukum tentang tindak pidana pencucian uang? 2. Bagaimanakah faktor-faktor penghambat Kepolisian dalam

menanggulangi tindak pidana pencucian uang?

3. Bagaimanakah peran Kepolisian dalam upaya penanggulangan tindak pidana pencucian uang?

      

(8)

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan yang telah di kemukakan, maka tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dasar hukum yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang.

3. Untuk mengetahui peran Kepolisian di wilayah hukum kota medan terhadap tindak pidana pencucian uang.

D. Manfaat Penulisan

1) Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang di harapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum khususnya hukum pidana yang berkenaan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang.

2) Manfaat Praktis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi aparatur penegak hukum khususnya Kepolisian yang berkenaan dengan masalah tindak pidana pencucian uang baik yang sedang dilaksanakan ataupun di masa yang akan datang.

E. Keaslian Penulisan

(9)

pemikiran Penulis, apabila ada karya ilmiah yang lain yang mirip atau serupa mungkin hanya judulnya saja, mengingat penulis melakukan metode pendekatan dan studi lapangan di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) hal ini tentu membedakan isi dari hasil karya ilmiah ini dengan lainnya. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah didasarkan pada pengertian-pengertian, aturan-aturan hukum, teori –teori hukum maupun doktrin-doktrin yang Penulis peroleh berdasarkan literatur yang ada, baik dari perpustakaan maupun media elektronik. Oleh karena itu Penulis dapat menyatakan skripsi ini adalah asli merupakan karya ilmiah Penulis dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Istilah Tindak Pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “Strafbaar feit” dan tidak ditemukan penjelasan secara rinci mengenai apa yang dimaksud dengan Strafbaar feit di dalam KUHP maupun diluar KUHP.

Dalam bahasa Belanda, strafbaarfeit itu terdiri dari tiga kata yaitu straf, baar dan feit. Straf diartikan sebagai pidana atau hukum, baar diartikan sebagai dapat atau boleh, dan feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.11 Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa Latin yakni kata Delictum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tercantum sebagai berikut:

      

(10)

“ Delik adalah perbuatan yang dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.”

Adapun unsur-unsur dari tindak pidana adalah sebagai berikut: 12

1. Unsur Subjektif, yaitu unsur yang ada dalam diri si pelaku itu sendiri, yaitu: kesalahan dari orang yang melanggar aturan-aturan pidana, artinya pelanggaran itu harus dapat dipertanggungjawabkan kepada pelanggar. 2. Unsur Objektif, terdiri dari:

a. Perbuatan manusia, yaitu perbuatan yang positiv, atau suatu perbuatan yang negativ yang menyebabkan pidana.

b. Akibat perbuatan manusia, yaitu akibat yang terdiri atas merusakkan atau membahayakan kepentingan-kepentingan hukum, yang menurut norma hukum itu perlu ada supaya dapat dihukum.

c. Keadaan-keadaan sekitar perbuatan itu, keadaan-keadaan ini bisa jadi terdapat pada waktu melakukan perbuatan.

d. Sifat melawan hukum dan sifat dapat dipidanakan perbuatan itu melawan hukum, jika bertentangan dengan Undang-Undang

Keragaman pendapat di antara para Sarjana Hukum mengenai defenisi strafbaar feit telah melahirkan beberapa rumusan atau terjemahan mengenai strafbaar feit itu sendiri, yaitu13:

1. Perbuatan Pidana,digunakan oleh Mulyatno menerjemahkan isitilah strafbaar feit dengan perbuatan pidana. Menurut pendapat beliau istilah “perbuatan pidana” menunjuk kepada makna adanya suatu kelakuan       

(11)

manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang hukum dimana pelakunya dapat dikenakan saknsi pidana. Dapat diaritkan demikian karena kata “perbuatan” tidak mungkin berupa kelakuan alam, karena yang dapat berbuat dan hasilnya disebut perbuatan itu adalah hanya manusia.

2. Peristiwa Pidana, istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Wirjono Prodjodikoro dalam perundang-undangan formal Indonesia, istilah “peristiwa pidana” pernah digunakan secara resmi dalam UUD sementara 1950, yaitu dalam Pasal 14 ayat (1). Secara substantif, pengertian dari istilah “peristiwa pidana” lebih menunjuk kepada suatu kejadian yang dapat ditimbulkan baik oleh perbuatan manusia maupun oleh gejala alam. Oleh karena itu, dalam percakapan sehari-hari sering didengar suatu ungkapan bahwa kejadian itu merupakan peristiwa alam.

(12)

juga mendapat kritikan dari beberapa ahli dikarenakan istilah tidak menggambarkan suatu tindakan yang aktif secara jasmaniah oleh manusia, sementara dalam hukum pidana Indonesia terdapat delik pasif (Ommisionis) seperti yang diatur dalam Pasal 164 KUHP.

Dalam skripsi ini penulis menggunakan istilah “tindak pidana” karena istilah ini telah mendapat posisi yang sangat kuat dalam kesadaran dan budaya hukum masyarakat Indonesia akibat dari penggunaannya secara resmi dengan berkala dan berulang-ulang dalam berbagai peraturan perundang-undangan pidana di Indonesia terlebih dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Mengenai pengertian tindak pidana pencucian uang maka terlebih dahulu mengetahui Istilah Pencucian Uang yang pertama kali muncul di Amerika Serikat pada awal abad ke-20, yang menggunakan istilah Money Laundering yaitu ketika mafia membeli perusahaan-perusahaan pencucian pakaian (laundry) sebagai salah satu strategi yang digunakan oleh para mafia untuk melakukan pencucian uang yang diperoleh dari hasil dari hasil kejahatan seperti uang hasil minuman keras ilegal, hasil perjudian, dan hasil usaha pelacuran.

Menurut Black’s law dictionary, Money Laundering adalah:

“ Term used to describe investment or other transfer of money flowing from racketeering, drug transaction, and other illegal sources into legitimate channels so that it’s sources can not be traced. Money Laundering is a federal crime (18 USCA 1956)”14

(13)

Istilah ini menggambarkan bahwa pencucian uang (money laundering) adalah penyetoran/penanaman uang atau bentuk lain dari pemindahan/pengalihan uang yang berasal dari pemerasan, transaksi narkotika, dan sumber-sumber lain yang ilegal melalui saluran legal, sehingga sumber asal tersebut tidak dapat diketahui/dilacak.15

Pengertian money laundering secara komprehensif di dalam Konvensi PBB Pasal 3 yaitu sebagai berikut:16

”Money laundering” berarti setiap tindakan yang dilakukan dengan sengaja dalam hal sebagaimana disebutkan di bawah ini:

1. Konversi atau pengalihan barang, yang diketahui bahwa barang tersebut berasa;l dari suatu kegiatan kriminal atau ikut berpartisipasi terhadap kegiatan tersebut, dengan tujuan untuk menyembunyikan sifat melawan hukum dari barang tersebut, ataupun membantu seseorang yang terlibat sebagai perantara dalam kegiatan tersebut untuk menghilangkan konsekuensi hukum dari kegiatan tersebut.

2. Menyembunyikan keadaan yang sebenarnya, sumbernya, lokasi, pengalihan, penggerakan, hak-hak yang berkenaan dengan kepemilikan atau barang-barang, dimana yang bersangkutan mengetahui bahwa barang tersebut berasal dari kegiatan kriminal atau ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.

3. Perolehan, penguasaan, atau pemanfaatan dari barang-barang di mana pada waktu menerimanya yang bersangkutan mengetahui bahwa barang       

15Ibid.

(14)

tersbut berasal dari tindakan kriminal atau ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.

4. Segala tindakan partisipasi dalam kegiatan untuk melaksanakan percobaan untuk melaksanakan, membantu, bersekongkol, memfasilitasi dan memberikan nasehat terhadap tindakan-tindakan tersebut di atas.

Istilah pencucian uang berasal dari bahasa inggris, yakni “money laundering”. Apa yang dimaksud dengan “money laundering” memang tidak ada defenisi yang universal karena, baik Negara-negara maju maupun Negara-negara dari dunia ketiga masing-masing mempunyai defenisi sendiri-sendiri berdasarkan prioritas dan perspektif yang berbeda. Namun para ahli hukum di Indonesia telah sepakat mengartikan money laundering dengan pencucian uang.17

Menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 mendefenisikan tindak pidana pencucian uang adalah:

1. Menempatkan harta kekayaan ke dalam penyedia jasa keuangan baik atas nama sendiri atau atas nama orang lain, padahal diketahui atau patut diduga bahwa harta tersebut diperoleh melalui tindak pidana.

2. Mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana pencucian uang, dari suatu penyedia jasa keuangan ke penyedia jasa keuangan yang lain. Baik atas nama sendiri maupun atas nama orang lain.

3. Membelanjakan atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan harta yang diperoleh dari tindak pidana. baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain.

4. Menitipkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan harta yang diperoleh dari tindak pidana baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain.

5. Membawa ke luar negeri harta yang diketahuinya atau patut diduga merupakan harta yang diperoleh dari tindak pidana.

      

(15)

6. Menukarkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya; atau

7. Menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana

Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.25 Tahun 2003 tentang perubahan atas undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

“Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbang- kan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sehingga seolah-olah menjadi Harta Kekayaan yang sah.”

Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tidak menyebutkan pengertian tindak pidana pencucian uang namun hanya mencantumkan pengertian dari pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini disebutkan dalam Pasal 1 angka (1). Dengan Hasil tindak pidana berupa harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana asal sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2 angka (1) seperti :

a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika;

e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan;

k. cukai;

l. perdagangan orang;

(16)

n. terorisme;

v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup;

y. di bidang kelautan dan perikanan; atau

z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.

Dari beberapa defenisi dan penjelasan mengenai money laundering karena penelitian di Indonesia maka selanjutnya digunakan istilah pencucian uang, dapat disimpulkan bahwa tindak pidana pencucian uang adalah:

“Rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak pidana, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana, dengan cara dan terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal”18

2. Faktor-faktor Penghambat Kepolisian dalam Menanggulangi Tindak

Pidana Pencucian Uang

Istilah polisi berasal dari bahasa Belanda politie yang mengambil dari bahasa Latin politia berasal dari kata Yunani politeia yang berarti warga kota atau pemerintahan kota. Kata ini pada mulanya dipergunakan untuk menyebut "orang yang menjadi warga negara dari kota Athena", kemudian pengertian itu berkembang menjadi "kota" dan dipakai untuk menyebut "semua usaha kota" .

      

(17)

Oleh karena pada zaman itu kota merupakan negara yang berdiri sendiri yang disebut dengan istilah polis, maka politea atau polis diartikan sebagai semua usaha dan kegiatan negara, juga termasuk kegiatan keagamaan.19

Secara teoritis pengertian mengenai polisi tidak ditemukan, tetapi penarikan pengertian polisi dapat dilakukan dari pengertian Kepolisian sebagaimana yang dicantumkan menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: “Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Selanjutnya Pasal 1 angka (2) menerangkan bahwa “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada KepolisianNegara Republik Indonesia.” Selanjutnya Pasal 1 angka (3) ” Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki wewenang umum Kepolisian.”

Polisi dalam menjalankan tugasnya adalah untuk menjaga kepentingan masyarakat, berbangsa dan bernegara demi terjaminnya keamanan dan ketertiban dan tertegaknya hukum. Dimana dalam pelaksanaan penegakan hukum terdapat hambatan-hambatan.

Faktor-faktor Penghambat Kepolisian dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencucian Uang antara lain :

Faktor-faktor Penghambat Kepolisian dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencucian Uang antara lain :

      

(18)

1. Faktor internal meliputi Faktor kuantitas penegak hukum, penegakan hukum yang kurang professional.

2. Faktor eksternal meliputi Faktor hukumnya sendiri termasuk di dalamnya belum sempurnanya perangkat hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat termasuk di dalamnya masih rendahnya tingkat kesadaran hukum, dan faktor kebudayaan. masih rendahnya penghasilan aparat penegak hukum.

3. Peran Kepolisian dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana

Pencucian Uang

Tugas pokok Kepolisian sebenarnya sebenarnya paling besar terletak di luar kebijakan hukum pidana (non penal). Dimana tugas Polisi lebih ke aspek pelayanan dan pengabdian di bandingkan tugas sebagai penegak hukum dalam bidang peradilan hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia:

“Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. menegakkan hukum; dan

c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.”

(19)

“The Police were a part of and not separate from the community and that the majority of policeman’s time was spent on “service oriented” task rather than on law enforcement duties”

Terjemahan bebas:

“Polisi merupakan bagian dari masyarakat dan tidak terpisahkan dari masyarakat, dan sebagian besar waktu Polisi dihabiskan guna tugas yang berorientasi pada pelayanan bukan pada tugas-tugas penegakan hukum.” Untuk mencari jalan keluar dalam rangka mencegah dan menanggulangi tindak pidana pencucian uang oleh Kepolisian terdapat upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain:

a. Upaya Pre-entif b. Upaya Preventif c. Upaya Represif

Upaya Pre-Entif disini adalah upaya-upaya awal yang dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-entif adalah menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga nilai-nilai/norma-norma-nilai-nilai/norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran atau kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi dalam usaha pre-entif faktor niat menjadi hilang meskipun ada kesempatan.20

Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya Pre-Entif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam

      

(20)

upaya preventif yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan.21

Tindakan Represif ialah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana. Telah dikemukakan di atas, bahwa tindakan represif sebenarnya juga dapat dipandang sebagai preventif dalam arti luas. Termasuk tindakan represif adalah penyidikan, penyidikan lanjutan, penuntutan dan seterusnya sampai dilaksanakannya.22

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang dipakai dalam penelitian ini penelitian hukum normatif.

Penelitian hukum normatif meliputi: 23 a. Penelitian terhadap asas-asas hukum b. Penelitian terhadap sistematik hukum

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal d. Perbandingan hukum

e. Sejarah hukum

Spesifikasi Penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, artinya bahwa penelitian ini, menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara sistematis dan menyeluruh mengenai peran kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pencucian uang, dengan menggambarkan       

21 Ibid.

22 http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2014/12/16/135728/bi-gandeng-poldasu-awasi-transaksi-valas-di-sumut/ diakses pada 26 Februari 2016

(21)

peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan di atas.

Kegiatan penelitian yang dilakukan penulis adalah kegiatan penelitian kepustakan sekaligus penelitian ini tidak hanya mempelajari materi kepustakaan yang berupa literature, buku-buku, tulisan dan makalah tentang tindak pidana pencucian uang, akan tetapi dilakukan juga pengambilan data langsung dilapangan.

2. Metode Pendekatan

Metode Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan normatif. Jika metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian adalah metode pendekatan normatif, yang secara deduktif, dimulai analisis terhadap pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang menjadi permasalahan, metode pendekatan ini digunakan mengingat permasalah yang diteliti berdasarkan peraturan perundang-undangan yaitu hubungan peraturan satu dengan peraturan lain serta kaitannya dalam penerapannya dalam praktek.24 Dalam penelitian hukum normatif maka yang diteliti pada awalnya data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer dilapangan terhadap prakteknya.25

3. Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel

Lokasi Penelitian dalam memperoleh data untuk kelengkapan skripsi adalah di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu).

      

24 Ediwarman, Monograf Metodologi Penelitian Hukum Panduan Penulisan Skripsi,Tesis

dan Disertasi, Medan: PT.Sofmedia, 2015, hal. 100.

(22)

Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan cirri yang sama. Populasi dapat berupa himpunan orang, benda (hidup atau mati), kejadian, kasus-kasus, waktu atau tempat dengan sifat atau ciri yang sama.26 Berkaitan dengan populasi yang sangat besar maka ditentukan batas-batas luas ruang lingkup penelitian ini yaitu Kepolisian yang menangani khusus tindak pidana pencucian uang di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) tepatnya di Subdit II Ditreskrimsus Poldasu.

Sampel adalah himpunan bagian atas sebagian dari populasi.27 Maka sampel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah 3 (tiga) orang Polisi pada Subdit II Ditreskrimsus Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu).

4. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data dalam penelitian ini berupa: Studi Kepustakaan/studi dokumen (Documentary Study), dan wawancara (Interview).

Penelitian hukum normative merupakan penelitian kepustkaan yaitu penelitian terhadap data sekunder. Data sekunder berupa:28

a. Data sekunder yang bersifat pribadi 1) Dokumen-dokumen pribadi

2) Data pribadi yang tersimpan di lembaga-lembaga ditempat yang bersangkutan kerja

b. Data sekunder yang bersifat publik 1) Data arsip

      

26 Bambang Sugono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997, hal. 121.

(23)

2) Data resmi pada instansi pemerintah

3) Data yang dipublikasikan misalnya Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

c. Data sekunder di bidang hukum yang dapat dibedakan 1) Bahan-bahan hukum primer

a) Pancasila b) UUD 1945 c) Ketetapan MPR

d) Peraturan Perundang-undangan e) Yurisprudensi

f) Traktat

2) Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer, antara lain: a) Rancangan Peraturan perundang-undangan

b) Hasil karya ilmiah para sarjana’ c) Hasil-hasil penelitian

3) Bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder, seperti: a) Bibliografi

b) Indek komulatif

(24)

Dalam penulisan skripsi ini dipergunakan Prosedur dan Pengambilan Data sebagai berikut:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Studi Kepustakaan ini untuk mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan dengan pokok permasalahan.29

Jadi, Penulis melakukan penelitian kepustakaan,yang berasal dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, makalah-makalah, dan situs internet yang terkait dengan Penelitian ini.

b. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan adalah cara memperoleh data yang bersifat primer. Dalam hal ini akan diusahakan untuk memperoleh data-data dengan mengadakan tanya jawab (wawancara) dengan berbagai aparat penegak hukum yang terlibat dalam proses peradilan pidana.30

Wawancara yaitu cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada yang diwawancarai, wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Wawancara yang digunakan yaitu Wawancara Terarah (Direct Interview). Di dalam wawancara terarah terdapat pengarahan struktur tertentu:

1. Rencana pelaksanaan wawancara

2. Mengatur daftar pertanyaan serta membatasi jawaban-jawaban

3. Memperhatikan karakteristik pewawancara maupun yang diwawancarai

(25)

4. Membatasi aspek-aspek masalah yang diperiksa31

Dalam hal ini penulis langsung mengadakan penelitian dengan teknik wawancara Terarah (Direct Interview) ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu). Walaupun menggunakan wawancara Terarah (Direct Interview) dengan menggunakan pedoman wawancara namun pedoman tersebut bersifat fleksibel agar berguna dalam menjaga alur dari wawancara yang akan Peneliti lakukan.

6. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian hukum mempergunakan metode pendekatan kualitatif bukan kuantitatif, karena tanpa menggunakan rumusan statistik, sedangkan penggunaan angka-angka hanya sebatas angka persentase sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai masalah yang diteliti.32

Data sekunder dan primer yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan skripsi ini,yaitu dengan apa yang diperoleh dari penelitian dilapangan yang kemudian dipelajari secara utuh dan menyeluruh untuk memperoleh jawaban permasalahan dalam skripsi ini.

       31 Ibid. hal. 119.

Gambar

Tabel 1.

Referensi

Dokumen terkait

“Polisi merupakan bagian dari masyarakat dan tidak terpisahkan dari masyarakat, dan sebagian besar waktu Polisi dihabiskan guna tugas yang berorientasi pada pelayanan bukan

Setiap tetes air mata di setiap doa, tetesan keringat disetiap jerih payah kalian sebagai Orang tua ku merupakan hal yang selalu ku ingat dan membuat ku lebih tau diri untuk

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) bahwa Tingkat kesadaran masyarakat umum untuk penegakan hukum sangat kurang karena kebanyakan

Upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi kendala penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang adalah: memberikan akses lebih baik bagi kepolisian ke

Menurut Sutan Remi Syahrani, money laundering adalah serangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram,

Faktor kedua, bentuk uang tersebut harus berubah dana yang berasal dari tindak pidana korupsi hampir dipastikan berupa uang tunai. Uang tunai

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) bahwa Tingkat kesadaran masyarakat umum untuk penegakan hukum sangat kurang karena

“Rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak pidana, dengan maksud