• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HUBUNGAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG A. Keterkaitan Tindak Pidana Korupsi dengan Tindak Pidana - Penggunaan Instrumen Anti Pencucian Uang Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II HUBUNGAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG A. Keterkaitan Tindak Pidana Korupsi dengan Tindak Pidana - Penggunaan Instrumen Anti Pencucian Uang Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

HUBUNGAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

A. Keterkaitan Tindak Pidana Korupsi dengan Tindak Pidana Pencucian Uang

Tindak Pidana Korupsi dengan Tindak Pidana Pencucian Uang memiliki

hubungan atau keterkaitan yang sangat fundamental. Hal tersebut secara jelas

dapat dilihat dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang

pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam

Undang-Undang itu sendiri dikenal satu istilah yang disebut dengan “tindak pidana asal”

(predicate crime). Tindak pidana asal (predicate crime) didefenisikan sebagai

tindak pidana yang memicu (sumber) terjadinya tindak pidana pencucian uang.

Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:

a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika: d. psikotropika;

e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migrant; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan;

k. cukai;

l. perdagangan orang;

m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme;

(2)

t. perjudian; u. prostitusi;

v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan;

x. di bidang lingkungan hidup;

y. di bidang kelautan dan perikanan; atau

z. tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau diluar wilayah Negara Kesatuaan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.55

Praktik-praktik money laundering dewasa ini sangat sering dilakukan

terhadap uang yang diperoleh dari kejahatan korupsi. Praktik pencucian uang

(money laundering) mungkin hanyalah sebuah cara untuk melakukan penyamaran

atau penyembunyian atas hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan. Pencucian

uang kemudian dipakai sebagai tameng atas uang hasil kejahatan korupsi tersebut.

Oleh karena itu, adanya ketentuan-ketentuan atau regulasi tentang tindak pidana

pencucian uang sangat besar manfaatnya untuk menggagalkan tindak pidana

korupsi. Di Indonesia, dengan semakin maraknya tindak pidana korupsi yang

dilakukan oleh oknum pejabat negara memberikan dampak yang sangat Dari ketentuan pasal tersebut di atas, disebutkan bahwa tindak pidana

korupsi merupakan salah satu dari jenis tindak pidana asal yang berkaitan dengan

terjadinya tindak pidana pencucian uang. Penempatan tindak pidana korupsi

sebagai predicate crime nomor satu (huruf a) dalam UU TPPU, merupakan

manifestasi dari pembentuk undang-undang yang memandang bahwa korupsi

merupakan persoalan bangsa yang paling mendesak dan mendapat prioritas dalam

penangananya.

55

(3)

signifikan juga terhadap meningkatnya tindak pidana pencucian uang. Salah satu

upaya pelaku tindak pidana korupsi menghindari dirinya dari jeratan hukum atau

menghindari pembayaran uang pengganti adalah dengan menyembunyikan atau

mengaburkan hasil kejahatannya melalui pencucian uang (Money Laundering).

Pencucian uang merupakan sarana bagi para pelaku kejahatan korupsi

untuk melegalkan uang hasil kejahatannya dengan cara menyembunyikan ataupun

menghilangkan asal-usul uang yang diperoleh dari hasil kejahatan melalui

mekanisme lalu lintas keuangan56

Korupsi telah menyentuh hampir seluruh lapisan masyarakat, tidak saja

terkait dengan Penyelenggara Negara, kekuasaan dan kebijakan, tetapi juga terkait

dengan pihak swasta.

. Praktik pencucian uang ini dipilih dengan

tujuan agar asal-usul uang tersebut tersembunyi dan tidak dapat diketahui dan

dilacak oleh penegak hukum. Setelah proses pencucian uang selesai dilakukan,

maka uang tersebut secara formil yuridis merupakan uang dari sumber yang sah

atau kegiatan-kegiatan yang tidak melanggar hukum.

57

Salah satu tujuan dari penindakan secara refresif adalah mengembalikan

kerugian Negara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian besar terhadap keuangan

Negara dan merusak stabilitas perekonomian nasional.

Berbagai cara ditempuh untuk memberantasnya, baik

preventif maupun refresif termasuk juga melakukan perubahan terhadap metode

pemberantasannya.

58

56

Marwan Efendi, op. cit, hal 44.

57

Ibid, hal 71.

58Ibid

.

Kerugian Negara berupa

aset hasil korupsi dalam mengembalikannya tidak segampang membalik telapak

(4)

merupakan salah satu penyebab yang cukup dominan, belum lagi penyelesaian

perkara tindak pidana korupsinya sendiri khususnya yang sudah memperoleh

kekuatan hukum tetap, terkait dengan barang rampasan dan pembayaran uang

pengganti, belum lagi dihadapkan dengan tersangka, terdakwa atau terpidana yang

raib pada saat proses perkaranya sedang berjalan.

Penanganan perkara tindak pidana pencucian uang mempunyai arti penting

bagi pengembalian aset Negara terkait dengan pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi. Money laundering hanya diperlukan dalam hal uang yang tersangkut

jumlahnya besar, karena bila jumlahnya kecil, uang itu dapat terserap ke dalam

peredaran secara tidak kentara. Uang kotor itu harus dikonversikan menjadi uang

sah sebelum uang itu dapat diinvestasikan atau dibelanjakan, yaitu dengan cara

yang disebut “ pencucian uang” (money laundering) sebagaimana telah

dikemukakan di atas.59

Para kriminal (pelaku korupsi) apabila berhasil melakukan pencucian uang

atau money laundering, maka hal itu akan memungkinkan bagi para kriminal

untuk60

1. Menjauh dari kegiatan kriminal yang menghasilkan uang haram itu, sehingga

dengan demikian akan lebih menyulitkan bagi otoritas untuk dapat menuntut

mereka. :

2. Menjauhkan uang haram itu dari aktivitas kriminal yang menghasilkan uang

itu sehingga dengan demikian menghindarkan dapat disitanya dan

59

Sarah N. Welling, Smurfs, Money Laundering, and the United States Criminal Federal Law, yang dimuat dalam Brent Fisse, David Fraser & Graeme Coss, hal. 201.

60

APG, History and Background,

(5)

dirampasnya hasil kejahatan itu apabila kriminal yang bersangkutan

ditangkap.

3. Menikmati manfaat yang diperoleh dari uang haram itu tanpa menimbulkan

perhatian otoritas terhadap mereka.

4. Menginvestasikan kembali uang haram itu pada kegiatan-kegiatan kriminal di

masa yang akan datang atau kedalam kegiatan-kegiatan usaha yang sah.

Harta kekayaan menjadi objek yang sangat fundamental dalam kaitannya

terhadap tindak pidana korupsi maupun tindak pidana pencucian uang. Money

laundering selalu berkaitan dengan harta kekayaan yang berasal dari tindak

pidana. Harta kekayaan adalah semua benda bergerak atau benda tidak bergerak,

baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperoleh baik secara

langsung maupun tidak langsung.61

Penanganan perkara tindak pidana pencucian uang mempunyai arti

penting bagi pengembalian aset negara terkait dengan pemberantasan tindak

pidana korupsi. Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan pemberantasan

Korupsi yang dikeluarkan presiden pada tanggal 9 Desember 2004 bertepatan

dengan Hari Anti korupsi Sedunia menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam

melakukan kriminalisasi terhadap pencucian uang hasil korupsi tersebut sekaligus Korupsi tentu terkait dengan aset atau harta

kekayaan yang diperoleh dengan cara yang tidak sah dan kotor (dirty money).

Penindakan terhadap pelaku korupsi bukan saja terkait masalah perbuatannya

melainkan juga penindakan terhadap hasil perbuatannya itu yakni penyitaan aset

atau harta kekayaan dari pelaku

61

(6)

menjadi suatu instrumen hukum yang memerintahkan aparat penegak hukum

untuk secepatnya memulihkan kerugian negara (asset recovery).62

Korupsi tidak hanya bersangkut-paut dengan perbuatan yang merugikan

keuangan atau perekonomian negara saja, tetapi juga menyangkut pengertian lain,

seperti penyuapan, perbuatan curang, penggelapan dalam jabatan, pemalsuan,

merusak barang bukti, pemerasan dalam jabatan serta gratifikasi.

B. Korupsi sebagai Tindak Pidana Asal dalam Kejahatan Pencucian Uang (Money Laundering)

63

1. Penyuapan atau (Bribery)

Perbuatan

tersebut tidak saja merugikan negara, tetapi merugikan masyarakat. Korupsi

adalah suatu alat kebutuhan bagi kelompok penjahat terorganisasi dalam

melakukan kegiatannya. Pencucian keuntungan yang diperoleh secara tidak halal

untuk ditanamkan kembali ke dalam ekonomi yang sah, tujuannya untuk

meningkatkan keuntungan. Undang–Undang No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 korupsi sebagai predicate crime atau tindak pidana

asal pada kejahatan money laundering diklasifikasikan ke dalam berberapa jenis

kejahatan yaitu:

Penyuapan meliputi janji, penawaran atau pemberian sesuatu keuntungan

yang seharusnya tidak pantas untuk mempengaruhi tindakan atau keputusan

62

Marwan Efendy, op. cit, hal. 72.

(7)

seorang pejabat publik.64 Penyuapan itu terjadi tidak hanya terhadap pejabat

publik itu semata, tetapi dapat juga meliputi anggota masyarakat yang melayani

komisi pemerintahan. Penyuapan dapat terdiri atas uang, saham, layanan seksual

atau pemberian-pemberian lainnya, hadiah, hiburan, pekerjaan, janji, dan lain-lain.

Penyuapan atau bribery diatur dalam pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010

dan diklasifikasikan ke dalam 2 jenis yaitu, suap aktif dan suap pasif.65

Suap pasif berarti pegawai negeri atau penyelenggara negara yang

menerima pemberian atau janji. Pasal 5 UU No. 20 Tahun 2001 menjelaskann

bahwa bukan hanya orang yang menyuap saja yang dapat dihukum, melainkan

juga orang yang menerima suap tersebut. Ketentuan demikian dapat merangsang Suap aktif berarti setiap orang (perseorangan dan korporasi) yang memberi

atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.

Pelaku dari tindak pidana korupsi menurut Pasal 5 UU No. 20 Tahun 2001 ini

adalah setiap orang, yakni orang perseorangan dan korporasi. Tujuan dari

pemberian atau janji itu diberikan kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara

Negara adalah agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang

bertentangan dengan kewajiban, atau karena berhubungan dengan sesuatu yang

bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Ukuran dari perbuatan yang dilarang tersebut adalah harus bertentangan dengan

kewajiban. Artinya, perbuatan yang dilakukan atau perbuatan yang tidak

dilakukan itu haruslah bertentangan dengan kewajiban.

64

M. Arief Amrullah, Money Laundering, Tindak pidana pencucian uang, Bayumedia, Malang, 2004, hlm. 71.

65

(8)

orang untuk tetap merahasiakan telah terjadinya tindak pidana korupsi.

Pelanggaran terhadap Pasal tersebut di atas diancam dengan pidana penjara paling

singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp.

50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,- (dua

ratus lima puluh juta rupiah).66

2. Perbuatan Curang

Perbuatan curang adalah tipu daya, memakai nama palsu, atau keadaan

tertentu yang tidak sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Perbuatan-perbuatan

tersebut dapat berupa distorsi publik, harga atau jumlah yang di-mark up

(ditinggikan) atau di-mark down (diturunkan) sehingga terjadi data fiktif yang

tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.67 Perbuatan tersebut dapat

membahayakan keamanan orang atau barang, keselamatan negara, mengakibatkan

kecelakaan kepada manusia atau barang. Perbuatan curang diatur di dalam pasal 7

UU No. 20 Tahun 2001. Pelanggaran terhadap pasal tersebut diancam dengan

pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan

atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp. 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah).68

3. Penggelapan dalam Jabatan

Penggelapan dalam jabatan dapat diartikan sebagai kejahatan-kejahatan

yang meliputi pencurian harta kekayaan oleh orang kepercayaan dengan

66

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001.

67

Darwin Prinst, op. cit, hlm. 42.

68

(9)

kewenangan dan pengawasan terhadap kekayaan pemerintah.69

Perbuatan yang dilarang di dalam Pasal tersebut adalah dengan sengaja

menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya atau

membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan orang lain,

atau membantu melakukan perbuatan tersebut.

Perbuatan-perbuatan itu dapat melibatkan pejabat-pejabat publik dan orang perseorangan

secara pribadi. Penggelapan juga meliputi perubahan kekayaan pemerintah untuk

kepentingan pribadi. Penetapan larangan hukum terhadap tipe korupsi ini

memiliki cakupan yang luas yang meliputi setiap cara yang tidak jujur berupa

penyelewengan kekayaan publik yang dilakukan atas kelihaian penjahatnya.

Penggelapan dalam jabatan diatur di dalam Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2001.

70

4. Pemalsuan

Pelanggaran terhadap pasal ini

diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15

(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.00,- (seratus lima

puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh

juta rupiah).

Pemalsuan adalah perbuatan dengan sengaja memalsukan buku-buku atau

daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.71

69

M. Arief Amrullah, op. cit, hal. 72

70

Pasal 8 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001.

71

Darwin Prinst, op.cit, hlm. 45

Pemalsuan tersebut

dilakukan oleh pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas

menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara

(10)

pemeriksaan administrasi tersebut tidak diperlukan timbulnya kerugian sebagai

akibat perbuatan tersebut, bila sudah ada pemalsuan maka barang tentu perbuatan

tersebut sudah dapat dipidana. Pemalsuan diatur di dalam Pasal 9 UU No. 20

Tahun 2001. Pelanggaran terhadap pasal tersebut diancam dengan pidana penjara

paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda

paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.

250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah).72

5. Merusak barang bukti

Menggelapkan berarti dengan sengaja memiliki suatu barang secara

melawan hak yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain dan barang tersebut

ada bukan karena kejahatan.73 Perbuatan atau kejahatan ini diatur dalam Pasal 10

UU No. 20 Tahun 2001. Perbuatan yang dilarang menurut pasal tersebut adalah

menggelapkan, menghancurkan, atau membuat tidak dapat dipakainya suatu

barang. Barang yang dimaksud adalah akta, surat, daftar atau tulisan-tulisan yang

dibuat untuk kepentingan tertentu seperti daftar gaji dan daftar pemberian

barang.74

Pengrusakan terhadap barang tersebut bertujuan untuk menghilangkan

barang bukti yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak yang berkepentingan.

Pelanggaran terhadap perbuatan ini diancam dengan pidana penjara paling singkat

2 (dua) tahun paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. Barang tersebut digunakan untuk meyakinkan atau sebagai alat

pembuktian di muka pejabat yang berwenang.

72

Pasal 9 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001.

73

Darwin Prinst, op.cit, hlm. 46.

74Ibid

(11)

100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 350.000.000,- (tiga

ratus lima puluh juta rupiah).75

6. Pemerasan (Extortion)

Perbuatan pemerasan meliputi pemaksaan seseorang untuk membayar

uang atau menyediakan barang-barang berharga. Pemerasan dapat juga diartikan

sebagai Penyalahgunaan kekuasaan untuk melakukan pemaksaan, meminta,

menerima, atau memotong pembayaran, menjadikan seolah-olah hutang yang

dilakukan oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara dengan maksud

menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan

menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu,

membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan

sesuatu bagi dirinya sendiri.76

7. Gratifikasi

Pemerasan diatur di dalam Pasal 12 huruf e, f, dan g

UU No. 20 Tahun 2001. Pelanggaran terhadap pasal tersebut diancam dengan

pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)

tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Objek dari tindak pidana korupsi adalah gratifikasi. Gratifikasi adalah

pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, kerabat

(diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,

75

Pasal 10 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001.

76

(12)

perjalanan wisata, dan fasilitas lainnya.77 Gratifikasi tersebut, baik diterima di

dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan

sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Setiap gratifikasi kepada Pegawai

Negeri atau Penyelenggara Negara dianggap pemberian suap. Pemberian itu harus

berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Gratifikasi diberikan kepadanya karena jabatan yang dipegangnya dan menerima

gratifikasi itu bukan menjadi tugasnya78. Gratifikasi Rp. 10.000.000,- (sepuluh

juta rupiah) atau lebih, penerima harus dapat membuktikan bahwa penerimaan

gratifikasi tersebut bukan suap. Penerima gratifikasi apabila tidak

membuktikannya maka penerimaan gratifikasi tersebut adalah suap. Prinsip ini

dikenal dengan pembuktian terbalik.79 Gratifikasi yang kurang dari Rp.

10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk membuktikannya sebagai suap dilakukan

oleh penuntut umum. Apabila penuntut umum tidak dapat membuktikannya maka

dianggap halal (bukan suap). Ketentuan mengenai gratifikasi diatur dalam pasal

12B UU No. 20 Tahun 2001. Pelanggaran terhadap pasal tersebut diancam

dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)

tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp.

200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000.- (satu

milyar rupiah).80

Pola kejahatan korupsi sebagai tindak pidana asal (predicate crime) dalam

tindak pidana pencucian uang masih menempati urutan pertama berdasarkan hasil

77

Darwin Prinst, op. cit, hlm. 57.

78Ibid. 79

Ibid.

80

(13)

analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Berdasarkan

laporan data sepanjang tahun 2011, ketua PPATK Muhammad Yusuf

mengungkapkan bahwa sebesar 43,4 persen hasil analisis mengindikasikan adanya

tindak pidana korupsi.81 Korupsi masih menjadi tindak pidana urutan pertama

berdasarkan analisis di PPATK dengan persentase 43,4%. Peningkatannya pun

sangat signifikan dari 2010, kini mencapai 71%. Secara presentase, uang dari hasil

tindak pidana korupsi menempati peringkat pertama dalam kasus pencucian uang

sepanjang tahun 2011, selebihnya baru dari tindak pidana lain.82

Tindak pidana korupsi dengan tindak pidana pencucian uang

keterkaitannya dapat kita dalami dalam kasus yang saat ini sedang hangat

diperbincangkan di media, yaitu kasus Dhana Widyatmika (DW), pegawai pajak

golongan IIIC, yang disinyalir mempunyai kekayaan melebihi kewajaran. Hal ini

membuktikan penanganan terhadap pelaku kejahatan ini tidak menjerakan, bahkan

masih ada oknum-oknum yang belum terungkap. Dhana Widyatmika terancam

sangkaan Pasal 2, 3, 5,dan 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU

Tipikor) dan Pasal 3 dan 4 Undang- Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU

TPPU), yang mungkin bisa berkembang adanya tersangka baru. Belajar dari kasus

Gayus, pengembangan kasusnya tidak dilakukan, sehingga terkesan korupsi dan

pencucian uang hanya melibatkan Gayus seorang. Korupsi yang begitu besar bila

dicermati modusnya, mustahil terjadi sekian lama tanpa melibatkan pihak lain.83

Dugaan korupsi pegawai pajak Dhana Widyatmika, juga perlu didalami

keterlibatan orang lain di Ditjen Pajak maupun pihak wajib pajak untuk

81

Koran kota, Korupsi Masih Nomor Satu,

82Ibid

.

83Ibid.

(14)

korupsinya dan pihak lain yang terlibat pencucian uang. Dugaan korupsi tersebut

jika ternyata terbukti dan kemudian hanya DW sendiri yang dijerat maka tidak

heran akan bermunculan koruptor baru di institusi tersebut. Penegakan hukum

tidak tuntas pada Gayus bisa memicu terulangnya kejahatan ini. Pasalnya, selain

faktor pengawasan internal yang lemah, reformasi birokrasi juga tidak berhasil,

termasuk renumerasi tidak mampu mencegah pejabat melakukan kejahatan pada

institusinya. Kejaksaan berpendapat, dugaan kejahatan DW diawali dari laporan

masyarakat sekitar pada Desember 2011, kemudian diselidiki dan meminta

analisis atas rekening mencurigakan milik DW dan pada akhirnya Kejaksaan

menyangkakan Pasal 2, 3, 5,dan 12 Undang-Undang Tipikor dan pasal 3 dan 4

Undang-Undang TPPU.84

Dugaan korupsi yang dilakukan dalam kasus tersebut adalah perbuatan

memperkaya diri dengan modus penggelapan pajak, atau menawarkan jasa pada

wajib pajak untuk meringankan pajak yang harus dibayar atau menerima suap,

gratifikasi atau bermain pada proses banding pajak yang memenangkan wajib

pajak.

85

Hasil korupsi kemudian disimpan di rekening maupun dalam safety box,

untuk membeli berbagai barang dan ada juga yang diinvestasikan. Perbuatan

terhadap hasil kejahatan itulah yang disebut sebagai praktik pencucian uang. Siapa

saja yang menerima hasil kejahatan, seperti memberikan rekening untuk

menampung hasil kejahatan, menerima hibah atau untuk melakukan kegiatan

usaha dan lain-lain, maka dikategorikan sebagai pelaku pencucian uang pasif.86

84

Ibid.

85

Yenti Garnasih, Korupsi Pasti diikuti Pencucian Uang, loc. cit.

86Ibid.

(15)

dan siapa saja yang menerima. Selain itu juga siapa saja yang terlibat korupsi

pajaknya, sebab mustahil dilakukan sendiri. Uang hasil korupsi hampir pasti

dilakukan pencucian uang, yaitu ketika koruptor menyembunyikan atau

menikmati hasil korupsinya. Kejahatan korupsi yang ditangani jangan hanya

dikenakan UU Anti Korupsi tetapi juga dengan UU Anti Pencucian Uang, agar

bisa ditelusuri kemana uang hasil korupsi harus disita dan yang menguasai juga

dipidana karena terlibat pencucian uang.

Pejabat dan aparat yang terlibat korupsi, berarti juga terlibat pencucian

uang (kecuali dalam hal korupsi tertangkap tangan maka tidak ada pencucian

uang), bahkan pada umumnya hasil korupsi dinikmati keluarga. Istri dan anak

koruptor ada kecenderungan juga terlibat pencucian uang. Hasil korupsi pada

umumnya dialirkan atau dimasukkan ke rekening keluarga. Penerapan anti

pencucian uang pada pelaku korupsi menjadikan upaya menyita hasil korupsi

akan lebih optimal dan sekaligus bisa memenjara mereka yang menikmati hasil

jarahan uang rakyat tersebut. UU TPPU mengenal atau memuat tentang ketentuan

pembuktian terbalik, yaitu koruptor yang menyangkal hartanya berasal dari

korupsi, diperintahkan oleh hakim untuk membuktikan asal usul hartanya.87

87Ibid.

Pelaku dalam sidang perkara di pengadilan jika tidak bisa membuktikan

sumbernya dari kegiatan yang sah, maka harus disita untuk negara, dan pelaku

dipidana. Penegak hukum tentu tidak mempunyai alasan untuk tidak menerapkan

(16)

menjangkau mereka yang terlibat termasuk yang menerima aliran dana hasil

korupsi.

C. Proses Pencucian Uang dari Hasil Kejahatan Tindak Pidana Korupsi

Proses pencucian uang dari hasil tindak pidana korupsi pada hakikatnya

adalah sama dengan proses pencucian uang dari hasil kejahatan-kejahatan lain

yang tergolong sebagai predicate crime sebagaimana dimuat dalam pasal 2 ayat 1

UU No. 8 Tahun 2010 tentang . Proses pencucian uang hasil tindak pidana

korupsi tidak memiliki perbedaan yang khusus dengan proses pencucian uang dari

hasil kejahatan lainnya seperti halnya narkotika maupun terorisme.

Seseorang atau organisasi kejahatan melakukan pencucian uang

sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya tujuannya adalah agar asal-usul uang

tersebut tidak dapat diketahui atau tidak dapat dilacak oleh penegak hukum. Para

pelaku tindak pidana korupsi melakukan praktik atau proses pencucian uang untuk

tujuan melakukan penyamaran atau penyembunyian atas hasil tindak pidana

korupsi yang dilakukan sehingga seolah-olah uang atau harta kekayaan tersebut

merupakan suatu hal yang legal. Berbagai cara dilakukan untuk mengkonversi

uang dari hasil korupsi tersebut menjadi uang yang sah sebelum uang itu dapat

diinvestasikan atau dibelanjakan. Agar tujuan tersebut dapat tercapai ada 4

(empat) faktor yang harus diperhatikan oleh para pencucinya.88

Faktor yang pertama, kepemilikan yang sebenarnya dan sumber yang sesungguhnya dari uang yang dicuci itu harus disembunyikan. Tidak ada gunanya

88

(17)

melakukan pencucian uang apabila setiap orang mengetahui siapa yang memiliki

uang tersebut apabila uang itu nantinya muncul di akhir dari proses pencucian itu.

Dalam hal ini, pelaku korupsi dalam melakukan pencucian uang harus

menyembunyikan atau menyamarkan sumber yang sebenarnya dari uang yang

dicuci itu.

Faktor kedua, bentuk uang tersebut harus berubah dana yang berasal dari tindak pidana korupsi hampir dipastikan berupa uang tunai. Uang tunai ini harus

dapat diubah bentuknya menjadi alat pembayaran lain, misalnya berbentuk cek.

Misalnya tidak seorang yang ingin mencuci uang dalam jumlah atau nominal yang

besar dengan jumlah uang tunai, dengan mengubah uang tunai itu berarti juga

melakukan pengurangan tumpukannya.

Faktor ketiga, jejak yang ditinggalkan oleh pencucian uang harus tersamar atau tidak diketahui (obscured). Tujuan dari pencucian uang adalah

apabila orang lain dapat mengikuti jalannya proses pencuciang uang dari

permulaan sampai akhir proses tersebut.

Faktor keempat, pengawasan terus menerus harus dilakukan terhadap uang tersebut. Pada akhirnya banyak orang yang muncul ketika uang itu sedang

dicuci mengetahui bahwa uang tersebut adalah uang haram (dirty money) dan

apabila ia dapat mengambil atau mencurinya, maka kecil sekali kemungkinannya

bagi pemilik uang itu untuk dapat mengambil tindakan hukum terhadap perbuatan

tersebut.

Asal-usul hasil pencucian uang yang dapat dilacak akan membawa

(18)

menghasilkan uang yang dicuci melalui proses pencucian uang tersebut. Predicate

crime atau tindak pidana asalnya dalam hal ini adalah tindak pidana korupsi.

Metode pencucian uang disamping keempat faktor tersebut di atas yang sudah

sangat intim dengan pelaku korupsi dan cukup dikenal oleh masyarakat

internasional, yaitu buy and sell conversions, offshore conversions, dan legitimate

business conversions.89

Metode offshore conversions dilakukan dengan cara dana illegal

dialihkan ke wilayah yang merupakan tax heaven money laundering centers dan

kemudian disimpan di bank atau lembaga keuangan yang ada di wilayah

tersebut.

Buy and sell conversions, dilakukan melalui jual beli

barang dan jasa. Sebagai contoh, real estate atau aset lainnya dapat dibeli dan

dijual kepada co-conspirator yang menyetujui untuk membeli atau menjual

dengan harga yang lebih tinggi dari pada harga yang sebenarnya dengan tujuan

untuk memperoleh fee atau discount. Kelebihan harga dibayar dengan

menggunakan uang illegal dan kemudian dicuci melalui transaksi bisnis. Dengan

cara ini setiap aset, barang atau jasa dapat diubah seolah-olah menjadi hasil yang

legal melalui rekening pribadi atau perusahaan yang ada di suatu bank.

90

89

Yunus Husein, Bunga Rampai Anti Pencucian Uang, Bandung: Books Terrace & Library, 2007, hal. 28.

90Ibid

, hal. 29.

Dana tersebut lalu digunakan antara lain untuk membeli aset dan

investasi (fund investments). Negara atau wilayah yang merupakan tax heaven

terdapat kecenderungan hukum perpajakan yang lebih longgar, ketentuan rahasia

bank yang cukup ketat dan prosedur bisnis yang sangat mudah sehingga

memungkinkan adanya perlindungan bagi kerahasiaan suatu transaksi bisnis,

(19)

Kerahasiaan inilah yang memberikan ruang gerak yang leluasa bagi pergerakan

“dana kotor” melalui berbagai pusat keuangan di dunia. Metode offshore

conversions ini, para pengacara, akuntan, dan pengelola dana biasanya sangat

berperan dengan memanfaatkan celah yang ditawarkan oleh ketentuan rahasia

bank dan rahasia perusahaan.

Metode legitimate business conversions dipraktekkan melalui bisnis atau

kegiatan usaha yang sah sebagai sarana untuk memindahkan dan memanfaatkan

hasil kejahatan tindak pidana korupsi.91

Pelaku pencucian uang tidak terlalu mempertimbangkan hasil yang akan

diperoleh, dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan, karena tujuan utamanya

adalah untuk menyamarkan atau menghilangkan asal usul uang sehingga hasil

akhirnya dapat dinikmati dan digunakan secara aman.

Hasil kejahatan dikonversikan melalui

transfer, cek, atau instrumen pembayaran lainnya, yang kemudian disimpan di

rekening bank atau ditarik atau ditransfer kembali ke rekening bank lainnya.

Metode ini memungkinkan pelaku kejahatan menjalankan usaha atau bekerja

sama dengan mitra bisnisnya dan menggunakan rekening perusahaan yang

bersangkutan sebagai tempat penampungan untuk hasil kejahatan yang dilakukan.

92

Pencucian uang dilakukan melalui berbagai sarana, metode ataupun

teknik yang beragam. Pelaku tindak pidana korupsi disamping melakukan

praktik-praktik pencucian uang seperti dijelaskan di atas, dalam beberapa kasus mereka

juga menempuh teknik-teknik pencucian lain untuk menginvestasikan atau

menyimpan uang haram tersebut ke dalam suatu bentuk usaha atau kegiatan yang

91Ibid

.

92

(20)

halal. Proses pencucian uang tersebut dilakukan dengan teknik-teknik pencucian

uang seperti93

1. Melalui Sektor Perbankan :

Bank masih tetap merupakan mekanisme yang penting untuk dapat

menyembunyikan hasil kejahatan. Beberapa cara sebagaimana dikemukakan oleh

para pakar dilaporkan tersebut dibawah ini.94 Salah satu pola yang ditempuh

adalah penggunaan rekening dengan menggunakan nama palsu atau dengan nama

orang-orang atau kepentingan-kepentingan yang melakukan kegiatannya untuk

pihak lain.95

2. Melalui Sektor Nonperbankan

Penggunaan perusahaan-perusahaan gadungan (shell or front

companies) sebagai pemegang rekening termasuk pula merupakan pola yang

digunakan oleh pencuci uang. Rekening-rekening tersebut digunakan untuk

memfasilitasi penyimpanan atau pentransferan dana haram tersebut.

Lembaga-lembaga keuangan nonbank dan bisnis-bisnis nonkeuangan tetap

menarik bagi para pencuci uang untuk dapat memasukkan hasil yang diperoleh

mereka secara melawan hukum itu ke dalam jalur keuangan yang biasa. Pada

pencucian uang terjadi pengalihan aktivitas yang sangat signifikan dari sektor

perbankan yang tradisional ke sektor keuangan nonperbankan dan bisnis

nonkeuangan serta berbagai profesi. Bureaux de change (money changer) makin

lama makin menjadi ancaman bagi pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

Hal itu dapat terjadi karena lembaga bureaux de change tidak ketat diatur (heavily

93

Sutan Remy Sjahdeny, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2007, hal. 131.

94

Financial Action Task Force on Money Laundering, FATF- VII Report on Money Laundering Typologies, hal 5.

95

(21)

regulated), yaitu tidak seperti halnya bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan

tradisional lainnya.96

3. Menggunakan Fasilitator Profesional

Kecenderungan lain adalah munculnya kelompok fasilitator pencucian

uang yang profesional. Mereka itu adalah solicitors, attorneys, accountans

financial advisor, notaries, dan fiduciaries lainnya yang memberikan jasa-jasa

untuk membantu menyalurkan keuntungan yang diperoleh dari kejahatan.

Kiat-kiat yang umum dilakukan adalah penggunaan rekening dari klien-klien dari para

solicitors atau attorneys untuk melakukan placement dan layering dana. Caranya

adalah dengan menawarkan kepada pencuci uang tersebut anonimitas hal

istimewa hubungan solicitors dan kliennya (the anonnimity of the solicitor-client

privilege).97

4. Mendirikan Perusahan Gadungan

Para pelaku pencucian uang menggunakan cara lain dengan mendirikan

perusahaan-perusahaan gadungan (shell corporations), trusts, atau partnership

oleh pengacara, akuntan, dan para profesional lainnya.98

96

Ibid.

97Ibid

. hal. 5.

98

Sutan Remy Sjahdeini. op. cit, hal. 132.

Para profesional tersebut,

melalui entitas-entitas bisnis ini membangun jaringan yang sangat rumit dengan

maksud menyembunyikan asal-usul dana hasil kejahatan dan menyembunyikan

identitas pihak-pihak yang terkait. Para profesional dalam banyak kasus akan

(22)

5. Melalui Bidang Real Estate

Teknik-teknik pencucian uang lainnya yang dilakukan di luar sektor

perbankan adalah melakukan investasi di bidang real estate. Pembelian

ekspor/impor emas dan perhiasan tetap merupakan cara yang sering juga

dilakukan. Hasil kejahatan tersebut digunakan untuk membeli barang dan produk

yang kemudian dikapalkan ke luar negeri untuk dijual kembali.99

6. Melalui Sektor Asuransi

Industri kasino

(perjudian) akhir-akhir ini diidentifikasi rentan terhadap pencucian uang. Kasino

dapat menarik bagi para pencuci karena kasino sering memberikan jasa-jasa

sebagaimana yang diberikan oleh bank, yaitu memberikan kredit, melakukan

penukaran uang, dan mengirimkan uang.

Sektor asuransi juga rentan terhadap pencucian uang. Suatu single

premium insurance bond makin lama makin populer. Para pencuci uang membeli

produk-produk ini dan menjualnya kembali dengan diskon (at a discount), sisa

nilainya dapat diperoleh oleh pencuci uang yang dimaksud dalam bentuk cek yang

bersih (sanitised check) dari suatu perusahaan asuransi. Single premium insurance

bond memiliki pula keuntungan yang lain sebagai sarana pencucian uang karena

dapat digunakan sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman dari

lembaga-lembaga keuangan.100

99

Financial Action Task Force on Money Laundering, loc. cit.

100

Sutan Remy Sjahdeini. op. cit, hal. 133.

Aspek problematik lain dari industri asuransi adalah bahwa

(23)

intermediasi. Para pialang (brokers) seringkali menjadi hanya satu-satunya

penghubung (personal contact) dengan nasabah.101

7. Melalui Industri Sekuritas

Sektor sekuritas yang dimaksud adalah perdagangan efek-efek saham

seperti obligasi.102 Sektor ini rentan pula untuk diintimidasi oleh para pencuci

uang terutama pada tahap layering. Beberapa fitur dari produk ini membuat bisnis

menjadi sasaran yang menarik bagi para pencuci uang seperti sifatnya yang

internasional, transaksi yang singkat (highly liquid), serta rekening sekuritas

(securities account) dapat dibuka perusahaan pialang sehingga memungkinkan

identitas yang sesungguhnya tersembunyi.103

Pencucian uang dapat dilakukan dengan berbagai macam tipologi atau

modus operandi, namun pada dasarnya proses pencucian uang dapat

dikelompokkan ke dalam tiga tahap kegiatan yaitu: placement, layering, dan

integration.

Para ahli melaporkan bahwa

kasus-kasus penjualan dan pembelian sekuritas atau manipulasi rekening-rekening

sekuritas dilakukan untuk membersihkan hasil kejahatan seperti halnya kejahatan

korupsi.

D. Pola Kejahatan Tindak Pidana Pencucian Uang

104

101

Financial Action Task Force on Money Laundering, op. cit. hal. 5.

102

Sutan Remy Sjahdeini. loc. cit.

103

Ibid.

104

Lihat Pedoman I: Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Bagi PJK, Jakarta: PPATK, 2003.

Dalam praktiknya ketiga kegiatan tersebut dapat terjadi secara

(24)

Masing-masing tahap atau pola pencuciang uang tersebut dapat diterangkan

sebagai berikut: 105

1. Tahap Penempatan (Placement)

Tahap pertama dari pencuciang uang adalah menempatkan

(mendepositokan) uang haram tersebut ke dalam sistem keuangan (finansial

sistem). Jeffrey Robinson menggunakan istilah immersion bagi tahap pertama ini,

yaitu yang berarti consolidation and placement. Placement adalah upaya

menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana ke dalam

sistem keuangan. Bentuk kegiatan ini antara lain:

a) menempatkan dana pada bank. kadang-kadang kegiatan ini diikuti dengan

pengajuan kredit/pembiayaan;

b) menyetorkan uang pada penyedia jasa keuangan sebagai pembayaran kredit

untuk mengaburkan adit trail;

c) menyelundupkan uang tunai dari satu negara ke negara lain;

d) membiayai suatu usaha yang seolah-olah sah atau terkait dengan usaha yang

sah berupa kredit/ pembiayaan, sehingga mengubah kas menjadi kredit/

pembiayaan; dan

e) membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan

pribadi, membelikan hadiah yang nilainya mahal sebagai penghargaan atau

hadiah kepada pihak lain yang pembayarannya dilakukan melalui Penyedia

Jasa Keuangan atau PJK.

105

Muhammad Yusuf dkk, Ikhtisar Ketentuan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang, Jakarta: The Indonesian Netherlands National Legal Reform Program

(25)

Pada tahap placement bentuk dari uang hasil kejahatan harus dikonversi

untuk menyembunyikan asal usul yang tidak sah dari uang itu. Misalnya, hasil

yang diperoleh dari perdagangan narkoba yang pada umunya terdiri atas

uang-uang yang berdenominasi kecil dalam tumpukan-tumpukan yang besar yang lebih

berat daripada narkobanya sendiri, dikonversi ke dalam denominasi uang yang

lebih besar. Uang itu kemudian didepositokan langsung ke dalam suatu rekening

di bank, atau digunakan untuk membeli sejumlah instrumen-instrumen moneter

(monetary instrument) seperti cheques, money orders, dan lain-lain kemudian

menagih uang tersebut serta mendepositokannya ke dalam rekening-rekening di

lokasi lain.106

2. Tahap pelapisan (Layering)

Sekali uang tunai itu telah dapat ditempatkan pada suatu bank,

maka uang itu telah masuk ke dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan.

Uang yang telah ditempatkan di suatu bank itu selanjutnya dapat dipindahkan lagi

ke bank lain, baik di negara tersebut maupun di negara lain. Uang tersebut bukan

saja masuk ke dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan, tetapi telah pula

masuk ke dalam sistem keuangan global atau internasional.

Pekerjaan dari pihak pencuci uang belum berakhir dengan ditempatkannya

atau didepositokannya uang tunai tersebut ke dalam sistem keuangan seperti

diterangkan di atas. Jumlah uang haram yang sangat besar, yang ditempatkan di

suatu bank tetapi tidak dapat dijelaskan asal-usulnya, akan sangat menarik

perhatian otoritas moneter negara yang bersangkutan, yang pada gilirannya akan

menarik pula perhatian para penegak hukum. Layering adalah upaya memisahkan

106

(26)

hasil tindak pidana dari sumbernya yaitu tindak pidananya melalui beberapa tahap

transaksi keuangan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul dana

tersebut.107

a) Transfer dana dari suatu bank ke bank lain dan atau antar wilayah/ negara; Dalam kegiatan ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa

rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lain melalui

serangkaian transaksi yang kompleks dan didesain untuk menyamarkan dan

menghilangkan jejak sumber dana tersebut. Bentuk kegiatan ini antara lain:

b) Penggunaan simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung transaksi yang

sah; dan

c) Memindahkan uang tunai lintas batas negara melalui jaringan kegiatan usaha

yang sah maupun shell company.

Setelah pencuci uang berhasil melakukan tahap placement tahap

berikutnya ialah melakukan layering atau disebut pula heavy soaping. Pencuci

uang dalam tahap ini berusaha untuk memutuskan hubungan uang hasil kejahatan

itu dari sumbernya.108

107

Muhammad Yusuf dkk, loc.cit.

108

Jeffrey Robinson, op.cit. hal. 12.

Hal itu dilakukan dengan cara memindahkan uang tersebut

dari suatu bank ke bank yang lain dan dari negara yang satu ke negara yang lain

sampai beberapa kali, yang seringkali pelaksanaannya dilakukan dengan cara

memecah-mecah jumlahnya sehingga dengan pemecahan dan pemindahan

beberapa kali itu asal usul uang tersebut tidak mungkin lagi dapat dilacak oleh

otoritas moneter atau oleh para penegak hukum. Para pencuci uang melakukannya

dengan mengupayakan konversi atau memindahkan dana tersebut menjauh dari

(27)

Dana tersebut dapat disalurkan melalui pembelian dan penjualan

investment instruments, atau cukup dilakukan pemindahan dengan cara funds wire

melalui sejumlah rekening pada berbagai bank di seluruh dunia. Pemindahan

sering dilakukan dengan mengirimkan dari perusahaan gadungan (dummy

company) yang satu keperusahaan gadungan yang lain dengan mengandalkan

ketentuan rahasia bank (bank secrecy) dan ketentuan mengenai kerahasiaan

hubungan antara pengacara dan kliennya (attorney client privilege) untuk

menyembunyikan identitas pribadinya dengan sengaja menciptakan jaringan

transaksi keuangan yang kompleks.109

Penggunaan rekening-rekening yang secara luas tersebar itu untuk maksud

untuk melakukan pencucian terutama di negara-negara yang tidak melakukan

kerja sama dalam melaksanakan investigasi terhadap kegiatan money laundering.

Para pencuci uang dalam beberapa menyamarkan pemindahan dana tersebut

(transfer) seakan-akan sebagai pembayaran untuk barang-barang dan jasa-jasa

agar terlihat sebagai transaksi yang sah.110

Dalam tahap layering ini para penjahat pencuci uang antara lain

melakukannya dengan mendirikan perusahaan-perusahaan gadungan atau

bohong-bohongan (shell companies) di negara-negara yang dikenal dengan

undang-undang rahasia bank yang ketat atau yang tidak memiliki undang-undang-undang-undang

pencucian uang atau yang dikenal lemah dalam menegakkan undang –undang

pencucian uang. Uang tersebut kemudian ditransfer di antara

perusahaan-perusahaan gadungan tersebut sehingga muncul sebagai uang yang bersih.

109Ibid. 110

(28)

Transaksi-transaksi dalam tahap layering harus dapat dilakukan

sedemikian rupa dengan mencampurkan ke dalam transaksi-transaksi sah yang

berjumlah triliunan yang terjadi setiap hari. Beberapa variasi dalam melakukan

transaksi dalam tahap layering ini ialah menggunakan apa yang disebut

loan-backs, dan double invoicing. Kedua transaksi tersebut merupakan teknik dalam

tahap layering yang lazim dilakukan. Pada loan-backs pencuci uang

menempatkan hasil kejahatan yang diperolehnya ke dalam perusahaan di luar

negeri (offshore entity). Perusahaan tersebut didirikan bukan atas namanya tetapi

atas nama pihak lain, namun dikendalikan olehnya secara rahasia. Perusahaan di

luar negeri itu memberikan pinjaman dengan menggunakan kembali dana yang

ditempatkan oleh pencuci uang yang bersangkutan kepada diri sendiri. Teknik

dapat dilaksanakan karena di beberapa negara tertentu sulit untuk dapat

menentukan siapa yang sebenarnya mengendalikan (siapa pemilik yang

sebenarnya) perusahaan di luar negeri itu.111

Teknik lain dari layering adalah membeli efek (saham dan obligasi),

kendaraaan, dan pesawat terbang atas nama orang lain. Casino sering juga

digunakan karena casino menerima uang tunai. Uang tunai tersebut sekalipun

dikonversikan ke dalam bentuk chips casino, maka dana yang telah dibelikan

chips tersebut dapat ditarik kembali dengan menukarkan chips tadi dengan cek

yang dikeluarkan oleh casino tersebut.

112

3. Tahap Penggabungan (Integration)

111

Paul Bauer, Understanding the Wash Cycle, Money Laundering-Economic

Perspective, May 2001,

112

(29)

Tahap yang ketiga adalah integraion, adakalanya disebut juga repatriation

and integration, atau disebut pula spin dry.113 Pada tahap ini uang yang telah

dicuci dibawa kembali ke dalam sirkulasi dalam bentuk pendapatan yang bersih,

bahkan merupakan objek pajak (taxable).114 Uang tersebut begitu telah berhasil

diupayakan sebagai uang halal melalui cara layering, tahap selanjutnya adalah

menggunakan uang yang telah menjadi uang halal (clean money) itu untuk

kegiatan bisnis atau kegiatan operasi kejahatan dari penjahat atau organisasi

kejahatan yang mengendalikan uang tersebut. Para pencuci yang dapat memilih

penggunaannya dengan menginvestasikan dana tersebut ke dalam real estate,

barang-barang mewah (luxury assets), atau perusahaan-perusahaan (business

ventures).115

Kegiatan money laundering dapat pula terkonsentrasi secara geografis

sesuai dengan tahap pencuciang uang sebagaimana dikemukakan di atas. Pada

tahap placement, misalnya dana tersebut biasanya diproses di tempat di dekat

aktivitas yang menghasilkan dana itu sering dilakukan tetapi tidak pada setiap

kasus di negara dimana dana itu dihasilkan.

Integration adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang telah

kelihatan sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan dalam berbagai

bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai

kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak

pidana.

116

113

Jeffrey Robinson, loc.cit.

114

Ibid.

115

Financial Action Task Force on Money Laundering, loc. cit.

116Ibid.

(30)

yang bersangkutan mungkin memilih suatu offshore financial centre, pusat bisnis

regional yang besar (a large business centre) atau pusat perbankan dunia (a world

banking centre), yaitu dimana saja yang menyediakan infastruktur keuangan atau

bisnis yang memadai. Pada tahap ini dana yang dicuci tersebut mungkin saja

hanya transit di rekening-rekening bank di beberapa tempat, yang dapat dilakukan

tanpa meninggalkan jejak mengenai sumber atau tujuan akhir dari dana tersebut.

117

Jeffery Robinson dalam kasus ini menarik perumpamaan mengenai apa

yang sebenarnya terjadi terhadap uang yang berhasil dicuci. Jeffery Robinson

menggambarkannya seperti melempar batu ke sebuah kolam. Dia

mengemukakannya sebagai berikut

Para pencuci uang akhirnya dapat memilih untuk menginvestasikan dana yang

telah dicuci itu di lokasi lain apabila di negara tersebut kesempatan-kesempatan

investasinya sangat terbatas, yakni melakukannya pada tahap integration.

118

Jeffery Robinson mengemukakan bahwa tahap immersion (placement)

adalah tahap yang paling rentan (vulnerable) bagi pencuci uang karena apabila

pencuci uang tidak dapat memasukkan yang haram tersebut ke dalam proses

pencucian, maka ia tidak akan dapat mencuci uang haram tersebut. Namun, sekali

uang haram itu berhasil dikonversikan ke dalam nomor-nomor atau rekening bank

yang muncul di suatu layar komputer dan nomor-nomor tersebut berhasil :

It’s like a stone being thrown into a pond, you see the stone hit the water because it’s splashes. As it begins to sink. The water ripples and, for a few moment, you can still find the spot where the stone hit. But, as the stone sinks deeper, the ripples fade. By the time the stone reaches the bottom, any traces of it are long gone and the stone itself may be impossible to find. That’s exactly what happens to laundered money.

117Ibid. 118

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 2.3 Jumlah Mata Air, Debit Rerata Tahunan dan Volume Tahunan di Wilayah Sungai UPT PSDAW di Provinsi Jawa Timur tahun 2012

Masyarakat Karo harus memiliki pemahaman dan pengetahuan terhadap merga atau tutur (mengenal sangkep nggeluh nya) dengan mereka memahami kedua hal ini masyarakat Karo

Pada pertemuan pertama terdapat 6 kelompok dimana terdapat 4 hingga 5 siswa dari masing-masing kelompok, pada pertemuan pertama karena masih proses adaptasi

Kelebihan penggunaan metode pemisahan berdasarkan kromatografi gas (GC) adalah: Waktu analisis yang singkat dan ketajaman pemisahan yang tinggi, Dapat menggunakan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai preditif positif (NPP), nilai prediktif negatif (NPN), dan beda proporsi gejala

Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Tambak Tinggi Kecamatan Depati VII dengan rumusan masalah bagaimanakah dampak percepatan pembangunan infrastruktur pasca

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: jumlah jenis tumbuhan bawah yang ditemukan di RPH Kalirajut yaitu 32 jenis yang terdiri dari 17 famili, sedangkan di

Plas- ma nutfah talas yang berasal dari Gunung Kidul Jawa Tengah memiliki panjang umbi lebih dari 12 cm (kode 7, 9), bentuk umbi kerucut, silindris, dan elips (kode 1, 3, 4),