• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Hukum Mengenai Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Hukum Mengenai Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) Chapter III V"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Dalam GBHN 1999 (kondisi umum tentang hukum) dinyatakan bahwa di bidang hukum terjadi perkembangan yang kontroversial, di satu pihak produk materi hukum pembinaan aparatur, sarana dan prasarana hukum menunjukkan peningkatan. Namun di pihak lain tidak diimbangi dengan peningkatan integritas moral dan profesionalisme aparat penegak hukum, kesadaran hukum, mutu pelayanan, serta tidak adanya kepastian dan keadilan hukum, sehingga supremasi hukum belum dapat diwujudkan.47

Tekad untuk memberantas segala bentuk penyelewengan sesuai tuntutan reformasi seperti KKN, serta kejahatan ekonomi keuangan dan penyalahgunaan kekuasaan belum diikuti dengan langkah-langkah nyata dan kesungguhan pemerintah serta aparat penegak hukum dalam menerapkan dan menegakkan hukum.

Berdasarkan gambaran tentang kondisi umum pada GBHN 1999 di atas maka Chairuman Harahap mengidientifikasikan beberapa kelemahan dan hambatan dalam rangka penegakan hukum menurut antara lain:48

1. Belum sempurnanya perangkat hukum;

2. Masih rendahnya integritas moral aparat penegak hukum; 3. Penegakan hukum yang kurang professional;

      

47 Chairuman Harahap, Merajut Kolektivitas Melalui Penegakan Supremasi Hukum, Bandung: Cita Pustaka Media, 2003, hal. 32

(2)

61   

4. Masih rendahnya penghasilan aparat penegak hukum; 5. Masih rendahnya tingkat kesadaran hukum;

6. Kurangnya sarana dan Prasarana;

7. Terjadinya campur tangan pemerintah dalam proses peradilan.

Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun dalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian law enforcement begitu populer. Selain itu, ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan hakim. Perlu dicatat, bahwa pendapat-pendapat yang agak sempit tersebut mempunyai kelemahan-kelemahan, apabila pelaksanaan perundang-undangan atau keputusan-keputusan hakim tersebut malahan mengganggu kedamaian di dalam pergaulan hidup.49

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapatlah ditarik kesimpulan sementara, bahwa masalah penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut:50

1. Faktor hukumnya sendiri; 2. Faktor Penegak hukum; 3. Faktor sarana dan fasilitas; 4. Faktor masyarakat;

5. Faktor kebudayaan.       

49 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005, hal. 7-8.

(3)

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektifitas penegakan hukum.51

Polisi dalam menjalankan tugasnya adalah untuk menjaga kepentingan masyarakat, berbangsa dan bernegara demi terjaminnya keamanan dan ketertiban dan tertegaknya hukum mengenai tindak pidana penucucian uang di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) juga harus menghadapi beberapa kendala yang dapat mengambat pelaksanaan penegakan hukum.

Faktor-faktor Penghambat Kepolisian dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencucian Uang antara lain :

3. Faktor internal meliputi Faktor kuantitas penegak hukum, penegakan

hukum yang kurang professional.

4. Faktor eksternal meliputi Faktor hukumnya sendiri termasuk di dalamnya belum sempurnanya perangkat hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat termasuk di dalamnya masih rendahnya tingkat kesadaran hukum, dan faktor kebudayaan. masih rendahnya penghasilan aparat penegak hukum.

A. Faktor Internal

1. Faktor Penegak Hukum

Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi masyrakat.Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari

(4)

63   

golongan sasaran, disamping mampu membawakan atau menjalankan peranan yang dapat diterima oleh mereka.Kecuali dari itu, maka golongan panutan harus dapat memanfaatkan unsur-unsur pola tradisonal tertentu, sehingga menggairahkan partisipasi dari golongan sasaran atau masyrakat.52

Halangan-halangan yang mungkin dijumpai pada penerapan peranan yang seharusnya dari golongan panutan atau penegak hukum , mungkin berasal dari dirinya sendiri atau dari lingkungan. Halangan-halangan yang memerlukan penanggulangan tersebut adalah:53

1) Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak

lain dengan siapa dia berinteraksi;

2) Tingkat aspirasi yang relative belum tinggi;

3) Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga

sulit sekali untuk membuat suatu proyeksi;

4) Belum adanya kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan materiel;

5) Kurangnya daya inovatis yang sebenarnya merupakan pasangan konservatisme.

Dalam proses penegakan hukum profesionalisme dalam arti kecakapan dan keterampilan serta kemampuan intelektual dalam bidang tugasnya, sangat diperlukan bagi setiap aparat penegak hukum, agar ia mampu melaksanakan tugasnya dengan cepat, tepat, tuntas, dan memenuhi rasa keadilan masyarakat.54

       52 Ibid, hal. 34.

53Ibid, hal. 35.

(5)

Berdasarkan wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) bahwa tindak pidana pencucian uang tidak hanya ditangani oleh Penyidik Kepolisian saja, namun dapat ditangani oleh Penyidik disatuan manapun yang telah menemukan pidana awalnya. Jadi pencucian uang bukan hanya ditreskrimsus saja yang tangani, bisa saja ditreksrimum yang tangani apabila menangani atau menemukan pidana awal diduga telah terjadi transaksi yang mencurigakan dan patut untuk ditindak lanjuti dan dikoordinasikan kepada PPATK.55

Berhubung hukum karena di kepolisian pada semua Sub Direktorat dapat menanganinya tindak pidana pencucian uang. Mengingat tindak pidana pencucian uang relatif baru di masyarakat, maka tentu saja penanganan tindak pidana pencucian uang membutuhkan kecakapan dan keterampilan serta kemampuan intelektual dalam bidang tugasnya, sangat diperlukan bagi setiap aparat penegak.

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Jhonson bahwa dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang sebenarnya membutuhkan kejuruan khusus mengenai tindak pidana pencucian uang yang harus dimiliki oleh kepolisian mengingat tindak pidana asal (predicate crime) dapat ditangani oleh Penyidik disatuan manapun yang telah menemukan pidana asalnya, namun tidak semua kepolisian memiliki pembelajaran tindak pidana pencucian uang. 56

Dalam kenyataan harus diakui bahwa masih ada aparat penegak hukum seperti penyidik yang kurang profesional sehingga penanganan kasus yang sering

      

55Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari 2016.

(6)

65   

terlambat dan bahkan karena ketidakcermatan dalam penangan kasus dapat berakibat kegagalan dalam penuntutan di pengadilan. 57

B. Faktor Eksternal

1. Faktor hukum

Gangguan terhadap penegakan hukum yang berasal dari undang-undang disebabkan karena;58

1) Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang;

2) Belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk

menerapkan undang-undang;

3) Ketidakjelasan arti kata-kata di dalam undang-undang yang

mengakibatkan kesimpang-siuran di dalam penafsiran serta penerapannya; Dengan lahirnya Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, akan memberikan landasan hukum yang kuat bagi usaha mencegah dan memberantas terjadinya tindak pidana pencucian uang menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum, serta penelusuran dan pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana. Indonesia telah melakukan kriminalisasi terhadap pencucian uang sejak awal tahun 2002 dengan diundangkannya Undang Undang No.15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang , dan kemudian pada Oktober 2003 diamandemen dengan Undang Undang No.25 Tahun 2003. Meskipun telah berlaku selama lebih 4 tahun, nampaknya implementasi terhadap ketentuan ini masih jauh dari memuaskan. Sehingga Indonesia mengeluarkan Undang-undang (UU) Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan       

(7)

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang tersebut bisa menjadi alat bantu tambahan atau bahkan alat utama bagi aparat penegak hukum untuk menindak pelaku tindak pidana korupsi yang berupaya mengaburkan harta kekayaan hasil kejahatannya itu. Hanya saja, ternyata masih terdapat sejumlah kelemahan dalam Undang-Undang tersebut.

Perangkat hukum yang tidak jelas, serta terdapatnya kekosongan atau rancu, dapat menjadi hambatan dalam proses penegakan hukum. Sistem hukum harus dapat menampung atau memecahkan permasalahan yang terjadi atau yang timbul dalam praktek penegakan hukum.59

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) bahwa penerapan Undang-Undang masih mempunyai kelemahan yaitu untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang bukan hanya instansi polri saja, namun penyidikan dapat juga dilakukan oleh Kejaksaan misalnya, hal ini malah mempersulit dalam melakukan penyidikan apabila satu kasus yang ditangani dilakukan penyidik kepolisian terlebih dahulu dan ternyata Kejaksaan juga melakukan penyidikan tanpa adanya koordinasi terlebih dahulu terhadap kasus yang sama.60

Dalam wawancara dengan beliau di Poldasu juga mengatakan bahwa dalam kelemahan Undang-Undang No.8 Tahun 2010 dalam penerapannya yaitu masalah pemblokiran dimana dalam Pasal 71 ayat 3 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 ini masa pemblokiran di batasi selama 30 hari, hal ini malah mempersulit Penyidik karena dengan adanya pemblokiran sangat memberatkan dan       

59 Chairuman Harahap, Op.Cit. hal. 32.

(8)

67   

menghambat penyidik mengingat dalam menemuka alat bukti bukanlah hal yang mudah, jadi undang-undang ini perlu direvisi kembali.61

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) Bahwa faktor penghambat kepolisian untuk mengungkap tindak pidana pencucian uang tidak mudah karena menyangkut kerahasiaan bank yang sulit untuk diterobos.Untuk mengetahui identitas maupun rekening tersebut seseorang penyidik memerlukan yang dicurigai tersebut, kecuali pidana pokok atau pidana asal telah diketahui oleh penyidik bahwasanya benar ada tindak pidana pencucian uangnya maka penyidik boleh langsung kepada pihak bank yang bersangkutan.62

Hal senada dikatakan oleh Bapak Syamsuddin bahwa hambatan yang dihadapi oleh kepolisian dalam menangani kasus tindak pidana pencucian uang ketika harus berbenturan dengan kerahasiaan bank dimana apabila sudah mengenai kerahasiaan bank birokrasinya akan sangat panjang, yaitu mulai dari ditreskrimsus lalu Polda setelah itu ke bareskrim atas nama Polri untuk meminta izin ke Bank Indonesia. Selain birokrasinya sulit, hal ini tentu memakan waktu yang panjang.63

Undang-undang memang sudah mengatur ada pengecualian mengenai rahasia bank yang diatur dalam Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang No.10 Tahun 1998, bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah dan simpanannya, kecuali ada izin membuka rahasia bank dari Gubernur Bank Indonesia, atau ada

      

61Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari 2016.

62Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari 2016.

(9)

persetujuan dari nasabah penyimpan namun untuk memudahkan pelacakan terhadap pelaku kejahatan pencucian maka mengenai ketentuan membuka rahasia bank tidak berlaku ketentuan rahasia bank. Namun tetap saja pada saat di praktekkan sangat sulit sekali untuk mengungkapkan kejahatan pencucian uang yang berkaitan dengan kerahaasiaan bank.64

Bapak Jumanto juga menambahkan bahwa apabila Penyidik mendapatkan laporan adanya dugaan pencucian atas rekening tertentu maka untuk mengungkap ini harus berkoordinasi dengan Bank Indonesia untuk membuka rekening tersebut, kecuali pidana pokok atau pidana asal telah diketahui oleh Penyidik maka dapat langsung berkoordinasi dengan pihak Bank yang bersangkutan untuk membuka rekening tersebut, namun karena terbentur Undang-Undang, pihak penyidik seringkali tidak bisa membuka rekening bank.65

Meskipun terkadang sudah diadakan MoU dengan pihak bank, namun terkadang apabila kepala bank misalnya sudah ganti atau kepala kepolisian sudah ganti maka terkadang proses kerjasamanya tidak lagi berlangsung, sehingga hal ini tentu saja jadi penghambat dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang, karena itu dibutuhkannya Undang-Undang yang jelas untuk mengatur tentang ini, karena Undang-Undang lebih tinggi dari pada MoU.66

Sistem dan peraturan perbankan di Indonesia memberikan celah untuk berkembangnya praktik pencucian uang.Ketentuan yang melindungi kerahasiaan

      

64Hasil wawancara dengan AKP Jhonson MS di Poldasu pada tanggal 15 Maret 2016. 65Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari 2016.

(10)

69   

bank yaitu pada pasal 41 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Perbankan misalnya dijadikan alat perlindungan oleh para pelaku pencucian uang. Peraturan itu juga menyebutkan bahwa untuk pengusutan kasus perbankan, kerahasiaan bank baru bisa dibuka jika ada surat permohonan resmi dari Menteri Keuangan kepada Gubernur Bank Indonesia. Setelah disetujui barulah pimpinan Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.2/19/PBI/2000 mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan serta memperlihatkan bukti-bukti tertulis dan surat-surat mengenai kondisi keuangan nasabah.

2. Faktor Sarana dan Prasarana

Dalam proses penegakan hukum, sarana dan prasarana hukum mutlak diperlukan untuk memperlancar dan terciptanya kepastian hukum. Sarana dan prasarana hukum yang memadai dimaksudkan untuk mengimbangi kemajuan teknologi dan globalisasi, yang telah mempengaruhi tingkat kecanggihan kriminalitas, seperti kejahatan pembobolan bank, dengan menggunakan teknologi computer, kejahatan pemalsuan uang dengan menggunakan peralatan canggih, dan lain sebagainya.Demikian juga kejahatan pencucian uang.Semua jenis kejahatan di atas dapat dikatakan sebagai kejahatan kerah putih (white collar

crime), sehingga penanganannya pun memerlukan dukungan sarana dan prasarana

yang memadai.67

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut

      

(11)

antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, dan seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya. 68

Tabel 2.

Data Inventaris Subdit II Ditreskrimsus Poldasu

NO JENIS INVENTARIS JUMLAH KETERANGAN

1 Senpi Genggam 6 Unit Inventaris Dinas

2 Ranmor 4 2 Unit Inventaris Dinas

3 PC Komputer 10 Unit Inventaris Dinas

4 Laptop 4 Unit Inventaris Dinas

5 Meja Kerja 14 Unit Inventaris Dinas

6 Kursi kerja 21 Unit Inventaris Dinas

7 Lemari File 3 Unit SDA

8 AC 8 Unit Inventaris Dinas

Sumber: Subdit II Ditreskrimsus Poldasu

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara bahwa mengenai sarana dan prasarana dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang mengatakan bahwa sarana dan prasarana yang dimiliki oleh poldasu masih minim69.Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Jumanto Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara bahwa mengenai sarana dan prasarana dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang cukup minim namun masih dapat diatasi. Apalagi tindak pidana pencucian uang biasanya menggunakan teknologi dan informasi yang canggih, maka fasilitas komputer atau laptop tentu sangat dibutuhkan selain itu karena tindak pencucian

      

68 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal 37.

(12)

71   

uang di Poldasu di tangani oleh subdit II maka kemampuan untuk menelusuri transaksi dan akun-akun masih dapat teratasi.70

Hal ini sejalan dengan pendapat Soerjono Soekanto dalam hal peranan sarana dan prasana bahwa penegak hukum sebaiknya menganut jalan pikiran sebagai berikut:71

1) Yang tidak ada- diadakan yang baru betul; 2) Yang rusak atau salah-diperbaiki atau dibetulkan; 3) Yang Kurang-ditambah;

4) Yang macet-dilancarkan;

5) Yang mundur atau merosot- dimajukan atau ditingkatkan. 3. Faktor Masyarakat

Kesadaran hukum masyarakat yang masih rendah dapat menjadi hambatan bagi proses penegakan hukum. Hal ini dapat dilihat dari masih adanya rasa enggan masyarakat untuk menyampaikan laporan atau menjadi saksi atas terjadinya suatu proses penegakan hukum. Memang diakui bahwa hal tersebut di atas tidak semata-mata menggambarkan rendahnya kesadaran hukum masyarakat, karena masih ada faktor lain, seperti belum adanya jaminan perlindungan terhadap saksi.72

Berdasarkan wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) bahwa hal yang menjadi penghambat Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang adalah pada umumnya kesadaran masyarakat umum tentang tindak pidana pencucian uang masih sangat rendah.Hanya sedikit orang yang memahami bahwa pencucian uang merupakan tindak pidana. Sebagian

      

70Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari 2016.

(13)

menganggap tindak pidana pencucian hanya korupsi saja, padahal ada banyak tindak pidana lain yang merupakan tindak pidana asalnya. Terkadang masyarakat tidak peduli atau tidak mau tahu dengan apa yang dilakukan oleh orang lain atau tetangganya mengenai harta kekayaan yang dimiliki oleh tetangga mereka, dari mana diperoleh harta kekayaan tersebut , kelihatan tidak bekerja sehari-hari tetapi kekayaan sangat melimpah namun karena sikap apatis tentang apa yang dilakukan oleh tetangganya menyebabkan sulit untuk memberantas tindak pidana pencucian uang.73

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) bahwa Tingkat kesadaran masyarakat umum untuk penegakan hukum sangat kurang karena kebanyakan masyarakat berpikirian masih takut, enggan atau malas berurusan dengan hukum, hal ini semakin mempersulit Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang karena Polri tidak dapat bekerja sendiri untuk melakukan pengungkapan “rekening gendut” yang diduga rekening mencurigakan dari setiap warga Negara. Tentu Polri butuh informasi keterangan dari masyarakat maupun instansi terkait yang berwenang untuk dapat memberi penjelasan tentang orang/nomor rekening/ harta benda milik seseorang yang dicurigai maka masyarakat sangat dibutuhkan untuk memberi informasi maupun keterangannya untuk diambil menjadi saksi.74

Berdasarkan wawancara dengan beliau juga menambahkan bahwa masyarakat pada umumnya tidak akan mau berurusan dengan kepolisian dalam

      

73Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari 2016.

(14)

73   

hal ini untuk melaporkan atau mengungkap adanya dugaan tindak pidana pencucian uang misalnya tentang tetangga yang memiliki harta kekayaan tetapi pekerjaan tetangganya tidak jelas karena nanti masyarakat tersebut jadi pelapor tentu saja masyarakat itu akan dipanggil sebagai Saksi, padahal apabila sudah menjadi saksi bisa dipanggil tiga kali sampai empat kali. Masyarakat tidak mau lah menghabiskan waktu untuk dipanggil terus sebagai saksi waktu dan tenaga habis, mungkin apabila Negara mengongkosi biaya sebagai Saksi mungkin akan lebih mudah.75

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Syamsuddin mengatakan bahwa pemahaman masyarakat mengenai pencucian uang tergantung masyarakatnya, apabila masyarakat yang dimaksud adalah pelaku tindak pidana pencucian uang, mereka sebenarnya “masyarakat elit” maka masyarakat tersebut paham dengan pencucian uang sehingga kalau masyarakat seperti itu melakukan perbuatan pencucian uang maka tingkat kesulitan untuk pembuktian pun semakin sangat-sangat sulit, karena pada umumnya mereka lebih pintar dengan menggunakan berbagai macam modus yang selalu berubah mengikuti perkembangan teknologi dan informasi, namun apabila pemahaman dengan masyarakat awam maka kebanyakan masyarakat tidak terlalu mengetahui apa itu pencucian uang, pemahaman tentang pencucian uang masih sangat minim, kalau pun mereka mengetahui tentang pencucian uang kebanyakan masyarakat pasti hanya berpikir kalau pencucian uang itu berasal dari korupsi padahal kalau berdasarkan

undang-      

(15)

undang tindak pidana asalnya bukan korupsi saja, ada banyak tindak pidana asalnya seperti dari perjudian, penipuan, prostitusi dan lain-lain.76

Jika kesadaran hukum masyarakat tinggi, maka disatu pihak diharapkan akan timbul kepatuhan masyarakat terhadap hukum dan di lain pihak akan ada peran serta masyarakat untuk membantu aparat penegak hukum dalam menegakkan hukum.77 Peran masyarakat sebagai subyek pencegahan dalam komunitas sangat penting karena diharapkan masyarakat mampu mengidentifikasi, mencegah, memberantas dan melakukan penjangkauan terhadap tindak pidana pencucian uang

4. Faktor Kebudayaan

Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Faktor kebudayaan yang sebenarnya bersatu padu dengan faktor masyarakat sengaja dibedakan, karena di dalam pembahasannya diketengahkan masalah spiritual atau non materiel.Sebagai suatu sistem (atau subsistem dari sistem kemasyarakatan).78

Mengenai faktor kebudayan hal ini berkaitan dengan perkembangan teknologi dan informasi yang mengubah gaya hidup masyarakat. Maraknya pencucian uang sangat dipengaruhi perkembangan teknologi informasi, terutama kemunculan internet yang menghilangkan batas-batas Negara. Dengan internet, dunia menjadi satu kesatuan tanpa batas. Akibatnya, kejahatan-kejahatan

      

76Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Syamsuddin di Poldasu pada tanggal 15 Maret 2016.

(16)

75   

terorganisasi (organized crime) oleh organisasi-organisasi kejahatan (criminal

organizations) menjadi mudah dilakukan dan bersifat transnasional.79

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara mengatakan Sistem komunikasi dan jaringan sosial media yang bebas membuat masyarakat mudah untuk membuka akun ataupun website baru. Bahkan satu orang bisa memiliki lebih dari lima nomor rekening, selain itu yang menjadi penghambat kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang ini karena begitu banyaknya identitas palsu seperti KTP dimana satu orang bisa memiliki banyak KTP dan tempat tinggal yang berbeda. Jadi pada saat ditangani dan kepolisian ingin melakukan penangkapan sesuai dengan alamat yang tertera ternyata pelaku tidak ada di alamat tersebut.80

Dalam wawancara beliau juga mengatakan bahwa setelah didatangi ke alamat sesuai KTP tidak dapat ditemui, pihak Kepolisian menanyakan kepada masyarakat di situ atau kepada Kepala Desa/Lurah tentang keberadaan orang tersebut, juga nanti mereka akan menjawab tidak tahu atau tidak mengenal orang tersebut. Kembali lagi menjadi hambatan dimana masyarakat tidak mau atau malas berurusan dengan kepolisian dengan alasan klasik seperti mengatakan “kami gak mengenal dia, saya pun kerjanya bertani pulang malam langsung ke

rumah jadi mana ku kenal dia” atau masih banyak alasan lain asal tidak berurusan

dengan kepolisian. Hal ini bermula karena pembuatan KTP yang tidak tertib.81

       79 Philips Darwin, Op.Cit. hal. 22.

80Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari 2016.

(17)

Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan Bapak Syamsuddin yang mengatakan bahwa terkadang di dalam kerahasiaan bank terdapat rekening anonim atau rekening dengan nomor dan nama palsu, jadi pemilik rekening menandatangi perjanjian yang dibuat oleh oleh pihak Bank dan menyetujui syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh kedua pihak, kemudian mendapat nomor dan nama samaran, terkadang bank tetap membuka rekening tanpa menerapkan asas

Know Your Costumer.82

 

      

(18)

BAB IV

PERAN KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK

PIDANA PENCUCIAN UANG

A. Tugas Kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pencucian

uang

Tugas polisi menurut Van Vollenhoven dalam bukunya staatsrecht Overzee, halaman 270 yang dirumuskan oleh R. Wahjudi B. Wiriodiharjo sebagai berikut:83

1. Mengawasi secara pasif terhadap pelaksanaan kewajiban-kewajiban publik warga Negara;

2. Menyidik secara aktif terhadap tidak dilaksanakannya kewajiban-kewajiban publik para warga Negara;

3. Memaksa warga Negara dengan bantuan peradilan agar kewajiban-kewajiban publiknya dilaksanakan;

4. Melakukan paksaan wajar kepada warga Negara agar melaksanakan kewajiban-kewajiban publiknya, tanpa bantuan peradilan;

5. Mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang telah dilakukan atau tidak dilakukannya.

Tugas pokok Kepolisian sebenarnya sebenarnya paling besar terletak di luar kebijakan hukum pidana (non penal) dimana tugas Polisi lebih ke aspek pelayanan dan pengabdian dibandingkan tugas sebagai Penegak hukum dalam bidang peradilan hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia:

“Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. menegakkan hukum; dan

c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.”

      

(19)

Mengenai tugas pokok Kepolisian yang lebih berorientasi pada pelayanan masyarakat dibandingkan tugas penegakan hukum sejalan dengan salah satu laporan Kongres PBB Ke V tentang The Prevention of Crime the Treatment of

Offenders, khususnya dalam laporan agenda masalah mengenai “The Emerging

Roles of the Police and Other Law Enforcement Agencies”, yakni:

“The Police were a part of and not separate from the community and that

the majority of policeman’s time was spent on “service oriented” task rather than on law enforcement duties”

Terjemahan bebas:

“Polisi merupakan bagian dari masyarakat dan tidak terpisahkan dari masyarakat, dan sebagian besar waktu Polisi dihabiskan guna tugas yang berorientasi pada pelayanan bukan pada tugass-tugas penegakan hukum.” Adapun wujud dari upaya Penal (represif) dan upaya non-penal (preventif) yang dapat dilakukan Kepolisian untuk menanggulangi tindak pidana pencucian uang, dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai aparat Negara yang memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut:

a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

(20)

79   

g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

h. menyelenggarakan identifikasi Kepolisian, kedokteran Kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi Kepolisian untuk kepentingan tugas Kepolisian;

i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas Kepolisian; serta

l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kepolisian merupakan bagian dari sistem peradilan pidana yang pada dasarnya merupakan sistem penegakan hukum pidana yang bertujuan untuk menanggulangi kejahatan. Kedua sistem hukum tersebut merupakan bagian dari kebijakan hukum pidana, yang bertujuan menanggulangi kejahatan dan merupakan implementasi dari kebijakan kriminal dengan menggunakan Sistem Peradilan Pidana, yaitu:84

1. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan;

2. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi, sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana;

3. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak

mengulangi lagi kejahatannya.

Dalam pasal 1 KUHAP, pada ayat 1 dan 4, menyatakan bahwa kedudukan Kepolisian dalam sistem peradilan pidana adalah penyelidik dan penyidik. Pada Pasal 1 ayat 4 KUHAP dinyatakan bahwa Penyelidik adalah pejabat polisi negara       

(21)

Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. Pengertian penyelidikan dalam pasal ini adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam KUHAP.

Penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama permulaan penyidikan. Penyelidikan bukan tindakan berdiri sendiri yang terpisah dari fungsi penyidikan penyelidikan merupakan bagian tidak terpisahkan dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan sub dari fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, pemeriksaan dan penyerahan berkas perkara kepada Penuntut Umum (PU).85

Menurut Pasal 1 angka (1) KUHAP dinyatakan bahwa Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Penyidikan yang dimaksud dalam Pasal 1 angka (2) KUHAP adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Terhadap suatu peristiwa yang telah dinyatakan sebagai suatu tindak pidana oleh Penyelidik, maka tahap selanjutnya adalah melakukan Penyidikan

      

(22)

81   

untuk mencari tahu siapa pelaku tindak pidana tersebut. Berdasarkan Pasal 7 KUHAP, Penyidik mempunyai wewenang diantaranya adalah:86

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; 2. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri

tersangka;

3. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; 4. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

5. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

6. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

7. Menandatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

8. Mengadakan penghentian penyidikan;

9. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Adapun wujud dari upaya Penal (represif) dan upaya non-penal (preventif) yang dapat dilakukan Kepolisian untuk menanggulangi tindak pidana pencucian uang, dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai aparat Negara yang memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut:

a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap Kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

      

(23)

g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

h. menyelenggarakan identifikasi Kepolisian, kedokteran Kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi Kepolisian untuk kepentingan tugas Kepolisian;

i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas Kepolisian; serta

l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jadi, untuk mencari jalan keluar dalam rangka mencegah dan menanggulangi tindak pidana pencucian uang oleh Kepolisian terdapat upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain:

d. Upaya Pre-entif e. Upaya Preventif f. Upaya Represif

1. Upaya Pre-entif

Meskipun hukum pidana digunakan sebagai ultimatum remedium atau alat terakhir apabila bidang hukum lain tidak dapat mengatasinya, tetapi harus disadari bahwa hukum yang lain tidak dapat mengatasinya, tetapi harus disadari bahwa hukum pidana memiliki keterbatasan kemampuan dalam menanggulangi kejahatan. Keterbatasan-keterbatasan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Barda Nawawi Arief adalah sebagai berikut:87

      

(24)

83   

1. Sebab-sebab kejahatan yang demikian kompleks berada di luar jangkauan hukum pidana;

2. Hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (sub sistem) dari sarana kontrol sosial yang tidak mungkin mengatasi masalah kejahatan sebagai masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks (sebagai masalah sosio-psikologi, sosio-politik, sosio-ekonomi, sosio-kultural, dan sebagainya);

3. Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya merupakan “kurieren am symptom”, oleh karena itu hukum pidana hanya merupakan “pengobatan simptomatik” dan bukan “pengobatan kausatif”; 4. Sanksi hukum pidana merupakan “remedium” yang mengandung unsur

kontradiktif/paradoksal dan mengandung unsur-unsur serta efek sampingan yang negatif;

5. Sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan individual/personal, tidak bersifat structural/fungsional.

6. Keterbatasan jenis sanksi pidana dan sistem perumusan sanksi pidana yang bersifat kaku dan imperatif ;

7. Bekerjanya/berfungsinya hukum pidana memerlukan sarana pendukung yang lebih bervariasi dan lebih menuntut “biaya tinggi”.

Keterbatasan hukum pidana inilah yang tampaknya dialami oleh Polri yang menggunakan hukum pidana sebagai landasan kerjanya. Sebab kejahatan yang kompleks ini terlambat diantisipasi oleh Polri sehingga ketika terjadi kasus yang berdimensi baru mereka tidak secara tanggap menanganinya. Untuk itu, pencegahan kejahatan tidak melulu harus mengunakan hukum pidana.88Agar penanggulangan tindak pidana pencucian uang ini dapat dilakukan secara menyeluruh maka tidak hanya pendekatan yuridis atau penal yang dilakukan, tetapi dapat juga dilakukan dengan pendekatan non-penal.

Berbicara penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh Kepolisian salah satunya dengan cara pre-entif, maka berbicara tentang upaya yang dilakukan oleh Kepolisian dengan cara pembinaan masyarakat. 89 Upaya Pre-Entif disini adalah

      

88 Agus Raharjo, Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002, hal.246.

(25)

upaya-upaya awal yang dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-entif adalah menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran atau kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi dalam usaha pre-entif faktor niat menjadi hilang meskipun ada kesempatan.90

Upaya pre-entif kepolisian yaitu membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menunjang terselenggaranya keamanan dan ketertiban masyarakat, dapat dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan:91

a. Memberikan penerangan dan penyuluhan tentang pentingnya keamanan

dan ketertiban masyarakat bagi kelancaran jalannya pembangunan nasional;

b. Memberikan penerangan dan penyuluhan tentang sistem keamanan.

Penegak hukum selaku alat Negara berkewajiban memelihara dan meningkatkan tertib hukum yang dapat dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan:92

a. Menjaga tegaknya hukum yaitu agar tidak terjadi pelanggaran hukum; b. Memberikan bimbingan kepada masyarakat agar terwujud kesadaran

hukum dan kepatuhan hukum masyarakat (law abiding citizen).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) mengatakan bahwa upaya pre-entif yang dilakukan oleh Poldasu dalam

      

90http://digilib.unila.ac.id/6264/13/BAB%20I.pdf diakses pada 29 Februari 2016

91 M. Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian), Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1991, hal. 75.

(26)

85   

menanggulangi tindak pidana pencucian uang yaitu Penyidik Poldasu melalui penyuluhan atau pembinaan dengan membuat himbauan untuk setiap masyarakat agar memberikan informasi kepada pihak polri. Himbauan tersebut disampaikan secara langsung melalui media massa, media cetak maupun televisi.93

Hal senada disampaikan Bapak Jhonson M.S bahwa upaya pre-entif yang dilakukan oleh kepolisian dalam melakukan pencegahan terhadap tindak pidana pencucian uang yaitu mensosisialisasikan tentang tindak pidana pencucian uang kepada masyarakat, mengajak peran serta masyarakat dan lembaga terkait untuk saling memberikan informasi tentang terjadinya tindak pidana pencucian uang, dan membina kesadaran hukum masyarakat.94

Wawancara dengan bapak Syamsuddin menambahkan bahwa pada umumnya upaya pre-entif yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara adalah yaitu melakukan pencegahan secara dini terhadap tindak pidana asal atau

predicate crimenya terlebih dahulu karena pencucian uang tidak akan ada apabila

tindak pidana asal dapat dicegah secara dini. Pencegahan secara dini itu biasanya dapat dilakukan melalui pendidikan berkarakter dengan menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai moral Pancasila dan juga pendidikan mengenai pencucian uang baik di lingkungan masyarakat melalui penyuluhan hukum yang pada intinya adalah agar masyarakat tahu hukum, paham hukum, sadar hukum, untuk kemudian patuh pada hukum tanpa paksaan, tetapi menjadikannya sebagai suatu kebutuhan. Pemahaman seseorang tentang hukum

      

93 Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari 2016.

(27)

beranekaragam dan sangat tergantung pada apa yang diketahui dari pengalaman yang dialaminya tentang hukum. 95

Penyuluhan atau pembinaan yang dilakukan oleh Kepolsiain Daerah Sumatera Utara (Poldasu) kepada setiap masyarakat sangat diperlukan karena kesadaran hukum pada dasarnya ada pada diri setiap manusia karena seperti ada asas hukum yang berbunyi "setiap orang dianggap tahu akan undang-undang"

dan "ketidak-tahuan akan undang-undang tidak merupakan alasan pema’af". Jadi

dengan adanya penyuluhan atau pembinaan selain untuk menambah pengetahuan masyarakat tentang tindak pidana pencucian uang maka dengan adanya kesadaran hukum maka muncul ketaatan hukum. Kesadaran hukum yang baik adalah ketaatan hukum, dan ketidak sadaran hukum yang baik adalah ketidak taatan. Pernyataan ketaatan hukum harus disandingkan sebagai sebab dan akibat dari kesadaran dan ketaatan hukum.

Di Kepolisian tindakan pembinaan ini dilakukan dengan menerjunkan Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (selanjutnya disebut dengan Babinkamtibmas) di setiap kelurahan di kabupaten/kota yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah person kepolisian.96 Tahap ini merupakan suatu upaya oleh Kepolisian untuk mencegah secara dini agar tindak pidana pencucian uang tidak terjadi.

Pendekatan yang dipakai oleh Babinkamtibmas adalah pendekatan persuasif kepada masyarakat dengan tujuan melakukan pencegahan terjadinya

      

95 Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Syamsuddin di Poldasu pada tanggal 15 Maret 2016.

(28)

87   

kejahatan di tengah-tengah masyarakat. Adapun tugas pokok dari Babinkamtibmas ini adalah:97

1. Membina kesadaran hukum masyarakat desa/kelurahan;

2. Membina kesadaran keamanan dan ketertiban masyarakat desa/kelurahan; 3. Membina partisipasi masyarakat dalam rangka pembinaan kamtibmas

secara swakarsa di desa/kelurahan; 4. Mengumpulkan bahan keterangan;

5. Mengamankan kegiatan-kegiatan masyarakat; 6. Menerima laporan dan pengaduan masyarakat;

7. Memberikan bantuan pengawalan, pencarian, dan pertolongan kepada

masyarakat;

8. Membina tata tertib lalu lintas;

9. Penanganan tingkat pertama kejahatan, pelanggaran atau kecelakaan di TKP.

10. Melaksanakan tugas-tugas di bidang pembangunan dan kegiatan kemasyarakatan berdasarakan permintaan instansi yang berwenang dan masyarakat setempat.

Dalam wawancara dengan Bapak Jumanto di Poldasu mengatakan bahwa upaya pre-entif melalui himbauan atau penyuluhan kepada masyarakat yang dilakukan oleh Poldasu sangat penting sekali dimana Polri tidak dapat bekerja sendiri untuk melakukan pengungkapan rekening gendut yang diduga rekening mencurigakan dari setiap warga Negara. Tentu Polri butuh informasi keterangan

(29)

dari masyarakat maupun instansi terkait yang berwenang untuk dapat memberi penjelasan tentang orang/nomor rekening/ harta benda milik seseorang yang dicurigai adanya dugaan tindak pidana pencucian uang.98

Upaya-upaya kepolisian untuk mencegah dan mengendalikan kejahatan kembali kepada masyarakat itu sendiri dan pihak polisi tidak lagi memandang masyarakat sebagai pihak yang bersifat pasif dan memiliki sumber informasi yang terbatas, tetapi dipandang sebagai mitra dalam upaya mencegah dan menangani kejahatan.99

2. Upaya Preventif

Berbicara tentang kebijakan non penal (non-penal policy)maka berbicara tentang tindakan-tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan dan sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya kejahatan. Faktor-faktor itu antara lain berpusat pada masalah-masalah sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menyebabkan kejahatan.100

Preventif diartikan secara luas maka banyak badan atau pihak yang terlibat di dalamnya, ialah pembentuk Undang-Undang, Polisi, Kejaksaan, Pengadilan, Pamong-praja dan Aparatur eksekusi pidana serta orang-orang biasa. Proses pemberian pidana di mana badan-badan itu masing-masing mempunyai peranannya dapat dipandang sebagai upaya untuk menjaga agar orang yang bersangkutan serta masyarakat pada umumnya tidak melakukan tindak pidana.       

98 Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari 2016.

99 Mahmud Mulyadi, Kepolisian Dalam Sistem Peradilan Pidana, Medan: USU Press, 2009. hal. 38.

(30)

89   

Namun badan yang langsung mempunyai wewenang dan kewajiban dalam pencegahan ini adalah Kepolisian.101

Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya Pre-Entif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan.102 Upaya preventif pihak Kepolisian termasuk kedalam kebijakan penanggulangan kejahatan melalui pendekatan non penal. Kebijakan penanggulangan kejahatan lewat jalur non penallebih bersifat tindakan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan.Tahap ini merupakan suatu upaya oleh Kepolisian untuk mencegah kejahatan yang sudah terlihat adanya kecenderungan mengarah ke tindak pidana pencucian uang.

Fungsi preventif berbicara mengenai upaya polisi untuk mencegah bertemunya unsur niat (N) dan unsur kesempatan (K) sebagai rumus terjadinya kejahatan (N+K). Usaha ini dilakukan dengan melakukan kegiatan-kegiatan berupa mengatur, menjaga, mengawal, dan patroli serta penggelaran razia-razia.103

Pencegahan terjadinya kejahatan sebenarnya merupakan salah satu tugas yang diamanatkan kepada Polri dalam Pasal 13 Undang-Undang No.2 Tahun 2002, yang menyatakan tugas pokok kepolisian Republik Indonesia adalah:

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. Menegakkan hukum; dan

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

       101 Sudarto , Op.Cit, hal.113.

(31)

Dalam hal upaya preventif polri diarahkan untuk berada pada suatu konsep dimana polri sebagai motor penggerak agar masyarakata ikut berparitisipasi dan peduli terhadap keamanan lingkungannya. Sebagai contoh: Pengadaan program Pengamanan Swakrasa yang diadakan Polda Sumut, mencakup pengamanan di pedesaan dan pemukiman, yaitu yang dikenal dengan siskamling sampai ke sektor modern, perusahaan, pabrik, pertokoan, pasar, perkebunan, pertambangan, kantor instansi pemerintah, lembaga pendidikan dan lain-lain. Hendaknya ditempat-tempat tersebut terdapat Satuan Pengamanan (Satpam) dan di dalam melaksanakan tugasnya, Para Satuan Pengamanan ini merupakan mitra Kepolisian dan juga melalui kontrol dari kepolisian untuk memudahkan tercapainya suatu komunitas yang aman (Community Safety).104

Usaha-usaha penanggulangan tindak pidana pencucian uang secara preventif yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) adalah melakukan pencegahan dengan melakukan diskusi, mengikuti seminar yang bekerja sama dengan instansi OJK, Bank Indonesia, maupun perbankan konvensional serta instansi pemerintah yaitu untuk peningkatan kemampuan aparat instansi dalam penegakan rezim-anti pencucian uang melalui pelatihan seminar.105

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) juga mengatakan bentuk kerja sama yang dilakukan untuk mencegah tindak pidana pencucian uang yaitu dalam pembuatan MoU antar instansi terkait       

104 Awaloeddin Djamin, Polri Pengamanan swakrsa dan community Policing, dalam Bunga Rampai Ilmu Kepolisian, Parsudi Suparlan (Ed), Jkt: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, 2004, hal. 90.

(32)

91   

di dalam negeri (Polri, PPATK, Bank Indonesia, Kejaksaan, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, KPK, Bapepam, dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan)106.

Hasil wawancara dengan Bapak Syamsuddin mengatakan bahwa Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) memiliki program setiap tahunnya dengan melakukan rapat untuk melahirkan nota kesepakatan untuk menjalin sinergitas antara instansi seperti Bank Indonesia, KPK, PPATK, Kejaksaan, dan instansi terkait lainnya.107

Wawancara dengan bapak Jhonson menambahkan bahwa upaya preventif yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) yaitu melakukan moratorium terhadap lalu lintas uang terutama di daerah-daerah pusat serta bisnis masyarakat serta bekerja sama dengan instansi yang mengelola peredaran uang dalam hal ini Bank Indonesia, OJK, BPK, dan lain sebagainya.108

Nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumut Difi A Johansyah dengan Kapolda Sumut Irjen Pol Eko Hadi Sutedjo, pun pernah dilakukan terkait Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA). Alasan diadakannya Mou adalah karena Penegakan hukum di bidang penukaran valuta asing dinilai sangat penting sehingga penanganan terhadap dugaan tindak pidana perlu dilakukan secara intensif. Sebab, bisnis penukaran valuta asing merupakan jenis usaha yang rawan untuk disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab karena       

106 Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari 2016.

107 Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Syamsuddin di Poldasu pada tanggal 15 Maret 2016.

(33)

berbagai bentuk penyalahgunaan tersebut dapat meliputi sarana pencucian uang dan pendanaan teroris, perdagangan narkotik hingga penyelundupan yang disamarkan seolah-olah bersumber dari bisnis tukar menukar valuta asing.109 Hal ini merupakan bentuk pencegahan yang dilakukan oleh Poldasu dengan Bank Indonesia untuk mengoptimalkan pencegahan dan penangaan terjadinya tindak pidana pencucian uang.

Upaya secara pre-entif dan preventif yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara didukung dengan sumberdaya yang optimal adalah upaya untuk mencegah, menghambat dan menghentikan tindakan pelaku kejahatan yang sedang berupaya atau sedang melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum khususnya tentang tindak pidana pencucian uang.

3. Upaya Represif

Tindakan Represif ialah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana. Telah dikemukakan di atas, bahwa tindakan represif sebenarnya juga dapat dipandang sebagai preventif dalam arti luas. Termasuk tindakan represif adalah penyidikan, penyidikan lanjutan, penuntutan dan seterusnya sampai dilaksanakannya.110 Tahap ini diterapkan kepada mereka yang telah melakukan tindak pidana pencucian uang kemudian diproses dan dilanjutkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Peranan Kepolisian dalam penegakan hukum dapat dilihat dalam Sistem Peradilan Pidana, dalam pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Kepolisian Negara menyebutkan bahwa dalam bidang peradilan, Polisi berwenang untuk:

      

109 http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2014/12/16/135728/bi-gandeng-poldasu-awasi-transaksi-valas-di-sumut/ diakses pada 26 Februari 2016

(34)

93   

a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian

perkara untuk kepentingan penyidikan;

c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;

d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

h. mengadakan penghentian penyidikan;

i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;

k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan

l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Ada dua macam badan yang diberi wewenang penyidikan menurut Pasal 6 KUHAP yaitu Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

Dari rumusan tersebut dapat dikemukakan hal-hal penting berkaitan dengan penyelidik dan penyidikan yaitu sebagai berikut:

a. Seluruh Polri, tanpa membedakan pangkat dan jabatan adalah sebagai

penyelidik yaitu mulai dari tamtama sampai dengan perwira tinggi.

b. Tugas pokok penyelidik melakukan penyelidikan yand diberi kewenangan

oleh Undang-Undang.

(35)

Dalam Undang-Undang Pencucian Uang No. 8 tahun 2010 Pasal 74 Penyidikan tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) mengatakan bahwa tindak pidana pencucian uang tidak hanya ditangani oleh Penyidik Kepolisian, namun dapat ditangani oleh Penyidik di satuan manapun yang telah menemukan pidana awalnya. Misalnya kejaksaan, direktorat jenderal bea cukai sedangkan di kepolisian pun semua Sub Direktorat apabila menangani atau menemukan pidana awal diduga telah terjadi transaksi yang mencurigakan dan patut untuk ditindak lanjuti dan dikoordinasikan kepada PPATK.111

Jadi penyidik dalam undang-undang pencucian uang seperti yang terdapat dalam penjelasan Pasal 74 yang meliputi, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementrian Keuangan Republik Indonesia.

Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang apabila menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang saat melakukan penyidikan tindak pidana asal sesuai kewenangannya. Jika penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal, penyidik dapat       

(36)

95   

menggabungkan penyidikan tindak pidana asal dengan penyidikan tindak pidana pencucian uang dan memberitahukannya kepada PPATK hal ini sesuai dengan Pasal 75 Undang-Undang Pencucian Uang.

Pada proses penyidikan apabila kepolisian telah mengetahui adanya peristiwa patut diduga merupakan suatu tindak pidana, maka adanya kewajiban dari kepolisian untuk segera melakukan penyidikan. Dengan demikian apabila telah terjadi suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana, penyidik segera melakukan penyidikan setelah menerima laporan atau pengaduan dari orang ataupun masyarakat yang dirugikan sedangkan penyidik mengetahui terjadinya peristiwa itu. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 106 KUHAP:

“Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan.”

(37)

penyidikan. Setelah dua alat bukti terpenuhi maka penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan membuat Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke JPU dan menyerahkan berkas perkara ke JPU.112

Kepolisian dalam kedudukannya sebagai salah satu komponen instrument anti pencucian uang berdasarkan Laporan hasil analisis PPATK, Kepolisian selaku penyidik mempunyai tugas untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk membuat terang suatu kasus dengan mencari bukti untuk menentukan apakah terdapat indikasi tindak pidana pencucian uang atau tidak.113 Apabila dalam penyidikan diperoleh bukti yang cukup, selanjutnya berkas perkara diteruskan kepada Kejaksaan untuk pembuatan dakwaan atau tuntutan dalam sidang pengadilan.

Perlu ditekankan bahwa polisi tidak selalu harus menunggu laporan investigasi dari PPATK, bisa saja dan sangat mungkin polisi melakukan penyelidikan awal terlebih dahulu atas adanya dugaan pencucian uang. Misalnya, polisi telah mempunyai bukti awal tentang adanya korupsi atau aliran dana illegal

logging misalnya justru polisi berinisiatif meminta bantuan PPATK untuk

rekening tertentu. Seperti yang terjadi sekarang ini begitu banyak kasus korupsi yang terungkap seharusnya polisi yang mengambil inisiatif menelusuri aliran dana terlebih dahulu dan tidak perlu menunggu dari PPATK.114

Dalam rangka penegakan hukum sesuai Sistem Peradilan Pidana Terpadu, Polri bertugas melakukan penyidikan tindak pidana yang dilaksanakan oleh       

112 Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari 2016.

113 Yunus Husein, pemberantasan tindak pidana korupsi melalui pelaksanaan tindak pidana pencucian uang

(38)

97   

Penyidik/Penyidik Pembantu pada Fungsi Reserse Kriminal Polri maupun fungsi Operasional Polri lainnya yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan serta melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap PPNS.

Penyidikan tindak pidana dilakukan dalam 3 (tiga) tahapan kegiatan, yaitu:

1. Penyelidikan,

2. Penindakan dan pemeriksaan, dan

3. Penyelesaian dan penyerahan berkas perkara.

3.1. Tindakan Penyelidik

Di dalam Pasal 104 KUHAP menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik, wajib menunjukkan tanda pengenalnya. Adapun beberapa tindakan penyelidik diatur dalam Pasal 102 KUHAP yaitu:

1) Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan;

2) Dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik, penyelidik wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelidikan sebagaimana tersebut pada Pasal 5 ayat (1) huruf b; 3) Terhadap tindakan yang dilakukan tersebut pada ayat (1) dan ayat (2)

penyelidik wajib membuat berita acara dan melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum.

Mengenai Laporan atau Aduan Terjadinya Tindak Pidana diatur dalam Pasal 103 KUHAP yaitu:

1) Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu;

2) Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh

(39)

3) Dalam hal pelapor atau pengadu tidak dapat menulis, hal itu harus disebutkan sebagai catatan dalam laporan atau pengaduan tersebut.

Alat bukti yang sah dalam pembuktian tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam Pasal 73 UU 8/2010 jo Pasal 184 (1) KUHAP) ialah:

a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana meliputi, 1) keterangan saksi;

2) keterangan ahli; 3) surat;

4) petunjuk;

5) keterangan terdakwa; dan/atau

b. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang serupa optik dan Dokumen.

Dokumen dalam Pasal 1 angka 16 UU 8/2010 adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas atau benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:

a. Tulisan, suara, atau gambar;

b. Peta, rancangan, foto, atau sejenisnya;

(40)

99   

Guna mendapat kebenaran bahwa telah terjadi tindak pidana, penyelidik dapat meminta keterangan kepada seseorang. Keterangan adalah apa yang didengar, dilihat dan dialami sendiri oleh pemberi keterangan. Permintaan keterangan dilakukan ditempat dan dalam waktu yang disepakati kedua pihak. Pemberian maupun penolakan pemberian keterangan didokumentasikan dalam bentuk berita acara. Pemberian keterangan dapat disertai dengan penyerahan alat bukti, dokumen, barang atau hasil kejahatan yang terkait dengan isi keterangan. Tindakan lain yang dapat dilakukan penyelidik misalnya penelusuran aset, baik yang dilakukan sendiri atau dengan meminta bantuan PPATK, BPK, BPKP, Pihak Pelapor dan lain-lain.

Hasil penyelidikan berbentuk laporan yang diberikan kepada pimpinan yang berisi:

2) Berita acara permintaan keterangan; 3) Dokumen dan bukti lain;

4) Kesimpulan penyelidik antara lain:

a) Sudah ditemukan bukti permulaan yang cukup sehingga dapat ditingkatkan ke tindakan penyidikan, atau

b) Belum diperoleh bukti permulaan yang cukup sehingga perlu dilakukan pendalaman dengan menambah waktu penyelidikan,atau c) Laporan dimaksud tidak mengandung indikasi tindak pidana

(41)

menentukan dapat atau tidaknya pemeriksaan ditingkatkan ke penyidikan. Ketika terjadi suatu peristiwa yang kemudian setelah diadakan tindakan penyelidikan ditemukan uraian perbuatan/tindakan seseorang memenuhi rumusan unsur-unsur pasal tindak pidana dan dapat ditemukan bukti permulaan yang cukup, maka telah terjadi tindak pidana dan dapat ditingkatkan ke penyidikan.

3.2. Dimulainya Penyidikan

Dalam hal terjadi suatu tindak pidana dan terpenuhi bukti permulaan yang cukup serta dapat ditingkatkan ke Penyidikan, Instansi penyidik menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk menunjuk personel Penyidik. Bila ditemukan TPPU berbarengan dengan Tindak Pidana Asal, penyidikan digabung dalam satu Sprindik.

Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum sebagaimana tercantum dalam Pasal 109 (1) KUHAP.

Sprindik di beritahukan melalui Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan paling lambat 3 hari sejak diterbitkan dan 7 hari untuk daerah terpencil,115 dan SPDP disampaikan juga kepada PPATK.

3.3. Penundaan Transaksi

Penyidik, penuntut umum, atau hakim yang berwenang memerintahkan kepada pihak pelapor untuk melakukan penundaan transaksi terhadap harta

      

(42)

101   

kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat 1 UU No.8 Tahun 2010.

Perintah penyidik , penuntut umum, atau hakim harus dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas mengenai hal-hal sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 yaitu:

a. nama dan jabatan yang meminta penundaan transaksi;

b. Identitas setiap orang yang transaksinya akan dilakukan penundaan; c. Alasan penundaan transaksi;

d. Tempat harta kekayaan berada.

Penundaan transaksi dilakukan paling lama lima hari kerja. Pihak pelapor wajib melaksanakan penundaan transkasi sesaat setelah menerima surat perintah/permintaan penundaan transaksi diterima dari Penyidik, penuntut umum, atau hakim.

Pihak pelapor wajib menyerahkan berita acara pelaksanaan penundaan transaksi kepada Penyidik, penuntut umum, atau hakim yang meminta penundaan transaksi paling lama satu hari kerja sejak tanggal penerimaan penundaan transaksi.

3.4. Pemblokiran

Pemblokiran adalah upaya paksa agar uang yang ada pada rekening di bank tidak dipindahkan atau ada mutasi, sedangkan uangnya berada di bank.116 Dalam Pasal 70 ayat 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 menyebutkan Penyidik, penuntut umum, atau hakim yang berwenang memerintahkan pihak

(43)

pelapor untuk melakukan pemblokiran harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dari:

a. Setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik; b. Tersangka; dan

c. Terdakwa

Dalam Pasal 71 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 menyebutkan Perintah penyidik, penuntut umum, atau hakim harus dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas mengenai hal-hal sebagai berikut:

a. Nama dan jabatan penyidik, penuntut umum, atau hakim;

b. Identitas setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada Penyidik, tersangka, atau terdakwa;

c. Alasan pemblokiran;

d. Tindak pidana yang disangkakan atau didakwakan; e. Tempat harta kekayaan berada

Pemblokiran harta kekayaan tersebut dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. Apabila jangka waktu pemblokiran berakhir pihak pelapor wajib mengakhiri pemblokiran demi hukum. Pihak pelapor wajib melaksanakan pemblokiran sesaat setelah menerima surat perintah pemblokiran dari penyidik, penuntut umum, atau hakim paling lama satu hari kerja sejak tanggal pelaksanaan pemblokiran. Harta kekayaan yang diblokir harus tetap berada di pihak pelapor yang bersangkutan hal ini sesuai dengan Pasal 71 ayat 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010.

3.5.Penyitaan

(44)

103   

bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan (Pasal 1 angka 16 KUHAP).

Dalam hal penyitaan uang di bank merupakan upaya paksa sementara untuk mengambil alih penguasaan atau sejumlah uang atau dana yang ada pada suatu rekening di bank. Berdasarkan ketentuan yang ada, dalam hal terjadi penyitaan uang, uang yang disita harus dititipkan pada bank yang memelihara rekening dimaksud.117

a. Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua

pengadilan negeri setempat;

b. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus

segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya. (Pasal 38 KUHAP)

Pejabat yang berwenang melakukan penyitaan adalah118: a) Penyidik.

b) Penyidik Pembantu.

c) Penyelidik atas perintah Penyidik melakukan penyitaan surat

       117Ibid.

(45)

Benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah:

a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian

diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;

b. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan

tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;

c. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan

tindak pidana;

d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak

pidana;

e. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana

yang dilakukan.

Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1). (Pasal 39 KUHAP)

Sasaran penyitaan119:

a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;

b. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan

tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;

      

(46)

105   

c. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;

d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak

pidana;

e. benda lain yang mempunyai hubungan lansung dengan tindak pidana

yang dilakukan.

f. Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena

pailit sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud butir (1) sampai dengan (5) tersebut di atas.

g. Surat, buku atau kitab, daftar dan sebagainya yang diduga kuat dapat

diperoleh keterangan tentang sesuatu tindak pidana.

Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti. (Pasal 40 KUHAP).

(47)

Penyidik berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan; Pasal 42 (1) KUHAP)

a. Yang berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penyitaan adalah Penyidik

dan Penyidik Pembantu.

b. Dalam hal Kepala Kesatuan atau Pejabat Struktural melakukan penyitaan

maka Surat Perintah Penyitaan tersebut ditanda tangani yang bersangkutan selaku Penyidik.120

Surat atau tulisan lain hanya dapat diperintahkan untuk diserahkan kepada penyidik jika surat atau tulisan itu berasal dari tersangka atau terdakwa atau ditujukan kepadanya atau kepunyaannya atau diperuntukkan baginya atau jikalau benda tersebut merupakan alat untuk melakukan tindak pidana. (Pasal 42 (2) KUHAP)

Penyitaan surat atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakannya, sepanjang tidak menyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka atau atas izin khusus ketua pengadilan negeri setempat kecuali undang-undang menentukan lain. (Pasal 43 KUHAP)

Dalam hal penyidik melakukan penyitaan, terlebih dahulu ia menunjukkan tanda pengenalnya kepada orang dari mana benda itu disita. (Pasal 128 KUHAP)

      

(48)

107   

Penyidik memperlihatkan benda yang akan disita kepada orang dari mana benda itu akan disita atau kepada keluarganya dan dapat minta keterangan tentang benda yang akan disita itu dengan disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi; (Pasal 129 KUHAP)

Dokumen yang terkait dengan tindak pidana di bidang perbankan yang diperlukan untuk pembuktian dan akan disita oleh Penyidik, tetap berada dan ditatausahakan pada bank yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Pasal 7 ayat (3) SKB Jaksa Agung RI, Kapolri, dan Gubernur BI Tahun 2004 tentang Kerjasama Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perbankan)

1) Simpanan yang berasal dari rekening dan/atau bukti simpanan yang disita oleh Penyidik dari pejabat bank yang berwenang guna dijadikan barang bukti, tetap berada pada rekening atas nama pemegang rekening dan/atau atas nama pemegang bukti simpanan di bank yang bersangkutan dengan status barang sitaan yang dititipkan kepada bank dengan membuat Berita Acara Penitipan.

2) Dalam hal simpanan yang berstatus sitaan sebagaimana dimaksud pada angka 8 diserahkan oleh Penyidik kepada Jaksa Penuntut Umum pada tahap kedua (penyerahan tersangka dan barang bukti), simpanan tersebut tetap ditatausahakan pada rekening penyimpanan dengan dibuat Berita Acara Penitipan oleh Jaksa Penuntut Umum di bank yang bersangkutan.

Gambar

Tabel 2.

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun masuk dalam kategori baik yang menjadi catatan adalah sistem memberikan langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah belum sepenuhnya dimengerti oleh beberapa guru,

BAP-S/M mengumumkan kepada sekolah/ madrasah untuk mendaftar akreditasi melalui Disdik Prov/Kab/Kota dan Kanwil/Kankemenag2. Disdik Prov/Kab/Kota dan Kanwil/Kankemenag meng-

Kebanyakan guru masih menggunakan pola tes konvesional (paper based test) yang berdampak pada peserta didik cenderung mengeluh dan merasa bosan serta kehilangan

Pencemaran dapat menyebabkan perubahan kualitas air sungai yang berdampak negatif terhadap biota sungai.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian

tidak maka lembaga pendidikan Islam tidak akan mampu berkompetisi yang. akhirya akan

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perikanan, dengan melakukan penelitian yang

Tabel 5.22 Nilai Tegangan Kritis (Fcr) Gelagar Pelat I dan Dobel Delta 73 1 abel 5.23 Momen Batas Terhadap Tekuk Lokal dengan Tekuk Lateral.. Gelagar Pelat

Program pembuatan website ini dibuat dengan menggunakan PHP, dan MySQL Dalam pembahasan masalah ini yang akan dibahas adalah mengenai cara pembuatan dari mulai menentukan